Analisis Pengembangan Model Community Based Marketing pada UMKM Debitur KUR Mikro (Studi Kasus : BRI Unit Ciampea dan Sindang Barang, Bogor)

ANALISIS PENGEMBANGAN MODEL COMMUNITY BASED
MARKETING PADA UMKM DEBITUR KUR MIKRO
(Studi Kasus : BRI Unit Ciampea dan
Sindang Barang, Bogor)

BERYAL PRATAMA PUTRA

DEPARTEMEN MANAJEMEN
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Analisis
Pengembangan Model Community Based Marketing pada UMKM Debitur KUR
Mikro (Studi Kasus : BRI Unit Ciampea dan Sindang Barang, Bogor) adalah
benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan
dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang
berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari

penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di
bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada
Institut Pertanian Bogor.
Bogor, Oktober 2013

Beryal Pratama Putra
NIM H24090116

ABSTRAK
BERYAL PRATAMA PUTRA. H24090116. Analisis Pengembangan Model
Community Based Marketing pada UMKM Debitur KUR Mikro (Studi Kasus:
BRI Unit Ciampea dan Sindang Barang, Bogor). Dibimbing oleh PRAMONO D.
FEWIDARTO.
Salah satu strategi yang dapat menekan laju pertumbuhan Non Performing
Loan (NPL) KUR Mikro BRI adalah strategi Community Based Marketing (CBM)
dengan menjalin hubungan kerjasama yang saling menguntungkan antara BRI
dengan debitur UMKM yang akan dikelola menjadi sebuah komunitas. Tujuan
penelitian ini adalah (1) Untuk mengidentifikasi penerapan strategi CBM BRI (2)
Untuk menganalisis pengembangan model CBM yang tepat dan (3) Untuk

merekomendasikan penerapan strategi CBM untuk mengelola komunitas UMKM
debitur KUR Mikro oleh BRI Unit Ciampea dan Sindang Barang. Berdasarkan
penelitian terhadap debitur UMKM dengan kriteria kredit bermasalah, hasil
analisis statistika deskriptif menghasilkan alternatif pengembangan model CBM
yang terdiri dari mengadakan pertemuan dan pelatihan mengenai produksi dan
operasi, mengadakan bazaar dan memberikan alat-alat bantu pemasaran,
mengadakan pelatihan serta monitoring dan evaluasi keuangan dan akuntansi,
mengadakan upgrading atau outbond untuk menumbuhkan sifat kewirausahaan,
serta menyediakan media informasi untuk membantu pengembangan usaha.
Prioritas strategi CBM yang paling direkomendasikan adalah pelatihan serta
monitoring dan evaluasi keuangan dan akuntansi.
Kata kunci : BRI, Community Based Marketing, Non Performing Loan, UMKM

ABSTRACT
BERYAL PRATAMA PUTRA. H24090116. Community Based Marketing
Model Development for Small Loans Debtors SME Analysis. Supervised by
PRAMONO D. FEWIDARTO.
Community based marketing strategy is one of many strategies to decrease
the non performing loan growth of BRI small loans by developing the mutually
beneficial relationship with micro small and medium enterprise debtors which will

be managed as a community. The purposes of this research are (1) to identify the
implementation of BRI CBM strategy (2) to analyze the development of
appropriate CBM model and (3) to recommend the CBM strategy implementation
for maximum development of the micro small and medium enterprise community
by BRI unit ciampea and sindang barang. Based on the research towards the micro
small and medium enterprises with the non performing loan criteria, the result of
descriptive statistical analysis produced the alternatives of CBM model
development which consist of the meeting and training on production and
operation, the bazaar and marketing tools provision, the training with monitoring
and evaluation of financial and accounting, the upgrading or outbond to foster the
entrepreneurial characters, and the information media provision to assist the
business development. The most recommended CBM strategy priority is the
training with monitoring and evaluation of financial and accounting.
Keywords : BRI, Community Based Marketing, Non Performing Loan, SME

ANALISIS PENGEMBANGAN MODEL COMMUNITY BASED
MARKETING PADA UMKM DEBITUR KUR MIKRO
(Studi Kasus : BRI Unit Ciampea dan
Sindang Barang, Bogor)


BERYAL PRATAMA PUTRA

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Ekonomi
pada
Departemen Manajemen

DEPARTEMEN MANAJEMEN
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

Judul Skripsi : Analisis Pengembangan Model Community Based Marketing pad a
UMKM Debitur KUR Mikro (Studi Kasus : BRI Unit Ciampea dan
Sindang Barang, Bogor)
.
Nama
:Beryal Pratama Putra

:H24090116
NIM

Disetujui oleh

Ir Pramono D Fewidarto MS
Pembimbing

Diketahui oleh

Tanggal Lulus:

2 5 OCT 2013

Judul Skripsi : Analisis Pengembangan Model Community Based Marketing pada
UMKM Debitur KUR Mikro (Studi Kasus : BRI Unit Ciampea dan
Sindang Barang, Bogor)
Nama
: Beryal Pratama Putra
NIM

: H24090116

Disetujui oleh

Ir Pramono D Fewidarto MS
Pembimbing

Diketahui oleh

Dr Ir Jono M Munandar MSc
Ketua Departemen

Tanggal Lulus:

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang
dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Mei 2013 ini ialah
Community Based Marketing, dengan judul Analisis Pengembangan Model

Community Based Marketing pada UMKM Debitur KUR Mikro (Studi Kasus :
BRI Unit Ciampea dan BRI Unit Sindang Barang, Bogor).
Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Ir Pramono D. Fewidarto, MS
selaku Dosen Pembimbing yang telah memberikan bimbingan, motivasi, saran
sehingga proposal karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Di samping itu,
penghargaan penulis sampaikan kepada orang tua, Departemen Manajemen IPB,
Manajemen IPB angkatan 46, dan Centre Of Management 2012-2013 atas doa,
dukungan dan motivasinya.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Oktober 2013
Beryal Pratama Putra

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL

vi

DAFTAR GAMBAR


vii

DAFTAR LAMPIRAN

vii

PENDAHULUAN



Latar Belakang



Perumusan Masalah



Tujuan Penelitian




Manfaat Penelitian



Ruang Lingkup Penelitian



TINJAUAN PUSTAKA



METODE



Kerangka Pemikiran Penelitian




Lokasi dan Waktu Penelitian

10 

Metode Pengumpulan Data

10 

Metode Penarikan Sampel

10

Metode Pengolahan dan Analisis Data

11

HASIL DAN PEMBAHASAN


11 

Gambaran Umum Perusahaan

11 

Strategi Community Based Marketing (CBM) BRI

13

Profil UMKM Debitur KUR Mikro BRI

13

Kendala Usaha UMKM Debitur KUR Mikro BRI

15

Kebutuhan Penerapan Strategi CBM KUR Mikro BRI

19

Analisis Struktur Strategi CBM BRI

24

Implikasi Manajerial

26

SIMPULAN DAN SARAN

27 

DAFTAR PUSTAKA

28 

LAMPIRAN

29

RIWAYAT HIDUP

30

DAFTAR TABEL

1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21

Realisasi KUR Bank Nasional
Perbedaan antara segmentasi dan komunitisasi
Profil pemilik UMKM debitur KUR Mikro BRI
Profil usaha UMKM debitur KUR Mikro BRI
Profil kredit UMKM debitur KUR Mikro BRI
Kendala produksi operasi terkait jenis usaha
Kendala pemasaran terkait lokasi usaha
Kendala keuangan akuntansi terkait pendidikan pemilik usaha
Kendala karakter kewirausahaan terkait usia pemilik usaha
Kendala pengembangan usaha terkait besar pinjaman
Kebutuhan pengetahuan produksi operasi terkait jenis usaha
Kebutuhan pengetahuan produksi operasi terkait jenis usaha
Kebutuhan pengetahuan pemasaran terkait lokasi usaha
Kebutuhan pengetahuan pemasaran terkait lokasi usaha
Kebutuhan pengetahuan keuangan akuntansi terkait pendidikan pemilik
Kebutuhan pengetahuan karakter kewirausahaan terkait usia pemilik
Kebutuhan pengetahuan karakter kewirausahaan terkait usia pemilik
Kebutuhan pengetahuan pengembangan usaha terkait besar pinjaman
Kebutuhan pengetahuan pengembangan usaha terkait besar pinjaman
Bobot dan prioritas kriteria penyusunan strategi CBM
Bobot dan prioritas alternatif strategi CBM

