2.1.4 Diagnosis
Diagnosa Herpes zoster biasanya ditegakkan berdasarkan riwayat kasus dan gambaran klinisnya yang khas, sehingga tidak diperlukan pemeriksaan laboratorium.
Meskipun begitu, pemeriksaan laboratorium direkomendasikan jika gambaran klinis tidak khas atau untuk menentukan status imun terhadap virus Varisela-zoster pada
orang yang beresiko tinggi. Pemeriksaan laboratorium yang dapat dilakukan meliputi hapusan Tzank, deteksi antigen virus dan tes antibodi virus.
4, 15, 17,18
2.1.5 Perawatan
Perawatan dan penatalaksanaan herpes zoster dapat dilakukan dengan farmakologi atau non-farmakologi.
2.1.5.1 Farmakologi
Perawatan terpenting untuk zoster akut adalah medikasi antivirus sesegera mungkin. Medikasi antivirus secara oral sebenarnya tidak memiliki efek samping.
Perawatan farmakologi dapat dibagi atas topikal dan sistemik.
A. Topikal 1. Analgetik Topikal
a. Kompres
Kompres terbuka dengan solusio Burowi dan losio Calamin Caladryl dapat digunakan pada lesi akut untuk mengurangi nyeri dan pruritus.
2,7
Kompres dengan solusio Burowi aluminium asetat 5 dilakukan 4-6
Universitas Sumatera Utara
kalihari selama 30-60 menit. Kompres dingin atau cold pack juga sering digunakan.
2
b. Antiinflamasi nonsteroid AINS
Berbagai AINS topical seperti bubuk aspirin dalam kloroform atau etil eter, krim indometasin dan diklofenak banyak dipakai.
2
2. Anestesi Lokal
Pemberian anestetik lokal pada berbagai lokasi sepanjang jaras saraf yang terlibat dalam HZ telah banyak dilakukan untuk memperbaiki nyeri, misalnya
infiltrasi lokal subkutan, blok saraf perifer, ruang paravertebral atau epidural, dan blok simpatis. Infiltrasi lokal subkutan umumnya menggunakan
bupivakain 0,125-0,25 dan triamsinolon 0,2 dengan volume yang digunakan dapat mencapai hingga 50 ml. Infiltrasi dilakukan didaerah yang
paling nyeri, dan dapat diulang tiap 2-3 hari hingga nyeri hilang.
2,7,14,16
B. Sistemik 1. Agen antivirus
Agen antivirus terbukti menurunkan durasi lesi herpes zoster HZ dan keparahan nyeri herpes akut , terlebih bila diberikan sebelum 72 jam awitan
lesi. Dari 3 antiviral oral yang disetujui oleh Food and Drug Administration FDA untuk terapi HZ, famsiklovir dan valasiklovir hidroklorida lebih efektif
daripada asiklovir. Antivirus famsiklovir 3 x 500 mg atau valasiklovir 3 x 1000 mg atau
asiklovir 5 x 800 mg diberikan sebelum 72 jam awitan lesi selama 7 hari.
2-
Universitas Sumatera Utara
7,9,12-14,16,21-24
Antivirus lain, sorivudin, secara in vitro memperlihatkan aktivitas 1000 kali lipat dibandingkan asiklovir. Diberikan dengan dosis 40
mghari selama 7-10 hari. Sorivudin lebih efektif dibandingkan asiklovir dalam menghambat timbulnya lesi baru, tetapi tidak lebih efektif dalam
memperbaiki nyeri herpes akut.
2. Analgetik
Pasien dengan nyeri herpes akut ringan menunjukkan respons yang baik dengan AINS asetosal, piroksikam, ibuprofen, diklofenak atau
analgetik non opioid asetaminofen, tramadol, asam mefenamik.
2,22,24
2.1.5.2 Non-Farmakologi
Perawatan non farmakologi juga sangat penting. Pendidikan pasien dan dukungan penting dalam penatalaksanaan Herpes zoster. Hal tersebut meliputi
penjelasan atas jalannya penyakit, rencana pengobatan, dan perlu memperhatikan aturan dosis antivirus. Tidak adanya pengetahuan pasien dan ketakutan pasien tentang
Herpes zoster harus diperhatikan dan pasien harus diberitahu tentang resiko menular terhadap orang yang belum pernah cacar air. Instruksikan pasien agar tetap menjaga
ruam dalam keadaan bersih dan kering untuk meminimalkan resiko infeksi bakteri, melaporkan setiap perubahan suhu badan, dan menggunakan pembalut steril basah
untuk mengurangi ketidaknyamanan. Topikal antibiotik dan pembalut adesif dapat menunda penyembuhan ruam dan harus dihindari.
