SIG Dan AHP Untuk Sistem Pendukung Keputusan Perencanaan Wilayah Industri Dan Pemukiman Kota Medan

(1)

SIG DAN

AHP UNTUK SISTEM PENDUKUNG KEPUTUSAN

PERENCANAAN WILAYAH INDUSTRI DAN PEMUKIMAN

KOTA MEDAN

SKRIPSI

MUHAMMAD HANAFI

071401008

PROGRAM STUDI S1 ILMU KOMPUTER

DEPARTEMEN ILMU KOMPUTER

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2011


(2)

PERSETUJUAN

Judul : SIG DAN AHP UNTUK SISTEM PENDUKUNG

KEPUTUSAN PERENCANAAN WILAYAH INDUSTRI DAN PEMUKIMAN KOTA MEDAN

Kategori : SKRIPSI

Nama : MUHAMMAD HANAFI

Nomor Induk Mahasiswa : 071401008

Program Studi : SARJANA (S1) ILMU KOMPUTER

Departemen : ILMU KOMPUTER

Fakultas : MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN

ALAM (FMIPA) UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Diluluskan di

Medan, 31 Mei 2011 Komisi Pembimbing :

Pembimbing 2 Pembimbing 1

Ade Candra, ST, M.Kom Dr. Poltak Sihombing, M.kom NIP. 197909042009121002 NIP. 196203171991021001

Diketahui/Disetujui oleh

Program Studi S1 Ilmu Komputer Ketua,

Dr. Poltak Sihombing, M.kom NIP. 196203171991021001


(3)

PERNYATAAN

SIG DAN AHP UNTUK SISTEM PENDUKUNG KEPUTUSAN PERENCANAAN WILAYAH INDUSTRI DAN PEMUKIMAN KOTA MEDAN

SKRIPSI

Saya mengakui bahwa skripsi ini adalah hasil karya saya sendiri, kecuali beberapa kutipan dan ringkasan yang masing-masing disebutkan sumbernya.

Medan, 31 Mei 2011

Muhammad Hanafi 071401008


(4)

PENGHARGAAN

Alhamdulillah. Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT atas limpahan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Shalawat dan salam kepada Rasulullah Muhammad SAW.

Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada Dr. Poltak Sihombing, M.Kom selaku pembimbing pertama dan Ketua Departemen Ilmu Komputer serta Ade Candra, ST, M.Kom selaku pembimbing kedua yang telah banyak meluangkan waktunya dalam memberikan masukan-masukan kepada penulis. Ucapan terima kasih juga ditujukan kepada Prof. Dr. Muhammad Zarlis dan Muhammad Andri Budiman, ST, M.Comp.Sc, M.E.M. yang telah bersedia menjadi dosen penguji. Ucapan terima kasih juga ditujukan kepada Sekretaris Departemen Ilmu Komputer, Maya Silvi Lydia, B.Sc, M.Sc., Dekan dan Pembantu Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara, semua dosen pada Departemen Ilmu Komputer FMIPA USU, dan pegawai di Ilmu Komputer FMIPA USU. Untuk instansi BAPPEDA saya ucapkan terima kasih atas perhatian yang diberikan demi kelancaran skripsi ini.

Tidak lupa penulis mengucapkan terima kasih kepada kedua orang tua tercinta ayahanda Muhammad Ali dan ibunda Hanifah atas semua yang telah diperjuangkan. Skripsi ini dapat selesai karena dan untuk mereka orang-orang tercinta. Penulis juga ingin mengucapkan terima kasih kepada adik-adik Abdul Rasyid dan Balkhis atas perhatian, semangat dan keceriaan yang telah diberikan, Ilham Perwira atas perhatian dan kesabaran yang diberikan kepada penulis, rekan-rekan kuliah khususnya Faisal Afandy, Fakhreza Akbar, semua pengurus BKM Al-Khuwarizmi atas perhatian dan persahabatan selama kuliah. Sekali lagi penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang membantu dalam penyelesaian skripsi ini yang tidak dapat disebutkan satu persatu.


(5)

ABSTRAK

Pembangunan pada daerah industri dan pemukiman yang tidak teratur dan rapi menjadikan munculnya gagasan tentang sebuah perangkat lunak aplikasi sistem pendukung keputusan yang bisa membantu mempermudah perencanaan wilayah industri dan pemukiman di kota Medan. Dengan menggunakan sistem pendukung keputusan berbasis Sistem Informasi Geografis (SIG) maka akan lebih mudah bagi para pengambil keputusan untuk menganalisa data yang ada. Karena dengan adanya SIG maka akan digambarkan juga posisi penyebaran data pada kondisi sesungguhnya. SIG digunakan untuk memvisualisasikan hasil dari lokasi alternatif yang bisa digunakan untuk perencanaan wilayah industri dan pemukiman di kota Medan.

Analytic Hierarchy Process (AHP) adalah suatu metode pengambilan keputusan dari

banyak kriteria dan banyak pilihan, serta nilai input dari AHP bisa berupa nilai preferensi maupun nilai riil. AHP diterapkan untuk menentukan nilai pada masing - masing lokasi alternatif.

Kata Kunci : Analytic Hierarchy Process (AHP), Sistem Pendukung Keputusan, Sistem Informasi Geografis (SIG).


(6)

GIS AND AHP FOR DECISION SUPPORT SYSTEM IN REGIONAL PLANNING OF INDUSTRYAND RESIDENTIAL

IN THE CITY OF MEDAN

ABSTRACT

Development of industrial and residential areas that are not regular and neat appearance make invented ideas software deal with decision support system that can help user to choose Regional Planning of Industry and Residential in the city of Medan. By Using decision support system based geographic information system (GIS), thus it will be no difficulties for a derivator decision in analyzing the existed data. Because of GIS, it will drawn the actual position of spreading data. GIS is used to visualize a result from alternative location used for Regional Planning of Industry and Residential in the city of Medan. Analytic Hierarchy Processing (AHP) is a taking over decision method taken from many criterias and option, also, the input score and real score, ahp is practiced to decide the score in each alternative location. Keyword : Analytic Hierarchy Process (AHP), Decision Support System,


(7)

DAFTAR ISI

Halaman

Persetujuan ii

Pernyataan iii

Penghargaan iv

Abstrak v

Abstract vi

Daftar Isi vii

Daftar Tabel ix

Daftar Gambar x

Bab 1 Pendahuluan 1

1.1 Latar Belakang 1

1.2 Rumusan Masalah 3

1.3 Batasan Masalah 3

1.4 Tujuan Penelitian 3

1.5 Manfaat Penelitian 4

1.6 Metodologi Penelitian 4

1.7 Sistematika Penulisan 5

Bab 2 Tinjauan Teori 6

2.1 Sistem Informasi Geografis (SIG) 6

2.1.1 Sub-Sistem SIG 7

2.1.2 Representasi Grafis Suatu Objek 8

2.1.3 Model Data Spasial 10

2.1.4 Digitasi 11

2.1.5 Overlay 11

2.2 Metode Analytical Hierarchy Process (AHP) 12 2.2.1 Langkah-langkah Penggunaan Metode AHP 14

2.2.2 Prinsip Dasar AHP 14

2.3 Sistem Pendukung Keputusan 17

2.3.1 Karakteristik Sistem Pendukung Keputusan 17 2.3.2 Komponen Sistem Pendukung Keputusan 18

2.4 Wilayah Industri dan Pemukiman 20

2.4.1 Wilayah Industri 20

2.4.2 Wilayah Pemukiman 21


(8)

Bab 3 Analisis dan Perancangan Sistem 24

3.1 Analisis Permasalahan 24

3.2 Mendigitasi Peta 24

3.3 Pemecahan Masalah dengan Metode Overlay dan Metode Analytical

Hierarchy Process 25

3.4 Perancangan Flowchart Sistem 27

3.5 Perancangan Data Flow Diagram (DFD) 30

3.5.1 DFD Level 0 31

3.5.2 DFD Level 1 31

3.6 Pengumpulan Data 32

3.7 Spesifikasi Sistem 32

3.8 Perancangan Antar Muka 33

3.8.1 Rancangan Halaman Muka 34

3.8.2 Rancangan Halaman Menu Utama 34

3.8.3 Rancangan Halaman Submenu Wilayah Industri 34 3.8.4 Rancangan Halaman Hasil Wilayah Industri 35 3.8.5 Rancangan Halaman Submenu Wilayah Pemukiman 35

Bab 4 Hasil dan Pembahasan 36

4.1 Hasil dan Pembahasan 36

4.1.1 Metode Overlay 36

4.1.2 Metode Analytical Hierarchy Process 40 4.1.3 Nilai Matriks Wilayah Per Kriteria 43

4.1.4 Nilai Prioritas Global 50

4.2 Implementasi 51

4.2.1 Halaman Utama 51

4.2.2 Halaman Matriks Perbandingan Wilayah Industri 52 4.2.3 Halaman Hasil Wilayah Industri 52 4.2.4 Halaman Matriks Perbandingan Wilayah Pemukiman 53 4.2.5 Halaman Hasil Wilayah Pemukiman 53

Bab 5 Kesimpulan dan Saran 55

5.1 Kesimpulan 55

5.2 Saran 55


(9)

DAFTAR TABEL

Halaman 2.1 Skala Penilaian Perbandingan Berpasangan 15 2.2 Contoh Matriks Perbandingan Berpasangan 16

2.3 Random Index 16

3.1 Matriks Berpasangan Untuk Kriteria Calon Wilayah Industri 25 3.2 Matriks Berpasangan Calon Wilayah Industri 26

3.3 Kamus Data DFD Level 0 31

3.4 Kamus Data DFD Level 1 32

4.1 Matriks Berpasangan Untuk Kriteria Calon Wilayah Industri 39

4.2 Hasil Matriks Normalisasi 40

4.3 Tabel Matriks Konsistensi Kriteria 41

4.4 Masukan Nilai Perbandingan Wilayah tiap Kriteria 43 4.5 Nilai Pembagian Jumlah Kolom Tiap Wilayah 43 4.6 Nilai Prioritas Wilayah Untuk Kriteria Penggunaan Lahan 43 4.7 Tabel Matriks Konsistensi Kriteria Penggunaan Lahan 44 4.8 Lamda dan Lamda Max Wilayah Untuk Kriteria Penggunaan Lahan 44 4.9 Masukan Nilai Perbandingan Wilayah tiap Kriteria 45 4.10 Nilai Pembagian Jumlah Kolom Tiap Wilayah 45 4.11 Nilai Prioritas Wilayah Untuk Kriteria Geologi 45 4.12 Masukan Nilai Perbandingan Wilayah Tiap Kriteria 46 4.13 Nilai Pembagian Jumlah Kolom Tiap Wilayah 46 4.14 Nilai Prioritas Wilayah Untuk Kriteria Hidrologi 46 4.15 Masukan Nilai Perbandingan Wilayah Tiap Kriteria 47 4.16 Nilai Pembagian Jumlah Kolom Tiap Wilayah 47 4.17 Nilai Prioritas Wilayah Untuk Kriteria Aksesbilitas 47 4.18 Masukan Nilai Perbandingan Wilayah Tiap Kriteria 48 4.19 Nilai Pembagian Jumlah Kolom Tiap Wilayah 48 4.20 Nilai Prioritas Wilayah Untuk Kriteria Topografi 48 4.21 Nilai Prioritas Masing-Masing Wilayah Tiap Kriteria 49

4.22 Nilai Prioritas Tujuan 49


(10)

DAFTAR GAMBAR

Halaman 2.1 Contoh Representasi Objek Titik Untuk Data Posisi Sumur Bor 11 2.2 Contoh Representasi Objek Garis Untuk Data Lokasi Jalan 11 2.3 Contoh Representasi Objek Poligon Untuk Data Landuse 11

2.4 Contoh Representasi Objek Permukaan 3d 12

2.5 Contoh Data Spasial Model Raster 12

2.6 Contoh Data Spasial Model Vektor 11

2.7 Contoh proses overlay 11

2.8 Struktur Hirarki AHP 15

3.1 Flowchart Overlay Peta Wilayah Sesuai Kriteria 28 3.2 Flowchart Penentuan Nilai Prioritas Kriteria 29 3.3 Flowchart Penentuan Nilai Prioritas Global 30

3.4 DFD Level 0 31

3.5 DFD Level 1 31

3.6 Rancangan Halaman Muka 34

3.7 Rancangan Halaman Matriks Perbandingan 34

3.8 Rancangan Halaman Hasil Wilayah Industri 34

3.9 Rancangan Halaman Matriks Perbandingan 35

3.10 Rancangan Halaman Hasil Wilayah Industri 35

4.1 Peta Hasil Overlay 1 36

4.2 Peta Hasil Overlay 2 37

4.3 Peta Hasil Overlay 3 38

4.4 Peta Hasil Overlay 4 39

4.5 Halaman Utama 52

4.6 Halaman Matriks Perbandingan 52

4.7 Halaman Hasil Wilayah Industri 53

4.8 Halaman Matriks Perbandingan 53


(11)

ABSTRAK

Pembangunan pada daerah industri dan pemukiman yang tidak teratur dan rapi menjadikan munculnya gagasan tentang sebuah perangkat lunak aplikasi sistem pendukung keputusan yang bisa membantu mempermudah perencanaan wilayah industri dan pemukiman di kota Medan. Dengan menggunakan sistem pendukung keputusan berbasis Sistem Informasi Geografis (SIG) maka akan lebih mudah bagi para pengambil keputusan untuk menganalisa data yang ada. Karena dengan adanya SIG maka akan digambarkan juga posisi penyebaran data pada kondisi sesungguhnya. SIG digunakan untuk memvisualisasikan hasil dari lokasi alternatif yang bisa digunakan untuk perencanaan wilayah industri dan pemukiman di kota Medan.

