PENGEMBANGAN INSTRUMEN KETERAMPILAN SOSIAL BERBASIS OBSERVASI DAN SOSIOMETRI DALAM PEMBELAJARAN IPS
PENGEMBANGAN INSTRUMEN KETERAMPILAN SOSIAL BERBASIS OBSERVASI DAN SOSIOMETRI DALAM PEMBELAJARAN IPS
Oleh
ERI PURWANTI
Tujuan Penelitian ini adalah mengembangkan instrumen keterampilan sosial berbasis observasi dan sosiometri, menganalisis validitas konten, reliabilitas, dan efektivitas penggunaan instrumen keterampilan sosial pada mata pelajaran IPS di kelas VIII SMP. Penelitian ini tergolong penelitian Research and Development (R & D). Subjek uji coba melibatkan 2 orang ahli evaluasi pembelajaran, 1 orang ahli bahasa Indonesia, 3 orang siswa untuk evaluasi satu-satu, 9 orang siswa untuk evaluasi kelompok kecil, dan 64 orang siswa untuk evaluasi kelompok besar. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan observasi dan angket. Teknik analisis data menggunakan uji validitas, reliabilitas, dan uji efektivitas. Hasil penelitian dan pengembangan yaitu: (1) Instrumen keterampilan sosial berbasis observasi dan sosiometri dalam pembelajaran IPS. (2) Hasil uji validitas, reliabilitas dan efektivitas menunjukan bahwa instrumen keterampilan sosial berbasis observasi dan sosiometri lebih valid, reliabel dan layak untuk digunakan.
(2)
THE DEVELOPMENT OF SOCIAL SKILLS-BASED OBSERVATION AND SOCIOMETRY IN SOCIAL STUDIES LEARNING
By ERI PURWANTI
The purposes of this study were to develop an instrument of social skill-based observation and sociometry and to analyze the validitas content, reliabilitas, and effectiveness of the use of the instrument in grade VIII of middle school (SMP). This study was classified as Research and Development (R & D) research with experimental approach. The subjects of theresearch consist of 2 experts of learning evaluation,1 expert of Indonesian language,3 students for individual evaluation, 9 students for small group evaluation, and 64 students for large group evaluation. The data were collected through observation and questionnaires and were analyzed using validity test, reliability test, and effectiveness test. The results from the research and development showed that: (1) The product produced in this study was the social skill instrument based observation and sociometry in social studies learning. (2) The result of validity test, reliability test, and effectiveness test revealed that the use of social skill instrument based observation and sociometry was valid, reliabel and appropriate to be used for a more effective assessment.
(3)
PENGEMBANGAN INSTRUMEN KETERAMPILAN SOSIAL BERBASIS OBSERVASI DAN SOSIOMETRI
DALAM PEMBELAJARAN IPS
Oleh ERI PURWANTI
Tesis
Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Mencapai Gelar MAGISTER PENDIDIKAN
Pada
Program Studi Magister Pendidikan IPS Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG 2015
(4)
(5)
(6)
(7)
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Poncowarno pada tanggal 25 Febuari 1991, dengan nama lengkap Eri Purwanti. Penulis merupakan anak kedua dari empat bersaudara, putri dari pasangan bahagia Bapak Mulyadi dan Ibu Sunarni.
Penulis mengawali pendidikan formal di TK Aisyah Poncowarno tahun 1997. Pendidikan di Sekolah Dasar Negeri 1 Poncowarno, diselesaikan tahun 2003, Sekolah Menengah Pertama Negeri 1 Kalirejo diselesaikan tahun 2006, Sekolah Menengah Atas Negeri 1 Kalirejo diselesaikan tahun 2009 dan pada tahun 2009 penulis terdaftar sebagai mahasiswa Jurusan Pendidikan IPS Program Studi Pendidikan ekonomi. Pada tahun 2013 penulis terdaftar sebagai mahasiswa Jurusan Pendidikan IPS Program Studi Magister Pendidikan IPS, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan.
Selama menjadi mahasiswa penulis pernah melaksanakan Kuliah Kerja Lapangan (KKL) atau field trip, yaitu Lampung, Jogja, Bandung pada bulan Oktober tahun 2014. Pada tahun 2014 penulis melakukan penelitian di SMP Negeri 1 Kalirejo untuk meraih gelar Magister pendidikan (M.Pd.).
(8)
Dengan menyebut nama Allah yang Maha pengasih lagi Maha penyayang (Alfatihah 1)
Persembahan
Alhamdulilahirobbil alamin, segala puji untuk Mu Ya Rabb atas segala kemudahan, limpahan rahmat dan karunia yang Engkau berikan selama ini.
Teriring doa, rasa syukur dan segala kerendahan hati
Dengan segala cinta dan kasih sayang kupersembahkan karya sederhana ini untuk orang – orang yang akan selalu berharga dalam hidupku:
Ayahanda Mulyadi Ibunda Sunarni
Ibuku tercinta yang telah rela berjuanng dan mengorbankan segalanya untuk kesuksesan anaknya. dari ananda kecil hingga ananda dewasa tiada pernah
berubah. Ananda akan menjadi yang terbaik. Ananda akan selalu membuatmu bahagia. Dan untuk Bapak trimakasih telah mengajariku arti
hidup, kelak bisa meringankan langkahmu,,Ananda cinta kepada mak dan bapak.
My Lovely Family
Terimakasih atas semua doa, perhatian, semangat dan motivasi untuk tetap tegar terus dan maju dan bertahan(Mb latif,Mas Edi, Yuli,Yuni, Mb
silmi, dan Lulu).
Ponakan Lucuku (Sultan Alfatir K dan Asshila Zilfana) Terimaksih atas keceriaan yang kalian berikan untuk mengukir senyum
dalam hidupku.
(9)
Moto
Segala sesuatu membutuhkan proses, seperti padi yang diharapkan petani dapat dipanen dengan hasil yang diharapkan yaitu banyak dan kualitasnya
bagus, yaitu dari proses hijau hingga matang. (penulis)
“Tak akan kau dapatkan ilmu, kecuali dengan enam hal. Yakni; kecerdasan, semangat keras, rajin dan ulet, biaya yang cukup, bersahabat dengan guru dan
waktu yang lama.” (Imam Syafi‟i).
Rasulullah SAW bersabda: “ Dan barangsiapa yang berjalan untuk
mencari ilmu, niscaya Allah akan memudahkan baginya jalan menuju surga”
(HR. Muslim)
“Orang berakal tidak akan bosan untuk meraih manfaat berfikir, tidak putus asa dalam menghadapi keadaan, dan tidak pernah berhenti dari berfikir dan
berusaha”.
(Dr.‟Aidh Bin „ Abdullah Al – Qarni)
“Pejuang sejati adalah seorang yang dengan segala keterbatasan yang ada pada dirinya, dia mampu menggapai impianya.
Jangan pernah berhenti bermimpi, Sang penguasa takdir akan memeluk mimpimu.”
(10)
SANWACANA
Dengan mengucapkan Puji Syukur kehadirat Allah SWT atas segala karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyususanan tesis dengan judul “Pengembangan Instrumen Keterampilan Sosial Berbasis Observasi dan Sosiometri Dalam Pembelajaran IPS”.
Pada kesempatan ini, tidak lupa penulis mengucapkan terima kasih kepada pihak yang telah banyak membantu dalam penyusunan tesis ini baik dalam bimbingan maupun dalam penulisan tesis ini, terutama kepada:
1. Prof. Dr. Ir. Sugeng P. Harianto, M.S. Selaku Rektor Universitas Lampung 2. Prof. Dr. Sudjarwo, M.S. Selaku Direktur Program Pasca Sarjana
Universitas Lampung
3. Dr. Hi. Bujang Rahman, M.Si. Selaku Dekan FKIP Universitas Lampung 4. Drs. Zulkarnain, M.Si. Selaku Ketua Jurusan Pendidikan IPS Universitas
Lampung
5. Dr. Hi. Pargito, M.Pd. Selaku Pembahas akademik dan Ketua Program Studi Pascasarjana Magister Pendidikan IPS serta selaku Pembahas I yang telah banyak memberikan motivasi, bimbingan dan arahan dengan penuh kesabaran selama penyelesaian tesis ini.
6. Dr. Hi. Darsono, M.Pd. Selaku Pembahas II, di tengah kesibukannya telah banyak membantu penulis dengan penuh kesabaran yang telah meluangkan waktunya untuk memberikan motivasi dan arahan dengan penuh keikhlasan.
(11)
7. Dr. Hi. Edy Purnomo, M.Pd. Selaku Pembimbing I, yang telah banyak memberikan motivasi, bimbingan dan arahan dengan penuh kesabaran selama penyelesaian tesis ini.
8. Dr. Pujiati, M.Pd, selaku Pembimbing II, di tengah kesibukannya telah banyak membantu penulis dengan penuh kesabaran yang telah meluangkan waktunya untuk memberikan bimbingan dan arahan dengan penuh keikhlasan.
9. Bapak / Ibu Dosen Program Studi Magister Pendidikan IPS Pasca Sarjana Universitas Lampung.
10.Elang Nuryanto, S.Pd,M.M. selaku Kepala Sekolah SMP Negeri 1 Kalirejo yang telah memberikan izin penelitian dan banyak memberikan bantuan saat penelitian.
11.Budi Santoso, S.T. yang selalu memberikan dukungan, motivasi, doa dan kasih sayang untuk selama ini.
12.Rekan – rekan mahasiswa Program Studi Magister Pendidikan IPS angkatan 2013 yang selalu memotivasi saya.
13.Dewan guru dan siswa kelas VIII SMP Negeri I Kalirejo yang selalu memotivasi dan membantu.
14.Papilaya lovers yang selalu memberikan keceriaan, kenangan indah dan kebersamaanya (Sela, S.E., Eri Ciwil, Mega, Puji, Dian, Tria, Anggi, Ratna dan Nova)
(12)
Semoga segala bantuan, bimbingan, dorongan dan doa yang diberikan kepada penulis mendapat ridho dari Allah SWT.
