Tinjauan Umum Tentang Waris 2:1

dari harta yang dijadikan objek warisan, terutama yang berlaku di lingkungan adat Minangkabau. Dalam istilah hukum baku yang digunakan adalah kata kewarisan, dengan mengambil asal kata waris dengan tambahan awalan ke- dan akhiran – an . Kata waris itu sendiri dapat berarti orang pewaris sebagai subjek dan dapat pula berarti proses. Dalam arti pertama mengandung makna ”hal ihwal orang yang menerima harta warisan ” dan dalam arti kedua mengandung makna ”hal ihwal peralihan harta dari yang telah mati kepada yang masih hidup” . Arti yang terakhir ini yang digunakan dalam istilah hukum. 10 Penggunaan kata hukum di awalnya mengandung arti seperangkat aturan yang mengikat dan penggunaan kata Islam di belakang mengandung arti dasar yang menjadi rujukan. Dengan demikian dengan segala titik lemahnya, hukum kewarisan Islam itu dapat diartikan dengan: ”seperangkat peraturan tertulis berdasarkan wahyu Allah dan sunnah Nabi tentang hal ihwal peralihan harta atau berujud harta dari yang telah mati kepada yang masih hidup, yang diakui dan diyakini berlaku dan mengikat untuk semua orang yang beragama Islam” . 11 10 Ibid. h.13 11 Amir Syarifuddin, Hukum Kewarisan Islam, h.6 B. Dasar Hukum Waris Adapun dasar-dasar hukum yang dijadikan sebagai pedoman untuk menentukan pemberlakuan hukum waris bagi umat Islam adalah sebagai berikut: 1. Ayat-ayat al- Qur’an: a QS. al- Nisa 4: 7 ÉΑy`Ìh=Ïj9 Ò=ŠÅÁtΡ £ϑÏiΒ x8ts? ÈβtÎ≡uθø9 tβθçtøF{uρ Ï™|¡ÏiΨ=Ï9uρ Ò=ŠÅÁtΡ £ϑÏiΒ x8ts? ÈβtÎ≡uθø9 šχθçtøF{uρ £ϑÏΒ ¨≅s çµ÷ΖÏΒ ÷ρr uèYx. 4 Y7ŠÅÁtΡ ZÊρãø¨Β ∩∠∪ Artinya: ”Bagi orang laki-laki ada hak bagian dari harta peninggalan ibu-bapak dan kerabatnya, dan bagi orang wanita ada hak bagian pula dari harta peninggalan ibu-bapa dan kerabatnya, baik sedikit atau banyak menurut bahagian yang telah ditetapkan.”QS.al- Nisa’:47 Ayat diatas menjadi landasan bagi kita untuk mengetahui bahwa setiap anak kandung baik laki-laki maupun perempuan berhak mendapatkan harta peninggalan dari orang tuanya yang telah meninggal dunia. Sebabnya sudah tentu karena hubungan darah antara mereka. Adapun bagian yang diperoleh masing-masing daripada mereka yang telah ditetapkan menjadi ahli waris tidak dijelaskan dalam ayat ini, melainkan diterangkan pada ayat selanjutnya yaitu pada ayat kesebelas masih dalam surat al-nisa’. b QS. al-Nisa 4: 11 ÞΟä3ŠÏ¹θムª þ’Îû öΝà2ω≈s9÷ρr Ìx.©Ï9 ã≅÷VÏΒ Åeáym È⎦÷⎫u‹sVΡW{ 4 βÎsù £⎯ä. [™|¡ÎΣ s−öθsù È⎦÷⎫tGt⊥øO £⎯ßγn=sù sVè=èO tΒ x8ts? βÎuρ ôMtΡx. Zοy‰Ïm≡uρ yγn=sù ßóÁÏiΖ9 4 ϵ÷ƒuθtL{uρ Èe≅ä3Ï9 7‰Ïn≡uρ yϑåκ÷]ÏiΒ â¨ß‰¡9 £ϑÏΒ x8ts? βÎ tβx. …çµs9 Ósuρ 4 βÎsù óΟ©9 ⎯ä3tƒ …ã© Ósuρ ÿ…çµrOÍ‘uρuρ çνuθtr ϵÏiΒT|sù ß]è=›W9 4 βÎsù tβx. ÿ…ãs ×οuθ÷zΠϵÏiΒT|sù â¨ß‰¡9 4 .⎯ÏΒ Ï‰÷èt 7π§‹Ï¹uρ ©Å»θムpκÍ5 ÷ρr A⎦ø⎪yŠ 3 öΝä.äτtu™ öΝä.