1  

14 
14 
15 
16 
16 
17 
18 
18 
19 
20 
20 
21 
21 
22 
22 
23 
24  
25 
26 

DAFTAR GAMBAR

1 Model komunitas merek
2 Kerangka pemikiran penelitian
3 Struktur hirarki strategi CBM



24 

DAFTAR LAMPIRAN

1 Dokumentasi UMKM

29 

1
PENDAHULUAN

Latar Belakang
Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) memiliki peranan penting
dalam perekonomian di Indonesia. UMKM memiliki proporsi sebesar 99.99 %
dari total keseluruhan pelaku usaha di Indonesia atau sebanyak 56 534 592 unit
pada tahun 2012. UMKM juga berkontribusi sebesar 59.08 % dari total Produk
Domestik Bruto (PDB) di Indonesia tahun 2012. Selain itu, UMKM memiliki
kemampuan menyerap 107 657 509 pekerja atau 97.16 % dari total angkatan kerja
serta berkontribusi terhadap investasi di Indonesia sebesar Rp927 117.50 Miliar
atau 48.20 % dari total investasi tahun 2012 (BPS 2013).
Demi mewujudkan pengembangan dan pemberdayaan UMKM dan
Koperasi (UMKM-K) di Indonesia, maka pemerintah meluncurkan Kredit Usaha
Rakyat (KUR) pada 5 November 2007. KUR merupakan skema kredit tanpa
agunan dengan batas maksimum Rp500 juta/nasabah untuk usaha-usaha produktif
(modal kerja atau investasi) dengan bunga maksimal 16 % per tahun, khusus
untuk UMKM yang belum layak didanai oleh perbankan karena tidak memiliki
jaminan yang cukup. Realisasi dan Non Performing Loan (NPL) penyaluran KUR
Bank Nasional dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1 Realisasi KUR Bank Nasional
Bank
BNI

Jenis data
Total (Rp juta)
Debitur (UKM)
NPL (%)

Jun 2012
8 486 619
115 930
3.0

Sep 2012
9 096 162
125 536
5.5

Des 2012
10 679 297
153 050
7.3

Mar 2013
13 339 468
208 959
10.3

Jun 2013
13 915 044
221 718
7.7

BRI (KUR
Ritel)

Total (Rp juta)
Debitur (UKM)
NPL (%)

10 985 444
71 071
3.9

11 640 169
74 336
4.0

12 626 671
79 084
3.1

13 604 866
83 471
3.5

14 851 235
89 434
3.4

BRI (KUR
Mikro)

Total (Rp juta)
Debitur (UKM)
NPL (%)

37 419 912
6 131 150
2.2

41 632 761
6 562 277
2.1

46 670 190
7 057 766
1.7

51 743 392
7 537 785
2.0

58 242 465
8 132 842
1.8

Bank
Mandiri

Total (Rp juta)
Debitur (UKM)
NPL (%)

8 634 087
177 464
2.1

9 889 939
203 805
2.1

10 796 762
210 453
2.0

11 162 396
221 967
2.8

12 161 924
237 605
3.4

BTN

Total (Rp juta)
Debitur (UKM)
NPL (%)

2 639 860
15 515
4.7

2 969 936
17 532
6.1

3 273 465
19 181
5.8

3 539 330
20 442
6.7

3 823 016
21 752
6.8

BUKOPIN

Total (Rp juta)
Debitur (UKM)
NPL (%)

1 128 563
7 978
13.1

1 236 296
8 711
8.8

1 479 878
10 149
6.3

1 680 210
11 241
4.8

1 734 412
11 574
4.3

Bank
Syariah
Mandiri

Total (Rp juta)
Debitur (UKM)
NPL (%)

2 226 660
25 762
4.3

2 531 564
30 653
4.5

2 761 083
35 263
4.9

3 070 293
40 944
6.2

3 262 480
44 826
7.1

BNI
Syariah

Total (Rp juta)
Debitur (UKM)
NPL (%)

9 055
32
0

20 579
79
0

41 750
136
0

58 751
241
1.0

121 446
880
3.7

Sumber: Komite Kredit Usaha Rakyat Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian (2013)

2
Berdasarkan data penyaluran KUR oleh bank nasional yang diperlihatkan
pada Tabel 1, KUR Mikro BRI masih menduduki peringkat pertama berdasarkan
jumlah penyaluran KUR hingga bulan Juni 2013 yaitu sebesar Rp58 242 465
dengan jumlah debitur sebanyak 8 132 842 UMKM dan nilai Non Performing
Loan (NPL) sebesar 1.8 %. Sedangkan KUR Ritel BRI menduduki peringkat
kedua berdasarkan jumlah penyaluran KUR dan jumlah debitur.
KUR Mikro merupakan fasilitas pembiayaan bagi para pengusaha mikro
pemula dengan jaminan asuransi kredit dari Pemerintah dengan plafon hingga
Rp20 juta. Penyaluran KUR Mikro itu sendiri dilakukan melalui unit kerja mikro
yang dikenal dengan nama BRI Unit, TerasBRI dan TerasBRI Keliling (BRI
2013). Meskipun nilai NPL KUR Mikro BRI secara keseluruhan masih di bawah
5 %, namun masih ada beberapa BRI unit dengan nilai NPL KUR Mikro di atas
5 % seperti BRI Unit Ciampea dan BRI Unit Sindang Barang, Bogor. Diharapkan
pada periode-periode berikutnya nilai NPL pada BRI Unit Ciampea dan BRI Unit
Sindang Barang bisa turun karena semakin tinggi nilai NPL maka semakin besar
pula risiko kredit yang ditanggung oleh pihak bank karena adanya potensi kredit
yang tidak tertagih atau kredit macet. Meningkatnya NPL akan mengurangi
jumlah modal bank karena pendapatan yang diterima bank digunakan untuk
menutupi NPL yang tinggi.
Salah satu penyebab meningkatnya NPL adalah ketidakmampuan debitur
dalam membayar angsuran pokok pinjaman dan bunga yang dibebankan karena
pendapatan usaha yang menurun. Berkaitan dengan KUR Mikro, pihak yang
menjadi debitur merupakan para pemilik UMKM. Jika NPL KUR Mikro
meningkat maka telah terjadi tunggakan pinjaman yang dilakukan oleh para
pemilik UMKM tersebut. Penekanan laju pertumbuhan NPL tersebut dapat
dilakukan dengan menerapkan manajemen risiko kredit melalui portofolio kredit
serta analisis kelayakan calon debitur dengan memperhatikan konsep 5C, yaitu
Character, Capacity, Capital, Collateral, serta Condition dari calon debitur.
Strategi untuk menekan laju pertumbuhan NPL selain portofolio kredit dan
analisis 5C adalah dengan menjalin hubungan kerjasama yang saling
menguntungkan antara BRI Unit dengan debitur UMKM yang akan dikelola
menjadi sebuah komunitas. Strategi tersebut merupakan strategi Community
Based Marketing. Kerjasama tersebut dapat mendukung kegiatan pemasaran
perbankan melalui komunitas debitur UMKM serta dapat dijadikan sebagai sarana
pembinaan dan pengembangan untuk mengatasi permasalahan kinerja debitur
UMKM. Jika debitur UMKM dapat berkembang, maka risiko kredit macet akibat
ketidakmampuan dalam membayar angsuran pokok pinjaman dan bunga yang
dibebankan akan dapat ditekan. Oleh karena itu, maka BRI Unit sebaiknya
mengembangkan model Community Based Marketing yang tepat.

Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, maka perumusan masalah
dalam penelitian ini adalah: “Bagaimanakah strategi yang tepat untuk mengelola
serta berinteraksi dengan komunitas UMKM debitur KUR Mikro BRI Unit
Ciampea dan BRI Unit Sindang Barang, Bogor agar tercipta kinerja usaha
UMKM yang baik sehingga NPL dapat ditekan?”

3
Tujuan Penelitian
Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah dalam yang telah
diuraikan, maka tujuan dari penelitian ini adalah untuk:
1. Mengidentifikasi penerapan strategi Community Based Marketing pada BRI.
2. Menganalisis pengembangan model Community Based Marketing yang tepat
dalam mengelola komunitas Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM)
debitur KUR Mikro BRI Unit Ciampea dan BRI Unit Sindang Barang, Bogor.
3. Merekomendasikan penerapan strategi Community Based Marketing untuk
mengelola komunitas UMKM debitur KUR Mikro secara maksimal oleh BRI
Unit Ciampea dan BRI Unit Sindang Barang, Bogor.

Manfaat Penelitian
Manfaat yang dapat diperoleh pihak-pihak terkait dari penelitian yang
dilakukan antara lain:
1. Bagi pihak perusahaan, penelitian ini dapat menjadi bahan pertimbangan dan
masukan untuk menerapkan strategi Community Based Marketing yang efektif.
2. Bagi peneliti, penelitian ini sebagai salah satu syarat guna menyelesaikan studi
di Departemen Manajemen FEM IPB dan memperoleh gelar Sarjana Ekonomi.
3. Bagi pendidikan dan civitas akademi yang lain, penelitian ini dapat dijadikan
bahan referensi mengenai strategi Community Based Marketing yang
diterapkan perusahaan dan sebagai referensi untuk penelitian selanjutnya.

Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini memfokuskan pada strategi Community Based Marketing yang
diterapkan oleh BRI serta merumuskan alternatif pengembangan model
Community Based Marketing dalam mengelola komunitas UMKM debitur KUR
Mikro BRI Unit Ciampea dan BRI Unit Sindang Barang, Bogor. UMKM debitur
KUR Mikro BRI pada penelitian ini merupakan UMKM dengan kriteria kredit
bermasalah yang ditetapkan oleh BRI. Oleh karena itu, hasil akhir yang dapat
direkomendasikan kepada pihak BRI Unit dari penelitian ini adalah berupa
prioritas alternatif model Community Based Marketing dalam mengelola
komunitas UMKM debitur KUR Mikro BRI.

TINJAUAN PUSTAKA

Community Based Marketing
Praktik segmentasi dan komunitisasi memang kedengarannya mirip karena
pada dasarnya keduanya adalah praktik pengelompokan konsumen. Keduanya
memang merupakan langkah awal perusahaan dalam mendesain strategi

4
pemasarannya. Pada era New Wave Marketing, praktik segmentasi dilakukan
secara lebih horizontal dengan mengomunitisasikan konsumen sebagai
sekelompok individu yang saling peduli satu sama lain dan memiliki kesamaan
tujuan, nilai, dan identitas. Ada komunitas yang bisa diajak untuk berkolaborasi
atau bisa juga dibentuk sendiri oleh perusahaan (Kartajaya dan Darwin 2010).
Tabel 2 menunjukkan perbedaan signifikan antara praktik segmentasi dan
komunitisasi.
Tabel 2 Perbedaan antara segmentasi dengan komunitisasi
Indikator
Motivasi

Segmentation (segmentasi)
Mengotak-kotakkan konsumen
dimana
semua
konsumen
memiliki karakteristik yang
sama
dalam hal
alasan
membeli.

Communitization (komunitisasi)
Menyatukan atau bersatu dengan
konsumen yang terkelompok atau
dikelompokkan yang memiliki
kesamaan tujuan, nilai-nilai, dan
identitas.

Tujuan akhir

Gambaran langsung segmen
konsumen secara demografis,
psikografis, dan perilakunya.

Bagaimana komunitas yang
terbentuk secara by-default atau
by-design bisa relevan dengan
karakter merek perusahaan.

Indikator

Persamaan yang homogen dari
segi preferensi dan kebutuhan
konsumen.

Kedekatan atau keterikatan di
antara anggota komunitas satu
sama lain.

Paradigma

Memuaskan preferensi dan
kebutuhan dari masing-masing
segmen yang dipilih.

Bagaimana komunitas konsumen
diberikan kesempatan untuk
berpartisipasi dan berinteraksi
dengan perusahaan.

Proses

Melakukan identifikasi dan
profiling sebelum melakukan
targeting.

Melakukan eksplorasi mendalam
pada konsumen-konsumen yang
berpotensi
untuk
dibentuk
sebelum konfirmasi komunitas.

Sumber: Kartajaya dan Darwin (2010)

Communitization merupakan strategi pemasaran untuk membentuk
komunitas konsumen atau memanfaatkan komunitas konsumen yang sudah ada.
Strategi ini lebih dikenal dengan strategi Community Based Marketing (Kartajaya
dan Darwin 2010). Sasaran akhir dalam kegiatan Community Marketing tidak
hanya untuk sekedar memperoleh pelanggan, namun juga bagaimana cara untuk
mempertahankan para pelanggan untuk tetap setia.
Jenis Community Based Marketing
Menurut Kartajaya dalam Rowidah (2011), Community Based Marketing
dibagi menjadi tiga jenis, yaitu:
1. Community-Based Customer Management
Community-Based Customer Management adalah untuk mengenali
komunitas yang sesuai dengan brand yang dikelola dan memastikan sebuah brand
bisa diterima dalam sebuah komunitas dengan baik. Proses ini dilakukan dengan
mengidentifikasi purpose, identity, serta values dari komunitas tersebut untuk.

5
2. Community-Based Product Management
Bertujuan memaksimalkan kinerja sebuah komunitas lewat komersialisasi
4P new wave: co-creation, currency, conversation, serta communal activation.
3. Community-Based Brand Management
Community-Based Brand Management merupakan strategi pemanfaatan
komunitas untuk membangun merek melalui penciptaan karakter produk yang
dapat meningkatkan image serta menciptakan low budget high impact
communication.
Perangkat Community Based Marketing
Perangkat yang digunakan dalam Community Based Marketing (Bryan
2004) antara lain:
1. Online social networking
Menggunakan internet sebagai media komunikasi seperti mailing list dan
blog.
2. Community-specific tools and features
Demi meningkatkan partisipasi komunitas, banyak perusahaan yang
menawarkan perangkat dan fitur secara eksklusif kepada anggota-anggota
komunitas seperti webcasts, podcasts, dan bulletin e-mail.
3. Community infrastructure and governance
Beberapa komunitas mengikat partisipasi anggota mereka dengan memilih
dan menentukan ketua, penasehat, dan kelompok kerja untuk komunitas.
4. Partnerships
Sebagai kegiatan public relation dengan organisasi pelindung konsumen.
Program Community Based Marketing
Program yang dilaksanakan dalam Community Based Marketing dapat
beragam. Menurut Imagine dalam Iriantara (2010), program-program tersebut
antara lain:
1. Pemberian hadiah atau donasi
2. Kesukarelaan perusahaan atau karyawan
3. Pengembangan ekonomi komunitas
4. Sponsorship
Definisi Komunitas Merek
Menurut konteks pemasaran dan merek, Muniz dan O’ Guinn dalam
Hartono (2008) mendefinisikan komunitas merek sebagai komunitas khusus yang
tidak terikat secara geografis, tetapi didasarkan pada hubungan sosial yang
terstruktur di antara penggemar suatu merek. McAlexander dan Schouten dalam
Hartono (2008) mendefinisikan komunitas merek sebagai komunitas yang dasar
identifikasi utamanya adalah merek atau kegiatan konsumsi, dimana
kebermaknaan dinegosiasikan melalui simbolisme pasar. Komunitas ini menjadi
khusus karena berpusat pada sebuah merek atau layanan.
Model Komunitas
Fournier dalam Kartajaya dan Darwin (2010) menyatakan bahwa komunitas
konsumen bisa dibentuk melalui tiga cara, yaitu pools, hubs, dan webs seperti
yang terlihat pada Gambar 1.

