Analisa Pengaruh Perubahan Tilting Antena Sektoral BTS Secara Electrical Dan Mechanical Terhadap Perolehan Sinyal MS Dan Kualitas Layanan
TUGAS AKHIR
ANALISA PENGARUH PERUBAHAN TILTING ANTENA
SEKTORAL BTS SECARA ELECTRICAL DAN MECHANICAL
TERHADAP PEROLEHAN SINYAL MS DAN
KUALITAS LAYANAN
Oleh :
FAHMI MAHYUDDIN
060402020
DEPARTEMEN TEKNIK ELEKTRO
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
(2)
ANALISA PENGARUH PERUBAHAN TILTING ANTENA
SEKTORAL BTS SECARA ELECTRICAL DAN MECHANICAL
TERHADAP PEROLEHAN SINYAL MS DAN
KUALITAS LAYANAN
Oleh :
FAHMI MAHYUDDIN
060402020
Disetujui oleh:
Pembimbing,
RAHMAD FAUZI ST, MT
NIP. 196904241997021001
Diketahui oleh:
Ketua Departemen Teknik Elektro FT USU,
Ir.SURYA TARMIZI KASIM M.Si.
NIP. 195405311986011002
DEPARTEMEN TEKNIK ELEKTRO
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
(3)
ABSTRAK
Tilting antena adalah suatu pengaturan kemiringan antena yang berfungsi untuk menetapkan area yang akan menerima cakupan sinyal. Perencanaan tilting
antena sangat penting dilakukan untuk menghindari terjadinya pengarahan yang
salah dari antena sehingga memungkinkan untuk terjadinya pelemahan sinyal
kegagalan fungsi layanan.
Pada Tugas Akhir ini dilakukan pengukuran, pengujian serta menganalisa
perubahan tilting antena BTS terhadap penerimaan sinyal mobile station yang
berada pada jarak yang telah ditentukan. Hal ini ditujukan untuk perencanaan site
baru yang didirikan sebelum on air secara komersil. Dilakukan juga perbandingan
antara tilting secara electrical, mechanical dan penggabungan keduanya
Pengukuran dilakukan dengan menghitung jarak site baru yang akan di
Tilting dengan site tetangga yang akan menangani perpindahan penanganan (handover) MS. Pengambilan data dilakukan dengan melakukan drive test dengan
menggunakan software TEMS.
Dari pengujian diperoleh tilting secara electrical memberikan sebaran
sinyal yang merata dan jarak pancar yang lebih mendekati perhitungan
dibandingkan tilting secara mecanical. Perolehan sinyal tilting secara electrical
rata-rata mencapai -73dBm, mechanical -76 dbm, pengabungan electrical dan
mechanical mencapai -75dbm dan tanpa tilting -85. Tilting yang tidak sesuai juga
berdampak pada kegagalan fungsi layanan, serta penurunan kecepatan transfer
data, dimana perolehan rata-rata tilting secara electrical sebesar 360.38Kbps,
mechanical 316.57Kbps, penggabungan kedua tilting 318.04Kbps dan tanpa
(4)
KATA PENGANTAR
Segala puji syukur penulis haturkan kehadirat Allah S.W.T yang telah
memberikan kemampuan dan ketabahan dalam menghadapi segala cobaan,
halangan, dan rintangan dalam menyelesaikan Tugas Akhir ini, serta shalawat
beriring salam penulis hadiahkan kepada junjungan Nabi Muhammad S.A.W.
Tugas Akhir ini penulis persembahkan kepada yang teristimewa yaitu
ayahanda (Alm) dan ibunda, serta kakanda - kakanda tercinta yang merupakan
bagian dari hidup penulis yang senantiasa mendukung dan mendoakan dari sejak
penulis lahir hingga sekarang.
Tugas Akhir ini merupakan bagian dari kurikulum yang harus diselesaikan
untuk memenuhi persyaratan menyelesaikan pendidikan Sarjana Strata Satu di
Departemen Teknik Elektro, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara.
Adapun judul Tugas Akhir ini adalah:
ANALISA PENGARUH PERUBAHAN TILTING ANTENA SEKTORAL BTS SECARA ELECTRICAL DAN MECHANICAL TERHADAP
PEROLEHAN SINYAL MS DAN KUALITAS LAYANAN
Selama penulis menjalani pendidikan di kampus hingga diselesaikannya
Tugas Akhir ini, penulis banyak menerima bantuan, bimbingan, dan dukungan
dari berbagai pihak. Untuk itu dalam kesempatan ini penulis ingin mengucapkan
terima kasih kepada:
1. Bapak Rahmad Fauzi ST,MT selaku dosen Pembimbing Tugas Akhir, atas
(5)
2. Bapak (Alm) Ir, Thalib Pasaribu, selaku Penasehat Akademis penulis, atas
bimbingan dan arahannya dalam menyelesaikan perkuliahan selama ini.
3. Bapak Ir. SURYA TARMIZI KASIM MSi dan Bapak Rachmad Fauzi ST,
MT selaku Ketua dan Sekretaris Departemen Teknik Elektro Fakultas
Teknik Universitas Sumatera Utara.
4. Bapak (alm) dan Ibuku tercinta yang selalu memberikan dukungan materi
dan doa yang tulus, serta wejangan yang bermanfaat kepada penulis,
meski tanpa diminta. Bapak yang selagi masih ada di dunia
mengajarkanku mengenai arti kesungguhan dan ketekunan. Ibu yang selalu
mengingatkan aku akan Tuhan, untuk selalu berdoa dan beribadah agar
diberi keberkahan, kemudahan dan keselamatan dalam menjalani hidup di
dunia, juga untuk bekal akhirat.
5. Abang, kakak dan adikku tersayang Reza, Razi, Harmainy, dan juga
Ricky. Teimakasih atas perhatian dan doanya.
6. Seluruh staf pengajar yang telah memberi bekal ilmu kepada penulis dan
seluruh pegawai Departemen Teknik Elektro, Fakultas Teknik, Universitas
Sumatera Utara atas segala bantuannya.
7. Keluarga Besar Laboratorium Rangkaian listrik FT USU: Ibu’ Winda,
Bang Toyo’, B’ Ardi, Alfisyahrin, Muhammad Syukur, Dian ratih utami,
saya ucapkan terima kasih
8. Sahabat-sahabat terbaik di Elektro: Agung, Jemy, Demon, Ibenk, Inah,
Azhary, Faisal, Alfisyahrin, Taufik, Qbar, Ijonk, Wanqu dan segenap
(6)
9. Senior dan junior yang telah membantu : B’harry, B’Ardi, B’Faisal, Pay,
Tondy, Siska, Dian, Aulia, Indra, serta semua senior dan junior yang telah
membantu selama proses penulisan Tugas Akhir ini.
10. Keluarga Besar Ikatan Mahasiswa Teknik Elektro : Fransiskus, Boja,
Effandi, Topan, Folda, Jhon, dan semua pengurus IMTE 2009 – 2010 yang
telah memberikan banyak waktu dan keleluasaan pada penulis untuk dapat
menyelesikan Tugas Akhir ini.
11. Terima kasih kepada N & A Family, K’ Nona, Bang Azlan, Puji, Rani,
Dina, Deby dan Keluarga besar lainnya N & A Family. Terimakasih untuk
supportnya selama ini. Terimakasih atas waktu yang luas.
12. Semua pihak yang tidak sempat penulis sebutkan satu per satu.
Penulis menyadari bahwa Tugas Akhir ini masih banyak kekurangan baik
dari segi materi maupun penyajiannya. Oleh karena itu saran dan kritik dengan
tujuan menyempurnakan dan mengembangkan kajian dalam bidang ini sangat
penulis harapkan.
Akhir kata penulis berserah diri pada Allah SWT, semoga Tugas Akhir ini
bermanfaat bagi pembaca sekalian terutama bagi penulis sendiri.
Medan, Juni 2011
Penulis
Fahmi Mahyuddin
(7)
DAFTAR ISI
ABSTRAK ... i
KATA PENGANTAR ... ii
DAFTAR ISI ... v
DAFTAR GAMBAR ... viii
DAFTAR TABEL ... xi
DAFTAR ISTILAH ... xii
I. PENDAHULUAN ... 1
1.1 Latar Belakang Masalah ... 1
1.2 Perumusan Masalah ... 2
1.3 Tujuan Penulisan ... 2
1.4 Batasan Masalah ... 3
1.5 Metode Penulisan ... 3
1.6 Sistematika Penulisan ... 3
II. TEORI DASAR ANTENA DAN KOMUNIKASI SELULAR ... 6
2.1 Pengertian Antena... 5
2.2 Gelombang Elektromagnetik... 6
2.3 Parameter – Parameter Antena ... 6
2.3.1 Direktivitas Antena ... 7
2.3.2 Gain Antena ... 7
2.3.3 Pola Radiasi Antena ... 9
2.3.4 Polarisasi Antena ... 11
(8)
2.3.6 Bandwidth Antena ... 15
2.4 Antena Sektoral ... 16
2.5 Sistem Komunikasi Selular ... 18
2.5.1 Defenisi Komunikasi Selular ... 18
2.5.2 Sistem GSM ... 22
2.5.3 Arsitektur Jaringan GSM... 23
2.5.4 Konsep dasar Jaringan WCDMA-UMTS………. .. 27
2.5.4.1 UE (User Equipment) ... 29
2.5.4.2 UTRAN (UMTS Terresterial Radio Acces Network 29 2.5.4.3 CN (Core Network) ... 30
2.5.5 Konsep Selular ... 32
2.5.6 Sektorisasi Antena ... 35
2.6 Handover ... 36
2.6.1 Jenis Handover Pada Sistem WCDMA ... 37
III. TILTING ANTENA SEKTORAL... 26
3.1 Umum ... 39
3.2 Tilting Antena... 39
3.3 Jenis Tilting Antena ... 39
3.4 Perbandingan Electrical Tilt dan Mechanical Tilt ... 41
3.5 Pengaturan Tilt Antena Sektoral BTS ... 43
3.6 Parameter-parameter Dalam melakukan Tilt Antena Sektoral ... 44
3.6.1 Tahap-tahap melakukan perubahan tilting secara mekanikal ... 45
(9)
3.6.2 Tahap-tahap melakukan perubahan tilting secara
elektrikal ... 46
3.7 TEMS Investigation ... 47
3.8 Drive Test dengan TEMS Investigation 8 ... 50
3.8.1 Koneksi Tool ... 50
3.8.2 Parameter Pengamatan ... 51
3.8.3 Drive Test ... 52
3.8.4 Logfile Preview ... 54
3.8.5 Reporting ... 54
3.9 Analisa Jaringan dengan TEMS Investigation 8 ... 56
3.9.1 Tems Even ... 57
3.9.2 Signaling ... 60
IV. PENGUJIAN TILTING ANTENA SEKTORAL ... 61
4.1 Umum ... 61
4.2 Persiapan Pengujian dan Pengamatan ... 61
4.3 Perhitungan Tilting ... 63
4.4 Tilting Secara Elektric ... 66
4.5 Tilting Secara Mekanikal ... 67
4.6 Penggabungan Tilting Secara Mekanikal dan Elektrikal... 68
4.7 Pengujian Parameter ... 68
4.7.1 Pengujian Kuat Sinyal dan Ec/No ... 69
4.7.2 Pengujian Titik SoftHandover ... 75
4.7.3 Call setup sucses rate (CSSR) voice dan video call ... 77
(10)
V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 80 5.1 Kesimpulan ... 80
5.2 Saran ... 80
(11)
