dimana dapat mempertahankan integritas struktur dentin akar yang tersisa dan meningkatkan retensi dan resisten terhadap pergeseran.
5
h Estetik yang optimal Ketika nilai estetika menjadi aspek yang penting, pemilihan bahan restorasi
menjadi sangat penting untuk dipertimbangkan. Transmisi cahaya dari bahan metal tuang atau pasak buatan pabrik berbeda dari dentin natural. Penghambatan cahaya oleh
pasak metal menyebabkan bayangan gelap pada area submarginal. Ketika menggunakan restorasi ceramic, warna dan opacity pasak metal memungkinkan terdinya diskolorisasi
dan bayangan gelap pada area servikal gigi.
5
Sifat optical kedua seperti translucency, opacity, opalescence, iridiscence dan fluorescence dari komposit resin membolehkan cahaya dapat melewati gigi dan material
restorasi untuk merefleksikan, membiaskan, mengabsorbsi dan meneruskan cahaya tersebut sesuai dengan kepadatan kristal hydroxyapatite, enamel rods, dan tubulus
dentin. Maka untuk mendapatkan estetika yang optimal dan harmoni dengan gigi, maerial restorasi sangat berpengaruh.
5
2.3 Perlekatan Fiber Polyethylene Dengan Komposit
Penggunaan komposit sebagai bahan rekontruksi inti berkembang seiring dengan perkembangan pasak buatan pabrik. Terdapat banyak variasi dari bahan resin komposit,
mulai dari microhybrid sampai flowable composite, light-cure dan self-cure, memungkinkan untuk dilakukan bulit-up inti. Dimana yang satu dengan yang lain
memiliki perbedaan kekuatan, kekakuan dan elastisitas. Inti dengan self-curing composite lebih kaku sehingga dapat menyokong inti dengan stabil, sedangkan flowable
light-curing composite menghasilkan sedikit kekosongan , lebih baik integrasinya dengan permukaan pasak dan mudah dalam penggunaanya. Teknik direct memiliki
beberapa keuntungan seperti lebih sederhana, cepat, ekonomis karena menghemat waktu kunjungan, dan menghasilkan restorasi yang estetis. Sebagai hasilnya, inti yang
dibangun secara direct dengan komposit resin menunjukkan resisten fraktur dibanding dengan inti yang dibangun dari emas tuang.
6
Universitas Sumatera Utara
2.4 Faktor Penting Dalam Restorasi Pasak Adhesif
Dalam restorasi pasak adhesif ada beberapa faktor yang harus diperhatikan untuk meningkatkan keberhasilan perawatan diantaranya adalah :
2.4.1 Sistem Adhesif, Semen Luting dan Mekanisme Perlekatannya
Adhesi adalah suatu mekanisme fisik dan kimia yang kompleks yang menghasilkan suatu perlekatan dari suatu substansi ke substansi lainnya. Adhesif adalah
bahan yang biasanya berupa zat cair yang kental yang menggabungkan dua substansi sehingga mengeras dan mampu memindahkan suatu kekuatan dari suatu permukaan ke
permukaan lainnya. Terdiri dari tiga langkah yaitu etsa, primer, bonding. Etsa adalah larutan asam yang menghasilkan proses demineralisasi pada permukaan enamel atau
dentin yang meningkatkan energi bebas permukaan. Primer terdiri dari campuran monomer hydrophilic dan pelarut yang bertujuan untuk menghasilkan kemampuan
pembasahan permukaan gigi. Bonding mengandung bagian hydrophobhic yang menghasilkan penggabungan dengan bahan restorasi berbasis resin atau semen resin.
Bahan bonding diaplikasikan pada permukaan suatu benda agar benda dapat melekat, bertahan dari pemisahan dan menyebarluaskan beban melalui perlekatannya.