6

Gambar 1 Model komunitas merek (Fournier dalam Kartajaya dan Darwin 2009)
Komunitas model pools merupakan komunitas yang paling organik dan
natural. Model komunitas ini sudah terbentuk dengan sendirinya (by default)
karena memiliki nilai-nilai, identitas, dan aktivitas yang sama dan tergabung
karena ada pooling factor yang jelas dan kuat.
Komunitas model hubs terbentuk karena adanya kekaguman anggota
terhadap sesuatu yang menjadi magnet atau ikon. Keterikatan anggota komunitas
pada daya magnetik dari ikon tersebut sangat kuat sehingga jika daya magnetik
dari ikon tersebut melemah maka komunitas model hubs juga akan melemah.
Komunitas model webs merupakan komunitas paling kuat dan stabil karena
para anggotanya memiliki hubungan yang kuat satu sama lainnya serta hubungan
yang kuat antara anggota dengan pusat yang menjadi ikon atau magnet komunitas
tersebut.
Jenis Hubungan Perusahaan dengan Komunitas
Jenis hubungan yang terjalin antara perusahaan dengan komunitas merek
menurut Hartono (2008) antara lain:
1. Partnership
Masing-masing pihak memiliki posisi yang saling menguntungkan dan
saling bekerja sama dalam jangka waktu yang panjang dan perusahaan tidak
melakukan intervensi terhadap keberadaan komunitas konsumen tersebut.
2. Suportif
Jika komunitas konsumen puas maka mereka akan menjadi agen word of
mouth dan jika produk yang ditawarkan memiliki kelemahan maka komunitas
konsumen akan memberikan masukan demi pengembangan dan perbaikan produk.
3. Kuat atau Lemah
Hubungan ini terjadi salah satu pihak memiliki karakter yang lebih dominan
atau lebih kuat dibandingkan pihak lainnya.
4. Kooptasi
Pada hubungan ini biasanya perusahaan hanya memanfaatkan dan
mengeksploitasi anggota komunitas konsumen yang jumlahnya cukup banyak
untuk memasarkan barang dan jasa perusahaan.
5. Patron Klien
Perusahaan dilihat sebagai patron dengan posisi yang lebih tinggi dan
menggunakan pengaruh dan sumber daya yang dimilikinya untuk menyediakan
perlindungan dan atau keuntungan kepada klien yang statusnya lebih rendah yang
dalam hal ini merupakan komunitas konsumen. Model hubungan patron klien
memiliki manfaat keefektifan komunikasi, pertumbuhan usaha komunitas, serta
kesejahteraan anggota komunitasnya.

7
Manfaat Strategi Community Based Marketing
Manfaat yang diperoleh perusahaan apabila menerapkan strategi Community
Based Marketing menurut Hartono (2008) antara lain:
1. Meningkatkan loyalitas dan komitmen dari konsumen.
2. Sebagai ajang untuk mengedukasi konsumen.
3. Komunitas konsumen dapat menjadi agen word of mouth yang efektif bagi
perusahaan
4. Mengurangi biaya perusahaan karena biaya untuk mendapatkan konsumen
baru jauh lebih mahal.
5. Sebagai media feedback untuk menerima masukan bagi perbaikan produk
maupun layanan kepada konsumen.
6. Sebagai media untuk kegiatan Corporate (Brand) Social Responsibility atau
Corporate Societal Marketing yang efektif bagi perusahaan.
Sedangkan manfaat yang diperoleh komunitas menurut Palupi (2011) antara
lain:
1. Mengembangkan komunitas dan ekonomi masyarakat sekitar komunitas.
2. Meningkatkan wawasan dan pengetahuan anggota komunitas tentang produk
dan jasa.
3. Mendapatkan sponsor dari perusahaan pemilik merek, berupa produk, dana
segar, ataupun dukungan lain.
4. Meningkatkan citra dan eksistensi komunitas karena dilibatkan dalam
berbagai kegiatan perusahaan.
5. Mendapatkan harga khusus bahkan gratis bagi anggota yang membeli atau
memakai produk atau jasa perusahaan.
6. Mendapatkan pemasukan tetap untuk operasional komunitas dengan menjadi
semacam agen penjual dengan syarat ketat.

Penelitian Terdahulu
Dewi (2011) dalam penelitiannya yang berjudul “Analisis Pengembangan
Strategi Community Based Marketing Produk Sepeda Motor (Studi Kasus: PT
Yamaha Motor Kencana Indonesia)” menunjukkan bahwa tingkat keterlibatan dan
apresiasi komunitas pada setiap langkah strategis penerapan strategi CBM
tergolong sangat baik. Dukungan terbesar diberikan kepada tujuan customer
relationship dan aktifitas pelibatan komunitas dalam aktifitas sosial PT YKMI.
Komunitas Yamaha juga termasuk ke dalam konsumen yang loyal terhadap
produk Yamaha karena memiliki sikap yang sangat positif terhadap produk. Nilai
total tingkat kepentingan dan kinerja menurut penilaian perusahaan lebih tinggi
dari nilai total penilaian komunitas. Hal ini menunjukan bahwa PT YMKI telah
menerapkan strategi CBM dengan baik melebihi harapan komunitas.
Rowidah (2011) dalam penelitiannya yang berjudul “Analisis Faktor-Faktor
Community Marketing terhadap Loyalitas Pelanggan pada Telkomsel School
Community di SMP N 11 Bogor” menunjukkan bahwa faktor yang paling
mendukung efektifitas community marketing adalah media komunikasi.
Sedangkan faktor loyalitas yang paling dominan adalah refers others yaitu
merekomendasikan produk kepada orang lain. Faktor-faktor dalam community
marketing yang berhubungan positif dan nyata terhadap loyalitas pelanggan

8
adalah faktor kedekatan personal dan program/kegiatan. Oleh sebab itu, perlu
adanya peningkatan untuk program/kegiatan komunitas dan didukung melalui
faktor-faktor yang lain untuk meningkatkan loyalitas.
Basalamah (2010) dalam penelitiannya yang berjudul “Pengaruh Komunitas
Merek terhadap Word of Mouth” menunjukkan bahwa komunitas merek secara
signifikan mempengaruhi word of mouth pada komunitas Honda Vario Club
sebesar 56.8 %. Dimensi komunitas merek yang memiliki signifikansi hubungan
dalam mempengaruhi word of mouth dalam komunitas Honda Vario Club yaitu
dimensi customer-company relationships dan customer-brand relationships.
Sedangkan dua dimensi lainnya yakni customer-product relationships dan
customer-customer relationships tidak memberikan signifikansi terhadap word of
mouth.
Adinugraha (2009) dalam penelitiannya yang berjudul “Perbedaan Brand
Performance dalam Brand Community: Independen vs Milik Perusahaan”
menunjukkan bahwa brand community yang dikelola secara independen berbeda
secara signifikan dari brand community yang dikelola perusahaan. Nilai rata-rata
brand performance dari brand community independen lebih tinggi daripada brand
community yang dikelola perusahaan sehingga akan lebih menguntungkan bagi
brand owner untuk mendukung dan mensponsori brand community jika
dibandingkan dengan mendirikan dan mengelola sendiri.

