Efektivitas e-lelang Di Unit Pelaksana Teknis (UPT) Bandung Electronic Procurement (Bep) Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (BAPPEDA) Kota Bandung)

(1)

1 BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Laporan KKL

Indonesia merupakan negara yang kaya akan Sumber Daya Alam (SDA). SDA yang melimpah seharusnya mampu menjadikan Bangsa Indonesia menjadi Bangsa yang dapat memakmurkan rakyatnya. Kekayaan SDA pada kenyataannya tidak diikuti dengan kemampuan Sumber Daya Manusia (SDM) yang berkualitas. Kemampuan SDM yang masih rendah mengakibatkan pembangunan Bangsa Indonesia mengalami hambatan.

Keadaan Bangsa Indonesia sekarang ini mengalami keterpurukan di berbagai bidang sehingga terjadi krisis yang berkepanjangan. Krisis yang berkepanjangan ini menuntut pemerintah dan rakyatnya untuk dapat bersama-sama mengatasinya. Pemerintah merupakan lembaga yang menjalankan penyelenggaraan negara. Pemerintah mempunyai wewenang untuk mengatur kehidupan rakyat sehingga tercipta kemakmuran dan kesejahteraan.

Keberadaan daerah pada era otonomi daerah terbagi atas wilayah Provinsi, Kabupaten atau Kota dan Desa. Peranan pemerintah daerah sangat penting dalam tercapainya pembangunan di daerah. Pelaksanaan otonomi daerah sekarang ini, daerah mempunyai kebebasan untuk menentukan arah pembangunannya sendiri. Peningkatan kualitas aparatur pemerintah dalam


(2)

melaksanakan tugas sangat dibutuhkan sehingga mampu berkompetisi dengan sektor swasta melalui peningkatan pelayanan kepada masyarakat yang efektif.

Pelaksanaan otonomi daerah menjadikan daerah sebagai pusat kegiatan pembangunan diberbagai sektor membutuhkan pertukaran arus informasi yang cepat. Untuk mendukung pertukaran arus informasi yang cepat ini, keterpaduan kegiatan pembangunan yang lebih partisipatif dan penggunaan teknologi informasi sangat dibutuhkan. Hal tersebut dimaksudkan untuk mengakses keterhubungan informasi antar jenjang pemerintahan baik Pusat, Pro vinsi dan Kabupaten/Kota. Selain itu antar pemerintah dengan dunia usaha dan masyarakat.

Seiring dengan kemajuan teknologi di era globalisasi sekarang ini, pemerintah Provinsi Jawa Barat menyikapi perkembangan tersebut dengan menerapakan apa yang disebut dengan e-Government. Penerapan e-Government merupakan bentuk usaha yang dilakukan pemerintah. Dalam hal ini melalui teknologi informasi dan komunikasi. Penerapan e-Government bertujuan mewujudkan pelaksanaan pemerintah yang lebih efisien dan efektif, pelayanan yang terjangkau dan memperluas akses publik untuk memperoleh informasi sehingga akuntabilitas pemerintah meningkat.

Informasi merupakan kebutuhan pokok bagi setiap manusia untuk dapat mengembangkan hidupnya baik dari segi politik, hukum, ekonomi, sosial budaya dan keamanan dalam rangka pengembangan pribadi dan


(3)

3

lingkungannya. Kebutuhan informasi sangat penting bagi kehidupan seseorang. Oleh karena itu tidak salah jika pelayanan memperoleh informasi publik merupakan bagian dari hak dasar dalam kehidupan manusia. Kebutuhan informasi sama halnya dengan efektivitas pembangunan daerah. Hal ini dapat ditentukan dengan adanya komunikasi yang baik antara pemerintah daerah selaku pejabat publik dengan masyarakat. Komunikasi yang baik dapat menciptakan adanya transparansi informasi bagi publik.

Keinginan untuk menciptakan adanya transparansi informasi pada kenyataannya masih banyak masyarakat maupun individu-individu sosial yang tidak bisa mendapatkan haknya dalam memperoleh informasi. Masih ada lembaga atau badan-badan publik yang seharusnya tanpa diminta berkewajiban untuk memberikan informasi kepada masyarakat, ternyata justru meyembunyikan informasi. Permasalahan yang sering ditemukan berkaitan dengan hak masyarakat dalam memperoleh informasi, yaitu banyaknya birokrasi yang harus dilewati oleh seseorang untuk memperoleh informasi di lembaga pemerintah. Kejadian seperti itu sebenarnya sudah menyimpang dari ketentuan dalam hal memberikan pelayanan kepada masyarakat. Pemberian pelayanan publik seharusnya menjadi tanggung jawab setiap lembaga pemerintah untuk merealisasikannya.

Pelayanan untuk memperoleh informasi pada saat sekarang ini begitu kompleks. Pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di dunia ini dimana perubahan demi perubahan berlangsung secara cepat dan


(4)

menjangkau lapisan yang luas. Perubahan yang cepat harus dikendalikan. Untuk menjamin agar proses perubahan yang terjadi dapat dikendalikan secara teratur maka dibutuhkan suatu mekanisme yang dapat diterapkan sesuai dengan keadaan. Penerapan e-Government merupakan suatu mekanisme yang dapat menjawab segala permasalahan berkenaan dengan pelayanan informasi bagi masyarakat.

Pemerintah Kota Bandung dalam rangka mengimplementasikan penerapan e-Government membuat suatu sistem informasi yang disebut e-Lelang. e-Lelang (e-tendering), adalah sebuah sistem yang akan mengadakan proses pelelangan umum secara elektronik untuk mendapatkan barang atau jasa. Proses penawaran harga dilakukan satu kali pada hari, tanggal, dan waktu yang telah ditentukan dan disepakati dalam dokumen pengadaan untuk mencari harga terendah tanpa mengabaikan kualitas dan sasaran yang telah ditetapkan. e-Lelang biasanya digunakan untuk pengadaan barang/jasa yang memerlukan evaluasi teknis untuk mendapatkan kualitas terbaik dan evaluasi harga untuk mendapatkan harga yang wajar. Proses pengadaan barang atau jasa yang melalui e-Lelang adalah pekerjaan konstruksi, pengadaan barang dengan variasi kualitas yang beragam, dan jasa pemborongan nonkonstruksi. Lelang terdiri dari e-Lelang Umum (Regular e-Tendering) dan e-Penerimaan Berulang (Reverse e-Tendering).


(5)

5

Penerapan e-Lelang di Pemerintah Kota Bandung di jalankan oleh UPT Bandung Elektronic Procurement atau Lembaga Pelelangan Secara Elektronik (LPSE) Bappeda Kota Bandung. LPSE adalah unit kerja yang dibentuk di berbagai instansi dan pemerintah daerah untuk melayani Unit Layanan Pengadaan (ULP) atau Panitia/Pokja ULP Pengadaan yang akan melaksanakan pengadaan secara elektronik. Seluruh ULP dan Pa nitia/Pokja ULP Pengadaan dapat menggunakan fasilitas LPSE yang terdekat dengan tempat kedudukannya. LPSE melayani registrasi penyedia barang dan jasa yang berdomisili di wilayah kerja LPSE yang bersangkutan.

Berdasarkan pengalaman sejak tahun 2004 dalam hal pemberlakuan Keppres No. 80 Tahun 2003, efisiensi akan akan tercapai apabila proses pengadaan barang/jasa berlangsung secara transparan dan diikuti oleh sejumlah peserta pengadaan yang cukup banyak serta mengedepankan proses persaingan yang sehat.

Pengadaan barang/jasa secara elektronik (e-procurement) akan meningkatkan transparansi, sehingga persaingan sehat antar pelaku usaha dapat lebih cepat terdorong. Dengan demikian optimalisasi dan efisiensi belanja negara segera dapat diwujudkan. Pengadaan barang/jasa secara elektronik (e- procurement) yang diterapkan merupakan sistem pengadaan barang/jasa yang proses pelaksanaannya dilakukan secara elektronik dengan memanfaatkan fasilitas teknologi komunikasi dan informasi, dan


(6)

sistem aplikasi serta layanan pengadaan elektronik yang disediakan oleh Layanan Pengadaan Secara Elektronik (LPSE) Nasional. Metode pemilihan penyedia barang/jasa secara elektronik yang sudah digunakan saat ini adalah e-lelang umum (e-regular tendering). Metode pemilihan lainnya akan diterapkan secara bertahap sesuai dengan pengembangan sistem dan aplikasi pengadaan elektronik serta kerangka hukum yang menopangnya.

Perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) dewasa ini sangat memudahkan masyarakat untuk dapat menerima berbagai informasi. Perkembangan teknologi ini seharusnya dijadikan suatu mom ent bagi pemerintah Provinsi Jawa Barat dalam meningkatkan transparansi dan memberikan kemudahan bagi masyarakat untuk memperoleh layanan informasi mengenai segala kegiatan pemerintahan di daerahnya

Pada kenyataannya penerapan dan pemanfaatan e-Lelang ini mengalami berbagai kendala. Permasalahan yang sering muncul dalam penerapan sistem informasi dengan menggunakan teknologi tidak diiringi dengan kesiapan aparatur pemerintah dan masyarakat sebagai pengguna, infrastruktur yang tidak memadai. Aparatur pemerintah dan masyarakat tidak semua mengetahui akan kegunaan dan manfaat suatu sistem informasi sebagai sarana dalam memperoleh layanan informasi.


(7)

7

Efektivitas e-Lelang dalam pelayanan informasi pengadaan barang dan jasa pemerintah diharapkan berjalan efektif sehingga dapat digunakan dan dirasakan manfaatnya oleh setiap masyarakat. Sudah merupakan tugas pemerintah dan masyarakat untuk mampu mewujudkannya. Berdasarkan latar belakang di atas, maka peneliti mengambil judul “Efektivitas e- lelang di Unit Pelaksana Teknis (UPT) Bandung Electronic Procurement Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah (BAPPEDA) Kota Bandung”


(8)

1.2 Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka untuk memfokuskan arah dan proses pembahasan dalam penelitian ini, peneliti mengidentifikasikan masalah sebagai berikut :

1. Bagaimana tujuan e-lelang di UPT Bandung Electronic Procurement Bappeda Kota Bandung?

2. Bagaimana strategi e-lelang di UPT Bandung Electronic Procurement Bappeda Kota Bandung?

3. Bagaimana kebijakan e-lelang di UPT Bandung Electronic Procurement Bappeda Kota Bandung?

4. Bagaimana perencanaan e-lelang di UPT Bandung Electronic Procurement Bappeda Kota Bandung?

5. Bagaimana program e-lelang di UPT Bandung Electronic Procurement Bappeda Kota Bandung?

6. Bagaimana sarana dan prasana e-lelang di UPT Bandung Electronic Procurement Bappeda Kota Bandung?

7. Bagaimana sistem pengawasan e-lelang di Pemerintah di UPT Bandung Electronic Procurement Bappeda Kota Bandung?


(9)

9

1.3 Maksud dan Tujuan KKL

Maksud dari penelitian ini adalah untuk mengetahui efektivitas e-Lelang pada UPT Bandung Electronic Procurement Bappeda Kota Bandung . Sedangkan tujuan KKL ini adalah:

1. Untuk mengetahui tujuan e-lelang pada di UPT Bandung Electronic Procurement Bappeda Kota Bandung .

2. Untuk mengetahui strategi e-lelang pada di UPT Bandung Electronic Procurement Bappeda Kota Bandung.

3. Untuk mengetahui kebijakan e-lelang pada UPT Bandung Electronic Procurement Bappeda Kota Bandung .

4. Untuk mengetahui perencanaan e-lelang pada di UPT Bandung Electronic Procurement Bappeda Kota Bandung.

5. Untuk mengetahui sarana dan prasarana e-lelang pada di UPT Bandung Electronic Procurement Bappeda Kota Bandung .

6. Untuk mengetahui program e-lelang di UPT Bandung Electronic Procurement Bappeda Kota Bandung .

7. Untuk mengetahui sistem pengawasan e-lelang di UPT Bandung Electronic Procurement Bappeda Kota Bandung.

1.4 Kegunaan Laporan KKL

Sejalan dengan permasalahan di atas, diharapkan memiliki kegunaan yang bersifat teoritis dan praktis sebagai berikut :


(10)

1. Bagi peneliti, yaitu diharapkan dapat memahami dan menambah wawasan serta dapat memberikan manfaat tentang Efektivitas e- lelang di UPT Bandung Electronic Procurement Bappeda Kota Bandung.

