Proyek Konstruksi Analisis Bahaya

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Proyek Konstruksi

Proyek konstruksi adalah suatu rangkaian kegiatan yang sifatnya unik hanya dilakukan satu kali dan dibatasi oleh sumber daya dalam waktu terbatas. Didalam rangkaian kegiatan proyek kontstruksi tersebut, terdapat proses yang berfungsi untuk mengolah sumber daya resources, sehingga dapat menjadi suatu hasil kegiatan yang menghasilkan sebuah karya berupa bangunan. Pengelolaan proyek konstruksi menjadi semakin kompleks karena banyaknya pihak yang berinteraksi di dalamnya serta semakin tingginya tuntutan terhadap kualitas, kenyamanan, keamanan, estetika, dan keberlanjutan proyek itu sendiri. Dilihat dari aspek-aspek pada proyek konstruksi, terdapat fungsi pada tahapan perencanaan, organisasi, pelaksanaan, dan pengawasan. Semua fungsi dari komponen tersebut harus diterapkan kepada semua tahapan yang ada pada proyek konstruksi, karena proyek konstruksi adalah salah satu pekerjaan yang paling berisiko dan berbahaya di antara sektor pekerjaan lainnya. Kegiatan konstruksi menimbulkan berbagai dampak yang tidak diinginkan antara lain menyangkut aspek keselamatan kerja dan lingkungan. Kegiatan proyek konstruksi memiliki karakteristik antara lain : bersifat sangat kompleks, multi disiplin ilmu, melibatkan banyak unsur tenaga kerja kasar dan berpendidikan relatif rendah, masa kerja terbatas, intensitas kerja yang tinggi, tempat kerja terbuka, tertutup, lembab, kering, panas, berdebu, kotor, menggunakan beragam jenis peralatan kerja, teknologi, kapasitas, material dan lain lain Winjani,2010.

2.2 Manajemen K3

Manajemen adalah suatu proses atau kerangka kerja, yang melibatkan pengarahan kepada suatu kelompok orang-orang kearah tujuan-tujuan organisasional dengan maksud yang nyata real, proses yang terdiri dari rangkaian kegiatan, seperti perencanaan, pengorganisasian, penggerakan dan pengendalianpengawasan, yang dilakukan untuk menetukan dan mencapai tujuan yang telah ditetapkan melalui pemanfaatan sumberdaya manusia human resources , dan sumberdaya lainnya. Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja MK3 adalah bagian dari sistem manajemen secara keseluruhan yang meliputi struktur organisasi, perencanaan, tanggung jawab, pelaksanaan, prosedur, proses dan sumber daya yang dibutuhkan bagi pengembangan, penerapan, pencapaian, pengkajian dan pemeliharaan K3 dalam rangka pengendalian risiko yang berkaitan dengan kegiatan kerja, guna terciptanya tempat kerja yang aman, efisien dan produktif Djoko, 2007. Menurut Adityanto 2012 Keselamatan dan Kesehatan Kerja K3 dapat diartikan sebagai 2 pengertian : 1. Secara Filosofis Keselamatan dan Kesehatan Kerja K3 merupakan suatu pemikiran atau upaya untuk menjamin keutuhan dan kesempurnaan baik jasmani maupun rohani, tenaga kerja pada khususnya dan masyarakat pada umumnya terhadap hasil karya dan budayanya menuju masyarakat makmur dan sejahtera. 2. Secara Keilmuan Keselamatan dan Kesehatan Kerja K3 merupakan ilmu pengetahuan dan segala penerapannya dalam usaha mencegah kemungkinan terjadinya kecelakaan dan penyakit akibat kerja. Pada dasarnya secara umum sistem dari Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja MK3 mengandung 6 dasar elemen utama Occupational Health and Safety Assessment OHSAS 18001 sebagai berikut : a. Kebijakan K3 Safety and health policy b. Perencanaan Planning c. Penerapan dan operasional Implementation and operation d. Pemeriksaan dan tindakan perbaikan Checking and corrective action e. Tinjauan manajemen Management review f. Perubahan perbaikan berkelanjutan Continual improvement Perbaikan Berkelanjutan Continual Improvement Kebijakan Policy Perencanaan Planning Penerapan dan Operasional Implementation and Operation Pemeriksaan dan Tindakan Checking and Corrective Action Tinjauan Manajemen Management Review Gambar 2.1 Bagan Elemen Kesuksesan K3 OHSAS 18001:1999 Sumber: Departemen PU, 2007 Lima 5 Prinsip dasar pelaksanaan MK3 sesuai tentang pedoman pada penerapan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja SMK3 menurut Permennaker No.:5MEN1996. Terdiri dari : a. Penetapan Komitmen dan Kebijakan K3 b. Perencanaan Pemenuhan Kebijakan, Tujuan dan Sasaran Penerapan K3 c. Penerapan Rencana K3 secara Efektif dengan Mengembangkan Kemampuan dan Mekanisme Pendukung yang Diperlukan untuk Mencapai Kebijakan, Tujuan dan Sasaran K3 d. Pengukuran, Pemantauan, dan Pengevaluasian Kinerja K3 e. Peninjauan Secara Teratur dan Peningkatan Penerapan SMK3 secara berkesinambungan.

2.2.1 Komitmen Manajemen

Menurut Djoko 2007 komitmen merupakan landasan utama konsep penerapan sistim Manajemen K3. Komitmen yang berupa kebijakan dan arahan dalam penerapan K3 di Perusahaan, komitmen pimpinan tentunya termasuk kesediaannya menyiapkan organisasi K3, SDM K3 dan anggaran K3 yang dituangkan dalam bentuk kebijakan K3 Safety Policy, secara umum isi dari komitmen tersebut adalah : Landasan keberhasilan program K3 merupakan pernyataan sikap dan dukungan manajemen terhadap program K3 dalam perusahaannya serta mengikat semua pihak terkait stakeholder, meliputi manajemen, karyawan, pemegang saham, pelanggan dan masyarakat luas.