METODE

Kerangka Pemikiran
Menyadari pentingnya peran Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM)
dalam perekonomian Indonesia, maka pemerintah menyalurkan Kredit Usaha
Rakyat (KUR) dalam rangka pemberdayaan dan pengembangan UMKM-K. BRI
merupakan bank penyalur KUR terbesar dan salah satunya adalah KUR Mikro
yang disalurkan melalui BRI Unit. Meskipun nilai NPL KUR Mikro BRI secara
keseluruhan masih berada di bawah 5 %, namun masih ada beberapa BRI unit
dengan nilai NPL KUR Mikro di atas 5 % seperti BRI Unit Ciampea dan BRI Unit
Sindang Barang, Bogor.
Penekanan laju pertumbuhan NPL tersebut menjadi tantangan bagi BRI Unit
sehingga dibutuhkan suatu strategi yang tepat. Strategi tersebut adalah strategi
Community Based Marketing yang bertujuan untuk menciptakan hubungan
kerjasama yang saling menguntungkan antara BRI Unit dengan debitur UMKM
yang akan dikelola menjadi sebuah komunitas. Untuk mencapai tujuan tersebut
maka dibutuhkan suatu identifikasi terhadap langkah-langkah penerapan serta
efektifitas strategi Community Based Marketing yang telah dijalankan oleh BRI
saat ini serta analisis pengembangan terhadap model Community Based Marketing
untuk mengelola komunitas UMKM debitur KUR Mikro BRI. Hasil analisis
pengembangan model Community Based Marketing yang akan direkomendasikan
adalah alternatif strategi yang tepat untuk mengelola serta berinteraksi dengan
komunitas UMKM debitur KUR Mikro BRI.

9
Dampak yang diharapkan dari diterapkannya strategi Community Based
Marketing bagi pihak BRI Unit selain dapat mendukung kegiatan pemasaran
perbankan melalui komunitas UMKM, kerjasama ini juga dapat menekan laju
pertumbuhan NPL akibat ketidakmampuan debitur UMKM dalam membayar
angsuran pinjaman dan bunga yang dibebankan. Sedangkan bagi pihak UMKM
debitur KUR Mikro, kerjasama ini dapat dijadikan sebagai sarana pembinaan dan
pengembangan untuk meningkatkan kinerja debitur UMKM tersebut. Bagan alur
kerangka pemikiran penelitian ini disajikan pada Gambar 3.
Pentingnya peran UMKM dalam
perekonomian Indonesia
Kredit Usaha Rakyat (KUR)

Rasio Non Performing Loan (NPL) di atas 5%
dalam penyaluran KUR

BRI Unit Ciampea dan BRI Unit Sindang Barang, Bogor

Tantangan menekan laju pertumbuhan NPL
Strategi Community Based Marketing BRI

Identifikasi penerapan dan
efektifitas strategi Community
Based Marketing BRI saat ini

Analisis pengembangan model
Community Based Marketing
UMKM debitur KUR Mikro BRI

Alternatif program dalam proses
berinteraksi dengan komunitas
UMKM debitur KUR Mikro BRI
Rekomendasi untuk BRI Unit
Hubungan kerjasama yang saling menguntungkan antara
BRI Unit dengan komunitas debitur UMKM

Mendukung kegiatan pemasaran BRI
Unit dan menekan laju NPL

Sarana pembinaan dan pengembangan
untuk meningkatkan kinerja UMKM

Gambar 2 Kerangka pemikiran penelitian

10
Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di BRI Unit Ciampea dan BRI Unit Sindang
Barang, Bogor. Pemilihan lokasi dilakukan secara purposive (sengaja) dengan
pertimbangan bahwa BRI merupakan salah satu bank penyalur KUR dan BRI Unit
Ciampea dan BRI Unit Sindang Barang memiliki nilai NPL KUR Mikro lebih dari
5 %. Lokasi penelitian pemilik UMKM dilaksanakan di sekitar Kecamatan
Ciampea, Kecamatan Tenjolaya, Kecamatan Bogor Barat, Kecamatan Ciomas,
Kecamatan Kemang, dan Kecamatan Dramaga berdasarkan alamat yang terdapat
dalam daftar debitur KUR Mikro BRI Unit. Kegiatan penelitian ini dilaksanakan
dari bulan Mei sampai dengan bulan September 2013.

Metode Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data untuk data primer dalam penelitian ini
dilakukan melalui wawancara menggunakan bantuan kuesioner dengan
pertanyaan terbuka dan tertutup serta melalui pengamatan langsung. Sedangkan
metode pengumpulan data untuk data sekunder dalam penelitian ini dilakukan
melalui studi kepustakaan terhadap dokumen dan data perusahaan, buku-buku
teks yang relevan dengan penelitian, jurnal dan majalah, serta penelitian terdahulu
yang berkaitan dengan penelitian serta pencarian data dari internet.

Metode Pengambilan Sampel
Pemilihan responden pemilik UMKM untuk mengidentifikasi kebutuhan
dalam penerapan strategi Community Based Marketing menggunakan metode
sensus pada populasi UMKM debitur KUR Mikro BRI Unit Ciampea dan BRI
Unit Sindang Barang, Bogor dengan kriteria kredit bermasalah yaitu kolektibilitas
3 sampai dengan kolektibilitas 5. Populasi ini terdiri dari 30 UMKM debitur KUR
Mikro BRI Unit Ciampea dan 18 UMKM debitur KUR Mikro BRI Unit Sindang
Barang sehingga totalnya berjumlah 48 UMKM. Pemberian kuesioner dan
wawancara dilakukan kepada pemilik dari setiap UMKM tersebut.
Pemilihan responden untuk penentuan strategi dengan metode AHP
dilakukan secara non-acak atau non-probabilitas dengan teknik purposive
sampling atau judgement sampling dengan pertimbangan bahwa responden
tersebut berkompeten dan mampu mewakili keseluruhan populasi. Responden
yang dipilih dalam penelitian ini merupakan pakar di bidangnya yang mengetahui
tentang strategi Community Based Marketing serta mengenai UMKM.
Pakar-pakar tersebut terdiri dari Kepala BRI Unit Ciampea, Kepala BRI
Unit Sindang Barang, Mantri BRI Unit Ciampea, Mantri BRI Unit Sindang
Barang, Manajer Bisnis Mikro BRI Cabang Bogor Dewi Sartika, Konsultan
UMKM pada Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat (LPPM) IPB, serta
Pelaksana Seksi Bina UKM dan PKL pada Kantor Koperasi dan UKM Kota
Bogor.

