Sistem Kekerabatan Masyarakat Karo Sistem Politik dan Pemerintahan

subsisten yang berpendapatan rendah lainnya, dimana tidak terdapat hirarki pada struktur politik dan struktur sosialnya. Kecuali tenaga kerja dan keterampilan yang mereka miliki tanah adalah satu- satunya sumber ekonomi mereka. Masyarakat desa sebagai kesatuan hanya memiliki hak pakai atas tanah yang dipergunakan untuk perladangan berpindah-pindah, tetapi memberi hak semi permanen untuk tegalan dan tanah yang dipersawahi. Tanaman menjadi hak bagi orang yang menanamnya. Apabila seseorang meninggal dunia dan dia memiliki hak pakai, katakanlah atas sebidang tanah yang telah digarap, maka hak pakainya diwarisi oleh putra-putranya dengan hak yang sama. Dalam hal yang khusus masyarakat desa dapat membatalkan hak atas tanah yang telah diberikan sedangkan orang luar tidak diizinkan untuk memperoleh tanah, tetap memindahkan hak-hak atas tanah kepada orang Karo lainnya diperbolehkan.

2.3 Sistem Kekerabatan Masyarakat Karo

Hubungan kekerabatan bagi masyarakat Karo masih tetap merupakan unsur penting dalam segala aspek kehidupan. Pada masyarakat Karo, sistem kekerabatan sangat penting, dari hal-hal sangat sederhana sampai kepada hal-hal yang rumit. Kekerabatan pada masyarakat Karo bukan hanya dilihat dari segi usia, tetapi juga dengan istilah kekerabatan dengan seluk beluknya, kedekatan dengan silsilahnya. Misalnya dalam hal tutur sapa, khususnya untuk anak di dalam satu keluarga mempunyai panggilan yang menunjukkan kedudukan seseorang yaitu anak sintua, anak sintengah dan anak singuda. Anak sulung dipanggil dengan kakak tua dan ia memanggil agi untuk anak yang dibawahnya. Di dalam hubungan jenjang keluarga, Universitas Sumatera Utara dalam adat karo hubungan ini diketahui melalui Ertutur yang berpedoman pada marga, beru dan bere – bere sebagai tanda keturunan seseorang. Dari sini akan diketahui jenjang keturunan tinggi rendahnya seseorang. Tiga tingkatan ertutur, tutur maganjang tutur tinggi yaitu orang yang mempunyai panggilan ayah ke atas, tutur sintengah tutur menengah, orang yang mempunyai panggilan senina atau rimpal. Tutur meteruk atau tutur rendah, yaitu orang yang mempunyai panggilan anak bawah. Dalam hubungannya dengan senioritas, faktor usia bukanlah yang menentukan tinggi rendahnya seseorang dalam bertutur, tetapi juga karena kedekatan sisilah atau nomor urut. Jadi tidak heran jika misalnya si Ate Malam yang berumur tahun memanggil bibi kepada Riah Nanita yang berumur 20 tahun. Akibat adanya pertalian keluarga atas dasar ertutur, maka juga ada 8 tutur dalam masyarakat karo yang disebut tutur siwaluh yaitu Sembuyak, senina, siparibanen, senina sipemeren, anak beru, anak beru mentri, kalimbubu, puang kalimbubu, dalam sebuah kegiatan atau upacara adat mereka sudah mempunyai tempat masing-masing yang telah ditentukan oleh adat dengan sedemikian rupa.