2. Bagi kegunaan ilmiah, yaitu mengembangkan teori yang telah diperoleh di bangku kuliah dengan praktek di lapangan mengenai Efektivitas e-lelang di UPT Bandung Electronic Procurement Bappeda Kota Bandung.

3. Bagi kegunaan praktis, yaitu memberikan masukan kepada UPT Bandung Electronic Procurement Bappeda Kota Bandung mengenai efektivitas e-lelang di UPT Bandung Electronic Procurement Bappeda Kota Bandung. 4. Untuk mengetahui sistem pengawasan e-Lelang oleh UPT Bandung

Electronic Procurement Bappeda Kota Bandung.

1.5 Kerangka Pemikiran

Kajian tentang efektivitas mengacu pada dua kepentingan yaitu baik secara teoritis maupun secara praktis, artinya adanya ketelitian yang bersifat komprehensif dan mendalam dari efisiensi serta kebaikan-kebaikan untuk memperoleh masukan tentang produktifitas. Efektivitas merupakan keadaan yang berpengaruh terhadap suatu hal yang berkesan, kemanjuran, keberhasilan usaha, tindakan ataupun hal yang berlakunya.

Umumnya efektivitas selalu berhubungan dan dipadukan dengan efisiensi yang merupakan suatu kegiatan dalam pencapaian tujuan organisasi. Unit organisasi yang efisien belum tentu efektif, karena meskipun


(11)

11

unit tersebut menghasilkan sejumlah keluaran dengan menggunakan masukan yang minimal atau menghasilkan keluaran terbanyak belum tentu tujuan organisasi yang maksimal, sehingga unit tersebut menjadi kurang efektif atau dengan kata lain efektivitasnya kurang memadai. Efektivitas merupakan gambaran tingkat keberhasilan atau keunggulan dalam mencapai sasaran yang telah ditetapkan dan adanya keterikatan antara nilai-nilai yang bervariasi.

Sehubungan dengan hal-hal yang dikemukakan oleh pendapat para ahli di atas, maka efektivitas merupakan usaha pencapaian sasaran yang dikehendaki (sesuai dengan harapan) yang ditujukan kepada orang banyak dan dapat dirasakan oleh kelompok sasaran yaitu masyarakat. Hal ini sejalan dengan pendapat James L. Gibson yang dikutip oleh Agung Kurniawan dalam bukunya Transformasi Pelayanan Publik mengatakan mengenai ukuran efektivitas, sebagai berikut:

1. Kejelasan tujuan yang hendak dicapai; 2. Kejelasan strategi pencapaian tujuan;

3. Proses analisis dan perumusan kebijaksanaan yang mantap; 4. Perencanaan yang matang;

5. Penyusunan program yang tepat; 6. Tersedianaya sarana dan prasarana;

7. Sistem pengawasan dan pengendalian yang bersifat mendidik. (dalam Kurniawan, 2005:107).

Keterkaitan antara variabel yang mempengaruhi efektivitas e-Lelang pada UPT Bandung Electronic Procurement Bappeda Kota Bandung, hanya ada tujuh indikator yang sangat mempengaruhi terhadap efektivitas e-lelang


(12)

tersebut. Tujuh indikator tersebut, yaitu : Kejelasan tujuan yang hendak dicapai, kejelasan strategi pencapaian tujuan, proses analisis dan perumusan kebijaksanaan yang mantap, Perencanaan yang matang, penyusunan program yang tepat, Tersedianaya sarana dan prasarana, sistem pengawasan dan pengendalian yang bersifat mendidik. Peneliti mengambil tujuh indikator tersebut karena disesuaikan dengan situasi dan kondisi di lapangan.

Tujuan adalah sesuatu yang hendak dicapai oleh UPT Bandung Electronic Procurement Bappeda Kota Bandung agar pelayanan pengadaan barang dan jasa Pemerintah dapat berjalan sesuai dengan yang ditargetkan.

Strategi adalah penentuan cara yang harus dilakukan agar memungkinkan memperoleh hasil yang optimal, efektif dan dalam jangka waktu yang relatif singkat serta tepat menuju tercapainya tujuan yang telah ditetapkan (Hasibuan, 1996:104). Menurut Robert H. Hayes dan Steven C. Wheelwright yang dikutip oleh Alfonsus Sirait, bahwa strategi terdiri dari beberapa indikator, yaitu:

1. Wawasan waktu (time horizon);

Strategi dipergunakan untuk menggambarkan kegiatan yang meliputi waktu yang jauh ke depan, yaitu waktu yang diperlukan untuk melaksanakan kegiatan tersebut dan waktu yang diperlukan untuk mengamati dampaknya.

2. Dampak (impact);

Dengan mengikuti suatu strategi tertentu, dampak akhirnya akan sangat berarti.

3. Pemusatan upaya (concentration of effort);

Sebuah stategi yang efektif mengharuskan pusat kegiatan, upaya atau perhatian terhadap rentang sasaran yang sempit.


(13)

13

4. Pola keputusan (pattern decision);

Keputusan-keputusan harus saling menunjang, artinya mengikuti suatu pola yang konsisten.

5. Peresapan (pervasiveness);

Suatu strategi mencakup spektrum kegiatan yang luas mulai dari proses alokasi sumber daya sampai dengan kegiatan dalam pelaksanaannya.

(dalam Sirait, 1991:40).

Perumusan kebijakan adalah pernyataan umum perilaku daripada organisasi yang memberikan bimbingan dalam berfikir dan menentukan keputusan. Menurut pendapat Soewarno Handayaningrat dalam bukunya Pengantar Studi Ilmu Administrasi dan Manajemen menyebutkan, bahwa perumusan kebijakan terdiri dari beberapa indikator, sebagai berikut: (1) Pedoman, (2) Pengambilan keputusan (Handayaningrat, 1994:128).

Perencanaan merupakan penentuan tujuan utama organisasi berserta cara-cara untuk mencapai tujuan tersebut, Perencanaan adalah pemilihan dan menghubungkan fakta-fakta, membuat serta menggunakan asumsi-asumsi yang berkaitan dengan masa datang dengan menggambarkan dan merumuskan kegiatan-kegiatan tertentu yang diyakini diperlukan untuk mencapai suatu hasil tertentu. (Terry1975),

Menurut Malayu S.P. Hasibuan dalam bukunya Manajemen Pengertian Sasar dan Masalah yang mendefinisikan program adalah suatu rencana yang pada dasarnya telah menggambarkan rencana yang konkret, yang terdiri dari beberapa indikator, yaitu: (1) Sasaran, (2) Prosedur, (3) Anggaran (Hasibuan, 1996:103).


(14)

Keterkaitan antara pengawasan dan pengendalian dalam ukuran efektivitas yang dikemukakan James L. Gibson yang dikutip Agung Kurniawan, merupakan satu kesatuan yang memiliki keterkaitan yang tidak dapat dipisahkan. Hal tersebut diperjelas Ukasah Martadisastra dalam bukunya Azaz-Azas Manajemen Konsep dan Aplikasinya, menyebutkan keterkaitan antara pengawasan dan pengendalian, sebagai berikut:

“Rencana yang baik dapat gagal apabila tidak adanya kegiatan pengendalian, yaitu mengawasi, mencocokkan dan mengusahakan supaya segenap aktivitas berlangsung sesuai dengan rencana yang ditetapkan dan hasil yang dikehendaki” (Martadisastra, 2002:92).

Secara umum sarana dan prasarana adalah alat penunjang keberhasilan suatu proses upaya yang dilakukan di dalam pelayanan publik, karena apabila kedua hal ini tidak tersedia maka semua kegiatan yang dilakukan tidak akan dapat mencapai hasil yang diharapkan sesuai dengan rencana. Menurut moenir mengemukakan bahwa sarana adalah sebagai berikut :

”segala jenis peralatan, perlengkapan kerja dan fasilitas yang berfungsi sebagai alat utama/pembantu dalam pelaksanaan pekerjaan, dan juga dalam rangka kepentingan yang sedang berhubungan dengan organisasi kerja” (Moenir ,1992 : 119)

Pengertian yang dikemukakan oleh Moenir, jelas memberi arah bahwa sarana dan prasarana adalah merupakan seperangkat alat yang digunakan dalam suatu proses kegiatan baik alat tersebut adalah merupakan peralatan pembantu maupun peralatan utama, yang keduanya berfungsi untuk mewujudkan tujuan yang hendak dicapai.


(15)

15

Menurut pendapat George R. Terry dalam Sarwoto Kertodipuro mendefinisikan pengawasan, yaitu pengawasan merupakan pengarahan kepada tujuan, sehingga bersifat harapan yang menunjukan apa yang harus dilakukan. Adapun indikatornya, sebagai berikut:

1. Penentuan ukuran atau pedoman baku (standar);

2. Penilaian atau pengukuran terhadap pekerjaan yang sudah/senyatanya dikerjakan;

3. Perbandingan antara pelaksanaan pekerjaan dengan ukuran yang telah ditetapkan untuk mengetahui penyimpangan-penyimpangan yang terjadi;

4. Perbaikan atau pembetulan. (dalam Kertodipuro, 1985:100).

Sehubungan dengan hal tersebut di atas, maka pengukuran merupakan penilaian dalam arti tercapainya sasaran yang telah ditentukan sebelumnya dengan menggunakan sasaran yang tersedia. Jelasnya bila sasaran atau tujuan telah tercapai sesuai dengan yang direncanakan sebelumnya adalah efektif. Jadi, apabila suatu tujuan atau sasaran itu tidak sesuai dengan waktu yang telah ditentukan, maka tidak efektif. Efektivitas merupakan fungsi dari manejemen, dimana dalam sebuah efektivitas diperlukan adanya prosedur, strategi, kebijaksanaan, program dan pedoman. Tercapainya tujuan itu adalah efektif sebab mempunyai efek atau pengaruh yang besar terhadap kepentingan bersama.

Pengertian pelayanan menurut Moenir adalah kegiatan yang dilakukan oleh seseorang atau sekelompok orang dengan tujuan memberikan bantuan atau kemudahan untuk mencapai tujuan tertentu (Moenir, 2006:12).


(16)

Sedangkan Menurut Kurniawan, pelayanan publik dapat diartikan sebagai pemberian layanan (melayani) keperluan orang atau masyarakat yang mempunyai kepentingan pada organisasi itu sesuai dengan aturan pokok dan tata cara yang telah ditetapkan (Kurniawan, 2005:4).

Kebijakan pemerintah untuk mengembangkan transparansi pelayanan publik diatur dalam KeputusanMenteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor. KEP/26/M.PAN/2/2004 Tanggal 24 Februari 2004 Tentang Petunjuk Teknis Transparansi dan Akuntabilitas Dalam Penyelenggaraan Pelayanan Publik. Kebijakan ini berlandaskan pada Undang-Undang Dasar 1945 telah mengamanatkan bahwa negara wajib melayani setiap warga negara dan penduduk untuk memenuhi kebutuhan dasarnya dalam rangka pelayanan umum dan meningkatkan kesejah teraan masyarakat. Di samping itu, pada kondisi aktual selama ini, penyelenggaraan public service (pelayanan publik) yang dilaksanakan oleh aparatur pemerintah dalam ber bagai sektor pelayanan, terutama yang menyangkut pemenuhan hak-hak sipil dan kebutuhan dasar masyarakat, kinerjanya masih belum seperti yang diharapkan.