22
Pada penelitian ini, yang digunakan adalah sistem adhesive total-etch yang memerlukan pencucian pada permukaan dentin yang dietsa, sehingga diharapkan dapat
menghilangkan smear layer. Sistem adhesive total-etch terdiri dari beberapa tahap yaitu etching dengan asam
phosphor 35-37 selama 15-20 detik, dilanjutkan tahap priming, dan tahap bonding atau dapat juga bahan primer dan bonding digabung dalam satu kemasan total etch-two
step dan diaplikasikan setelah pencucian bahan etsa. Bahan etsa akan menyingkirkan smear layer dan membuka semua tubulus dentin dan kolagen yang terekspos.
23
Kebanyakan kegagalan yang terjadi pada pasak saluran akar disebabkan oleh kehilangan retensi pasak. Salah satu faktor yang mempengaruhi retensi adalah semen
lutting dan interaksi antara pasak-inti, pasak-semen dan dentin-semen. Telah dilakukan penelitian mengenai pengaruh dari semen lutting seperti zinc phosphat, polycarboxylate,
glass ionomer, dan resin semen pada retensi pasak dan ketahanan fraktur.
6
Universitas Sumatera Utara
Kelebihan dari semen zinc posphat adalah ikatannya dari proses mekanikal ketidakteraturan dentin. Kekurangannya adalah perlekatannya yang kurang baik
terhadap struktur gigi, mengiritasi pulpa, dan tidak memiliki sifat antikariogenik. Sifat retentif dari polycarboxylate semen lebih kecil dibanding semen zinc posphat dan glass
ionomer. Kelebihan dari semen glass ionomer adalah dalam penggunaan, berikatan baik dengan struktur gigi, dan memiliki sifat antikariogenik. Kekurangannya adalah sifatnya
yang rapuh dan kekakuannya yang rendah.
6
Semen luting yang direkomendasikan pada pasak FRC adalah semen resin, dikarenakan semen ini memiliki retensi dan resistansi yang lebih baik dibandingkan zinc
posphat cement. Modulus elasisitasnya juga mendekati dentin sehingga semen luting ini memiliki daya tahan terhadap fraktur yang tinggi tinggi dibanding semen lainnya dan
sangat baik untuk mendukung dinding saluran akar yang tipis.
6,25
Dentin saluran akar dietsa terlebih dahulu sehingga menghasilkan adhesi yang kuat, karena proses pengetsaan menyebabkan tubulus dentin terbuka dan kolagen
terekspos sehingga bahan bonding akan berpolimerisasi dengan tubulus dentin dan membentuk ikatan yang kuat. Komposisi resin-based cement hampir menyerupai resin-
based composite filling material. Monomer yang tergabung di dalam resin digunakan untuk meningkatkan perlekatan ke dentin. Polimerisasi dapat dicapai dengan
conventional peroxide-amine induction system self cure, autopolymerizble atau dengan light cure, atau dengan kedua sistem tersebut dan disebut dual-cure yang dapat
meningkatkan derajat konversi dari semen, sifat mekanis semen seperti modulus elsatisitas dan kekerasan semen yang dapat diperbaiki.
6
Akan tetapi, semen resin tidak baik jika dikombinasikan dengan sealer berbasis eugenol, karena senyawa phenolic seperti eugenol menghalangi polimerisasi radikal
bebas pada semen resin. Itulah sebabnya beberapa penelitian memberikan hasil yang kurang baik ketika terdapat eugenol pada dentin radikuler. Semen resin adhesif juga
bersifat sensitif karena waktu kerjanya yang singkat. Selain itu, dibutuhkan kelembaban yang optimal untuk mendapatkan adhesi dan polimerisasi yang optimal, akan tetapi
kelembaban ini sulit dikontrol pada ruang pasak yang dalam sehingga semen ini sulit untuk dimanipulasi.
6,24
Mekanisme adhesi yang penting pada sementasi adalah mekanik interlocking, adhesi kimia dan interdifusi. Adhesi mekanik adalah berdasarkan interlocking adhesif
Universitas Sumatera Utara
pada permukaan yang tidak teratur dari substrsat. Adhesi kimia adalah berdasarkan ikatan kovalen ataupun ionik yang menghasilkan perlekatan adhesif yang kuat.