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Antena Sebagai Pengirim dan Penerima ... 6
Gambar 2.2 Bentuk Pola Radiasi Antena Unidirectional ... 10
Gambar 2.3 Bentuk Pola Radiasi Antena Omnidirectional ... 10
Gambar 2.4 Polarisasi Antena ... 11
Gambar 2.5 Polarisasi Vertikal ... 12
Gambar 2.6 Polarisasi Horizontal ... 12
Gambar 2.7 Polarisasi Circular ... 13
Gambar 2.8 Polarisasi Cross ... 14
Gambar 2.9 Beamwidth Antena ... 15
Gambar 2.10 Bandwidth Antena ... 15
Gambar 2.11 Antena Sektoral ... 17
Gambar 2.12 Polaradiasi Antena Omnisektoral ... 18
Gambar 2.13 Konsep Sel... 19
Gambar 2.14 Komunikasi Sistem Selular Konvensional ... 20
Gambar 2.15 Setiap Sel dengan BS Terhubung ke BSC ... 21
Gambar 2.16 Integrasi Jaringan GSM dan Jaringan Lain ... 24
Gambar 2.17 Arsitektur Jaringan 3G WCDMA-UMTS ... 28
Gambar 2.18 Perbandingan Heksagonal dan Lingkaran ... 33
Gambar 2.19 Bentuk Sel Sebenarnya ... 33
Gambar 2.20 Jenis Antena ... 34
Gambar 2.21 Konfigurasi Site ... 34
(12)
Gambar 3.1 Downtilt ... 37
Gambar 3.2 Uptilt ... 37
Gambar 3.3 Mechanical Tilting ... 41
Gambar 3.4 Electrical Tilting ... 41
Gambar 3.5 Bentuk Pola Radiasi Horizontal Electrical Tilt dan Mechanical Tilt ... 42
Gambar 3.6 Perubahan Orientasi antena Dengan Sistem Downtilting Antena ... 43
Gambar 3.7 Perhitungan Jarak Antena Sektoral ... 44
Gambar 3.8 Suunto ... 45
Gambar 3.9 Sudut Tilt Sebelum dan Sesudah Dilakukan Secara Mechanical ... 46
Gambar 3.10 Sudut Tilt Sebelum dan Sesudah Dilakukan Secara Electrical ... 46
Gambar 3.11 Tampilan Software TEMS Investigation 8 ... 47
Gambar 3.12 Konfigurasi Peralatan... 50
Gambar 3.13 Koneksi TEMS ... 51
Gambar 3.14 Pemasukan blok WCDMA Serving/Active set + Neighbours . 51 Gambar 3.15 WCDMA Serving/Active Set + Neighbours ... 52
Gambar 3.16 Blok Serving Ketika Drive Test Dilakukan ... 52
Gambar 3.17 Replay Logfile TEMS Icon ... 54
Gambar 3.18 Export Logfile ... 55
Gambar 3.19 Map Info dan MCOM ... 56
(13)
Gambar 3.21 Dua Scrambling code Memegang Komunikasi (AS) ... 58
Gambar 3.22 SHO Removal Ketika SC Beralih Tanganan ... 59
Gambar 3.23 Even Pada Transfer Data ... 59
Gambar 3.24 Layer 3 Mesagge pada Tems ... 60
Gambar 4.1 Map Cluster Medan Urban 03 ... 62
Gambar 4.2 Coverage Antena Sector 2 ... 63
Gambar 4.3 Pengukuran Jarak Antar BTS ... 64
Gambar 4.4 Eletrical Dan Mekanikal Tilt Sebelum Dilakukan Perubahan ... 66
Gambar 4.5 Elektrikal Tilt Setelah Dirubah. ... 66
Gambar 4.6 Mecanical Tilting Sesudah Di Tilting ... 67
Gambar 4.7 Penggabungan Tilting dengan Mengubah Elektrikal dan Mekanikal tilting... 68
Gambar 4.8 Screen Shoot Pengambilan Data Kuat Sinyal dan Ec/No dengan Software Terms ... 69
Gambar 4.9 Perolehan Kuat Sinyal Pada Mobile Station pada Tilting 0 ... 70
Gambar 4.10 EcNo Pada Mobile Station Pada Tilting 0 ... 70
Gambar 4.11 Perolehan Kuat Sinyal Pada Mobile Station pada Electrical Tilting 20... 71
Gambar 4.12 EcNo Pada Mobile Station Pada Electrical Tilting 20 ... 71
Gambar 4.13 Perolehan Kuat Sinyal Pada Mobile Station pada mecanical Tilting 20... 72
(14)
Gambar 4.15 Perolehan Kuat Sinyal Pada Mobile Station pada Tilt 20
dengan penggabungan electrical dan mecanical tilt………73
Gambar 4.16 EcNo Pada Mobile Station Pada Tilt 20 dengan penggabungan electrical dan mecanical tilt………. 73
(15)
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Perbandingan Sistem Konvensional dan Selular ... 22
Tabel 4.1 Data BTS ... 63
Tabel 4.2 Nilai Rata-Rata Penerimaan Sinyal dan Ec/No MS1 ... 74
Tabel 4.3 Jarak Terjadinya Soft Handover ... 75
Tabel 4.4 Statistik Voice Call ... 76
Tabel 4.4 Statistik Video Call ... 77
(16)
DAFTAR ISTILAH
AS = Active Set (untuk menandakan komunikasi sedang dibangun)
CDMA = Code Division Multiple Access CSSR = Call Setup Ratio
EC/NO = Signal to Noise Ratio (sebuah perbandingan sinyal terhadap noise)
GOS = Grade of Service (Ukuran keberhasilan seorang pelanggan dalam mengakses jaringan untuk menyelesaikan sebuah panggilan)
FDMA = Frequency Division Multiple Access GPS = Global Positioning System
GSM = Global System for Mobile Communication GPRS = General Packet Radio System
HLR = Home Location Register MS = Mobile Station
MSC = Mobile Station Centre/ Mobile Switching Center ME = Mobile Equipment (merupakan perangkat GSM yang
berada di sisi pengguna atau pelanggan yang berfungsi sebagai terminal transceiver)
OMC = Operator Maintenance Center P2MP = Point-to-Multi-Point
(17)
PSK = Phase Shift Keying
QPSK = Quadrate Phase Shift Keying
SIM = Subcriber Identity Module (adalah sebuah kartu pintar seukuran prangko yang di taruh di telepon genggam yang menyimpan kunci pengenal jasa telekomunikasi)
SC = Scrambling Code (kode Acak) TDMA = Time Division Multiple Acces
(18)
ABSTRAK
Tilting antena adalah suatu pengaturan kemiringan antena yang berfungsi untuk menetapkan area yang akan menerima cakupan sinyal. Perencanaan tilting
antena sangat penting dilakukan untuk menghindari terjadinya pengarahan yang
salah dari antena sehingga memungkinkan untuk terjadinya pelemahan sinyal
kegagalan fungsi layanan.
Pada Tugas Akhir ini dilakukan pengukuran, pengujian serta menganalisa
perubahan tilting antena BTS terhadap penerimaan sinyal mobile station yang
berada pada jarak yang telah ditentukan. Hal ini ditujukan untuk perencanaan site
baru yang didirikan sebelum on air secara komersil. Dilakukan juga perbandingan
antara tilting secara electrical, mechanical dan penggabungan keduanya
Pengukuran dilakukan dengan menghitung jarak site baru yang akan di
Tilting dengan site tetangga yang akan menangani perpindahan penanganan (handover) MS. Pengambilan data dilakukan dengan melakukan drive test dengan
menggunakan software TEMS.
Dari pengujian diperoleh tilting secara electrical memberikan sebaran
sinyal yang merata dan jarak pancar yang lebih mendekati perhitungan
dibandingkan tilting secara mecanical. Perolehan sinyal tilting secara electrical
rata-rata mencapai -73dBm, mechanical -76 dbm, pengabungan electrical dan
mechanical mencapai -75dbm dan tanpa tilting -85. Tilting yang tidak sesuai juga
berdampak pada kegagalan fungsi layanan, serta penurunan kecepatan transfer
data, dimana perolehan rata-rata tilting secara electrical sebesar 360.38Kbps,
mechanical 316.57Kbps, penggabungan kedua tilting 318.04Kbps dan tanpa
(19)
BAB I
PENDAHULUAN
I.1. Latar Belakang Masalah
Semakin luasnya penggunaan handphone menuntut provider
telekomunikasi menyediakan jaringan yang luas. Berbagai upaya dilakukan baik
dengan mendirikan site baru ataupun melakukan optimasi dengan menambah
kapasitas dari site. Semakin banyaknya site yang didirikan memerlukan
perencanaan yang matang agar coverage yang di cakup site memberikan hasil
maksimal baik dalam segi pelayanaan maupun efisiensi kanal yang digunakan
pengguna. Oleh karena itu perencanaan Tilting antena sangat penting dilakukan
untuk menentukan coverage dari suatu site.
Perencanaan tilting antena yang tepat akan memberikan optimasi yang
baik. Sebaliknya, kesalahan Tilting akan mengakibatkan site tidak berfungsi
sebagaimana mestinya. Kegagalan panggilan, blank spot, ataupun handover yang
tidak berjalan secara sempurna sangat mungkin terjadi sehingga provider akan
mengalami kerugian yang cukup besar.
Oleh karena itu, perencanaan Tilting antena ini dilakukan untuk
mengoptimalkan kinerja dari suatu site. Perencanaan dilakukan dengan melihat
karakteristik beam antena yang digunakan, melakukan perhitungan jarak, serta
menganalisa area optimum untuk pengarahan sinyal. Kemudian menetapkan
Tilting yang sesuai untuk site tersebut dan menguji dengan melakukan drive test dengan mobile station pada area cakupan yang di cover.
(20)
I.2. Perumusan masalah
Yang menjadi rumusan masalah pada Tugas Akhir ini adalah:
1. Bagaimana pengaturan tilting antena sektoral
2. Bagaimana perencanaan tilting antena untuk mendapatkan perolehan
sinyal yg maksimal pada area tertentu
3. Bagaimana menganalisa penetapan titik handover dari suatu cel
dengan merubah tilting antena
I.3. Tujuan dan Manfaat penulisan
Adapun tujuan penulisan Tugas Akhir ini adalah :
1. Untuk mengamati perubahan (error) tilting antena terhadap perolehan
sinyal MS
2. Untuk menentukan area yg dapat di cakup oleh BTS
3. Untuk menentukan dimana titik handover seharusnya terjadi
Adapun manfaat penulisan tugas akhir ini adalah :
Dapat merealisasikan teori yang didapat mengenai antena dan agar
dapat merencanakan perencanaan jaringan telekomunikasi pada sisi BTS.
Sedangkan bagi para pembaca, diharapkan semoga Tugas Akhir ini dapat
menjadi sumbangan dalam memperkaya pengetahuan dan memberikan
kesempatan untuk mempelajarinya lebih lanjut.