äτoΨöruρ Ÿω tβρâ‘ô‰s? öΝß㕃r Ütør öä3s9 YèøtΡ 4 ZπŸÒƒÌsù š∅ÏiΒ « 3 ¨βÎ © tβx. ¸ϑŠÎ=tã VϑŠÅ3ym ∩⊇⊇∪ Artinya: ”Allah mensyariatkan bagimu tentang pembagian pusaka untuk anak-anakmu. Yaitu : bahagian seorang anak lelaki sama dengan bagahian dua orang anak perempuan; dan jika anak itu semuanya perempuan lebih dari dua, Maka bagi mereka dua pertiga dari harta yang ditinggalkan; jika anak perempuan itu seorang saja, Maka ia memperoleh separo harta. dan untuk dua orang ibu-bapa, bagi masing-masingnya seperenam dari harta yang ditinggalkan, jika yang meninggal itu mempunyai anak; jika orang yang meninggal tidak mempunyai anak dan ia diwarisi oleh ibu-bapanya saja, Maka ibunya mendapat sepertiga; jika yang meninggal itu mempunyai beberapa saudara, Maka ibunya mendapat seperenam. Pembagian-pembagian tersebut di atas sesudah dipenuhi wasiat yang ia buat atau dan sesudah dibayar hutangnya. Tentang orang tuamu dan anak-anakmu, kamu tidak mengetahui siapa di antara mereka yang lebih dekat banyak manfaatnya bagimu. ini adalah ketetapan dari Allah. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana”.QS.al- Nisa’:411 Dalam ayat ini Allah menjelaskan tentang bagian anak pada permulaan ayat, yaitu bagian anak laki-laki sama dengan bagian dua orang anak perempuan, hal ini menunjukkan betapa pentingnya mendahulukan anak dalam perbagian harta pusaka dari orang tuanya sendiri. c QS. al-Nisa 4: 12 öΝà6s9uρ ßóÁÏΡ tΒ x8ts? öΝà6ã_≡uρø—r βÎ óΟ©9 ⎯ä3tƒ £⎯ßγ©9 Ósuρ 4 βÎsù tβŸ2 ∅ßγs9 Ósuρ ãΝà6n=sù ßìç”9 £ϑÏΒ z⎯ò2ts? 4 .⎯ÏΒ Ï‰÷èt 7π§‹Ï¹uρ š⎥⎫ϹθムyγÎ ÷ρr ⎥ø⎪yŠ 4 ∅ßγs9uρ ßìç”9 £ϑÏΒ óΟçFø.ts? βÎ öΝ©9 ⎯à6tƒ öΝä3©9 Ó‰s9uρ 4 βÎsù tβŸ2 öΝà6s9 Ósuρ £⎯ßγn=sù ß⎯ßϑ›V9 £ϑÏΒ Λä⎢ò2ts? 4 .⎯ÏiΒ Ï‰÷èt 7π§‹Ï¹uρ šχθß¹θè? yγÎ ÷ρr ⎦ø⎪yŠ 3 βÎuρ šχx. ×≅ã_u‘ ßu‘θム»s≈n=Ÿ2 Íρr ×οrtøΒ ÿ…ãsuρ îˆr ÷ρr ×M÷zé Èe≅ä3Î=sù 7‰Ïn≡uρ yϑßγ÷ΨÏiΒ â¨ß‰¡9 4 βÎsù þθçΡŸ2 usYò2r ⎯ÏΒ y7Ï9≡sŒ ôΜßγsù ♟2uà° ’Îû Ï]è=›W9 4 .⎯ÏΒ Ï‰÷èt 7π§‹Ï¹uρ 4©|»θムpκÍ5 ÷ρr A⎦ø⎪yŠ uöxî 9h‘ŸÒãΒ 4 Zπ§‹Ï¹uρ z⎯ÏiΒ « 3 ªuρ íΟŠÎ=tæ ÒΟŠÎ=ym ∩⊇⊄∪ Artinya: ”Dan bagimu suami-suami seperdua dari harta yang ditinggalkan oleh isteri-isterimu, jika mereka tidak mempunyai anak. jika isteri-isterimu itu mempunyai anak, Maka kamu mendapat seperempat dari harta yang ditinggalkannya sesudah dipenuhi wasiat yang mereka buat atau dan seduah dibayar hutangnya. Para isteri memperoleh seperempat harta yang kamu tinggalkan jika kamu tidak mempunyai anak. jika kamu mempunyai anak, Maka Para isteri memperoleh seperdelapan dari harta yang kamu tinggalkan sesudah dipenuhi wasiat yang kamu buat atau dan sesudah dibayar hutang-hutangmu. jika seseorang mati, baik laki-laki maupun perempuan yang tidak meninggalkan ayah dan tidak meninggalkan anak, tetapi mempunyai seorang saudara laki-laki seibu saja atau seorang saudara perempuan seibu saja, Maka bagi masing- masing dari kedua jenis saudara itu seperenam harta. tetapi jika saudara-saudara seibu itu lebih dari seorang, Maka mereka bersekutu dalam yang sepertiga itu, sesudah dipenuhi wasiat yang dibuat olehnya atau sesudah dibayar hutangnya dengan tidak memberi mudharat kepada ahli waris. Allah menetapkan yang demikian itu sebagai syariat yang benar-benar dari Allah, dan Allah Maha mengetahui lagi Maha Penyantun”.QS.al- Nisa’:412 Ayat 12 surah al- Nisa’ ini merupakan kelanjutan dari ayat 11 yang melengkapi