Interdiffusi adalah berdasarkan difusi dari molekul polimer pada permukaan ke jaringan molekuler permukaan yang lainnya. Mekanisme ini digunakan dalam perlekatan pasak
saluran akar. Homogenitas mekanis dan integrasi dari interfasial yang berbeda adalah sesuatu yang peting pada sistem pasak.
6
2.4.2 Smear Layer
Smear layer merupakan lapisan debris organik yang terdapat pada permukaan dentin akibat dari preparasi dentin yang dilakukan dan hanya akan menjadi penyulit
dalam perlekatan dentin. Smear layer yang masuk ke tubulus dentin akan menjadi barier difusi yang akan menurunkan permeabilitas dentin sehingga diperlukan pengetsaan
dentin untuk menghilangkan smear layer. Melalui pengetsaan dengan dengan asam phosphor 37 selama 15 detik akan menghilangkan smear layer, dan membuat tubulus
dentin terbuka sehingga diharapkan pengetsaan intertubular dan peritubular dentin dapat menyebabkan penetrasi dan perlekatan bahan bonding sehingga terbentuk hybrid
layer.
25,26
2.4.3. Hybrid Layer
Melalui hybrid layer akan terbentuk mekanisme bonding dari dentin bonding agent. Lapisan inilah yang secara mikromekanis berikatan dengan serat kolagen dentin
yang telah terbuka karena demineralisasi. Ikatan ini terbentuk oleh difusi resin pada resin primer dan bonding. Ketebalan hybrid layer adalah 1µm untuk sistem all in one
dan mencapai 5 µm pada sistem konvensional.
26
Pada penelitian ini sampel yang digunakan adalah gigi nonvital yang telah kehilangan kandungan air dan cross-linking
kolagennya.
14,32
2.4.4. Bentuk Anatomi Saluran Akar
Ketika retorasi pasak dan inti menjadi pilihan sebuah perawatan pada gigi pasca perawatan saluran akar maka pertimbangan mengenai bentuk anatomi saluran akar
Universitas Sumatera Utara
menjadi hal yang penting untuk diperhatikan. Insisivus sentral dan lateral rahang atas biasanya memiliki akar yang cukup besar untuk memuat hampir seluruh sistem pasak.
Kaninus rahang atas mempunyai akar yang pada bagian faciolingual relatif lebih besar sehingga diperlukan pasak dan inti individual costumized. Menurut Zillich dan Yaman
1985 premolar rahang atas memiliki masalah yang bervariasi : dinding saluran akarnya tipis dan meruncing tapered, proximal invagination, adanya pemisahan
saluran akar, akar distal-apikal yang membentuk lekukan, dan bagian fasial dari akar palatal yang berlekuk.
Faktor-faktor inilah yang meyebabkan penempatan pasak yang panjang harus dihindari karena dapat memperlemah akar secara berlebihan atau akan terjadi perforasi
saluran akar dan akan menyebabkan kegagalan yang lebih parah. Pada molar rahang atas penempatan pasak yang paling baik adalah pada akar palatal meskipun terkadang
masih akan menimbulkan masalah. Dilaporkan bahwa 85 bentuk dari akar fasial dan palatal membengkok. Terkadang pada permukaan fasial dan palatal terjadi invaginasi
yang dapat menjadai predisposisi perforasi akar ketika dilakukan penempatan pasak.
24
Insisivus rahang bawah sangat sulit diberikan restorasi pasak dan inti, dan tingkat keberhasilan lebih tinggi pada perawatan yang dilakukan tanpa pasak. Premolar
rahang bawah cukup untuk ditempatkan sebuah pasak karena memiliki ukuran akar yang cukup besar, akan tetapi sudut mahkota dan akar harus dipertimbangkan karena
pengeboran yang dilakukan dengan tujuan untuk mendapatkan ruang yang cukup untuk pasak beresiko terjadi perforasi pada dinding fasial akarnya. Molar rahang bawah
mempunyai bagian yang paling khas pada akar bagian mesio-distal yang sangat tipis, sehingga akar tersebut akan semakin lemah jika dilakukan penempatan pasak buatan
pabrik.
