Kesesuaian Pelaksanaan Standar Pelayanan Farmasi di Rumah Sakit

B. Kesesuaian Pelaksanaan Standar Pelayanan Farmasi di Rumah Sakit

berdasarkan Kepmenkes RI Nomor 1197MENKESSKX2004 Standar pelayanan farmasi di Rumah Sakit terdiri dari 8 bagian, yaitu tujuan penyelenggaraan standar pelayanan farmasi rumah sakit; standar pelayanan farmasi rumah sakit; administrasi dan pengelolaan, staf dan pimpinan; fasilitas dan peralatan; kebijakan dan prosedur; pengembangan staf dan program pendidikan; evaluasi dan pengendalian mutu. 1. Tujuan penyelenggaraan standar pelayanan farmasi rumah sakit Tabel VIII. Kesesuaian Pelaksanaan Tujuan Penyelenggaraan Standar Pelayanan Farmasi Rumah Sakit Semua pelaksanaan kegiatan kefarmasian di Rumah Sakit Umum Daerah di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta menggunakan Standar Pelayanan Farmasi di Rumah Sakit sesuai dengan tujuan penyelengaraan yang tertera pada Kepmenkes RI Nomor 1197MenkesSKX2004. Pertanyaan Ya Tidak Apakah SPFRS digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan pelayanan farmasi di Rumah Sakit 100 0 Apakah SPFRS digunakan untuk memperluas fungsi dan peran apoteker farmasi di Rumah Sakit 100 Apakah SPFRS digunakan untuk melindungi masyarakat dari pelayanan yang tidak profesional 100 0 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 2. Standar pelayanan farmasi rumah sakit Dari hasil penelitian tabel IX sebesar 8 responden tidak mengisi jawaban pertanyaan mengenai : a. Pengkajian instruksi pengobatanresep pasien oleh apoteker. Dikarenakan tidak mengetahui pasti apoteker yang bertugas pada pelayanan melakukantidak pengkajian instruksi pengobatanresep pasien. b. Penyiapan nutrisi parenteral oleh apoteker. Dikarenakan selama ini apoteker tidak dilibatkan dalam kegiatan nutrisi parenteral. c. Terdapat label obat pada kebijakan dan prosedur obat tertulis. Dikarenakan pemberian label obat termasuk kegiatan penyiapan obat sehingga tidak diperlukan prosedur tertulis. d. Terdapat prosedur tertulis yang harus ditaati bila terjadi kontaminasi. Dikarenakan Rumah Sakit Umum Daerah tidak menggunakan obat-obat yang bersifat sitostatika sehingga sangat kecil kemungkinan dapat terjadi kontaminasi. Bagi pasien yang memerlukan obat yang bersifat sitostatika akan dirujuk pada rumah sakit lainnya. Dari hasil penelitian juga terdapat jawaban pertanyaan yang tidak sesuai dengan pelaksanaan Kepmenkes RI Nomor 1197MenkesSKX2004 yaitu : a. Dilakukan produksi perbekalan farmasi oleh IFRS Semua IFRS melakukan produksi untuk memenuhi kebutuhan pelayanan kesehatan di rumah sakit. Setiap bentuk produksi di rumah sakit tidak dapat memenuhi prosedur yang telah ditetapkan yaitu Farmakope Indonesia edisi IV. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI Hal ini dapat dicontohkan pada resep puyer permintaan dokter anak misal : luminal, klorfeniramina maleat, siproheptadina hidroklorida, fenilhidrazina dan parasetamol dengan dosis kurang dari 50 mg. Prosedur keseragaman sediaan tidak mungkin dilakukan di Instalansi Farmasi Rumah Sakit baik dari segi sumber daya manusia dan peralatan. Ketentuan CPOB juga tidak dapat dilakukan dalam farmasi rumah sakit sehingga seharusnya produksi tidak dapat dilakukan pada IFRS. b. Penyiapan nutrisi parenteral oleh apoteker Sebagian besar apoteker Rumah Sakit Umum Daerah tidak dilibatkan dalam penyiapan nutrisi parenteral. Penanganan nutrisi parenteral oleh apoteker rumah sakit juga berkaitan dengan pencegahan kemungkinan adanya resiko interaksi antara nutrisi parenteral dan obat lain yang dikonsumsi pasien yang dapat mengakibatkan kegagalan terapi. Pentingnya peran apoteker dalam penyiapan nutrisi parenteral seharusnya