1Sistem Pertanian Berkelanjutan; diseminarkan pada Seminar Periodik Fakultas Pertanian Universitas HKBP Nommensen, 1997; 2 Parlindungan Lumbanraja; Staf
Pengajar di Program Studi Agroekoteknologi, Fakultas Pertanian, Universitas HKBP Nommensen-Medan.Dimuat pada Prosiding Seminar.
Page 5
III. Beberapa Alternatif dalam Mensukseskan Penerapan Pertanian Berkelanjutan
3.1. Potensi Lahan dan Keberlanjutan
Karena pada kenyataannya lahan memiliki kesuburan yang berbeda-beda, sehingga Sediono 1992 mencoba mengutarakan pentingnya ada
kebijakan dalam menetapkan luas batas minimum pemilikan lahan. Atas dasar perbedaan kesuburan tanah di atas tersebut juga maka perlu
penggunaan tanah untuk tujuan tertentu yang sesuai dengan kemampuan lahan tersebut. Lal et al., 1990 mencoba mengelompokkan lahan
kedalam tiga kelompok besar, yaitu: lahan kelas A merupakan kelompok
lahan dengan potensi produktivitas tinggi sehingga tidak respon terhadap
masukan yang besar; lahan kelas B merupakan kelompok lahan dengan
potensi produktivitas sedang sehingga besarnya input sangat
mempengaruhi outputnya, jadi sangat respon terhadap input; lahan kelas C merupakan kelompok lahan yang potensi produktivitasnya rendah atau
kritis sehingga tidak respon terhadap input. Hubungan masing-masing kelompok lahan tersebut terhadap masukan
yang diberikan dan oputput yang dihasilkan disajikan pada Gambar 1. Jadi jelas kiranya bahwa pemilikan lahan A dengan luas yang telatif kecil
sudah akan memberikan produksi yang cukup tinggi, sedangkan lahan B perlu luas lahan olah yang lebih besar lagi dari lahan A dan lahan B perlu
lebih luas lagi dari lahan C untuk mendapatkan produksi yang sama dengan lahan A.
1Sistem Pertanian Berkelanjutan; diseminarkan pada Seminar Periodik Fakultas Pertanian Universitas HKBP Nommensen, 1997; 2 Parlindungan Lumbanraja; Staf
Pengajar di Program Studi Agroekoteknologi, Fakultas Pertanian, Universitas HKBP Nommensen-Medan.Dimuat pada Prosiding Seminar.
Page 6
Hal ini juga menggambarkan bahwa perlu adanya penggunaan teknologi dan pemanfaatan lahan yang berbeda untuk masing-masing lahan
tersebut guna memperoleh hasil yang optimal. Misalnya karena dari segi input teknologi lahan C memerlukan masukan yang sangat besar jika
digunakan untuk lahan produksi tanaman pangan, maka jadikan saja untuk penggunaan lain yang dengan pemasukan rendah tetapi masih
menguntungkan, misalnya untuk lahan penggembalaan atau penghijauan. Begitu juga dengan lahan B penggunaannya untuk lahan produksi sangat
tergantung pada perbandingan ekonomis output terhadap input yang diberikan, sedangkan lahan A karena pada dasarnya dengan input yang
rendah sudah akan memberikan hasil yang tinggi maka sudah barang
lahan C, 2 lahan C, 2.5
lahan C, 2.5 lahan C, 2.6
lahan B, 3 lahan B, 3.5
lahan B, 4 lahan B, 4.5
lahan A, 5 lahan A, 5.7
lahan A, 6.7 lahan A, 7.3
1 2
3 4
5 6
7 8
input 1 input 2
input 3 input 4
o u
tp u
t
Gambar 1. Hubungan Kesuburan Lahan, Input dan Output
lahan C lahan B
lahan A Linear lahan B
1Sistem Pertanian Berkelanjutan; diseminarkan pada Seminar Periodik Fakultas Pertanian Universitas HKBP Nommensen, 1997; 2 Parlindungan Lumbanraja; Staf
Pengajar di Program Studi Agroekoteknologi, Fakultas Pertanian, Universitas HKBP Nommensen-Medan.Dimuat pada Prosiding Seminar.
Page 7
tentu lahan ini diprioritaskan untuk lahan produksi tanaman pangan. Dengan cara tersebut di atas diharapkan produktivitas lahan tersebut akan
tetap terjaga sehingga dengan demikian keterlanjutan dari pemanfaatan lahan tersebut akan dapat dipertahankan dalam waktu yang takterbatas.
Jika tidak demikian pemaksaan lahan C untuk pengusahaan tanaman pangan misalnya hanya akan memperbesar input dengan tanpa memberi
tambahan produksi yang berarti, bahkan ini merupakan suatu kerugian ekonomi saja.
Selain itu, dengan tidak tanggapnya lahan tersebut terhadap masukan yang besar, disamping mubajir, masukan yang diberikan akan menjadi
sumber dampak negatif terhadap kondisi lingkungan setempat, misalnya menjadi sumber pencemaran atau kerusakan lainnya.
3.2. Pengelolaan Terpadu dan Pertanian Berkelanjutan