Analytic Hierarchy Process (AHP) adalah suatu metode pengambilan keputusan dari

banyak kriteria dan banyak pilihan, serta nilai input dari AHP bisa berupa nilai preferensi maupun nilai riil. AHP diterapkan untuk menentukan nilai pada masing - masing lokasi alternatif.

Kata Kunci : Analytic Hierarchy Process (AHP), Sistem Pendukung Keputusan, Sistem Informasi Geografis (SIG).


(12)

GIS AND AHP FOR DECISION SUPPORT SYSTEM IN REGIONAL PLANNING OF INDUSTRYAND RESIDENTIAL

IN THE CITY OF MEDAN

ABSTRACT

Development of industrial and residential areas that are not regular and neat appearance make invented ideas software deal with decision support system that can help user to choose Regional Planning of Industry and Residential in the city of Medan. By Using decision support system based geographic information system (GIS), thus it will be no difficulties for a derivator decision in analyzing the existed data. Because of GIS, it will drawn the actual position of spreading data. GIS is used to visualize a result from alternative location used for Regional Planning of Industry and Residential in the city of Medan. Analytic Hierarchy Processing (AHP) is a taking over decision method taken from many criterias and option, also, the input score and real score, ahp is practiced to decide the score in each alternative location. Keyword : Analytic Hierarchy Process (AHP), Decision Support System,


(13)

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pembangunan kota yang telah menjamur ke arah pembangunan fisik yang berlebihan dipastikan akan berdampak buruk pada kelestarian alam yang menjadi tidak terjaga, bahkan memiliki kecenderungan dialihfungsikannya ruang terbuka hijau. Untuk menjaga kestabilan ekosistem di perkotaan terutama pada daerah pemukiman dan industri, alam dengan pembangunan perlu diseimbangkan dengan cara dilestarikannya ruang terbuka hijau yang memiliki fungsi utama perlindungan ekosistem. Hal ini juga mempengaruhi investor yang ingin menentukan lokasi yang ideal untuk membangun industri di kota Medan.

Pembangunan pada daerah pemukiman dan industri yang tidak teratur dan rapi menjadikan masalah ini menjadi semakin kompleks. Kebijaksanaan pembangunan daerah di kota Medan yang akan ditempuh, diarahkan untuk meningkatkan kuantitas dan kualitas pengelolaan sumber daya khususnya dalam menentukan tempat pemukiman dan industri yang sesuai merupakan modal dasar dalam pembangunan kota.

Demi mewujudkan hal tersebut, sangat diperlukan tenaga-tenaga perencana dan pelaksana operasional yang handal. Teknologi Informasi dalam hal ini merupakan alat bantu yang paling tepat digunakan untuk memberikan hasil yang maksimal. Dalam pembangunan perkotaan, data dan informasi dasar sangat diperlukan untuk perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi pembangunan. Beberapa alasan yang mendasari hal tersebut adalah [1]:


(14)

a. Kota merupakan suatu wilayah yang kompleks dan rumit. Kota menyangkut sumberdaya manusia, sumberdaya alam, ketersediaan prasarana, manajemen/ organisasi, hukum dan peraturan serta ekonomi, yang masing-masing dengan aspek dan sifat dan keterkaitan yang sangat kompleks.

b. Untuk memecahkan kompleksitas tersebut, dalam membangun dan mengembangkan kota diperlukan data dan informasi yang lengkap dan terpadu.

c. Dengan cara konvensional, data tekstual dan spasial dalam format hard copy (cetakan) yang terpisah dan masih sektoral, keterpaduan dan pembangunan sulit dicapai.

Untuk memecahkan masalah di atas, instansi yang terkait membutuhkan suatu sistem yang dapat menyediakan keterpaduan data dari berbagai sumber dalam kesatuan proses yang mampu menyajikan data geografis secara digital sekaligus melakukan analisis dan perhitungan dalam membantu memberikan keputusan yang tepat bagi alokasi tata ruang.

Ada beberapa model yang dapat digunakan, diantaranya adalah dengan menggunakan Analytical Hierarchy Process (AHP) dan Sistem Informasi Geografis (SIG). AHP dapat digunakan dalam pengambilan keputusan yang multikriteria. Di dalam penelitian Saaty [9] disebutkan bahwa metode AHP telah banyak diterapkan oleh banyak pihak seperti perusahaan-perusahaan besar dunia, pemerintah, lembaga pendidikan, dan sebagainya. SIG (Sistem Informasi Geografis) adalah sebuah sistem komputer yang memiliki kemampuan untuk mengambil, menyimpan, menganalisa, dan menampilkan informasi dengan referensi geografis [13]. Komponen utama SIG adalah sistem komputer, data geospatial dan pengguna.

Mencermati hal di atas, maka penulis tertarik mengembangkan sistem pendukung keputusan berbasis SIG untuk perencanaan wilayah pemukiman dan industri di kota Medan sebagai salah satu sumber informasi yang dapat digunakan dibidang planologi.


(15)

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalahnya adalah bagaimana merancang sistem pendukung keputusan berbasis SIG yang dapat membantu perencana dalam menentukan lokasi yang cocok untuk wilayah industri dan pemukiman.

1.3 Batasan Masalah

Adapun batasan masalah pada Tugas Akhir ini adalah:

1. Sistem pendukung keputusan ini hanya untuk wilayah pemukiman dan wilayah industri di kota Medan.

2. Kriteria yang digunakan untuk wilayah pemukiman adalah topografi, aksesbilitas, hidrologi, dan sarana umum. Dan untuk wilayah industri adalah topografi, aksesbilitas, penggunaan lahan, geologi, dan hidrologi.

3. Industri yang dimaksud adalah industri skala besar yang berorientasi pada bahan mentah dan memiliki tenaga kerja di atas 100 orang.

4. Skala yang digunakan adalah 1 : 50.000.

5. Output dari sistem adalah kecamatan yang sesuai untuk wilayah industri dan wilayah I atau wilayah II untuk wilayah pemukiman.

6. Aplikasi yang digunakan adalah ArcView, Mapserver dan berbasis web.

1.4 Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah merancang sistem pendukung keputusan berbasis SIG yang dapat membantu perencana dalam menentukan lokasi yang cocok untuk wilayah industri dan pemukiman di kota Medan.

1.5 Manfaat Penelitian

Manfaat yang dapat diperoleh dari penelitian ini adalah:

1. Membantu pemerintah kota Medan dalam pengambilan keputusan terutama yang berhubungan dengan perencanaan wilayah industri dan pemukiman sehingga tercipta lingkungan kota yang baik.


(16)

2. Memberikan informasi yang berguna bagi investor yang ingin mencari daerah industri yang strategis di kota Medan.

1.6 Metodologi Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan metodologi sebagai berikut: 1. Studi Literatur

Metode ini dilaksanakan dengan melakukan studi kepustakaan melalui hasil penelitian lainnya maupun artikel-artikel yang relevan, serta mempelajari lebih dalam teori-teori tentang SIG.

2. Observasi dan Pengumpulan Data

Metode ini dilaksanakan dengan melakukan pengamatan dan pengujian terhadap lokasi-lokasi yang berada di kota Medan. Dengan pengamatan secara langsung akan diperoleh pengetahuan bagaimana cara kerja aplikasi yang sudah ada.

3. Analisis dan Perancangan

Metode ini dilaksanakan dengan melakukan analisis terhadap masalah yang ada, batasan yang dimiliki dan kebutuhan yang diperlukan sehingga dapat dilakukan perancangan dengan baik.

4. Hasil dan Implementasi

Metode ini dilaksanakan dengan mengimplementasikan rancangan sistem dengan menggunakan metode AHP yang berbasis SIG.

5. Pengujian

Metode ini dilaksanakan dengan melakukan pengujian terhadap fungsi-fungsi dari data yang dihasilkan. Selanjutnya dilakukan analisis terhadap hasil dan performa dari sistem.


(17)

1.7 Sistematika Penulisan

BAB 1 PENDAHULUAN

Bab ini menjelaskan latar belakang masalah dari penelitian yang akan dilakukan beserta batasannya, tujuan dan manfaat penelitian, metodologi penelitian dan sistematika penulisan tugas akhir ini.

BAB 2 TINJAUAN TEORI

Beberapa teori yang mendukung penelitian akan dibahas pada bab ini. Teori yang dibahas seperti dasar SIG (Sistem Informasi Geografis), cara kerja AHP, sistem pendukung keputusan, dan kriteria wilayah industri dan pemukiman.

BAB 3 ANALISIS DAN PERANCANGAN

Bab ini menguraikan analisis sistem yang dilakukan dan perancangan sistem dengan yang sesuai dengan tujuan penelitian serta perancangan tampilan antarmuka sistem yang akan dibangun.

BAB 4 HASIL DAN IMPLEMENTASI

Bab ini membahas mengenai hasil dari penelitian berupa tampilan dari aplikasi Sistem Pendukung Keputusan dan bagian-bagiannya menggunakan Arcview dan bahasa pemrograman PHP.

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN

Hasil-hasil penelitian berupa solusi dari masalah yang bahas dalam penelitian ini akan disimpulkan pada bab ini. Selain itu, bab ini juga berisi saran untuk penelitian kedepannya agar dapat dikembangkan atau melanjutkan penelitian yang berkaitan dengan masalah dalam penelitian ini.


(18)

BAB 2

TINJAUAN TEORI

2.1 Sistem Informasi Geografis (SIG)

SIG (Sistem Informasi Geografis) adalah sebuah sistem komputer yang memiliki kemampuan untuk mengambil, menyimpan, menganalisa, dan menampilkan informasi dengan referensi geografis [13].

Menurut Shunji Murai, Sistem Informasi Geografis (SIG) diartikan sebagai sistem informasi yang digunakan untuk memasukkan, menyimpan, memangggil kembali, mengolah, menganalisis dan menghasilkan data bereferensi geografis atau data geospatial, untuk mendukung pengambilan keputusan dalam perencanaan dan pengelolaan penggunaan lahan, sumber daya alam, lingkungan transportasi, fasilitas kota, dan pelayanan umum lainnya.