19
Universitas Sumatera Utara
2.1.6 Komplikasi
Postherpetic neuralgia merupakan komplikasi Herpes zoster yang paling sering terjadi. Herpes zoster optalmikus merupakan komplikasi umum yang lain.
Postherpetic neuralgia terjadi sekitar 10-15 pasien herpes zoster dan merusak syaraf trigeminal. Resiko komplikasi meningkat sejalan dengan usia. Postherpetic
neuralgia didefenisikan sebagai symtom sensoris biasanya sakit dan mati rasa. Postherpetic neuralgia atau rasa nyeri akan menetap setelah penyakit tersebut
sembuh dan dapat terjadi sebagai akibat penyembuhan yang tidak baik pada penderita usia lanjut.
1,3,17,18
2.2. Postherpetic Neuralgia
Postherpetic neuralgia PHN merupakan komplikasi dari Herpes zoster. Nyeri ini merupakan nyeri neuropatik yang dapat berlangsung lama bahkan menetap
setelah erupsi akut herpes zoster menghilang.
2.2.1 Defenisi
Postherpetic neuralgia merupakan suatu bentuk nyeri neuropatik yang muncul oleh karena penyakit atau luka pada sistem syaraf pusat atau tepi, nyeri menetap
dialami lebih dari 3 bulan setelah penyembuhan herpes zoster. Penyebab paling umum timbulnya peningkatan virus ialah penurunan sel imunitas yang terkait dengan
pertambahan umur. Berkurangnya imunitas di kaitkan dengan beberapa penyakit berbahaya seperti lymphoma, perawatan penyakit berbahaya kemoterapi atau
radioterapi, infeksi HIV, dan penggunaan obat penghambat kekebalan immune
Universitas Sumatera Utara
suppressan setelah operasi transplantasi organ atau untuk manajemen penyakit seperti steroid juga faktor penyebab resiko.
19,20
Postherpetic neuralgia dapat diklasifikasikan antara acute herpetic neuralgia 30 hari setelah timbulnya ruam pada kulit, subacute herpetic neuralgia 30-120 hari
setelah timbulnya ruam pada kulit dan Postherpetic neuralgia di defenisikan sebagai rasa sakit yang terjadi setidaknya 120 hari setelah timbulnya ruam pada
kulit.
16,20
2.2.2 Etiopatogenesis
Nyeri neuropatik adalah suatu bentuk nyeri kronis yang pada dasarnya melibatkan kerusakan jaringan saraf sebagai penyebab disfungsi normal.
2
Kerusakan jaringan yang disebabkan oleh mekanik, kimia, dan thermal, infeksi dan tumor bisa
bersifat sebagai stimulus.
2,23
Reaksi terhadap stimulus akan menyebabkan bebasnya beberapa zat, hormon dan neurotransmitter seperti bradikinin, histamin, serotonin,
prostaglandin, dan juga beberapa jenis ion seperti kalium, natrium, magnesium.
2
Stimulasi dari zat-zat yang bebas tadi melalui jaringan saraf yang tidak bermielin akan menuju ke sumsum tulang belakang. Afferen nyeri yang berasal dari perifer
kulit, persendian, perios, pembuluh darah dan lainnya. Melalui ramus komunikans albus menuju kornu dorsalis sumsum tulang belakang. Dari sini traktus
spinothalamikus lateralis akan disampaikan ke bagian posteromedial dan posterolateral talamus menuju bagian sentral korteks yang akan memberi persepsi
nyeri.