I.4. Batasan Masalah
Untuk menghindari pembahasan yang meluas maka penulis akan
(21)
1. Hanya membahas mechanical tilting dan electrical tilting
2. Hanya membahas downtilt antena
3. Tipe antena yg di gunakan adalah antena katherine
I.5. Metode Penulisan
Metode penulisan yg di gunakan oleh penulis dalam penulisan tugas akhir
ini adalah :
1. Studi Literatur, yaitu berupa studi kepustakaan dan kajian dari
buku-buku dan jurnal-jurnal pendukung, baik dalam bentuk hardcopy dan
softcopy.
2. Melakukan pengujian langsung di lapangan
3. Mengumpul data
4. Menganalisa dan menyimpulkan dari hasil yg di peroleh
I.6. Sistematika Penulisan
Tugas akhir ini disusun berdasarkan sistematika penulisan sebagai berikut
: BAB I. PENDAHULUAN
Bab ini menguraikan tentang latar belakang, perumusan
masalah, tujuan dan manfaat penulisan, batasan masalah,
metodologi penulisan, serta sistematika penulisan.
BAB II. TEORI DASAR ANTENA DAN KOMUNIKASI SELULAR Bab ini berisi penjelasan tentang teori dasar antena secara umum
(22)
BAB III. TILTING ANTENA DAN TEMS INVESTIGATION
Bab ini berisi pengertian tentang tilting antena dan bagaimana
metode-metode melakukan tilting antena dan uraian mengenai
software pengujian
BAB IV. PENGUKURAN DAN ANALISA
Bab ini berisi tentang pengukuran tilting antena dan
pengambilan data perolehan sinyal dari mobile station. Adapun
tilting yg dilakukan adalah tilting secara mekanik dan elektrikal
BAB V. PENUTUP
Berisi kesimpulan dan saran dari hasil
(23)
BAB II
TEORI DASAR ANTENA DAN KOMUNIKASI SELULAR
2.1 Pengertian Antena
Dalam sejarah komunikasi, perkembangan teknik informasi tanpa
menggunakan kabel ditetapkan dengan nama antena. Antena berasal dari bahasa
latin ”antena” yang berarti tiang kapal layar. Dalam pengertian sederhana kata
latin ini berarti juga “penyentuh atau peraba” sehingga kalau dihubungkan dengan
teknik komunikasi berarti bahwa antena mempunyai tugas menyelusuri jejak
gelombang elektromagnetik, hal ini jika antena berfungsi sebagai penerima.
Sedangkan jika sebagai pemancar maka tugas antena tersebut adalah
menghasilkan sinyal gelombang elektromagnetik.
Antena dapat juga didefinisikan sebagai sebuah atau sekelompok
konduktor yang digunakan untuk memancarkan atau meneruskan gelombang
elektromagnetik menuju ruang bebas atau menangkap gelombang elektromegnetik
dari ruang bebas. Energi listrik dari pemancar dikonversi menjadi gelombang
elektromagnetik dan oleh sebuah antena yang kemudian gelombang tersebut
dipancarkan menuju udara bebas. Pada penerima akhir gelombang
elektromagnetik dikonversi menjadi energi listrik dengan menggunakan antena.
(24)
Gambar 2.1 Antena Sebagai Pengirim dan Penerima
2.2 Gelombang Elektromagnet
Gelombang elektromagnet adalah gelombang yang mempunyai sifat listrik
dan sifat magnet secara bersamaan. Gelombang radio merupakan bagian dari
gelombang elektromagnetik pada spectrum frekuensi radio.
Gelombang dikarakteristikkan oleh panjang gelombang dan frekuensi.
Panjang gelombang (λ) memiliki hubungan dengan frekuensi (ƒ) dan kecepatan (ν) yang ditunjukkan pada Persamaan 2.1 :[1]
(2.1)
Kecepatan (ν) bergantung pada medium. Ketika medium rambat adalah hampa
udara (free space), maka :
v = c = 3 x 108 m/s (2.2)
2.3 Parameter – Parameter Antena
Parameter-parameter antenna digunakan untuk menguji atau mengukur
(25)
antenna yang sering digunakan yaitu direktivitas antena, gain antena, pola radiasi
antena, polarisasi antena, beamwidth antena dan bandwidth antenna.
2.3.1 Direktivitas Antena
Directivity dari sebuah antena atau deretan antena diukur pada kemampuan yang dimiliki antena untuk memusatkan energi dalam satu atau lebih ke arah
khusus. Antena dapat juga ditentukan pengarahanya tergantung dari pola
radiasinya. Dalam sebuah array propagasi akan diberikan jumlah energi,
gelombang radiasi akan dibawa ketempat dalam suatu arah. Elemen dalam array
dapat diatur sehingga akan mengakibatkan perubahan pola atau distribusi energi
lebih yang memungkinkan ke semua arah (omnidirectional). Suatu hal yang tidak
sesuai juga memungkinkan. Elemen dapat diatur sehingga radiasi energi dapat
dipusatkan dalam satu arah (unidirectional).
Direktivitas antena merupakan perbandingan kerapatan daya maksimum
dengan kerapatan daya rata-rata. Maka dapat dituliskan pada persamaan :[1]
(2.3)
2.3.2 Gain Antena
Gain (directive gain) adalah karakter antena yang terkait dengan kemampuan antena mengarahkan
arah tertentu. Gain bukanlah kuantitas yang dapat diukur dalam satuan fisis pada
umumnya seperti watt, ohm, atau lainnya, melainkan suatu bentuk perbandingan.
(26)
Gain dari sebuah antenna adalah kualitas nyala yang besarnya lebih kecil daripada penguatan antena tersebut yang dapat dinyatakan dengan :[2]
Gain = G = k. D (2.4)
Dimana :
k = efisiensi antenna, 0 ≤ k ≤1
Gain antena dapat diperoleh dengan mengukur power pada main lobe dan membandingkan powernya dengan power pada antena referensi. Gain antena
diukur dalam desibel, bisa dalam dBi ataupun dBd. Jika antena referensi adalah
sebuah dipole, antena diukur dalam dBd. “d” di sini mewakili dipole, jadi gain
antena diukur relative terhadap sebuah antena dipole. Jika antena referensi adalah
sebuah isotropic, jadi gain antena diukur relatif terhadap sebuah antena
isotropic.[3]
Gain dapat dihitung dengan membandingkan kerapatan daya maksimum antena yang diukur dengan antena referensi yang diketahui gainnya. Maka dapat
dituliskan pada Persamaan ;[3]
(2.5)
Atau jika dihitung dalam nilai logaritmik dirumuskan oleh Persamaan 2.6.
Gt (dB) = (Pt(dBm) – Ps(dBm)) + Gs(dB) (2.6)
Dimana :
Gt = Gain total antena.
Pt = Nilai level sinyal maksimum yang diterima antena terukur (dBm). Ps = Nilai level sinyal maksimum yang diterima antena referensi (dBm). Gs = Gain antena referensi.
(27)
Decibel (dB) merupakan satuan gain antena. Decibel adalah perbandingan dua hal. Decibel ditetapkan dengan dua cara, yaitu :[4]
a. Ketika mengacu pada pengukuran daya.
(2.7)
b. Ketika mengacu pada pengukuran tegangan.
(2.8)
2.3.3 Pola Radiasi Antena
Pola radiasi antena atau pola antena didefinisikan sebagai fungsi
matematik atau representasi grafik dari sifat radiasi antena sebagai fungsi dari
koordinat. Di sebagian besar kasus, pola radiasi ditentukan di luasan wilayah dan
direpresentasikan sebagai fungsi dari koordinat directional.[5] Pola radiasi antena
adalah plot 3-dimensi distribusi sinyal yang dipancarkan oleh sebuah antena, atau
plot 3-dimensi tingkat penerimaan
Pola radiasi antena menjelaskan bagaimana antena meradiasikan energi ke
ruang bebas atau bagaimana antena menerima energi.
a. Pola Radiasi Antena Unidirectional
Antena unidirectional mempunyai pola radiasi yang terarah dan dapat
menjangkau jarak yang relative jauh. Gambar 2.2 merupakan gambaran secara
(28)
Gambar 2.2 Bentuk Pola Radiasi Antena Unidirectional
b. Pola Radiasi Antena Omnidirectional
Antena omnidirectional mempunyai pola radiasi yang digambarkan seperti
bentuk kue donat (doughnut) dengan pusat berimpit. Antena Omnidirectional
pada umumnya mempunyai pola radiasi 3600 jika dilihat pada bidang medan magnetnya. Gambar 2.3 merupakan gambaran secara umum bentuk pancaran yang
dihasilkan oleh antena omnidirectional.
Gambar 2.3 Bentuk Pola Radiasi Antena Omnidirectional
2.3.4 Polarisasi Antena
Polarisasi antena merupakan orientasi perambatan radiasi gelombang
(29)
terhadap permukaan bumi sebagai referensi lain. Energi yang berasal dari antena
yang dipancarkan dalam bentuk sphere, dimana bagian kecil dari sphere disebut
dengan wave front. Pada umumnya semua titik pada gelombang depan sama
dengan jarak antara antena. Selanjutnya dari antena tersebut, gelombang akan
membentuk kurva yang kecil atau mendekati. Dengan mempertimbangkan jarak,
right angle ke arah dimana gelombang tersebut dipancarkan, maka polarisasi dapat digambarkan sebagaimana Gambar 2.4.[6]
Gambar 2.4 Polarisasi Antena
Ada empat macam polarisasi antena yaitu polarisasi vertikal, polarisasi
horizontal, polarisasi circular, dan polarisasi cross.[3]
a. Polarisasi Vertikal
Radiasi gelombang elektromagnetik dibangkitkan oleh medan magnetik
dan gaya listrik yang selalu berada di sudut kanan. Kebanyakan gelombang
elektromagnetik dalam ruang bebas dapat dikatakan berpolarisasi linier. Arah dari
polarisasi searah dengan vektor listrik. Bahwa polarisasi tersebut adalah vertikal
jika garis medan listrik yang disebut dengan garis E berupa garis vertikal maka
gelombang dapat dikatakan sebagai polarisasi vertikal. Gambar 2.5 menunjukkan
(30)
Gambar 2.5 Polarisasi Vertikal
b. Polarisasi Horizontal
Antena dikatakan berpolarisasi horizontal jika elemen antena horizontal
terhadap permukaan tanah. Polarisasi horizontal digunakan pada beberapa
jaringan wireless. Gambar 2.6 menunjukkan polarisasi horizontal.
Gambar 2.6 Polarisasi Horizontal
c. Polarisasi Circular
Polarisasi circular pernah digunakan pada beberapa jaringan wireless.
Dengan antena berpolarisasi circular, medan electromagnet berputar secara
(31)
e
Gambar 2.7 Polarisasi Circular
Ada dua jenis turunan pada antena polarisasi circular berdasarkan cara
membuatnya yaitu left hand circular dan right hand circular. Medan
elektromagnetik pada right hand circular berputar searah jarum jam ketika
meninggalkan antena. Medan elektromagnetik pada left hand circular berputar
berlawanan arah jarum jam ketika meninggalkan antena.
d. Polarisasi Cross
Polarisasi cross terjadi ketika antena pemancar mempunyai polarisasi
horizontal, sedangkan antena penerima mempunyai polarisasi vertikal atau
sebalikanya. Gambar 2.8 menunjukkan polarisasi cross.