Komponen utama SIG adalah sistem komputer, data geospatial dan pengguna. Sistem komputer untuk SIG terdiri dari perangkat keras, perangkat lunak dan prosedur untuk penyusunan pemasukan data, pengolahan, analisis, pemodelan, dan penayangan data geospatial. Setiap data yang merujuk lokasi di permukaan bumi dapat disebut sebagai data spasial bereferensi geografis. Misalnya data kepadatan penduduk suatu daerah, data jaringan jalan suatu kota, data distribusi lokasi pengambilan sampel, dan sebagainya. Data SIG dapat dibagi menjadi dua macam, yaitu data grafis dan data atribut atau tabular. Data grafis adalah data yang menggambarkan bentuk atau kenampakan objek di permukaan bumi. Sedangkan data tabular adalah data deskriptif yang menyatakan nilai dari data grafis tersebut [6].

SIG adalah suatu sistem untuk mendayagunakan dan menghasilgunakan; pengolahan dan analisis data spasial (keruangan) serta data non spasial (tabular),


(19)

dalam memperoleh berbagai informasi yang berkaitan dengan aspek keruangan, baik yang berorientasi ilmiah, komersil, pengelolaan maupun kebijaksanaan [10]. Berikut adalah beberapa keuntungan penggunaan SIG :

1. SIG mempunyai kemampuan untuk memilih dan mencari detail yang diinginkan, menggabungkan satu kumpulan data dengan kumpulan data lainnya, melakukan perbaikan data dengan lebih cepat dan memodelkan data serta menganalisis suatu keputusan.

2. SIG dengan mudah menghasilkan peta-peta tematik yang dapat digunakan untuk menampilan informasi-informasi tertentu. Peta-peta tematik tersebut dapat dibuat dari peta-peta yang sudah ada sebelumnya, hanya dengan memanipulasi atribut-atributnya.

3. SIG memiliki kemampuan untuk menguraikan unsur-unsur yang terdapat di permukaan bumi menjadi beberapa layer data spasial. Dengan layer, permukaan bumi dapat direkonstruksi kembali .

2.1.1 Sub-Sistem SIG

Yuliadji [10], menyatakan bahwa Sistem Informasi Geografis pada dasarnya dapat dirinci menjadi tiga sub sistem yang saling terkait, yaitu :

1. Input Data (Data Input)

Input data dalam SIG terdiri dari data grafis atau data spasial dan data atribut. Kumpulan data tersebut disebut database. Database tersebut meliputi data tentang posisinya di muka bumi dan data atribut dari kenampakan geografis yang disimpan dalam bentuk titik-titik, garis atau vektor, area dan piksel atau grid. Sumber database untuk SIG secara konvensional dibagi dalam tiga kategori :

a. Data atribut atau informasi numerik, berasal dari data statistik, data sensus, catatan lapangan dan data tabuler lainnya.

b. Data grafis atau data spasial, berasal dari peta analog, foto udara dan citra penginderaan jauh lainnya dalam bentuk cetak kertas.

c. Data penginderaan jauh dalam bentuk digital, seperti yang diperoleh dari satelit (Landsat, SPOT, NOOA).


(20)

2. Pengelolaan Data (data management)

Subsistem ini mengorganisasikan baik data spasial maupun data atribut ke dalam sebuah basis data sedemikian rupa sehingga mudah dipanggil, di-update, dan diedit. Jadi subsistem ini dapat menimbun dan menarik kembali dari arsip data dasar, juga dapat melakukan perbaikan data dengan cara menambah, mengurangi atau memperbaharui.

3. Manipulasi dan Analisis Data (data manipulation and analysis)

Subsistem ini menentukan informasi-informasi yang dapat dihasilkan oleh SIG. Subsistem ini juga dan dapat melakukan manipulasi dan pemodelan data untuk menghasilkan informasi data.

4. Output Data

Sub-sistem ini berfungsi menayangkan informasi dan hasil analisis data geografis secara kualitatif maupun kuantitatif atau dapat berfungsi menampilkan atau menghasilkan keluaran seluruh atau sebagian basis data dalam bentuk soft copy maupun dalam bentuk hard copy, seperti tabel, grafik, peta arsip elektronik.

2.1.2 Representasi Grafis Suatu Objek

Informasi grafis suatu objek dapat dimasukan dalam bentuk: titik, garis, polygon [8].

a. Titik adalah representasi grafis yang paling sederhana untuk suatu objek. Tidak memiliki dimensi tetapi dapat diidentifikasikan di atas peta dan dapat ditampilkan pada layer monitor dengan menggunakan simbol-simbol. Contoh representasi objek titik untuk data posisi sumur bor:


(21)

b. Garis adalah bentuk linier yang akan menghubungkan paling sedikit dua titik dan digunakan untuk merepresentasikan objek-objek satu dimensi. Contoh representasi objek garis untuk data lokasi jalan:

Gambar 2.2 Contoh representasi objek garis untuk data lokasi jalan

c. Poligon digunakan untuk merepresentasikan objek-objek dua dimensi, seperti danau, bataspropinsi, batas kota, batas persil tanah, dll. Suatu poligon paling sedikit dibatasi oleh tigagaris yang saling terhubung diantara ketiga titik. Di dalam basis data, semua bentuk area duadimensi direpresentasikan oleh bentuk poligon.

Gambar 2.3 Contoh representasi objek poligon untuk data landuse

d. Objek Tiga Dimensi

Setiap fenomena fisik memiliki lokasi di dalam ruang. Akibatnya, model data yang lengkap harus mencakup dimensi yang ketiga (ruang 3 dimensi). Hal ini berlaku untuk permukaan tanah, menara, sumur, bangunan, batas-batas, dll.


(22)

2.1.3 Model Data Spasial

Model dunia nyata dapat memudahkan manusia dalam studi area aplikasi yang dipilih dengan cara mereduksi sejumlah kompleksitas yang ada. Jika model dunia nyata ini akan digunakan, model ini harus diimplementasikan di dalam basis data. Bentuk representasi entity spasial adalah konsep vekor dan raster. Dengan demikian, data spasial direpresentasikan di dalam basisdata sebagai vektor atau raster [8].

a. Model Data Raster

Model data raster menampilkan, menempatkan, dan menyimpan data spasial dengan menggunakan struktur matriks atau piksel-piksel yang membentuk grid. Setiap piksel memiliki atribut tersendiri, termasuk koordinatnya yang unik. Akurasi model ini sangat tergantung pada resolusi atau ukuran pikselnya dipermukaan bumi. Entity spasial raster di dalam layers yang secara fungsionalitas direlasikan dengan unsur-unsur petanya. Contoh unsur spasial raster adalah citra satellite (Landsat, Ikonos), citra rada, dan sebagainya.

Gambar 2.5 Contoh data spasial model raster

b. Model Data Vektor

Model data vektor menampilkan, menempatkan, dan menyimpan data spasial dengan menggunakan titik, garis (kurva atau poligon) beserta atributnya. Bentuk dasar representasi data spasial dalam model data vector didefinisikan oleh sistem koordinat kartesian dua dimensi (x,y). Garis atau kurva merupakan sekumpulan titik terurut yang dihubungkan. Sedangkan luasan atau poligon disimpan sebagai sekumpulan daftar titik-titik dimana titik awal dan titik akhir poligon memiliki nilai koordinat yang sama.


(23)

Gambar 2.6 Contoh data spasial model vektor

2.1.4 Digitasi

Digitasi merupakan proses pembentukan data yang berasal dari data raster menjadi data vektor [1]. Dalam sistem informasi geografis dan pemetaan digital, data vektor banyak digunakan sebagai dasar analisis dan berbagai proses. Digitasi pada Arcview dilakukan pada dokumen view. Dalam pembentukan peta digital, data grafis harus disimpan di dalam sebuah shapefile (file .shp). Oleh karena itu, proses digitasi didahului dengan pembuatan sebuah shapefile kosong. Peta hasil digitasi selanjutnya dapat dugunakan dalam proses overlay.

2.1.5 Overlay

Overlay merupakan tumpang-susun antara dua peta yang menghasilkan satu unit peta

analisis baru [1]. Overlay peta sering dilakukan bersamaan dengan proses skoring. Namun tidak setiap proses tumpang-susun peta selalu menggunakan skoring. Dalam beberapa hal, overlay juga dilakukan antara suatu peta dengan citra satelit atau foto udara. Overlay digunakan sebagai pemadu berbagai indikator yang berasal dari peta tematik hingga menjadi satu peta analisis. Peta analisis ini pada akhirnya digunakan sebagai dasar penarikan kesimpulan untuk suatu kasus.

Gambar 2.7 Contoh proses overlay


(24)

2.2 Metode Analytical Hierarchy Process (AHP)

AHP dikembangkan oleh Thomas Saaty pada tahun 1970-an. AHP merupakan sistem pembuat keputusan dengan menggunakan model matematis. AHP membantu dalam menentukan prioritas dari beberapa kriteria dengan menggunakan model matematis. AHP membantu dalam menentukan prioritas dari beberapa kriteria dengan melakukan analisa perbandingan berpasangan dari masing-masing kriteria [9]. AHP dikembangkan pada musim semi 1970 dalam menghadapi masalah perencanaan militer Amerika Serikat untuk menghadapi berbagai pilihan (contingency

planning). Kemudian diaplikasikan dalam pengembangan rencana transportasi di

Sudan. Kemudian pengunaan AHP semakin meluas ke pemerintahan dan perusahaan di berbagai negara di dunia. Metode AHP diimplementasikan di berbagai instansi pemerintah termasuk Departemen Pertahanan AS dan Departemen Energi AS.

Pada dasarnya, proses pengambilan keputusan adalah memilih suatu alternatif. AHP umumnya digunakan dengan tujuan untuk menyusun prioritas dari berbagai alternatif pilihan yang ada dan pilihan-pilihan tersebut bersifat kompleks atau multikriteria. Metode AHP merupakan suatu teori umum tentang suatu konsep pengukuran. Metode ini digunakan untuk menemukan suatu skala rasio baik dari perbandingan pasangan yang bersifat diskrit maupun kontinu. Perbandingan- perbandingan ini dapat diambil dari ukuran aktual atau dari suatu skala dasar yang mencerminkan kekuatan perasaan dan prefensi relatif.

Peralatan utama AHP adalah sebuah hirarki fungsional dengan input utamanya persepsi manusia akan prioritas antara satu elemen dengan elemen yang lainnya. Keberadaan hirarki memungkinkan dipecahnya masalah kompleks atau tidak terstruktur dalam sub-sub masalah, lalu menyusunnya menjadi suatu bentuk hirarki.

Beberapa kelebihan penggunaan metode AHP adalah sebagai berikut (Suryadi dan Ramdhani):

1. Struktur yang berbentuk hirarki sebagai konsekuensi dari kriteria yang dipillih sampai pada subkriteria yang paling dalam.

2. Memperhatikan validitas sampai dengan batas toleransi inkonsistensi berbagai kriteria dan alternatif yang dipilih oleh para pengambil keputusan.


(25)

3. Memperhitungkan daya tahan atau ketahanan keluaran analisis sensitivitas pembuat keputusan.

Selain itu metode AHP mempunyai kemampuan untuk memecahkan masalah yang multi-objektif dan multikriteria yang berdasar pada perbandingan preferensi dari setiap elemen dalam hirarki. Jadi metode AHP merupakan suatu bentuk pemodelan pembuatan keputusan yang sangat komprehensif. Terdapat 4 aksioma-aksioma yang terkandung dalam model AHP:

1. Reciprocal Comparison artinya pengambilan keputusan harus dapat memuat perbandingan dan menyatakan preferensinya. Prefesensi tersebut harus memenuhi syarat resiprokal yaitu apabila A lebih disukai daripada B dengan skala x, maka B lebih disukai daripada A dengan skala 1/x.

2. Homogenity artinya preferensi seseorang harus dapat dinyatakan dalam skala terbatas atau dengan kata lain elemen- elemennya dapat dibandingkan satu sama lainnya. Kalau aksioma ini tidak dipenuhi maka elemen- elemen yang dibandingkan tersebut tidak homogen dan harus dibentuk cluster (kelompok elemen) yang baru.