2.2.2 Motivasi

Menurut Winjani 2010 menyebutkan bahwa penyebab dari motor penggerak adalah : prestasi yang diukir, penghargaan yang diperoleh, tantangan tugas, tanggung jawab, pengembangan, keterlibatan, kesempatan, dan balas jasa, imbalan berupa gaji atau upah merupakan salah satu dari imbalan yang akan diperoleh melalui kegiatan bekerja, imbalan tersebut dapat dijadikan motivasi kepada pekerja agar pekerja bekerja dengan kinerja tinggi. Akan tetapi jika upah tersebut tidak dipenuhi, maka akan muncul pertentangan yang kadangkala timbul gejala berupa konflik bahkan hingga memburuknya kesehatan fisik dan mental. Teori Herzberg pun menyatakan tingginya motivasi kerja dipengaruhi oleh faktor ekstrinsik seperti, kondisi kerja, gaya kepimimpinan, hubungan antar pribadi, dan supervise, apabila faktor- faktor ekstrinsik ini tidak dipenuhi maka, akan berpengaruh pada motivasi kerja. Disebutkan bahwa adanya motivasi dalam diri karyawan yang tinggi maka perilaku pada saat bekerja akan menjadi selamat, tetapi jika pekerja mempunyai motivasi dalam diri yang rendah, maka secara langsung perilaku pada saat bekerja akan menjadi tidak selamat Winjani,2010.

2.2.3 Kewenangan

Kewenangan adalah kuasa untuk membuat keputusan, menunjuk, memerintah dan melimpahkan tanggung jawab kepada personel. Organisasi harus menentukan aturan main, kewenangan dan otoritas para personil yang akan mengatur, menjalankan dan memantau aktifitas-aktifitas yang berkaitan dengan risiko K3 dalam kaitannya dengan aktifitas, fasilitas dan proses dalam organisasi secara keseluruhan. Hal-hal tersebut harus ditetapkan, didokumentasikan dan dikomunikasikan. Penanggung jawab tertinggi dalam K3 adalah top management. Bila organisasi berupa perusahaan berskala besar, mempunyai anak-anak perusahaan maka yang dimaksud top management harus didefinisikan dengan jelas. Manajemen organisasi harus menyediakan sumber daya utama, termasuk didalamnya sumber daya manusia, spesialis-spesialis, teknologi maupun keuangan dalam rangka pelaksanaan, kontrol dan perbaikan manajemen K3 Djoko,2007. Menurut Andhika 2012 menjelaskan bahwa peran tenaga ahli untuk mengembangkan, menerapkan dan memelihara cara kerja, prosedur, sistim, pengamanan dan standar dalam menghilangkan, mengendalikan dan mengurangi bahaya kecelakaan kerja terhadap personel, prasarana, lingkungan, dan SDM K3. Maka penanggung jawab K3 dalam manajemen organisasi harus mempunyai aturan main, tanggung jawab dan wewenang dalam rangka : a. Menjamin bahwa persyaratan-persyaratan dalam sistem manajemen K3 dibangun, diterapkan dan dipelihara sesuai dengan spesifikasi dalam OHSAS b. Menjamin bahwa laporan performance sistim manajemen K3 disampaikan kepada top management dalam rangka evaluasi dan sebagai dasar perbaikan sistim manajemen K3. Pada dasarnya Keselamatan dan Kesehatan kerja K3 adalah tanggung jawab setiap pekerja yang ada dilapangan proyek konstruksi,namun secara matrik kewenangan harus diberikan kepada seseorang yang memiliki pengalaman dan bisa bertindak sebagai Project Safety Officer. Kewenangan yang diberikan secara perseorangan contohnya seseorang dapat memberhentikan pekerjaan jika menurutnya pekerjaan tersebut dilaksanakan tidak aman dan tidak memenuhi Rencana Keselamatan Kesehatan Kerja

2.3 Perencanaan Keselamatan dan Kesehatan Kerja

Pada setiap kegiatan proyek konstruksi selalu ditandai dengan keterlibatan sumber daya, seperti bermacam-macam material, peralatan, serta tenaga kerja yang berkompeten maupun non kompeten. Sehingga sangatlah mungkin jika terjadi kesalahan-kesalahan yang dapat mengakibatkan gangguan keselamatan dan kesehatan kerja. Maka pada program pelaksanaan proyek yang ditangani harus memperhitungkan dan melaksanakan tindakan kehati-hatian yaitu tindakan keselamatan dan kesehatan kerja. Rencana Keselamatan Kesehatan Kerja adalah kunci sebagai acuan kinerja dalam keamanan pekerjaan pada proyek konstruksi yang ingin melindungi para pekerjanya, personel yang ada dilapangan, seperti peraturan umum yang memberikan petunjuk bagaimana mengurangi kecelakaan dan memberikan perlindungan terhadap asetproperti. Perencanaan K3 meliputi : a. Identifikasi bahaya hazard identification, penilaian dan pengendalian risiko risk assessment and risk control yang dapat diukur b. Pemenuhan terhadap peraturan perundangan dan persyaratan lainnya c. Penentuan tujuan dan sasaran d. Program kerja secara umum dan program kerja secara khusus e. Indikator kinerja sebagai dasar penilaian kinerja K3.