penjelasan mengenai pembagian dari harta pusaka yang ditinggalkan oleh si pewaris kepada ahli warisnya. Sebenarnya, inti dari ayat- ayat kewarisan adalah ayat 11 dan 12 surah al- Nisa’ ini. Di sini diatur perolehan anak, ibu bapak, janda duda, dan saudara serta wasiat dan hutang. Adapun yang menjadi asbabun nuzul dari turunnya ayat 11 dan 12 ini adalah suatu kejadian yang dialami oleh Sa’ad bin Rabi’ dalam hubungan dengan perang Uhud, bulan Syawal tahun ke-3 Hijrah. Peristiwa ini diabadikan dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad, Abu Dawud dan al- Tirmidzy: dengan saya, bapak keduanya telah mati syahid ketika ikut berperang dengan engkau di medan Uhud. Paman keduanya saudara laki-laki kandung sa’ad mengambil harta bendanya warisan Sa’ad, tidak disisakannya sedikitpun juga, sedangkan keduanya tidak dapat dikawinkan kecuali mereka mempunyai harta. Lalu berkata Rasulullah: Allah akan memberi ketentuan mengenai hal ini. Maka turunlah ayat kewarisan QS.al-Nisa’4: 11-12. Rasul lalu mengirim utusan memanggil paman kedua anak perempuan itu. Sesudah menghadap, Rasul memerintahkan: berikan kepada kedua anak perempuan Sa’ad 23 harta peninggalan dan ibunya 18 harta pennggalan dan sisanya ambillah olehmu. Pembagian warisan ini menurut para sahabat merupakan pembagian warisan pertama dalam Islam. 13 2. Sunnah Nabi: Hadits Nabi Muhammad saw. yang mengatur kewarisan antara lain: a. Hadits dari Ibnu Abbas menurut riwayat al- Bukhari: Jawabannya adalah karena penyebutan tersebut merupakan penegasan yang menggantikan posisi anak perempuan. 15 b. Hadits Nabi dari Usamah bin Zaid menurut riwayat al-Bukhariy, Muslim, Abu dawud, al-Tirmiziy, dan Ibnu Majah: Artinya: ”Dan dari amr bin syuaib dari bapaknya dari kakeknya berkata: Rasulullah saw. bersabda: Tidak ada bagian dari harta warisan bagi seorang pembunuh.” HR. al- Nasa’iy dan Daruquthniy Kedua hadits di atas menjadi acuan bagi kita bahwa di antara penghalang seseorang mendapatkan harta warisan adalah kafir atau murtad dan pembunuh si mayit. Hal ini telah disepakati oleh jumhur ulama. d. Hadits Nabi dari Sa’ad bin Abi Waqqash menurut riwayat al-Bukhari: keluargamu berkecukupan lebih baik dari meninggalkannya berkekurangan, sampai-sampai meminta kepada orang.” HR. Bukhari Hadits ini menjadi dasar bahwasanya meninggalkan keturunan dalam keadaan berkecukupan itu lebih baik ketimbang meninggalkan keturunan dalam keadaan miskin, karena kalau seseorang sudah miskin artinya ia akan lemah, dan kebanyakan dari orang yang lemah itu dekat kepada kekafiran. Begitu pula sebaliknya orang yang berkecukupan akan menjadi kuat, dan Allah lebih menyukai umat-Nya yang kuat daripada yang lemah. e. Hadits Nabi dari Abu Hurairah menurut riwayat al-Bukhariy dan Muslim: f. Hadits Nabi dari Jabir bin Abdullah menurut riwayat Ibnu Majah: C. Rukun dan Syarat Waris 1. Rukun pusaka mempusakai itu ada tiga hal, yaitu a. Mauruts c. Tidak ada penghalang mawani’ul irtsi = dalam hukum Islam sendiri pun dapat dilihat dari berbagai segi, yaitu dari segi peralihan harta, dari segi jumlah harta yang beralih, dan dari segi kepada siapa harta itu beralih. 