Akhir kata, semoga apa yang ada dalam tesis ini dapat bermanfaat bagi penulis pada khususnya dan pembaca pada umumnya. Amin
Bandar Lampung , Mei 2015 Penulis,
(13)
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR ISI ... i
DAFTAR TABEL ... iii
DAFTAR GAMBAR ... iv
I. PENDAHULUAN ... 1
1.1 Latar Belakang Masalah ... 1
1.2 Identifikasi masalah ... 18
1.3 Pembatasan Masalah ... 18
1.4 Rumusan Masalah ... 18
1.5 Tujuan Penelitian ... 19
1.6 Kegunaan Penelitian ... 19
1.7 Ruang Lingkup Penelitian ... 19
1.8 Spesifikasi Produk ... 23
II. KAJIAN TEORI ... 30
2.1 Landasan Teori ... 30
2.1.1 Definisi Belajar ... 30
2.1.2 Teori Belajar ... 31
2.1.3 Teori–teori Belajar Kognitif ... 33
2.1.4 Pembelajaran IPS ... 41
2.1.5 Pembelajaran IPS di SMP ... 43
2.1.6 Keterampilan Sosial ... 46
2.1.7 Instrumen Evaluasi Pembelajaran ... 75
2.1.7.1Observasi ... 78
2.1.7.2Sosiometri ... 80
2.1.8 Teori taksonomi Bloom ... 83
2.1.9 Pengembangan Instrumen Keterampilan Sosial ... 89
2.1.10 Penilaian dalam Pembelajaran IPS ... 95
2.1.11 Dimensi pendidikan IPS ... 99
2.2 Pendekatan dan Model pembelajaran ... 108
2.2.1 Pendekatan saintifik (scientific) ... 110
2.2.2 Model Pembelajaran kooperatif tipe make a match dan Problem Based Learning ... 111
2.3 Penelitian Yang Relevan ... 113
2.4 Kerangka Pikir ... 123
(14)
3.1.2 Perencanaan ...131
3.1.3 Pengembangan produk awal ...132
3.1.4 Uji Coba Pendahuluan ...138
3.1.5 Revisi terhadap produk utama ...138
3.1.6 Uji coba utama ...138
3.1.7 Revisi produk operasional ...138
3.1.8 Uji coba operasional ...139
3.1.9 Revisi produk akhir ...139
3.2 Subjek Uji Coba ...139
3.2.1 Uji ahli ...139
3.2.2 Evaluasi satu-satu ...141
3.2.3 Evaluasi kelompok kecil ...141
3.2.4 Uji lapangan ...142
3.3 Definisi Operasional Variabel ...143
3.4 Teknik Pengumpulan Data ... 144
3.5 Teknik Analisis Data ... 148
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 153
4.1Hasil Penelitian dan Pengembangan ... 153
4.2Tahap Perencanaan... 158
4.3Tahap Pengembangan Produk Instrumen Keterampilan Sosial berbasis observasi dan sosiometri dengan desain Dick & Carey ... 161
4.3.1 Tahap Merumuskan Tujuan Pembelajaran... 162
4.3.2 Tahap Melakukan Analisis Pembelajaran ... 164
4.3.3 Tahap Mengidentifikasi Perilaku Awal Siswa ... 164
4.3.4 Tahap Menuliskan Tujuan Khusus Pembelajaran ... 169
4.3.5 Tahap Mengembangkan Alat atau Instrumen Penilaian ... 170
4.3.6 Tahap Mengembangkan Strategi Pembelajaran ... 171
4.3.7 Tahap Mengembangkan dan Memilih Materi Pelajaran ... 171
4.3.8 Tahap Merancang dan Melaksanakan Evaluasi Formatif ... 172
4.3.9 Tahap Merancang dan Melaksanakan Evaluasi Sumatif ... 174
4.4Produk Awal Rancangan Instrumen Observasi & Sosiometri ... 175
4.5Validasi Produk Instrumen Observasi & Sosiometri ... 187
4.5.1 Reviu Ahli Instrumen Pembelajaran ... 187
4.5.2 Reviu Ahli Bahasa Indonesia ... 190
4.6Produk Jadi Instrumen Keterampilan Sosial Setelah di Validasi ... 194
4.7Uji Coba Pendahuluan... 194
4.8Uji Coba Utama... 199
4.9Pembahasan Produk Akhir Instrumen keterampilan Sosial Berbasis Observasi & Sosiometri ... 232
4.10 Kebaharuan Produk Hasil Pengembangan Keterampilan sosial ... 245
(15)
5.3 Saran ... 256
DAFTAR PUSTAKA
(16)
Tabel Halaman
1. Hasil Wawancara Mengenai pengukuran ranah afektif ... 8
2. Dimensi Umum Keterampilan Sosial... 59
3. Ranah kognitif dengan kategori ... 85
4. Lima kategori ranah afektif ... 86
5. Ranah psikomotor dengan kategori ... 87
6. Hasil Wawancara Mengenai pengukuran ranah afektif ... 130
7. Definisi Operasional... 144
8. Jenis dan Teknik Pengumpulan Data ... 145
9. Tingkat Besarnya Korelasi ... 149
10.Tingkat Besarnya Reliabilitas ... 151
11.Hasil wawancara Mengenai pengukuran ranah afektif ... 155
12.Kompetensi Dasar dan tujuan pembelajaran ... 163
13.Distribusi Frekuensi Hasil Keterampilan sosial Awal ... 167
14.Prosentase Hasil Analisis ... 168
15.Kompetensi Dasar Mata Pelajaran IPS kelas VIII semester ganjil... 170
16.Kisi–kisi Indikator Keterampilan Sosial Sebelum Review ahli... 182
17.Lembar Manajemen Diri ... 184
18.Kisi–kisi Hubungan Teman sebaya ... 184
19.Saran dan masukan Ahli Instrumen ... 188
20.Lembar Review Penilaian Ahli Instrumen ... 189
21.Saran dan masukan Ahli Bahasa Indonesia ... 190
22.Lembar Review Penilaian Ahli Bahasa Indonesia ... 191
23.Hasil Uji Coba Angket Sosiometri di Kelompok satu - satu ... 194
24.Hasil Uji Coba Angket Sosiometri di Kelompok kecil ... 197
25.Hasil Uji Utama Angket Sosiometri di Kelompok besar ... 199
26.Hasil Penilaian lembar observasi teman sejawat ... 201
27.Perbedaan konten instrumen sebelum dan sesudah pengembangan ... 217
28.Distribusi Frekuensi Pencapaian Keterampilan Sosial Kelas VIII A ... 221
29.Presentase Hasil Analisis ... 222
30.Distribusi Frekuensi Pencapaian Keterampilan Sosial Kelas VIII B ... 227
31.Presentase Hasil Analisis ... 228
32.Matrik Perbedaan Hasil Pencapaian Keterampilan Sosial Kelas VIII A dan VIII B ... 231
(17)
i Lampiran Halaman
1. Daftar Nama Siswa Kelas VIII A ... 257
2. Kelompok Belajar Kelas VIII A & B ... 259
3. Silabus dan RPP Pertemuan I ... 261
4. Silabus dan RPP Pertemuan II ... 276
5. Kisi – kisi Instrumen Sosiometri Tahap Perencanaan ... 289
6. Uji Validitas ... 293
7. Uji Reliabilitas ... 299
8. Data Jumlah Perolehan Keterampilan Sosial di Kelas VIII A ... 301
9. Data Jumlah Perolehan Keterampilan Sosial di Kelas VIII B ... 303
10.Instrumen Observasi dan Sosiometri Sebelum Dikembangkan ... 305
11. Instrumen Observasi dan Sosiometri Setelah Dikembangkan dan divalidasi ahli ... 310
12.Instrumen Observasi dan Sosiometri sebelum divalidasi ahli ... 341
13.Uji Evaluasi Satu - satu ... 349
14. Uji Evaluasi Kelompok Kecil ... 350
15.Evaluasi Kelompok Besar Kelas VIII A dan VIII B ... 351
16.Evaluasi 3 Ahli ... 354
17.Matrik Sosiometri Penilaian I ... 360
18.Sosiogram Penilaian I ... 362
19.Matrik Sosiometri penilaian 2 ... 363
20.Sosiogram penilaian 2 ... 365
21.Matrik Sosiometri penilaian 3 ... 366
22.Sosiogram penilaian 3 ... 368
23.Matrik Sosiometri penilaian 4 ... 369
24.Sosiogram penilaian 4 ... 371
25.Matrik Sosiometri penilaian 5 ... 372
26.Sosiogram penilaian 5 ... 374
27.Matrik Sosiometri penilaian 6 ... 375
28.Sosiogram penilaian 6 ... 377
29.Matrik Sosiometri penilaian 7 ... 378
30.Sosiogram penilaian 7 ... 380
31.Matrik Sosiometri penilaian 8 ... 381
(18)
Gambar Halaman
1. Program Pembelajaran IPS Untuk Mengembangkan
Keterampilan Sosial ... 74
2. Kerangka Pikir Penelitian ... 126
3. Prosedur Penelitian Borg dan Gall ... 129
4. Rancangan Eksperimen ... 143
5. Model Pengembangan Dick & Carey ... 161
6. Grafik hasil rata–rata keterampilan sosial di perilaku awal ... 168
7. Sosiogram Kategori teman yang disenangi untuk ikut belajar bersama ... 204
8. Sosiogram Kategori teman yang disenangi untuk Menjadi ketua kelompok belajar ... 206
9. Sosiogram Kategori teman yang disenangi untuk Menjadi ketua kelas ... 207
10. Sosiogram Kategori teman yang disenangi untuk Ikut bermain–main bersama ... 208
11.Sosiogram Kategori teman yang kurang disenangi untuk ikut belajar bersama ... 210
12.Sosiogram kategori teman yang paling tidak disenangi untuk menjadi ketua kelompok belajar ... 211
13.Sosiogram kategori teman yang paling tidak disenangi untuk menjadi ketua kelas ... 213
14.Sosiogram kategori teman yang paling tidak disenangi untuk ikut bermain – main bersama ... 214
15.Grafik Pencapaian Keterampilan sosial pada Evaluasi Kelompok besar kelas VIII A ... 222
16.Grafik Pencapaian Keterampilan sosial pada Evaluasi Kelompok besar kelas VIII B ... 228
17.Siswa sedang terlihat bahagia mengerjakan diskusi ... 247
18.Siswa terlihat kompak dan saling bantu saat mengerjakan ... 247
19.Siswa sedang mempresentasikan hasil kerja kelompoknya ... 247
20.Siswa sedang memberikan argumen yang berbeda ... 247
21.Hasil bacaan materi IPS dari depan ... 247
(19)
I. PENDAHULUAN
1. 1 Latar Belakang Masalah.
Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang dibutuhkan bagi dirinya, masyarakat dan bangsa.
Pendidikan memiliki suatu tujuan, dan tujuan pendidikan secara nasional yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya, yaitu manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berbudi pekerti luhur, memiliki pengetahuan dan keterampilan, sehat jasmani dan rohani, berkepribadian yang mantap dan mandiri, serta memiliki rasa tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan.
Tujuan pendidikan bersifat normatif yaitu pendidikan nasional Indonesia berakar pada kebudayaan bangsa Indonesia dan berdasarkan Pancasila serta Undang-undang Dasar 1945, yang bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif,
(20)
mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab (Pasal 3, Undang-undang nomor 20 tahun 2003).
Kegiatan pendidikan tidak hanya memiliki tujuan, namun memiliki fungsi dan peranan yang sangat penting. Fungsi dari pendidikan adalah mengarahkan, memberikan orientasi, dan memberikan pedoman ke arah mana pendidikan diselenggarakan sebaik–baiknya Rohman (2009: 102).
Tidak hanya fungsi dan tujuan, peranan pendidikan sangat penting dalam kegiatan pendidikan yaitu sebagai (giving capital) yaitu pendidikan berperan memberikan modal agar penyelenggaraan pendidikan dan ilmu pendidikan dapat berkembang menjadi baik, (directing) yaitu berperan memberikan arah dan menuntun ke arah mana penyelenggaraan pendidikan di masyarakat diarahkan, (framing) yaitu memberikan rambu–rambu dan garis –garis batas agar penyelenggaraan pendidikan di masyarakat tidak menyimpang dari nilai–nilai yang diidealkan Rohman (2009: 25).
Semua tujuan, fungsi serta peran pendidikan tidak akan terwujud dengan baik apabila semua itu tidak dilaksanakan secara baik dan didukung oleh sumber daya manusia yang berkompeten, berbudi luhur, serta memiliki nilai di bidang masing–masing.
Mengingat pengertian pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara berarti pendidikan itu sangat penting.
(21)
Pendidikan memiliki peran yang sangat penting untuk orang banyak, sehingga perlu adanya peningkatan mutu pendidikan. Peningkatan mutu pendidikan di sekolah tidak terlepas dari keberhasilan proses belajar mengajar. Proses belajar mengajar tersebut dipengaruhi oleh beberapa komponen, diantaranya guru, siswa, metode mengajar, media pembelajaran, keaktifan siswa, keterampilan sosial siswa, maupun motivasi siswa itu sendiri dalam belajar. Komponen-komponen tersebut memegang peranan penting dalam menentukan keberhasilan proses belajar mengajar.
Peningkatan mutu pendidikan di Indonesia khususnya mata pelajaran IPS dapat dilakukan melalui perbaikan dan perubahan kurikulum, cara mengajar guru, metode pembelajaran serta proses pembelajaran. Kualitas proses pembelajaran akan menentukan keterampilan siswa dan hasil belajar yang pada akhirnya dapat menentukan keberhasilan proses pendidikan itu sendiri.