2.3.1 Persyaratan Rencana Keselamatan dan Kesehatan Kerja

Dalam perencanaan K3 haruslah memenuhi terhadap kebijakan policy yang ditetapkan, yang memuat tujuan, sasaran dan indikator kinerja, penerapan K3 dengan mempertimbangkan telaah awal sebagai bagian dalam mengidentifikasi potensi sumber bahaya, penilaian dan pengendalian risiko atas permasalahan K3 yang ada dalam perusahaan atau di proyek tempat kegiatan kerja konstruksi berlangsung. Menurut Departemen Pekerjaan Umum 2007 dalam modul pelatihan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja mengidentifikasi potensi bahaya yang ada serta tantangan yang dihadapi akan sangat mempengaruhi dalam menentukan kondisi perencanaan K3 perusahaanproyek. Untuk hal tersebut haruslah ditentukan oleh pokok dalam perusahaanproyek dalam identifikasi bahaya meliputi : - Frekuensi dan tingkat keparahan Kecelakaan Kerja - Kecelakaan Lalu Lintas - Kebakaran dan Peledakan - Keselamatan Produk Product Safety - Keselamatan Kontraktor - Emisi dan Pencemaran Udara - Limbah Industri Sasaran Penerapan dari manajemen K3 sendiri meliputi; sumber daya manusia, sistem prosedur, sarana dan fasilitas, pencapaian prespektif di Lingkungan internal dan ekternal serta pemberdayaan. Dalam menetapkan tujuan dan sasaran kebijakanpolicy keselamatan dan kesehatan kerja organisasi harus menggunakan indikator kinerja yang dapat diukur sebagai dasar penilaian kinerja keselamatan dan kesehatan kerja, yang sekaligus merupakan informasi mengenai keberhasilan pencapaian dari manejemen K3. Menentukan program umum yang didalamnya memuat strategi pencapaian penerapan manajemen K3, secara detail program dapat di aplikasikan dalam bentuk prosedur dan petunjuk kerja, semua ini ditujukan untuk memudahkan dalam menerapkan dan mengembangkan sistim K3 untuk setiap kegiatan operasi sebagai pedoman keselamatan kerja, bekerja secara aman dan yang akan berpengaruh meningkatnya produktifitas kerja, penyusunan elemen K3 disesuaikan dengan kebutuhan masing-masing organisasi berdasarkan hasil telaah awal dan penetapan tujuan objektif yang ingin dicapai. Penyusunan elemen-elemen K3 dalam program disesuaikan dengan sistem manajemen K3 yang hendak dijalankan, dapat menggunakan atau memilih acuan atau undang-undangperaturanstandar yang telah dijelaskan sebagai referensi. Maka sistem yang dijalankan harus memenuhi 12 elemen K3 operasional, diantaranya adalah : a. Pembangunan dan Pemeliharaan Komitmen b. Pendokumentasian Strategi c. Peninjauan Ulang Perancangan Desain dan Kontrak d. Pengendalian Dokumen dan Data K3 e. Pembelian f. Keamanan Bekerja Berdasarkan SMK3 g. Pengembangan Ketrampilan dan Kemampuan h. Komunikasi dan Pelaporan i. Pengelolaan Material j. Standar Pemantauan k. Audit internal SMK3 l. Tinjauan Manajemen Dari ke 12 elemen K3 operasional itu dasar penyusunan program pelaksanaan yang dimulai dari perencanaan penerapan K3 melalui identifikasi bahaya sampai dengan penerapan dan pengendalian operasi yang harus dijalankan. Sistem dan prosedur yang harus disiapkan termasuk petunjuk kerja meliputi seluruh aspek kegiatan sesuai dengan tingkatan kegiatan yang ada dilapangan, antara lain : - Prosedur kerja aman Safe Working Practices. - Prosedur kebersihan dan penyelamatan lingkungan. - Prosedur penyelamatan keadaan darurat. - Prosedur kesehatan kerja. - Prosedur penanggulangan kebakaran. - Prosedur pemenuhan sarana dan fasifitas. - Petunjuk kerja ijin kerja ruang terbatas dan tertutup. - Prosedur Identifikasi Bahaya Hazards identification. - Prosedur Pembinaan dan Pelatihan Safety Training Education. - Petunjuk Kerja Evaluasi Keselamatan Proyek Project Safety Review. - Petunjuk penggunaan Alat Keselamatan Safety Equipment. - Prosedur pengelolaan Keselamatan Lalu Lintas Jalan Traffic Safety. - Petunjuk Kerja Inspeksi K3 Safety Inspection. - Prosedur Penyelidikan Kecelakaan Incident Investigation. - Prosedur Pengelolaan Limbah Waste Management. - Petunjuk Kerja Sistim Pelaporan K3 Safety Reporting Systems. - Prosedur Audit K3 Safety Audit.