3. Independence artinya preferensi dinyatakan dengan mengasumsikan bahwa kriteria tidak dipengaruhi oleh alternatif-alternatif yang ada melainkan oleh objektif keseluruhan. Ini menunjukkan bahwa pola ketergantungan dalam AHP adalah searah, maksudnya perbandingan antara elemen-elemen dalam satu tingkat dipengaruhi atau tergantung oleh elemen-elemen pada tingkat diatasnya. 4. Expectation artinya untuk tujuan pengambil keputusan. Struktur hirarki

diasumsikan lengkap. Apabila asumsi ini tidak dipenuhi maka pengambil keputusan tidak memakai seluruh kriteria atau objectif yang tersedia atau diperlukan sehingga keputusan yang diambil dianggap tidak lengkap.


(26)

2.2.1 Langkah-langkah Penggunaan Metode AHP

Pada dasarnya terdapat beberapa langkah yang perlu diperhatikan dalam menggunakan metode AHP, antara lain (Suryadi & Ramdhani 1998):

1. Mendefinisikan masalah dan menentukan solusi yang diinginkan.

2. Membuat struktur hirarki yang diawali dengan tujuan umum dilanjutkan dengan subtujuan-subtujuan, kriteria dan kemungkinan alternatif-alternatif pada tingkatan kriteria yang paling bawah.

3. Membuat matriks perbandingan berpasangan yang menggambarkan kontribusi relatif atau pengaruh setiap elemen terhadap masing-masing tujuan atau kriteria yang setingkat diatasnya. Perbandingan dilakukan berdasarkan judgment dari pembuat keputusan dengan menilai tingkat kepentingan suatu elemen dibandingkan elemen lainnya.

4. Melakukan perbandingan berpasangan sehingga diperoleh nilai judgment seluruhnya yaitu sebanyak n x [ (n-1)/2 ] buah dengan n adalah banyaknya elemen yang dibandingkan.

5. Menghitung nilai lamda max dan menguji konsistensinya jika tidak konsisten maka pengambilan data diulangi.

6. Mengulangi langkah 3, 4 dan 5 untuk seluruh tingkat hirarki.

7. Menghitung vektor eigen dari setiap matriks perbandingan berpasangan. Nilai vektor eigen merupakan bobot setiap elemen. Langkah ini untuk mensintesis judgment dalam penentuan prioritas elemen-elemen pada tingkat hirarki terendah sampai pencapaian tujuan.

8. Memeriksa konsistensi hirarki. Jika nilai lebih dari 10% (persen) atau 0,1 maka penilaian data harus diperbaiki.

2.2.2 Prinsip Dasar AHP

Dalam menyelesaikan permasalahan dengan AHP ada beberapa prinsip yang harus dipahami, diantaranya adalah:

1. Membuat Hirarki

Sistem yang kompleks bisa dipahami dengan memecahnya menjadi elemen - elemen pendukung, menyusun elemen secara hirarki, dan menggabungkannya atau mensistesisnya. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar 2.8.


(27)

Gambar 2.8 Struktur Hirarki AHP

2. Penilaian kriteria dan alternatif

Kriteria dan alternatif dilakukan dengan perbandingan berpasangan. Menurut Saaty [9], untuk berbagai persoalan, skala 1 sampai 9 adalah skala terbaik untuk mengekspresikan pendapat. Nilai dan definisi pendapat kualitatif dari skala perbandingan Saaty dapat dilihat pada Tabel di bawah ini:

Tabel 2.1 Skala Penilaian Perbandingan Berpasangan

Intesitas Kepentingan Keterangan

1 Kedua elemen sama pentingnya.

3 Elemen yang satu sedikit lebih penting daripada elemen yang lainnya.

5 Elemen yang satu lebih penting daripada elemen yang lainnya 7 Satu elemen jelas lebih mutlak penting daripada elemen yang

lainnya.

9 Satu elemen mutlak penting daripada elemen yang lainnya. 2,4,6,8 Nilai-nilai antara dua nilai pertimbangan yang berdekatan.

Kebalikan

Jika aktivitas i mendapat satu angka dibandingkan dengan aktivitas j, maka j memiliki nilai kebalikannya dibandingkan dengan i.

Penentuan Wilayah

Wilayah Pemukiman Wilayah Industri

Wilayah n Kriteria 2

Wilayah 1 Kriteria 1

Wilayah 2

Kriteria n

… Kriteria 1 Kriteria 2 … Kriteria n


(28)

Pengisian nilai tabel perbandingan berpasangan dilakukan berdasarkan kebijakan pembuat keputusan dengan melihat tingkat kepentingan antar satu elemen dengan elemen yang lainnya. Proses perbandingan berpasangan, dimulai dari perbandingan kriteria misalnya A1, A2 dan A3. Maka susunan elemen-elemen yang dibandingkan tersebut akan tampak seperti pada tabel di bawah ini:

Tabel 2.2 Contoh Matriks Perbandingan Berpasangan

Untuk menentukan nilai kepentingan relatif antar elemen digunakan skala bilangan dari 1 sampai 9 yang dapat dilihat pada Tabel 2.2. Apabila suatu elemen dibandingkan dengan dirinya sendiri maka diberi nilai 1. Jika elemen i dibandingkan dengan elemen j mendapatkan nilai tertentu, maka elemen j dibandingkan dengan elemen i merupakan kebalikannya.

Pengujian konsistensi dilakukan terhadap perbandingan antar elemen yang didapatkan pada tiap tingkat hirarki. Konsistensi perbandingan ditinjau dari per matriks perbandingan dan keseluruhan hirarki untuk memastikan bahwa urutan prioritas yang dihasilkan didapatkan dari suatu rangkaian perbandingan yang masih berada dalam batas-batas preferensi yang logis. Setelah melakukan perhitungan bobot elemen, langkah selanjutnya adalah melakukan pengujian konsistensi matriks. Untuk melakukan perhitungan ini diperlukan bantuan tabel Random Index (RI) yang nilainya untuk setiap ordo matriks dapat dilihat pada tabel berikut ini:

Tabel 2.3 Random Index Urutan

Matriks 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

(RI) 0.00 0.01 0.58 0.90 1.12 1.24 1.32 1.41 1.45 1.49

A1 A2 A3

A1 1

A2 1


(29)

3. Synthesis of Priority (Penentuan Prioritas)

Untuk setiap kriteria dan alternatif, perlu dilakukan perbandingan berpasangan (Pairwise Comparisons). Nilai-nilai perbandingan relatif dari seluruh alternatif kriteria bisa disesuaikan dengan judgement yang telah ditentukan untuk menghasilkan bobot dan prioritas. Bobot atau prioritas dihitung dengan manipulasi matriks atau melalui penyelesaian persamaan matematika.

4. Logical Consistency (Konsistensi Logis)

Konsistensi memiliki dua makna, pertama, objek-objek yang serupa bisa dikelompokkan sesuai dengan keseragaman dan relevansi. Kedua, menyangkut tingkat hubungan antar objek yang didasarkan pada kriteria tertentu.

2.3 Sistem Pendukung Keputusan

Sistem pendukung keputusan ( decision support systems disingkat DSS) adalah bagian

dari

dalam suatu organisasi pendidikan. Dapat juga dikatakan

sebagai sistem komputer yang mengolah data menjadi informasi untuk mengambil keputusan dari masalah yang spesifik.

Menurut Kusrini [3], Sistem Pendukung keputusan dapat digambarkan sebagai sistem yang berkemampuan mendukung analisis data, dan pemodelan keputusan, berorientasi keputusan, orientasi perencanaan masa depan, dan digunakan pada saat-saat yang tidak biasa.

2.3.1 Karakteristik Sistem Pendukung Keputusan

Dari pengertian Sistem Pendukung Keputusan maka dapat ditentukan karakteristik antara lain :

1. Mendukung proses pengambilan keputusan, menitik beratkan pada

management by perception.

2. Adanya tatap muka manusia / mesin dimana manusia (user) tetap memegang kendali proses pengambilan keputusan.


(30)

3. Mendukung pengambilan keputusan untuk membahas masalah terstruktur, semi terstruktur dan tak struktur.

4. Memiliki kapasitas dialog untuk memperoleh informasi sesuai dengan kebutuhan.

5. Memiliki subsistem – subsistem yang terintegrasi sedemikian rupa sehingga dapat berfungsi sebagai kesatuan item.

6. Membutuhkan struktur data komprehensif yang dapat melayani kebutuhan informasi seluruh tingkatan manajemen.

2.3.2 Komponen Sistem Pendukung Keputusan a. Subsistem Manajemen Basis Data

Subsistem data merupakan bagian yang menyelediakan data – data yang dibutuhkan oleh Data Base Management Subsystem (DBMS). DBMS sendiri merupakan susbsistem data yang terorganisasi dalam suatu basis data. Data – data yang merupakan dalam suatu Sistem Pendukung Keputusan dapat berasal dari luar lingkungan. Keputusan pada manajemen level atas seringkali harus memanfaatkan data dan informasi yang bersumber dari luar perusahaan.

Kemampuan subsistem data yang diperlukan dalam suatu Sistem Pendukung Keputusan, antara lain :

a. Mampu mengkombinasikan sumber – sumber data yang relevan melalui proses ekstraksi data.

b. Mampu menambah dan menghapus secara cepat dan mudah.

c. Mampu menangani data personal dan non personal, sehingga user dapat bereksperimen dengan berbagai alternatif keputusan.

d. Mampu mengolah data yang bervariasi dengan fungsi manajemen data yang luas.

b. Subsistem Manajemen Model

Subsistem model dalam Sistem Pendukung Keputusan memungkinkan pengambil keputusan menganalisa secara utuh dengan mengembangkan dan membandingkan alternatif solusi. Intergrasi model – model dalam Sistem Informasi Manajemen yang


(31)

berdasarkan integrasi data – data dari lapangan menjadi suatu Sistem Pendukung Keputusan. Kemampuan subsistem model dalam Sistem Pendukung Keputusan antara lain :

1. Mampu menciptakan model – model baru dengan cepat dan mudah

2. Mampu mengkatalogkan dan mengelola model untuk mendukung semua tingkat pemakai

3. Mampu menghubungkan model – model dengan basis data melalui hubungan yang sesuai

4. Mampu mengelola basis model dengan fungsi manajemen yang analog dengan database manajemen

c. Subsistem Dialog

Subsistem dialog merupakan bagian dari Sistem Pendukung Keputusan yang dibangun untuk memenuhi kebutuhan representasi dan mekanisme kontrol selama proses analisa dalam Sistem Pendukung Keputusan ditentukan dari kemampuan berinteraksi anatara sistem yang terpasang dengan user. Pemakai terminal dan sistem perangkat lunak merupakan komponen – komponen yang terlibat dalam susbsistem dialog yang mewujudkan komunikasi anatara user dengan sistem tersebut. Komponen dialog menampilkan keluaran sistem bagi pemakai dan menerima masukkan dari pemakai ke dalam Sistem Pendukung Keputusan. Adapun subsistem dialog dibagi menjadi tiga, antara lain :

1. Bahasa Aksi (The Action Language)

Merupakan tindakan – tindakan yang dilakukan user dalam usaha untuk membangun komunikasi dengan sistem. Tindakan yang dilakukan oleh user untuk menjalankan dan mengontrol sistem tersebut tergantung rancangan sistem yang ada.


(32)

2. Bahasa Tampilan (The Display or Presentation Langauage)

Merupakan keluaran yang dihasilakn oleh suatu Sistem Pendukung Keputusan dalam bentuk tampilan – tampilan akan memudahkan user untuk mengetahui keluaran sistem terhadap masukan – masukan yang telah dilakukan.

3. Bahasa Pengetahuan (Knowledge Base Language)

Meliputi pengetahuan yang harus dimiliki user tentang keputusan dan tentang prosedur pemakaian Sistem Pendukung Keputusan agar sistem dapat digunakan secara efektif. Pemahaman user terhadap permasalahan yang dihadapi dilakukan diluar sistem, sebelum user menggunakan sistem untuk mengambil keputusan.

