Tinjauan Umum Tentang Waris 2:1
dari harta yang dijadikan objek warisan, terutama yang berlaku di lingkungan adat Minangkabau.
Dalam istilah hukum baku yang digunakan adalah kata kewarisan, dengan mengambil asal kata waris dengan tambahan awalan ke- dan akhiran –
an . Kata waris itu sendiri dapat berarti orang pewaris sebagai subjek dan dapat
pula berarti proses. Dalam arti pertama mengandung makna ”hal ihwal orang yang menerima harta warisan
” dan dalam arti kedua mengandung makna ”hal ihwal peralihan harta dari yang telah mati kepada yang masih hidup”
. Arti yang terakhir ini yang digunakan dalam istilah hukum.
10
Penggunaan kata hukum di awalnya mengandung arti seperangkat aturan yang mengikat dan penggunaan kata Islam di belakang mengandung
arti dasar yang menjadi rujukan. Dengan demikian dengan segala titik lemahnya, hukum kewarisan Islam itu dapat diartikan dengan: ”seperangkat
peraturan tertulis berdasarkan wahyu Allah dan sunnah Nabi tentang hal ihwal peralihan harta atau berujud harta dari yang telah mati kepada yang
masih hidup, yang diakui dan diyakini berlaku dan mengikat untuk semua orang yang beragama Islam”
.
11
10
Ibid. h.13
11
Amir Syarifuddin, Hukum Kewarisan Islam, h.6
B. Dasar Hukum Waris
Adapun dasar-dasar hukum yang dijadikan sebagai pedoman untuk menentukan pemberlakuan hukum waris bagi umat Islam adalah sebagai berikut:
1. Ayat-ayat al- Qur’an:
a
QS. al- Nisa 4: 7
ÉΑy`Ìh=Ïj9 Ò=ŠÅÁtΡ
£ϑÏiΒ x8ts?
ÈβtÎ≡uθø9 tβθçtøF{uρ
Ï™|¡ÏiΨ=Ï9uρ Ò=ŠÅÁtΡ
£ϑÏiΒ x8ts?
ÈβtÎ≡uθø9 šχθçtøF{uρ
£ϑÏΒ ¨≅s
çµ÷ΖÏΒ ÷ρr
uèYx. 4
Y7ŠÅÁtΡ ZÊρãø¨Β
∩∠∪
Artinya: ”Bagi orang laki-laki ada hak bagian dari harta peninggalan ibu-bapak dan kerabatnya, dan bagi orang wanita ada hak bagian pula dari harta
peninggalan ibu-bapa dan kerabatnya, baik sedikit atau banyak menurut bahagian yang telah ditetapkan.”QS.al- Nisa’:47
Ayat diatas menjadi landasan bagi kita untuk mengetahui bahwa setiap anak kandung baik laki-laki maupun perempuan berhak mendapatkan harta
peninggalan dari orang tuanya yang telah meninggal dunia. Sebabnya sudah tentu karena hubungan darah antara mereka. Adapun bagian yang diperoleh
masing-masing daripada mereka yang telah ditetapkan menjadi ahli waris tidak dijelaskan dalam ayat ini, melainkan diterangkan pada ayat selanjutnya yaitu
pada ayat kesebelas masih dalam surat al-nisa’.
b QS. al-Nisa 4: 11
ÞΟä3ŠÏ¹θムª
þ’Îû öΝà2ω≈s9÷ρr
Ìx.©Ï9 ã≅÷VÏΒ
Åeáym È⎦÷⎫u‹sVΡW{
4 βÎsù
£⎯ä. [™|¡ÎΣ
s−öθsù È⎦÷⎫tGt⊥øO
£⎯ßγn=sù sVè=èO
tΒ x8ts?
βÎuρ ôMtΡx.
Zοy‰Ïm≡uρ yγn=sù
ßóÁÏiΖ9 4
ϵ÷ƒuθtL{uρ Èe≅ä3Ï9
7‰Ïn≡uρ yϑåκ÷]ÏiΒ
â¨ß‰¡9 £ϑÏΒ
x8ts? βÎ
tβx. …çµs9
Ósuρ 4
βÎsù óΟ©9
⎯ä3tƒ …ã©
Ósuρ ÿ…çµrOÍ‘uρuρ
çνuθtr ϵÏiΒT|sù
ß]è=›W9 4
βÎsù tβx.