2,23
Blokade jalur ini dengan pemberian neurotransmitter atau jenis-jenis kimia lainnya merupakan tindakan pengobatan rasa nyeri. Terdapat beberapa mekanisme
Universitas Sumatera Utara
yang berperan dalam timbulnya sensasi nyeri pada Postherpetic neuralgia. Menurut teori Gate control, pada erupsi akut herpes zoster terjadi replikasi virus varisela zoster
di serabut saraf, yang mengakibatkan terjadinya kerusakan saraf pelbagai ukuran, serabut saraf berdiameter besar berfungsi sebagai inhibitor hilang atau rusak, dan
mengalami kerusakan terparah. Akibatnya terjadi dominasi serabut saraf kecil bermielin dan tidak bermielin, sehingga transmisi impuls nyeri ke medulla spinalis
meningkat.
2
Postherpetic neuralgia memiliki patofisiologi yang berbeda dengan nyeri herpes zoster akut. Patogenesis postherpetic akut belum sepenuhnya dimengerti,
tetapi nyeri tersebut dapat berhubungan dengan erupsi akut herpes zoster disebabkan oleh replikasi jumlah virus varicella zoster yang besar dalam ganglia yang ditemukan
selama masa laten. Oleh karena itu, mengakibatkan inflamasi atau kerusakan pada serabut syaraf sensoris yang berkelanjutan, hilang dan rusaknya serabut-serabut
syaraf atau impuls abnormal, serabut saraf berdiameter besar yang berfungsi sebagai inhibitor hilang atau rusak dan mengalami kerusakan terparah. Akibatnya, impuls
nyeri ke medulla spinalis meningkat sehingga pasien merasa nyeri yang hebat. Faktor resiko yang paling umum untuk Postherpetic neuralgia adalah usia lanjut, rasa sakit
yang lebih berat ketika terjadinya zoster, ruam yang lebih parah, dan prodrome tanda-tanda awal yang tidak spesifik dari penyakit kulit sebelum timbulnya ruam
pada kulit.
2,19,21
Universitas Sumatera Utara
2.2.3 Gejala Klinis
Pasien dengan postherpetic neuralgia mengalami nyeri yang hebat menetap seperti terbakar, nyeri tajam atau menusuk hilang timbul. Hiperalgesia, parastesi,
hiperastesi, dan nyeri karena rangsangan yang biasanya tidak menimbulkan nyeri alodinia misalnya tersentuh pakaian. Nyeri dirasakan selama berbulan hingga
bertahun setelah lesi zoster sembuh. Hampir seluruh penderita mengalami gangguan untuk mengenali sensasi para perabaan halus dan suhu pada daerah persarafan yang
terkena. Pasien dewasa tua yang menderita postherpetic neuralgia memiliki pengaruh yang sangat besar terhadap kualitas hidup. Nyeri sering dihubungkan dengan
Gambar 6. a Situasi normal b AB fiber menyebar ke lamina superfisial dari sum-sum tulang belakang dan
merusak C fiber diangkat dari Woolf,dkk
Universitas Sumatera Utara
penurunan sensoris, dan terdapat hubungan antara derajat penurunan sensoris dan keparahan nyeri.
2,6,20
2.2.4 Diagnosis
Diagnosis dapat dilakukan dengan cara mengetahui distribusi nyeri yaitu disepanjang saraf trigeminus, malakukan anamnesis diantaranya dengan menanyakan
riwayat penyakit, apakah pasien demam, sudah pernah terkena cacar air, adakah timbul lesi seperti balon air, daerah yang terkena dimana saja, rasa sakitnya seperti
apa, dan apakah sebelumnya anggota keluarga yang lain ada yang terkena penyakit yang sama. Pemeriksaan fisik dapat dilakukan pula dengan langsung melihat lesi dan
gambaran klinisnya. Pemeriksaan laboratorium dilakukan sebagai pemeriksaan penunjang.
2.2.5 Perawatan
Perawatan terhadap post herpetic neuralgia adalah dilakukan dengan obat- obatan serta terapi selain dengan obat-obatan.
I. Farmakologi A. Topikal
Terapi topikal berguna untuk pasien usia lanjut yang tidak dapat mentoleransi pengobatan sistemik karena penyakit lain yang dideritanya. Sampai saat ini, terdapat
3 kategori pengobatan topikal yaitu :
Universitas Sumatera Utara
1. Anestetik topikal
Formulasi topikal lidokain, lidokain dengan prilokain, eter dalam kombinasi dengan antiinflamasi nonsteroid seperti aspirin dan indometasin dilaporkan juga
bermanfaat dalam beberapa studi tanpa kontrol.