2.4 Wilayah Industri dan Pemukiman

2.4.1 Wilayah Industri

Wilayah industri merupakan kawasan yang diperuntukan bagi kegiatan industri berdasarkan Rencana Tata Ruang Wilayah yang ditetapkan oleh Pemerintah Kabupaten/Kota yang bersangkutan [12]. Karakteristik dan kesesuaian lahan untuk wilayah industri berdasarkan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor: 41/PRT/M/2007 adalah sebgai berikut:

a. Penggunaan Lahan

Penggunaan lahan digunakan untuk melihat daya dukung lahan yaitu untuk mengetahui sejauh mana kemampuan sumber daya lahan untuk suatu penggunaan tertentu, seperti lokasi industri. Lahan yang dimaksud adalah lahan kering yang tidak berada di wilayah yang sudah eksisting pemukiman atau yang sudah padat penduduk.


(33)

b. Geologi

Geologi yang dimaksud adalah jenis tanah yang ada di kota Medan. Karakteristik tanah yang cocok untuk kawasan industri adalah bertekstur sedang sampai kasar (Marin, Aluvial).

c. Hidrologi

Hidrologi yang dimaksud adalah ketersediaan air di kota Medan. Wilayah yang mempunyai ketersediaan air tinggi memberikan kemudahan dalam penyediaan air untuk industri, karena air sangat diperlukan untuk proses rangkaian kegiatan industri. Ketersediaan air ini dapat berupa air sungai atau air PAM.

d. Aksesibilitas

Aksesbilitas yang dimaksud adalah jalur transportasi yang terdapat di kota Medan. Dalam penelitian ini jalan dibedakan menurut jenisnya, yaitu jalan tol, jalan arteri, jalan kolektor, jalan local, dan rel kereta api yang ditentukan secara manual.

e. Topografi

Topografi juga berpengaruh penting terhadap kelancaran proses kegiatan industri. Semakin tinggi lokasi yang akan digunakan semakin menghambat aktivitas industri. Ketinggian tempat menggunakan kriteria yaitu wilayah tersebut mempunyai ketinggian di bawah 100 meter dpl.

2.4.2 Wilayah Pemukiman

Wilayah pemukiman merupakan kawasan yang diperuntukan untuk tempat tinggal atau lingkungan hunian dan tempat kegiatan yang mendukung bagi kehidupan [12]. Karakteristik dan kesesuaian lahan untuk wilayah pemukiman berdasarkan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor: 41/PRT/M/2007 adalah sebgai berikut:

a. Hidrologi

Hidrologi yang dimaksud adalah ketersediaan air di kota Medan. Wilayah yang mempunyai ketersediaan air tinggi memberikan kemudahan dalam penyediaan


(34)

air untuk warga, karena air sangat diperlukan untuk proses kehidupan manusia. Ketersediaan air ini dapat berupa air sungai atau air PDAM.

b. Aksesibilitas

Aksesbilitas yang dimaksud adalah jalur transportasi yang terdapat di kota Medan. Dalam penelitian ini jalan dibedakan menurut jenisnya, yaitu jalan tol, jalan arteri, jalan kolektor, jalan local, dan rel kereta api yang ditentukan secara manual.

c. Sarana Umum

Sarana umum untuk wilayah pemukiman mencakup sarana kesehatan, perniagaan, dan pendidikan.

d. Topografi

Topografi juga berpengaruh penting terhadap kelancaran proses kegiatan industri. Ketinggian tempat menggunakan kriteria yaitu wilayah tersebut mempunyai ketinggian di bawah 100 meter dpl.

2.4.3 Persamaan Antara Kriteria Wilayah Industri dengan Pemukiman

Berdasarkan kriteria di atas, terdapat beberapa persamaan kriteria antara wilayah industri dan pemukiman, yaitu:

a. Hidrologi

Untuk kriteria hidrologi, wilayah industri dan pemukiman sangat memerlukan pasokan air demi berjalannya kegiatan industri dan proses kehidupan manusia. Ketersediaan air ini dapat berupa air sungai atau air PDAM.

b. Aksesibilitas

Wilayah industri dan pemukiman sangat memerlukan aksesbilitas yang memadai bagi kelancaran kegiatan di wilayah industri maupun untuk pemukiman. Dalam penelitian ini jalan dibedakan menurut jenisnya, yaitu jalan tol, jalan arteri, jalan kolektor, jalan local, dan rel kereta api yang ditentukan secara manual.


(35)

c. Topografi

Untuk wilayah industri dan pemukiman, ketinggian tempat yang dapat digunakan adalah dibawah 100 meter dpl. Untuk kota Medan, rata-rata ketinggian wilayah berada dibawah 100 meter dpl.


(36)

BAB 3

ANALISIS DAN PERANCANGAN SISTEM

3.1 Analisis Permasalahan

Pembangunan pada daerah pemukiman dan industri yang tidak teratur dan rapi menjadikan masalah ini menjadi semakin kompleks. Kebijaksanaan pembangunan daerah di kota Medan yang akan ditempuh, diarahkan untuk meningkatkan kuantitas dan kualitas pengelolaan sumber daya khususnya dalam menentukan tempat pemukiman dan industri yang sesuai merupakan modal dasar dalam pembangunan kota. Oleh karena itu, penulis berinisiatif untuk merancang suatu sistem yang dapat membantu pihak perencana dalam pengambil keputusan menentukan wilayah pemukiman dan industri, sehingga tercipta lingkungan kota yang rapi dan teratur.

Metode analisis spasial yang digunakan adalah dengan menggunakan metode

overlay. Analisis spasial dilakukan dengan meng-overlay beberapa data spasial

(parameter penentu wilayah industri dan pemukiman) untuk menghasilkan unit pemetaan baru yang akan digunakan sebagai unit analisis. Sebagai pendukung keputusan digunakan metode AHP. Peralatan utama dari model ini adalah sebuah hirarki fungsional dengan input utamanya adalah persepsi manusia. Jadi perbedaan yang mencolok model AHP dengan model lainnya terletak pada jenis inputnya.

3.2 Mendigitasi Peta

Digitasi peta dilakukan melalui beberapa proses: a. Membuka data raster (gambar peta dasar). b. Meregistrasi data raster.

c. Membuat shapefile (file .shp). d. Melakukan proses digitasi.


(37)

e. Memasukkan data atribut.

f. Menghasilkan data vektor yang akan digunakan untuk overlay.

3.3 Pemecahan Masalah dengan Metode Overlay dan Metode Analytical Hierarchy Process

a. Metode Overlay

1. Melakukan overlay terhadap peta penggunaan lahan dan peta geologi. 2. Hasil overlay di atas di- overlay dengan peta hidrologi.

3. Hasilnya di- overlay lagi dengan peta aksesbilitas. 4. Dan hasilnya di- overlay dengan peta topografi.

5. Hasil dari semua overlay di atas adalah menghasilkan wilayah atau kecamatan yang sesuai dengan kriteria yang akan dianalisis pada tahap berikutnya.

b. Metode Analytical Hierarchy Process

1. Menentukan jenis-jenis kriteria wilayah industri. Dalam penelitian ini, kriteria-kriteria yang dibutuhkan adalah Penggunaan Lahan, Geologi, Hidrologi, Aksesbilitas, dan Topografi.

2. Menyusun kriteria-kriteria wilayah industri dalam matriks berpasangan seperti pada Tabel 3.1.

Tabel 3.1 Matriks Berpasangan Untuk Kriteria Calon Wilayah Industri

Cara pengisian elemen-elemen matriks pada Tabel 3.1, adalah sebagai berikut: Kriteria Penggunaan

Lahan Geologi Hidrologi Aksesbilitas Topografi Penggunaan

Lahan Geologi Hidrologi Aksesbilitas

Topografi Jumlah


(38)

a. Elemen a[i,j] = 1, dimana i = 1,2,3,...n. Untuk penelitian ini, n = 5. b. Elemen matriks segitiga atas sebagai input.

c. Elemen matriks segitiga bawah mempunyai rumus

[ ] [ ]

j i a i j a , [ 1

, = Untuk i ≠j.

3. Menjumlah setiap kolom pada Tabel 3.1.

4. Menentukan nilai elemen kolom kriteria dengan rumus tiap-tiap sel pada Tabel 3.1 dibagi dengan masing-masing jumlah kolom pada langkah 3.

5. Menentukan prioritas kriteria pada masing-masing baris pada Tabel 3.1 dengan rumus jumlah baris dibagi dengan banyak kriteria.

6. Memasukkan data-data nama wilayah dalam bentuk matriks berpasangan. Tabel 3.2 Matriks Berpasangan Calon Wilayah Industri

Kriteria Kec. 1 Kec. 2 Kec. 3 Kec. 1

Kec. 2 Kec. 3 Jumlah

7. Menjumlah setiap kolom pada Tabel 3.1.

8. Menentukan nilai elemen kolom wilayah dengan rumus tiap-tiap sel pada Tabel 3.1 dibagi dengan jumlah kolom pada langkah 7.

9. Menentukan prioritas wilayah pada masing-masing baris pada Tabel 3.3 dengan rumus jumlah baris dibagi dengan banyak calon wilayah.

10. Menguji konsistensi matriks berpasangan.

11. Menghitung lamda maksimum, CI dan CR dengan rumus :

n

maks =

λ λ 1 −− = n n CI λmaks

RI CI CR=


(39)

Keterangan:

λ = Bobot Setiap Elemen maks

λ = Bobot Maksimum Setiap Elemen n = Banyak Kriteria

CI = Consistency Index CR = Consistency Ratio RI = Random Index

Jika CR<0,1, maka nilai perbandingan berpasangan pada matriks kriteria yang diberikan adalah konsisten. Jika CR≥ 0,1, maka nilai perbandingan berpasangan pada matriks kriteria yang diberikan tidak konsisten. Sehingga jika tidak konsisten, maka pengisian nilai-nilai pada matriks berpasangan pada unsur kriteria maupun alternatif harus diulang.

12. Menyusun matriks baris antar alternatif versus kriteria yang isinya hasil perhitungan proses langkah 7 , langkah 8, dan langkah 9.

13. Hasil akhir berupa prioritas global sebagai nilai yang digunakan oleh pengambil keputusan berdasarkan nilai yang tertinngi.

3.4 Perancangan Flowchart Sistem

Perancangan flowchart atau diagram alir akan memudahkan pengembang untuk mengimplementasikan sistem ke dalam bahasa pemrograman, karena akan menjelaskan bagaimana cara kerja sistem dari awal hingga akhir. Flowchart yang akan dirancangan pada sistem ini terdiri dari flowchart overlay, flowchart penentuan prioritas dan penentuan prioritas global. Berikut masing-masing flowchart untuk proses tersebut.


(40)

Gambar 3.1 Flowchart overlay peta wilayah sesuai kriteria Mulai

Peta Topografi dan Aksesbilitas

Overlay Peta Topografi dan Aksesbilitas

Hasil Overlay 1

Hasil Overlay 2

Overlay Peta Hasil Overlay 1 dan Hidrologi

Hasil Overlay 3

Overlay Peta Hasil Overlay 2 dan Geologi

Overlay Peta Hasil Overlay 3 dan Penggunaan Lahan

Selesai


(41)

Gambar 3.2 Flowchart penentuan nilai prioritas kriteria Ya

Tidak

Mulai

Jumlahkan Semua Elemen pada Kolom Matriks Kriteria

CR < 0,1

Input Nilai Matriks Kriteria nxn

Normalisasi Saaty Matriks Kriteria nxn

Jumlahkan Semua Elemen tiap Baris pada Matriks Normalisasi Kriteria Bagikan Hasil Penjumlahan Baris dengan n

Matriks Prioritas Kriteria

Kalikan Nilai Setiap Inputan Matriks Kriteria dengan Nilai Masing-Masing Prioritas Kriteria

Jumlahkan Setiap Baris dari Perkalian Baris di Atas Bagikan tiap Hasil Penjumlahan diatas dengan Nilai

Masing-Masing Prioritas Kriteria Matriks Lamda

Hitung λ max

Hitung CI

Hitung CR

Matriks Kriteria Konsisten Selesai


(42)

Gambar 3.3 Flowchart penentuan nilai prioritas global

3.5 Perancangan Data Flow Diagram (DFD)

Diagram Aliran Data / Data Flow Diagram (DFD) adalah sebuah teknis grafis yang menggambarkan aliran informasi dan transformasi yang diaplikasikan saat data bergerak dari input menjadi output. DFD dapat digunakan untuk menyajikan sebuah sistem atau perangkat lunak pada setiap tingkat abstraksi. DFD memberikan suatu mekanisme bagi pemodelan fungsional dan pemodelan informasi.