Mata pelajaran IPS di sekolah sebenarnya sudah mencerminkan atau menggambarkan mengenai tujuan dari pendidikan, karena tujuan di dalam mata pelajaran IPS yaitu agar peserta didik memiliki kemampuan
(1) mengenal konsep yang berkaitan dengan kehidupan masyarakat dan lingkungannya, (2) memiliki kemampuan dasar untuk berpikir logis dan kritis, rasa ingin tahu, inkuiri memecahkan masalah dan keterampilan dalam kehidupan sosial, (3) memiliki komitmen dan kesadaran terhadap nilai– nilai sosial dan kemanusiaan, (4) memiliki kemampuan berkomunikasi, bekerjasama, dan berkompetisi dalam masyarakat yang majemuk di tingkat lokal, nasional, dan global.
(22)
Berdasarkan tujuan IPS yang telah di deskripsikan pada paragraf sebelumnya, tujuan IPS juga dideskripsikan oleh Somantri (2001: 44) mengenai definisi dan perumusan tujuan IPS untuk tingkat sekolah sebagai mata pelajaran adalah 1) menekankan pada tumbuhnya nilai-nilai kewarganegaraan, moral ideologi negara, dan agama, 2) menekankan pada isi dan metode berpikir ilmuan sosial, dan 3) menekankan pada reflective inquiry.
Tujuan mata pelajaran IPS di tingkat SMP adalah menekankan kepada tumbuhnya nilai-nilai kewarganegaraan, moral, ideologi, agama, metode berpikir sosial, dan inquiry. Selain itu, tujuan mata pelajaran IPS di tingkat Sekolah Menengah Pertama di Indonesia adalah untuk mengembangkan kemampuan berpikir, inkuiri, keterampilan sosial, dan membangun nilai-nilai kemanusiaan yang majemuk baik skala lokal, nasional, dan global. Salah satu tujuan dari mata pelajaran IPS di SMP sama dengan tujuan dari pendidikan yaitu memiliki komitmen dan kesadaran terhadap nilai–nilai sosial dan kemanusiaan. Hal tersebut merupakan sikap yang ada dalam afektif yang harus dimiliki oleh setiap siswa, sikap afektif yang dimaksudkan dalam hal ini adalah keterampilan sosial. Siswa yang memiliki keterampilan sosial yang baik akan membantu atau mendukung tercapaianya tujuan pembelajaran IPS di SMP. Dengan tercapainya tujuan dari pembelajaran IPS di SMP, IPS tidak lagi dianggap sebelah mata.
Selama ini IPS dianggap sebelah mata oleh sebagian orang di masyarakat, karena IPS dianggap (1) IPS merupakan ”second class”, tidak memerlukan
(23)
kemampuan yang tinggi dan cenderung lebih santai dalam belajar, (2) IPS sering kali dianggap jurusan yang tidak dapat menjamin masa depan dan sulit untuk mendapatkan pekerjaan yang lebih prestisius di masyarakat, (3) Pembelajaran IPS syarat dengan hafalan sejumlah materi, kurang mengembangkan kompetensi secara integratif. (4) Melemahnya nasionalisme, banyaknya penyimpangan sosial saat ini seperti tawuran, korupsi, hedonisme, disintegrasi bangsa, ketidakramahan terhadap lingkungan, boleh jadi akibat dianggap remehnya pendidikan IPS.
Tidak semua orang menganggap sebelah mata pembelajaran IPS, karena IPS memiliki kelebihan yang sangat banyak di dalam lingkungan pendidikan di masyarakat yaitu IPS atau Social Studies salah satu mata ajar di persekolahan. IPS mempunyai tugas mulia dan menjadi fondasi penting bagi pengembangan intelektual, emosional, kultural, dan sosial peserta didik, yaitu mampu menumbuh kembangkan cara berfikir, bersikap, dan berperilaku yang bertanggung jawab selaku individual, warga masyarakat, warga negara, dan warga dunia. Selain itu IPS bertugas mengembangkan potensi peserta didik agar peka terhadap masalah sosial yang terjadi di masyarakat, memiliki sikap mental positif untuk perbaikan segala ketimpangan, dan terampil mengatasi setiap masalah yang terjadi sehari-hari baik yang menimpa dirinya sendiri maupun di masyarakat. Tujuan tersebut dapat dicapai manakala program-program pembelajaran IPS di sekolah diorganisasikan secara baik.
(24)
Program pembelajaran IPS di sekolah dapat diorganisasikan secara baik dengan mengubah cara belajar yang belum optimal pada setiap mata pelajaran, strategi pembelajaran, media pembelajaran, model pembelajaran dan hal–hal yang dapat mendukung secara baik proses pembelajaran di kelas, dan peran guru dalam hal ini sangat diperlukan secara optimal dalam mengemas pembelajaran di kelas menjadi lebih menarik dan bermanfaat.
Selama ini kenyataan yang ada di sekolah, guru belum sepenuhnya dapat menggunakan dan menerapkan semua hal yang mendukung dalam proses pembelajaran di kelas terutama dalam mengukur kemampuan siswa. Pengukuran atau penilaian sebenarnya sangat penting hal ini seperti pendapat Chittenden dalam Arifin (2009: 15).
Menurut Chittenden dalam Arifin (2009: 15) mengemukakan tujuan penilaian (assessment purpose) adalah keeping track, checking-up, finding-out, summing-up.
1. keeping track adalah kegiatan untuk menelusuri dan melacak proses belajar peserta didik sesuai dengan rencana pelaksanaan pembelajaran yang telah ditetapkan,
2. checking-up adalah kegiatan untuk mengecek ketercapaian kemampuan peserta didik dalam proses pembelajaran dan kekurangan–kekurangan peserta didik selama mengikuti proses pembelajaran,
3. finding-out adalah kegiatan untuk mencari, menemukan, dan mendeteksi kekurangan, kesalahan, atau kelemahan peserta didik dalam proses pembelajaran,
4. summing-up adalah kegiatan untuk menyimpulkan tingkat penguasaan peserta didik terhadap kompetensi yang telah di tetapkan.
Empat tujuan penilaian yang telah dideskripsikan pada paragraf sebelumnya sudah cukup jelas, bahwa penilaian itu sangat diperlukan dalam pembelajaran. Penilaian perlu dilakukan dalam pembelajaran sejak awal
(25)
pembelajaran hingga evaluasi untuk mendapatkan data yang akurat mengenai siswa yaitu mengenai penguasaan siswa terhadap kompetensi dan mendeteksi kelemahan, kesalahan peserta didik dalam proses pembelajaran. Dalam penilaian tidak hanya siswa yang diperhatikan, namun dari bahan pembelajaran, ketercapaian kemampuan siswa dari proses pembelajaran, serta menyimpulkan dari hasil penguasaan siswa terhadap kompetensi yang telah di tetapkan.
Empat tujuan dalam penilaian tersebut merupakan tujuan pengukuran secara umum. Penelitian ini lebih memfokuskan pada instrumen pembelajaran atau pengukuran untuk ranah afektif. Selama ini peran guru dalam menggunakan instrumen evaluasi pembelajaran belum tepat sasaran terutama dalam mengukur kompetensi siswa dalam ranah afektif. Hal ini dapat diketahui pada saat peneliti melakukan observasi dengan cara wawancara kepada guru bidang studi di sekolah mengenai bagaimana cara mengukur kemampuan siswa dalam ranah afektif, pada kenyataanya guru bidang studi hanya membuat perkiraan saja tanpa ada instumen evaluasi yang baik. Berikut hasil wawancara dengan guru bidang studi IPS mengenai pengukuran lima karakteristik ranah afektif dalam pembelajaran.
(26)
Tabel 1. Hasil wawancara mengenai pengukuran ranah afektif No Aspek ranah
afektif 4 (Selalu) 3 (Sering) 2 (Kadang) 1 (Tidak pernah) 1. Mengukur
Sikap
√ 2. Mengukur
Konsep diri
√ 3. Mengukur
nilai
√ 4. Mengukur
moral
√ 5. Mengukur
minat
√
Jumlah 0 1 4 0
Sumber: wawancara dengan guru mata pelajaran IPS 2014.
Tabel 1 merupakan hasil wawancara dengan menggunakan daftar check List. Lembar check List pada tabel 1 digunakan untuk mengetahui pengukuran yang dilakukan guru dalam ranah afektif. Selama ini dalam wawancara baru menggunakan format pedoman wawancara yang berisi aspek yang diwawancarai, ringkasan jawaban dan keterangan. Seperti pendapat Arifin (2009: 158) yaitu pedoman dalam wawancara adalah bentuk pertanyaan harus dibuat terstruktur atau tidak terstruktur, ada ringkasan jawaban dan keterangan.
Berdasarkan tabel 1 menunjukan bahwa pengukuran dari berbagai karakteristik ranah afektif hanya kadang saja dilakukan bahkan tidak pernah. Hal ini menunjukan bahwa masih sangat rendah persentasenya untuk penggunaan instrumen dan pengukuran pada ranah afektif. Selama ini guru lebih sering menggunakan ingatan saja, karena penilaian atau pengukuran yang menggunakan berbagai instrumen dianggap menghabiskan
(27)
waktu dan guru masih mengalami kebingungan untuk memilih secara tepat jenis instrumen yang digunakan dalam pengukuran ranah afektif.
Berdasarkan tabel 1 menggambarkan pengukuran ranah afektif yang belum begitu diperhatikan oleh guru terutama ranah afektif dalam hal keterampilan sosial. Tabel 1 menggambarkan bahwa mengukur sikap hanya kadang saja dilakukan dan instrumen yang digunakan juga hanya seadanya saja. Pengukuran pada kategori sikap juga terkait dengan dimensi dan indikator pada keterampilan sosial. Keterkaitan ini digambarkan oleh beberapa dimensi dan indikator yang tergolong dalam kategori sikap seperti hubungan dengan teman sebaya.
Selain itu mengukur konsep diri hanya kadang saja dilakukan dan instrumen yang digunakan juga hanya seadanya saja. Pengukuran pada kategori konsep diri juga terkait dengan dimensi dan indikator pada keterampilan sosial. Keterkaitan ini digambarkan oleh beberapa dimensi dan indikator yang tergolong dalam kategori konsep diri seperti manajemen diri.
Tidak hanya dua hal tersebut, mengukur nilai hanya kadang saja dilakukan dan instrumen yang digunakan juga hanya seadanya saja. Pengukuran pada kategori nilai juga terkait dengan dimensi dan indikator pada keterampilan sosial. Keterkaitan ini digambarkan oleh beberapa dimensi dan indikator yang tergolong dalam kategori nilai seperti kepatuhan.
Mengukur moral hanya kadang saja dilakukan dan instrumen yang digunakan juga hanya seadanya saja. Pengukuran pada kategori moral juga
(28)
terkait dengan dimensi dan indikator pada keterampilan sosial. Keterkaitan ini digambarkan oleh beberapa dimensi dan indikator yang tergolong dalam kategori moral seperti kepatuhan.
Mengukur minat sering dilakukan tetapi instrumen yang digunakan juga hanya seadanya saja. Pengukuran pada kategori minat juga terkait dengan dimensi dan indikator pada keterampilan sosial. Keterkaitan ini digambarkan oleh beberapa dimensi dan indikator yang tergolong dalam kategori minat seperti kemampuan akademis.
Berdasarkan pendeskripsian dari pengukuran masing–masing ranah afektif sudah sangat jelas bahwa selama ini pengukuran dalam ranah afektif tidak begitu diperhatikan dan untuk penggunaan instrumen dalam pengukuran ranah afektif hanya seadanya saja, tanpa menyesuaikan dengan kebutuhan siswa di kelas. Masalah yang perlu diperhatikan tidak hanya itu, selama ini dalam proses pembelajaran lebih menekankan pada kemampuan berpikir kognitif, untuk afektif dan psikomotor hanya sedikit saja penerapanya.