(32)
2.3.5 Beamwidth Antena
Beamwidth Adalah besarnya sudut berkas pancaran gelombang frekuensi radio utama (main lobe) yang dihitung pada titik 3 dB menurun dari puncak lobe
utama. Besarnya beamwidth adalah sebagai berikut :[6]
derajat d f B . 1 , 21
= (2.9) Dimana :
B = 3 dB beamwidth (derajat)
= frekuensi (GHz)
d = diameter antena (m)
Apabila beamwidth mengacu kepada perolehan pola radiasi, maka
beamwidth dapat dirumuskan sebagai :
β =θ2 – θ1 (2.10) Gambar 2.9 menunjukkan tiga daerah pancaran yaitu lobe utama (main
lobe,nomor 1), lobe sisi samping (side lobe, nomor dua), dan lobe sisi belakang (back lobe, nomor 3). Half Power Beamwidth ( HPBW) adalah daerah sudut yang
dibatasi oleh titiktitik ½ daya atau -3 dB atau 0.707 dari medan maksimum pada
lobe utama. First Null Beamwidth (FNBW) adalah besar sudut bidang diantara
dua arah pada main lobe yang intensitas radiasinya nol.
(33)
2.3.6 Bandwidth Antena
Pemakaian sebuah antena dalam sistem pemancar atau penerima selalu
dibatasi oleh daerah frekuensi kerjanya. Pada range frekuensi kerja tersebut
antena dituntut harus dapat bekerja dengan efektif agar dapat menerima atau
memancarkan gelombang pada band frekuensi tertentu seperti ditunjukkan pada
Gambar 2.10.
Gambar 2.10 Bandwidth Antena
Daerah frekuensi kerja dimana antena masih dapat bekerja dengan baik
dinamakan bandwidth antena . Misalnya sebuah antena bekerja pada frekuensi
tengah sebesar fC, namun ia juga masih dapat bekerja dengan baik pada frekuensi f1 (di bawah fC) sampai dengan f2 (di atas fC), maka bandwidth antena tersebut adalah :[7]
% 2 1x100%
fc f f
BW = − (2.11)
Bandwidth yang dinyatakan dalam persen seperti ini biasanya digunakan untuk menyatakan bandwidth antena yang memiliki band sempit (narrow band).
(34)
Sedangkan untuk band yang lebar (broad band) biasanya digunakan definisi rasio
antara batas frekuensi atas dengan frekuensi bawah. [7]
2.4. Antena Sektoral
Antenna Sektoral kadang kala di sebut dengan Antenna Patch Panel pada
dasarnya tidak berbeda jauh dengan antenna omni. Biasanya digunakan untuk
Access Point bagi sambungan Point-to-Multi-Point (P2MP). Umumnya antenna
sektoral mempunyai polarisasi vertikal, beberapa diantaranya juga mempunyai
polarisasi horizontal.
Antenna sektoral umumnya mempunyai penguatan lebih tinggi dari
antenna omni sekitar 10-19 dBi. Sangat baik untuk memberikan servis di daerah
dalam jarak 6-8 km. Tingginya penguatan pada antenna sektoral biasanya di
kompensasi dengan lebar pola radiasi yang sempit 45-180 derajat. Jelas daerah
yang dapat di servis menjadi lebih sempit, dan ini sangat menguntungkan.
Secara umum radiasi antenna lebih banyak ke muka antenna, tidak banyak
radiasi di belakang antenna sektoral. Radiasi potongan vertikal tidak berbeda jauh
dengan antenna omni.
Antenna sektoral biasanya di letakan di atas tower yang tinggi, oleh karena
itu biasanya di tilt sedikit agar memberikan layanan ke daerah di bawahnya.[8]
(35)
Gambar 2.11 Antena Sektoral
Antena sektoral seperti halnya Antena Omnidirectional mempunyai polarisasi
vertikal & dirancang untuk digunakan pada base stasion (BTS) tempat Akses
Point berada. Berbeda dengan antena omnidirectional yang dapat memberikan
servis dalam jangkauan 360 derajat. Antena sektoral hanya memberikan servis
pada wilayah / sektor yang terbatas. Biasanya 45-180 derajat saja. Pengaturan
pancaran antena BTS menjadi sektoral (bukan omnidirectional) dilakukan dengan
beberapa alasan teknis, diantaranya adalah meningkatkan kapasitas jaringan.
Sudut sektor yang umum biasanya di operasionalkan biasanya 120 derajat,
sementara sudut sektor 90 derajat juga di terapkan di beberapa BTS. Keuntungan
yang diperoleh dengan membatasi wilayah servis tersebut, antena sektoral
mempunyai gain yang lebih besar daripada antenna omnidirectional. Biasanya
antena sektoral mempunyai gain antara 10-19 dBi.
Tampak pada Gambar 2.12 potongan medan horizontal antena sektoral
yang hanya melebar pada satu sisi saja. Sedang pada potongan medan vertikalnya
(36)
Gambar 2.12 Pola Radiasi Antena Omnisektoral
2.5. Sistem komunikasi selular
Sistem komunikasi seluler merupakan salah satu jenis komunikasi
bergerak, yaitu suatu komunikasi antara dua buah terminal dengan salah satu atau
kedua terminal berpindah tempat. Dengan adanya perpindahan tempat ini, sistem
komunikasi bergerak tidak menggunakan kabel sebagai
2.5.1. Defenisi komunikasi selular
Sebuah sistem komunikasi bergerak selular menggunakan sejumlah besar
pemancar berdaya rendah untuk menciptakan sel (daerah geografis) layanan dasar
dari sistem komunikasi nirkabel (tanpa kabel). Variabel tingkat daya antena
pemancar, memungkinkan sel-sel diubah ukurannya menyesuaikan kepadatan
pelanggan dan permintaan dalam suatu wilayah tertentu.[10]
Pada Gambar 2.13 pada setiap sel-sel dipegang oleh 1 BTS pada suatu daerah
tertentu, sel-sel ini dapat diubah ukuran nya sesuai tingkat daya antena pemancar
untuk mengcoverage daerah-daerah yang padat. 0
90
180 270 0 -3 -6 -10
-15 -20 -30 dB 0 90 180 270 0 -3 -6 -10
-15 -20 -30
(37)
Gambar 2.13 Konsep Sel
Sebagai pengguna ponsel yang bergerak dari sel ke sel,
percakapan dilakukan dengan teknik hand off antara sel-sel untuk
mempertahankan layanan komunikasi agar berjalan lancar (tidak terputus).
Saluran frekuensi yang digunakan dalam satu sel dapat digunakan kembali di sel
lain yang letaknya agak jauh. Sel dapat ditambahkan untuk mengakomodasi
pertumbuhan pelanggan , menciptakan sel-sel baru di daerah yang belum terlayani
atau overlay sel di daerah yang telah terlayani.
Komunikasi selular juga dibedakan antara system komunikasi konvensional
dan system komunikasi modern
Sistem konvensional memiliki karakteristik sebagai berikut :
1. Daerah jangkauan luas
2. Daya yang digunakan besar
3. Kapasitas sistem masih rendah
4. Modulasi analog berupa frequency modulation (FM) sehingga
memerlukan bandwidth yang besar
5. Belum menggunakan handoff
(38)
7. Untuk suara
Pada Gambar 2.14 menunjukkan sistem komunikasi selular konvensional yang
memiliki jangkauan yang sangat luas, dimana BS memiliki daya pancar yang
cukup besar. Daerah yang di cakup oleh BTS sangatlah luas sehingga tidak ada
pembagian sel-sel pada daerah yang di cakup.
Lines to switching center
First mobile
Second mobile High power station
20-50 miles
Gambar 2.14 Komunikasi Sistem Selular Konvensional
Sistem konvensional walaupun secara ekonomi dan teknologi belum
menguntungkan, tetapi telah membangkitkan penelitian untuk mengembangkan
sistem komunikasi seluler yang lebih baik (sistem modern).
Komunikasi seluler modern memiliki karakteristik sebagai berikut :
1. Alokasi bandwith kecil
2. Efisiensi pemakaian frekuensi tinggi, karena penggunaan frequency refuse.
(39)
4. Daerah pelayanan dibagi atas daerah - daerah kecil yang disebut sel, sering
disebut sebagai sistem seluler.
5. Kapasitas besar
6. Daya yang dipergunakan kecil
7. Memiliki handoff
8. Efisiensi kanal tinggi karena menggunakan mode akses jamak (multiply
access) seperti frequency division multiple access (FDMA), time divisin
multiple access (TDMA), dan code division multiple access (CDMA). pada Gambar 2.15 bahwa setiap sel dengan base station (BS) terhubung ke mobile
switching center (MSC). MSC ini yang akan menghubungkan sistem seluler
dengan sistem wireline PSTN atau sebaliknya. Dengan adanya kemampuan
MSC
BS
Gambar. 2.15 Setiap Sel dengan BS terhubung ke MSC
berhubungan dengan komunikasi wireline yang telah ada menjadikan sistem
seluler mendukung perkembangan komunikasi global di masa mendatang.
(40)
Tabel 2.1 Perbandingan sistem konvensional dan selular Perbedaan Sistem Konvensional Sistem Selular Daerah cakupan Dilayani oleh satu base
station dengan cakupan yang luas
Daerah dibagi dalah dalam daerah yang lebih kecil yang disebut sel
Handoff Handoff tidak diperlukan selama masih dalam satu daerah layanan
Hand off sangat penting dengan cara kerjasama antar base station
Daya pancar Daerah yang luas, BS menggunakan daya pancar yang besar
Daerah yang kecil mengharuskan daya BS
diperkecil untuk menghindari interferensi
Efesiensi spektrum
Rendah, karena tidak ada frequency reuse
Lebih besar karena ada frequency reuse.
2.5.2 Sistem GSM
GSM (Global System for Mobile communication) adalah suatu teknologi
yang digunakan dalam komunikasi mobile dengan teknik digital. Sebagai
teknologi yang dapat dikatakan cukup revolusioner karena berhasil menggeser
teknologi sistem telekomunikasi bergerak analog yang populer pada dekade
80-an, GSM telah memberikan alernatif berkomunikasi baru bagi dunia
telekomunikasi yang lebih powerful. Dengan menggunakan sistem sinyal digital
dalam transmisi datanya, membuat kualitas data maupun bit rate yang dihasilkan
menjadi lebih baik dibanding sistem analog. Teknologi GSM saat lebih banyak
digunakan untuk komunikasi seluler dengan berbagai macam layanannya. Dalam
kehidupan sehari-hari kita lebih mengenal Handphone (HP) sebagai aplikasi
teknologi GSM yang paling populer. Sejak pertama pengimplementasiannya
sampai sekarang GSM telah dikembangkan dalam tiga kelompok yaitu GSM 900,
(41)
frekuensi yang digunakan. GSM 900 menggunakan frekuensi 900 MHz sebagai
kanal transmisinya. GSM 1800 dan 1900 masing-masing menggunakan frekuensi
1800 dan 1900 MHz.[12]
2.5.3 Arsitektur Jaringan GSM
Sebuah jaringan GSM dibangun dari beberapa komponen fungsional yang
memiliki fungsi dan interface masing-masing yang spesifik. Secara umum
jaringan GSM dapat dibagi menjadi tiga bagian utama yaitu :
- Mobile Station
- Base Station Subsystem - Network Subsystem
Pada masing-masing bagian utama jaringan GSM tersusun dari
bagian-bagian lain yang terpadu untuk mendukung fungsi utamanya. Sedangkan jaringan
lain yang dapat berintegrasi dengan jaringan GSM yaitu jaringan selular lain
(PLMN), telepon rumah (PSTN), ISDN, dan jaringan yang berbasis internet
seperti terlihat pada Gambar 2.16.