Mulai

Nilai Prioritas Wilayah tiap Kriteria dan Nilai Prioritas Kriteria

Kalikan Masing-Masing Nilai Prioritas Wilayah tiap Kriteria dengan Masing-Masing Nilai Prioritas Kriterianya

Nilai Matriks Prioritas Tujuan tiap Wilayah Jumlahkan Semua Elemen tiap Baris pada Matriks

Prioritas Tujuan

Urutkan Nilai dari Tertinggi ke Terendah Nilai Prioritas Global


(43)

3.5.1 DFD Level 0

Gambar 3.4 DFD level 0

Tabel 3.3 Kamus Data DFD Level 0 No / Nama

Proses

Input Keterangan Proses Output SISTEM

PENDUKUNG KEPUTUSAN

Matriks Pada proses ini, kriteria untuk setiap wilayah akan diproses untuk menghasilkan wilayah industri dan pemukiman.

Keputusan

3.5.2 DFD Level 1

Gambar 3.5 DFD level 1 User Sistem Pendukung Keputusan Matriks Keputusan

Hasil Prioritas Kriteria Prioritas_Kriteria 1.0 Penentuan Prioritas Kriteria 2.0 Penentuan Prioritas Global User Matriks Prioritas Keputusan Matriks


(44)

Tabel 3.4 Kamus Data DFD Level 1 No / Nama

Proses Input Keterangan Proses Output

1.0 / Penentuan Prioritas Kriteria

Matriks Kriteria

Pada proses ini, admin memasukan nilai kriteria yang akan menghasilkan matriks prioritas.

Hasil Prioritas Kriteria 2.0 / Penentuan

Prioritas Global

Hasil Prioritas Kriteria

Pada proses ini, data hasil prioritas kriteria diproses untuk

menghasilkan keputusan.

Keputusan

3.6 Pengumpulan Data

Data yang diperoleh berupa dokumen atau catatan dan data yang berkaitan dengan penelitian. Pengambilan data dilakukan diberbagai instansi terkait, seperti : BAPPEDA dan BLH. Data yang diambil berupa : data jaringan jalan, penggunaan lahan, hidrologi, topografi, sarana dan prasarana, dan geologi.

3.7 Spesifikasi Sistem

Dalam proses pembuatan aplikasi, konfigurasi komputer yang digunakan adalah

Notebook Acer Aspire 4540 dengan spesifikasi processor AMD Turion XII 2.19 Ghz,

RAM 1.00 GB dengan sistem operasi Microsoft Windows XP Service Pack 3. Tetapi aplikasi ini juga dapat dijalankan dengan konfigurasi minimal komputer sebagai berikut:

1. Prosesor dengan kecepatan proses 1000 MHz

2. Sistem Operasi versi Microsoft Windows XP atau lebih 3. Memory primer (RAM) berkapasitas 512 MegaByte

4. VGA dengan resolusi minimum 800x600 pixel 5. Mouse dan Keyboard

Perangkat lunak yang dibutuhkan untuk pengembangan dan implementasi SIG untuk proses pendukung keputusan perencanaan wilayah yang dibutuhkan adalah


(45)

3.8 Perancangan Antar Muka

Tahapan ini sangat penting karena antarmuka yang baik akan membuat pengguna merasakan kenyamanan dalam menggunakan sebuah aplikassi komputer. Berikut struktur menu yang akan dirancang pada aplikasi sistem pendukung keputusan ini.

3.8.1 Rancangan Halaman Muka

Halaman muka merupakan halaman “selamat datang” kepada user dengan penjelasan singkat mengenai sistem. Rancangannya dapat dilihat pada Gambar 3.6.

Gambar 3.6 Rancangan halaman muka

3.8.2 Rancangan Halaman Industri

Halaman ini tampil ketika tombol ”Industri” diklik dan menampilkan menu untuk memasukkan matriks perbandingan.

Gambar 3.7 Rancangan halaman matriks perbandingan Sistem Informasi Spasial

home Gambar

industri pemuki man

Matriks Perbandingan home

industri pemukiman


(46)

3.8.3 Rancangan Halaman Hasil Wilayah Industri

Halaman ini tampil ketika tombol ”Simpan” diklik dan menampilkan hasil perbandingan matriks dan menampilkan wilayah industri.

Gambar 3.8 Rancangan halaman hasil wilayah industri

3.8.4 Rancangan Halaman Pemukiman

Halaman ini tampil ketika tombol ”Pemukiman” diklik dan menampilkan gambar untuk wilayah pemukiman.

Gambar 3.9 Rancangan halaman matriks perbandingan Wilayah Industri

home industri pemukiman

Matriks Perbandingan home

industri pemukiman


(47)

3.8.5 Rancangan Halaman Hasil Wilayah Industri

Halaman ini tampil ketika tombol ”Industri” diklik dan menampilkan menu pemilihan kriteria untuk wilayah industri.

Gambar 3.10 Rancangan halaman hasil wilayah industri Wilayah Industri

home industri pemukiman


(48)

BAB 4

HASIL DAN IMPLEMENTASI

4.1 Hasil dan Pembahasan

4.1.1 Metode Overlay

1. Melakukan overlay terhadap peta topografi dan peta aksesbilitas sehingga menghasilkan peta:


(49)

Dari peta hasil overlay 1 di atas, semua kecamatan di kota Medan sesuai dengan kriteria topografi dan aksesbilitas untuk wilayah industri.

2. Hasil overlay di atas di- overlay dengan peta hidrologi sehingga menghasilkan peta:

Gambar 4.2 Peta hasil overlay 2

Dari peta hasil overlay 2 di atas, semua kecamatan di kota Medan sesuai dengan kriteria hidrologi untuk wilayah industri.


(50)

3. Hasilnya di- overlay lagi dengan peta geologi sehingga menghasilkan peta:

Gambar 4.3 Peta hasil overlay 3

Dari peta hasil overlay 3 di atas, hanya ada 3 (tiga) kecamatan yang sesuai dengan kriteria geologi untuk wilayah industri, yaitu kecamatan Medan Belawan, Medan Marelan, dan Medan Labuhan.


(51)

4. Dan hasilnya di- overlay dengan peta penggunaan lahan.

Gambar 4.4 Peta hasil overlay 4

5. Dari Analisis dia atas, menghasilkan tiga kecamatan, yaitu Medan Belawan, Marelan, dan Labuhan yang sesuai dengan kriteria dan akan digunakan untuk tahap analisis berikutnya.


(52)

4.1.2 Metode Analytical Hierarchy Process

1. Sesuai dengan langkah-langkah Analytical Hierarchy Process, pada subbab ini akan dibahas tentang masukan data yang sebenarnya, proses perhitungan dan keluaran yang diharapkan untuk studi kasus menghitung nilai prioritas tertinggi tiap calon wilayah. Masukan awal adalah menentukan nilai kriteria, dimisalkan seperti Tabel 3.3.

Tabel 4.1 Matriks Berpasangan Untuk Kriteria Calon Wilayah Industri

2. Dimasukkan data pada Tabel 3.3 di atas, maka dihasilkan nilai pembagian jumlah kolom dengan rumus masing-masing sel pada Tabel 3.3 dibagi dengan jumlah kolom masing-masing. Menjumlahkan nilai elemen setiap kolom. Dari nilai-nilai elemen matriks kriteria diatas maka jumlah elemen setiap kolom adalah:

Jumlah Kolom 1 : 1 + 0.3333 + 0.2 + 0.1428 = 1,8761 Jumlah Kolom 2 : 3 + 1 + 0.3333 + 0.2 = 5,0333 Jumlah Kolom 3 : 5 + 3 + 1 + 0.2 = 8,5333

Jumlah Kolom 4 : 5 + 3 + 3+ 1 + 0.3333 = 12,3333 Jumlah Kolom 5 : 7+ 5 + 5+ 3 + 1 = 21

3. Membagi setiap elemen pada kolom dengan jumlah per kolom yang sesuai. Dari nilai-nilai elemen matriks tabel 3.3 dan jumlah masing-masing kolom diatas maka dapat dihitung matriks normalisasi dengan cara membagi setiap elemen pada kolom dengan jumlah per kolom yang sesuai, sebagai berikut.

Kolom baris1 = Nilai matrix perbandingan kriteria baris 1 kolom 1 Jumlah Kolom 1

Kriteria Penggunaan Lahan Geologi Hidrologi Aksesbilitas Topografi Penggunaan

Lahan 1 3 5 5 7

Geologi 0,3333 1 2 3 5

Hidrologi 0,2 0,5 1 3 5

Aksesbilitas 0,2 0,3333 0,3333 1 3

Topografi 0.1428 0,2 0,2 0,3333 1


(53)

= 1 = 0.5330 1.8761

Tabel 4.2 Hasil Matriks Normalisasi

4. Setelah matriks normalisasi didapatkan, langkah selanjutnya menjumlahkan tiap baris pada matriks tersebut. Jumlah masing baris pada tabel 3.4 dapat dihitung dengan cara sebagai berikut:

Jumlah Baris 1 = 0.5330+ 0.5960+ 0.5859+ 0.4054+ 0.3333 = 2.4536 Dengan cara yang sama hasil perkalian untuk elemen kolom yang lain.

5. Setelah didapatkan jumlah pada masing-masing baris, selanjutnya dihitung bobot proritas masing-masing kriteria dengan cara membagi masing-masing jumlah baris dengan jumlah elemen atau jumlah kriteria (n = 5), sehingga bobot masing-masing kriteria dapat dihitung seperti berikut.

Bobot Prioritas Kriteria Penggunaan Lahan = 2.4536 /5 = 0.4907 Bobot Prioritas Kriteria Geologi = 1.0920 /5 = 0.2184 Bobot Prioritas Kriteria Hidrologi = 0.8044 /5 = 0.1609 Bobot Prioritas Kriteria Aksesbilitas = 0.4357 /5 = 0.0871 Bobot Prioritas Kriteria Topografi = 0.2138 /5 = 0.0428

6. Mengalikan elemen pada kolom matriks dengan bobot kriteria yang bersesuaian. Elemen kolom matriks yang dimaksud disini adalah matriks awal yaitu mariks perbandingan kriteria tabel 3.5. Misalnya saja untuk hasil perkalian elemen kolom matriks kolom 1 baris 1 dapat dihitung dengan cara sebagai berikut. Hasil perkalian kolom 1 baris 1 = 1 x 0.4907 = 0.4907

Kriteria Penggunaan

Lahan Geologi Hidrologi Aksesbilitas Topografi

Jumlah Baris Penggunaan

Lahan 0.5330 0.5960 0.5859 0.4054 0.3333 2.4536 Geologi 0.1776 0.1987 0.2344 0.2432 0.2381 1.0920

Hidrologi 0.1066 0.0993 0.1172 0.2432 0.2381 0.8044

Aksesbilitas 0.1066 0.0662 0.0390 0.0811 0.1428 0.4357


(54)

Tabel 4.3 Tabel Matriks Konsistensi Kriteria

7. Hasil perkalian tersebut kemudian dijumlahkan per tiap baris. Dari hasil pada matriks perkalian tabel 3.7 diatas kemudian setiap barisnya dijumlahkan dengan perhitungan sebagai berikut.

Jumlah baris 1 = 0.4907 + 0.6552 + 0.8045 + 0.4355 + 0.2996 = 2.6855 Dengan cara yang sama hasil perkalian untuk elemen kolom yang lain.