11
Pengolahan dan Analisis Data
Uji validitas terhadap butir-butir pertanyaan kuesioner yang ditujukan
kepada pemilik UMKM dalam penelitian ini diukur dengan menggunakan teknik
korelasi Product Moment Pearson. Sedangkan untuk uji reliabilitas yang
menunjukkan konsistensi terhadap kuesioner yang digunakan dalam penelitian ini
diukur dengan menggunakan teknik Alpha Cronbach. Uji validitas dan reliabilitas
ini dibantu dengan menggunakan perangkat lunak Microsoft Excel 2007 dan SPSS
17.
Metode pengolahan dan analisis data hasil pengisian kuesioner oleh pemilik
UMKM untuk mengetahui permasalahan kinerja yang dialami serta kebutuhan
tambahan pengetahuan dari pakar dan interaksi antar sesama pemilik UMKM
adalah Metode Analisis Statistika Deskriptif menggunakan Crosstab dengan
bantuan perangkat lunak SPSS 17. Sedangkan data hasil penilaian struktur hirarki
melalui pengisian kuesioner oleh para pakar untuk menganalisis dan memberikan
rekomendasi strategi yang tepat untuk mengelola dan mengembangkan komunitas
UMKM debitur KUR Mikro BRI serta program-program Community Based
Marketing yang perlu dikembangkan dalam proses berinteraksi dengan komunitas
tersebut menggunakan Metode AHP dengan batas indeks konsistensi (CI) sebesar
0.1 menggunakan bantuan perangkat lunak Expert Choice 11.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Gambaran Umum Perusahaan
Sejarah Singkat BRI
Bank Rakyat Indonesia (BRI) didirikan di Purwokerto, Jawa Tengah oleh
Raden Bei Aria Wirjaatmadja dengan nama De Poerwokertosche Hulp en
Spaarbank der Inlandsche Hoofden atau “Bank Bantuan dan Simpanan Milik
Kaum Priyayi Purwokerto”, suatu lembaga keuangan yang melayani orang-orang
pribumi. Lembaga tersebut berdiri tanggal 16 Desember 1895 yang kemudian
dijadikan sebagai hari kelahiran BRI.
Sejak 1 Agustus 1992 berdasarkan Undang-Undang Perbankan No. 7 tahun
1992 dan Peraturan Pemerintah RI No. 21 tahun 1992 status BRI berubah menjadi
perseroan terbatas. Kepemilikan BRI saat itu masih 100 % di tangan Pemerintah
Republik Indonesia. Pada tahun 2003, Pemerintah Indonesia memutuskan untuk
menjual 30 % saham BRI sehingga menjadi perusahaan dengan nama PT. Bank
Rakyat Indonesia (Persero) Tbk., yang masih digunakan sampai dengan saat ini.
Visi dan Misi BRI
Visi dari BRI adalah untuk menjadi bank komersial terkemuka yang selalu
mengutamakan kepuasan nasabah. Sedangkan misi dari BRI antara lain:
1. Melakukan kegiatan perbankan yang terbaik dengan mengutamakan pelayanan
kepada Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah untuk menunjang peningkatan
ekonomi masyarakat.

12
2. Memberikan pelayanan prima kepada nasabah melalui jaringan kerja yang
tersebar luas dan didukung oleh sumber daya manusia yang profesional dan
teknologi informasi yang handal dengan melaksanakan manajemen risiko serta
praktik Good Corporate Governance (GCG) yang sangat baik.
3. Memberikan keuntungan dan manfaat yang optimal kepada pihak-pihak yang
berkepentingan (stakeholders).
Sejarah Singkat BRI Unit
BRI Unit dibentuk pada pertengahan tahun 1970 sebagai bagian dari upaya
pencapaian swasembada pangan. BRI Unit dibentuk untuk menyalurkan kredit
Bimbingan Masyarakat (Bimas), yaitu menyalurkan pinjaman yang disubsidi
kepada petani untuk pembudidayaan padi. Program ini ditutup pada awal 1980-an
ketika terjadi penumpukan kredit macet dan penyimpangan kredit yang tidak
sesuai dengan tujuannya. Kemudian pada tahun 1984, BRI memperkenalkan
instrument pinjaman yang disebut Kredit Umum Pedesaan atau yang biasa dikenal
dengan Kupedes.
BRI Unit Ciampea mulai beroperasi pada tanggal 1 November 1992 dan
terletak di Jalan Letnal Sukarna, Warung Borong Ciampea. Ruang lingkup BRI
Unit Ciampea meliputi Kecamatan Ciampea dan Kecamatan Tenjolaya.
Sedangkan BRI Unit Sindang Barang mulai beroperasi pada tanggal 25 Oktober
2011 dan terletak di Jalan Letjen Ibrahim Adji no. 29, Sindang Barang Bogor
Barat. Ruang lingkup BRI Unit Sindang Barang meliputi Kecamatan Bogor Barat
dan Kecamatan Ciomas.
Kredit Usaha Rakyat (KUR) BRI
Kredit Modal Kerja dan atau Kredit Investasi dengan plafon kredit sampai
dengan Rp500 juta yang diberikan kepada usaha mikro, kecil, dan koperasi yang
memiliki usaha produktif yang akan mendapat penjaminan dari Perusahaan
Penjamin. KUR BRI terdiri dari:
1. KUR Mikro
2. KUR Ritel
3. KUR Linkage Program (Executing)
4. KUR Linkage Program (Channeling)
Dalam penentuan kualitas kredit, BRI menggunakan istilah kolektibilitas.
Untuk kredit yang bermasalah adalah kredit dengan kolektibilitas 3 sampai
dengan kolektibilitas 5. Jika sudah lebih dari kolektibilitas 5 maka akan
dimasukkan ke dalam daftar hitam. Penjelasan dari kolektibilitas 3 sampai dengan
kolektibilitas 5 adalah sebagai berikut:
1. Kolektibilitas 3 adalah kredit dengan waktu tunggakan 90 sampai 180 hari.
2. Kolektinilitas 4 adalah kredit dengan waktu tunggakan 180 sampai 270 hari.
3. Kolektibilitas 5 adalah kredit dengan waktu tunggakan >270 hari.
Persyaratan KUR Mikro BRI
Persyaratan bagi penyaluran KUR Mikro BRI (Bank Rakyat Indonesia
2012) antara lain:
1. Plafond kredit maksimal Rp20 juta.
2. Suku bunga efektif maksimal 22 % per tahun.
3. Jangka waktu & jenis kredit:

13
a. KMK: maksimal 3 tahun.
b. KI: maksimal 5 tahun.
Dalam hal perpanjangan, suplesi, dan restrukturisasi.
a. KMK: maksimal 6 tahun.
b. KI: maksimal 10 tahun.
4. Agunan:
a. Pokok: dapat hanya berupa agunan pokok apabila sesuai keyakinan Bank
Proyek yang dibiayai cashflownya mampu memenuhi seluruh kewajiban
kepada bank (layak).
b. Tambahan: sesuai dengan ketentuan pada Bank Pelaksana.

Strategi Community Based Marketing (CBM) BRI
Strategi pemasaran BRI masih menjangkau target pasar secara individual.
Meskipun belum menerapkan strategi Community Based Marketing, namun BRI
memiliki minat untuk menerapkannya. Minat tersebut didasarkan pada beberapa
manfaat dari penerapan strategi Community Based Marketing yang salah satunya
adalah dapat meningkatkan jumlah nasabah dan pinjaman. Khusus untuk produk
KUR Mikro, BRI melakukan berbagai program pemasaran terpadu namun belum
menerapkan strategi Community Based Marketing untuk memasarkan produk
tersebut. Salah satu program tersebut adalah Pesta Rakyat Simpedes (PRS).
Program lain yang dijalankan selain PRS adalah BRI Peduli Pasar Rakyat (BRI
PESAT). BRI juga mengikutsertakan nasabah mikro BRI dalam berbagai pameran
untuk lebih membuka pangsa pasar nasabah tersebut.
BRI Unit dibantu oleh Mantri atau Account Officer dalam melakukan
kegiatan pemasaran. Kegiatan pemasaran yang dilakukan oleh Mantri diantaranya
adalah personal selling dengan berkeliling di sekitar wilayah cakupan BRI Unit
tempat mereka beroperasi. Cara ini dianggap paling efektif berdasarkan pendapat
Mantri karena dapat menciptakan hubungan yang lebih hidup, langsung, dan
interaktif antara Mantri dengan calon debitur. Selain personal selling, kegiatan
pemasaran KUR Mikro BRI juga menggunakan promosi dari mulut ke mulut yang
dilakukan oleh debitur KUR Mikro BRI. Para Mantri juga menggunakan brosur
dan souvenir serta melaksanakan program undian.