menjadi alasan utama diperlukannya apoteker dalam kegiatan ini. c. Apoteker harus terlibat langsung dalam perumusan keputusan tentang pelayanan farmasi dan penggunaan obat Semua apoteker yang berpraktek di Rumah Sakit Umum Daerah di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta terlibat langsung dalam perumusan keputusan tentang pelayanan farmasi dan penggunaan obat. Keadaan ini tidak sesuai dengan Kepmenkes RI Nomor 1197MenkesSKX2004 bahwa hanya apoteker kepala IFRS yang terlibat secara langsung pada perumusan keputusan tentang pelayanan farmasi dan penggunaan obat PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI d. Jumlah dan kualifikasi staf farmasi disesuaikan dengan masing-masing keadaan rumah sakit Sebagai pengelola dan pelaksana, apoteker IFRS dapat menyusun jumlah kebutuhan dan kualifikasi staf farmasi agar pelayanan farmasi rumah sakit dapat optimal dan sesuai kebutuhan pelayanan farmasi. Pada kenyataan, penyusunan jumlah kebutuhan dan kualifikasi staf farmasi di sebagian besar Rumah Sakit Umum Daerah di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta ditentukan oleh pihak rumah sakit dan permintaan penambahan jumlah dan kualifikasi staf farmasi sangat sulit dilakukan. e. Tersedia fasilitas penyimpanan obat yang bersifat adiksi untuk menjamin keamanan setiap staf di farmasi rumah sakit Obat-obat bersifat adiksi telah disimpan dalam tempat tersendiri namun tempat penyimpanan tidak sesuai persyaratan dikarenakan jumlah obat terbatas sehingga pemantauan mudah dilakukan meskipun tanpa tempat penyimpanan yang sesuai persyaratan. f. Obat hanya dapat diberikan setelah mendapat pesanan dari dokter dan setelah apoteker menganalisa secara kefarmasian Adanya analisis kefarmasian oleh apoteker dapat mencegah terjadinya medication error sehingga kenyamanan, keamanan dan keselamatan konsumen dalam mengkonsurnsi obat terpenuhi. Apoteker dalam melaksanakan kewajibannya harus mengutamakan dan berpegang teguh pada prinsip kemanusiaan dalam dan juga memperhatikan waktu pelayanan yang tidak terlalu lama untuk setiap pasien. Banyaknya pasien pada PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI waktu praktek dokter yang bersamaan menjadi alasan apoteker tidak menganalisis obat yang diminta oleh dokter. g. Bahan berkhasiat obat ditulis dengan nama generik Dalam IFRS terdapat beberapa resep yang masuk dengan berisi nama obat-obat dagang, sesuai dengan permintaan dokter sebagai penulis resep. Dokter yang berpraktek di rumah sakit pemerintah berkewajiban menuliskan resep dengan nama generik untuk pasien dan unit pelayanan kesehatan milik pemerintah berkewajiban menyediakan obat generik. h. Terdapat prosedur tertulis yang harus ditaati bila terjadi kontaminasi staf. Adanya prosedur dapat menjamin keamanan dan keseelamatan kerja staf yang bekerja. i. Adanya sistem yang mendokumentasikan penggunaan obat yang salah Kegiatan dokumentasi penggunaan obat yang salah diperlukan sebagai data evaluasi penggunaan obat. Kegiatan ini terlaksana apabila terdapat partisipasi masyarakatpasien kepada apoteker. Sebagian besar masyarakat yang termasuk pasien tidak menginformasikan tentang penggunaan obat yang salah sehingga beberapa responden menyatakan kegiatan dokumentasi penggunaan obat yang salah belum pernah dilakukan. Apabila terjadi kejadian tersebut pasien berkonsultasi dengan dokter dan tidak terdapat komunikasi dengan apoteker. j. Apoteker melakukan penyusunan program pengembangan staf. Terbatasnya jumlah staf yang tidak sebanding dengan banyaknya pelayanan menjadi alasan responden menyatakan bahwa program pengembangan staf hampir tidak dilakukan. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI Tabel IX. Kesesuaian Pelaksanaan Pelaksanaan Standar Pelayanan Farmasi Rumah Sakit Pertanyaan Ya Tidak Apakah pernah dilaksanakan penelitian di bidang farmasi dan peningkatan metoda 100 0 Apakah telah dilaksanakan KIE 100 Apakah IFRS memproduksi perbekalan farmasi 58 42 Apakah IFRS mendistribusikan perbekalan farmasi 83 17 Apakah apoteker mengkaji instruksi pengobatanresep pasien 83 17 Apakah apoteker melakukan penyiapan nutrisi parenteral 9 83 Apakah apoteker melakukan pencatatan dan pelaporan kegiatan 83 17 Apakah IFRS melakukan penyebarluasan hasil pertemuan 92 8 Apakah tidak harus dilakukan evaluasi terhadap pelayanan farmasi tiap 3 tahun 17 83 Apakah semua apoteker harus terlibat langsung dalam perumusan keputusan 100 100 Apakah IFRS dipimpin oleh Apoteker 100 0 Apakah dalam pelayanan farmasi Apoteker dibantu oleh Tenaga Ahli Madya Farmasi D-3, Tenaga Menengah Farmasi AA, dan tenaga administrasi 100 Apakah jumlah dan kualifikasi staf farmasi disesuaikan dengan keadaan rumah sakit 50 50 Apakah di IFRS tersedia fasilitas pemberian informasi dan edukasi 83 17 Apakah di IFRS tersedia fasilitas penyimpanan arsip resep 83 17 Apakah di IFRS tersedia fasilitas penyimpanan obat yang bersifat adiksi 54 46 Apakah setiap prosedur yang tertulis tidak harus dibuat Ka. Ins., PKFT serta apoteker 25 75 Apakah obat hanya diberikan setelah mendapat pesanan dari dokter dan setelah apoteker menganalisa secara kefarmasian 58 42 Apakah bahan berkhasiat obat ditulis dengan nama generik 58 42 Apakah label obat termasuk kebijakan dan prosedur tertulis 83 9 Apakah CPOB termasuk kebijakan dan prosedur obat tertulis 75 25 Apakah terdapat prosedur tertulis yang harus ditaati bila terjadi kontaminasi terhadap staf 42 50 Apakah ada sistem dokumentasi penggunaan obat yang salah 25 75 Apakah apoteker menyusun program pengembangan staf 58 42 Apakah apoteker dilibatkan dalam kegiatan umpan balik 83 17 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 3. Administrasi dan pengelolaan Tabel X. Kesesuaian Pelaksanaan Administrasi dan Pengelolaan Pertanyaan Ya Tidak Apakah PFT sekurang-kurangnya terdiri dari 3 tiga Dokter, Apoteker, dan Perawat 75 17 Apakah yang menjadi Sekretaris PFT adalah Apoteker IFRS atau apoteker yang ditunjuk 92 Apakah sedikitnya 2 dua bulan sekali PFT mengadakan rapat secara teratur 42 50 Apakah PFT berfungsi mengembangkan formularium di Rumah Sakit dan merevisi formularium tersebut 92 Apakah PFT melakukan tinjauan terhadap penggunaan obat dengan mengkaji medical record dibanding dengan standar diagnosa dan terapi 67 33 Apakah PFT mengumpulkan dan meninjau laporan mengenai efek samping obat 58 17 Apakah Apoteker membuat formularium berdasarkan hasil kesepakatan PFT 100 Apakah Dokter tidak dapat memilih obat paten tertentu berdasarkan pada pertimbangan farmakologi dan terapi 8 92 Apakah Apoteker bertanggung jawab terhadap kualitas, kuantitas, dan sumber obat yang digunakan mendiagnosis dan mengobati pasien 100 Apakah Panitia Pengendalian Infeksi Rumah Sakit melakukan pendidikan tentang pencegahan infeksi nosokomial di rumah sakit 33 50 Apakah Panitia Pengendalian Infeksi Rumah Sakit pernah melakukan penelitian surveilans infeksi nosokomial di rumah sakit 8 67 Apakah Apoteker tidak harus berperan dalam tim transplantasi 50 50 Apakah Pendataan dan Pelaporan kegiatan Farmasi dilakukan secara otomatisasi dengan menggunakan komputer soft ware 58 42 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI Dari hasil penelitian tabel X terdapat beberapa pertanyaan mengenai Panitia Farmasi dan Terapi sebanyak 8 tidak dijawab dikarenakan terdapat Rumah Sakit Umum Daerah di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta yang pernah memiliki panitia Farmasi dan Terapi namun sudah tidak berfungsi. Pada semua pertanyaan mengenai Panitia Pengendalian Infeksi Rumah Sakit juga memiliki persentase tidak dijawab dikarenakan responden tidak mengetahui apakah di rumah sakit terdapat Panitia Pengendalian Infeksi dan atau kegiatan dari Panitia Pengendalian Infeksi Rumah Sakit. Sebagian besar responden menyatakan Panitia Farmasi dan Terapi di Rumah Sakit Umum Daerah tempat responden berpraktek mengalami kemacetan. Setiap tugas panitia Famasi dan Terapi dikerjakan sesuai dengan bidang masing- masing. Media komunikasi antar tenaga kesehatan dilakukan secara langsung maupun pada pertemuan yang diselenggarakan rumah sakit. Dengan penelitian di bagian administrasi dan pengelolaan didapat hasil bahwa peran apoteker IFRS dalam tim lain yang ada di rumah sakit masih sangat terbatas, seperti pada tim transplantasi. Dalam tim transplantasi diperlukan peran apoteker untuk merencanakan dan melakukan pengobatan dari awal sebelum transplantasi dilakukan hingga akhir setelah transplantasi dilakukan. Panitia Pengendalian Infeksi Rumah Sakit memiliki peran besar bagi kesehatan lingkungan rumah sakit. Apoteker IFRS yang terlibat dapat memberi peran melakukan tindakan pencegahan maupun pengurangan infeksi. Dari data terlihat minimumnya kegiatan yang dilakukan oleh Panitia Pengendalian Infeksi PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI di Rumah Sakit. Penelitian surveilans infeksi nosokomial di rumah sakit sangat perlu dilakukan secara periodik oleh Panitian Pengendalian Infeksi Rumah Sakit. 4. Staf dan pimpinan Tabel XI. Kesesuaian Pelaksanaan Staf dan Pimpinan Hampir semua responden menyatakan bahwa dalam pelayanan kefarmasian pada rawat inap dengan 1 apoteker bertanggung jawab atas 30 tempat tidur kesesuaian pelaksanaan Kepmenkes RI Nomor 1197MenkesSKX2004 sulit untuk dipenuhi karena terbatasnya formasi pengangkatan pegawai negeri di Indonesia terutama apoteker dan terbatasnya pengetahuan apoteker tentang farmasi klinik yang dibutuhkan. Pertanyaan Ya Tidak Apakah Apoteker sebagai pimpinan harus memiliki kemampuan melihat masalah, menganalisa, dan memecahkan masalah 100 Apakah Apoteker sebagai tenaga fungsional tidak harus memiliki kemampuan mengelola manajemen praktis farmasi 100 Apakah Farmasi Rumah Sakit dalam pelayanan kefarmasian 1 satu apoteker bertanggung jawab atas 30 tempat tidur 17 83 Apakah Farmasi Rumah Sakit pernah melakukan peningkatan ketrampilan bagi staf farmasi 100 Apakah produksi obat termasuk salah satu jenis pelayanan di Rumah Sakit 75 25 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 5. Fasilitas dan peralatan Tabel XII. Kesesuaian Pelaksanaan Fasilitas dan Peralatan Adanya pemisahan jalur sangat diperlukan sebagai klasifikasi ruang produksi farmasi maupun penyimpanan. Setiap ruang dipisahkan agar tercipta kondisi ruang yang aman untuk staf yang bekerja, produk, serta lingkungan. Setiap ruang digunakan untuk kegiatan yang berbeda, misal pada ruang steril digunakan untuk penanganan obat kanker dan ruang abu-abu untuk membuat obat racikan. Dari penelitian semua responden menyatakan bahwa tidak terdapat pemisahan jalur steril, bersih dan daerah abu-abu dikarenakan hingga saat ini Pertanyaan Ya Tidak Apakah terdapat pemisahan antara jalur steril, bersih dan daerah abu-abu 100 Apakah Farmasi Rumah Sakit memiliki ruang penyimpanan kondisi umum dan kondisi khusus 83 17 Apakah Farmasi Rumah Sakit bertanggung jawab atas pengelolaan sediaan farmasi 100 Apakah setiap ruang distribusi dilengkapi dengan kereta dorong trolley 75 25 Apakah Apoteker pada jam pelayanan selalu berada di ruang