Latar Belakang 8PROBLEMATIKA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS KELAS IV DI SDN SUMBERSARI III MALANG

1 BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pendidikan merupakan bimbingan atau pertolongan yang diberikan oleh orang dewasa kepada perkembangan anak untuk mencapai kedewasaan dengan tujuan agar anak dapat menyelesaikan tugas hidupnya sendiri tidak dengan bantuan orang lain. Pendidikan ini merupakan awal yang sangat penting untuk seorang anak, karena melatih mereka membaca dengan baik, mengasah kemampuan berhitung serta berpikir. Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara UU RI Nomor 20 Tahun 2003. Hal ini dapat menunjukan bahwa pendidikan merupakan kebutuhan yang paling utama, semua anak berhak mendapatkan pendidikan yang layak agar dapat meningkatkan sumber daya manusia yang unggul dan kompetetif dalam upaya menghadapi tantangan perubahan dan perkembangan zaman yang semakin meningkat tajam. Kebutuhan akan pendidikan adalah milik semua orang, tidak terkecuali Anak Berkebutuhan Khusus ABK. Keterbatasan yang dialami menjadikan anak berkebutuhan khusus memerlukan layanan pendidikan yang tepat sesuai dengan kebutuhan dan karakteristik anak. Anak berkebutuhan khusus sekarang ini sudah diperbolehkan belajar di satu tempat dengan siswa normal. Layanan pendidikan yang memfasilitasi pembelajaran dengan menggabungkan siswa normal dan siswa berkebutuhan khusus adalah pendidikan inklusi. Pendidikan inklusif sistem penyelenggaraan pendidikan yang memberikan kesempatan kepada semua peserta didik yang memiliki kelainan dan memiliki potensi kecerdasan dan atau bakat istimewa untuk mengikuti pendidikan atau pembelajaran dalam lingkungan pendidikan secara bersama-sama dengan peserta didik pada umumnya Kustawan 2012:8 . Hal ini dapat menunjukan bahwa semua anak harus mendapatkan pendidikan yang layak, meskipun anak berkelaianan atau menyandang cacat juga memiliki hak yang sama untuk mengenyam pendidikan dengan fasilitas yang memadai. Pendidikan inklusi mempunyai tujuan memberikan kesempatan yang seluas-luasnya kepada semua peserta didik yang memiliki kelainan fisik, emosional, mental, dan sosial atau memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa untuk memperoleh pendidikan yang bermutu sesuai dengan kebutuhan dan kemampuannya Illahi 2013:42. Dengan adanya tujuan inklusi tersebut sangat diharapkan semua sekolah yang ditunjuk oleh pemerintah setempat untuk menjadi sekolah inklusif dapat menerima anak berkebutuhan khusus ABK tersebut sehingga anak berkebutuhan khusus tidak sampai putus sekolah dan mendapatkan pengajaran yang layak seperti layaknya anak normal. Sekolah inklusi dapat menerima semua anak berkebutuhan Khusus yaitu 1 anak tunanetra adalah anak yang memiliki hambatan dalam penglihatan, 2 tunarungu adalah anak yang memiliki hambatan dalam pendengaran, 3 tunawicara anak yang mengalami kesulitan bicara, 4 tunagrahita adalah anak yang mempunyai kemampuan dibawah rata-rata, 5 tunadaksa adalah anak yang mempunyai gangguan gerak,6 tunalaras yaitu anak yang mempunyai kesulitan dalam mengendalikan emosi, 7 anak berkesulitan belajar adalah anak yang memiliki gangguan pada satu atau lebih kemampuan dasar, 8 anak lamban belajar adalah anak yang memiliki potensi intelektual sedikit dibawah normal, 9 autis adalah gangguan dan keterlambatan dalam bidang kognitif, bahasa, perilaku, komunikasi, dan interaksi sosial 10 anak yang menjadi korban penyalahgunaan narkoba dan zat adiktif 11 tunaganda adalah mempunyai kelainan majemuk Kustawan 2012:24 . Semua peraturan