(42)
a. Mobile Stasion (MS)
MS merupakan perangkat yang digunakan oleh pelanggan untuk
melakukan komunikasi. MS terdiri dari dari Mobile Equipment (ME) dan
Subcriber Identity Module (SIM). ME merupakan terminal transmisi radio yang dilengkapi dengan International Mobile Equipment Identity (IMEI), sedangkan
SIM berisi nomor identitas pelanggan untuk masuk ke jaringan operator GSM.
b. Base Stasion System (BSS)
BSS terdiri dari tiga perangkat yaitu :
1. Base Transceiver Station ( BTS )
BTS merupakan perangkat pemancar dan penerima yang menangani akses
radio dan berinteraksi langsung dengan mobile station (MS) melalui air interface.
BTS juga mengatur proses handover yang terjadi didalam BTS itu sendiri dan
dimonitor oleh BSC.
2. Base Station controller ( BSC )
BSC adalah interface antara BTS dengan MSC dan OMC. BSC juga
mengendalikan beberapa BTS serta mengatur trafik yang datang dan pergi dari
BSC menuju MSC atau BTS. BSC memanajemen sumber radio dalam pemberian
frekuensi untuk setiap BTS dan mengatur handover ketika mobile station
(43)
3. Transcoder (XCDR)
XCDR berfungsi untuk mengkompres data atau suara keluaran dari MSC (64
Kbps) menjadi 16 Kbps ke arah BSC dan sebaliknya untuk effisiensi kanal
transmisi.
c. Network Switching System (NSS)
NSS berfungsi sebagai switching pada jaringan GSM, memanajemen
jaringan, sebagai interface antara jaringan GSM dengan jaringan lainnya.
Komponen NSS pada jaringan GSM terdiri dari :
1. Mobile Switching Center ( MSC )
MSC bertugas mengatur komunikasi antar pelanggan dan user jaringan
telekomunikasi lainnya.
2. Home Location Register ( HLR )
HLR merupakan database yang berisi data pelanggan yang tetap suatu
wilayah cakupan. Data-data tersebut antara lain, layanan pelanggan, service
tambahan dan informasi mengenai lokasi pelanggan yang paling akhir
3. Visitor Location Register ( VLR )
VLR merupakan database yang berisi informasi sementara mengenai
pelanggan yang melakukan mobile (roaming) dari area cakupan lain.
4. Authentication Center ( AuC )
AuC berisi data base yang bersifat rahasia yang disimpan dalam bentuk
format kode untuk pengamanan dan pengontrolan penggunaansistem seluler yang
sah dan mencegah pelanggan yang melakukan kecurangan..
(44)
Merupakan data base terpusat yang berfungsi untuk validasi Internasional
Mobile
6. Equipment Identity (IMEI). 7. Inter Working Function (IWF)
IWF berfungsi sebagai interface antara jaringan GSM dengan jaringan lain.
8. Echo Canceller (EC)
EC digunakan untuk sambungan dengan PSTN untuk mengurangi echo
(gaung/gema) dan delay.
d. Network Management System
- Operation and Maintenance Center ( OMC )
OMC sebagai pusat pengontrolan operasi dan pemeliharaan jaringan. Fungsi
utamanya mengawasi alarm perangkat dan perbaikan terhadap kesalahan operasi.
- Network Management Centre (NMC)
NMC berfungsi untuk pengontrolan operasi dan pemeliharaan jaringan yang
lebih besar dari OMC.
2.5.4 Konsep Dasar Jaringan WCDMA-UMTS
WCDMA merupakan teknologi generasi ketiga (3G) yang berbasis packet
service dengan menggunakan standar Direct Sequence Spread Spectrum dan modulasi RF yang digunakan adalah QPSK saat uplink maupun downlink. Standar
bandwidth yang dipakai sebesar 5 Mhz yang dapat ditingkatkan sampai dengan 10
(45)
sampai dengan 120 km/jam. Beberapa hal yang dimiliki oleh teknologi WCDMA
ini adalah :
1. Mendukung pengiriman data dengan kecepatan tinggi (> 384 kbps pada lingkup area yang lebar dan dapat mencapai 2 Mbps pada daerah indoor/local outdoor coverage)
2. Sistem layanan yang fleksibel yang mendukung multiple parallel variable rate services pada tiap-tiap koneksi
3. Dukungan terhadap handover antar frekuensi untuk pengoperasian dengan struktur sel yang bertingkat
4. Implementasi yang mudah pada terminal dual mode UMTS/GSM baik itu handover diantara UMTS dan GSM,
5. Kerahasiaan yang tinggi,
6. Dapat diaplikasikan pada lingkungan interferensi yang tinggi,
7. Menyediakan kapasitas yang lebih besar daripada sistem FDMA, TDMA, maupun NarrowBand CDMA.
Kelebihan lainnya secara teknis adalah teknologi WCDMA memiliki laju data
yang tinggi yang mampu mencapai 5,6 Mbps dan mampu melayani 196 user tiap
kanalnya, jauh lebih besar dari teknologi GSM yang hanya mampu menangani 8
user tiap kanalnya UMTS adalah salah satu teknologi seluler pada generasi ketiga
yang menggunakan teknologi WCDMA sebagai interfacenya. UMTS
dikembangkan oleh IMT-2000 framework yang merupakan salah satu bagian dari
(46)
Gambar 2.17 Arsitektur Jaringan 3G WCDMA-UMTS
Dari gambar 2.17 diatas terlihat bahwa arsitektur jaringan UMTS terdiri
dari perangkat-perangkat yang saling mendukung, yaitu User Equipment (UE),
UMTS Terresterial Radio Access Network (UTRAN) dan Core Network (CN).
2.5.4.1 UE (User Equipment)
User Equipment merupakan perangkat yang digunakan oleh pelanggan untuk dapat memperoleh layanan komunikasi bergerak. UE dilengkapi dengan
smart card yang dikenal dengan nama USIM (UMTS Subscriber Identity Module) yang berisi nomor identitas pelanggan dan juga algoritma security untuk
keamanan seperti authentication algorithm dan algoritma enkripsi. Selain terdapat
USIM, UE juga dilengkapi dengan ME (Mobile Equipment) yang berfungsi
(47)
2.5.4.2 UTRAN (UMTS Terresterial Radio Access Network)
Jaringan akses radio menyediakan koneksi antara terminal mobile dan
Core Network. Dalam UMTS jaringan akses dinamakan UTRAN (Access
Universal Radio electric Terrestrial). UTRA mode UTRAN terdiri dari satu atau
lebih Jaringan Sub-Sistem Radio (RNS). Sebuah RNS merupakan suatu
sub-jaringan dalam UTRAN dan terdiri dari Radio Network Controller (RNC) dan
satu atau lebih Node B. RNS dihubungkan antar RNC melalui suatu Iur Interface
dan Node B dihubungkan dengan satu Iub Interface.
Di dalam UTRAN terdapat beberapa elemen jaringan yang baru
dibandingkan dengan teknologi 2G yang ada saat ini, di antaranya adalah Node-B
dan RNC (Radio Network Controller).
1. RNC (Radio Network Controller)
RNC bertanggung jawab mengontrol radio resources pada UTRAN yang
membawahi beberapa Node-B, menghubungkan CN (Core Network) dengan user,
dan merupakan tempat berakhirnya protokol RRC (Radio Resource Control) yang
mendefinisikan pesan dan prosedur antara mobile user dengan UTRAN.
2. Node-B
Node-B sama dengan Base Station di dalam jaringan GSM. Node-B
merupakan perangkat pemancar dan penerima yang memberikan pelayanan radio
kepada UE. Fungsi utama Node-B adalah melakukan proses pada layer 1 antara
(48)
demodulasi dan lain-lain. Node-B juga melakukan beberapa operasi RRM (Radio
Resouce Management), seperti handover dan power control.
2.5.4.3 CN (Core Network)
Jaringan Lokal (Core Network) menggabungkan fungsi kecerdasan dan
transport. Core Network ini mendukung pensinyalan dan transport informasi dari
trafik, termasuk peringanan beban trafik. Fungsi-fungsi kecerdasan yang terdapat
langsung seperti logika dan dengan adanya keuntungan fasilitas kendali dari
layanan melalui antarmuka yang terdefinisi jelas; yang juga pengaturan mobilitas.
Dengan melewati inti jaringan, UMTS juga dihubungkan dengan jaringan
telekomunikasi lain, jadi sangat memungkinkan tidak hanya antara pengguna
UMTS mobile, tetapi juga dengan jaringan yang lain.
1. MSC (Mobile Switching Center)
MSC didesain sebagai switching untuk layanan berbasis circuit switch
seperti video, video call.
2. VLR (Visitor Location Register)
VLR merupakan database yang berisi informasi sementara mengenai
pelanggan terutama mengenai lokasi dari pelanggan pada cakupan area
jaringan.
3. HLR (Home Location Register)
HLR merupakan database yang berisi data-data pelanggan yang tetap.
Data-data tersebut antara lain berisi layanan pelanggan, service tambahan serta
(49)
4. SGSN ( Serving GPRS Support Node)
SGSN merupakan gerbang penghubung jaringan BSS/BTS ke jaringan
GPRS. Fungsi SGSN adalah sebagai berikut :
a. Mengantarkan paket data ke MS.
b. Update pelanggan ke HLR.
c. Registrasi pelanggan baru.
5 GGSN ( Gateway GPRS Support Node )
GGSN berfungsi sebagai gerbang penghubung dari jaringan GPRS ke
jaringan paket data standard (PDN). GGSN berfungsi dalam menyediakan
fasilitas internetworking dengan eksternal packet-switch network dan
dihubungkan dengan SGSN via Internet Protokol (IP). GGSN akan berperan
antarmuka logik bagi PDN, dimana GGSN akan memancarkan dan menerima
paket data dari SGSN atau PDN. Selain itu juga terdapat beberapa interface
baru, seperti : Uu, Iu, Iub, Iur. Antara UE dan UTRAN terdapat interface Uu.
Di dalam UTRAN terdapat interface Iub yang menghubungkan Node-B dan
RNC, Interface Iur yang menghubungkan antar RNC, sedangkan UTRAN dan
CN dihubungkan oleh interface Iu.
Protokol pada interface Uu dan Iu dibagi menjadi dua sesuai fungsinya,
yaitu bagian control plane dan user plane . Bagian user plane merupakan protokol
yang mengimplementasikan layanan Radio Access Bearer (RAB), misalnya
membawa data user melalui Access Stratum (AS). Sedangkan control plane
berfungsi mengontrol RAB dan koneksi antara mobile user dengan jaringan dari
aspek : jenis layanan yang diminta, pengontrolan sumber daya transmisi,
(50)
Management (MM), Connection Management (CM), Session Management (SM) dan lain-lain.
2.5.5 Konsep Seluler
Sel (cell) merupakan unit geografi terkecil dalam jaringan seluler. Ukuran
sel yang berbeda-beda dipengaruhi oleh keadaan geografis dan besar trafik yang
akan di layani. Sel yang memiliki kepadatan trafik tinggi ukuran sel dibuat kecil
dan sel yang memiliki kepadatan trafik rendah ukuran sel dibuat lebih besar.
Selain istilah sel, pada sistem seluler dikenal pula istilah cluster yaitu kumpulan
dari sel.