8. Jumlah tiap baris tersebut dibagi dengan prioritas yang bersesuaian. Kemudian hasil dari jumlah tiap-tiap baris diatas dibagi dengan prioritas yang bersesuaian, sehingga perhitungannya sebagai berikut.

Lamda Kriteria Penggunaan Lahan = 2.6855/ 0.4907 = 5.4728 Lamda Kriteria Geologi = 1.1790/ 0.2184 = 5.3983 Lamda Kriteria Hidrologi = 0.8435/ 0.1609 = 5.2424 Lamda Kriteria Aksesbilitas = 0.4400/ 0.0871 = 5.0517 Lamda Kriteria Topografi = 0.2178/ 0.0428 = 5.0888

9. Langkah selanjutnya yaitu menghitung λ (Lamda) max dengan cara menjumlahkan hasil pembagian pada langkah diatas dan kemudian membaginya dengan banyaknya elemen (n = 5). Dengan aturan diatas maka λ max dapat dihitung sebagai berikut.

λ max = (5.4728 + 5.3983 + 5.2424 + 5.0517 + 5.0888) / 5 = 26.2540 / 5

= 5.2508 Kriteria Penggunaan

Lahan Geologi Hidrologi Aksesbilitas Topografi

Jumlah Baris Penggunaan

Lahan 0.4907 0.6552 0.8045 0.4355 0.2996

2.6855

Geologi 0.1635 0.2184 0.3218 0.2613 0.2140 1.1790

Hidrologi 0.0981 0.1092 0.1609 0.2613 0.2140 0.8435

Aksesbilitas 0.0981 0.0728 0.0536 0.0871 0.1284 0.4400


(55)

10. Menghitung indeks konsistensi (consistency index): Untuk menghitung indeks konsistensi (consistency indeks) dengan memakai rumus CI = ((λmax -n)/n-1. CI = (λmax -n) / (n-1) = (5,2508 – 5) / 5-1 = 0,0627

11. Menghitung rasio konsistensi dengan rumus: Rasio konsistensi dihitung dengan memakai rumus CR=CI/RC, dengan RC adalah random konsistensi dengan nilai 1,12 karena pada kasus ini mempunyai ukuran matriks 5. Sehingga nilai dari CR dapat dihitung dengan cara sebagai berikut.

CR = CI / RC = 0,0627 / 1,12 = 0,0560 ( CR < 0,1 , nilai ACCEPTABLE )

Dari hasil perhitungan yang diperoleh dapat diketahui bahwa nilai rasio konsistensi kriteria bernilai 0,0560 dan nilai rasio konsistensi kriteria ini lebih kecil atau sama dengan 0,1, sehingga nilai bobot kriteria yang sebelumnya diperoleh dapat dipergunakan.

4.1.3 Nilai Matriks Wilayah Per Kriteria

Ada 5 kriteria yang mendasari pengambilan keputusan pada wilayah industri, dan kelima-limanya harus dibandingkan dengan setiap kecamatan yang didapat dari metode overlay dalam matriks berpasangan.

d. Penggunaan Lahan

Proses pencarian nilai konsistensi wilayah tiap kriteria sama dengan proses pencarian nilai konsistensi kriteria pada langkah di atas, yakni memasukkan nilai perbandingan ke dalam matriks.

Tabel 4.4 Masukan Nilai Perbandingan Wilayah tiap Kriteria

Penggunaan Lahan Kec. Belawan Kec. Marelan Kec. Labuhan

Kec. Belawan 1 1 1

Kec. Marelan 1 1 1

Kec. Labuhan 1 1 1

Jumlah 3 3 3


(56)

Setelah dimasukkan data pada Tabel 3.6 di atas, maka tahap selanjutnya adalah membagi nilai masing-masing sel pada tabel 3.6 di atas dengan jumlah masing-masing kolomnya. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel 3.7 yaitu hasil perhitungan yang diperoleh dengan menggunakan rumus berikut ini:

Kolom 1 baris 1 = Nilai matriks perbandingan kriteri baris 1 kolom 1 Jumlah Kolom 1

= 1 / 3 = 0.3333

Tabel 4.5 Nilai Pembagian Jumlah Kolom Tiap Wilayah

Penggunaan

Lahan Kec.Belawan Kec.Marelan Kec.Labuhan

Jumlah Baris Kec.Belawan 0.3333 0.3333 0.3333 0.9999

Kec.Marelan 0.3333 0.3333 0.3333 0.9999 Kec.Labuhan 0.3333 0.3333 0.3333 0.9999

Lalu menghitung prioritas wilayah digunakan rumus jumlah baris pada masing-masing sel pada Tabel 3.7 dibagi dengan banyak wilayah (3). Hasilnya dapat dilihat pada Tabel 3.8:

Nilai prioritas = 0.9999 / 3 = 0.3333

Tabel 4.6 Nilai Prioritas Wilayah Untuk Kriteria Penggunaan Lahan Wilayah Penggunaan

Lahan Kec.Belawan 0.3333 Kec.Marelan 0.3333 Kec.Labuhan 0.3333

Langkah selanjutnya adalah nilai matriks pada kolom masukan pada tabel 3.6 dikalikan dengan prioritas kriteria masing-masing wilayah pada tabel 3.8. Untuk lebih jelasnya perhatikan tabel 3.9 yaitu hasil perhitungan yang diperoleh dengan menggunakan rumus berikut ini:

kolom 1 baris 1 = 1 x 0.3333 = 0.3333


(57)

Tabel 4.7 Tabel Matriks Konsistensi Kriteria Penggunaan Lahan Penggunaan

Lahan Kec.Belawan Kec.Marelan Kec.Labuhan

Jumlah Baris Kec.Belawan 0.3333 0.3333 0.3333 0.9999

Kec.Marelan 0.3333 0.3333 0.3333 0.9999 Kec.Labuhan 0.3333 0.3333 0.3333 0.9999

Kemudian, jumlah baris yang dihasilkan pada tabel 3.9 di atas dibagi dengan nilai prioritas masing-masing wilayah pada tabel 3.8. Hasilnya dapat dilihat pada tabel 3.10 yaitu hasil perhitungan yang diperoleh menggunakan rumus berikut ini:

Lamda = 0.9999 / 0.3333 = 3

Tabel 4.8 Lamda dan Lamda Max Wilayah Untuk Kriteria Penggunaan Lahan Wilayah Lamda

Kec.Belawan 3 Kec.Marelan 3 Kec.Labuhan 3 Total 9 Lamda Max 3

Menghitung indeks konsistensi (consistency index): Untuk menghitung indeks konsistensi (consistency indeks) dengan memakai rumus CI = (λmax-n)/n.

CI = (λmax-n) / (n-1) = (3 – 3) / 3-1 = 0

Menghitung rasio konsistensi Rasio konsistensi dihitung dengan memakai rumus CR=CI/RC, dengan RC adalah random konsistensi dengan nilai 0,58 karena pada kasus ini mempunyai ukuran matriks 3. Sehingga nilai dari CR dapat dihitung dengan cara sebagai berikut:

CR = CI / RC = 0 / 0.58= 0 ( CR < 0,1 , nilai ACCEPTABLE )

Dari hasil perhitungan yang diperoleh, dapat diketahui bahwa rasio konsistensi intensitas kriteria bernilai 0 dan nilai konsistensi intensitas ini lebih kecil atau sama dengan 0,1, sehingga proses dapat dilanjutkan untuk kriteria selanjutnya.


(58)

e. Geologi

Proses pencarian nilai konsistensi untuk kriteria geologi sama dengan proses pencarian nilai konsistensi kriteria pada langkah di atas.

Tabel 4.9 Masukan Nilai Perbandingan Wilayah tiap Kriteria Geologi Kec.Belawan Kec.Marelan Kec.Labuhan

Kec.Belawan 1 1 1

Kec.Marelan 1 1 1

Kec.Labuhan 1 1 1

Jumlah 3 3 3

maka tahap selanjutnya adalah membagi nilai masing-masing sel pada tabel di atas dengan jumlah masing-masing kolomnya.

Tabel 4.10 Nilai Pembagian Jumlah Kolom Tiap Wilayah Geologi Kec.Belawan Kec.Marelan Kec.Labuhan Jumlah

Baris Kec.Belawan 0.3333 0.3333 0.3333 0.9999

Kec.Marelan 0.3333 0.3333 0.3333 0.9999 Kec.Labuhan 0.3333 0.3333 0.3333 0.9999

Lalu menghitung prioritas wilayah digunakan rumus jumlah baris pada masing-masing sel pada tabel di atas dibagi dengan banyak wilayah (3).

Tabel 4.11 Nilai Prioritas Wilayah Untuk Kriteria Geologi Wilayah Geologi

Kec.Belawan 0.3333 Kec.Marelan 0.3333 Kec.Labuhan 0.3333


(59)

f. Hidrologi

Proses pencarian nilai konsistensi untuk kriteria hidrologi sama dengan proses pencarian nilai konsistensi kriteria pada langkah di atas.

Tabel 4.12 Masukan Nilai Perbandingan Wilayah Tiap Kriteria Hidrologi Kec.Belawan Kec.Marelan Kec.Labuhan

Kec.Belawan 1 3 3

Kec.Marelan 0.3333 1 2

Kec.Labuhan 0.3333 0.5 1

Jumlah 1.6666 4.5 6

maka tahap selanjutnya adalah membagi nilai masing-masing sel pada tabel di atas dengan jumlah masing-masing kolomnya.

Tabel 4.13 Nilai Pembagian Jumlah Kolom Tiap Wilayah Hidrologi Kec.Belawan Kec.Marelan Kec.Labuhan Jumlah

Baris

Kec.Belawan 0.6 0.6667 0.5 1.7667

Kec.Marelan 0.2 0.2222 0.3333 0.7555 Kec.Labuhan 0.2 0.1111 0.1667 0.4778

Lalu menghitung prioritas wilayah digunakan rumus jumlah baris pada masing-masing sel pada table di atas dibagi dengan banyak wilayah (3).

Tabel 4.14 Nilai Prioritas Wilayah Untuk Kriteria Hidrologi Wilayah Hidrologi

Kec.Belawan 0.5889 Kec.Marelan 0.2518 Kec.Labuhan 0.1593


(60)

g. Aksesbilitas

Proses pencarian nilai konsistensi untuk kriteria aksesbilitas sama dengan proses pencarian nilai konsistensi kriteria pada langkah di atas.

Tabel 4.15 Masukan Nilai Perbandingan Wilayah Tiap Kriteria Aksesbilitas Kec.Belawan Kec.Marelan Kec.Labuhan

Kec.Belawan 1 3 5

Kec.Marelan 0.3333 1 3

Kec.Labuhan 0.2 0.3333 1

Jumlah 1.5333 4.3333 9

maka tahap selanjutnya adalah membagi nilai masing-masing sel pada tabel di atas dengan jumlah masing-masing kolomnya.

Tabel 4.16 Nilai Pembagian Jumlah Kolom Tiap Wilayah Aksesbilitas Kec.Belawan Kec.Marelan Kec.Labuhan Jumlah

Baris Kec.Belawan 0.6522 0.6923 0.5556 1.9001

Kec.Marelan 0.2174 0.2308 0.3333 0.7815 Kec.Labuhan 0.1304 0.0769 0.1111 0.3185

Lalu menghitung prioritas wilayah digunakan rumus jumlah baris pada masing-masing sel pada table di atas dibagi dengan banyak wilayah (3).

Tabel 4.17 Nilai Prioritas Wilayah Untuk Kriteria Aksesbilitas Wilayah Aksesbilitas

Kec.Belawan 0.6334 Kec.Marelan 0.2605 Kec.Labuhan 0.1062


(61)

h. Topografi

Proses pencarian nilai konsistensi untuk kriteria topografi sama dengan proses pencarian nilai konsistensi kriteria pada langkah di atas.