yang mengatur tentang sekolah inklusif sudah diatur secara rinci dalam permendiknas Nomor 70 Tahun 2009. Hal ini menjelaskan bahwa semua anak dapat mendapatkan pelajaran yang layak dan fasilitas yang sama dengan siswa lainnya, meskipun anak tersebut menyandang kelainan fisik, emosional, mental, sosial, atau memiliki kecerdasan atau bakat yang tinggi. Di SDN Sumbersari III kelas IV terdapat 3 siswa ABK yang mempunyai ciri-ciri siswa pertama anak tidak bisa diajak berkomunikasi, semaunya sendiri, ketika pelajaran berlangsung siswa tersebut berbicara sendiri tidak memperhatikan guru meskipun sudah ditegur tetap saja tidak memperhatikan dan setiap disuruh mengerjakan dia tidak bisa. Siswa ke dua siswa selalu bergerak dari satu tempat ke tempat lain, tidak pernah dia selalu berbicara, tetapi ketika guru memberikan soal terkadang anak tersebut bisa menjawab. Siswa ke tiga tingkah lakunya seperti siswa reguler biasa tetapi saat mengerjakan tugas sangat lama sekali membutuhkan waktu yang lama untuk menyelesaikan tugas yang diberikan. Dari ketiga ciri-ciri tersebut dapat digolongka siswa pertama yaitu autis, siswa ke dua hiperaktif, dan siswa ketiga lambat belajar slow learner Delphi 2006:121. Proses pembelajaran di SDN Sumbersari III masih mengalami problematika. Hal ini terbukti terdapat beberapa kekurangan dalam pembelajaran. Diantaranya guru kelas mengakui bahwa mengajar di kelas inklusi itu sulit karena terdapat siswa ABK yang bermacam-macam kelainan yang dideritanya. Guru mengakui dalam pembelajaran sulit menyiapkan materi untuk ABK, karena setiap ABK juga berbeda jenisnya sehingga materi yang diberikan berbeda. Pembuatan RPP modifikasi guru juga mengalami kesulitan dalam pembelajaran guru jarang sekali membuat RPP modifikasi untuk anak berkebutuhan khusus. Selain itu, media pembelajaran yang dipakai untuk ABK tidak ada sama sekali. Guru mengakui juga dalam proses pembelajaran yang paling diutamakan adalah siswa reguler sedangkan untuk siswa ABK masih dikesampingkan. Menurut pendapat shadow ABK tidak bisa mengikuti pembelajaran di kelas dengan baik dikarenakan kemampuannya yang terbatas oleh sebab itu guru ABK perlu sekali guru pendamping saat pembelajaran sedang berlangsung. Berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan pada sekolah SDN Sumbersari III Kota Malang tersebut, terlihat masih terdapat kendala guru melaksanakan pembelajaran di kelas inklusif. Alasan peneliti melakukan penelitian ini adalah ABK kurang diperhatikan saat kegiatan pembelajaran dan kurangnya pelayanan yang harus didapatkan ABK di sekolah inklusif. Hasil penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Rindi Leli Anggraini 2014 tentang “ Proses Pembelajaran inklusi untuk anak berkebutuhan khusus ABK kelas V SDN Giwangan Yogyakarta menunjukan bahwa ada satu permasalahannya yaitu masih terdapat beberapa guru yang belum paham tentang adanya pembelajaran inklusi karena merupakan guru baru sehingga dalam pembelajarannya belum menggunakan model-model pembelajaran yang dapat membantu proses belajar mengajar di kelas inklusi. Berdasarkan uaraian di atas peneliti menjelaskan bahwa terdapat permasalahan terkait pelaksanaan pembelajaran di sekolah inklusi salah satunya yaitu di SDN Sumbersari III yang telah di tunjuk oleh pemerintah menjadi sekolah inklusi. Hal ini perlu dilakukan penelitian tentang pelaksanaan pembelajaran dalam sekolah inklusi, sehingga permasalahan yang ingin dipecahkan adalah “Problematika pelaksanaan pembelajaran siswa ABK Kelas IV di SDN Sumbersari 3 Kota Malang”.

1.2 Batasan Masalah