Menurut pendapat Ratminto dan Winarsih dalam bukunya Sistem Informasi Manajemen mendefinisikan sistem informasi, sebagai berikut:

”Transparansi dalam konteks penyelenggaraan pelayanan publik adalah terbuka, mudah, dan dapat diakses oleh semua pihak yang membutuhkan serta disediakan secara memadai dan mudah


(17)

17

dimengerti” (Ratminto, Winarsih, 2005 : 19).

Jadi secara konseptual, transpara nsi dalam penyelenggaraan publik adalah segala kegiatan pelayanan yang dilaksanakan oleh penyelenggara pelayanan public sebagai upaya pemenuhan kebutuhan penerima pelayanan maupun pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan, yang bersifat terbuka, mudah, dan dapat diakses oleh semua pihak yang membutuhkan serta disediakan secara memadai dan mudah dimengerti oleh semua penerima kebutuhan pelayanan.

Berdasarkan pengertian di atas, jelas bahwa transparansi merupakan kunci untuk meningkatkan kepercayaan msyarakat kepada pemerintah sehingga pelayanan public bias berjalan sesuai apa yang diharapkan oleh Pemerintah dan Masyarakatnya.

e-lelang (e-tendering), adalah sebuah sistem yang akan mengadakan proses pelelangan umum secara elektronik untuk mendapatkan barang atau jasa. Proses penawaran harga dilakukan satu kali pada hari, tanggal, dan waktu yang telah ditentukan dan disepakati dalam dokumen pengadaan untuk mencari harga terendah tanpa mengabaikan kualitas dan sasaran yang telah ditetapkan. e-Lelang biasanya digunakan untuk pengadaan barang/jasa yang memerlukan evaluasi teknis untuk mendapatkan kualitas terbaik dan evaluasi harga untuk mendapatkan harga yang wajar. Proses pengadaan barang atau jasa yang melalui e-Lelang adalah pekerjaan konstruksi, pengadaan barang dengan variasi kualitas yang beragam, dan jasa


(18)

pemborongan nonkonstruksi. Lelang terdiri dari Lelang Umum (Regular e-Tendering) dan e-Penerimaan Berulang (Reverse e-e-Tendering).

Berdasarkan kerangka pemikiran di atas, maka peneliti membuat definsi operasional. Definisi operasional dalam KKL ini adalah:

1. Tujuan adalah sesuatu yang hendak dicapai oleh UPT Bandung Electronic Procurement Bappeda Kota Bandung agar pelayanan pengadaan barang dan jasa Pemerintah dapat berjalan sesuai dengan yang ditargetkan.

2. Strategi, merupakan penentuan cara yang harus dilakukan oleh UPT Bandung Electronic Procurement Bappeda Kota Bandung sebagai pembuat e-lelang supaya pelayanan pengadaan barang dan jasa Pemerintah dapat efektif, dan tercapainya tujuan yang ditetapkan. Strategi dalam KKL ini meliputi :

a. Wawasan waktu, berapa lama waktu yang digunakan dalam mendapatkan pelayanan pengadaan barang dan jasa Pemerintah melalui e-lelang.

b. Dampak, efektivitas e-lelang memberikan dampak atau ukuran, baik yang positif maupun yang negatif.

c. Pemusatan upaya, fokus utama dari penggunaan e-lelang ini adalah memberikan pelayanan kepada semua pihak yang membutuhkan. 3. Kebijakan, faktor yang mendukung dalam kebijakan penggunaan e-lelang


(19)

19

adalah pedoman yang digunakan dalam penggunaan e-lelang dan pengambilan keputusan. Kebijakan dalam KKL ini meliputi :

a. Pedoman, merupakan petunjuk yang dijadikan arahan sebagai petujuk. Dalam hal ini e-lelang diatur oleh suatu peraturan yang mengaturnya.

b. Pengambilan keputusan, ditentukan oleh sikap dalam memilih beberapa alternatif. Pengambilan keputusan yang dilakukan dengan cara mempertimbangan hasil yang dicapai dalam penggunaan e-lelang yaitu dengan perbaikan dan penyempurnaan penggunaan e-lelang, atau pengalokasian faktor-faktor yang mempengaruhi e-lelang, seperti SDM dan perbaikan infrastruktur.

4. Perencanaan adalah bagaimana caranya agar efektivitas e-lelang pada UPT Bandung Electronic Procurement Bappeda Kota Bandung bisa tercapai melalui perencanaan yang matang dalam hal strategi dan program sehingga bisa didapatkan hasil yang memuaskan dalam pelayanan pengadaan barang dan jasa pemerintah di Kota bandung. 5. Program, rencana yang menggambarkan e-lelang pada UPT Bandung

Electronic Procurement Bappeda Kota Bandung sehingga tercapai efektivitas. Program dalam KKL ini meliputi :

a. Sasaran, sararan dalam KKL ini adalah para pihak yang membutuhkan informasi pengadaan barang dan jasa Pemerintah. Para pihak dalam


(20)

memperoleh informasi pengadaan barang dan jasa Pemerintah dapat mengakses langsung lewat e-lelang.

b. Prosedur, prosedur sangat dibutuhkan agar terjadi keteraturan. e-lelang dapat dilakukan dengan mudah karena sudah menggunakan sistem online sehingga tidak melalui birokrasi yang berbelit-belit.

6. Sarana dan prasaran merupakan factor pendukung yang sangat penting bagi UPT Bandung Electronic Procurement Bappeda Kota Bandung dalam melaksanakan pelayanan pengadaan barang dan jasa Pemerintah sehingga efektivitas e-lelang bisa tercapai

7. Pengawasan, pengawasan juga diperlukan untuk mengatur dan mencegah kemungkinan-kemungkinan adanya penyimpangan dalam e-lelang pada UPT Bandung Electronic Procurement Bappeda Kota Bandung . Pengawasan dalam penelitian ini meliputi :

a. Penilaian, jika efektivitas dari e-lelang telah terelalisasikan maka penilaian bisa dilakukan. e-lelang efektif tidaknya, bisa dinilai oleh masyarakat dan pemerintah sendiri.

b. Perbandingan, dengan adanya e-lelang dengan sistem teknologi informasi yang canggih, peneliti dapat membandingkannya dengan cara yang manual.


(21)

21

Bagan 1

Model Kerangka Pemikiran

UPT Bandung Electronic Procurement

Bappeda Kota Bandung

e-lelang

Pelayanan informasi Pengadaan Barang dan Jasa yang efektif

Pengawasan: 1. Penilaian 2. Perbandingan

Tujuan

Kebijakan : 1. Pedoman 2. Pengambilan

keputusan Strategi :

1. Wawasan waktu 2. Dampak

3. Pemusatan upaya

Program : 1. Sasaran 2. Prosedur


(22)

1.6 Metode Laporan KKL 1.6.1 Metode Laporan KKL

Metode KKL yang digunakan adalah metode deskriptif yaitu menggambarkan dan menganalisa data yang dilakukan dengan cara mengumpulkan data berdasarkan keadaan yang nyata. Hal ini sejalan dengan pendapat Mohammad Nazir dalam bukunya Metode Penelitian Sosial yang mendefinisikan metode deskriptif, sebagai berikut:

“Metode deskriptif adalah suatu metode dalam meneliti status kelompok manusia, suatu objek, suatu set kondisi, suatu sistem pemikiran ataupun suatu kasus peristiwa pada masa sekarang. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk membuat deskriptif, gambaran, atau lukisan secara sistematis faktual dan akurat mengenai faktor-faktor, sifat-sifat serta hubungan antara fenomena yang diselidiki”(Nazir, 1998:63).

PenULIS menggunakan metode deskriptif, karena KKL ini dimaksudkan untuk memberi gambaran tentang Efektivitas e-lelang di UPT Bandung Electronic Procurement Bappeda Kota Bandung, serta mendeskripsikan sejumlah konsep yang berkenaan dengan masalah pelayanan publik. Berdasarkan metode tersebut, peneliti menggunakan pendekatan kualitatif.

Menurut Taylor dan Bogdan dalam bukunya Bagong Suyanto dan Sutinah yang berjudul Metode Penelitian Sosial, pendekatan kualitatif adalah: “Penelitian yang menghasilkan data deskriptif mengenai kata-kata lisan maupun tertulis, dan tingkah laku yang dapat diamati dari orang-orang yang diteliti (dalam Bagong, 2005:166). Berdasarkan penjelasan dari definisi di atas, penelitian kualitatif merupakan pendekatan yang mempelajari dari


(23)

23

tingkah laku manusia khususnya orang-orang yang diteliti. Pemahaman terhadap orang yang diteliti mengenai tingkah laku manusia, penulis harus dapat mamahami proses interpretasi dan melihat segala sesuatu dari sudut pandang yang diteliti.

1.6.2 Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang digunakan oleh penulis dalam KKL ini disesuaikan dengan fokus dan tujuan penelitian, yaitu:

1. Studi Pustaka (Library Research)

Penelitian yang dilakukan dengan cara menelaah dan membandingkan sumber kepustakaan untuk memperoleh data yang bersifat teoritis. Menggunakan studi pustaka ini, penulis dapat memperoleh informasi tentang teknik-teknik penulisan yang diharapkan, sehingga pekerjaan penulis tidak merupakan duplikasi.

2. Studi Lapangan (Field Research)

Peninjauan yang dilakukan langsung pada UPT Bandung Electronic Procurement Bappeda Kota Bandung yang menjadi objek penelitian dengan tujuan yakni, mencari bahan-bahan sebenarnya, bahan-bahan yang lebih banyak, lebih tepat, lebih up to date, disamping itu penulis juga melakukan suatu penulisan dengan cara sebagai berikut:


(24)

yaitu teknik pengumpulan data dengan cara penulis berada di luar subjek yang diteliti dan tidak ikut dalam kegiatan-kegiatan yang mereka lakukan, sehingga penulis dapat lebih mudah mengamati tentang data dan informasi yang diharapkan.

b) Wawancara (Interview)

Yaitu pengumpulan data dengan cara berkomunikasi secara langsung dengan pimpinan instansi dan bagian-bagian yang menangani masalah yang diteliti. Penulis melakukan wawancara dengan narasumber, yaitu pihak-pihak yang terlibat pada manajemen sumber daya aparatur dalam Efektivitas e-lelang di UPT Bandung Electronic Procurement Bappeda Kota Bandung.

1.6.3 Teknik Analisa Data

Teknik analisis data yang sesuai dengan KKL ini adalah analisis deskriptif kualitatif. Secara operasional teknik analisis data yang dilakukan melalui beberapa tahapan sebagaimana model teknik analisis data yang dikemukakan oleh Miles dan Huberman dalam buk unya Sugiyono yang berjudul Memahami Penelitian Kualitatif adalah:

Pertama, reduksi data sebagai proses pemilihan, penyederhanaan klasifikasi data kasar dari hasil penggunaan teknik dan alat pengumpulan data di lapangan, reduksi data sesudah dilakukan semenjak pengumpulan data. Reduksi dilaksanakan secara bertahap dengan cara membuat


(25)

25

ringkasan data dan menelusuri tema yang tersebar. Setiap data yang dipilih disilang melalui komentar dari informasi yang berbeda untuk menggali informasi dalam wawancara dan observasi.