pelayanan informasi obat sehingga memudahkan pelayanan 58 42 Apakah Apoteker pada jam pelayanan selalu berada di ruang konsultasi sehingga memudahkan pelayanan konsultasi 67 33 Apakah terdapat incinerator untuk membakar limbah kemoterapi 83 17 Apakah terdapat ruang konsultasi dan ruang informasi obat 50 50 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI belum ada kegiatan dalam pelayanan farmasi di rumah sakit yang memerlukan penanganan dengan pemisahan jalur pada ruangan khusus. Beberapa Rumah Sakit Umum Daerah di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta melakukan pelayanan informasi obat melalui tempat pengambilan resep dan melakukan konsultasi di ruang kerjakantor karena tidak memiliki ruang terpisah yang dikhususkan untuk informasi obat dan kosultasi. Hal ini dikarenakan sedikitnya pengguna kesempatan konsultasi dan kurangnya inisiatif bertanya masyarakat. Pelayanan IFRS dilakukan selama 24 jam. Apoteker tidak selalu berada di ruang pelayanan informasi obat atau ruang konsultasi selama 24 jam namun apoteker dapat selalu dihubungi untuk memberikan informasi maupun konsultasi obat. 6. Kebijakan dan prosedur Dari penelitian tabel XIII terdapat 17 responden yang tidak memberikan jawaban masing-masing mengenai mengenai keanggotaan tim dispensing sediaan parenteral nutrisi dan tujuan Pemantauan Kadar Obat dalam Darah untuk memberikan rekomendasi dokter. Alasan dari masing-masing responden adalah dikarenakan tidak terdapat kegiatan tersebut di Rumah Sakit Umum Daerah tempat responden berpraktek. Pada beberapa Rumah Sakit Umum Daerah. Sebagian besar responden lain juga menyatakan bahwa apoteker tidak terlibat dalam tim dispensing sediaan parenteral nutrisi. Semua responden menyatakan bahwa tidak tertera berat badan pada setiap resep masuk dan tidak dilakukan rondevisite pasien oleh apoteker. Banyaknya pasien yang datang dengan waktu yang bersamaan dan minimumnya PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI jumlah apoteker melatarbelakangi terjadinya hal ini. Sebagian responden menyatakan adanya ketidakseimbangan antara jumlah tenaga kesehatan dan pelayanan yang harus diberikan juga menyebabkan dispensing sediaan farmasi berbahaya dapat dilakukan oleh setiap tenaga farmasi yang minimum pernah melihat dan mengerti bagaimana dispensing sediaan farmasi berbahaya. Tabel XIII. Kesesuaian Pelaksanaan Kebijakan dan Prosedur Pertanyaan Ya Tidak Apakah Apoteker tidak harus menentukan metode perencanaan pengelolaan perbekalan farmasi 17 83 Apakah Apoteker tidak harus bertanggung jawab atas pengadaan kebutuhan perbekalan farmasi 100 Apakah perawat yang bertanggung jawab atas pendistribusian persediaan perbekalan farmasi di ruang rawat 92 8 Apakah pada setiap resep yang masuk tertera berat badan pasien 100 Apakah pada setiap resep yang masuk tertera kekuatan sediaan obat 83 17 Apakah Apoteker tidak harus melakukan pengkajian resep mengenai persyaratan klinis 25 75 Apakah Dokter, Apoteker, perawat, dan ahli gizi adalah tim dari dispensing sediaan farmasi parenteral nutrisi 33 50 Apakah penanganan dispensing sediaan farmasi berbahaya dilakukan oleh tenaga farmasi yang terlatih 50 50 Apakah harus dilakukan pelaporan berkala kejadian efek samping obat di Rumah Sakit kepada Panitia Efek Samping Obat Nasional 75 25 Apakah salah satu tujuan pemantauan Kadar Obat dalam Darah adalah untuk memberikan rekomendasi pada dokter 50 33 Apakah Apoteker melakukan rondevisite pasien 100 Apakah Apoteker melakukan pemantauan penggunaan obat 92 8 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 7. Pengembangan staf dan program pendidikan Tabel XIV. Kesesuaian Pelaksanaan Pengembangan Staf dan