ÿ…ãs ×οuθ÷zÎ
ϵÏiΒT|sù â¨ß‰¡9
4 .⎯ÏΒ
ω÷èt 7π§‹Ï¹uρ
©Å»θムpκÍ5
÷ρr A⎦ø⎪yŠ
3 öΝä.äτtu™
öΝä.äτoΨöruρ Ÿω
tβρâ‘ô‰s? öΝß㕃r
Ütør öä3s9
YèøtΡ 4
ZπŸÒƒÌsù š∅ÏiΒ
« 3
¨βÎ ©
tβx. ¸ϑŠÎ=tã
VϑŠÅ3ym ∩⊇⊇∪
Artinya: ”Allah mensyariatkan bagimu tentang pembagian pusaka untuk anak-anakmu. Yaitu : bahagian seorang anak lelaki sama dengan bagahian dua
orang anak perempuan; dan jika anak itu semuanya perempuan lebih dari dua, Maka bagi mereka dua pertiga dari harta yang ditinggalkan; jika anak
perempuan itu seorang saja, Maka ia memperoleh separo harta. dan untuk dua orang ibu-bapa, bagi masing-masingnya seperenam dari harta yang
ditinggalkan, jika yang meninggal itu mempunyai anak; jika orang yang meninggal tidak mempunyai anak dan ia diwarisi oleh ibu-bapanya saja, Maka
ibunya mendapat sepertiga; jika yang meninggal itu mempunyai beberapa saudara, Maka ibunya mendapat seperenam. Pembagian-pembagian tersebut di
atas sesudah dipenuhi wasiat yang ia buat atau dan sesudah dibayar hutangnya. Tentang orang tuamu dan anak-anakmu, kamu tidak mengetahui
siapa di antara mereka yang lebih dekat banyak manfaatnya bagimu. ini adalah ketetapan dari Allah. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha
Bijaksana”.QS.al- Nisa’:411
Dalam ayat ini Allah menjelaskan tentang bagian anak pada permulaan ayat, yaitu bagian anak laki-laki sama dengan bagian dua orang anak
perempuan, hal ini menunjukkan betapa pentingnya mendahulukan anak dalam perbagian harta pusaka dari orang tuanya sendiri.
c QS. al-Nisa 4: 12
öΝà6s9uρ ßóÁÏΡ
tΒ x8ts?
öΝà6ã_≡uρø—r βÎ
óΟ©9 ⎯ä3tƒ
£⎯ßγ©9 Ósuρ
4 βÎsù
tβŸ2 ∅ßγs9
Ósuρ ãΝà6n=sù
ßìç”9 £ϑÏΒ
z⎯ò2ts? 4
.⎯ÏΒ Ï‰÷èt
7π§‹Ï¹uρ š⎥⎫Ϲθãƒ
yγÎ ÷ρr
⎥ø⎪yŠ 4
∅ßγs9uρ ßìç”9
£ϑÏΒ óΟçFø.ts?
βÎ öΝ©9
⎯à6tƒ öΝä3©9
Ó‰s9uρ 4
βÎsù tβŸ2
öΝà6s9 Ósuρ
£⎯ßγn=sù ß⎯ßϑ›V9
£ϑÏΒ Λä⎢ò2ts?
4 .⎯ÏiΒ
ω÷èt 7π§‹Ï¹uρ
šχθß¹θè? yγÎ
÷ρr ⎦ø⎪yŠ
3 βÎuρ
šχx. ×≅ã_u‘
ßu‘θム»s≈n=Ÿ2
Íρr ×οrtøΒ
ÿ…ãsuρ îˆr
÷ρr ×M÷zé
Èe≅ä3Î=sù 7‰Ïn≡uρ
yϑßγ÷ΨÏiΒ â¨ß‰¡9
4 βÎsù
þθçΡŸ2 usYò2r
⎯ÏΒ y7Ï9≡sŒ
ôΜßγsù ♟2uà°
’Îû Ï]è=›W9
4 .⎯ÏΒ
ω÷èt 7π§‹Ï¹uρ
4©|»θムpκÍ5
÷ρr A⎦ø⎪yŠ
uöxî 9h‘ŸÒãΒ
4 Zπ§‹Ï¹uρ
z⎯ÏiΒ «
3 ªuρ
íΟŠÎ=tæ ÒΟŠÎ=ym
∩⊇⊄∪
Artinya: ”Dan bagimu suami-suami seperdua dari harta yang ditinggalkan oleh isteri-isterimu, jika mereka tidak mempunyai anak. jika isteri-isterimu itu
mempunyai anak, Maka kamu mendapat seperempat dari harta yang ditinggalkannya sesudah dipenuhi wasiat yang mereka buat atau dan seduah
dibayar hutangnya. Para isteri memperoleh seperempat harta yang kamu tinggalkan jika kamu tidak mempunyai anak. jika kamu mempunyai anak, Maka
Para isteri memperoleh seperdelapan dari harta yang kamu tinggalkan sesudah dipenuhi wasiat yang kamu buat atau dan sesudah dibayar hutang-hutangmu.