Kedua, penyajian data merupakan suatu upaya penyusunan sekumpulan informasi menjadi pernyataan. Data kualitatif disajikan dalam bentuk teks yang pada mulanya terpencar dan terpisah menurut sumber informasi dan pada saat diperolehnya informasi tersebut. Kemudian data diklasifikasikan menurut pokok-pokok permasalahan antara lain, terkait dengan peningkatan manajemen sumber daya aparatur melalui sistem informasi kepegawaian.

Ketiga, menarik kesimpulan berdasarkan reduksi, interpelasi dan penyajian data yang telah dilakukan pada setiap tahap sebelumnya selaras dengan mekanisme logika pemikiran induktif, maka penarikan kesimpulan akan bertolak dengan hal-hal yang khusus (spesifik) sampai kepada rumusan kesimpulan yang sifatnya umum (general) (dalam Sugiyanto, 1992:15-20).

Peneliti menggunakan analisis ini supaya dapat mengklasifikasikan secara efektif dan efisien mengenai data-data yang terkumpul, sehingga siap untuk diinterpretasikan. Disamping itu data yang didapat akan lebih lengkap, lebih mendalam dan kredibel serta bermakna sehingga tujuan penelitian dapat dicapai.


(26)

1.7 Lokasi dan Jadwal KKL

Lokasi yang dijadikan sebagai tempat KKL adalah di UPT Bandung Electronic Procurement Bappeda Kota Bandung, yang beralamat di Jl. Wastukencana No. 2, Bandung. Website : http://lpse.bandung.go.id

Waktu penulisan ini adalah 7 (Tujuh) bulan dengan perincian sebagai berikut:

Tabel 1.1 Jadwal KKL Waktu

Kegiatan

Tahun 2011

Apr Mei Juni Juli Ag ust Pengajuan Judul KKL

Pengajuan Usulan KKL Pengajuan surat ke tempat KKL

Pelaksanaan KKL Seminar Usulan KKL


(27)

27 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Efektivitas 2.1.1 Efektivitas

Efektivitas berasal dari kata efektif yang mengandung pengertian dicapainya keberhasilan dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Efektivitas selalu terkait dengan hubungan antara hasil yang diharapkan dengan hasil yang sesungguhnya dicapai. Efektivitas dapat dilihat dari berbagai sudut pandang (view point) dan dapat dinilai dengan berbagai cara dan mempunyai kaitan yang erat dengan efisiensi. Seperti yang dikemukakan oleh Arthur G. Gedeian dkk dalam bukunya Organization Theory and Design yang mendefinisikan efektivitas, sebagai berikut: That is, the greater the extent it which an organization’s goals are met or surpassed, the greater its effectiveness” (Semakin besar pencapaian tujuan-tujuan organisasi semakin besar efektivitas) (Gedeian dkk, 1991:61).

Efektivitas juga memiliki arti berhasil atau tepat guna. Efektif merupakan kata dasar, sementara kata sifat dari efektif adalah efektivitas. Menurut Effendy (1989) mendefinisikan efektivitas sebagai berikut:

”Komunikasi yang prosesnya mencapai tujuan yang direncanakan sesuai dengan biaya yang dianggarkan, waktu yang ditetapkan dan jumlah personil yang ditentukan” (Effendy, 1989;14).


(28)

Pengertian efektivitas menurut Hadayaningrat dalam buku Azas-azas Organisasi Manajemen adalah sebagai berikut:

“Efektivitas adalah pengukuran dalam arti tercapainya sasaran atau tujuan yang telah ditentukan sebelumnya” (Handayaningrat, 1995:16). Pendapat Hadayaningrat mengartikan efektivitas bisa diartikan sebagai suatu pengukuran akan tercapainya tujuan yang telah direncanakan sebelumnya secara matang.

Berdasarkan pendapat di atas, bahwa apabila pencapaian tujuan-tujuan daripada organisasi semakin besar, maka semakin besar pula efektivitasnya. Dari pengertian tersebut dapat disimpulkan adanya pencapaian tujuan yang besar daripada organisasi maka makin besar pula hasil yang akan dicapai dari tujuan-tujuan tersebut. Hal ini sejalan dengan pendapat James L. Gibson yang dikutip oleh Agung Kurniawan dalam bukunya Transformasi Pelayanan Publik mengatakan mengenai ukuran efektivitas, sebagai berikut:

1. Kejelasan tujuan yang hendak dicapai; 2. Kejelasan strategi pencapaian tujuan;

3. Proses analisis dan perumusan kebijaksanaan yang mantap; 4. Perencanaan yang matang;

5. Penyusunan program yang tepat; 6. Tersedianaya sarana dan prasarana;

7. Sistem pengawasan dan pengendalian yang bersifat mendidik. (dalam Kurniawan, 2005:107).

Efektivitas memiliki pengertian yang berbeda dengan efisiensi. Seperti yang dinyatakan oleh Ibnu Syamsi dalam bukunya Pokok-Pokok Organisasi dan Manajemen bahwa:


(29)

29

“Efektivitas (hasil guna) ditekankan pada efeknya, hasilnya dan kurang memperdulikan pengorbanan yang perlu diberikan untuk memperoleh hasil tersebut. Sedangkan efisiensi (daya guna), penekanannya disamping pada hasil yang ingin dicapai, juga besarnya pengorbanan untuk mencapai hasil tersebut perlu diperhitungkan” (Syamsi,1988:2).

Berdasarkan pendapat di atas, terdapat perbedaan antara efektivitas dan efisiensi. Perbedaan dari efektivitas dan efisiensi yaitu efektivitas menekankan pada hasil atau efeknya dalam pencapaian tujuan, sedangkan efisiensi cenderung pada penggunaan sumber daya dalam pencapaian tujuan.

Selanjutnya mengenai efisiensi, Prajudi Admosudiharjo menyatakan sebagai berikut: “Kita berbicara tentang efisiensi bilaman kita membayangkan hal penggunaan sumber daya (resources) kita secara optimum untuk mencapai suatu tujuan tertentu” (Admosudiharjo, P., 1987:17). Berdasarkan pendapat tersebut, bahwa efisiensi akan terjadi jika penggunaan sumber daya diberdayakan secara optimum sehingga suatu tujuan akan tercapai.

Menurut pendapat Mahmudi dalam bukunya Manajemen Kinerja Sektor Publik mendefinisikan efektivitas, sebagai berikut: “Efektivitas merupakan hubungan antara output dengan tujuan, semakin besar kontribusi (sumbangan) output terhadap pencapaian tujuan, maka semakin efektif organisasi, program atau kegiatan” (Mahmudi, 2005:92). Berdasarkan pendapat tersebut, bahwa efektivitas mempunyai hubungan


(30)

timbal balik antara output dengan tujuan. Semakin besar kontribusi output, maka semakin efektif suatu program atau kegiatan.

Efektivitas berfokus pada outcome (hasil), program, atau kegiatan yang dinilai efektif apabila output yang dihasilkan dapat memenuhi tujuan yang diharapkan atau dikatakan spending wisely. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 2.1 mengenai hubungan arti efektivitas di bawah ini.

Gambar 2.1 Hubungan Efektivitas

Sumber: Mahmudi, 2005:92.

Sehubungan dengan hal tersebut di atas, maka efektivitas adalah menggambarkan seluruh siklus input, proses dan output yang mengacu pada hasil guna daripada suatu organisasi, program atau kegiatan yang menyatakan sejauhmana tujuan (kualitas, kuantitas, dan waktu) telah dicapai, serta ukuran berhasil tidaknya suatu organisasi mencapai tujuannya dan mencapai target-targetnya. Hal ini berarti, bahwa pengertian efektivitas yang dipentingkan adalah semata-mata hasil atau tujuan yang dikehendaki. Pandangan yang sama menurut pendapat Peter

OUTCOME Efektivitas =


(31)

31

F. Drucker yang dikutip H.A.S. Moenir dalam bukunya Manajemen Umum di Indonesia yang mendefinisikan efektivitas, sebagai berikut:

“Effectivennes, on the other hand, is the ability to choose appropriate objectives. An effective manager is one who selects the right things to get done”. (Efektivitas, pada sisi lain, menjadi kemampuan untuk memili h sasaran hasil sesuai. Seorang manajer efektif adalah satu yang memilih kebenaran untuk melaksanakan) (dalam Moenir, 2006:166).

Memperhatikan pendapat para ahli di atas, bahwa konsep efektivitas merupakan suatu konsep yang bersifat multidimensional, artinya dalam mendefinisikan efektivitas berbeda-beda sesuai dengan dasar ilmu yang dimiliki walaupun tujuan akhir dari efektivitas adalah pencapaian tujuan. Kata efektif sering dicampuradukkan dengan kata efisien walaupun artinya tidak sama, sesuatu yang dilakukan secara efisien belum tentu efektif.

Menurut pendapat Markus Zahnd dalam bukunya Perancangan Kota Secara Terpadu mendefinisikan efektivitas dan efisiensi, sebagai berikut:

“Efektivitas yaitu berfokus pada akibatnya, pengaruhnya atau efeknya, sedangkan efisiensi berarti tepat atau sesuai untuk mengerjakan sesuatu dengan tidak membuang -buang waktu, tenaga dan biaya” (Zahnd, 2006:200).

Berdasarkan penjelasan di atas, bahwa efektivitas lebih memfokuskan pada akibat atau pengaruh sedangkan efisiensi menekankan pada ketepatan mengenai sumber daya, yaitu mencakup anggaran, waktu, tenaga, alat dan cara supaya dalam pelaksanaannya tepat waktu. Lebih lanjut menurut Agung Kurniawan dalam bukunya


(32)

Transformasi Pelayanan Publik mendefinisikan efektivitas, sebagai berikut:

“Efektivitas adalah kemampuan melaksanakan tugas, fungsi (operasi kegiatan program atau misi) daripada suatu organisasi atau sejenisnya yang tidak adanya tekanan atau ketegangan diantara pelaksanaannya” (Kurniawan, 2005:109).

Sehubungan dengan hal-hal yang dikemukakan di atas, maka secara singkat pengertian daripada efisiensi dan efektivitas adalah, efisiensi berarti melakukan atau mengerjakan sesuatu secara benar, “doing things right”, sedangkan efektivitas melakukan atau mengerjakan sesuatu tepat pada sasaran “doing the right things”. Tingkat efektivitas itu sendiri dapat ditentukan oleh terintegrasinya sasaran dan kegiatan organisasi secara menyeluruh, kemampuan adaptasi dari organisasi terhadap perubahan lingkungannya.

2.1.2 Ukuran Efektivitas

Keluaran (output) yang dihasilkan lebih banyak bersifat keluaran (output) tidak berwujud (intangible) yang tidak mudah untuk dikuantifikasi, maka pengukuran efektivitas sering menghadapi kesulitan. Kesulitan dalam pengukuran efektivitas tersebut karena pencapaian hasil (outcome) seringkali tidak dapat diketahui dalam jangka pendek, akan tetapi dalam jangka panjang setelah program berhasil, sehingga ukuran efektivitas biasanya dinyatakan secara kualitatif (berdasarkan pada mutu) dalam bentuk pernyataan saja (judgement), artinya apabila mutu yang dihasilkan baik, maka efektivitasnya baik pula.


(33)

33

Menurut pendapat David Krech, Ricard S. Cruthfied dan Egerton L. Ballachey dalam bukunya Individual and Society yang dikutip Sudarwan Danim dalam bukunya Motivasi Kepemimpinan dan Efektivitas Kelompok menyebutkan ukuran efektivitas, sebagai berikut:

1. Jumlah hasil yang dapat dikeluarkan, artinya hasil tersebut berupa kuantitas atau bentuk fisik dari organisasi, program atau kegiatan. Hasil dimaksud dapat dilihat dari perbandingan (ratio) antara masukan (input) dengan keluaran (output).