Sekolah yang selama ini hanya menekankan pada ranah kognitif saja membuat siswa memiliki suatu keterampilan sosial yang membawa remaja untuk lebih berani berbicara, mengungkapkan setiap perasaan atau permasalahan yang dihadapi dan sekaligus menemukan penyelesaian yang adaptif, itu masih sangat kurang sehingga mereka masih mencari pelarian ke hal-hal lain yang justru dapat merugikan diri sendiri maupun orang lain (terjadi masalah sosial).
(29)
Selain itu keterampilan sosial yang diharapkan dari siswa itu tidak hanya itu melainkan keterampilan sosial tersebut meliputi kemampuan memecahkan masalah, kemampuan berkomunikasi, menjalin hubungan dengan orang lain, menghargai diri sendiri dan orang lain, mendengarkan pendapat atau keluhan dari orang lain, memberi atau menerima feedback, memberi atau menerima kritik, bertindak sesuai norma dan aturan yang berlaku. Apabila keterampilan sosial dapat dikuasai oleh remaja pada fase tersebut maka siswa akan mampu menyesuaikan diri dengan lingkungan sosialnya. Dalam hal ini berarti siswa tersebut mampu mengembangkan aspek psikososial dengan maksimal.
Seperti menurut Greene, John O & Burleson, Brant R (2003: 70) Masalah-masalah sosial bisa membawa pengaruh kepada defisitnya keterampilan sosial yang ditandai dengan banyaknya orang yang mengalami depresi, mengalami kecemasan sosial, mengalami kesepian, meningkatnya alkoholisme, munculnya lingkungan yang stres dan keterbelakangan akademis serta perilaku buruk dari militer. Dampak akibat krisis tersebut juga menyebabkan semakin merosotnya kemampuan sumber daya manusia bangsa Indonesia yang membawa implikasi kepada menurunnya kemampuan daya saing dan inovasi bangsa Indonesia sebagaimana diungkapkan oleh Zuhal (2010: 35).
Zuhal (2010: 35) mengungkapkan bahwa peringkat Human Development Index (HDI) Indonesia menurut United Nation Development Program (UNDP) Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dalam Human Development
(30)
Report 2007/2008 berada pada urutan 107 di bawah Vietnam, Pilifina, Thailand, Malaysia dan Singapura. Pada tahun 2010 posisi Indonesia naik pada urutan 108 di atas Vietnam, di bawah 5 negara ASEAN lainnya dari 169 negara.
Berdasarkan pembahasan yang ada pada paragraf sebelumnya kita sebagai pengajar hendaknya dapat mengantisipasi hal tersebut dengan melalui perubahan strategi, alat dan bahan serta instrumen pembelajaran dalam pembelajaran di kelas untuk siswa. Keterampilan sosial dapat kita bentuk mulai dari kemampuan berani mengutarakan pendapat, memecahkan masalah, mengendalikan diri, mandiri, membuat keputusan dengan menggunakan model pembelajaran yang efektif dan alat serta bahan dalam pembelajaran. Untuk mengetahui ketercapaian semua itu perlu adanya suatu instrumen evaluasi dalam pembelajaran agar semakin kedepan permasalahan–permasalahan dalam pembelajaran dapat terminimalisir, dan agar pengajar mengetahui sejauh mana materi pembelajaran diterima oleh siswa dan sejauh mana sikap sosial siswa di kelas.
Keterampilan sosial pada mata pelajaran IPS dapat dilihat pada indikator keterampilan sosial yaitu mampu bekerjasama dalam kelompok, kritis terhadap pengaruh lingkungan dan berani mengutarakan pendapat di depan kelas. Selain dari indikator keterampilan sosial, dapat dilihat pada indikator pencapaian kompetensi yaitu mengembangkan sikap kritis terhadap pengaruh perubahan sosial budaya di lingkungan.
(31)
Instrumen evaluasi pembelajaran di sekolah selama ini yang umumnya di gunakan adalah berupa tes, dan tes dianggap satu–satunya teknik untuk melakukan evaluasi hasil belajar, padahal tidak hanya tes. Dengan teknik non tes maka penilaian atau evaluasi hasil belajar peserta didik dilakukan dengan melakukan pengamatan secara sistematis, melakukan wawancara, menyebarkan angket dan memeriksa atau meneliti dokumen–dokumen. Teknik non tes memegang peranan penting dalam rangka mengevaluasi hasil belajar peserta didik dari segi ranah sikap hidup dan ranah keterampilan.
Selain masalah dari penggunaan instrumen pembelajaran yang belum optimal dalam penelitian ini, masalah dari siswa itu sendiri juga ada seperti kurang memilikinya keterampilan sosial pada diri siswa. Keterampilan sosial yang masih kurang dapat dilihat dari beberapa dimensi keterampilan sosial yang belum mencapai kriteria baik, seperti manajemen diri pada saat pembelajaran, hubungan dengan teman sebaya yang belum baik, bertanggungjawab pada tugas dan perilaku asertif yang belum begitu baik.
Masalah yang lebih inti dalam pembelajaran di kelas peneliti adalah guru masih mengalami kesulitan dalam mengukur kemampuan afektif siswa atau memilih instrumen yang akan digunakan dalam pengukuran keterampilan sosial siswa, keterampilan siswa yang masih tergolong rendah, keterampilan sosial di sekolah belum sepenuhnya ditekankan dalam pembelajaran, instrumen evaluasi pembelajaran yang masih monoton dan belum sepenuhnya di buat sesuai kebutuhan siswa, kurang optimalnya guru dalam
(32)
menggunakan instrumen evaluasi pembelajaran karena dianggap menghabiskan waktu. Dengan demikian penulis berkeinginan mengembangkan instrumen evaluasi pembelajaran yang sesuai untuk mengukur keterampilan sosial siswa di kelas yaitu dengan memilih teknik observasi dan sosiometri sebagai instrumen evaluasi pembelajaran.
Instrumen evaluasi pembelajaran dengan teknik observasi dianggap sesuai untuk mengukur keterampilan sosial, karena teknik observasi ini memiliki enam ciri menurut Good dalam Arifin (2009: 154) yaitu.
1. Observasi mempunyai arah yang khusus, bukan secara tidak teratur melihat sekeliling untuk mencari kesan–kesan umum.
2. Observasi ilmiah tentang tingkah laku adalah sistematis bukan secara sesuka hati dan untung–untungan mendekati situasi.
3. Observasi bersifat kuantitatif, mencatat jumlah peristiwa tentang tipe– tipe tingkah laku tertentu.
4. Observasi mengadakan pencatatan dengan segera, pencatatan dilakukan secepat–cepatnya, bukan menyandarkan diri pada ingatan.
5. Observasi meminta keahlian, dilakukan oleh seseorang yang memang telah terlatih untuk melakukanya.
6. Hasil–hasil observasi dapat di cek dan dibuktikan untuk menjamin keadaan dan kesahihan.
Relevansi instrumen keterampilan sosial berbasis observasi dan sosiometri dalam pembelajaran IPS adalah dilihat dari tujuan pembelajaran IPS dan ruang lingkup IPS yaitu menjadi warga negara yang baik dan bertanggungjawab. Tidak hanya itu tujuan pembelajaran IPS khususnya di SMP menurut Supardan (2011: 57-58) adalah struktur keilmuan yang bisa membantu anak belajar dalam mengungkapkan abstraksi yang terbatas maupun luas dalam kategoris, serta mampu menghubungkannya dari beberapa fakta maupun konsep dalam satu pernyataan, selain itu seperti
(33)
pendapat Banks dalam Supardan (2015: 19) yang mengemukakan bahwa kajian ilmu-ilmu sosial pada hakikatnya berkontribusi besar dalam membahas perilaku manusia atau masyarakat, dan masing-masing ilmu sosial tersebut memberi kontribusi yang unik dan memiliki perspektif yang berbeda-beda serta saling melengkapi. Tujuan pembelajaran IPS tersebut dapat dicapai melalui pengembangan keterampilan dasar pada diri setiap siswa, keterampilan dasar yang harus dimiliki oleh setiap siswa adalah keterampilan berpikir, keterampilan akademik, keterampilan ilmiah, dan keterampilan sosial. Keterampilan dasar dalam penelitian ini lebih memfokuskan pada keterampilan sosial, keterampilan sosial dapat dimiliki oleh diri setiap siswa dengan cara menekankan pembelajaran pada aspek keterampilan dan diukur pada setiap aspek keterampilan. Siswa yang memiliki keterampilan sosial yang baik akan dapat mewujudkan tujuan pembelajaran IPS yaitu menjadi warga negara yang baik dan bertanggung jawab. Keterampilan sosial memiliki beberapa indikator yang harus dicapai. Indikator keterampilan sosial tidak dapat dicapai dengan satu instrumen pengukuran saja, melainkan ada yang lain. Indikator keterampilan sosial tidak dapat diukur dengan lembar observasi saja, karena kegunaan lembar observasi hanya bisa mengukur tingkah laku yang terlihat dalam pandangan mata, sedangkan masalah pribadi tidak dapat terukur dengan penglihatan. Dengan bantuan angket sosiometri masalah pribadi siswa dapat diketahui, selain itu keterampilan sosial siswa yang belum terbentuk dapat terbentuk sehingga dengan kombinasi instrumen tersebut diharapkan tujuan dari pembelajaran IPS dapat tercapai.
(34)
Indikator keterampilan sosial yang paling dominan mendapatkan hasil yang baik adalah kerjasama secara sosial dan tanggung jawab akademis pada dimensi kemampuan akademis. Dalam pembelajaran kerjasama secara sosial terbentuk secara baik tanpa dibuat-buat atau rekayasa. Selain itu tanggung jawab akademis dalam pembelajaran ini adalah mengumpulkan hasil bacaan materi pelajaran IPS dalam waktu seminggu secara kreatif. Indikator keterampilan sosial yang tidak begitu dominan mendapatkan hasil yang baik dan masih perlu adanya bimbingan guru dan orang tua adalah dimensi manejemen diri pada indikator kontrol diri saat kegiatan belajar berlangsung. Indikator ini sebenarnya sudah mendapatkan hasil yang cukup baik namun masih perlu adanya pengawasan dari guru untuk bisa mengontrol diri tidak melakukan kegiatan lain, selain belajar pada saat kegiatan belajar berlangsung.
Alasan untuk pengembangan instrumen evaluasi pembelajaran jenis observasi yang di kombinasikan dengan sosiometri adalah peneliti melihat dari kelemahan yang ada pada jenis observasi adalah sebagai berikut sering memakan waktu yang lama membuat peneliti menjadi jenuh, sering terganggu dengan keadaan yang kurang menyenangkan dalam pelaksanaan observasi, sering sulit untuk mengamati masalah pribadi. Selain melihat kelemahan dari lembar observasi yang ada, selama ini instrumen untuk keterampilan sosial yang ada hanya berbentuk lembar observasi biasa dan angket penilaian diri. Kedua instrumen tersebut dinilai belum begitu efektif karena semua indikator keterampilan sosial belum terukur secara keseluruhan. Berdasarkan kajian peneliti pada buku Maryani (2011: 44)
(35)
Instrumen keterampilan sosial yang ada adalah berbentuk lembar observasi biasa dan berdasarkan kajian peneliti pada penelitian mahasiswa UNESA instrumen untuk keterampilan sosial berbentuk lembar observasi biasa dan berbentuk angket penilaian diri.
Berdasarkan penjelasan yang ada sudah jelas bahwa instrumen keterampilan sosial yang ada adalah lembar observasi biasa. Lembar observasi yang digunakan masih mempunyai suatu kelemahan yang harus dicari solusinya, berdasarkan hal tersebut membuat peneliti ingin mencari solusi untuk kelemahan dari lembar observasi yaitu dengan cara memperhatikan indikator dari penilaian, membatasi aspek penilaian yang akan diukur agar sesuai dengan kebutuhan peneliti maupun peserta didik agar tidak memakan waktu yang lama dan membuat lembar observasi isian tertulis mengenai masalah pribadi yang sedang dialami dan membuat penilaian sosiometri antar teman sebaya agar masalah pribadi antar siswa di dalam kelas dapat diketahui oleh guru bidang studi.