2,5,6
Lidoderm lidokain 5 skin patch, tersusun dari bahan perekat yang mengandung lidokain 5, lidoderm
menimbulkan analgesia dan memperbaiki alodinia dengan cara difusi lidokain ke lapisan-lapisan epidermis-dermis dan terikat pada kanal sodium saraf perifer.
2,10,16,21
Untuk tiap aplikasi, efeknya berlangsung selama 4 hingga 12 jam.
2,7
Karena keamanannya, kini disarankan untuk digunakan sebagai terapi awal post herpetic
neuralgia dengan gejala alodinia atau nyeri yang intermiten. Penggunaan lidoderm telah disetujui oleh FDA.
2
2. Anestetik lokal
Hilangnya 50-90 nyeri dapat dicapai oleh anestesi infiltrasi subkutan, yang efeknya berlangsung selama beberapa jam hingga beberapa minggu. Lidokain,
prokain, dan mepivakain sering diberikan secara infiltrasi atau intravena.
1,2
3. Kapsaisin
Kapsaisin dolorax, capsin, zoztrix, trans-8-metil-N-vanilil-6-nonenamida, ekstrak dari Capsicum frustecans, telah banyak digunakan untuk terapi topikal pada
keadaan yang melibatkan nyeri, pruritus dan inflamasi. Kapsaisin berperan dalam meningkatkan pelepasan lalu deplesi substansi P, yang dianggap merupakan
neurotransmiter peptida endogen utama rangsangan nyeri serabut C dari perifer ke susunan saraf pusat. Sehingga pada awalnya kapsaisin menyebabkan rasa terbakar
Universitas Sumatera Utara
dan hiperalgesia terhadap panas atau tekanan. Setelah beberapa hari hingga seminggu, efek ini digantikan oleh hipoalgesia. Analgesia baru timbul saat terjadi
deplesi substansi P.
2,5-7,21
B. Sistemik 1. Analgesik
a. Antiinflamasi nonsteroid AINS
Asetaminofen tylenol, aspirin dan antiinflamasi nonsteroid lain umum digunakan untuk postherpetic neuralgia. AINS berguna untuk potensiasi efek
analgetik opioid pada nyeri parah.
2
b. Opioid
Opioid memperbaiki nyeri melalui aktivasi reseptor spesifik di system saraf pusat dan perifer. Karena efek adiksinya, opioid hanya diindikasikan untuk
penggunaan jangka pendek.
2,3
2. Agen neuroaktif a.
Psikotropik
Antidepresan trisiklik AT merupakan terapi yang penting pada Postherpetic Neuralgia. Mekanisme kerja AT dalam menghilangkan nyeri adalah dengan
memblokade reuptake
neurotransmitter norepinefrin dan
serotonin, serta
meningkatkan inhibisi neuron spinalis yang terlibat dalam persepsi nyeri seperti terbakar dan nyeri tajam atau menusuk.
2,5
AT yang banyak digunakan pada
Universitas Sumatera Utara
Postherpetic Neuralgia adalah amitriptilin elavil, nortriptilin pamelor, imipramin tofranil, desipramin norpramin, dan maprotilin.
2,6,7,9,10,21
b. Antikonvulsan
Antikonvulsan dapat mengurangi nyeri tajam atau menusuk pada Postherpetic Neuralgia. Pada studi buta ganda dengan kontrol, karbamazepin mengurangi nyeri
tajam atau menusuk namun tidak efektik untuk nyeri yang terus-menerus.
2,5
Mekanisme kerja antikonvulsan dalam menghilangkan nyeri adalah dengan memblokade kanal natrium dan berperan sebagai membran stabilizing agent sehingga
mencegah impuls ektopik yang dapat mencetuskan nyeri. Antikonvulsan yang sering yang digunakan adalah karbamazepin tegretol, fenitoin dilantin, asam valproat
depakene, dan gabapentin neurontin.
2,7
Dosis yang dibutuhkan untuk analgesia lebih rendah dari dosis untuk epilepsi. Pemberian gabapentin untuk terapi post
herpetic neuralgia dimulai dengan dosis rendah, lalu dinaikkan bertahap hingga efek yang diinginkan tercapai atau timbul efek samping yang serius.
2
c. Neuroleptik