2. Tingkat kepuasan yang diperoleh, artinya ukuran dalam efektivitas ini dapat kuantitatif (berdasarkan pada jumlah atau banyaknya) dan dapat kualitatif (berdasarkan pada mutu).

3. Produk kreatif, artinya penciptaan hubungannya kondisi yang kondusif dengan dunia kerja, yang nantinya dapat menumbuhkan kreativitas dan kemampuan.

4. Intensitas yang akan dicapai, artinya memiliki ketaatan yang tinggi dalam suatu tingkatan intens sesuatu, dimana adanya rasa saling memiliki dengan kadar yang tinggi.

(dalam Danim, 2004:119-120).

Berdasarkan uraian di atas, bahwa ukuran daripada efektifitas harus adanya suatu perbandingan antara masukan dan keluaran, ukuran daripada efektifitas harus adanya tingkat kepuasan dan adanya penciptaan hubungan kerja yang kondusif serta intensitas yang tinggi, artinya ukuran daripada efektivitas adanya keaadan rasa saling memiliki dengan tingkatan yang tinggi.

Membahas masalah ukuran efektivitas memang sangat bervariasi tergantung dari sudut terpenuhinya beberapa kriteria akhir. Menurut pendapat Cambell yang dikutip oleh Richard M. Steers dalam bukunya Efektivitas Organisasi menyebutkan beberapa ukuran daripada efektivitas, yaitu:


(34)

1. Kualitas artinya kualitas yang dihasilkan oleh organisasi; 2. Produktivitas artinya kuantitas dari jasa yang dihasilkan;

3. Kesiagaan yaitu penilaian menyeluruh sehubungan dengan kemungkinan dalam hal penyelesaian suatu tugas khusus dengan baik;

4. Efisiensi merupakan perbandingan beberapa aspek prestasi terhadap biaya untuk menghasilkan prestasi tersebut;

5. Penghasilan yaitu jumlah sumber daya yang masih tersisa setelah semua biaya dan kewajiban dipenuhi;

6. Pertumbuhan adalah suatu perbandingan mengenai eksistensi sekarang dan masa lalunya;

7. Stabilitas yaitu pemeliharaan struktur, fungsi dan sumber daya sepanjang waktu;

8. Kecelakaan yaitu frekuensi dalam hal perbaikan yang berakibat pada kerugian waktu;

9. Semangat Kerja yaitu adanya perasaan terikat dalam hal pencapaian tujuan, yang melibatkan usaha tambahan, kebersamaan tujuan dan perasaan memiliki;

10. Motivasi artinya adanya kekuatan yang mucul dari setiap individu untuk mencapai tujuan;

11. Kepaduan yaitu fakta bahwa para anggota organisasi saling menyukai satu sama lain, artinya bekerja sama dengan baik, berkomunikasi dan mengkoordinasikan;

12. Keluwesan Adaptasi artinya adanya suatu rangsangan baru untuk mengubah prosedur standar operasinya, yang bertujuan untuk mencegah keterbekuan terhadap rangsangan lingkungan;

(dalam Steers, 1985:46-48).

Sehubungan dengan hal-hal yang dikemukakan di atas, maka ukuran efektivitas merupakan suatu standar akan terpenuhinya menge nai sasaran dan tujuan yang akan dicapai. Selain itu, menunjukan pada tingkat sejauh mana organisasi, program/kegiatan melaksanakan fungsi-fungsinya secara optimal.

Studi tentang efektivitas bertolak dari variabel-variabel artinya konsep yang mempunyai variasi nilai, dimana nilai-nilai tersebut merupakan ukuran daripada efektivitas. Hal ini sejalan dengan pendapat Sudarwan Danim dalam bukunya Motivasi Kepemimpinan dan Efektivitas


(35)

35

Kelompok yang menyebutkan beberapa variabel yang mempengaruhi efektivitas, yaitu:

1. Variabel bebas (independent variable)

Yaitu variabel pengelola yang mempengaruhi variabel terikat yang sifatnya given dan adapun bentuknya, sebagai berikut:

d. Struktur yaitu tentang ukuran;

e. Tugas yaitu tugas dan tingkat kesulitan;

f. Lingkungan yaitu keadaan fisik baik organisasi, tempat kerja maupun lainnya;

g. Pemenuhan kebutuhan yaitu kebutuhan fisik organisasi, kebutuhan di tempat kerja dan lain-lain.

2. Variabel terikat (dependent variable)

Yaitu variabel yang dapat dipengaruhi atau dapat diikat oleh variabel lain dan berikut adalah contoh dari variabel terikat, yaitu:

a. Kecepatan dan tingkat kesalahan pengertian;

b. Hasil umum yang dapat dicapai pada kurun waktu tertentu. 3. Variabel perantara (interdependent variable)

Yaitu variabel yang ditentukan oleh sua tu proses individu atau organisasi yang turut menentukan efek variabel bebas.

(Danim, 2004:121-122).

Sehubungan dengan hal tersebut di atas, maka hal-hal yang mempengaruhi efektivitas adalah ukuran, tingkat kesulitan, kepuasan, hasil dan kecepatan serta individu atau organisasi dalam melaksanakan sebuah kegiatan/program tersebut. Disamping itu adanya evaluasi apabila terjadi kesalahan pengertian pada tingkat produktivitas yang dicapai, sehingga akan tercapai suatu kesinambungan (sustainabillity).

2.1.3 Faktor-Faktor Pendukung Efektivitas

Banyak pendapat yang mengemukakan faktor-faktor yang mempengaruhi efektifitas organisasi, namun pada dasarnya pendapat-pendapat tersebut telah terangkum dalam hasil penelitian Richard M.


(36)

Steers, seperti teori mengenai pembinaan organisasi yang menekankan adanya perubahan yang berencana dalam organisasi yang bertujuan untuk meningkatkan efektifitas organisasi. Jadi keberhasilan pembinaan organisasi akan mengakibatkan keberhasilan organisasi. (Steers, 200, 1985)

Lain halnya yang dikemukanan oleh Dydiet Hardjito yang mengemukakan bahwa keberhasilan organisasi dalam mencapai tujuannya dipengaruhi oleh komponen-komponen organisasi yang meliputi (1) struktur, (2) tujuan; (3) manusia, (4) hukum (5) prosedur pengoperasian yang berlaku; (6) teknologi, (7) lingkungan, (8) kompleksitas (9) spesialisasi; (10) kewenangan; (11) pembagian tugas (Hardjito, 2001).

Dalam mencapai efektifitas suatu organisasi sangat dipengaruhi oleh berbagai faktor yang berbeda-beda tergantung pada sifat dan bidang kegiatan atau usaha suatu organisasi. Sejalan dengan hal tersebut maka Komberly dan Rottman berpendapat bahwa efektifitas organisasi ditentukan oleh lingkungan, teknologi, pilihan strategi, proses dan kultur. (Dalam Gibson, 1995).

Suatu pendekatan didalam arti bagaimana pendekatan atau teori terhadap pencapaian suatu tujuan. Persepektif efektifitas menekankan tentang peran sentral dari pencapaian tujuan organisasi, dimana dalam menilai organisasi apakah dapat bertahan hidup maka dilakukan evaluasi yang relevan bagi suatu tujuan tertentu.


(37)

37

Demikian banyak rangkaian kriteria yang digunakan untuk mengevaluasi efektifitas organisasi seperti apa yang dikemukakan diatas, akan tetapi untuk menentukan faktor-faktor yang mempengaruhi kriteria adalah sangat sulit sekali, karena harus melihat pada hasil-hasil penelitian terdahulu. Dengan dikemukakannya empat faktor yang berpengaruh terhadap efektifitas organisasi oleh Steers, dapat digambarkan sebagai berikut :

Tabel 2.1 Faktor‐faktor Penyumbang Efektifitas Organisasi

KARAKTERISTIK ORGANISASI KARAKTERISTIK LINGKUNGAN KARAKTERISTIK PEKERJA KARAKTERISTIK PRAKTEK MANAJEMEN 1. Struktur :

 Desentralisai  Spesialisasi  Formalisasi  Rentang

Kendali 2. Teknologi :

 Operasi  Bahan  Pengetahuan

1. Ekstern :  Kekomplekan  Kestabilan  Ketidaktentuan 2. Intern :

 Orientasi pada karya

 Pekerja sentris  Orientasi pada

imbalan  Hukuman  Keamanan vs

resiko  Keterbukaan

vs pertahanan

1. Keterikatan pada organisasi :  Ketertarikan

Kemantapan kerja

 Keikatan (komitmen) 2. Prestasi kerja :

 Motivasi  Tujuan  Kebutuhan  Kemampuan  Kejelasan peran

1. Penyusunan tujuan strategis 2. Pencarian

pemanfaatan dan sumber daya

3. Menciptakan lingkungan prestasi 4. Kepemimpina

n dan

pengambilan 5. Inovasi dan

adaptasi organisasi


(38)

Adapun pengaruh 4 faktor tersebut terhadap efektifitas organisasi sebagai berikut:

1) Karakteristik Organisasi

Karakteristik organisasi terdiri dari struktur dan teknologi. Struktur diartikan sebagai hubungan yang relatif tetap sifatnya, merupakan cara suatu organisasi menyusun orang-orangnya untuk menciptakan sebuah organisasi yang meliputi faktor-faktor seperti deentralisasi pengendalian, jumlah spesialisasi pekerjaan, cakupan perumusan interaksi antar pribadi dan seterusnya. Secara singkat struktur diartikan sebagai cara bagaimana orang-orang akan dikelompokkan untuk menyelesaikan pekerjaan.

Teknologi menyangkut mekanisme suatu organisasi untuk mengubah masukan mentah menjadi keluaran jadi. Teknologi dapat memiliki berbagai bentuk, termasuk variasi-variasi dalam proses mekanisme yang digunakan dalam produksi, variasi dalam pengetahuan teknis yang dipakai untuk menunjang kegiatan menuju sasaran. Ciri organisasi yang berupa struktur organisasi meliputi faktor luasnya desentralisasi. Faktor ini akan mengatur atau menentukan sampai sejauh mana para anggota organisasi dapat mengambil keputusan. Faktor lainnya yaitu spesialisasi pekerjaan yang membuka peluang bagi para pekerja untuk mengembangkan diri dalam bidang keahliannya sehingga tidak mengekang daya inovasi mereka.

Faktor formalisasi berhubungan dengan tingkat adaptasi organisasi terhadap lingkungan yang selalu berubah, semakin formal suatu


(39)

39

organisasi semakin sulit organisasi tersebut untuk beradaptasi terhadap lingkungan. Hal tersebut berpengaruh terhadap efektifitas organisasi karena faktor tersebut menyangkut para pekerja yang cendenrung lebih terikat pada organisasi dan merasa lebih puas jika mereka mempunyai kesempatan mendapat tanggung jawab yang lebih besar dan mengandung lebih banyak variasi jika peraturan dan ketentuan yang ada dibatasi seminimal mungkin.

Harvey (dalam Steers, 1985) menemukan bahwa semakin mantap teknologi sebuah organisasi, makin tinggi pula tingkat penstrukturannya yaitu tingkat spesialisasi, sentralisasi, spesifikasi tugas dan lain-lain. Efektifitas organisasi sebagian besar merupakan hasil bagaimana tingkat Indonesia dapat sukses memadukan teknologi dengan struktur yang tepat. Keselarasan antara struktur dan teknologi yang digunakan sangat mendukung terhadap pencapaian tujuan organisasi.