2.4 Sistem Politik dan Pemerintahan

Pemerintahan dan perpolitikan Masyarakat Karo tidak dapat lepas dari pengaruh adat istiadat yang dipakai. Dimana adat adalah hukum yang paling dihormati oleh masyarakat Karo, dasarnya adalah merga silima, rakut sitelu, tutur siwaluh, perkade-kaden siduabelas tambah sada, garis keturunan dalam hubungan perkawinan. Universitas Sumatera Utara Kesatuan teritorial yang terbesar adalah kuta kampungdesa setiap kuta dikepalai oleh seorang pengulu yang sekaligus menjalankan pemerintahan diangkat dari orang yang pertama sekali membuka lahan dan mendirikan kuta di sebuah daerah. Setiap daerah kesatuan teritorial dihuni oleh sejumlah keluarga berasal dari sub-klan yang sama di sebut “kuta”. 13 Pemerintahan desa di Tanah Karo pada mulanya adalah pemerintahan adat. Hal ini tidak terlepas dari sejarah pembentukan desa dan situasi politik yang melatarbelakangi kehidupan masyarakat Karo. Pembentukan desa dimulai dengan pembentukan kesain yaitu kelompok permukiman penduduk yang semula didirikan oleh pendiri satu desa yang disebut simanteki atau merga taneh dengan anak beru dan senina-nya. Desa yang disebut kesain dikepalai oleh penghulu kesain dan anak beru- nya dan adapun yang menjadi penghulu di kesain yang baru tetap yang mula-mula mendirikan kesain awal atau keturunannya yang disebut sebagai merga taneh atau Kepala desa yang tradisional atau penghulu adalah anggota merga taneh tersebut. Bersama seorang anak beru dan seorang senina-nya, penghulu menjalankan pemerintahan desa. Menurut adat Karo sebuah desa tidak dapat didirikan oleh satu orang atau satu kelompok patrilineal-nya saja, tetapi harus bersama-sama dengan anak beru dan senina dari kelompok itu. Anak beru yang demikian disebut juga anak beru tua, atau pengambil dara yang tradisional. Yang dimaksud dengan senina adalah orang atau kelompok patrilineal lain dan tergolong satu klen, tetapi berbeda sub-klen. Ketiga kedudukan tersebut akan memerintah secara turun temurun. 13 Ibid., hal 79 Universitas Sumatera Utara simantek tadi. Setelah terbentuk dua atau tiga kesain atau lebih barulah terbentuk sebuah kuta. Setelah terjadi beberapa kesain dibuatlah musyawarah antara kesain untuk mendirikan jambur. Jambur disebut juga balai kuta yang merupakan tempat bermusyawarah atau runggu dari penghulu-penghulu kesain yang dikepalai penghulu kesain yang paling tua yang mula-mula mendirikan kesain. Kepala kuta ini dibantu oleh penghulu-penghulu kesain lainnya dan tokoh masyarakat. Tokoh masyarakat di desa selain penghulu adalah guru sibaso orang pandai menentukan hari baik atau tidaknya suatu kegiatan dan dapat pula mengetahui arti dan makna dari suatu kejadian dan guru atau dukun yang pandai mengobati, pandai namura yang pandai bertukang, sierjabaten yaitu pemusik, pemukul gendang, tukang serunai, pemukul gong yang besar dan kecil, pande perik orang yang mengetahui air irigasi dan lainnya. Dengan bertambahnya penduduk, terbatasnya tempat pemukiman di kesain dan sebab-sebab lain seperti kekurangan tanah perladangan, terbentuknya kesain di luar kuta kumpulan kesain semula yang dapat berkembang jadi kuta yang baru. Hubungan kuta yang baru dengan kuta yang lama tetap terpelihara khususnya dalam saling mengundang dan kuta yang lama akhirnya membentuk yang disebut urung. Adapun yang menjadi penghulu urung adalah penghulu kuta pertama, penghulu urung lama-kelamaan disebut raja urung. Ketika Belanda menguasai Tanah Karo, maka pemerintah kolonial Belanda mengelompokkan desa-desa yang dipimpin oleh merga yang sama dinamai sibayak yang artinya orang kaya. Para Sibayak ini mendapat kewibawaan bukan dari bawah Universitas Sumatera Utara tetapi dari atas. Mereka digaji oleh pemerintah Belanda dan pangkat Sibayak ini turun-temurun melalui Gubernur Jenderal. Hal ini diteruskan dan diakui oleh pemerintah Jepang. Universitas Sumatera Utara

BAB III GERAKAN PEMUDA RAKYAT