Pada sistem seluler semua daerah dapat dicakup tanpa adanya gap sel satu
dengan yang lain sehingga bentuk sel secara heksagonal lebih mewakili di
banding bentuk lingkaran (Gambar 2.18). Bentuk lingkaran lebih mewakili
perserbaran daya yang ditransmisikan oleh antena .
Bentuk seperti itu adalah bentuk ideal, didalam prakteknya bentuk seperti
itu tidak pernah di temukan, karena radiasi antena tidak bisa membentuk daerah
cakupan seperti itu, disamping itu keadaan geografis (kontur) turut mempengaruhi
bentuk sel, sehingga bentuk sel sebenarnya bisa di gambarkan seperti Gambar
(51)
Gambar 2.18 Perbandingan Heksagonal dan Lingkaran
Gambar 2.19 Bentuk Sel Sebenarnya.
Dari gambar 2.19 diatas terlihat bahwa keadaan sel sebenarnya berbentuk
seperti amoeba dikarena radiasi antena tergantung pada keadaan geografis,
sebaran daya pada antena tersebut
Berdasarkan jenis antena yang digunakan, sel dapat dibagi menjadi dua
yaitu sel omnidireksional dan sel sektoral. Sel omnidireksional hanya mampu
melayani dengan luasan yang sempit. Pada sel sektoral terdapat tiga arah
pancaran, yang masing-masing melingkupi area sebesar 120o. seperti yang terlihat pada gambar 2.20.
(52)
Gambar 2.20 Jenis Antena
Pada gambar 2.20 diatas terlihat sel pada omnidireksional yang memancar kan ke
segala arah terlihat sangat sempit di bandingkan sel pada sektor-sektor 120o.
Satu sel akan dilayani oleh site. Dalam satu site bisa memiliki lebih dari
satu sel. Setiap site biasanya terdiri atas sebuah menara (tower) antena dan shelter.
Ada juga yang hanya menjadi pengulang (repeater) untuk minilink saja.
Penempatan site biasanya dilakukan di atas tanah, namun untuk daerah yang padat
site ditempatkan di atas gedung-gedung yang tinggi. Konfigurasi site dapat dilihat pada Gambar 2.21.
Gambar 2.21 Konfigurasi Site
Menara (1)
Menara digunakan untuk meletakkan berbagai macam antena.
seperti antena sektoral, antena dan radio transmisi (minilink). Tinggi
menara disesuaikan dengan kebutuhan.
1200
1200
1200 300
300
(a) Omnidireksional (b) Sektoral
1
(53)
Shelter (2)
Shelter terbuat dari bahan sejenis besi sebagai tempat untuk menyimpan berbagai komponen site, seperti BTS, perangkat transmisi,
batere-BFU(Battery Fuse Unit), fan unit, cooling unit/air condinditioner,
heating unit.
Dengan adanya pengulangan frekuensi, kelompok-kelompok sel yang
menggunakan frekuensi yang sama membentuk sebauh cluster (N), Dimunculkan
parameter i dan j untuk menentukan kluster-kluster yang berbeda dengan
N=i2+ij+j2. Nilai N misalkan N = 7, tergantung persyaratan C/I yang diperbolehkan oleh sistem. Dengan nilai N tersebut, maka perbandingan jarak
antara dua sel berfrekuensi sama terhadap jari-jari sel R dapat diketahui :
dengan q = faktor co-channel reduction, apabila nilai q meningkat maka C/I
juga naik.
2.5.6 Sektorisasi Antena
Ada dua metode yang digunakan dalam sektorisasi yaitu menggunakan
tiga sektor 1200 atau 6 sektor 600. Kedua metode tersebut sama-sama mengurangi jumlah interferensi sumber. Sektorisasi 3 sektor biasa digunakan pada pola
pengulangan 7 sel dan akan memberikan total 21 kanal. Sektorisasi 6 sektor biasa
digunakan pada pola pengulangan 6 sel dan akan menghasilkan 24 kanal.
(54)
Kelemahan sektorisasi adalah banyaknya kanal yang terbentuk sehingga
mengurangi efisiensi jaringan. Hal ini berarti bahwa total trafik yang dapat dibawa
untuk memberikan Grade of Service (GoS) menurun.
2.6 Handover
Handover merupakan proses pengalihan kanal traffic secara otomatis pada
Mobile Station (MS) yang sedang digunakan untuk berkomunikasi tanpa
terjadinya pemutusan hubungan. Hal ini menjelaskan bahwa handover pada
dasarnya adalah sebuah call koneksi yang bergerak dari satu sel ke sel lainnya.
Secara umum Handover dapat didefenisikan sebagai prosedur, dimana ada
perubahan layanan pada MS dari satu Base Station (BS) ke BS yang lain. Proses
ini memerlukan alat pendeteksi untuk mengubah status dedicated node (persiapan
handover) dan alat untuk menswitch komunikasi yang sedang berlangsung dari
suatu kanal pada sel tertentu ke kanal yang lain pada sel yang lain. Keputusan
untuk sebuah handover dibuat oleh Base Station Centre (BSC), yaitu dengan
mengevaluasi secara permanent pengukuran yang diambil oleh BTS dan MS.
Pengukuran rata-rata (Px) oleh BSC dibandingkan dengan nilai-nilai ambang
batas (threshold); jika Px melebihi nilai threshold maka dimulai proses handover
dengan mencari sebuah sel target yang cocok. Handover terjadi karena kualitas
atau daya ratio turun di bawah nilai yang dispesifikasikan dalam BSC. Penurunan
level sinyal ini dideteksi dari pengukuran yang dilakukan MS maupun BTS.
Konsekuensinya handover ditujukan ke sel dengan sinyal lebih besar. Selain itu,
handover dapat terjadi apabila traffic dari sel yang dituju sudah penuh. Saat MS
(55)
2.6.1 Jenis Handover Pada Sistem WCDMA
Ada beberapa jenis handover dalam jaringan WCDMA. Untuk sector dari
tipe-tipe handover dapat dijelaskan sebagai berikut[3]:
1. Intra – system Handover
Intra – sytem handover terjadi dalam satu sector. Yang selanjutnya dapat dibagi menjadi intra – frequency HO dan inter – frequency HO. Intra – frequency
terjadi di antara sel – sel yang memiliki carrier WCDMA yang sama, sementara
inter – frequency terjadi di antara sel-sel yang menggunakan carrier WCDMA yang berbeda.
2. Inter – system Handover (ISHO)
Inter – system HO terjadi di antara sel – sel yang memiliki dua teknologi akses radio, Radio Access Technology (RAT) yang berbeda atau mode akses radio
Radio Access Mode (RAM) yang berbeda. Kasus yang paling sering untuk handover jenis ini diperkirakan terjadi antara sector WCDMA dan GSM / EDGE.
3. Hard Handover (HHO)
Hard Handover adalah kelompok dari prosedur HO dimana semua hubungan
yang lama dilepaskan sebelum hubungan radio yang baru dibentuk. Bagi
pembawa (bearer) real – time hal ini berarti pemutusan hubungan yang singkat
dari bearer; bagi bearer non – real – time HHO berarti lossless. Hard handover
dapat menjadi intra atau inter – frequency handover.
4. Soft Handover (SHO)
Selama proses soft handover, MS terus menerus berkomunikasi dengan
(56)
yang sama (intra – RNC) atau RNC yang berbeda (inter – RNC). Semua
hubungan yang lama tidak akan dilepaskan sebelum hubungan radio yang baru
terbentuk (make before break).
5. Softer Handover
Pada kejadian softer handover, MS dikendalikan oleh paling tidak dua sector
pada satu BS, SHO dan softer HO hanya mungkin terjadi dalam satu frekuensi
carrier dan oleh karena itu, termasuk proses handover intra – frequency.
Jenis-jenis dari handover tersebut juga dapat diilustrasikan pada Gambar 2.22
sebagai berikut :
(57)
BAB III
TILTING ANTENA SEKTORAL DAN TEMS INVESTIGATION 3.1 Umum
Perencanaan tilting antena sangat penting dilakukan untuk menghindari
terjadinya pengarahan yang salah dari antena sehingga memungkinkan untuk
terciptanya blank spot ataupun kegagalan panggilan karena cakupan area yang
bertabrakan dengan site-site tetangga (neighbor site) yang mengcover area yang
berdekatan.
3.2 Tilting Antena
Tilting antena adalah suatu pengaturan kemiringan antena yang berfungsi untuk menetapkan area yang akan menerima cakupan sinyal. Untuk mengubah
coverage area yang dilayani oleh BTS dapat dilakukan dengan teknik tilting,
yaitu pemiringan/ perubahan antena yang dilakukan untuk mengatur coverage dari
antenna.[12]
3.3 Tilting antena sektoral dibagi menjadi 2 jenis, yaitu: 1. Tilting Mechanical
Tilting mechanical adalah mengubah direksional antena dengan cara
mengubahnya dari sisi fisik antena, tilting mechanical dibagi menjadi 2, yaitu:
a. Downtilt
Downtilt adalah mengubah kemiringan antena menjadi lebih ke bawah. Gambar 3.1 menunjukkan Down Tilt Mechanical.
(58)
Gambar 3.1 Down Tilt b. Uptilt
Uptilt adalah mengubah kemiringan antena menjadi lebih ke atas. Ini dilakukan untuk mendapatkan jarak pancar yang lebih jauh sehingga area yang di
cakup antena lebih luas. Gambar 3.2 menunjukkan Up Tilt.
Gambar 3.2 Up Tilt
2. Tilting Electrical
Tilting electrical adalah mengubah coverage antena dengan cara
mengubah fasa antenna yang ada pada elemen antena, sehingga terjadi perubahan
pada beamwidth antena. Mengubah fasa antena dapat dilakukan dengan cara
(59)
3.4 Perbandingan Electrical Tilt dan Mechanical Tilt
Pada masing-masing kemiringan secara mechanical dan electrical
mempunyai perbedaan terhadap beam yang di hasilkan oleh antena maupun dari
sisi main beam, back lobe ataupun side lobe yang di hasilkan,
Gambar 3.3 Mechanical Tilting
Terlihat pada gambar 3.3 dari sisi fisik antena jika dimiringkan untuk
menurunkan sudut sinyal pada sisi yang diinginkan, terlihat pada gambar back
lobe dari antena mengalami kenaikan ke atas pada kemiringan secara mechanical.
Gambar 3.4 Electrical Tilting
(60)
Pada electrical tilting terlihat pada gambar 3.4 tidak adanya perubahan
secara sisi fisik antena. Kemiringan dilakukan dengan menggeser fasa dari antena,
semakin dilakukan kemiringan, backlobe akan semakin mengalami penurunan ke
bawah sehingga penggunaan electrical tilt tanpa melakukan mechanical tilt adalah
pilihan yang menarik untuk alasan estetika yang sangat penting bagi operator
mencari penerimaan antena terintegrasi di lokasi terlihat. Dari segi pola radiasi
pada masing-masing keadaan mechanical dan electrical terlihat seperti gambar
dibawah ini.