2.3.2 Pelaksanaan Teknis Rencana Keselamatan dan Kesehatan Kerja

Untuk mewujudkan pelaksanaan dari rencana program K3 harus adanya upaya-upaya dalam tindakan pada proses pelaksanaan yang berkelanjutan Khurnia, 2012. Upaya-upaya berikut dapat seperti : 1. Alat Pelindung Diri APD Mempersiapkan peralatanalat pelindung diri guna mengurangi cidera dan mencegah timbulnya penyakit akibat kerja. Contohnya: Topeng gasmasker, pelindung badanjacket, sepatu yang sesuai, helem, sarung tangan, kaca mata dan sebagainya. 2. Peralatan K3 Atas dasar memperhitungkan kekuatan dari metode kerja dan kebutuhan peralatan yang akan digunakan untuk mencegah terjadinya kecelakaan agar dipersiapkan. Contohnya : Penahan dinding galian, alat pemadam kebakaran, jaring net, alat peringatan tanda bahaya dan lain sebagainya. 3. Peninjauan ulang kontrak, pembelian dan peralatan konstruksi Pengadaan barang dan jasa harus ditinjau ulang untuk memastikan dan menjamin kemampuan organisasi dalam memenuhi persyaratan-persyaratan K3 yang ditentukan serta pada setiap pembelian barang dan jasa termasuk didalamnya prosedur pemeliharaan barang harus terintegrasi dalam strategi penanganan pencegahan risiko kecelakaan dan penyakit akibat kerja. Dalam pembelian harus menjamin agar produk barang dan jasa serta mitra kerja perusahaan memenuhi persyaratan K3 agar dipastikan pada saat penerimaan barang dan jasa di tempat kerja organisasi harus dapat menjelaskan kepada semua pihak yang akan menggunakan barang dan jasa tersebut mengenai identifikasi bahaya, penilaian dan pengendalian risiko kecelakaan dan penyakit akibat kerja yang dapat terjadi. 4. Komunikasi K3 Komunikasi dua arah yang efektif dan pelaporan rutin merupakan sumber penting pelaksanaan K3, semua kegiatan ini harus didokumentasikan, prosedur yang ada harus dapat menjamin pemenuhan kebutuhan tersebut seperti hasil pelaksanaan K3, pemantauan, audit dan tinjauan ulang manajemen kesemua pihak yang mempunyai tanggung jawab dalam kinerja K3. Melakukan identifikasi dan menerima informasi K3 yang terkait dari luar perusahaan dan menjamin informasi yang terkait dikomunikasikan kepada orang- orang yang membutuhkannya. Tipe komunikasi ini dapat melingkupi jangkauan kegiatan yang luas seperti : -Tanda dan penghalang -Papan Buletin -Tool box meeting -Rapat awal Indoktrinasi K3 -Patroli keselamatan kesehatan kerja -Buletin individu untuk hal khusus 5. Training Pelatihan Organisasi harus menyediakan Sumber Daya Manusia SDM, sarana dan dana yang memadai untuk menjamin pelaksanaan K3 sesuai dengan persyaratan sistem K3 yang ditetapkan. Dalam memenuhi ketentuan tersebut, organisasi harus membuat prosedur dan menyediakan biaya, sehingga dapat dipantau keefektifannya sesuai dengan tingkat keperluannya. Pengurus organisasi harus mempunyai dan menjamin kompetensi kerja serta pelatihan setiap tenaga kerja yang cukup dalam rangka menjalankan tugasnya dalam unit-unit kerja yang terkait dengan K3. Kompetensi harus didefinisikan sesuai dengan pendidikan, pelatihan dan pengalaman. Organisasi harus menetapkan dan memelihara prosedur untuk menjamin karyawan- karyawannya bekerja pada fungsi-fungsi dan level yang relevan, dalam kaitan dengan menjamin kesesuaian sistem yang dijalankan dengan kebijakan, prosedur dan persyaratan-persyaratan dalam sistim serta konsekuensi K3, baik aktual maupun potensial dalam menjalankan aktifitas kerja. 6. Inspeksi dan Perbaikan K3 Organisasi harus menetapkan inspeksi, pengujian dan pemantauan berkaitan dengan tujuan dan sasaran K3 yang ditetapkan, frekuensi inspeksi, pengujian dan pemantauan harus disesuaikan dengan obyeknya. Personel yang terlibat mempunyai kompetensi cukup pengalaman, catatan, rekaman hasil inspeksi, pengujian, dan pemantauan dipelihara dan tersedia dengan baik bagi tenaga kerja, kontraktor yang terkait dan manajemen. Tindakan perbaikan segera dilakukan atas ketidaksesuaian yang ditemukan saat inpeksi, pengujian dan pemantauan, penyelidikan yang memadai harus dilakukan untuk menemukan permasalahan dari suatu insiden. 7. Prosedur Pemeriksaan Prosedur pemeriksaan dapat berupa inspeksi dan audit yang bersifat internal, pemeriksaan harus dilakukan oleh petugas yang mempunyai kompetensi di bidang K3, khususnya K3 dibidang pekerjaan konstruksi. Pemeriksaan yang bersifat inspeksi dapat dilaksanakan secara harian daily, mingguan weekly, bulanan monthly, yang harus dijalankan secara tetap dan kontinyu untuk mempertahankan hasil yang telah dicapai. Pemeriksaan yang bersifat audit tentunya dilaksanakan secara berkala tiap 2 tiga bulan sekali atau 6 enam bulan sekali, ketentuan ini berlaku mengikuti standarketentuan audit yang diberlakukan pada umumnya oleh badan internal organisasi danatau badan auditor. Pemeriksaan dilaksanakan oleh petugas yang mempunyai kompetensi di bidang kerjanya dan mendapat pengesahan serta verifikasi oleh petugas yang mempunyai kompetensi K3 atau yang diberi kewenangan akan hal ini dalam bidang K3. Kegiatan pemeriksaan dapat dimulai dari pengendalian kegiatan pada material dan pergudangan logistic termasuk juga dalam penerimaan akan barangmasuk, penyimpananpenempatan, pengambilanpengeluaranpemindahan, pemasangan, pemeliharan, pengelolaan peralatana konstruksi dan fasilitas pekerjaan konstruksi lainnya serta penanganan kesehatan dan tingkungan, semuanya ini harus dipastikan terintegrasi dalam strategi pencegahan risiko kecelakaan yang akan terjadi danatau penyakit akibat kerja Pemeriksaan yang bersifat inspeksi maupun audit keduanya mempunyai sifat yang sama yakni, untuk memastikan bahwa penerapan dan pelaksanaan sistim manjemen K3 telah dijalankan sesuai kaidah-kaidahstandar K3. Sedangkan audit lebih ditekankan pada pencapaian sasaran dan target, penanganan ketidaksesuaian noncorforming, dan tindak lanjut hasil inspeksi. 8. Tindakan Perbaikan Tindakan perbaikan lebih ditujukan dan bersifat memperbaiki keadaan situasi terhadap bahaya yang akan timbul. Tindakan perbaikan yang dilaksanakan dilapangan secara umum menjadi tanggung jawab pimpinan unit kerjanya, dan perbaikan dapat dilakukan dengan temuan menyimpang dari ketentuanstrandar yang ditentukan dalam sasaran dan program Kerja K3 sesuai dengan pengembangan kondisi pekerjaan dilapangan yang sebelumnya tidak terdapat antisipasi bahayanya atau belum ditinjau tingkat keseuaiannya, guna penyempurnaan untuk mencegah terjadinya kesalahan penggunaan bahanmaterialprosedur opersionil sehingga mengakibatkan kecelakaan kerja yang akan berujung pada rekomendasi hasil inspeksi, pengujian dan commissioning yang termasuk pada pekerjaan fase pemindahan, penempatan, pemasangan perakitan dan pelepasanpembongkaran kembali. 9. Prosedur Pengendalian Pengendalian disini maksudnya adalah untuk memantau dan mengukur pencapaian kinerja K3, yang meliputi proses K3 didasarkan dengan adanya kinerja masing-masing proses kegiatan dan sasaran. Pengukuran Evaluasi dan peningkatan kinerja K3. Pengukuran adalah pengukuran kinerja, dilakukan didasarkan pada ketentuan yang telah ditetapkan sebelumnya berupa parameter kinerja, cara penilaian tingkat pemahaman pengetahuan dan partisipasi pekerja dalam kegiatan K3, termasuk partisipasi pengunjungtamusubkontraktorvendormitra kerja yang terkait pelaksanaan kerja konstruksi dilapangan, statistik angka insidenkecelakaan tingkat keparahan dan frekuensi insiden ataupun kecelakaan, termasuk jumlah jam kerja yang hilang. 10. Pengendalian Administratif Prosedur dan instruksi kerja yang dibuat harus mempertimbangkan segala aspek K3 pada setiap tahapan, rancangan tinjauan ulang prosedur dan instruksi kerja harus dibuat oleh personel yang mempunyai kompetensi kerja dengan melibatkan pelaksana yang terkait. Dalam hal ini personel yang melaksanakan harus diberikan pelatihan agar memiliki kompetensi yang sesuai dengan bidang pekerjaannya. Prosedur dan instruksi kerja ini juga harus ditinjau secara berkala, untuk memastikan bahwa prosedur dan instruksi kerja tersebut terkendali sesuai dengan perubahan keadaan yang terjadi seperti pada peraturan perundang- undangan, peralatan, proses atau bahkan bahan baku yang digunakan. Pemeriksaan dan operasionil implementation and operation, umpan balik pengukuran kinerja feedback from measuring performance dan audit adalah sebagai masukan untuk melakukan pemeriksaan dan tindakan perbaikan checking and corrective action dan menghasilkan keluaranoutput Tinjauan Manajemen menagement review perbaikan berkelanjutan continual improvement . 11. Siklus Penanganan K3 a. Siklus Harian K3 Siklus Harian K3 Daily Safety Work Cycle adalah suatu siklus aktifitas safety yang rnempuyai periode ulang setiap hari. Aktifitas ini dilakukan oleh kelompok-kelompok kecil pekerja yang menangani pekerjaan sejenis, dipimpin langsung oleh kepala grup kerja. Sumber: Departemen PU, 2007 b. Siklus Mingguan K3 Siklus Mingguan K3 Weekly safety work cycle dilakukan periodik mingguan, biasanya pada akhir minggu. Hal ini perlu dilakukan untuk tujuan mengevaluasi oleh manajemen proyek terhadap grup-grup kerja, menyampaikan Safety Talk Morning Inspection to start work Final Check Patrol, guidance, and supervision Site clean up DAILY SAFETY WORK Gambar 2.2 Siklus aktifitas harian K3 informasi-informasi dari manajemen proyek kepada grup-grup kerja, serta mengadakan interaksi satu grup kerja dengan grup kerja lainnya, sehingga akan terjadi tukar menukar pengalaman yang diperoleh suatu grup kerja selama satu minggu berjalan. c. Siklus Bulanan K3 Siklus Bulanan K3 Monthly safety work cycle dilakukan secara periodik bulanan, biasanya terletak pada akhir bulan. Hal ini perlu dilakukan untuk tujuan menyampaikan informasi dari manajemen proyek kepada personil, mengevaluasi K3 oleh manajemen proyek terhadap pelaksanaan K3 pada proyek konstruksi selama satu bulan, serta penentuan program-program kerja yang bersifat strategis. 12. Audit K3 Organisasi harus menyusun dan memelihara prosedur audit dan program audit dalam rangka pemeriksaan pada sistem manajemen K3, dengan tujuan mengetahui kesesuaian dengan sistim manajemen K3. Program audit lengkap dengan jadwalnya yang dilaksanakan secara berkala, harus didasarkan pada hasil dari penilaian risiko dari aktifitas organisasi dari hasil audit sebelumnya. Pelaksanaan audit dilaksanakan secara sistimatik terhadap pekerjaan yang menjadi obyek audit oleh personil yang mempunyai kompetensi dalam kerja audit, dengan tujuan untuk mengetahui keefektifan sistim manjemen keselamatan dan kesehatan kerja yang diterapkan. Prosedur audit mencakup lingkup, frekwensi, metodologi,kompetensi, wewenang dan persyaratan-persyaratan untuk melakukan pelaporan hasil. Frekuensi audit harus ditentukan atas hasil tinjauan ulang audit sebelumnya oleh manajemen, rekaman hasil audit ini harus disebar luaskan ke unit-unit yang terkait dengan observasi audit. Hal ini guna memastikan agar tidak akan terjadi ketidaksesuaian yang sama pada unit-unit lain yang belum dilaksanakan audit, dimana hasil audit sebelumnya menjadi acuan tindakan perbaikan dan peningkatan pelaksanaan K3 yang berkelanjutan. Inspeksi harian biasa dilakukan oleh safety officer tetapi yang lain juga secara berkala melakukan inspeksi proyek untuk memenuhi rencana keselamatan kesehatan kerja Safety Health Plan dalam hal ini mewakili Pemilik proyekowner, perusahaan asuransi dan dinas-dinas terkait dari instansi pemerintahan. Seringkali dilakukan bersama dalam membantu Safety Officer lapangan. 13. Investigasi Kecelakaan Hal ini penting bahwa setiap kecelakaan harus di lakukan investigasi, seperti penyebabnya, dan membuat laporan secara lengkap apa yang terjadi dan mengapa bisa terjadi, sering dengan gambar. Laporan ini biasanya diperlukan oleh perusahaan asuransi yang melindungi akibat adanya kerugian akan tetapi juga penting untuk peningkatan kinerja K3 Kontraktor. 14. Fasilitas Kesehatan dan Testing Perobatan Diperlukan pengaturan terhadap Rumah Sakit terdekat dan Dokter untuk membantu bila terjadi kecelakaan setelah dilakukan pertolongan pertama pada kecelakaan P3K di lapangan, seperti halnya menetapkan dan menyiapkan peralatan P3K sendiri. Pada proyek konstruksi besar yang biasanya dibiayai oleh pemerintah, memerlukan program dari beberapa jenis pengujian obat terhadap personel sebagai persyaratan K3 Departemen Pekerjaan Umum, 2007.