2. Asas Bilateral Asas bilateral berarti bahwa harta warisan beralih kepada atau melalui dua arah. Hal ini menunjukkan bahwa setiap orang menerima hak kewarisan dari kedua belah pihak garis kerabat, yaitu pihak kerabat garis keturunan laki- laki dan pihak kerabat garis keturunan perempuan. 3. Asas Individual Asas kewarisan secara individual mengandung makna bahwa harta warisan dapat dibagi-bagi untuk dimiliki secara perorangan. Masing-masing ahli waris menerima bagiannya secara tersendiri, tanpa terikat dengan ahli waris yang lain. Keseluruhan harta warisan dinyatakan dalam nilai tertentu yang mungkin dibagi-bagi; kemudian jumlah tersebut dibagikan kepada setiap ahli waris yang berhak menurut kadar bagian masing-masing. 4. Asas Keadilan Berimbang Dalam hubungannya dengan hak yang menyangkut materi, khususnya yang menyangkut dengan kewarisan, kata adil dapat diartikan sebagai berikut: keseimbangan antara hak dan kewajiban dan keseimbangan antara yang diperoleh dengan keperluan dan kegunaan. 5. Asas Semata Akibat Kematian Hukum Islam menetapkan bahwa peralihan harta seseorang kepada orang lain dengan menggunakan istilah kewarisan hanya berlaku setelah yang mempunyai harta meninggal dunia. Asas ini berarti bahwa harta seseorang tidak dapat beralih kepada orang lain dengan nama waris selama yang mempunyai harta masih hidup. Juga berarti bahwa segala bentuk peralihan harta seseorang yang masih hidup baik secara langsung, maupun terlaksana setelah dia mati, tidak termasuk ke dalam istilah kewarisan menurut hukum Islam. Dengan demikian hukum kewarisan Islam, hanya mengenal satu bentuk kewarisan yaitu kewarisan akibat kematian semata dan tidak mengenal kewarisan atas dasar wasiat yang dibuat pada waktu masih hidup, karena masalah wasiat diatur tersendiri dalam hukum kewarisan Islam. 25 E. Pengertian Persepsi 1 Pengertian Secara Etimologi Dalam kamus besar bahasa Indonesia arti dari kata persepsi adalah: 1. tanggapan penerimaan langsung dari suatu serapan, 2. proses seseorang mengetahui beberapa hal melalui panca inderanya. 26 Atau juga diartikan suatu proses yang didahului oleh penginderaan. Sedangkan penginderaan sendiri 25 Ibid. h.18 26 Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka, 2002. h.675. merupakan suatu proses diterimanya stimulus oleh individu melalui alat penerima yaitu alat indera. Namun, proses tersebut tidak berhenti di situ saja, pada umumnya stimulus tersebut diteruskan oleh syaraf ke otak sebagai pusat susunan syaraf, dan proses selanjutnya merupakan proses persepsi. 27 Dalam kamus standar dijelaskan bahwa persepsi dianggap sebagai sebuah pengaruh ataupun sebuah kesan oleh benda yang semata-mata menggunakan pengamatan penginderaan. 28 2 Pengertian Secara Terminologi Beberapa tokoh memiliki beberapa pengertian menganai persepsi, diantara tokoh itu adalah Moskowiz dan Orgel 1969 yang menyatakan bahwa persepsi itu merupakan proses yang integrated dari individu terhadap stimulus yang diterimanya. 