jika seseorang mati, baik laki-laki maupun perempuan yang tidak meninggalkan ayah dan tidak meninggalkan anak, tetapi mempunyai seorang saudara laki-laki
seibu saja atau seorang saudara perempuan seibu saja, Maka bagi masing- masing dari kedua jenis saudara itu seperenam harta. tetapi jika saudara-saudara
seibu itu lebih dari seorang, Maka mereka bersekutu dalam yang sepertiga itu, sesudah dipenuhi wasiat yang dibuat olehnya atau sesudah dibayar hutangnya
dengan tidak memberi mudharat kepada ahli waris. Allah menetapkan yang demikian itu sebagai syariat yang benar-benar dari Allah, dan Allah Maha
mengetahui lagi Maha Penyantun”.QS.al- Nisa’:412
Ayat 12 surah al- Nisa’ ini merupakan kelanjutan dari ayat 11 yang melengkapi penjelasan mengenai pembagian dari harta pusaka yang
ditinggalkan oleh si pewaris kepada ahli warisnya. Sebenarnya, inti dari ayat- ayat kewarisan adalah ayat 11 dan 12 surah al- Nisa’ ini. Di sini diatur
perolehan anak, ibu bapak, janda duda, dan saudara serta wasiat dan hutang. Adapun yang menjadi asbabun nuzul dari turunnya ayat 11 dan 12 ini
adalah suatu kejadian yang dialami oleh Sa’ad bin Rabi’ dalam hubungan dengan perang Uhud, bulan Syawal tahun ke-3 Hijrah. Peristiwa ini diabadikan
dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad, Abu Dawud dan al- Tirmidzy:
dengan saya, bapak keduanya telah mati syahid ketika ikut berperang dengan engkau di medan Uhud. Paman keduanya saudara laki-laki kandung sa’ad
mengambil harta bendanya warisan Sa’ad, tidak disisakannya sedikitpun juga, sedangkan keduanya tidak dapat dikawinkan kecuali mereka mempunyai harta.
Lalu berkata Rasulullah: Allah akan memberi ketentuan mengenai hal ini. Maka turunlah ayat kewarisan QS.al-Nisa’4: 11-12.
Rasul lalu mengirim utusan memanggil paman kedua anak perempuan itu. Sesudah menghadap, Rasul
memerintahkan: berikan kepada kedua anak perempuan Sa’ad 23 harta peninggalan dan ibunya 18 harta pennggalan dan sisanya ambillah olehmu.
Pembagian warisan ini menurut para sahabat merupakan pembagian warisan pertama dalam Islam.
13
2. Sunnah Nabi: Hadits Nabi Muhammad saw. yang mengatur kewarisan antara
lain: a.
Hadits dari Ibnu Abbas menurut riwayat al- Bukhari:
Jawabannya adalah karena penyebutan tersebut merupakan penegasan yang menggantikan posisi anak perempuan.
15
b. Hadits Nabi dari Usamah bin Zaid menurut riwayat al-Bukhariy, Muslim,
Abu dawud, al-Tirmiziy, dan Ibnu Majah:
Artinya: ”Dan dari amr bin syuaib dari bapaknya dari kakeknya berkata: Rasulullah saw. bersabda: Tidak ada bagian dari harta warisan bagi
seorang pembunuh.” HR. al- Nasa’iy dan Daruquthniy
Kedua hadits di atas menjadi acuan bagi kita bahwa di antara penghalang seseorang mendapatkan harta warisan adalah kafir atau
murtad dan pembunuh si mayit. Hal ini telah disepakati oleh jumhur ulama.
d. Hadits Nabi dari Sa’ad bin Abi Waqqash menurut riwayat al-Bukhari:
keluargamu berkecukupan lebih baik dari meninggalkannya berkekurangan, sampai-sampai meminta kepada orang.” HR. Bukhari
Hadits ini menjadi dasar bahwasanya meninggalkan keturunan dalam keadaan berkecukupan itu lebih baik ketimbang meninggalkan
keturunan dalam keadaan miskin, karena kalau seseorang sudah miskin artinya ia akan lemah, dan kebanyakan dari orang yang lemah itu dekat
kepada kekafiran. Begitu pula sebaliknya orang yang berkecukupan akan menjadi kuat, dan Allah lebih menyukai umat-Nya yang kuat daripada
yang lemah.