2.3.3 Output Pelaksanaan Rencana Keselamatan dan Kesehatan Kerja

Menurut Occupational Health and Safety Assessment OHSAS hasil output dari pelaksanaan rencana dari K3 dapat memberikan efek yang positif pada kegiatan itu sendiri antara lain : 1. Mengurangi Cidera Rencana Keselamatan Kesehatan Kerja di laksanakan dengan baik akan mengurangi cidera pada tenaga kerja dan menaikan citra moril dari jumlah tenaga kerja yang pernah terkait secara langsung maupun tidak langsung pada kegiatan konstruksi tersebut. 2. Mengurangi Biaya Asuransi Tingkat kecelakaan pada santunan biaya untuk pengobatan cidera merendah yang akan berdampak mengurangi biaya premi asuransi. 3. Meningkatkan Reputasi Pemilik proyek menjadi tertarik kepada kontraktor yang memiliki reputasi yang baik dan bertanggung jawab terhadap seluruh pekerja yang terlibat ikut serta dalam proyek konstruksi tersebut, pekerja juga akan cenderung menginginkan bekerja dengan perusahaan yang mengutamakan pada Keselamatan Kesehatan Kerja. 4. Meningkatkan Produktivitas Kecelakaan menghasilkan penurunan produktivitas di lapangan, yang mana juga melemahkan keuntungan perusahaan kontraktor. Maka dari itu dengan merencanakan dan tindakan mencegah terjadinya kecelakaan seminimal mungkin akan meningkatkan produktivitas dan keuntungan.