29 Sedangkan menurut Gibson dan Donely 1994 menjelaskan bahwa persepsi adalah proses pemberian arti terhadap lingkungan oleh seorang individu. Ada pula Rakhmat Jalaludin 1998, yang menyatakan bahwa persepsi adalah pengalaman tentang objek, peristiwa, atau 27 Bimo Walgito, Psikologi Sosial; Suatu Pengantar, Yogyakarta: Andi, 2007, ed.revisi, h.53 28 Abdurrahman Shaleh, Muhbib Abdul Wahab, Psikologi Suatu Pengantar dalam Perspektif Islam , Jakarta: Kencana, 2004, h.88 29 Bimo Walgito, Psikologi Sosial; Suatu Pengantar, h.54 hubungan-hubungan yang diperoleh dengan menyimpulkan informasi dan menafsirkan pesan. 30 Sebenarnya masih banyak lagi tokoh yang mendefinisikan persepsi, namun penulis mengambil kesimpulan dari beberapa definisi di atas bahwa persepsi merupakan suatu proses bagaimana seseorang menyeleksi, mengatur dan menginterpretasikan masukan-masukan informasi dan pengalaman- pengalaman yang ada dan kemudian menafsirkannya untuk menciptakan keseluruhan gambaran yang berarti. F. Konsep Keadilan 2:1 Dalam Hukum Kewarisan Islam Salah satu asas dalam hukum kewarisan Islam adalah asas keadilan berimbang. Yang dimaksud dengan asas keadilan berimbang adalah keseimbangan antara hak dan kewajiban dan keseimbangan antara hak yang diperoleh dengan keperluan dan kegunaan. Dengan kata lain, dapat dikemukakan bahwa faktor jenis kelamin tidaklah menentukan dalam hak kewarisan kebalikan dari asas keseimbangan ini dijumpai dalam masyarakat yang menganut sistem garis keturunan patrilineal, yang ahli warisnya hanyalah keturunan laki-laki sajagaris kebapakan. 30 Setia Budi, Tinjauan Pustaka: Pengertian Persepsi, Artikel diakses pada tanggal 13 April 2010 dari http:www.damandiri.or.idfileSetiabudiipbtinjauanpustaka.pdf Dasar hukum asas ini dapat dijumpai antara lain dalam ketentuan al-Qur’an surat an- Nisa’ ayat 7, 11, 12, dan 176. 31 Syariat telah menentukan bagian anak perempuan dan bagian anak laki-laki, yaitu satu berbanding dua setengah bagian anak laki-laki. Pembagian ini bukan merupakan kezaliman, sebab pemberian warisan berbeda dengan pembagian kasih sayang yang menuntut kesamaan dalam pemberian. Tidak boleh berbuat zalim terhadap anak perempuan dengan tidak memberikan haknya dalam kedua pemberian kasih sayang dan harta waris, karena ia termasuk orang yang berhak atas kedua pemberian tersebut menurut ketetapan syara’ bahkan telah ditentukan pembagiannya, supaya ia menunaikan tanggung jawabnya dan menjaga kehormatannya dengan keridhaan Tuhannya yang maha suci. Kalau beberapa kenyataan dapat disimpulkan sejumlah faedah: bahwa anak perempuan setelah pernikahannya dan setelah melahirkan anak-anaknya, akan berubah persepsinya tentang hak miliknya dari harta warisan peninggalan ayahnya, dan berbeda dengan persepsi sebelumnya ketika ia masih bersama saudara- saudaranya di rumah keluarganya. Perlu diketahui bahwa anak perempuan dewasa yang mengetahui hakekat penggunaan nafkah tersebut dengan benar dan bijaksana