2) Karakteristik Lingkungan

Karakteristik lingkungan ini mencakup dua aspek yaitu internal dan eksternal. Lingkungan internal dikenal sebagai iklim organisasi. Yang meliputi macam-macam atribut lingkungan yang mempunyai hubungan dengan segi-segi dan efektifitas khususnya atribut lingkungan yang mempunyai hubungan dengan segi-segi tertentu dari efektifitas khususnya atribut diukur pada tingkat individual.


(40)

Lingkungan eksternal adalah kekuatan yang timbul dari luar batas organisasi yang memperngaruhi keputusan serta tindakan di dalam organisasi seperti kondisi ekonomi, pasar dan peraturan pemerintah. Hal ini mempengaruhi: derajat kestabilan yang relatif dari lingkungan, derajat kompleksitas lingkungan dan derajat kestabilan lingkungan.

Steers menyimpulkan dari penelitian yang dilakukan para ahli bahwa keterdugaan, persepsi dan reasionalitas merupakan faktor penting yang mempengaruhi hubungan lingkungan. Dalam hubungan terdapat suatu pola dimana tingkat keterdugaan dari keadaam lingkungan disaring oleh para pengambil keputusan dalam organisasi melalui ketetapan persepsi yang tepat mengenai lingkungan dan pengambilan keputusan yang sangat rasional akan dapat memberikan sumbangan terhadap efektifitas organisasi. (Steers, 1985)

3) Karakteristik Pekerja

Karakteristik pekerja berhubungan dengan peranan perbedaan individu para pekerja dalam hubungan dengan efektifitas. Para individu pekerja mempunyai pandangan yang berlainan, tujuan dan kemampuan yang berbeda-beda pula. Variasi sifat pekerja ini yang sedang menyebabkan perilaku orang yang berbeda satu sama lain. Perbedaan tersebut mempunyai pengaruh langsung terhadap efektifitas organisasi. Dua hal tersebut adalah rasa keterikatan terhadap organisasi dan prestasi kerja individu.


(41)

41

Menurut Katz dan Kahn (Dalam Steers, 1985), peranan tingkah laku dalam efektifitas organisasi harus memenuhi tiga persyaratan sebagai berikut:

a. Setiap organisasi harus mampu membawa dan mempertahankan suatu armada kerja yang mantap yang terjadi dari pekerja pria dan wanita yang terampil. Berarti di samping mengadakan penerimaan dari penempatan pegawai, organisasi juga harus mampu memelihara para pekerja dengan imbalan yang pantas dan memadai sesuai dengan kontribusi individu dan yang relevan bagi pemuasan kebutuhan individu.

b. Organisasi harus dapat menikmati prestasi peranan yang dapat diandalkan dari para pekerjanya. Sering terjadi manajer puncak yang seharusnya memikul tanggung jawab utama dalam merumuskan kebijakan perusahaan, membuang terlalu banyak waktu untuk keputusan dan kegiatan sehari‐hari yang sepele dan mungkin menarik, akan tetapi tidak relevan dengan perannya sehingga berkurang waktu yang tersedia bagi kegiatan ke arah tujuan yang lebih tepat. Setiap anggota bukan hanya harus bersedia berkarya, tetapi juga harus bersedia melaksanakan tugas khusus yang menjadi tanggung jawab utamanya .

Di samping prestasi peranan yang dapat diandalkan organisasi yang efektif menuntut agar para pekerja mengusahakan bentuk tingkah laku yang spontan dan inovatif, job description tidak akan dapat secara


(42)

mendetail merumuskan apa yang mereka kerjakan setiap saat, karena bila terjadi keadaan darurat atau luar biasa individu harus mampu bertindak atas inisiatif sendiri dan atau luar biasa individu harus mampu bertindak atas inisiatif sendiri dan atau mengambil keputusan dan mengadakan tanggapan terhadap yang paling baik bagi organisasinya.

4) Kebijakan dan praktek manajemen

Karena manajer memainkan peranan sentral dalam keberhasilan suatu organisasi melalui perencanaan, koordinasi dan memperlancar kegiatan yang ditujuan ke arah sasaran. Kebijakan yang baik adalah kebijakan tersebut secara jelas membawa kita ke arah tujuan yang diinginkan. Pada intinya manajemen adalah tentang memutuskan apa yang harus dilakukan kemudian melaksanakannya melalui sumber daya manusia yang ada.

Dari faktor kebijakan dan praktek manajemen ini, sedikitnya diindentifikasikan menjadi enam variabel yang menyumbang efektifitas yaitu: 1) penyusunan tujuan strategis, 2) pencarian dan pemanfaatan sumber daya, 3) menciptakan lingkungan prestasi, 4) proses komunikasi, 5) kepemimpinan dan pengambilan keputusan dan 6) inovasi dan adaptasi.

Berdasarkan penjelasan atas faktor-faktor di atas beserta variabelnya dapat dipahami demikian banyak faktor yang berpengaruh pada efektifitas suatu organisasi dapat dilihat atau ditinjau dari;


(43)

43

1. Struktur organisasi yaitu sistem pengelompokan pekerjaan yang ditata dalam suatu struktur agar organisasi tersebut dapat digerakan secara maksimal dalam suatu jalinan kerja yang efektif dan efisien. Elemen yang diperhatikan dalam penelitian ini adalah bagaimana kesesuaian penempatan individu pada struktur yang ada dengan kualifikasi pendidikan yang dimilikinya, dan bagaimana pemanfaatan teknologi dalam organisasi tersebut.

2. Adanya kerjasama, merupakan unsur yang terpenting dalam organisasi, karena dengan adanya hubungan yang baik/kerjasama yang baik maka keberhasilan pencapaian tujuan organisasi akan lebih cepat. Kerjasama ini bukan hanya terjadi antara individu atau antara unit/bagian saja melainkan adanya kerjasama dengan dinas instansi terkait lainnya. Adanya kerjasama dengan dinas, instansi terkait lainnya akan dapat diketahui berbagai masukan tentang informasi dalam hal peningkatan pendapatan daerah. Elemen yang digunakan dalam penelitian ini adalah kerjasama rutin yang dilakukan Inspektorat dengan insta nsi teknis lainnya.

3. Kemampuan administratif pegawai, sebagai bentuk dari kemampuan sumber daya manusia merupakan unsur penentu dalam keberhasilan organisasi dalam produktivitas kerja. Sumber daya manusia dalam hal ini adalah pegawai, perlu terus dikembangkan baik dari segi pendidikan formalnya maupun pendidikan jenjang kariernya. Dengan kualitas pegawai yang


(44)

semakin meningkat diharapkan adanya perubahan kerja, etos kerja pegawai meningkat sehingga timbul rasa memiliki organisasi dan tercipta rasa kepuasan baik individu sendiri maupun keseluruhan organisasi. Elemen yang digunakan dalam penelitian ini adalah kondisi pegawai menurut jenjang pendidikan formal, dan keadaan pegawai berdasarkan jenjang pendidikan karier.

4. Perencanaan Program Kerja memegang peranan dalam memulai sesuatu kegiatan atau melakukan suatu pekerjaan. Perencanaan yang baik merupakan perencanaan yang melibatkan baik unsur-unsur pimpinan maupun bawahan dalam menentukan kebijakan manajemen organisasi. Bukan hanya keterlibatan bawahan saja melainkan dalam menyusun suatu rencana program kerja memperhatikan faktor-faktor baik internal maupun eksternal dalam membahas suatu perencanaan yang sifatnya strategik. Elemen yang dianalisis adalah deskripsi program kerja masing-masing bagian, dan pertemuan rutin yang membahas mengenai pelaksanaan tugas.

5. Kepuasan kerja merupakan suatu kondisi yang dirasakan oleh seluruh anggota organisasi yang mampu memberikan kenyamanan dan motivasi bagi peningkatan kinerja organisasi secara keseluruhan untuk mencapai efektifitas organisasi. Elemen yang menjadi fokus penelitian ini adalah lamanya penyelesaian pekerjaan yang dilakukan karyawan dan sistem insentif yang


(45)

45

diberlakuan bagi anggota organisasi yang berprestasi atau melakukan pekerjaan yang melebihi beban kerja yang ada.

2.2 Konsep e-lelang

e-Lelang (e-tendering), adalah sebuah sistem yang akan mengadakan proses pelelangan umum secara elektronik untuk mendapatkan barang atau jasa. Proses penawaran harga dilakukan satu kali pada hari, tanggal, dan waktu yang telah ditentukan dan disepakati dalam dokumen pengadaan untuk mencari harga terendah tanpa mengabaikan kualitas dan sasaran yang telah ditetapkan. e-Lelang biasanya digunakan untuk pengadaan barang/jasa yang memerlukan evaluasi teknis untuk mendapatkan kualitas terbaik dan evaluasi harga untuk mendapatkan harga yang wajar. Proses pengadaan barang atau jasa yang melalui e-Lelang adalah pekerjaan konstruksi, pengadaan barang dengan variasi kualitas yang beragam, dan jasa pemborongan nonkonstruksi. e-Lelang terdiri dari e-Lelang Umum (Regular e-Tendering) dan e-Penerimaan Berulang (Reverse e-Tendering).

Penerapan e-Lelang di Pemerintah Kota Bandung di jalankan oleh UPT Bandung Elektronic Procurement atau Lembaga Pelelangan Secara Elektronik (LPSE) Bappeda Kota Bandung. LPSE adalah unit kerja yang dibentuk di berbagai instansi dan pemerintah daerah untuk melayani Unit Layanan Pengadaan (ULP) atau Panitia/Pokja ULP Pengadaan yang akan melaksanakan pengadaan secara elektronik. Seluruh ULP dan


(46)

Panitia/Pokja ULP Pengadaan dapat menggunakan fasilitas LPSE yang terdekat dengan tempat kedudukannya. LPSE melayani registrasi penyedia barang dan jasa yang berdomisili di wilayah kerja LPSE yang bersangkutan.

Berdasarkan pengalaman sejak tahun 2004 dalam hal pemberlakuan Keppres No. 80 Tahun 2003, efisiensi akan akan tercapai apabila proses pengadaan barang/jasa berlangsung secara transparan dan diikuti oleh sejumlah peserta pengadaan yang cukup banyak serta mengedepankan proses persaingan yang sehat.

Pengadaan barang/jasa secara elektronik (e-procurement) akan meningkatkan transparansi, sehingga persaingan sehat antar pelaku usaha dapat lebih cepat terdorong. Dengan demikian optimalisasi dan efisiensi belanja negara segera dapat diwujudkan. Pengadaan barang/jasa secara elektronik (e- procurement) yang diterapkan merupakan sistem pengadaan barang/jasa yang proses pelaksanaannya dilakukan secara elektronik dengan memanfaatkan fasilitas teknologi komunikasi dan informasi, dan sistem aplikasi serta layanan pengadaan elektronik yang disediakan oleh Layanan Pengadaan Secara Elektronik (LPSE) Nasional. Metode pemilihan penyedia barang/jasa secara elektronik yang sudah digunakan saat ini adalah e-lelang umum (e-regular tendering). Metode pemilihan lainnya akan diterapkan secara bertahap sesuai dengan pengembangan sistem dan aplikasi pengadaan elektronik serta kerangka hukum yang menopangnya.


(47)

47 BAB III

OBYEK LAPORAN KKL

3.1 Gambaran Umum Kota Bandung

Kota Bandung tidak berdiri bersamaan dengan pembentukan Kabupaten Bandung. Kota itu dibangun dengan tenggang waktu sangat jauh setelah Kabupaten Bandung berdiri. Kabupaten Bandung dibentuk sekitar pertengahan abad ke-17 masehi, dengan Bupati pertama tumenggung Wirangunangun, beliau memerintah Kabupaten Bandung hingga tahun 1961. Secara pasti tidak diketahui berapa lama Kota Bandung dibangun, akan tetapi kota itu dibangun bukan atas prakarsa Daendeles, melaiknkan atas prakarsa Bupati Bandung, bahkan pembangunan kota itu langsung dipimpin oleh Bupati. Dengan kata lain, Bupati R. A Wiranatakusuma II adalah pendiri (the founding father) Kota Bandung. Kota Bandung diresmikan sebagai ibukota baru Kabupaten Bandung dengan surat keputusan tanggal 25 September 1810.