Profil UMKM Debitur KUR Mikro BRI
Penelitian terhadap UMKM debitur KUR Mikro BRI dilakukan untuk
mengetahui permasalahan kinerja yang dialami serta kebutuhan tambahan
pengetahuan dari pakar dan sesama pemilik UMKM. UMKM yang diteliti
merupakan UMKM dengan kriteria kredit bermasalah yaitu berada kolektibilitas 3
sampai dengan kolektibilitas 5. Profil pemilik UMKM dapat dilihat pada Tabel 3,
sedangkan untuk profil usaha dan kredit dapat dilihat pada Tabel 4 dan Tabel 5.

14
Tabel 3 Profil pemilik UMKM debitur KUR Mikro BRI
Profil pemilik
a
Jenis kelamin
Total a
b Usia

Total b
c
Pendidikan

Kategori
Pria
Wanita
26-32 tahun
33-39 tahun
40-46 tahun
47-53 tahun
SD
SMP
SMA
Diploma
Sarjana
Pascasarjana

Total c

Frekuensi
25
23
48
22
11
12
3
48
15
12
21
0
0
0
48

%
52.1
47.9
100.0
45.8
22.9
25.0
6.3
100.0
31.3
25.0
43.8
0
0
0
100.0

Modus
Pria

26-32 tahun

SMA

Berdasarkan Tabel 3 dapat diketahui bahwa mayoritas pemilik UMKM
tersebut berjenis kelamin pria dan berusia antara 26 sampai 32 tahun. Hal ini
disebabkan karena debitur pria cenderung tidak taat terhadap peraturan dan tidak
takut terhadap sanksi. Usia antara 26 sampai 32 tahun termasuk dalam golongan
usia muda sehingga lebih rentan terhadap risiko usaha yang disebabkan oleh
kurangnya pengalaman. Terkait dengan latar belakang pendidikan, mayoritas
pemilik UMKM berlatar belakang pendidikan SMA. Hal ini menunjukkan bahwa
tingkat pendidikan SMA masih memerlukan pembinaan dalam menjalankan usaha
serta mengenai kredit sehingga risiko kredit dapat diminimalisir.
Tabel 4 Profil usaha UMKM debitur KUR Mikro BRI
Profil usaha
a
Jenis usaha

Total a
b Umur usaha

Total b
c
Omzet/bulan

Total c
d Lokasi

Total d

Kategori
Perdagangan
Industri
Pertanian
Jasa
1-6 tahun
7-12 tahun
13-18 tahun
19-24 tahun
Rp500 000Rp1 350 000
Rp1 350 001Rp2 200 000
Rp2 200 001Rp3 050 000
Rp3 050 001Rp3 900 000
Kec. Ciampea
Kec. Tenjolaya
Kec. Bogor Barat
Kec. Ciomas
Kec. Kemang
Kec. Dramaga

Frekuensi
26
5
4
13
48
29
14
4
1
48

%
54.2
10.4
8.3
27.1
100.0
60.4
29.2
8.3
2.1
100.0

13

27.1

21

43.8

12

25.0

2

4.2

48
25
4
11
4
3
1
48

100.0
52.1
8.3
22.9
8.3
6.3
2.1
100.0

Modus

Perdagangan

1-6 tahun

Rp1 350 001Rp2 200 000

Kec. Ciampea

15
Menurut hasil data pada Tabel 4, sebagian besar UMKM tersebut berlokasi
di Kecamatan Ciampea karena BRI Unit Ciampea sudah lebih dulu beroperasi.
Terkait dengan jenis usaha, hal ini disebabkan karena BRI Unit berlokasi tidak
jauh dari pusat perdagangan. Usaha-usaha tersebut telah beroperasi antara 1
sampai 6 tahun. Usaha yang beroperasi antara 1 sampai 6 tahun masih berada pada
tahap perkenalan sehingga laba usaha cenderung negatif dan berpotensi
menciptakan tunggakan kredit. Sementara itu dengan omzet/bulan lebih dari Rp1
350 000 sampai Rp2 200 000 ternyata hanya cukup untuk menutupi biaya-biaya
namun tidak cukup untuk membayar kewajiban kredit.
Tabel 5 Profil kredit UMKM debitur KUR Mikro BRI
Profil kredit
a
Besar pinjaman

Total a
b Jangka waktu

Total b

Kategori
Rp1 500 000Rp6 125 000
Rp6 125 001Rp10 750 000
Rp10 750 001Rp15 375 000
Rp15 375 001Rp20 000 000
12 bulan
18 bulan
24 bulan
30 bulan

Frekuensi

%

34

70.8

12

25.0

1

2.1

1

2.1

48
6
15
25
2
48

100.0
12.5
31.3
52.1
4.2
100.0

Modus

Rp1 500 000Rp6 125 000

24 bulan

Mayoritas besar pinjaman yang diterima oleh UMKM tersebut berkisar
antara Rp1 500 000 sampai Rp6 125 000 dengan jangka waktu 24 bulan seperti
yang terlihat pada Tabel 7. Pinjaman sebesar Rp1 500 000 sampai Rp6 125 000
ternyata masih belum cukup untuk membantu debitur dalam mengembangkan
usahanya sehingga timbul risiko terhambatnya pengembalian kredit yang
disebabkan oleh pendapatan usaha yang tidak meningkat ditambah dengan beban
pinjaman yang diberikan oleh bank. Berkaitan dengan jangka waktu pinjaman,
ada kecenderungan untuk jangka waktu 24 bulan, debitur akan malas atau lupa
untuk membayar angsuran pinjaman meskipun semakin lama jangka waktu
pinjaman ini akan meringankan beban angsuran yang harus dibayar oleh debitur
per bulannya.

Kendala Usaha UMKM Debitur KUR Mikro BRI
Kendala Produksi dan Operasi Terkait Karakteristik Jenis Usaha
Hasil penelitian menunjukkan bahwa kendala terkait bidang produksi dan
operasi yang dihadapi oleh UMKM tersebut adalah dalam hal teknik pengendalian
mutu serta pengelolaan persediaan bahan baku dan hasil produksi. Kendala
produksi dan operasi terkait karakteristik jenis usaha dapat dilihat secara lengkap
pada Tabel 6 yang didasarkan pada hipotesis awal bahwa terdapat hubungan yang
signifikan antara kendala produksi dan operasi dengan jenis usaha.

