UPAYA MENINGKATAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR MATEMATIKA MELALUI MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE STUDENT TEAMS ACHIEVEMENT DEVISION (STAD) BAGI SISWA KELAS III SD XAVERIUS 3 BANDARLAMPUNG TAHUN PELAJARAN 2012-2013

(1)

UPAYA MENINGKATAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR MATEMATIKA MELALUI MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE

STUDENT TEAMS ACHIEVEMENT DEVISION (STAD) BAGI SISWA KELAS III SD XAVERIUS 3 BANDARLAMPUNG TAHUN PELAJARAN

2012-2013 Oleh FA Sri Handayani

Penelitian ini dilatarbelakangi oleh masalah: (1) rendahnya aktivitas belajar siswa dan (2) rendahnya hasil belajar siswa. Penelitian ini bertujuan untuk:

(1)meningkatkan aktivitas belajar siswa melalui penggunaan model pembelajaran cooperatif learning tipe STAD, dan (2) meningkatkan hasil belajar siswa melalui penggunaan model pembelajaran cooperative learning tipe STAD.

Metode penelitian ini menggunakan Penelitian Tindakan Kelas yang dilakukan dalam 4 langkah kegiatan yang meliputi kegiatan perencanaan, melakukan tindakan, observasi dan refleksi. Instrumen yang digunakan adalah perangkat tes, lembar observasi yang digunakan untuk mengamati aktivitas siswa dan kinerja guru. Subjek penelitian adalah siswa kelas III SD Xaverius 3 Bandarlampung yang berjumlah 43 orang, yang terdiri dari 22 siswa laki-laki dan 21 siswa perempuan.

Hasil analisis data diperoleh bahwa: (1) terdapat peningkatan aktivitas siswa dari siklus I ke siklus II sebesar 9,25% dari 70,63% (sedang) menjadi 79,88% (tinggi). (2) Peningkatan kinerja guru dari siklus I ke siklus II sebesar 4,58% dari 74,79% (sedang) menjadi 79,37% (tinggi), dan (3) hasil ketuntasan belajar matematika siswa secara klasikal melalui penggunaan model pembelajaran cooperative learning tipe STAD menunjukkan peningkatan yang cukup berarti dari 74,42% pada siklus I menjadi 86,05% pada siklus II, peningkatannya mencapai 11,63%. Dengan demikian pembelajaran dengan mempergunakan model pembelajaran cooperative learning tipe STAD dapat dijadikan salah satu alternatif dalam pembelajaran matematika untuk meningkatkan aktivitas dan hasil belajar siswa. Kata kunci: Aktivitas, hasil belajar, model pembelajaran cooperative learning tipe STAD.


(2)

BAB I PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang Masalah

Pendidikan merupakan suatu aspek kehidupan yang sangat mendasar bagi pem-bangunan suatu bangsa. Dalam penyelenggaraan pendidikan di sekolah yang melibatkan guru sebagai pendidik dan siswa sebagai peserta didik dapat diwujudkan dengan adanya interaksi belajar mengajar atau proses pembelajaran di dalam kelas. Dalam hal ini, guru dengan sadar merencanakan kegiatan pengajarannya secara sistematis dan berpedoman pada seperangkat aturan dan rencana pendidikan yang dikemas dalam bentuk kurikulum.

Undang-Undang No 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, bab II pasal 3 yang mengamanatkan :

“Pendidikan Nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia beriman dan bertakwa kepada Tuhan yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.”

Berdasarkan pengamatan riil di lapangan, proses pembelajaran di sekolah dewasa ini masih kurang meningkatkan keaktifan dan kreativitas siswa dalam belajar karena masih banyak tenaga pendidik yang menggunakan metode konvensional secara monoton dalam kegiatan pembelajaran di kelas, sehingga suasana belajar terkesan kaku dan didominasi oleh guru.


(3)

Pendidik perlu menyusun dan melaksanakan kegiatan belajar mengajar di mana para peserta didik dapat aktif membangun pengetahuannya sendiri. Hal ini sesuai dengan pandangan kontruktivisme yaitu keberhasilan belajar tidak hanya tergantung pada lingkungan atau kondisi belajar, tetapi juga pada pengetahuan awal siswa. Belajar melibatkan pembentukan “makna” oleh siswa dari apa yang mereka lakukan, lihat, dan dengar.

Mutu pendidikan di tingkat Sekolah Dasar masih jauh dari yang kita harapkan. Para peserta didik masih menggantungkan sepenuhnya hasil belajarnya pada materi pelajaran yang diberikan oleh guru. Mereka kurang kreatif dan terkesan tidak mau mempelajari hal-hal lain di luar hal yang diajarkan oleh guru. Di dalam kelas masih banyak terjadi komunikasi satu arah. Guru yang aktif mengajar dan siswa hanya mendengarkan apa yang diajarkan guru baru kemudian melakukan apa-apa sesuai perintah guru. Hal inilah yang sering menyebabkan prestasi belajar siswa kurang memuaskan. Selain itu, jumlah siswa dalam satu kelas yang terlalu banyak menjadikan beberapa orang siswa memiliki konsentrasi belajar yang rendah sehingga berpengaruh terhadap hasil belajar siswa tersebut.