adalah anak perempuan yang mampu menentukan sikap yang tepat dalam menghadapinya mampu mengambil tindakan yang bijaksana terhadap harta tersebut, yaitu jika ia menghendaki untuk 31 Kamil Musa, Anak Perempuan dalam Pandangan Islam, Jakarta: CV. Firdaus, 1994, h.121 memiliki harta ia akan mengambil haknya secara sempurna atau jika ia telah memandang situasi dan kondisi lain dari sudut-sudut kehidupan keluarganya maka ia akan bersikap toleran, yaitu dengan merelakannya tidak mengambilnya. 32 Demikianlah konsep keadilan yang ada dalam hukum kewarisan Islam, dari hal tersebut kita dapat melihat seperti apa gambaran keadilan yang terdapat dalam konsep pembagian warisan antara anak laki-laki dengan perempuan. 32 Ibid. h.121

BAB III GAMBARAN UMUM TENTANG AKTIVIS GENDER INDONESIA

A. Pengertian Gender 1. Definisi Gender Kata gender belum masuk dalam perbendaharaan Kamus Besar Bahasa Indonesia, tetapi istilah tersebut sudah lazim digunakan, khususnya di Kantor Menteri Negara Urusan Peranan Wanita dengan istilah jender. Jender diartikan sebagai interpretasi mental dan kultural terhadap perbedaan kelamin yakni laki-laki dan perempuan. Jender biasanya dipergunakan untuk menunjukkan pembagian kerja yang dianggap tepat bagi laki-laki dan perempuan 33 . Kata gender berasal dari bahasa Inggris berarti jenis kelamin. 34 Dalam Websters New World Dictionary, gender diartikan sebagai perbedaan yang tampak antara laki-laki dan perempuan dilihat dari segi nilai dan tingkah laku. 35 Di dalam Womens Studies Encyclopedia dijelaskan bahwa gender adalah suatu konsep kultural yang berupaya membuat pembedaan distinction dalam hal peran, perilaku, 33 Kantor Menteri Negara Urusan Peranan Wanita, Buku III: Pengantar Teknik Analisa Jender, 1992, h.3 34 John M. Echols dan Hassan Shadily, Kamus Inggris Indonesia, Jakarta: Gramedia, cet. XII, 1983, h. 265 35 The apparent disparity between man and women in values and behavior. Lihat Victoria neufeldt ed., Webster’s New World Dictionary, New York: Webster’s New World Clevenland, 1984, h.561 mentalitas, dan karakteristik emosional antara laki-laki dan perempuan yang berkembang dalam masyarakat. 36 Hilary M. Lips dalam bukunya yang terkenal Sex Gender: an Introduction mengartikan gender sebagai harapan-harapan budaya terhadap laki-laki dan perempuan cultural expectations for women and men. 37 Pendapat ini sejalan dengan pendapat kaum feminis, seperti Linda L. Lindsey yang menganggap semua ketetapan masyarakat perihal penentuan seseorang sebagai laki- laki atau perempuan adalah termasuk bidang kajian gender What a given society defines as masculine or feminin is a component of gender. 38 H. T. Wilson dalam Sex and Gender mengartikan gender sebagai suatu dasar untuk menentukan perbedaan sumbangan laki-laki dan perempuan pada kebudayaan dan kehidupan kolektif yang sebagai akibatnya mereka menjadi laki-laki dan perempuan. 