24
Universitas Sumatera Utara
2.5 Efek Ferrule
Ferrule berasal dari bahasa latin yaitu ferrum yang berarti besi dan viriola yang berarti gelang. Sebuah ferrule adalah sebuah gelang yang mengelilingi mahkota gigi
dengan demikian dapat menguatkan gigi, memberikan retensi dan mencegah fraktur. Penggunaan ferrule sebagai bagian dari inti dan mahkota dapat memberikan keuntungan
dalam memperkuat gigi yang telah diisi saluran akar.
27,28
Dari penelitian sebelumnya dikonfirmasikan bahwa mahkota dan gigi pasca perawatan endodonti memiliki tekanan terbesar pada daerah servikal, dan bahwa sebuah
pembuatan ferrule pada servikal menciptakan efek positif pada peningkatan tekanan yang berkonsentrasi di antara inti dan dentin.
29
Tekanan pada keseluruhan restorasi disalurkan pada permukaan dentin-mahkota, dan pasak tidak berkontribusi dalam
transfer tekanan sampai ikatan antara komposit inti dan dentin mengalami kegagalan. Sebuah ferrule yang mengelilingi mahkota memberikan efek proteksi dengan
mengurangi tekanan pada gigi yang dinamakan efek ferrule.
30
Sebagai tambahan, preparasi ferrule dapat membantu menjaga integritas dari semen seal dan mahkota.
Ketika ferrule tidak ada atau terlalu kecil, tekanan oklusal menyebabkan pasak bergerak yang memungkinkan terjadi pergerakan kecil dari inti, dan semen seal pada margin
mahkota dapat fraktur yang dalam waktu singkat menghasilkan celah dan karies.
29
Gigi dengan sebuah ferrule lebih banyak mengalami fraktur oblique, sedangkan gigi tanpa
ferrule dominan mengalami fraktur akar vertikal.
30
Pada sebuah penelitian dengan menggunakan finite element analisis menunjukkan bahwa ketidakhadiran ferrule merupakan sebuah faktor determinan negatif,
menimbulkan tingkat tekanan yang sangat lebih tinggi.
29
Ferrule menjadi sangat
penting untuk mendapatkan keberhasilan jangka panjang dari sebuah pasak. Stankiewicz dan Wilson pada tahun 2002 melaporkan sebuah ferrule dengan 1mm dari
tinggi vertikal menunjukkan ketahanan yang berlipat terhadap fraktur dan dibanding tanpa menggunakan ferrule, dan menambahkan resistensi pasak terhadap tekanan
torsi.
6,14
Hasil yang sama juga ditunjukkan dalam penelitian in vitro oleh Tan dkk 2005, didapat bahwa gigi yang dengan mahkota ber-ferrule 2 mm lebih signifikan memiliki
ketahanan terhadap fraktur dibandingkan gigi yang direstorasi tanpa ferrule.
6
Studi lain menunjukkan efek yang paling maksimum didapat dari ferrule dengan tinggi 1,5-2 mm dari vertikal gigi. Pola fraktur pada pasak yang menggunakan
Universitas Sumatera Utara
ferrule juga lebih menguntungkan. Kebanyakan dari fraktur pada gigi yang tidak diberikan ferrule tidak dapat direstorasi ulang.
14
Naumann dkk pada tahun 2006 juga mengatakan bahwa ketidakhadiran ferrule pada perawatan endodonti dengan restorasi
pasak dan inti sangat berhubungan dengan banyaknya variasi dari kegagalan yang terjadi.
6
Gambar 6. Restorasi gigi berpasak dengan preparasi ferrule. I mahkota, II inti, III
ferrule, IV pasak, V gutta-percha
7
2.6 Pola Fraktur dan Kegagalan Perlekatan