e. Hadits Nabi dari Abu Hurairah menurut riwayat al-Bukhariy dan Muslim:
f. Hadits Nabi dari Jabir bin Abdullah menurut riwayat Ibnu Majah:
C. Rukun dan Syarat Waris
1. Rukun pusaka mempusakai itu ada tiga hal, yaitu
a. Mauruts
c. Tidak ada penghalang mawani’ul irtsi =
dalam hukum Islam sendiri pun dapat dilihat dari berbagai segi, yaitu dari segi peralihan harta, dari segi jumlah harta yang beralih, dan dari segi kepada siapa
harta itu beralih. 2.
Asas Bilateral Asas bilateral berarti bahwa harta warisan beralih kepada atau melalui
dua arah. Hal ini menunjukkan bahwa setiap orang menerima hak kewarisan dari kedua belah pihak garis kerabat, yaitu pihak kerabat garis keturunan laki-
laki dan pihak kerabat garis keturunan perempuan. 3.
Asas Individual Asas kewarisan secara individual mengandung makna bahwa harta
warisan dapat dibagi-bagi untuk dimiliki secara perorangan. Masing-masing ahli waris menerima bagiannya secara tersendiri, tanpa terikat dengan ahli
waris yang lain. Keseluruhan harta warisan dinyatakan dalam nilai tertentu yang mungkin dibagi-bagi; kemudian jumlah tersebut dibagikan kepada setiap
ahli waris yang berhak menurut kadar bagian masing-masing. 4.
Asas Keadilan Berimbang Dalam hubungannya dengan hak yang menyangkut materi, khususnya
yang menyangkut dengan kewarisan, kata adil dapat diartikan sebagai berikut: keseimbangan antara hak dan kewajiban dan keseimbangan antara yang
diperoleh dengan keperluan dan kegunaan.
5. Asas Semata Akibat Kematian
Hukum Islam menetapkan bahwa peralihan harta seseorang kepada orang lain dengan menggunakan istilah kewarisan hanya berlaku setelah yang
mempunyai harta meninggal dunia. Asas ini berarti bahwa harta seseorang tidak dapat beralih kepada orang lain dengan nama waris selama yang
mempunyai harta masih hidup. Juga berarti bahwa segala bentuk peralihan harta seseorang yang masih hidup baik secara langsung, maupun terlaksana
setelah dia mati, tidak termasuk ke dalam istilah kewarisan menurut hukum Islam. Dengan demikian hukum kewarisan Islam, hanya mengenal satu
bentuk kewarisan yaitu kewarisan akibat kematian semata dan tidak mengenal kewarisan atas dasar wasiat yang dibuat pada waktu masih hidup, karena
masalah wasiat diatur tersendiri dalam hukum kewarisan Islam.
25
E. Pengertian Persepsi
1 Pengertian Secara Etimologi
Dalam kamus besar bahasa Indonesia arti dari kata persepsi adalah: 1. tanggapan penerimaan langsung dari suatu serapan, 2. proses seseorang
mengetahui beberapa hal melalui panca inderanya.
26
Atau juga diartikan suatu proses yang didahului oleh penginderaan. Sedangkan penginderaan sendiri
25
Ibid. h.18
26
Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka, 2002. h.675.
merupakan suatu proses diterimanya stimulus oleh individu melalui alat penerima yaitu alat indera. Namun, proses tersebut tidak berhenti di situ saja,
pada umumnya stimulus tersebut diteruskan oleh syaraf ke otak sebagai pusat susunan syaraf, dan proses selanjutnya merupakan proses persepsi.
27
Dalam kamus standar dijelaskan bahwa persepsi dianggap sebagai sebuah pengaruh
ataupun sebuah kesan oleh benda yang semata-mata menggunakan pengamatan penginderaan.
28
2 Pengertian Secara Terminologi
Beberapa tokoh memiliki beberapa pengertian menganai persepsi, diantara tokoh itu adalah Moskowiz dan Orgel 1969 yang menyatakan
bahwa persepsi itu merupakan proses yang integrated dari individu terhadap stimulus yang diterimanya.