Program Pendidikan Seorang apoteker diharapkan dengan kemampuannya akan mampu menentukan obat yang efektif dan terjangkau sesuai kemampuan masyarakat di lingkungan sarana pelayanan tersebut. Hal ini sesuai dengan SumpahJanji apoteker pasal 2 ayat 1 serta Standar Kompetensi Farmasis Indonesia kompetensi Manajemen Praktis Farmasi. Seorang apoteker juga bertanggung jawab dalam memotivasi, mendidik dan melatih farmasis lain dan mahasiswa farmasi melalui partisipasi dalam perencanaan dan pendidikan seperti yang tertera dalam Standar Kompetensi Farmasis Indonesia. Dalam pelaksanaan pelayanan farmasi sesuai dengan Kepmenkes RI Nomor 1197MenkesSKX2004 banyak ditemui kendala namun secara perlahan pelayanan IFRS menuju pada terpenuhinya tuntutan masyarakat akan pelayanan yang berorientasi kepada pasien. Beberapa pelayanan farmasi klinik yang sudah dan sedang dilakukan antara lain kegiatan pemberian informasi dan konsultasi obat; selalu siap memberi pertolongan walaupun diluar jam kerja; melakukan Pertanyaan Ya Tidak Apakah pernah dilakukan pendidikan dan pelatihan untuk meningkatkan pemahaman tentang farmasi rumah sakit 100 Apakah Apoteker bertanggung jawab meneliti keuntungan cost-benefit pelayanan farmasi rumah sakit 100 Apakah Apoteker melakukan praktek farmasi klinik 67 33 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI analisis biaya obat untuk kesejahteraan pasien; mengkaji resep yang masuk; merevisi formularium. 8. Evaluasi dan pengendalian mutu Tabel XV. Kesesuaian Pelaksanaan Evaluasi dan Pengendalian Mutu Dalam pelaksanaan pelayanan farmasian perlu dilakukan evaluasi berdasarkan waktu pelaksanaan evaluasi baik secara prospektif, konkuren, maupun retrospektif. Evaluasi peracikan resep oleh asisten apoteker termasuk salah satu evaluasi konkuren yang dapat dilakukan setiap pelayanan farmasi di rumah sakit. Evaluasi prospektif telah dilakukan masing-masing pelayanan farmasi di rumah sakit melalui pembuatan standar prosedur, pembagian kerja. Data didapat dari hasil wawancara terlampir. Evaluasi peracikan resep oleh asisten apoteker dilakukan setelah dilakukan pengkajian resep oleh apoteker. Evaluasi berupa kesesuaian hasil peracikan dengan permintaan resep yang telah dikaji. Evaluasi untuk keberhasilan pelayanan berkenaan dengan penilaian tehadap pelayanan yang dilakukan oleh pelaku pelayanan dan juga evaluasi dari pemakai pelayanan karena itu indikator dan kriteria pelayanan sangat penting Pertanyaan Ya Tidak Apakah dilakukan evaluasi pada peracikan resep oleh asisten apoteker 83 17 Apakah pernah dilakukan survei kepuasan konsumen atas pelayanan farmasi di rumah sakit 92 8 Apakah terdapat tim audit pengawas dari kegiatan pelayanan farmasi 50 50 Apakah dilakukan reevaluasi dari mutu pelayanan secara berkala 59 33 Apakah terdapat indikator dan kriteria pelayanan yang dilaksanakan dan dipahami oleh setiap pelaksana 42 50 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI dilaksanakan dan dipahami oleh setiap pelaksana. Indikator pelayanan misalnya lama pembuatan resep racikan, perbandingan resep keluar dengan resep masuk apotek rumah sakit. Dilakukan juga reevaluasi terhadap mutu pelayanan secara berkala untuk mendapatkan lebih banyak jenis bagian dari mutu pelayanan yang harus diperbaiki dan didapatkan bagian mutu pelayanan yang segera harus diperbaiki karena keterulangannya pada hasil evaluasi yang sangat lemah. Dalam rumah sakit adanya tim audit kegiatan pelayanan farmasi akan memonitor setiap pelayanan farmasi tidak menyimpang dari ketentuan-ketentuan yang ditetapkan. Keanggotaan tim audit diluar dengan keanggotaan pelayanan farmasi di rumah sakit sehingga bersifat netral dalam mengawasi.