Dari permasalahan diatas maka penulis tertarik mengambil judul
“Pengembangan Instrumen Keterampilan Sosial Berbasis Observasi
(36)
1.2 Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah tersebut, maka permasalahan dalam penelitian ini dapat diidentifikasi sebagai berikut.
1. Keterampilan sosial masih tergolong rendah
2. Bentuk, isi instrumen (alat) evaluasi pembelajaran yang tidak menarik atau belum sepenuhnya di buat sesuai kebutuhan siswa.
3. Pembelajaran hanya menekankan pada pembelajaran yang bersifat kognitif.
1.3 Pembatasan Masalah
Mengingat luasnya masalah, maka pembatasan masalah dalam penelitian ini adalah Pengembangan Instrumen Keterampilan Sosial Berbasis Observasi dan Sosiometri dalam Pembelajaran IPS.
1.4 Rumusan Masalah
Permasalahan dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut:
1. Bagaimanakah pengembangan instrumen keterampilan sosial pada mata pelajaran IPS?
2. Apakah penggunaan instrumen keterampilan sosial memiliki validitas konten, reliabilitas dan efektivitas yang lebih tinggi dalam penilaian afektif pada mata pelajaran IPS kelas VIII?
(37)
1.5 Tujuan Penelitian
Tujuan Penelitian ini adalah
1. Mengembangkan instrumen keterampilan sosial pada mata pelajaran IPS.
2. Menganalisis validitas konten, reliabilitas dan efektivitas penggunaan instrumen keterampilan sosial dalam penilaian afektif pada mata pelajaran IPS di kelas VIII.
1.6 Kegunaan Penelitian.
Kegunaan penelitian ini adalah sebagai berikut.
1. Menemukan instrumen keterampilan sosial pada mata pelajaran IPS. 2. Untuk memperbaiki instrumen keterampilan sosial sebelumnya yaitu
lembar observasi.
1.7 Ruang Lingkup Penellitian.
1.7.1 Waktu dan Tempat Penelitian 1.7.1.1 Objek Penelitian.
Objek Penelitian ini adalah instrumen keterampilan sosial 1.7.1.2 Subjek Penelitian.
Subjek Penelitian ini adalah siswa kelas VIII semester ganjil. 1.7.1.3 Tempat Penelitian.
Tempat penelitian ini dilaksanakan di SMP Negeri 1 Kalirejo.
(38)
1.7.1.4 Waktu Penelitian
Waktu penelitian pada semester ganjil tahun pelajaran 2014/2015.
1.7.2 Ruang Lingkup Penellitian ini adalah.
1.7 2.1 Pengembangan instrumen keterampilan sosial pada mata pelajaran IPS.
1.7.2.2 Validitas konten, reliabilitas dan efektivitas penggunaan instrumen keterampilan sosial dalam mengukur keterampilan sosial pada mata pelajaran IPS di kelas VIII.
1.7.3 Ruang Lingkup Ilmu
1.7.3.1 IPS sebagai pendidikan ilmu–ilmu sosial 1.7.3.2 IPS sebagai pengembangan pribadi seseorang 1.7.3.3 IPS sebagai pendidikan reflektif
Ruang lingkup ilmu ada keterkaitanya dengan mata pelajaran IPS di sekolah yaitu IPS sebagai pendidikan ilmu–ilmu sosial, sebagai pengembangan pribadi seseorang, dan IPS sebagai pendidikan reflektif.
Pada pendidikan IPS terdapat lima tradisi social studies, yakni: (1) IPS sebagai transmisi kewarganegaraan; (2) IPS sebagai ilmu-ilmu sosial; (3) IPS sebagai penelitian mendalam (4) IPS sebagai kritik kehidupan sosial (5) IPS sebagai pengembangan pribadi individu Sapriya (2009: 13). Dalam tradisi Pendidikan IPS yang kedua yaitu IPS sebagai ilmu-ilmu sosial
(39)
terdapat 8 disiplin ilmu sosial yang mendukung untuk pengembangan program social studies yaitu: antropologi, ekonomi, geografi, sejarah, filsafat, ilmu politik, psikologi dan sosiologi.
Pendapat lain mengenai tradisi IPS juga dikemukakan oleh Barr, Bart, & Shermis (1978: 17-19) dalam Supardan (2015: 10) social studies telah dikembangkan ke dalam tiga tradisi, yakni: (1) social studies taught as citizenship transmission, (2) social studies taught as social science, (3) social studies taught as reflective inquiry.
Berdasarkan pendapat diatas bahwa pengembangan dari lima tradisi IPS menjadi tiga tradisi IPS berkaitan dengan tujuan IPS dan berkaitan dengan keterampilan yang diharapkan dalam pembelajaran IPS. Tujuan IPS yang berkaitan dengan tradisi IPS untuk mencapai keterampilan yang diharapkan dikemukakan oleh Supardan (2015: 11), bahwa tujuan IPS ditegaskan sebagai berikut.
1. IPS (social studies) merupakan mata pelajaran dasar di seluruh jenjang pendidikan di persekolahan;
2. Tujuan utama mata pelajaran tersebut adalah membantu mengembangkan siswa untuk menjadi warga negara yang memiliki pengetahuan, sikap, dan keterampilan yang memadai untuk berperan serta dalam mewujudkan kehidupan yang demokrasi;
3. Isi pelajaran diambil dan diseleksi dari ilmu-ilmu sosial dan humaniora maupun sains;
4. Pembelajarannya menggunakan cara-cara yang mencerminkan kesadaran pribadi kemasyarakatan, pengalaman budaya serta perkembangan pribadi siswa.
IPS dalam pengembangan instrumen keterampilan sosial masuk dalam lima tradisi IPS yang ke dua dan yang ke lima. Bahwa tujuan dibuat instrumen keterampilan sosial berbasis observasi dan sosiometri adalah untuk
(40)
mencapai tujuan dari ilmu–ilmu sosial. Salah satu tujuan dari ilmu–ilmu sosial adalah tercapainya social skill. Selain itu sebagai pengembangan pribadi individu. Dalam instrumen keterampilan sosial yang berbasis observasi dan sosiometri ini siswa yang tadinya dikucilkan atau memiliki keterampilan sosial yang kurang akan digabungkan dengan siswa yang memiliki keterampilan sosial yang baik dan disenangi oleh teman-temanya. Tujuan penggabungan siswa yang memiliki keterampilan sosial yang kurang dengan siswa yang memiliki keterampilan sosial yang sudah baik adalah mengembangkan pribadi individu, dengan cara saling memberi pengaruh yang positif antara siswa yang baik dengan yang masih kurang dan tidak hanya dapat bergaul dengan teman dekat saja, melainkan dengan semuanya. Selain itu instrumen keterampilan sosial yang dikembangkan mempunyai kelebihan yaitu untuk dapat mewujudkan tujuan IPS seperti yang dikemukakan oleh Supardan (2015: 11) diantaranya adalah membantu mengembangkan siswa untuk menjadi warga negara yang memiliki pengetahuan, sikap, dan keterampilan yang memadai untuk berperan serta dalam mewujudkan kehidupan yang demokrasi, selain itu mencerminkan perkembangan pribadi siswa. Berdasarkan hal tersebut pengembangan pribadi individu dan tujuan IPS dapat tercapai dan masalah-masalah sosial yang selama ini masih ada dapat terminimalisir dan teratasi dengan baik.
Keterkaitan ruang lingkup IPS dengan produk yang dikembangkan adalah dilihat dari dimensi dan indikator yang digunakan dalam penilaian instrumen yang dikembangkan seperti pendapat Caldarella & Merrell (1997: 70), yaitu (1) Hubungan dengan teman sebaya (Peer relation), (2)
(41)
Manajemen diri (Self-management), (3) Kemampuan akademis (Academic), (4) Kepatuhan (Compliance), (5) Perilaku assertive (Assertion). Keterkaitan ini bisa dilihat dari tujuan penilaian bahwa guru IPS sebaiknya lebih dapat mengamati siswa yang dapat memanajemen diri, selain itu guru IPS dapat menekankan arti pentingnya hubungan dengan teman sebaya yang baik. Karena dengan memiliki hubungan dengan teman sebaya yang baik semua yang terjadi dapat terimbangi dengan baik, khususnya dengan masalah kepribadian. Dimensi kemampuan akademis dalam pembelajaran IPS dapat lebih ditekankan pada pembelajaran berkelompok, karena dalam dimensi ini indikator yang harus ditekankan adalah kerjasama secara sosial dan tanggung jawab akademis. Hal ini membuat siswa lebih terlatih untuk kerjasama dan bertanggung jawab terhadap tugas yang diberikan. Selain itu dimensi kepatuhan dalam pembelajaran IPS harus selalu ditekankan karena melatih siswa untuk selalu patuh terhadap peraturan dan menjadi warga negara yang baik. Dimensi yang terakhir adalah perilaku asertif adalah kemampuan untuk selalu bersikap sosial terhadap sesama. Hal ini merupakan sikap yang harus diwujudkan dalam pembelajaran IPS.
1.8 Spesifikasi Produk
Produk yang dihasilkan dalam penelitian ini adalah instrumen keterampilan sosial berbasis observasi dan sosiometri dalam pembelajaran IPS. Pengembangan produk dilakukan dengan cara memodifikasi instrumen yang sudah ada yaitu lembar observasi. Lembar observasi ditambahkan dengan angket sosiometri. Penambahan angket sosiometri pada instrumen keterampilan yang sebelumnya (lembar observasi) memiliki suatu tujuan
(42)
yaitu semua indikator keterampilan sosial dapat terukur secara keseluruhan dan mendapatkan hasil yang sesuai dengan tujuan pembelajaran yaitu meningkatkan keterampilan sosial siswa yang belum baik. Selain itu indikator keterampilan sosial yang tidak dapat diukur dengan lembar observasi dapat terukur khususnya pada masalah pribadi yaitu dimensi hubungan dengan teman sebaya. Lembar observasi digunakan untuk mengukur keterampilan sosial pada indikator kontrol diri, kompetensi sosial, kerjasama secara sosial, tanggung jawab akademis, kepedulian pada peraturan sekolah, dan cooperation compliance. Semua indikator tersebut diukur dengan lembar observasi dengan tujuan mendapatkan data yang sesuai dengan kondisi siswa yang sebenarnya di kelas tanpa ada kesan yang dibuat-buat, alasan lembar observasi bisa untuk mengukur indikator keterampilan sosial tersebut karena indikator tersebut tidak begitu berhubungan dengan masalah pribadi khususnya hubungan dengan teman sebaya antar siswa. Untuk indikator yang berhubungan dengan masalah pribadi, peneliti menggunakan angket sosiometri. Angket sosiometri digunakan untuk mengukur hubungan antar siswa yang satu dengan yang lain, apabila ada permasalahan pribadi diantara siswa guru dapat menemukan solusinya. Kedua instrumen tersebut saling berkaitan karena dengan hubungan yang tidak baik diantara siswa di kelas akan mempengaruhi keterampilan sosial siswa, hubungan yang tidak baik antar siswa dapat dilihat melalui sosiogram.
(43)
Berdasarkan penjelasan tersebut menggambarkan bahwa kedua instrumen observasi dan sosiometri saling berkaitan. Keterkaitan kedua instrumen dapat dilihat pada gambaran produk yang akan disajikan pada halaman selanjutnya. Secara lengkap instrumen keterampilan sosial dapat dilihat pada lampiran 11. Berikut gambaran instrumen keterampilan sosial yang dikembangkan dari tahap 1 menemukan masalah pribadi antar siswa sampai tahap mendapatkan hasil keterampilan sosial siswa.