Tabel 4.18 Masukan Nilai Perbandingan Wilayah Tiap Kriteria Topografi Kec.Belawan Kec.Marelan Kec.Labuhan

Kec.Belawan 1 5 5

Kec.Marelan 0.2 1 2

Kec.Labuhan 0.2 0.5 1

Jumlah 1.4 6.5 8

maka tahap selanjutnya adalah membagi nilai masing-masing sel pada tabel di atas dengan jumlah masing-masing kolomnya.

Tabel 4.19 Nilai Pembagian Jumlah Kolom Tiap Wilayah Topografi Kec.Belawan Kec.Marelan Kec.Labuhan Jumlah

Baris Kec.Belawan 0.7143 0.7692 0.625 2.1085

Kec.Marelan 0.1429 0.1539 0,25 0.5467 Kec.Labuhan 0.1429 0.0769 0.125 0.3448

Lalu menghitung prioritas wilayah digunakan rumus jumlah baris pada masing-masing sel pada table di atas dibagi dengan banyak wilayah (3).

Tabel 4.20 Nilai Prioritas Wilayah Untuk Kriteria Topografi Wilayah Topografi

Kec.Belawan 0.7028 Kec.Marelan 0.1822 Kec.Labuhan 0.1149


(62)

Dari perhitungan di atas, didapat nilai prioritas masing-masing wilayah tiap kriteria yang dibuat dalam satu tabel matriks:

Tabel 4.21 Nilai Prioritas Masing-Masing Wilayah Tiap Kriteria

4.1.4 Nilai Prioritas Global

Langkah selanjutnya adalah membandingkan nilai prioritas masing-masing wilayah dengan nilai prioritas ฀riteria sehingga didapatkan prioritas tujuan masing-masing wilayah dengan rumus nilai prioritas masing-masing wilayah pada Tabel 3.16 yaitu pada kolom penggunaan lahan dikalikan dengan nilai prioritas kriteria, dan dilakukan untuk baris seterusnya dan dilakukan untuk semua kriteria. Hasilnya dapat dilihat pada Tabel 3.24 yaitu hasil perhitungan yang diperoleh dengan menggunakan rumus berikut ini:

Nilai prioritas tujuan kolom 1 baris 1 = nilai prioritas kriteria x nilai prioritas wilayah = 0.4907 x 0.3333

= 0.1636

Dan dilakukan hal yang sama untuk setiap wilayah dengan masing-masing kriteria. Sehingga didapat hasil sebagai berikut:

Tabel 4.22 Nilai Prioritas Tujuan Kriteria Penggunaan

Lahan Geologi Hidrologi Aksesbilitas Topografi Kec.Belawan 0.3333 0.3333 0.2888 0.6334 0.7028 Kec.Marelan 0.3333 0.3333 0.2518 0.2605 0.1822 Kec.Labuhan 0.3333 0.3333 0.1593 0.1062 0.1149

Kriteria Penggunaan

Lahan Geologi Hidrologi Aksesbilitas Topografi Kec.Belawan 0.1636 0.0728 0.0948 0.0552 0.03 Kec.Marelan 0.1636 0.0728 0.0405 0.0227 0.0078 Kec.Labuhan 0.1636 0.0728 0.0256 0.0093 0.0049


(63)

Langkah terakhir adalah menghitung prioritas global dengan cara menjumlahkan baris pada Tabel 4.22, hasilnya dapat dilihat pada Tabel 4.23 yaitu: 0.3681

Tabel 4.23 Prioritas Global Masing-Masing Wilayah / Kecamatan

Wilayah Prioritas Global Kec.Belawan 0.4163 Kec.Marelan 0.3073 Kec.Labuhan 0.2761

Tabel 4.23 menghasilkan nilai prioritas global untuk masing-masing wilayah. Nilai prioritas global adalah nilai perbandingan antara nilai prioritas kriteria dengan nilai prioritas wilayah per kriteria. Nilai tertinggi pada tabel tersebut merupakan nilai keputusan. Jadi, berdasarkan simulasi melalui metode AHP diperoleh informasi bahwa dari ketiga wilayah yang paling layak dijadikan wilayah industri adalah Kecamatan Medan Belawan. Hal ini dikarenakan Kecamatan Medan Belawan memiliki nilai prioritas global yang paling tinggi.

4.2 Implementasi

Implementasi merupakan langkah yang dilakukan setelah perancangan aplikasi. Pada bab ini akan dijelaskan bagaimana cara menjalankan aplikasi SIG tersebut. Program aplikasi SIG ini terdiri dari beberapa halaman, diantaranya dapat dilihat pada sub bab di bawah ini.

4.2.1 Halaman Utama

Halaman utama merupakan halaman yang pertama kali muncul pada saat kita menjalankan program ini. Berikut tampilan form halaman utama pada sistem ini.


(64)

Gambar 4.5 Halaman Utama

4.2.2 Halaman Matriks Perbandingan Wilayah Industri

Pada halaman ini user dapat memilih untuk melihat visualisasi dari matriks perbandingan wilayah industri. Berikut tampilannya:

Gambar 4.6 Halaman Matriks Perbandingan

4.2.3 Halaman Hasil Wilayah Industri

Halaman ini menampilkan hasil penentuan wilayah industri di kota Medan. Berikut tampilannya.


(65)

Gambar 4.7 Halaman Hasil Wilayah Industri

4.2.4 Halaman Matriks Perbandingan Wilayah Pemukiman

Pada halaman ini user dapat memilih untuk melihat visualisasi dari matriks perbandingan wilayah pemukiman. Berikut tampilannya:

Gambar 4.8 Halaman Matriks Perbandingan

4.2.5 Halaman Hasil Wilayah Pemukiman

Halaman ini menampilkan hasil penentuan wilayah pemukiman di kota Medan. Berikut tampilannya.


(66)

(67)

BAB 5

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil dari penelitian yang penulis lakukan mengenai implementasi metode AHP berbasis SIG untuk proses penentuan wilayah industri dan pemukiman kota Medan yang telah dirancang, penulis dapat menarik kesimpulan sebagai berikut : 1. Aplikasi ini menentukan wilayah industri dan wilayah pemukiman di kota Medan. 2. Penentuan prioritas kriteria tergantung pada inputan matriks yang dimasukkan

oleh user.

3. Keadaan nyata banyak yang tidak sesuai dengan penelitian ini.

4. Metode AHP sangat membantu dalam proses perencanaan wilayah industri dan pemukiman terutama dalam hal pemberian poin (penilaian) untuk masing-masing kriteria dalam AHP yang digunakan.

5. Sistem ini hanya menjadi alat bantu bagi pengambil keputusan, keputusan akhir tetap berada di tangan pengambil keputusan.

5.2 Saran

Berdasarkan hasil penelitian, ada beberapa saran yang sebaiknya dilakukan guna pengembangan sistem ini menjadi lebih baik, diantaranya sebagai berikut:

1. Penggabungan metode Analytical Hierarachy Process (AHP) dengan metode matematika lain dapat membuat niai-nilai pendukung keputusan yang dihasilkan lebih akurat dan terperinci.

2. Sebaiknya perlu dikembangkan cara yang tepat untuk menampilkan hasil rekomendasi agar lebih mudah dimengerti oleh user.

3. Di masa depan, aplikasi ini tetap dapat digunakan dengan merubah nilai inputan matriks.


(1)

Gambar 4.5 Halaman Utama

4.2.2 Halaman Matriks Perbandingan Wilayah Industri

Pada halaman ini user dapat memilih untuk melihat visualisasi dari matriks perbandingan wilayah industri. Berikut tampilannya:

Gambar 4.6 Halaman Matriks Perbandingan

4.2.3 Halaman Hasil Wilayah Industri

Halaman ini menampilkan hasil penentuan wilayah industri di kota Medan. Berikut tampilannya.


(2)

Gambar 4.7 Halaman Hasil Wilayah Industri

4.2.4 Halaman Matriks Perbandingan Wilayah Pemukiman

Pada halaman ini user dapat memilih untuk melihat visualisasi dari matriks perbandingan wilayah pemukiman. Berikut tampilannya:

Gambar 4.8 Halaman Matriks Perbandingan

4.2.5 Halaman Hasil Wilayah Pemukiman

Halaman ini menampilkan hasil penentuan wilayah pemukiman di kota Medan. Berikut tampilannya.


(3)

(4)

BAB 5

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil dari penelitian yang penulis lakukan mengenai implementasi metode AHP berbasis SIG untuk proses penentuan wilayah industri dan pemukiman kota Medan yang telah dirancang, penulis dapat menarik kesimpulan sebagai berikut : 1. Aplikasi ini menentukan wilayah industri dan wilayah pemukiman di kota Medan. 2. Penentuan prioritas kriteria tergantung pada inputan matriks yang dimasukkan

oleh user.

3. Keadaan nyata banyak yang tidak sesuai dengan penelitian ini.

4. Metode AHP sangat membantu dalam proses perencanaan wilayah industri dan pemukiman terutama dalam hal pemberian poin (penilaian) untuk masing-masing kriteria dalam AHP yang digunakan.

5. Sistem ini hanya menjadi alat bantu bagi pengambil keputusan, keputusan akhir tetap berada di tangan pengambil keputusan.

5.2 Saran

Berdasarkan hasil penelitian, ada beberapa saran yang sebaiknya dilakukan guna pengembangan sistem ini menjadi lebih baik, diantaranya sebagai berikut:

1. Penggabungan metode Analytical Hierarachy Process (AHP) dengan metode matematika lain dapat membuat niai-nilai pendukung keputusan yang dihasilkan lebih akurat dan terperinci.

2. Sebaiknya perlu dikembangkan cara yang tepat untuk menampilkan hasil rekomendasi agar lebih mudah dimengerti oleh user.

3. Di masa depan, aplikasi ini tetap dapat digunakan dengan merubah nilai inputan matriks.


(5)

DAFTAR PUSTAKA

[1] Budianto, Eko. 2010. Sistem Informasi Geografis dengan Arc View GIS. Yogyakarta: Andi Offset.

[2] Karim, Syaeful dan Djauharry Noor. 2006. Analisis Dan Perancangan Sistem Informasi Geografis Sebagai Alat Bantu Pembuat Keputusan Alokasi Industri Di Wilayah Kota Depok. Yogyakarta, Indonesia: Universitas Bina Nusantara. [3] Kusrini. 2007. Konsep dan Aplikasi Sistem Pendukung Keputusan. Yogyakarta:

Andi Offset.

[4] Muhajir, Ahmad, Syamsinar, dan Ilham Alimuddin. 2005. Aplikasi Sig Dalam Pembuatan Sistem Informasi Data Kota Makassar. Surabaya, Indonesia: Institut Teknologi Sepuluh November.

[5] Murai, Shunji. 2006. GIS Workbook Vol I, University of Tokyo. Diterjemahkan oleh Prayitno.

[6] Nuarsa IW. 2005. Belajar Sendiri Menganalisis Data Spasial Dengan Software GIS GIS 3.3 untuk Pemula. Jakarta: PT Alex Media Computindo.

[7] Permanasari, Intan. 2007. Aplikasi Sig Untuk Penyusunan Basisdata Jaringan Jalan Di Kota Magelang. Semarang, Indonesia: Universitas Negeri Semarang. [8] Prahasta, Eddy. 2005. Konsep-Konsep Dasar Sistem Informasi Geografis.

Bandung: CV. Informatika.

[9] Saaty, Thomas L.. 1993. Pengambilan Keputusan Bagi Para Pemimpin. PT Pustaka Binaman Pressindo.

[10] Yuliadji RW, Suryono GF, Ruben A. 1994. Aplikasi SIG untuk Pemetaan Informasi Pembangunan. Di dalam Agus W, R Djamaludding,G Hendrarto, editor.Remote Sensing & Geographic information Systems. Jakarta.

[11] Yousman, Yeyep. 2004. Sistem Informasi Geografis dengan ArcView3.3 Professional. Yogyakarta: Andi Offset.


(6)

[12] Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor : 41/PRT/M/2007 Tentang Pedoman Kriteria Teknis Kawasan budi daya.

[13] USGS. 2010. Geographic Information Systems.