Gambar 3.5 Bentuk Pola Radiasi Horizontal Electrical Tilting dan Mechanical Tilting
Pada gambar 3.5 terlihat perbedaan pada pola radiasi yang dihasilkan pada
mechanical tilt dibandingkan dengan electrical tilt. HPBW pada mechanical tilt terlihat lebih lebar ketika sudut downtilt semakin besar sedangkan pada electrical
sebaliknya. pada mechanical tilt, main beam yang di hasilkan pada sudut downtilt
yang lebih besar akan merapat mendekati side lobe nya sedangkan pada electrical
(61)
3.5 Pengaturan Tilt Antena Sektoral BTS
Untuk menghindari terjadinya dropped call dan berkurangnya kapasitas,
operator dapat menggunakan antena downtilt. Beberapa operator selular
menggunakan downtilt antena elektrik secara terus menerus yang dapat disetel
untuk memperkecil pilot pollution. Secara electrical downtilting antena
mengurangi energi pada horizon keduanya baik didepan atau disamping antena.
Dalam kondisi dimana radiasi sisi lokasi terlalu berdekatan, maka downtilt antena
dapat disetel disesuaikan dengan melakukan pengarahan pengujian untuk
mengoptimalkan sistem seperti yang ditunjukkan pada Gambar 3.6.[13]
Gambar 3.6 Perubahan Orientasi Antena dengan Sistem Downtilting Antenna Dengan mengatur sudut tilt antena BTS, maka area cakupan akan bisa
diatur sedemikian rupa sehingga sinyal yang dipancarkan akan dapat dibatasi,
Jarak pancar yang dapat ditempuh oleh suatu antena dapat dihitung dengan
(62)
Beam < 3 dB = Ha/Tan (downtilt +vertical beamwidht/2)) [meter] Main beam = Ha/ Tan (downtilt) (meter)
Beam >3 dB = Ha/Tan (downtilt -vertical beamwidht/2)) [meter]
(3.1)
Dimana :
Jarak = Jarak beam (meter)
Ha =Tinggi antena (meter)
Downtilt = Kemiringan antena (derajat)
Vertical beamwidht = Besar beam vertikal pada antenna (derajat)
Tan = Fungsi Tangen
Gambar 3.7 mengilustrasikan perumusan untuk menghitung jarak yang tercover
oleh antena.
Gambar 3.7 Perhitungan Jarak Antena Sektoral
3.6 Parameter-Parameter Dalam Melakukan Tilting Antena Sektoral Dalam melakukan tilting antenna secara mechanical maupun electrical
mempunyai prosedur nya masing-masing . Adapun prosedur secara mechanical
(63)
3.6.1. Tahap-Tahap Melakukan Perubahan Tilting Secara Mechanical
Untuk melakukan tilting secara mechanical dan mengukur perubahan
derajat pada antena dapat dilakukan dengan cara menggunakan alat yang bernama
suunto, yaitu seperti yang ditunjukkan oleh Gambar 3.8.
Gambar 3.8 Suunto
Langkah – langkah untuk melakukan tilting secara mechanical adalah sebagai
berikut:
1. Liat derajat kemiringan antenna dengan menggunakan alat suunto. 2. Kendorkan baut vector pada antena.
3. Kendorkan besi penahan antena. 4. Ubah kemiringan antena.
5. Lihat derajat kemiringan antena, sesuaikan dengan derajat yang diingankan
6. kencangkan besi penahan antena. 7. Kencangkan baut vector antena.
(64)
Gambar 3.9 Pengaturan Sudut Tilt Sebelum dan Sesudah Dilakukan Secara
Mechanical
3.6.2 Tahap-Tahap Melakukan Perubahan Tilting Secara Electrical Langkah – langkah untuk melakukan tilting secara electrical adalah sebagai berikut:
1. Baut penyangga batang elemen di kendurkan, penyangga ditahan supaya tidak jatuh.
2. Turunkan batang elemen sesuai derajat kemiringan yang diingin.
3. Eratkan kembali baut penyangga.
Gambar 3.10 Sudut Tilt Sebelum dan Sesudah Dilakukan Perubahan Secara Electrical
(65)
3.7 TEMS Investigation
TEMS Investigation merupakan software monitoring kinerja jaringan
telekomunikasi yang dikeluarkan oleh perusahan Ericcson. Software TEMS
bekerja dengan menghubungkan laptop yang telah terinstal TEMS dengan
handphone melalui kabel data. Handphone yang dihubungkan telah dikondisikan
untuk dapat terhubung, dimonitoring dan dilakukan command dari software
TEMS. Handphone yang digunakan adalah handphone khusus yang dikeluarkan
oleh perusahaan Ericcson. Selain handphone, TEMS juga bekerja dengan
beberapa perangkat lain seperti GPS (Untuk menentukan posisi pada map),
modem, antena eksternal yang digunakan untuk scanning transmisi sinyal
(scanner) dan lain sebagainya. Gambar 3.11 menunjukkan tampilan TEMS
Investigation 8. TEMS Investigation 8 dapat digunakan pada GSM (2G, 3G)
maupun CDMA.
Gambar 3.11 Tampilan Software TEMS Investigation 8 1
2 3
4
5
(66)
Bagian TEMS Investigation 8 yang umumnya digunakan pada saat drive
test meliputi :
1. Toolbar
TEMS berisikan bagan-bagan yang berisi blok monitoring tertentu
yang diambil dari Toolbar. Sebagai contoh, kita dapat mengambil
WCDMA (3G) Serving/Active Set dengan memilih Presentation
kemudian WCDMA, dan memilih bagian tersebut.
2. Command Sequence
Dari command sequence kita dapat memberikan perintah yang secara
otomatis akan dilakukan oleh handphone seperti: dial voice/video, dial
up conennection, download serta upload. 3. Map
Berisikan peta dan positioning dengan menggunakan bantuan GPS.
4. WCDMA Serving/Active Set
Blok monitoring yang digunakan untuk melihat sector dari site mana
yang melakukan serving/active set (memegang komunikasi) dan
mengamati perolehan sinyal (CPICH RSCP) serta perbandingan sinyal
dan noise (Ec/No).
5. Line Chart
Digunakan untuk mengamati grafik penerimaan sinyal dan dapat juga
untuk mengamati power dari handphone.
6. Even
Memperlihatkan even-even yang terjadi seperti call setup, handover,
(67)
TEMS memberikan tampilan default yang terdiri dari beberapa sheet,
namun pada umumnya Engineer mengkondisikan tampilan yang digunakan untuk
memudahkan pekerjaannya. TEMS bekerja dalam dua kondisi yaitu :
a. Perekaman/Recording Logfile
Pada saat recording kondisi peralatan terhubung dengan TEMS.
Apabila proses connect berhasil maka parameter-parameter handphone
akan muncul pada layar.
b. Replay
Untuk memutar recording yang telah tersimpan, kondisi peralatan yang
terhubung harus dalam kondisi disconnected. TEMS menyediakan fitur
analizing yang umumnya terdiri dari 2 hal yaitu:
1. Logfile preview
Untuk menganalisa logfile yang telah diambil dengan melihat
parameter kondisi seperti even-even yang diperoleh, signaling, line
chart dan lain sebagainya tergantung paramter yang menjadi titik
berat pengamatan.
2. Logfile Proses
Dari logfile yang telah diambil dapat diambil data-data tertentu
sesuai kebutuhan seperti data call, perolehan sinyal, Ec/No dan lain
sebagainya. Logfile proses umumnya dapat dilakukan dalam tiga
(68)
3.8 Drive Test dengan TEMS Investigation 8
Sebelum melakukan drive test ada baiknya mempersiapkan terlebih dahulu
peralatan yang akan digunakan seperti laptop (yang telah terinstal TEMS),
hanphone, GPS, dan scanner. Kemudian melakukan persiapan maping yang
meliputi rute dan posisi site yang akan diuji. Langkah-langkah drive test meliputi:
koneksi tools, parameter pengamatan, drive test, logfile preview dan reporting.
3.8.1 Koneksi Tools
Langkah awal yang harus dilakukan adalah menghubungkan tools yang
akan digunakan seperti handphone atau GPS dengan laptop. Handphone
dihubungkan melalui kabel data dan GPS dihubungkan melalui bluetooth. Gambar
3.12 memperlihatkan konfigurasi peralatan yang terhubung.
Gambar 3.12 Konfigurasi Peralatan
Apabila tools terhubung dengan baik maka akan terlihat device yang
terdetect. Kemudian akan muncul tanda connect dan disconnect pada toolbar TEMS yang berwarna hijau atau merah. Gambar 3.13 memperlihatkan yang tanda
(69)
Gambar 3.13 Koneksi TEMS 3.8.2 Parameter Pengamatan
Sebelum melakukan recording, blok parameter yang akan diamati terlebih
dahulu di siapkan. Pada pengujian jaringan 3G maka parameter yang akan diamati
meliputi perolehan sinyal, S/N, throughput data transfer dan command sequence
untuk mempermudah pengamatan layanan sehingga instruksi sequence dapat
dijalankan secara otomatis. Blok map harus ada untuk mengetahui posisi dan
pergerakan yang dilakukan kemudian blok even untuk mengamati even list yang
terjadi. Parameter yang dimasukkan diambil dari toolbar. Gambar 3.14
memperlihatkan pengambilan serving/active set pada WCDMA (3G).
(70)
Setelah dimasukkan akan tampil blok serving seperti ditunjukkan oleh
Gambar 3.15.
Gambar 3.15 WCDMA Serving/Active Set + Neighbors
Pada blok serving/active set akan terlihat sector dari BTS mana yang
melakukan serving ditandai dengan SC pada type dan AS pada saat active
(memegang komunikasi). Sedangkan untuk neigbors yang akan menangani SHO
(shoft handover) dilambang dengan MN pada type. Gambar 3.16 memperlihatkan
blok serving ketika drive test dilakukan.
Gambar 3.16 Blok Serving Ketika Drive Test Dilakukan 3.8.3 Drive Test
Drive test adalah istilah yang digunakan untuk pengetesan yang dilakukan
dengan drive (mengemudi). Namun istilah drive test juga sudah umum digunakan
(71)
pengetesan koneksi jaringan pada gedung-gedung bertingkat. Drive test adalah hal
yang fundamental dalam optimasi jaringan telekomunikasi. Karena dengan drive
test, seorang engineer dapat menentukan keunggulan jaringan yang dibangun serta
meningkatkan performa jaringan.
Mekanisme drive test ditentukan oleh apa yang ingin diamati dari kinerja
site tersebut. Pada umumnya mekanisme drive test dibagi dalam dua bagian yaitu :
1. Statik
Pengetesan statik adalah pengetesan yang dilakukan pada posisi diam.
Pada pengetesan jaringan 3G dilakukan pengetesan untuk setiap sektornya.
Setiap sektor diwakili oleh satu scrambling code (SC) dimana sebelumnya
data BTS beserta neighbournya telah diketahui. Adapun hal yang dilakukan
adalah pengetesan/uji layanan. Pengetesan dilakukan dengan menggunakan
dua mobile station dimana satu MS mendial voice ke MS dua. Pengetesan
umumnya berupa sort call yang berulang dengan durasi singkat antara 40
sampai 80 detik dengan pengulangan sebanyak sepuluh kali atau lebih.
Kemudian dilakukan test video call dengan cara yang sama. Hal ini dilakukan
untuk melihat seberapa besar persentase kesuksesan panggilan yang diperoleh
(call setup succes rate). Pengetasan lainnya yang umumnya dilakukan adalah
tes transfer data (download dan upload) dan setup connection (PDP attach).