Awalnya, Kabupaten Bandung beribukota di Krapyak (sekarang Dayeh Kolot) kira-kira 11 kilometer kearah selatan dari pusat Kota Bandung sekarang. Ketika Kabupaten Bandung dipimpin oleh Bupati ke-6, yakni R.A Wiranatakusuma II (1794-1829) yang dijuluki “Dalem Kaum 1”, kekuasaan di Nusantara beralih dari komponen ke pemerintahan Hindia Belanda, dengan gubernur jendral pertama Herman Willem Daendels (1808-1811). Daendels membangun Jalan Raya Pos (Groote Postweg) dari Anyer di ujung Jawa Barat ke Panarukan di ujung timur Jawa Timur


(48)

kira-kira 1000 km) untuk kelancaran tugasnya di Pulau Jawa. Pembangunan Jalan Raya Pos itu dilakukan oleh rakyat pribumi di bawah pimpinan Bupati daerah masing-masing.

Jalan Raya Pos mulai dibangun pertengahan tahun 1808, dengan memperbaiki dan memperlebar jalan yang telah ada. Di daerah Bandung sekarang, jalan raya itu adalah Jalan Raya Sudirman – Jalan Raya Asia Aprika – Jalan Raya Ahmad Yani, berlanjut ke Sumedang dan seterusnya. Untuk kelancaran pembangunan Jalan Raya Pos dan supaya pejabat pemerintah kolonial mudah mendatangi kantor Bupati, Daendels melalui surat tanggal 25 mei 1810 meminta Bupati Bandung dan Bupati Parakanmuncang untuk memindahkan ibukota Kabupaten, masing-masing ke daerah Cikapundung dan Andawak (Tanjung Sari), mendekati Jalan Raya Pos.

Daendels ternyata tidak mengetahui bahwa jauh sebelum surat itu keluar, Bupati Bandung sudah merencanakan untuk memindahlan ibukota Kabupaten Bandung, bahkan telah menemukan tempat yang strategis bagi pusat pemerintahan. Tempat yang dipilih adalah lahan kosong berupa hutan, terletak di tepi barat sungai Cikapundung, tepi selatan jalan raya pos yang sedang dibangun (pusat Kota Bandung sekarang) alasan pemindahan ibukota itu anatara lain, Krapyak tidak strategis sebagai pusat ibukota pemerintahan, karena terletak di sisi selatan daerah Bandung dan sering dilanda banjir bila musim hujan.


(49)

49

Tahun 1808/awal 1809, Bupati beserta sejumlah rakyatnya pindah dari Krapyak mendekati lahan yang akan dijdika ibukota baru. Mula-mula Bupati tinggal di Cikalintu (daerah Cipaganti), kemudian pindah ke Balubur Hilir, kemudian selanjutnya ke Kampur Bogor (Kebon Kawung, pada lahan Gedung Pakuan Sekarang).

Tanggal 21 Februari 1906, pada masa pemerintahan R.A.A Martanegara (1893-1918). Kota Bandung sebagai ibukota Kabupaten Bandung, statusnya berubah menjadi Gemente (Kota Pradja), dengan pejabat Walikota pertama adalah tuan B. Coops. Sejak saat itulah Kota Bandung resmi terlepas dari pemerintaan Kabupaten Bandung sampai sekarang

3.2 Gambaran Umum Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kota Bandung

Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kota Bandung adalah salah satu lembaga teknis di lingkungan Pemerintah Kota Bandung. Awal mula pembentukan Bappeda bermula ketika pada tahun 1972 Pemerintah Provinsi Jawa Barat melakukan penyempurnaan Badan Perancang Pembangunan Daerah (Bappemda) Provinsi Jawa Barat dengan membentuk Badan Perancang Pembangunan Kotamadya (Bappemko) dan Badan Perancang Pembangunan Kabupaten (Bappemka), yang merupakan badan perencanaan pertama di Indonesia yang bersifat regional dan lokal serta ditetapkan dengan SK Gubernur


(50)

Provinsi Jawa Barat No. 43 Tahun 1972.

Setelah berjalan 2 tahun, kedudukan Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Tingkat I dikukuhkan dan diakui dengan SK Presiden No. 15 Tahun 1974, sedangkan untuk Daerah Tingkat II masih berlaku SK Gubernur. Baru kemudian dengan SK Presiden No. 27 Tahun 1980, Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Tingkat II diakui secara nasional. Dengan SK Presiden tersebut, lahirlah Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Tingkat I atau Bappeda Tingkat I dan Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Tingkat II atau Bappeda Tingkat II.

Pertimbangan yang mendasari terbitnya SK Presiden No. 27 Tahun 1980, yaitu:

1. Untuk meningkatkan keserasian pembangunan di daerah diperlukan adanya peningkatan keselarasan antara pembangunan sektoral dan pembangunan regional;

2. Untuk menjamin laju perkembangan, keseimbangan, dan kesinambungan pembangunan di daerah diperlukan perencanaan yang lebih menyeluruh, terarah, dan terpadu.

Dalam lingkup Kota Bandung sendiri, pembentukan Bappeda Bandungdidasarkan pada Perda No. 21 Tahun 1981 dan Perda No. 24 Tahun 1981, sebagaimana telah mengalami

penyesuaian sejalan dengan perubahan paradigma


(51)

51

Nomor 22 Tahun 1999, maka Pemerintah Kota Bandung menata kembali Struktur Organisasi Perangkat Daerahnya, termasuk merubah nama Bappeda Kotamadya Daerah Tingkat II Bandung menjadi Bappeda Kota Bandung. Perubahan ini ditetapkan dengan Perda Kota Bandung No. 06 Tahun 2001 Tentang Pembentukan dan Susunan Organisasi Lembaga Teknis Daerah Tingkat Kota Bandung, sedangkan uraian tugas dan fungsinya ditetapkan dengan Perda No. 17 Tahun 2001 tentang Rincian Tugas Pokok dan Fungsi Satuan Organisasi Lembaga Teknis Daerah Kota Bandung.

Kemudian dengan berlakunya Undang-undang No. 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan Daerah, maka keberadaan lembaga Bappeda di masing-masing daerah disesuaikan dengan tuntutan reformasi dan kebutuhan daerahnya dalam rangka pemenuhan optimalisasi pelayanan kinerja. Terkait dengan hal tersebut, susunan organisasi Bappeda Kota Bandung kembali ditetapkan dengan Perda No. 12 tahun 2007 tentang Susunan Organisasi dan Tata Kerja Pemerintah Kota Bandung.

Pemahaman penyelenggaraan pemerintahan yang efektif adalah ketika suatu pemerintahan dapat dengan cepat dan tepat mencapai sasaran yang diinginkan serta perencanaan yang baik. Berkembangnya demokratisasi dalam kehidupan berbangsa dan bernegara serta adanya komitmen nasional untuk mewujudkan tata kelola pemerintahan yang baik (Good Governance) mendorong


(52)

Pemerintah untuk memberikan kewenangan yang lebih luas kepada daerah melalui pelaksanaan desentralisasi dan otonomi daerah yang dibutuhkan untuk menumbuhkan prakarsa daerah sekaligus memfasilitasi aspirasi daerah sesuai dengan keanekaragaman kondisi masing-masing daerah.

Lahirnya Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 yang diubah dengan Undang- Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pusat dan Pemerintahan Daerah menjadi tonggak penting dimulainya pelaksanaan otonomi tersebut, sehingga daerah memiliki kewenangan yang lebih luas untuk mengatur rumah tangganya sendiri. Konsekuensi dari pelaksanaan Undang-Undang tersebut adalah Pemerintah Daerah harus dapat lebih meningkatkan kinerjanya dalam penyelenggaraan pemerintahan, pembangunan dan pelayanan kepada masyarakat.

Salah satu aspek penting dalam upaya peningkatan kinerja Pemerintah Daerah adalah melalui kebijakan perencanaan pembangunan daerah yang berkualitas dan berkesinambungan. Hal ini didukung oleh Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional, yang menyebutkan

bahwa perencanaan pembangunan nasional maupun daerah terdiri dari perencanaa pembangunan jangka panjang, perencanaan pembangunan jangka menengah dan perencanaan pembangunan


(53)

53

tahunan.

Fungsi dan peran BAPPEDA sebagai lembaga teknis daerah yang bertanggung jawab terhadap perencanaan pembangunan sebagaimana diamanatkan dalam pasal 14 , ayat (1), Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, bahwa salah satu urusan wajib yang menjadi kewenangan pemerintah daerah adalah urusan perencanaan dan pengendalian pembangunan. Kewenangan perencanaan pengendalian tersebut kemudian dipertegas kembali dalam Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan antara Pemerintah, Pemerintah

Daerah Provinsi dan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota, dari 26 (dua puluh enam) urusan sesuai dengan pasal 7, ayat (2), BAPPEDA sebagai salah satu lembaga teknis daerah yang merupakan unsur pendukung tugas kepala daerah, mengemban 3 (tiga) urusan wajib yang wajib dilaksanakan, yaitu urusan penataan ruang, perencanaan pembangunan dan urusan statistik. Selain itu dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional, tidak kurang terdapat 13 (tiga belas) pasal yang menyatakan dan menetapkan secara langsung fungsi dan peran Kepala BAPPEDA, yaitu :

1. Pasal 10, ayat (2) : “Kepala Bappeda menyiapkan rancangan RPJP Daerah”;


(54)

Musrenbang angka Panjang Daerah“ ;

3. Pasal 12, ayat (2) : “Kepala Bappeda menyusun rancangan akhir RPJP Daerah berdasarkan hasil Musrenbang Jangka Panjang Daerah“;

4. Pasal 14, ayat (2) : “Kepala Bappeda menyiapkan rancangan awal RPJM Daerah sebagai penjabaran visi, misi, dan program Kepala Daerah ke dalam strategi pembangunan daerah, kebijakan umum, program prioritas dan arah kebijakan keuangan daerah“;

5. Pasal 15, ayat (4) : “Kepala Bappeda menyusun rancangan RPJM Daerah dengan menggunakan rancangan Renstra-SKPD”; 6. Pasal 16, ayat (4) : “Kepala Bappeda menyelenggarakan

Musrenbang Jangka Menengah Daerah“;

7. Pasal 18, ayat (2) : “Kepala Bappeda menyusun rancangan akhir RPJM Daerah berdasarkan hasil Musrenbang Jangka Menengah Daerah”;

8. Pasal 20, ayat (2) : “Kepala Bappeda menyiapkan rancangan awal RKPD sebagai penjabaran dari RPJM Daerah”;

9. Pasal 21, ayat (4) : “Kepala Bappeda mengkoordinasikan penyusunan rancangan RKPD dengan menggunakan RENJA- SKPD”;

10. Pasal 22, ayat (4) : “Kepala Bappeda menyelenggarakan Musrenbang penyusunan RKPD”;


(55)

55

11. Pasal 24, ayat (2): “Kepala Bappeda menyusun rancangan akhir RKPD berdasarkan hasil Musrenbang” ;

12. Pasal 28, ayat (2) : “Kepala Bappeda menghimpun dan menganalisis hasil pemantauan pelaksanaan pembangunan dari masing-masing SKPD”;