39 Sejalan dengan perkataan Elaine showalter yang mengartikan gender lebih dari sekedar pembedaan laki-laki dan perempuan dilihat dari konstruksi sosial- 36 Helen Tierney ed., Women’s Studies Encyclopedia, Vol.1, New York: Green Wood Press, h.153 37 Hilary M. Lips, Sex and Gender: An Introduction, London: Mayfield Publishing Company, 1993, h.4 38 Linda L. Linsey, Gender Roles: a Sociological Perspective, New Jersey: Prentice Hall, 1990, h.2 39 “Gender is a basis for defining the different contributions that man and woman make to culture and collective life by dint of which they are as man and women”. Lihat H.T. Wilson, Sex and Gender, making cultural sense of civilization, Leiden New York, Kobenhavn, Koln: E.J. Brill, 1989, h.2 budaya, ia menerapkannya sebagai konsep analisis yang dapat digunakan untuk menjelaskan sesuatu. 40 Dari berbagai definisi di atas, dapat kita simpulkan bahwa gender adalah perbedaan antara laki-laki dan perempuan ditinjau dari perbedaan struktur sosial dan budaya di masyarakat. 2. Perbedaan Antara Sex dan Gender Istilah sex dalam kamus bahasa Indonesia juga berarti jenis kelamin lebih banyak berkonsentrasi kepada aspek biologi seseorang, meliputi perbedaan komposisi kimia dan hormon dalam tubuh, anatomi fisik, reproduksi, dan karakteristik biologis lainnya. Sedangkan gender lebih banyak berkonsentrasi kepada aspek sosial, budaya, psikologis, dan aspek-aspek non biologis lainnya. Kalau gender secara umum digunakan untuk mengidentifikasi perbedaan laki-laki dan perempuan dari segi sosial budaya, maka sex secara umum digunakan untuk mengidentifikasi perbedaan laki- laki dan perempuan dari segi anatomi biologi. 41 Studi gender lebih menekankan pada aspek maskulinitas masculinity atau feminitas femininity seseorang. Berbeda dengan studi sex yang lebih menekankan kepada aspek anatomi biologi dan komposisi kimia dalam tubuh laki-laki maleness 40 Nasaruddin Umar. Argumen Kesetaraan Gender Perspektif Al-Qur’an, Jakarta: Paramadina, 1999, h. 34. 41 Ibid. h.34 dan perempuan femaleness. Proses pertumbuhan anak child menjadi seorang laki- laki being a man atau menjadi seorang perempuan being a woman, lebih banyak digunakan istilah gender dari pada istilah sex. Istilah sex umumnya digunakan untuk merujuk kepada persoalan reproduksi dan aktivitas seksual love-making activities, selebihnya digunakan istilah gender. 42 Untuk lebih jelasnya, penulis akan membaginya ke dalam sebuah tabel sebagai berikut: Perbedaan Utama 43 Jenis kelamin sex Gender 1. Jenis kelamin bersifat alamiyah 2. Jenis kelamin bersifat biologis. Ia merujuk kepada perbedaan yang nyata dari alat kelamin dan perbedaan terkait dalam fungsi kelahiran 3. Jenis kelamin bersifat tetap, ia akan sama di mana saja 4. Jenis kelamin tidak bisa berubah 1. Gender bersifat sosial-budaya dan merupakan buatan manusia 2. Gender bersifat sosial-budaya dan merujuk kepada tanggung jawab, peran, pola perilaku, kualitas- kualitas, dan lain-lain yang bersifat maskulin dan feminin. 3. Gender bersifat tidak tetap, ia berubah dari waktu ke waktu, dari 42 Ibid. h.36. 43 Kamla Bhasin, Memahami Gender, Jakarta: Teplok Press, 2001 cet.I, h.4.