Perbedaan Itikad Baik dengan Itikad Tidak Baik

niat apapun untuk membonceng, meniru, menjiplak ketenaran Merek pihak lain itu atau menimbulkan kondisi persaingan curang, mengecoh, atau menyesatkan konsumen. Asas-asas di atas membawa konsekuensi dalam Pendaftaran Merek yang didaftarkan dengan itikad tidak baik bad faith. Pengaturan Merek tidak dapat menerima Pendaftaran atas dasar karena terdapatnya unsur itikad tidak baik sebagai suatu penjabaran dari asas legalitas dan dengan tidak diterimanya Pendaftaran Merek yang dialaskan kepada suatu niat buruk pendaftar, maka pengakuan terhadap Merek tersebut tidak dapat dijalankan secara serta merta. Hal semacam ini merupakan suatu bentuk perlindungan atas Merek terdaftar yang diberikan oleh Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual atas tindakan- tindakan pihak yang sengaja untuk melakukan kompetitif secara tidak sehat melalui peniruan Merek terkenal yang sudah lama beredar di masyarakat.

2.3.2. Perbedaan Itikad Baik dengan Itikad Tidak Baik

Pemohon yang Baik dalam Pendaftaran Merek adalah pemohon yang mendaftarkan Mereknya secara layak dan jujur tanpa ada niat apapun untuk membonceng, meniru atau menjiplak ketenaran Merek pihak lain demi kepentingan usahanya yang berakibat kerugian pada pihak lain atau menimbulkan kondisi persaingan curang, mengecoh atau menyesatkan konsumen. Sedankan Itikad Tidak Baik adalah suatu sikap bathin yang dengan sengaja melakukan peniruan terhadap Merek pihak lain dengan cara melanggar ketentuan dalam Undang-Undang No 15 Tahun 2001 tentang Merek yang seharusnya menjunjung tinggi prinsip Itikad Baik vide Pasal 4, yang menyebutkan bahwa: “Merek tidak dapat didaftarkan atas dasar permohonan yang diajukan oleh pemohon yang beritikad tidak baik”. Itikad tidak baik lawan dari Itikad Baik dimana itikad tidak baik pada intinya adalah “pemilik Merek memiliki Merek yang tidak mempunyai persamaan pada pokoknya atau pada keseluruhannya dengan Merek orang la in”. Ketentuan Pasal 4 tersebut dapat dinyatakan bahwa dalam Undang-Undang No 15 Tahun 2001 tentang Merek, meskipun menganut sistem konstitutif, tetapi tetap asasnya melindungi pemilik Merek yang Beritikad Baik. Hanya permintaan yang diajukan oleh pemilik Merek yang Beritikad Baik saja yang dapat diterima untuk didaftarkan. Dengan demikian aspek perlindungan Hukum tetap diberikan kepada Mereka yang berItikad Baik dan terhadap pihak lain yang beritikad tidak baik yang sengaja meniru atau tidak jujur mendaftarkan Mereknya, dapat dibatalkan oleh Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual. 52 Ketentuan Itikad Tidak Baik dalam Pendaftaran Merek, diatur dalam Pasal 4 Undang-Undang No 15 Tahun 2001 tentang Merek yang ditentukan bahwa, ”Merek tidak dapat didaftar atas dasar Permohonan yang diajukan oleh Pemohon yang Beritikad Tidak Baik ”. Tidak dapat didaftarkan atau dapat dibatalkan menurut Pasal 5 Undang-Undang No 15 Tahun 2001 tentang Merek, apabila mengandung salah satu unsur yakni: a. Bertentangan dengan peraturan Perundang-Undangan yang berlaku, moralitas agama, kesusilaan, atau ketertiban umum; b. Tidak memiliki daya pembeda; c. Telah menjadi milik umum; atau d. akan keterangan atau berkaitan dengan barang atau jasayang dimohonkan Pendaftarannya. Lawan dari prinsip Itikad Baik adalah itikad tidak baik yakni suatu tindakan pihak lain atau pihak ketiga yang mendaftarkan Mereknya di Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual secara tidak layak dan tidak jujur karena ada niat buruk untuk membonceng, meniru atau menjiplak ketenaran Merek pihak lain demi kepentingan usahanya yang berakibat kerugian pada pihak lain atau menimbulkan kondisi persaingan curang, mengecoh atau menyesatkan konsumen. Indikasinya adalah tidak memiliki unsur pembeda dengan Merek yang telah terdaftar dan Merek itu bertentangan pula dengan moralitas agama, kesusilaan, serta ketertiban umum. 53 52 OK. Saidin, Aspek Hukum Hak Kekayaan IntelektualIntellectual Property Rights,Jakarta:PT Raja Grafindo Persada,2003, hal. 368. 53 Dwi Rezki Sri Astarini, Penghapusan Merek Terdaftar, Bandung: Alumni, 2009, hal 84

BAB 3 PEMBAHASAN

3.1 Perlindungan Hukum bagi Pemegang Merek Ayam Lepas terdaftar Menurut Undang-Undang No. 15 Tahun 2001 Hak atas merek adalah Hak Kekayaan Intelektual yang harus dilindungi.. Dengan adanya perlindungan maka kepentingan pemegang hak merek juga dilindungi. Dalam kenyataannya perlindungan terhadap Hak Atas Merek belum baik terbukti masih terdapat pelanggaran merek, karena dalam undang-undang tersebuut masih banyak celah yang dapat mempengaruhi timbulnya pelanggaran merek. Oleh karena itu Undang-Undang perlu diregulasi. Dengan regulasi diharapkan Hak Atas Merek terdaftar terlindungi dengan baik. Regulasinya adalah terhadap pasal-pasal yang berhubungan dengan perlindungan Hak Atas Merek. 54 Merek merupakan salah satu wujud karya intelektual seseorang yang dilindungi oleh Undang-undang Merek di Indonesia 55 . Merek merupakan tanda yang berupa gambar, nama, kata, huruf, angka-angka, susunan warna, atau kombinasi dari unsur-unsur tersebut sebagai identitas dari suatu produk meliputi ruang lingkup, atribut, kualitas, dan penggunaan kepada konsumen yang memiliki daya pembeda, yaitu membedakan sebuah produk barang atau jasa yang dihasilkan pihak yang satu dengan pihak yang lain kompetitor dengan kriteria- kriteria yang ada di dalamnya. Merek tersebut lama-kelamaan dapat menjadi aset dari suatu perusahaan. Setelah Indonesia meratifikasi Konvensi tentang Pembentukan Organisasi Perdagangan Dunia atau World Trade Organization WTO guna mengesahkan Undang-undang Nomor 7 Tahun 1994 tentang Pengesahan Persetujuan Pembentukan Organisasi Perdagangan Dunia atau Agreement Establishing the WTO, dilakukan pembenahan dalam berbagai peraturan perundang-undangan tentang Hak Kekayaan Intelektual di Indonesia. Termasuk pula Undang-undang Merek di Indonesia, tepatnya pada tanggal 1 Agustus 2001 mulai diberlakukan Undang-undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek yang menggantikan 54 Tim Lindsey, Hak Kekayaan Intelektual, Alumni, Bandung, 2011, hlm. 131 55 Rooseno Harjowidogdo, Aspek Hukum Penyelesaian Sengketa Lisensi Hak Cipta Musik, BPHN, Jakarta, 2001, hlm. 10