13. Pasal 29, ayat (3) : “KepalaBappeda menyusun evaluasi pembangunan berdasarkan hasil evaluasi SKPD”.

3.2.1 Visi dan Misi Kantor Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kota Bandung

Visi Kantor Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kota Bandung yaitu “Terwujudnya Bappeda sebagai perencana professional dan akuntabel tahun 2008 dalam mendukung kota jasa bermartabat”. Misi Kantor Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kota Bandung untuk mewujudkan visi kantor Badan Perencanaan Pembangunan Daerah yaitu:

1. Meningkatkan SDM Bappeda sebagai aparatur yang professional,

2. Mendorong terwujudnya esprit de corps,

3. Meningkatkan produktivitas kinerja pegawai dengan target kinerja yang terukur,

4. Meningkatkan pemahaman tugas, pokok, dan fungsi Bappeda sebagai lembaga perencanaan.


(56)

3.2.2 Struktur Organisasi Bappeda Kota Bandung

Struktur organisasi dalam suatu dinas maupun instansi-intansi pada sutau organisasi sangat diperlukan keberadaannya. Karena struktur organisasi ini dapat dijadikan pedoman dalam pembagian tugas, oleh setiap bagian sesuai dengan fungsinya masing-masing agar lebih mengarah pada pelaksanaan pedoman kerja yang telah disusun sebelumnya. Bappeda Kota Bandung mempunyai struktur organisasi garis dan staf. Adapun bagan struktur organisasi Bappeda Kota Bandung dapat dilihat dibawah ini :

Bagan 3.1 Struktur Organisasi


(57)

57

3.2.3 Tugas dan Fungsi Kantor Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kota Bandung

a. Kepala Badan

Kepala Badan mempuyai tugas pokok melaksanakan penyusunan dan pelaksanaan kebijakan lingkup perencanaan pembangunan daerah. Untuk melaksanakan tugas pokok, Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah mempunyai fungsi sebagai berikut:

a. Perumusan kebijakan teknik perencanaan pembangunan; b. Pengkoordinasian penyusunan perencana pembangunan; c. Pembinaan dan pelaksaan.

b. Sekretariat

Sekretariat mempunyai tugas pokok melaksanakan sebagian tugas Badan Perencanaan Pembangunan Daerah lingkup kesekretariatan. Untuk melaksanakan tugas pokok, sekretariat mempunyai fungsi:

a. Pelaksanaan penyusunan rencana kegiatan kesekretariatan;

b. Pelaksanaan kesekretariatan Badan yang meliputi administrasi umum dan kepegawaian, keuangan, program;

c. Pelaksanaan pengkoordinasian penyelenggaraan tugas-tugas Bidang;

d. Pelaksanaan pengkoordinasian penyusunan rencana, program, evaluasi, dan pelaporan kegiatan Badan;


(58)

e. Pengkoordinasian penyelenggaraan tugas-tugas bidang; dan

f. Pembinaan, monitoring, evaluasi dan laporan kegiatan kesekretariatan.

c. Sub Bagian Umum dan Kepegawaian

Sub Bagian Umum dan Kepegawaian mempunyaio tugas pokok melaksanakan sebagian tugas sekretariat lingkup umum dan kepegawaian.

Untuk melasanakan tugas pokok, Sub Bagian Umum dan Kepegawaian mempunyai fungsi:

a. Penyusunan rencana dan program pengelolaan lingkup administrasi umum dan kepegawaian;

b. Pengelolaan administrasi umum yang meliputi pengelolaan naskah dinas, penataan kearsipan dinas, penyelenggaraan kerumahtanggaan dinas, pengelolaan perlengkapan dan administrasi perjalanan dinas;

c. Pelaksanaan administrasi kepegawaian yang meliputi kegiatan penyiapan bahan penyusunan rencana mutasi, cuti, disiplin, pengembangan pegawai dan kesejahteraan pegawai; dan

d. Evaluasi dan pelaporan kegiatan lingkup administrasi umum dan kepegawaian.


(59)

59

d. Sub Bagian Keuangan dan Program

Sub Bagian Keuanagn dan Program mempunyai tugas pokok melaksanakan sebagian tugas Sekretariat lingkup keuangan dan program; Untuk melaksanakan tugas pokok, Sub Bagian Keuangan dan Program mempunyai fungsi:

a. Penyusunan rencana dan program pengelolaan administrasi keuangan dan program kerja Dinas;

b. Pelaksanaan pengelolaan administrasi keuangan meliputi kegiatan penyiapan bahan penyusunan rencana anggaran, koordinasi pengelola dan pengendalian keuangan dan menyusun laporan keuangan Dinas;

c. Pelaksanaan pengendalian program meliputi kegiatan penyiapan bahan penyusunan rencana kegiatan dinas, koordinasi penyusunan rencana dan program dinas serta koordinasi pengendalian program; dan

d. Evaluasi dan pelaporan lingkup pengelolaan administrasi keuangan dan program kerja Dinas.

e. Bidang Perencanaan Fisik dan Tata Ruang

Bidang Perencanaan Fisik dan Tata Ruang mempunyai tugas pokok melaksanakan sebagian tugas Kepala Bappeda lingku perencanaan fisik dan tata ruang. Untuk melaksanakan tugas, Bidang Perencanaan Fisik dan Tata Ruang mempunyai fungsi:


(1)

108

DAFTAR PUSTAKA Buku-buku :

Agustino, Leo. (2006). Dasar-Dasar Kebijakan Publik. Bandung:CV AFABETA.

Anwar, M. Khoirul dan Oetojo S, Asianti. (2004). Aplikasi Sistem Informasi Manajemen Bagi Pemerintahan di Era Otonomi Daerah SIMDA. Yogyakarta:Pustaka Pelajar.

Badudu J.S dan Zain, Sutan Mohammad. (1996). Kamus Umum Bahasa Indonesia. Jakarta:Pustaka Sinar Harapan.

Danim, Sudarwan. (2004). Motivasi Kepemimpinan dan Efektivitas Kelompok. Bengkulu:PT RINEKA CIPTA.

Febrian, Jack. (2005). Menggunakan Internet. Bandung:Informatika.

Gedeian, Arthur G. (1991). Organization Theory and Design. University of Colorado at Denver.

Handayaningrat, Soewarno. (1985). Sistem Birokrasi Pemerintah. Jakarta:CV Mas Agung.

(1994). Pengantar Studi Ilmu Administrasi dan Manajemen. Jakarta:Haji Masagung.

Hartono, Jogiyanto. (2004). Pengenalan Komputer Dasar Ilmu Komputer, Pemograman, Sistem Informasi dan Intelegensi Buatan. Yogyakarta:AND I.

Hasibuan, Malayu S.P. (1996). Manajemen Dasar Pengertian dan Masalah. Jakarta:Gunung Agung.

Indrajit, Richardus, Eko. (2005). E-Government In Action:Ragam Kasus Imflementasi Sukses di Berbagai Belahan Dunia. Yogyakarta:ANDI. Jusuf, Abadi Amir. (1999). Auditing Suatu Pendekatan Terpadu.

Jakarta:Salemba Empat.

Kertodipuro, Sarwoto. (1985). Dasar-dasar Organisasi dan Manajemen. Jakarta:Ghalia Indonesia.


(2)

109

Kurniawan, Agung. (2005). Transformasi Pelayanan Publik. Yogyakarta:PEMBARUAN.

Mahmudi. (2005). Manajemen Kinerja Sektor Publik. Yogyakarta:UPP AMP YKPN.

Martadisastra, Ukasah. (2002). Azas-Azas Manajemen Konsep dan Aplikasinya. Bandung:Dinamika.

Moenir, H.A.S. (2006). Manajemen Pelayanan Umum di Indonesia. Jakarta:Bumi Aksara.

Muljono, Teguh Pudjo. (2001). Manajemen Perkreditan Bagi Bank Komersil. Yogyakarta:BPFE.

Nazir, Mohammad. (1998). Metode Penelitian Sosial. Jakarta:Ghalia Indonesia.

Siagian, Sondang P. (2005). Manajemen Stratejik. Jakarta:PT. Bumi Aksara.

(2005). Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta:PT. Bumi Aksara.

Sinambela. (2006). Reformasi Pelayanan Publik. Jakarta:PT Pertja. Sirait, Alfonsus. (1991). Manajemen. Jakarta:Erlangga.

Steers, M Richard. (1985). Efektivitas Organisasi. Jakarta: Erlangga. Sugiyono. (2005). Memahami Penelitian Kualitatif. Bandung:ALFABET.

Dokumen:

Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010

Peraturan Walikota Bandung Nomor 544 Tahun 2008 Rujukan Elektronik:


(3)

(4)

113

RIWAYAT HIDUP I. Identitas Diri

1. Nama Lengkap Mohammad Sahal Tanfidzi Ibrahim 2. Tempat Tgl Lahir Garut, 27 April 1990

3. Status perkawinan Belum Kawin

4. Alamat Jl. Sauyunan Raya Kav 16 Bojongloa Kaler Kotamadya Bandung

5. Nama Ayah H. Wans Ibrahim

6. Pekerjaan Ayah Pegawai Swasta

7. Nama Ibu Melia Iriani

8. Pekerjaan Ibu PNS (Guru)

9. Alamat Orang Tua Jl. Sauyunan Raya Kav 16 Bojongloa Kaler Kotamadya Bandung

II. Pendidikan Formal

No Nama Sekolah Tahun Lulus

1. SDN Pananjung 1 Garut 1996 s/d 2002 Tahun 2002 2. Sekolah Menengah Pertama

1 Cipasung Garut

2002 s/d 2005 Tahun 2005

4. Sekolah Menengah Atas Ciledug Garut

2005 s/d 2008 Tahun 2008

5. Universitas Komputer Indonesia Jurusan Ilmu Pemerintahan

2008 s/d sekarang


(5)

114

III. Pendidikan Non Formal Simposium/Seminar

No. Nama Waktu

Penyelenggaraan

Instansi

Penyelenggaraan 1. Seminar

Enterpreuneurship 2008 (Bersertifikat) Universitas Komputer Indonesia 2. Peserta Latihan

Kepemimpinan Manajemen Mahasiswa 2009 (Bersertifikat) Universitas Komputer Indonesia 3. Panitia Latihan

Kepemimpinan Dasar Ilmu Pemerintahan Unikom 2009 (Bersertifikat) Himpunan Mahasiswa Ilmu Pemerintahan 4. Peserta Table Manner 2009

(Bersertifikat)

Universitas Komputer Indonesia 5. Peserta Lomba Debat

Se-Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik 2009 (Bersertifikat) Universitas Komputer Indonesia 6. Panitia dalam Latihan

Dasar kepemimpinan Mahasiswa Prodi IP

2011 (Bersertifikat)

Himpunan Mahasiswa Ilmu Pemerintahan 7. Peserta Governance Day

Mahasiswa Ilmu

Pemerintahan Se-Jawa, Bali dan Nusatenggara

2011 (Bersertifikat)

Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Padjadjaran 8. Panitia Diskusi Politik 2011

(Bersertifikat)

Gedung Indonesia Menggugat


(6)

115

IV. Pengalaman Organisasi

No. Nama Organisasi Kedudukan Tahun Tempat 1. Himpunan

Mahasiswa Ilmu Pemerintahan

Anggota Departemen Pengabdian Masyarakat dan Kesejahteraan Mahasiswa

2008 s/d 2009

Universitas Komputer Indonesia

2. Himpunan Mahasiswa Ilmu Pemerintahan

Anggota Departemen Pengabdian Masyarakat dan Kesejahteraan Mahasiswa

2009 s/d 2010

Universitas Komputer Indonesia

3. Himpunan Mahasiswa Ilmu Pemerintahan

Ketua Hima 2010 s/d 2011

Universitas Komputer Indonesia

Bandung, 18 November 2011

M. Sahal Tanfidzi I 41708020