2.4 Kecelakaan Kerja

Menurut AustraliaNew Zealand Standard For Risk Management ASNZS 4630 2004 Kecelakaan kerja adalah kejadian yang tidak diinginkan yang berhubungan dengan pekerjaan yang dapat mengakibatkan ciderakematian terhadap orang, kerusakan harta benda atau terhentinya proses produksi, semua kejadian yang tidak direncanakan dan tidak diharapkan namun berpotensial menyebabkan cidera, kesakitan, kerusakan, atau kerugian lainnya. Kecelakaan Kerja didefinisikan sebagai kejadian yang berhubungan dengan pekerjaan yang dapat menyebabkan cidera atau kesakitan tergantung dari keparahannya kejadian kematian atau kejadian yang dapat menyebabkan kematian. Pengertian ini digunakan juga untuk kejadian yang dapat menyebabkan merusak lingkungan.

2.4.1 Penyebab Kecelakaan Kerja

Penyebab dari kecelakaan kerja yang terjadi di tempat bekerja pada dasarnya dapat dikelompokkan menjadi 2 yaitu secara kondisi dan tindakan : a. Kondisi berbahaya yang berkaitan dengan: 1. Mesin, peralatan, bahan, dan lain-lain. 2. Lingkungan kerja: kebisingan, penerangan, dan lain-lain. 3. Proses produksi: waktu kerja, sistem, dan lain-lain. 4. Sifat kerja. 5. Cara kerja. b. Tindakan berbahaya yang dilatarbelakangi oleh faktor-faktor: 1 Kurangnya pengetahuan dan keterampilan. 2 Cacat tubuh yang tidak kelihatan. 3 Keletihan dan kelelahan. 4 Sikap dan tingkah laku yang tidak aman. Menurut Winjani 2010 secara umum terdapat dua penyebab dari terjadinya kecelakaan kerja yaitu penyebab langsung immediate causes dan penyebab dasar basic causes: a. Penyebab Langsung Penyebab langsung kecelakaan adalah suatu keadaan yang biasanya bisa dilihat dan dirasakan secara langsung, dikarenakan adanya tindakan-tindakan tidak aman unsafe acts dan kondisi- kondisi yang tidak aman unsafe conditions . Dari beberapa hasil riset menunjukkan bahwa faktor manusia merupakan faktor penyebab utama kecelakaan kerja yang paling sering terjadi, berdasarkan riset tersebut, 80 kecelakaan diakibatkan oleh tindakan tidak aman unsafe act yang dan 20 oleh kondisi tidak aman unsafe condition. Jadi, dapat disimpulkan bahwa perilaku tidak aman unsafe act memegang pengaruh yang besar terhadap kecelakaan kerja dibandingkan dengan kondisi tidak aman unsafe condition perilaku tidak aman unsafe act adalah suatu tindakan seseorang yang menyimpang dari aturan yang sudah ditetapkan dan dapat mengakibatkan bahaya bagi dirinya sendiri, orang lain, maupun peralatan yang ada di sekitarnya. Pendapat lain yang berkenaan, unsafe act adalah setiap perbuatan atau kondisi tidak selamat yang dapat mengakibatkan kecelakaan. Dari definisi di atas dapat disimpulkan bahwa unsafe act adalah semua tindakan yang dilakukan oleh seseorang human factor, dimana tindakan tersebut dapat membahayakan dirinya sendiri, orang lain, peralatan maupun lingkungan yang ada di sekitarnya. b. Penyebab Dasar Faktor dari kepribadian dan faktor kerjalingkungan kerja. Faktor manusiapribadi, antara lain karena: kurangnya kemampuan fisik, mental dan psikologi, kurangnyalemahnya pengetahuan dan ketrampilan keahlian, stres, motivasi yang tidak cukupsalah. Sedangkan faktor kerja lingkungan, antara lain karena: tidak cukup kepimpinan atau pengawasan, tidak cukup pengetahuan, tidak cukup pembelianpengadaan barang, tidak cukup perawatan, tidak cukup standar- standar kerja, penyalahgunaan.