LEMBAR OBSERVASI
Pengembangan instrumen keterampilan sosial berbasis observasi dan sosiometri ini memiliki langkah-langkah yang telah di rancang oleh peneliti sebagai berikut:
KEGIATAN UNTUK SISWA 1. Semua siswa memakai atribut nama
2. Pada awal pembelajaran guru menyampaikan indikator-indikator yang ingin dicapai pada materi IPS
3. Guru menyampaikan langkah-langkah pembelajaran dengan model pembelajaran kooperatif tipe make a match
4. Guru membagi kelompok yang terdiri dari 4-5 orang dalam tiap kelompok 5. Guru membagikan kartu dengan warna yang berbeda, isi dari kartu tersebut
adalah pertanyaan dan jawaban
6. Guru memberi waktu siswa dalam tiap kelompok untuk mendiskusikan materi sesuai indikator materi yang telah disampaikan
7. Guru memberi aba-aba untuk memulai diskusinya
8. Aturan diskusinya: siswa harus menemukan dan mencocokan antara jawaban dengan soal. Kelompok yang telah selesai lebih awal diminta untuk maju kedepan kelas.
LANGKAH-LANGKAH PENGGUNAAN INSTRUMENKETERAMPILAN SOSIAL BERBASIS OBSERVASI DAN SOSIOMETRI
(44)
KEGIATAN GURU
1. Guru menuliskan nama siswa di kolom setiap kelompok
2. Pada saat siswa sedang melakukan diskusi dan kegiatan lain, guru menilai siswa dengan mengisikan tanda chek list pada skor 1-4
3. Guru mengamati siswa selama awal pembelajaran hingga akhir pembelajaran 4. Guru mengisi kolom keterangan saat menemukan kejadian-kejadian yang
muncul diluar aspek penilaian yang dianggap bermakna
ANGKET SOSIOMETRI
Pengembangan instrumen keterampilan sosial berbasis observasi dan sosiometri ini memiliki langkah-langkah yang telah di rancang oleh peneliti sebagai berikut:
KEGIATAN UNTUK GURU
1. Guru membagikan angket sosiometri ke semua siswa
2. Guru menjelaskan petunjuk pengisian sesuai dengan petunjuk yang ada didalam angket
3. Guru meminta siswa untuk mengisikan angket sosiometri secara urut yaitu dari mengisikan nama, umur, jenis kelamin, dan kelas
4. Guru meminta siswa untuk membaca pernyataan secara cermat, yaitu dengan mengurutkan pilihan dari pilihan 1-3
5. Guru meminta siswa untuk mengisikan angket sosiometri dengan jujur, tanpa ragu dan rasa takut
6. Guru menjelaskan dan meyakinkan kepada siswa bahwa sifat dari angket itu adalah rahasia dan dijamin kerahasiaannya.
7. Guru meminta siswa untuk mengembalikan angket yang telah diisi
KEGIATAN UNTUK SISWA
1. Siswa membaca petunjuk pengisian dalam angket sosiometri 2. Siswa mendengarkan petunjuk dari guru
3. Siswa mengisi data diri seperti nama, umur, jenis kelamin, dan kelas 4. Siswa membaca pernyataan secara cermat
(45)
5. Siswa mengisi angket sosiometri dengan cara mengurutkan jawaban dari pilihan 1-3
6. Siswa mengumpulkan angket sosiometri kepada guru
A.Petunjuk Pengisian
1. Isilah nama, umur, jenis kelamin dan kelas 2. Isilah angket dengan sejujurnya
3. Urutkanlah pilihanmu dari yang terbaik hingga yang kurang baik dan sama hal nya dengan pilihanmu untuk teman yang tidak disenangi yaitu dari pilihan paling tidak disukai hingga kurang di sukai
Nama : L/ P :
Umur : Kelas :
1. Tuliskan 3 (tiga) orang temanmu dalam kelas, yang disenangi untuk ikut dalam kegiatan belajar bersama:
a.………, alasanya………
b. ..., alasanya………... c. ..., alasanya………
2. Tuliskan 3 (tiga) orang temanmu yang paling di senangi untuk menjadi ketua kelompok belajar:
a. ..., alasanya………
b. ………, alasanya………...
c. ………, alasanya………..
1 Hubungan dengan Teman Sebaya (Penilaian Antar Teman dengan angket sosiometri)
KOMPONEN INSTRUMEN KETERAMPILAN SOSIAL BERBASIS OBSERVASI DAN SOSIOMETRI
(46)
Gambar menunjukan hubungan antar teman sebaya di kelas VIII. Arah tanda panah lebih banyak mengarah pada angka 19, 32 dan seterusnya. Tahap selanjutnya kita lihat keterampilan sosialnya dengan lembar observasi, ada keterkaitan atau tidak antar satu dimensi/indikator dengan dimensi yang lain. Gambar diatas merupakan hasil penilaian pada 1 kategori yaitu teman yang kurang disenangi. Berikut lembar observasi dari satu indikator keterampilan sosial.
(47)
A.Petunjuk Pengisian
Berilah tanda check List (√) pada kolom yang Bapak/ Ibu anggap sesuai dengan aspek penilaian yang ada
B.Kriteria penilaian
Deskripsi Mampu menahan diri untuk tidak melakukan kegiatan lain selain belajar, saat kegiatan belajar berlangsung.
1 = Tidak mampu menahan diri untuk tidak melakukan kegiatan lain, selain belajar saat kegiatan belajar berlangsung (4x melakukan)
2 = Pernah menahan diri untuk tidak melakukan kegiatan lain, selain belajar saat kegiatan belajar berlangsung (3x melakukan)
3 = Sering menahan diri untuk tidak melakukan kegiatan lain, selain belajar saat kegiatan belajar berlangsung (2x melakukan)
4 = Mampu menahan diri untuk tidak melakukan kegiatan lain, selain belajar saat kegiatan belajar berlangsung.
C.Keterangan
Kolom keterangan diisi dengan menuliskan kejadian–kejadian yang muncul saat observasi di lakukan, yang dianggap bermakna sebagai data tambahan
Aspek yang di nilai Kelompok Belajar/ Nama Siswa
Rentang Skor Keterangan
1 2 3 4
1. Mampu menahan diri untuk tidak melakukan kegiatan lain selain belajar, Saat kegiatan belajar berlangsung.
Kelompok I a. Ali b. Yoza c. David d. Ranti e. Nisfatur
√ √ √
√ √
Lembar Penilaian Manajemen Diri Lembar Penilaian Manajemen Diri 3
(48)
II. KAJIAN TEORI
2.1 Teori Pembelajaran.
2.1.1 Belajar dan Pembelajaran
Belajar ialah suatu proses usaha yang dilakukan seorang siswa untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya. Slameto (2010: 2). Robbins dalam Trianto (2009: 15) juga mendefinisikan belajar sebagai proses menciptakan hubungan antara sesuatu (pengetahuan) yang sudah dipahami dan sesuatu (pengetahuan) yang baru.
Pengertian Belajar juga didefinisikan menurut Baharuddin (2007: 13) adalah sebuah kegiatan untuk mencapai kepandaian, dengan belajar manusia menjadi tahu, memahami, mengerti, dapat melaksanakan dan memiliki sesuatu. Belajar mengandung pengertian terjadinya perubahan dari persepsi dan perilaku, termasuk juga memperbaiki perilaku, misalnya pemuasaan kebutuhan masyarakat dan pribadi secara lengkap Hamalik (2004: 45).
Pada dasarnya belajar merupakan perubahan perilaku seseorang sebagai hasil langsung dari pengalaman dan bukan akibat dalam
(49)
hubungan-hubungan dalam sistem saraf yang dibawa sejak lahir. Belajar secara umum adalah terjadinya perubahan pada diri orang yang belajar karena pengalaman Darsono (2000: 4). Dengan memperhatikan beberapa pandangan pada paragraf sebelumnya dapat diketahui bahwa pengertian belajar secara umum adalah terjadinya perubahan pada seseorang baik yang terlihat maupun yang tidak terlihat, bertahan lama atau tidak, kearah positif atau negatif semuanya karena pengalaman.
Faktor-faktor yang mempengaruhi belajar banyak jenisnya, secara garis besar dapat digolongkan menjadi dua, yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal adalah faktor yang ada dalam diri individu baik faktor fisiologis maupun faktor psikologis. Sedangkan faktor eksternal. adalah faktor yang berasal dari luar diri individu bisa berupa lingkungan keluarga, lingkungan sekolah maupun lingkungan masyarakat yang mempengaruhi belajar. Pada proses belajar ada tiga teori utama menurut ahli yaitu teori belajar behaviorisme, kognitivisme dan konstruktivisme.
2.1.2 Teori Belajar
Ada tiga kategori utama atau kerangka filosofis mengenai teori-teori belajar Soemanto (2006: 122) yaitu: teori belajar behaviorisme, teori belajar kognitivisme, dan teori belajar konstruktivisme. Teori belajar behaviorisme hanya berfokus pada aspek objektif diamati pembelajaran. Teori kognitivisme melihat melampaui perilaku untuk menjelaskan pembelajaran berbasis otak. Dan pandangan konstruktivisme belajar
(50)
sebagai sebuah proses di mana pelajar aktif membangun ide-ide baru atau konsep. Berikut akan dijelaskan lebih jelas mengenai teori belajar yang lebih berkaitan dengan instrumen keterampilan sosial berbasis observasi dan sosiometri yaitu teori belajarkonstruktivisme, Vygotsky, dan Bandura.
1. Teori Belajar Konstruktivisme
Kontruksi berarti bersifat membangun, dalam konteks filsafat pendidikan dapat diartikan Konstruktivisme adalah suatu upaya membangun tata susunan hidup yang berbudaya modern. Konstruktivisme merupakan landasan berpikir (filosofi) pembelajaran konstektual yaitu bahwa pengetahuan dibangun oleh manusia sedikit demi sedikit, yang hasilnya diperluas melalui konteks yang terbatas. Pengetahuan bukanlah seperangkat fakta-fakta, konsep, atau kaidah yang siap untuk diambil dan diingat Soemanto (2006: 137).
Manusia harus mengkontruksi pengetahuan itu dan memberi makna melalui pengalaman nyata. Dengan teori konstruktivisme siswa dapat berpikir untuk menyelesaikan masalah, mencari idea dan membuat keputusan. Siswa akan lebih paham karena mereka terlibat langsung dalam membina pengetahuan baru, mereka akan lebih paham dan mampu mengaplikasikannya dalam semua situasi. Selain itu siswa terlibat secara langsung dengan aktif, mereka akan ingat lebih lama semua konsep.
Berdasarkan penjelasan pada paragraf sebelumnya mengenai teori konstruktivisme pada paragraf sebelumnya memiliki keterkaitan dengan instrumen keterampilan sosial berbasis observasi dan sosiometri, karena
(51)
tidak akan ada keterampilan sosial tanpa melalui belajar baik secara langsung maupun tidak langsung. Instrumen keterampilan sosial yang dikembangkan memiliki beberapa indikator yang terkait dengan keterampilan sosial dan mempunyai tujuan yaitu siswa dapat berpikir untuk menyelesaikan masalah, mencari idea dan membuat keputusan. Siswa akan lebih paham dan mampu mengaplikasikannya dalam semua situasi karena mereka terlibat langsung dalam membina pengetahuan baru akademis, contohnya dalam indikator tanggung jawab akademis dalam hal ini siswa dituntut untuk lebih kreatif dalam membuat resume hasil bacaan buku mata pelajaran IPS. Selain itu instrumen evaluasi pembelajaran tidak akan begitu berguna jika tidak digunakan pada saat proses belajar, karena instrumen keterampilan dalam hal ini digunakan untuk mengukur ketercapaian dari proses pembelajaran di kelas. Selain ketiga teori belajar tersebut, ada teori belajar Vygotsky dan Bandura. Berikut teorinya.