16
Tabel 6 Kendala produksi operasi terkait jenis usaha
Kendala usaha
a

Teknik
pengendalian
mutu

Total a
b Pengelolaan
persediaan
bahan baku dan
hasil produksi

Level
STT
TT
RR
T
ST
STT
TT
RR
T
ST

Total b

Distribusi setiap kelompok jenis usaha (%)a)
A
B
C
D
0
0
0
0
12.5
0
0
20.8
0
0
0
0
10.4
6.3
6.3
29.2
12.5
0
2.1
0
54.2
10.4
8.3
27.1
2.1
0
2.1
10.4
6.3
0
6.3
16.7
0
0
0
0
6.3
0
0
35.4
10.4
4.2
0
0
54.2
10.4
8.3
27.1

Total (%)
0
33.3
0
52.1
14.6
100.0
14.6
29.2
0
41.7
14.6
100.0

Modus

T***

T***

a

Keterangan: A: Perdagangan; B: Industri; C: Pertanian; D: Jasa; STT: Sangat Tidak Terkendala;
TT: Tidak Terkendala; RR: Ragu-Ragu; T: Terkendala; ST: Sangat Terkendala; ***:
Signifikan pada 5 %

Berdasarkan data pada Tabel 6, kendala dalam hal teknik pengendalian
mutu serta pengelolaan persediaan bahan baku dan hasil produksi mayoritas
dialami oleh jenis UMKM perdagangan (A). Terdapat hubungan yang signifikan
antara jenis usaha dengan kendala-kendala tersebut yang berarti bahwa kedua
kendala tersebut akan ditentukan oleh jenis usaha. Ketidakmampuan dalam
mengelola persediaan barang dagangan akan berakibat pada rendahnya mutu
produk sehingga jumlah konsumen akan berkurang. Hal tersebut akan mengurangi
jumlah pendapatan sehingga tidak mampu untuk membayar angsuran pinjaman.
Kendala Pemasaran Terkait Karakteristik Lokasi Usaha
Hasil penelitian menunjukkan bahwa kendala terkait bidang pemasaran yang
dihadapi oleh UMKM tersebut adalah dalam hal strategi penetapan harga serta
bentuk-bentuk kegiatan promosi. Kendala pemasaran terkait karakteristik lokasi
usaha dapat dilihat pada Tabel 7 yang didasarkan pada hipotesis awal bahwa
terdapat hubungan yang signifikan antara kendala pemasaran dengan lokasi usaha.
Tabel 7 Kendala pemasaran terkait lokasi usaha
Kendala usaha

Level

a

STT
TT
RR
T
ST

Strategi
penetapan
harga

Total a
STT
b Bentukbentuk kegiatan TT
promosi
RR
T
ST
Total b
a

Distribusi setiap kelompok lokasi usaha (%)a)
A
B
C
D
E
F
2.1
2.1
0
0
0
4.2
2.1
8.3
4.2
0
0
18.8
0
0
0
0
0
0
16.7
2.1
6.3
4.2
4.2
2.1
2.1
6.3
0
2.1
0
12.5
52.1
8.3
22.9
8.3
6.3
2.1
2.1
4.2
2.1
0
0
8.3
4.2
6.3
2.1
4.2
2.1
16.7
0
0
0
0
0
2.1
25.0
2.1
12.5
4.2
2.1
0
0
0
0
0
0
0
52.1
8.3
22.9
8.3
6.3
2.1

Total
(%)
8.3
33.3
0
35.4
22.9
100.0
16.7
35.4
2.1
45.8
0
100.0

Modus

T

T

Keterangan: A: Kec. Ciampea; B: Kec. Tenjolaya; C: Kec. Bogor Barat; D: Kec. Ciomas; E: Kec.
Kemang; F: Kec. Dramaga; STT: Sangat Tidak Terkendala; TT: Tidak Terkendala;
RR: Ragu-Ragu; T: Terkendala; ST: Sangat Terkendala

17
Tabel 7 memperlihatkan bahwa kendala strategi penetapan harga serta
bentuk-bentuk kegiatan promosi mayoritas dialami oleh UMKM di Kecamatan
Ciampea (A). Lokasi usaha tidak memiliki hubungan yang signifikan dengan
kendala penetapan harga serta bentuk-bentuk kegiatan promosi. Beberapa
kecamatan yang menjadi lokasi UMKM merupakan kecamatan padat penduduk
dengan tingkat pendapatan masyarakat yang masih rendah sehingga para pemilik
UMKM mengalami kesulitan dalam menetapkan harga untuk menutupi kerugian
karena masyarakat sekitar sering kali berhutang. Mengenai bentuk-bentuk
kegiatan promosi juga terdapat kendala karena Ciampea merupakan kecamatan
dengan tingkat pendidikan yang masih rendah sehingga para pemilik UMKM
tidak memiliki pengetahuan mengenai bentuk-bentuk kegiatan promosi dan pada
akhirnya mereka tidak melakukan kegiatan promosi.
Kendala Keuangan dan Akuntansi Terkait Karakteristik Tingkat
Pendidikan Pemilik Usaha
Hasil penelitian menunjukkan bahwa kendala terkait bidang keuangan dan
akuntansi yang dihadapi adalah dalam hal pembuatan laporan keuangan. Hal
tersebut dapat dilihat pada Tabel 8 berdasarkan pada hipotesis awal bahwa
terdapat hubungan yang signifikan antara kendala keuangan dan akuntansi dengan
tingkat pendidikan pemilik usaha.
Tabel 8 Kendala keuangan akuntansi terkait pendidikan pemilik usaha
Kendala
usaha
Pembuatan
laporan
keuangan

Total

Level
STT
TT
RR
T
ST

Distribusi setiap kelompok tingkat pendidikan pemilik
(%)a)
A
B
C
D
E
F
0
0
0
0
0
0
0
2.1
8.3
0
0
0
4.2
2.1
2.1
0
0
0
18.8
10.4
22.9
0
0
0
8.3
10.4
10.4
0
0
0
31.3
25.0
43.8
0
0
0

Total
(%)

Modus

0
10.4
8.3
52.1
29.2
100.0

T

a

Keterangan: A: SD; B: SMP; C: SMA; D: Diploma; E: Sarjana; F: Pascasarjana; STT: Sangat
Tidak Terkendala; TT: Tidak Terkendala; RR: Ragu-Ragu; T: Terkendala; ST:
Sangat Terkendala

Berdasarkan Tabel 8, dapat dijelaskan bahwa kendala pembuatan laporan
keuangan tersebut sebagian besar dialami oleh para pemilik UMKM
berlatarbelakang pendidikan SMA (C). Tidak ada hubungan yang signifikan
antara tingkat pendidikan pemilik usaha dengan kendala pembuatan laporan
keuangan sehingga kendala tersebut tidak ditentukan oleh tingkat pendidikan
pemilik usaha. Penyebab utama para pemilik UMKM tersebut tidak membuat
laporan keuangan yang rinci adalah karena adanya pola pikir bahwa hal tersebut
sangat rumit dan hanya dibutuhkan oleh usaha-usaha berskala besar.
Kendala Karakter Kewirausahaan Terkait Karakteristik Usia Pemilik Usaha
Hasil penelitian menunjukkan bahwa kendala terkait karakter kewirausahaan
yang dihadapi adalah dalam hal komitmen dan motivasi dalam menjalankan usaha.
Kendala karakter kewirausahaan terkait usia pemilik usaha dapat dilihat pada
Tabel 9 berdasarkan pada hipotesis awal bahwa terdapat hubungan yang
signifikan antara kendala karakter kewirausahaan dengan usia pemilik usaha.

18
Tabel 9 Kendala karakter kewirausahaan terkait usia pemilik usaha
Kendala
usaha
Komitmen dan
motivasi dalam
menjalankan
usaha

Level
STT
TT
RR
T
ST

Total

Distribusi setiap kelompok usia pemilik (%)a)
A
B
C
D
2.1
0
0
0
8.3
2.1
10.4
0
2.1
0
2.1
0
20.8
16.7
8.3
4.2
12.5
4.2
4.2
2.1
45.8
22.9
25.0
6.3

Total (%)

Modus

2.1
20.8
4.2
50.0
22.9
100.0

T

a

Keterangan: A: 26 sampai 32 tahun; B: 33 sampai 39 tahun; C: 40 sampai 46 tahun; D: 47 sampai
53 tahun; STT: Sangat Tidak Terkendala; TT: Tidak Terkendala; RR: Ragu-Ragu;
T: Terkendala; ST: Sangat Terkendala

Berdasarkan Tabel 9, dapat dijelaskan bahwa kendala dalam hal komitmen
dan motivasi dalam menjalankan usaha sebagian besar dial