2. Mobility
Pengetesan mobility adalah pengetesan dengan bergerak yang pada
umumnya bergerak mengelilingi site untuk melihat intra cell handover atau
(72)
Selain pengetesan SHO, mobility juga dilakukan untuk pengetesan
kemampuan layanan pada saat bergerak. Secara umum ada dua mekanisme
yang dilakukan pada saat uji SHO yaitu SHO pada kondisi kosong tanpa ada
koneksi layanan, yang kedua adalah pada kondisi terkoneksi atau sedang
melakukan layanan (dedicated).
3.8.4 Logfile Preview
Setelah drive test dialkukan, logfile yang telah tersimpan diputar kembali
untuk mengamati hasil yang diperoleh sebelum diproses lebih lanjut. Untuk
memutar logfile yang tersimpan harus tidak ada tools yang berada dalam kondisi
connect. Gambar 3.17 menunjukkan icon pada tems yang digunakan untuk
memutar kembali logfile yang tersimpan.
Gambar 3.17 Replay Logfile TEMS Icon 3.8.5 Reporting
Setelah mengamati hasil drive test yang dilakukan maka langkah
selanjutnya adalah reporting, yaitu mengambil data-data yang dibutuhkan untuk
menentukan kualitas jaringan yang diuji. Ada beberapa hal yang dilihat dalam
reporting untuk menganisa kualitas jaringan 3G antara lain:
1. Ploting
Data yang di plot untuk diamati meliputi peneriamaan sinyal (RSCP),
kualitas sinyal (Ec/No), dan scrambling code (SC) untuk melihat coverage
(73)
info dengan mengambil parameter yang ingin di plot dengan TEMS. Gambar
3.18 memperlihatkan export logfile pada TEMS.
Gambar 3.18 Export Logfile
Map info adalah software bantu yang juga dikeluarkan oleh perusahaan
Ericcson yang sering berada dalam paket software TEMS sendiri bersama
MCOM. Dimana Mapinfo dan MCOM digunakan untuk maping. Gambar 3.19
memperlihatkan MapInfo dan MCOM.
(74)
2. Call Setup Success Rate (CSSR) dan Average Throughput
CSSR adalah parameter suksesnya layanan yang diberikan. Provider
memiliki cara-cara tersendiri untuk melihat berapa persen CSSR yang
diperoleh. Salah satu cara adalah dengan mempersentasekan berapa panggilan
yang berhasil. Cara lain adalah dengan mengamati semua signaling seperti
protokol acknowladge yang terjalin dimana semua Radio Resource Control
(RRC) connection dihitung untuk melihat berapa banya RRC yang berulang
yang biasanya akan berakibat pada jatuhnya panggilan baik block call ataupun
drop call. Selain itu kuga diamati rata-rata transfer data yang diperoleh.
3.9 Analisa Jaringan dengan TEMS Investigation 8
TEMS menyediakan fitur analisa seperti even list, signaling, export
logfile, report generator, run tunning, dan lain sebagainya tergantung dari data
yang dibutuhkan engineer.
3.9.1 TEMS Even
Analisa dengan TEMS diawali dengan mengamati logfile hasil drive test.
Titik berat pengamatan awal ada pada even-even yang terjadi pada saat drive test.
(75)
Gambar 3.20 TEMS Even
Even yang ditampilkan oleh TEMS adalah even list dari kegiatan
komunikasi handphone yang meliputi data panggilan seperti call initiation, call
attem, cal establish yang menunjukkan inisiasi nomor ketika hendak melakukan
dial. Kemudian pendudukan pada link komunikasi hingga terjalinnya komunikasi.
Even kegagalan juga ditampilkan seperti drop call yaitu pemutusan panggilan
ditengah komunikasi. Block call menunjukkan kegagalan pendudukan panggilan.
Call Attemt retry yaitu pengulangan panggilan karna RRC request yang ditolak.
Selain even panggilan, TEMS even juga menampilkan even-even lainnya
seperti soft handover (SHO) pada 3G dan handover (HO) pada 2G. Pada SHO,
even diawali dengan penambahan (addition) scramling code pada active set yang
menangani panggilan. Sehingga ada dua atau lebih sektorisasi BTS yang
(76)
menunjukkan ada lebih dari satu scrambling code yang memegang komunikasi
(AS). Gambar 3.21 menunjukkan proses terjadinya SHO pada even list TEMS.
Gambar 3.21 Dua Scrambling Code Memegang Komunikasi (AS)
SHO yang baik akan menghindari terjadinya perpindahan tanganan yang
bolak-balik (pimpong) yang dapat mengakibatkan panggilan terputus. Ketika SHO
berjalan dengan baik, maka penambahan SC tidak akan berlangsung lama. SC
yang ditambahkan kemudian dihapus (removal) ketika panggilan sudah terjadi
pada satu SC. Gambar 3.22 menunjukkan SHO removal ketika komunikasi dalam
(77)
Gambar 3.22 SHO Removal Ketika SC Beralih Tanganan
Adapun even lainnya seperti measurement report yang merupakan
parameter kendali dari sentral. Even transfer data seperti PDP attach ketika
berhasil melakukan dial up internet, HTTP load saat melakukan browser ataupun
session start dan session end ketika men-download/meng-uploud. Gambar 3.23
menunjukkan even untuk transfer data.
(1)
490 -4.5 -70
500 -4.5 -70
510 -4.5 -66
520 -5 -63
530 -5 -62
540 -5 -63
550 -4.5 -68
560 -4.5 -70
570 -5.5 -73
580 -5.5 -74
590 -5.5 -74
600 -5.5 -74
610 -5.5 -75
620 -5.5 -76
630 -6 -76
640 -6 -75
650 -6 -71
660 -6 -72
670 -6 -73
680 -6 -74
690 -6 -74
700 -6 -74
710 -7 -74
720 -8 -73
730 -8 -70
740 -7.5 -70
750 -7.5 -72
760 -7 -72
770 -6.5 -69
780 -6 -68
790 -5.5 -67
800 -6 -66
810 -6 -66
820 -6.5 -67
830 -6.5 -68
840 -6.5 -66
850 -5 -67
860 -5 -71
870 -5 -69
880 -4.5 -71
890 -5 -70
900 -6.5 -71
910 -6 -74
920 -5 -71
930 -4.5 -72
940 -5 -72
950 -6 -71
960 -6 -73
970 -5 -63
980 -4 -60
990 -4 -62
1000 -4 -66
1010 -5 -70
(2)
1040 -5 -71
1050 -5 -68
1060 -4 -65
1070 -4 -65
1080 -4 -63
1090 -4 -62
1100 -4 -65
Tabel data rata-rata Hasil Pengujian Perolehan Sinyal dan Ec/No pada Mechanical
Tilting 2
0Jarak (meter) Ec/No Sinyal Diterima (dBm)
10 -8 -93
20 -8 -90
30 -7 -92
40 -9 -85
50 -9 -83
60 -9 -81
70 -9 -82
80 -9 -82
90 -8 -82
100 -9 -81
110 -9 -82
120 -9 -83
130 -8 -80
140 -7 -80
150 -7 -79
160 -7 -77
170 -7 -77
180 -7 -78
190 -8 -77
200 -8 -77
210 -8 -76
220 -7 -74
230 -6 -76
240 -6 -79
250 -5.5 -81
260 -6 -81
270 -6 -80
280 -6 -80
290 -6 -80
300 -6 -74
310 -6.5 -71
320 -8 -71
330 -8 -69
340 -9 -73
350 -9 -74
360 -7 -74
370 -7 -73
(3)
410 -6 -79
420 -6 -75
430 -6 -75
440 -6 -79
450 -6 -76
460 -5 -82
470 -5 -79
480 -5.5 -71
490 -5.5 -71
500 -6 -75
510 -6 -76
520 -6 -81
530 -6 -83
540 -6 -83
550 -5 -74
560 -5.5 -90
570 -5.5 -85
580 -5.5 -77
590 -7 -85
600 -7 -79
610 -8.5 -75
620 -10 -81
630 -10 -75
640 -9 -76
650 -9 -74
660 -8 -74
670 -8 -74
680 -8 -75
690 -8 -75
700 -7.5 -75
710 -7.5 -75
720 -7.5 -75
730 -6 -74
740 -6 -75
750 -6 -75
760 -7 -75
770 -7 -75
780 -7 -75
790 -7.5 -75
800 -7.5 -76
810 -7 -76
820 -7 -75
830 -7 -76
840 -7 -75
850 -7 -75
860 -6.5 -75
870 -6 -65
880 -6 -68
890 -6 -73
900 -6 -69
910 -5.5 -69
920 -6 -65
930 -6 -71
(4)
960 -5 -74
970 -5 -69
980 -4 -69
990 -5 -71
1000 -5 -71
1010 -5 -71
1020 -4.5 -73
1030 -4.5 -70
1040 -4 -70
1050 -5 -69
1060 -4 -65
1070 -4 -75
1080 -4 -73
1090 -5 -71
1100 -4 -71
Tabel data rata-rata Hasil Pengujian Perolehan Sinyal dan Ec/No pada Mechanical
Tilting 1
0dan Electrical Tilting 1
0Jarak (meter) Ec/No Sinyal Diterima (dBm)
10 -9 -83
20 -8 -82
30 -8 -85
40 -8 -80
50 -7 -81
60 -7.5 -81
70 -7.5 -82
80 -7 -82
90 -6 -82
100 -6 -81
110 -7 -82
120 -7 -83
130 -7 -80
140 -6 -80
150 -7.5 -81
160 -7 -79
170 -6 -74
180 -7 -75
190 -7 -74
200 -6.5 -71
210 -7 -75
220 -7 -75
230 -6.5 -75
240 -6.5 -75
250 -7 -76
260 -6 -76
270 -6 -76
280 -5.5 -76
290 -5 -76
300 -5.5 -76
310 -6 -76
320 -6 -77
330 -7 -75
(5)
370 -5.5 -79
380 -5 -79
390 -5 -78
400 -5 -78
410 -5.5 -79
420 -5.5 -80
430 -5 -85
440 -5 -79
450 -5 -79
460 -5 -82
470 -5 -79
480 -5 -81
490 -5.5 -80
500 -4.5 -81
510 -4.5 -83
520 -5 -75
530 -5 -83
540 -5 -75
550 -4.5 -83
560 -4.5 -70
570 -5.5 -73
580 -5.5 -81
590 -6 -80
600 -6 -74
610 -6 -75
620 -6.5 -75
630 -6.5 -75
640 -7 -76
650 -8 -74
660 -8 -74
670 -8.5 -75
680 -8 -71
690 -8 -69
700 -7.5 -79
710 -7.5 -71
720 -8 -72
730 -8 -72
740 -7.5 -75
750 -7.5 -69
760 -7 -69
770 -6.5 -65
780 -6 -67
790 -5.5 -69
800 -6 -73
810 -6 -73
820 -6.5 -70
830 -7 -69
840 -6 -68
850 -5.5 -69
860 -6 -70
870 -6 -73
880 -6 -73
890 -6.5 -73
(6)
920 -5 -70
930 -7.5 -69
940 -5.5 -71
950 -5 -71
960 -7 -74
970 -5 -74
980 -6.5 -75
990 -6.5 -75
1000 -6 -75
1010 -6 -74
1020 -5 -74
1030 -5 -72
1040 -5 -69
1050 -4.5 -66
1060 -5 -64
1070 -4.5 -64
1080 -4.5 -64
1090 -4 -63