pelaksanaan pernikahan, harus tetap berprinsip pada syarat-syarat yang disepakati oleh para ulama.
C. Larangan Pernikahan
Tidak semua perempuan boleh dikawini, adapun syarat perempuan yang boleh dikawini hendaklah dia bukan orang yang haram bagi laki-laki yang akan
mengawininya. Baik haram untuk selamanya yang disebut larangan abadi muabbad ataupun sementara yang disebut larangan dalam waktu tertentu
muaqqat. Yang haram selamanya yaitu perempuan yang tidak boleh dikawininya oleh
laki-laki sepanjang masa. Sedang yang haram sementara yaitu perempuan tidak boleh dikawininya selama waktu tertentu. Bilamana keadaannya sudah berubah
haram sementaranya hilang menjadi halal. Lebih lanjut diterangkan oleh syayid sabiq dalam figh as-sunnah, bahwa
wanita yang haram dinikahi selamanya adalah sebagai berikut : 1.
Karena nasab; 2.
Karena Perkawinan; 3.
Karena susuan.
22
Hal tersebut lebih lanjut diterangkan dalam firman Allah SWT.
☺
22
Sayyid sabiq, Figh as-Sunnha, Bandung : Al-Ma’arif 1981, Juz VI, h.93
⌧
☺ ⌧
⌧ ☺
Artinya : “Diharamkan atas kamu mengawini ibu-ibumu, anak-anak perempuanmu, saudara-saudaramu yang perempuan, saudara-saudara
bapakmu yang perempuan, anak-anak perempuan dari saudara- saudaramu yang laki-laki, anak-anak perempuan dari saudara-
saudaramu yang perempuan, ibu-ibumu yang menyusukanmu, saudara perempuan spersusuan, ibu-ibu istrimu mertua, anak-anak istrimu
yang dalam pemeliharaanmu dari istri yang telah kamu campuri, tetapi jika kamu belum campur dengan istrimu itu dan sudah kamu ceraikan,
maka tidak berdosa kamu mengawininya. Dan diharamkam bagimu istri-istri anak kandungmu menantu dan menghimpunkan dalam
perkawinan dua perempuan yang bersaudara keculai yang telah terjadi padsa masa lampau, sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha
Penyayang” QS. An-Nisa 4:23.
Khusus untuk keharaman menikahi istri ayah dijelaskan dalam firman Allah SWT. sebagai berikut :
⌧
⌧
Artinya : “Dan janganlah kamu kawini wanita-wanita yang elah dikawini oleh ayahmu, terkecuali pada masa yang telah lampau. Sesungguhnya
perbuata itu amat keji dan dibenci Allah dan seburuk-buruk jalan yang ditempuh”. QS. An-Nisa 4:22.
Lebih lanjut larangan abadi diatur dalam pasal 39 Kompilasi Hukum Islam di Indonesia. Isi pasal tersebut selengkapnya sebagai berikut :
1. Karena pertalian nasab :
a. dengan seorang wanita yang melahirkan atau yang menurunkannya atau
keturunannya. b.
Dengan seorang wanita keturunan ayah atau ibu c.
Degnan seorang wanita saudara yang melahirkannya. 2.
Karena pertalian kerabat : a.
Dengan seorang wanita yang melahirkan istrinya atau bekas istrinya. b.
Dengan seorang wanita bekas istri orang yang menurunkannya. c.
Dengan seorang wanita keturunan istri atau bekas istrinya, kecuali putusnya hubungan perkawinan dengan bekas istrinya qabla aldukhul.
d. Dengan seorang wanita bekas istri keturunannya.
3. Karena pertalian sesusuan :
a. Dengan wanita yang menyusuinya dan seterusnya menurut garis lurus
ke atas. b.
Dengan seorang wanita sesusuan dan seterusnya menurut garis ke bawah. c.
Dengan seorang wanita sesusuan, dan kemenakan sesusuan ke bawah. d.
Dengan seorang wanita bibi dan nenek bibi sesusuan ke atas.
e. Dengan anak yang disusui oleh istrinya dan keturunannya.
23
Adapun wanita yang haram dinikahi untuk sementara, dijelaskan pula oleh sayyid sabiq sebagai berikut :
1. Memada dua orang perempuan bersaudara
2. Istri orang lain atau bekas istri orang lain yang sedang iddah
3. Perempuan yang ditalak tiga kali
4. Kawinnya orang yang sedang ihram
5. Kawin dengan budak. Padahal mampu kawin dengan perempuan merdeka
6. Kawin dengan perempuan Zina.
24
Permasalahan di atas juga dijelaskan dalam pasal 40 kompilasi sebagai berikut : a.
Karena wanita yang bersangkutan masih terikat satu perkawinan dengan wanita lain.
b. Seorang wanita yang masih berada dalam masa iddah dengan pria lain.
c. Seorang wanita yang tidak beragama Islam.
25
Pasal 41 menjelaskan larangan kawin karena pertalian nasab dengan perempuan yang telah dikawini, atau karena sesusuan.
1 Seorang pria dilarang memadi istrinya dengan seorang wanita yang
mempunyai hubungan pertalian nasab atau sesusuan dengan isterinya. a.
Saudara kandung, seayah atau seibu serta keturunannya.
23
Dirjen Pembina Badan Peradilan Agama Islam dan Dirjen Pembinaan Kelembagaan Agama Islam, Kompilasi Hukum Islam di Indonesia. Jakarta : Depag RI, 2001 h.26
24
Sayyid Sabiq, Figh as-Sunnha, Bandung : Al-Ma’arif 1981, Juz VI, h.118-125
25
Dirjen Pembinaan Badan Peradilan Agama Islam dan Dirjen Pembinaan Kelembagaan Agama Islam, Kompilasi Hukum Islam di Indonesia. Jakarta : Depag RI, 2001 h.28
b. Wanita dengan bibinya atau kemenakannya.
2 Larangan tersebut pada ayat 1 tetap berlaku meskipun istri-istrinya telah
ditalak raj’i tetapi masih dalam masa iddah.
26
Memperhatikan penjelasan diatas dapatlah kiranya dipahami siapa saja wanita yang dilarang untuk dinikahi. Namun yang jelas larangan-larangan
tersebut mengandung tujuan dan hikmah yang akan dibahas pada pembahasan berikutnya.
D. Tujuan dan Hikmah Pernikahan