2.4.2 Teori Kecelakaan Kerja

Terdapat sejumlah teori tentang kecelakaan. Teori tersebut memberikan pengertian terhadap tindakan preventif dan menggambarkan semua faktor yang berkaitan terhadap terjadinya kecelakaan atau memperkirakan dengan alasan- alasan yang akurat kemungkinan sebuah kecelakaan akan terjadi. Beberapa teori- teori kecelakaan adalah sebagai berikut Colling,1990: 1. Teori Domino Heinrich Dalam Teori Domino Heinrich, kecelakaan terdiri atas lima faktor yang saling berhubungan: kondisi kerja, kelalaian manusia, tindakan tidak aman, kecelakaan dan cedera. Heinrich 1931 berpendapat bahwa kecelakaan pada pekerja terjadi sebagai rangkaian yang saling berkaitan. Mekanisme terjadinya kecelakaan diuraikan dengan Domino Sequence berupa: a. Ancestry and environment, yakni pada orang yang memiliki sifat tidak baik yang diperoleh karena faktor biologi keturunan, pengaruh lingkungan dan pendidikan, mengakibatkan seorang pekerja kurang hati-hati, dan banyak membuat kesalahan. b. Fault of person, merupakan rangkaian dari faktor keturunan dan lingkungan tersebut di atas yang menjurus pada tindakan yang salah dalam melakukan pekerjaan. c. Unsafe act and mechanical or physical hazards, tindakan yang berbahaya disertai bahaya mekanik dan fisik lain, memudahkan terjadinya rangkaian berikutnya. d. Accident, peristiwa kecelakaan yang menimpa pekerja dimana pada umumnya disertai dengan kerugian. e. Injury, kecelakaan mengakibatkan cederaluka atau berat, kecacatan dan bahkan kematian. Timeline Gambar 2.2 Teori Domino Heinrich Sumber : Bhardwaj, 2010 Kelima faktor ini tersusun layaknya kartu domino yang diberdirikan. Jika satu kartu jatuh, maka kartu ini akan menimpa kartu lain hingga kelimanya akan roboh secara bersama. Ilustrasi ini mirip dengan efek domino yang telah kita kenal sebelumnya, jika satu bangunan roboh, kejadian ini akan memicu peristiwa beruntun yang menyebabkan robohnya bangunan lain. Menurut Heinrich 1931, kunci untuk mencegah kecelakaan adalah dengan menghilangkan tindakan tidak aman sebagai poin ketiga dari lima faktor penyebab kecelakaan. Menurut penelitian yang dilakukannya, tindakan tidak aman ini menyumbang 98 penyebab kecelakaan. Dengan penjelasannya ini,Teori Domino Heinrich menjadi teori ilmiah pertama yang menjelaskan terjadinya kecelakaan kerja.Kecelakaan tidak lagi dianggap sebagai sekedar nasib sial atau karena peristiwa kebetulan. Pada tahun 1967, Birds memodifikasi teori domino Heinrich dengan mengemukakan teori manajemen yang berisikan lima faktor dalam urutan suatu kecelakaan, yaitu manajemen, sumber penyebab dasar, gejala, kontak, dan kerugian. Dalam teorinya, Bird mengemukakan bahwa usaha pencegahan kecelakaan kerja hanya dapat berhasil dengan mulai memeperbaiki manajemen keselamatan dan kesehatan kerja. Praktek di bawah standar unsafe acts dan kondisi di bawah standar unsafe conditions merupakan penyebab langsung suatu kecelakaan dan merupakan penyebab utama dari kesalahan manajemen. 2. Teori Swiss Cheese Model Dalam teori ini, Reason 1990 membagi penyebab kelalaiankesalahan manusia menjadi 4 tingkatan diantaranya : tindakan tidak aman unsafe acts, pra-kondisi yang dapat menyebabkan tindakan tidak aman preconditions for unsafe acts , pengawasan yang tidak aman unsafe supervision, pengaruh organisasi organizational influences. Berbeda dengan teori Domino Heinrich, Swiss Cheese Model memberikan informasi perihal bagaimana suatu tindakan tidak aman dapat terjadi. Informasi berikut, menunjukkan bagaimana terjadinya suatu tindakan tidak aman itu, yang berasal dari manusia itu sendiri Types of Human Errors : 1. Tindakan tidak aman Unsafe Act : - Kesalahan Errors - Pelanggaran Violations 2. Penyebab tindakan tidak aman Preconditions for Unsafe Acts : - Kondisi operator Conditions of operator - Kurangnya praktek dari operator Poor practice of operator 3. Pengawasan yang tidak aman Unsafe Supervision : - Kurangnya pengawasan Inadequate supervision - Perencanaan yang kurang tepat Improper planning - Kesalahan yang tidak diperbaiki Failure to correct problems - Pelanggaran dari pengawasan Supervisory violation 4. Pengaruh organisasi Organizational Influences : - Iklim organisasi Organizational climate - Proses organisasi Organizzational process Dalam Swiss Cheese Model, berbagai macam types of human errors ini merepresentasikan lubang pada sebuah keju. Jika keempat keju ini unsafe act, preconditions for unsafe acts, unsafe supervisions, and organizational influences sama-sama mempunyai lubang, maka kecelakaan menjadi tak terhindarkan. Dalam berbagai aspek, teori ini mampu memberi banyak sumbangan atas pencegahan kecelakaan kerja. Agar kecelakaan dapat dicegah, manajemen mesti mengenali secara spesifik kemungkinan terjadinya kelalaiankesalahan manusia pada tiap tahapan pekerjaan yang dilakukan karyawan. Melalui pendekatan ini, karyawan tidak lagi menjadi pihak yang dipersalahkan jika suatu kecelakaan terjadi. Melalui Swiss Cheese Model, manajemen yang justru dituntut untuk melakukan segala upaya yang diperlukan untuk melindungi karyawannya. 3. Teori Kecelakaan Pettersen Model ini menyertakan 2 dua kemungkinan penyebab kecelakaan seperti yang dikemukakan dari teori domino: kesalahan manusia atau kesalahan sistem. Penyebab-penyebab kecelakaan dan atau insiden dapat bersumber dari salah satu atau keduanya. Model ini menyatakan bahwa di belakang kesalahan manusia ada 3 tiga kategori besar: beban yang berlebih, rangkap, dan keputusan yang keliru. Perbedaan yang utama adalah pada kategori ketiga yaitu keputusan yang keliru. Kategori ini mengajukan bahwa para pekerja sering melakukan kesalahan melalui keputusan-keputusan secara sadar atau tidak sadar. Berkali-kali pekerja akan memilih untuk mengerjakan tugas dengan tidak aman karena sederhana saja, ini lebih masuk akal dalam situasi mereka mengerjakannya dengan tidak aman daripada mengerjakannya dengan aman, dikarenakan tekanan dari teman, prioritas sistem dimana mereka berada, tekanan produksi, dan lain-lain. Teori ini mengadopsi teori Ferell yang menyertakan kesalahan sistem disamping kesalahan manusia. Teori ini mengkategorikan tiga kelompok besar penyebab kecelakaan yaitu overload, ergonomic, dan pengambilan keputusan yang salah. Teori ini mengemukakan bahwa pengambilan keputusan yang salah pada suatu kondisi yang disadari atau secara tidak sadar bertindak tidak aman. 4. Teori Loss Causation Model Loss Causation Model berisikan petunjuk yang memudahkan penggunanya untuk memahami bagaimana menemukan faklor penting dalam rangka mengendalikan meluasnya kecelakaan dan kerugian termasuk persoalan manajemen. Bird dkk. 1985 menjelaskan bahwa suatu kerugian loss disebabkan oleh serangkaian faktor-faktor yang berurutan seperti yang terdapat dalam Loss Causation Model, yang terdiri dari: 1. Kurangnya pengendalian Lack of Control Pengendalian adalah salah satu faktor penting dalam mencegah terjadinya kecelakaan. Penyebab lack of control yaitu: a. Inadequate programe; hal ini dikarenakan program yang tidak memadai dalam hubungannya dengan ruang lingkup. b. Inadequate programe standards; tidak spesifiknya standar, standar kurang jelas atau standar tidak baik. c. Inadequate compliance -with standards; kurang patuhnya terhadap pemenuhan standar yang sudah ditetapkan merupakan penyebab yang sering terjadi. 2. Penyebab dasar Basic Causes: a. Personal dari faktor kepemirnpinan atau kepengawasan. b. Faktor pekerjaan atau tidak sesuainya desain engineering. 3. Penyebab secara langsung Immediate Causes Suatu kejadian yang secara cepat memicu terjadinya kecelakaan bila kontak dengan bahaya. Immediate causes meliputi faktor sub-standard dan faktor kondisi. Faktor substandard diantaranya tindakan tidak aman seperti mengoperasikan unit tanpa ijin, faktor kondisi seperti kebisingan, ventilasi iklim kerja dan lain-lain.