29
Sedangkan menurut Gibson dan Donely 1994 menjelaskan bahwa persepsi adalah proses pemberian arti terhadap
lingkungan oleh seorang individu. Ada pula Rakhmat Jalaludin 1998, yang menyatakan bahwa persepsi adalah pengalaman tentang objek, peristiwa, atau
27
Bimo Walgito, Psikologi Sosial; Suatu Pengantar, Yogyakarta: Andi, 2007, ed.revisi, h.53
28
Abdurrahman Shaleh, Muhbib Abdul Wahab, Psikologi Suatu Pengantar dalam Perspektif Islam
, Jakarta: Kencana, 2004, h.88
29
Bimo Walgito, Psikologi Sosial; Suatu Pengantar, h.54
hubungan-hubungan yang diperoleh dengan menyimpulkan informasi dan menafsirkan pesan.
30
Sebenarnya masih banyak lagi tokoh yang mendefinisikan persepsi, namun penulis mengambil kesimpulan dari beberapa definisi di atas bahwa
persepsi merupakan suatu proses bagaimana seseorang menyeleksi, mengatur dan menginterpretasikan masukan-masukan informasi dan pengalaman-
pengalaman yang ada dan kemudian menafsirkannya untuk menciptakan keseluruhan gambaran yang berarti.
F. Konsep Keadilan 2:1 Dalam Hukum Kewarisan Islam
Salah satu asas dalam hukum kewarisan Islam adalah asas keadilan berimbang. Yang dimaksud dengan asas keadilan berimbang adalah keseimbangan
antara hak dan kewajiban dan keseimbangan antara hak yang diperoleh dengan keperluan dan kegunaan. Dengan kata lain, dapat dikemukakan bahwa faktor jenis
kelamin tidaklah menentukan dalam hak kewarisan kebalikan dari asas keseimbangan ini dijumpai dalam masyarakat yang menganut sistem garis keturunan
patrilineal, yang ahli warisnya hanyalah keturunan laki-laki sajagaris kebapakan.
30
Setia Budi, Tinjauan Pustaka: Pengertian Persepsi, Artikel diakses pada tanggal 13 April 2010 dari http:www.damandiri.or.idfileSetiabudiipbtinjauanpustaka.pdf
Dasar hukum asas ini dapat dijumpai antara lain dalam ketentuan al-Qur’an surat an- Nisa’ ayat 7, 11, 12, dan 176.
31
Syariat telah menentukan bagian anak perempuan dan bagian anak laki-laki, yaitu satu berbanding dua setengah bagian anak laki-laki. Pembagian ini bukan
merupakan kezaliman, sebab pemberian warisan berbeda dengan pembagian kasih sayang yang menuntut kesamaan dalam pemberian.
Tidak boleh berbuat zalim terhadap anak perempuan dengan tidak memberikan haknya dalam kedua pemberian kasih sayang dan harta waris, karena
ia termasuk orang yang berhak atas kedua pemberian tersebut menurut ketetapan syara’ bahkan telah ditentukan pembagiannya, supaya ia menunaikan tanggung
jawabnya dan menjaga kehormatannya dengan keridhaan Tuhannya yang maha suci. Kalau beberapa kenyataan dapat disimpulkan sejumlah faedah: bahwa anak
perempuan setelah pernikahannya dan setelah melahirkan anak-anaknya, akan berubah persepsinya tentang hak miliknya dari harta warisan peninggalan ayahnya,
dan berbeda dengan persepsi sebelumnya ketika ia masih bersama saudara- saudaranya di rumah keluarganya.
Perlu diketahui bahwa anak perempuan dewasa yang mengetahui hakekat penggunaan nafkah tersebut dengan benar dan bijaksana adalah anak perempuan yang
mampu menentukan sikap yang tepat dalam menghadapinya mampu mengambil tindakan yang bijaksana terhadap harta tersebut, yaitu jika ia menghendaki untuk
31
Kamil Musa, Anak Perempuan dalam Pandangan Islam, Jakarta: CV. Firdaus, 1994, h.121
memiliki harta ia akan mengambil haknya secara sempurna atau jika ia telah memandang situasi dan kondisi lain dari sudut-sudut kehidupan keluarganya maka ia
akan bersikap toleran, yaitu dengan merelakannya tidak mengambilnya.
32
Demikianlah konsep keadilan yang ada dalam hukum kewarisan Islam, dari hal tersebut kita dapat melihat seperti apa gambaran keadilan yang terdapat dalam
konsep pembagian warisan antara anak laki-laki dengan perempuan.
32
Ibid. h.121