C. Rangkuman Kesesuaian Pelaksanaan Standar Pelayanan Farmasi di

Dokumen yang terkait

Pengaruh Anggaran Pemerintah Daerah (Pemda) Terhadap Pelayanan Kesehatan Di Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Pidie Tahun 2009

1 60 117

Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia nomor 1350/MENKES/SK/XII/2004 tentang Rumah sakit umum daerah Jampangkulon Kabupaten Sukabumi - [PERATURAN]

0 2 2

Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 13/MENKES/SK/I/2004 Peningkatan kelas Rumah Sakit Umum Daerah Mataram milik pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Barat - [PERATURAN]

0 3 2

Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia nomor 428/MENKES/SK/III/2004 tentang Rumah sakit umum daerah Landak milik pemerintah Kabupaten Landak Provinsi Kalimantan Barat - [PERATURAN]

0 3 2

Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia nomor 778/MENKES/SK/VII/2004 tentang Peningkatan kelas rumah sakit umum daerah Pemerintah Kabupaten Ponorogo Provinsi Jawa Timur - [PERATURAN]

0 2 2

Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor : 931/MENKES/SK/2003 Tentang Rumah Sakit Umum Daerah Balung Kabupaten Jember - [PERATURAN]

0 2 2

KAJIAN PERESEPAN BERDASARKAN KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NO. 1197/MENKES/ SK/X/2004 PADA RESEP PASIEN RAWAT JALAN DI INSTALASI FARMASI RUMAH SAKIT MUHAMMADIYAH WONOGIRI BULAN JUNI 2008.

0 0 11

KAJIAN PERESEPAN BERDASARKAN KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1197/MENKES/SK/X/2004 PADA RESEP PASIEN RAWAT JALAN DI INSTALASI FARMASI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KAJEN KABUPATEN PEKALONGAN BULAN JULI 2008.

0 2 13

Pendapat dokter umum di Rumah Sakit Daerah di Daerah Istimewa Yogyakarta terhadap peran apoteker : berdasarkan keputusan menteri kesehatan nomor 1197/Menkes/SK/2004 tentang standar pelayanan farmasi di rumah sakit - USD Repository

0 0 112

Kesesuaian pelaksanaan standar pelayanan farmasi di Rumah Sakit Berdasarkan keputusan menteri kesehatan Republik Indonesia nomor 1197/MENKES/SK/X/2004 di Rumah Sakit umum daerah di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta - USD Repository

0 0 99