2.1.3 Teori–teori Belajar Kognitif 2.1.3.1 Teori Belajar Vygotsky
Vygotsky menekankan pentingnya memanfaatkan lingkungan dalam pembelajaran. Lingkungan sekitar siswa meliputi orang-orang, kebudayaan, termasuk pengalaman dalam lingkungan tersebut. Orang lain merupakan bagian dari lingkungan Taylor, (1993: 10), pemerolehan pengetahuan siswa bermula dari lingkup sosial, antar orang, dan kemudian pada lingkup individu sebagai peristiwa internalisasi Taylor (1993: 10).
(52)
Vygotsky menekankan pada pentingnya hubungan antara individu dan lingkungan sosial dalam pembentukan pengetahuan yang menurut beliau, bahwa interaksi sosial yaitu interaksi individu tersebut dengan orang lain merupakan faktor terpenting yang dapat memicu perkembangan kognitif seseorang. Vygotsky berpendapat bahwa proses belajar akan terjadi secara efisien dan efektif apabila anak belajar secara kooperatif dengan anak-anak lain dalam suasana dan lingkungan yang mendukung (supportive), dalam bimbingan seseorang yang lebih mampu, guru atau orang dewasa. Dengan hadirnya teori konstruktivisme Vygotsky ini, banyak pemerhati pendidikan yang megembangkan model pembelajaran kooperatif, model pembelajaran peer interaction, model pembelajaran kelompok, dan model pembelajaran problem poshing.
Konstruktivisme menurut pandangan Vygotsky menekankan pada pengaruh budaya. Vygotsky berpendapat fungsi mental yang lebih tinggi bergerak antara interpsikologi (interpsychological) melalui interaksi sosial dan intrapsikologi (intrapsychological) dalam benaknya. Internalisasi dipandang sebagai transformasi dari kegiatan eksternal ke internal. Ini terjadi pada individu bergerak antara interpsikologi (antar orang) dan intrapsikologi (dalam diri individu).
(53)
Teori Vigotsky pada paragraf sebelumnya memiliki arti yang sama dengan pendapat Vigotsky (1978: 4) Vygotsky stresses that cognitive development is a social activity. “Every function in the child’s cultural development appears twice: first, on the social level, and later, on the individual level; first, between people (interpsychological) and then inside the child (intrapsychological).” (1978: 4). Adolescents develop their own thoughts and attitudes through social interaction and communication with peers and other members of society.
Berkaitan dengan perkembangan intelektual siswa, Vygotsky mengemukakan dua ide. Pertama, bahwa perkembangan intelektual siswa dapat dipahami hanya dalam konteks budaya dan sejarah pengalaman siswa Van der Veer dan Valsiner dalam Slavin (2000: 256), Kedua, Vygotsky mempercayai bahwa perkembangan intelektual bergantung pada sistem tanda (sign system) setiap individu selalu berkembang Ratner dalam Slavin (2000: 43). Sistem tanda adalah simbol-simbol yang secara budaya diciptakan untuk membantu seseorang berpikir, berkomunikasi, dan memecahkan masalah, misalnya budaya bahasa, system tulisan, dan sistem perhitungan.
(54)
Berkaitan dengan pembelajaran, Vygotsky mengemukakan empat prinsip seperti yang dikutip oleh Slavin (2000: 256) yaitu:
(1) Pembelajaran sosial (social leaning). Pendekatan pembelajaran yang dipandang sesuai adalah pembelajaran kooperatif. Vygotsky menyatakan bahwa siswa belajar melalui interaksi bersama dengan orang dewasa atau teman yang lebih cakap;
(2) ZPD (zone of proximal development). Bahwa siswa akan dapat mempelajari konsep-konsep dengan baik jika berada dalam ZPD. Siswa bekerja dalam ZPD jika siswa tidak dapat memecahkan masalah sendiri, tetapi dapat memecahkan masalah itu setelah mendapat bantuan orang dewasa atau temannya (peer); Bantuan atau support dimaksud agar si anak mampu untuk mengerjakan tugas-tugas atau soal-soal yang lebih tinggi tingkat kerumitannya dari pada tingkat perkembangan kognitif si anak;
(3) Masa magang kognitif (cognitif apprenticeship). Suatu proses yang menjadikan siswa sedikit demi sedikit memperoleh kecakapan intelektual melalui interaksi dengan orang yang lebih ahli, orang dewasa, atau teman yang lebih pandai;
(4) Pembelajaran termediasi (mediated learning). Vygostky menekankan pada scaffolding. Siswa diberi masalah yang kompleks, sulit, dan realistik, dan kemudian diberi bantuan secukupnya dalam memecahkan masalah siswa. Inti teori Vigotsky adalah menekankan interaksi antara aspek internal dan eksternal dari pembelajaran dan penekanannya pada lingkungan sosial pembelajaran.
Menurut teori Vygotsky, fungsi kognitif manusia berasal dari interaksi sosial masing-masing individu dalam konteks budaya. Vygotsky juga yakin bahwa pembelajaran terjadi saat siswa bekerja menangani tugas-tugas yang belum dipelajari namun tugas-tugas tersebut masih dalam jangkauan
(55)
kemampuannya atau tugas-tugas itu berada dalam zona of proximal developmentmereka.
Berdasarkan pendeskripsian pada paragraf sebelumnya, pendapat Vygotsky mengenai pembelajaran kognitif lebih menekankan kepada interaksi sosial, budaya, dan pengalaman pada lingkungan sekitar. Hal ini berkaitan dengan keterampilan sosial, karena faktor yang mempengaruhi keterampilan sosial diantaranya adalah keluarga, lingkungan, kepribadian, dan meningkatkan kemampuan penyesuaian diri. Selain itu teori Vygotsky berkaitan juga dengan ciri–ciri keterampilan sosial, bahwa seseorang yang memiliki keterampilan sosial dalam diri seseorang tersebut akan memiliki keterampilan berkomunikasi dan perilaku interpersonal. Budaya juga dapat berpengaruh terhadap keterampilan sosial, karena dari budaya dapat membentuk sikap kepribadian sesorang.
Berdasarkan pendeskripsian teori Vygotsky pada paragraf sebelumnya, Nampak jelas bahwa bentuk nyata dari terkaitnya teori belajar Vygotsky dengan instrumen keterampilan sosial yaitu hasil dari pengukuran menggunakan angket sosiometri, bahwa siswa yang dikucilkan adalah rata-rata siswa yang memiliki keterampilan sosial yang belum baik, karena kemampuan untuk bisa berkomunikasi dengan
(56)
orang lain, memecahkan masalah belum begitu nampak. Penyebab dari hal tersebut diantaranya adalah sikap menyendiri atau tertutup, dan lain-lain. Hal ini merupakan faktor lain dari keterampilan sosial siswa yang belum baik, sehingga guru dapat mencarikan solusinya dengan mengetahui siswa-siswa yang bermasalah dan mencoba untuk menggabungkan dengan yang keterampilan sosialnya sudah cukup baik. Keterampilan sosial yang dimiliki individu yang satu dengan yang lain dapat ditularkan dari komunikasi, hubungan yang baik antar individu dan kemampuan memecahkan masalah. Selain pendapat Vigotsky pendapat yang lain juga di kemukakan oleh Albert Bandura.
2.1.3.2 Teori belajar Albert Bandura
Teori sell- efficacy merupakan cabang dari social cognitive teorinya dikemukakan oleh Albert Bandura (juga bisa dikenal dengan social learning theory). Teori kognitif sosial menurut Bandura menyoroti pertemuan yang kebetulan (chance encounters) dan kejadian tidak terduga (fortuitous events) meskipun pertemuan dan peristiwa tersebut tidak serta merta mengubah jalan hidup manusia. Cara manusia bereaksi terhadap pertemuan/kejadian itulah yang biasanya berperan lebih kuat dibandingkan dengan peristiwa itu sendiri.
(57)
Beberapa asumsi awal dan mendasar dari teori kognitif sosial bandura adalah learning theory (teori pembelajaran) yang berasumsi bahwa manusia cukup fleksibel dan sanggup mempelajari beragam kecakapan bersikap maupun berperilaku, dan bahwa titik pembelajaran terbaik dari itu semua adalah adanya pengalaman–pengalaman tidak terduga (vicarious experinces). Teori kognitif sosial Bandura juga mengambil sudut pandang manusia sebagian agen terhadap dirinya sendiri, artinya bahwa manusia memiliki kapasitas untuk melatih kendali atas hidupnya.
Bandura (1963: 4) yakin bahwa manusia (human agency) adalah makhluk yang sanggup mengatur dirinya, proaktif, reflektif dan mengorganisasikan dirinya. Selain itu, manusia juga memiliki kekuatan untuk mempengaruhi tindakan mereka sendiri demi menghasilkan konsekuensi yang diinginkan. Oleh sebab itu, Bandura memperkenalkan konsep sell-efficacy. Bandura (1963: 4) mendefinisikan sell-efficacy sebagai keyakinan manusia pada kemampuan mereka untuk melatih sejumlah ukuran pengendalian terhadap fungsi diri mereka dan kejadian–kejadian di lingkungannya.
Pendeskripsian pada paragraf sebelumnya mengenai teori Bandura yang lebih menekankan pada pengontrolan diri sama halnya dengan pendapat Bandura (1971: 2) bahwa the idea that
(58)
man’s action are under external control, though amply documented was not enthusiastically received for a variety of reasons. To most people it unfortunately implied one–way influence process that reduced man to helpless reactor to the vagaries of external rewards and punishments.
Berdasarkan pendeskripsian pada paragraf sebelumnya, Bandura lebih menekankan pada pengontrolan diri sendiri, proaktif, reflektif dan mengorganisasikan dirinya dengan kejadian–kejadian yang ada pada lingkungannya. Hal ini berkaitan dengan keterampilan sosial, karena pada ciri–ciri individu yang memiliki keterampilan sosial, individu itu proaktif, prososial, saling memberi dan menerima secara seimbang. Selain itu teori belajar kognitif Bandura juga menekankan pada pengontrolan diri sendiri, dan hal ini ada dalam dimensi keterampilan sosial yang ada pada instrumen keterampilan sosial berbasis observasi dan sosiometri, bahwa dimensi keterampilan sosial meliputi hubungan dengan teman sebaya, manajemen diri, kemampuan akademis, kepatuhan, dan perilaku asertif (assertion). Terkait dengan teori belajar, teori pembelajaran IPS juga penting untuk diketahui. Berikut akan dijelaskan lebih jelas mengenai pembelajaran IPS.
(59)
2.1.4 Pembelajaran IPS
Pembelajaran IPS merupakan suatu program pembelajaran yang terpadu dengan berbagai disiplin ilmu yang bahannya bukan saja ilmu melainkan juga segala gerak kegiatan dasar dari manusia, lingkungan alam dan sosial dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. IPS dikenal dengan berbagai istilah misalnya social secience education, social studies, dan social education Somantri (2001: 71).
IPS suatu program pendidikan yang merupakan satu keseluruhan, yang pokok persoalanya mengenai manusia dan lingkungan sosialnya dan yang bahannya diambil dari berbagai sumber ilmu–ilmu sosial seperti sejarah, ekonomi, antropologi, geografi, sosial politik dan psikologi. Pendidikan IPS digambarkan sebagai program pendidikan yang memilih bahan pendidikan dari disiplin ilmu-ilmu sosial dan humanities yang diorganisasikan dan disajikan secara ilmiah dan psikologi untuk tujuan pendidikan.
Somantri (2001: 191), pendidikan IPS adalah seleksi dan rekontruksi dari disiplin ilmu pendidikan dan disiplin ilmu sosial dan humaniora yang diorganisir dan disajikan secara psikologi dan alamiah untuk tujuan pendidikan.