2.4.3 Klasifikasi Kecelakaan

Menurut International Labour Organization ILO 1962 sebuah badan yang menampung isu perburuhan internasional klasifikasi kecelakaan akibat kerja adalah sebagai berikut Winjani, 2010 : 1. Klasifikasi menurut jenis kecelakaan, antara lain: - Terjatuh - Tertimpa benda jatuh - Tertumbuk atau terkena benda-benda, terkecuali benda jatuh - Terjepit oleh benda - Gerakan-gerakan melebihi kemampuan - Pengaruh suhu tinggi - Terkena arus listrik - Kontak dengan bahan-bahan yang berbahaya atau radiasi 2. Klasisfikasi menurut penyebab, antara lain: - Mesin - Alat angkut dan alat angkat - Peralatan lain - Bahan-bahan, zat-zat dan radiasi - Lingkungan kerja 3. Klasifikasi menurut sifat luka atau kelainan, antara lain: - Patah tulang - Diskolasi atau keseleo - Regang otot atau urat - Memar dan luka dalam yang lain - Amputasi - Luka-luka lain - Gegar dan remuk - Luka bakar - Keracunan-keracuan mendadak - Akibat cuaca dan lain-lain - Mati lemas - Pengaruh arus listrik - Pengaruh radiasi - Luka-luka yang banyak dan berlainan sifatnya 4. Klasifikasi menurut letak kelainan atau luka di tubuh, antara lain: - Kepala - Leher - Badan - Anggota atas - Anggota bawah - Banyak tempat - Kelainan umum

2.4.4 Pencegahan Kecelakaan

Menurut Bennett dan Silalahi 1995 bahwa teknik pencegahan kecelakaan harus didekati dengan dua aspek, yakni : a. Aspek perangkat keras peralatan, perlengkapan, mesin, letak, dsb. b. Aspek perangkat lunak manusia dan segala unsur yang berkaitan. Kegiatan pencegahan kecelakaan dan keselamatan kerja ditindak lanjuti dengan beberapa hal. Adapun halnya sebagai berikut : a. Memperkecilmenekan kejadian yang membahayakan dari mesin, cara kerja, material dan struktur perencanaan b. Memberikan alat pengaman agar tidak membahayakan sumber daya yang ada dalam perusahaan tersebut. c. Memberikan pendidikan training kepada tenaga kerja atau karyawan tentang kecelakaan dan keselamatan kerja. d. Memberikan alat pelindung diri tertentu terhadap tenaga kerja

2.5 Analisis Bahaya

Peninjauan yang sistimatik terhadap proses proyek konstruksi untuk tujuan identifikasi semua bahaya terhadap personel yang terlibat didalam pelaksanaan konstruksi termasuk masyarakat atau pemasok barang yang keberadaanya sebentar di lapangan. Biasanya dilaksanakan oleh tenaga ahli dibidang K3 safety engineer kontraktor dengan bantuan struktur uraian pekerjaan Work Breakdown Structure dan pengawasan pelaksanaan konstruksi, dimana hal ini bagian dari identifikasi risiko. Organisasi bertanggung jawab menyusun dan memelihara prosedur tentang perencanaanidentifikasi bahaya, penilaian risiko, pengendalian, dan dokumentasi dalam memenuhi kebijakan K3 yang ditetapkan. Menurut Winjani 2010 data dari Labor Occupational Health Program 1962 menyebutkan bahwa bahaya ditempat kerja adalah segala sesuatu di tempat kerja yang dapat malukai pekerja, baik secara fisik maupun mental. Bahaya merupakan potensi yang dimiliki oleh bahan material, proses atau cara dari pekerja yang dapat menimbulkan kerugian terhadap keselamatan dan kesehatan jiwa seseorang. Bahaya juga merupakan suatu sumber energi yang dapat menyebabkan terjadinya cidera pada pekerja, kerusakan pada peralatan, lingkungan, dan struktur. Jenis-jenis Bahaya Menurut Soehatman 2009 jenis-jenis bahaya Keselamatan dan Kesehatan Kerja K3 saat berada di tempat kerja sebagai berikut : 1. Bahaya fisik Physical Hazard dapat berupa radiasi, temperatur ekstrim, cuaca, pencahayaan, getaran, tekanan udara. 2. Bahan kimia Chemical Hazard bahaya berbentuk gas, cair, padat yang mempunyai sifat racun toxic, iritasi irritant, sesak napas asphyxia, mudah terbakar flammable, meledak explosive, berkarat corrosive. 3. Bahaya biologis Biological hazard bahaya yang dapat berasal dari mikroorganisme khususnya yang dapat menimbulkan gangguan kesehatan, seperti bakteri, jamur, virus. 4. Bahaya ergonomik merupakan bahaya yang dapat menimbulkan gangguan pada tubuh secara fisik sebagai akibat dari ketidaksesusaian dan cara kerja yang salah 5. Bahaya mekanis Mechanical Hazard bahaya yang terdapat pada benda-benda yang bergerak serta dapat menimbulkan dampak luka bahkan kematian seperti terpotong, tertusuk, tersayat, tergores, terjepit. 6. Bahaya kelistrikan Electrical hazard merupakan bahaya yang berasal dari arus aliran listrik. 7. Bahaya psikologi Psychological Hazard Stress dapat berupa tekanan pekerjaan, kekerasan ditempat kerja, dan jam kerja yang panjang kurang teratur.

2.6 Risiko