Pendapat lain Somantri dalam Sapriya (2009: 11), pendidikan IPS adalah penyederhanaan atau adaptasi dari disiplin ilmu-ilmu sosial dan humaniora serta kegiatan dasar manusia yang diorganisasikan dan disajikan secara ilmiah dan pedagogis untuk tujuan pendidikan.
(60)
Berdasarkan inti dari definisi di atas bahwa IPS adalah kajian yang terintegrasi dari ilmu-ilmu sosial dan ilmu kemanusiaan untuk meningkatkan rasa kewarganegaraan, yang dikaji secara sistematis dari berbagai disiplin ilmu-ilmu sosial seperti sejarah, ekonomi, antropologi, geografi, sosial politik, dan psikologi serta sesuai dengan isi ilmu kemanusian, matematika, dan ilmu alam. Dari berbagai pendapat di atas bahwa pendidikan IPS selalu berkaitan dengan kehidupan manusia dalam masyarakat secara nyata yang dialami dan dilakukan dalam memenuhi kebutuhan, dalam mengatasi masalah untuk meningkatkan taraf hidup.
IPS merupakan pendidikan yang praktis karena dapat diberikan dari sekolah dasar hingga perguruan tinggi, yang mana pendidikan IPS mempelajari, mengkaji, menganalisis, semua perilaku manusia baik secara pribadi maupun bersama-sama di muka bumi, jati diri pendidikan IPS adalah kerja sama disiplin ilmu pendidikan dengan disiplin ilmu-ilmu sosial untuk tujuan pendidikan yaitu adanya seperangkat kemampuan: (a) memilih bahan pendidikan dari disiplin ilmu-ilmu sosial dan humanities untuk tujuan pendidikan, (b) mengorganisasikan bahan pendidikan, (c) menyajikan metode secara ilmiah dan psikologi, (d) menilai hasil belajar pendidikan IPS.
(1)
DAFTAR PUSTAKA
Anas, Sudijono.1995. Pengantar Evaluasi Pendidikan. Rajawali Pers. Jakarta.
Arifin, Zainal. 2009. Evaluasi Pembelajaran. PT Remaja Rosdakarya. Bandung.
Arikunto, Suharsimi. 2008. Prosedur Penelitian. Rineka Cipta. Jakarta.
Borg, W.R. & Gall, M.D. Gall. 1989. Educational Research: An Introduction, Fifth Edition. Longman. New York.
Baharuddin dan Esa Nur Wahyuni. 2007. Teori Belajar dan Pembelajaran. Ar Ruz Media. Jogjakarta.
Bandura, A. dan Walters, R.H., 1963. Social Learning and Personality development. Holt Rinehart Sr Winston. New York.
Bandura Albert and Robert Jefferg. 1971. “ Role of symbolic coding and Rehearsal processes in observational learning.”unpublised monoscript, Stanfond University,.
Caldarella, P. & Merrell, K. 1997. Common dimensions of social skills of children and adolescents. A taxonomy of positive behaviors. School Psychology View, 26, 264-278
Chapter II Universitas Sumatera. 2011. Arti Penting Keterampilan Sosial.
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/23250/2/Chapter%20II.pdf unduh 15 juni, pukul 15.00 WIB Arti penting Keterampilan Sosial
(2)
Cartledge, G., Adedapo, C., & Johnson, C. T. Spring 1992. Teacher and Parent Assessments of the Social Competence of Inner-City Children: Issues of Gender within Race. Journal of Negro Education. Vol. 67, No. 2 Retrieved on Jun 21, 2014 from http://www.jstor.org
Darsono,M. 2000. Belajar dan Pembelajaran. IKIP Semarang Press. Semarang.
Dimyati & Mudjiono. 1994. Belajar dan Pembelajaran. Depdikbud. Jakarta.
Djamarah, Syaiful Bahri dan asswan Zain. 2006. Strategi Belajar Mengajar. Rineka Cipta. Jakarta.
Djumiati. 2010. Model Pembelajaran Make a Match. Jurnal Kependidikan Dasar Volume1 Nomor 2, Februari. Semarang.
Fajar, Arnie. 2005. Portofolio dalam Pelajaran IPS, PT. Remaja Rosdakarya. Bandung.
Fitira, Wahyu pinilih.2013. Pengembangan Instrumen Penilaian Produk Pada Pembelajaran IPA.
http://www.scribd.com/document_downloads/direct/168305890?extension =pdf&ft=1402820836<=1402824446&user_id=254716549&uahk=rOJi VRVGGpSAW9ysnB06x4k3I4s Pengembangan Instrumen diunduh 15 juni 2014 pukul 15.28 WIB
Gay, L.R. 1991. Educational Evaluation and Measurement: Com-petencies for Analysis and Application. Second edition. New York: Macmillan Publishing Compan.
Gerungan,W.A. 2004. Psikologi Sosial. Refika Aditama. Bandung
Greene,O,J.,Burleson,R,B. 2003. Handbook of Communication and Social interaction skills.Mahwah:Lawrence Erbaum Associates Publishers.
Government of Pakistan . 2002. National Curriculum Social Studies Islam abad. Ministry of Education.
(3)
Gagne, R. & Briggs,L.J. 1979. Principle of Instruksional Design. New York: Holt Rinchart and winstone.
Hair, E. C. Jager, J. & Garrett.S. B. July 2002. Research Brief: Helping Teens Develop Healthy Social skills And Relationships: What the research Shows about Navigating Adolesence. Retrieved Juni 21, 2014 from
http://www.childtrends. org/Files/K3Brief.pdf.
Hamalik, Oemar 2004. Proses Belajar Mengajar: Bumi Aksara.Jakarta.
Hilyatul Maula. 2013. Pengembangan Instrumen Evaluasi Pembelajaran Non tes Untuk Mengevaluasi Karakter Siswa.
http://www.fkipunisma.ac.id/jurnal/jp3-volome-1-nomor-11-agustus- 2013/pengembangan-instrumen-evaluasi-pembelajaran-non-tes-untuk- mengevaluasi-karakter-siswa-dalam-pembelajaran-matematika-kelas-viii-smp-sederajat.
Johnson, Elaine B. 2002. Contextual Teaching and Learning : What it is and why
it’s here to stay. Thousand Oaks: Corwin Press, Inc.
Kasinu, Akhmad. 2007. Metodelogi Penelitian Sosial Konsep, Prosedur dan Aplikasi. CV. Janggala Pustaka Utama. Kediri.
Liebert, R.M. 1995. Apa yang berkembang dalam perkembangan moral?.
Dlm.Kurtines, W.M. & Gerwitz, J.L. (pnyt.). Moralitas, perilaku moral, dan perkembangan moral:287-313. Terj. Soelaeman, M.I. & Dahlan, M.D. Penerbit Universitas Indonesia, Jakarta.
Iif Khoiru, Ahmadi & Sofan Amri. 2011. Mengembangkan Pembelajaran IPS Terpadu. Prestasi Pustaka. Jakarta.
Maryani, Enok.2011.Pengembangan Program Pembelajaran IPS untuk Meningnkatkan Keterampilan Sosial. Alfabeta. Jakarta.
Marshall/ M.L. 2002. Examining School Climate: Defining Factors and educational influence. Center For research On School Safety. School Climate and Classroom: Management Georgia State University.
(4)
Merrel, K.W., dan Gimpel, G.A., 1998. Social Skill of Children and Adolescent: Conceptualization, Assement, and Treatment, Mahwah, NJ: Earlbum.
Mulyatiningsih, Endang. 2011. Penelitian Terapan. UNY Press. Yogyakarta.
Namka, L. 1997. Social skills and Positive Mental Health. Retrieved on August 14th 2006 from http://members.aol.com/AngriesOut/ teach4.htm
Nasar. 2006. Merancang Pembelajaran Aktif dan Konstektual Berdasarkan
“SISCO” 2006. PT Gramedia Widiaksara. Jakarta.
P. Prabawa, I W S. Warpala. 2013. Pengembangan Bahan Ajar Multimedia berbasis Proyek Pada Mata Pelajaran Audio dan Vidio di SMK N 1 Sukasada. Jurnal Program Pasca Sarjana Universitas Pendidikan Ganesa.
Pargito. 2010. Penelitian dan Pengembangan Bidang Pendidikan. Modul Pembejaran. Bandar Lampung
Rusman, Teddy. 2011. Aplikasi Statistik Penelitian Dengan SPSS. Bandar Lampung.
Rochmad. 2011. Model pengembangan perangkat pembelajaran matematika. Artikel diambil dari http://blog.unnes.ac.id/rochmad/files/2011/03/Desain- Model-Pengembangan.pdf. Diakses pada tanggal 19 Maret 2011
Rohman, Arif. 2011. Memahami Pendidikan dan Ilmu Pendidikan. CV. Aswaja Pressindo.Yogyakarta.
Sardiman,A.M. 2006. Media Pendidikan. CV Rajawali. Jakarta.
Sapriya.2009. Pendidikan IPS. PT Remaja Rosda Karya. Bandung.
Saifuddin Azwa. 2013. Sikap Manusia Teori dan Pengukurannya. Pustaka Pelajar. Yogyakarta.
(5)
Sagala, Syaiful. 2003. Konsep dan Makna Pembelajaran. Alfabeta. Bandung.
Santyasa, I W. 2005. Analisis butir dan konsistensi internal tes. Makalah.
Disajikan dalam work shop bagi para pengawas dan kepala sekolah dasar di Kabupaten Tabanan, 20-25 Oktober 2005, di Kediri, Tabanan, Bali.
Santyasa, I W. 2011. Pembelajaran inovatif. Bahan ajar. Singaraja: Undiksha., I
Slameto. 2010. Belajar dan Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi. Rineka Cipta. Jakarta
Soemanto,Wasty.2006. Psikologi Pendidikan. Landasan Kerja Pemimpin Pendidikan. Rineka Cipta. Jakarta.
Somantri, H.M. Numan. 2001. Menggagas Pembaharuan Pendidikan IPS. UPI-Rosdakarya. Bandung
Slavin, Robert E. 2000. Educational Psychology-Theory and Practice. Fourth Edition. Boston, Allyn and Bacon.
Sudarman. 2007. Problem Based Learning: Suatu Model Pembelajaran Untuk Mengembangkan dan Meningkatkan Kemampuan Memecahkan Masalah. Jurnal Pendidikan Inovatif. Jakarta.
Sudjana. 2002. Metode Statistika. Bandung: PT Tarsito . Bandung.
Sugiyono. 2008. Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Alfabeta. Bandung.
Sugiyono. 2011. Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Alfabeta. Bandung.
Sukardi. 2003. Metodologi Penelitian Pendidikan: Kompetensi dan praktinya. Bumi Aksara. Jakarta.
(6)
Supardan, Dadang. 2011. Pengantar Ilmu Sosial: Sebuah Kajian Pendekatan Struktural. Bumi Aksara. Jakarta.
Supardan, Dadang. 2015. Pembelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial: Perspektif Filosofi dan Kurikulum. Bumi Aksara. Jakarta.
Suryabrata, Sumadi. 2008. Metodologi Penelitian. Raja Grafindo. Jakarta.
Taylor, L., 1993,”Vygotskian influences in mathematics education, with particular reference to attitude development”, Focus on learning Problems in Mathematics, Vol.15, Page 3-17.
Trianto. 2009. Mendesain Model Pembelajaran Inovatif Progesif: Konsep, Landasan, dan Implementasisinya pada KTSP. Jakarta: Kencana Prenanda Media Group.
Utari, Retno. 2015. Taksonomi Bloom, Apa dan bagaimana menggunakannya?. Pusdiklat KNPK.
Vygotsky’s. 1978. Educational Theory in Cultural Context, Cambridge Universty press.
Walter Dick, Lou Carey and James O. Carey. 2001. The Systematic Design of Instruction. Boston: Pearson.