Tugas utama guru adalah mendidik, mengajar, dan menjadikan siswa atau peserta didiknya memahami bahan pelajaran yang ia berikan sehingga dapat mencapai prestasi yang terbaik. Agar guru dapat melaksanakan tugasnya dengan baik, maka guru harus mampu menguasai berbagai kemampuan dalam mengajar. Di samping itu guru juga harus memiliki kemampuan untuk mengembangkan diri secara profesional. Seorang guru yang profesional akan memiliki kepekaan dan mampu menyelesaikan masalah yang dihadapi siswa dalam pembelajaran.


(4)

Keberhasilan siswa dalam belajar sangat ditentukan oleh strategi pembelajaran yang dilakukan oleh guru. Guru dituntut untuk memahami komponen-komponen dasar dalam melaksanakan kegiatan pembelajaran di dalam kelas. Mengajar tidak hanya sekedar mentransfer ilmu pengetahuan akan tetapi sejumlah perilaku yang akan menjadi kepemilikan siswa.

Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) memfokuskan pada perolehan kompetensi tertentu oleh peserta didik. Karenanya kegiatan pembelajaran diarahkan untuk membantu peserta didik menguasai materi pelajaran sekurang-kurangnya sampai pada Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) yang ditentukan oleh sekolah. Dalam hal ini Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) untuk mata pelajaran matematika adalah 65. Dari hasil evaluasi pelaksanaan pembelajaran khususnya bidang studi matematika menunjukkan bahwa rata-rata hasil belajar tentang materi pembagian pada siswa kelas 3 SD Xaverius 3 Bandarlampung belum memuaskan.

Hasilnya dapat dilihat dari diagram di bawah ini:

Gambar 1.1 Diagram Hasil Ulangan Formatif Matematika (Sumber: Tes Formatif) urang mencukupinya hasil belajar siswa di atas diduga disebabkan oleh faktor kinerja guru yang kurang profesional dan motivasi belajar siswa yang rendah serta

Diagram Hasil Belajar Matematika Sebelum dilakukan PTK

21% 16%

63%

Baik Sedang Kurang


(5)

penggunaan metode pembelajaran yang kurang tepat. Dalam pengamatan terlihat bahwa siswa kurang konsentrasi saat menyimak penjelasan guru pada saat menjelaskan materi pelajaran dan kurang bersemangat saat mengikuti proses pembelajaran. Sebagian siswa bahkan asyik dengan kegiatannya sendiri, ada yang mengobrol dengan teman sebangkunya, ada yang asyik bermain, dan ada juga yang mendengarkan penjelasan guru sambil mencatat. Sebagian siswa belum menguasai perkalian dasar, sehingga sulit untuk memahami materi pembagian. Sehubungan dengan perbaikan-perbaikan dalam tindakan kelas sebagai suatu upaya meningkatkan prestasi belajar siswa khususnya dalam pelajaran matematika.

Berdasarkan latar belakang masalah tersebut di atas, maka perlu dilakukan penelitian tentang penggunaan model pembelajaran cooperatif learning tipe Student Teams Achievement Devision (STAD) dalam pembelajaran matematika pada siswa kelas 3 SD Xaverius 3 Bandarlampung.

1.2Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah tersebut di atas, maka dapat diambil rumusan masalah sebagai berikut:

1. “Apakah model pembelajaran cooperative learning tipe STAD dapat meningkatkan aktivitas pembelajaran matematika pada siswa kelas III SD Xaverius 3 Bandarlampung?”


(6)

2. “Apakah model pembelajaran cooperative learning tipe STAD dapat meningkatkan hasil belajar matematika pada siswa kelas III SD Xaverius 3 Bandarlampung?

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah untuk:

1. meningkatkan aktivitas siswa kelas III (Tiga) SD Xaverius 3 Bandarlampung terutama dalam pembelajaran matematika dengan mempergunakan model

pembelajaran cooperative learning tipe STAD.

2. meningkatkan hasil belajar siswa kelas III (Tiga) SD Xaverius 3 Bandar- lampung terutama dalam pembelajaran matematika dengan mempergunakan model pembelajaran cooperative learning tipe STAD.

1.4Manfaat Penelitian

Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan manfaat bagi :

1. Siswa, yaitu dapat meningkatkan motivasi belajar, menimbulkan minat, menciptakan suasana yang aktif dan kreatif, meningkatkan rasa tanggung jawab dalam belajar dan meningkatkan sikap sosial, sehingga dapat meningkatkan prestasi belajar dan dapat menciptakan suasana pembelajaran yang kondusif.

2. Guru, yaitu dapat memperbaiki dan mengembangkan kemampuan merencanakan proses pembelajaran yang menarik dan menyenangkan sehingga dapat meningkatkan aktivitas dan hasil belajar siswa.


(7)

3. Sekolah, yaitu dapat memperoleh sumbangan pemikiran yang bermanfaat dalam usaha meningkatkan mutu pembelajaran di SD Xaverius 3

Bandarlampung.

4. Bagi peneliti, dapat memberikan manfaat bagi peneliti untuk

mengembangkan kompetensi diri dalam memecahkan suatu permasalahan serta sebagai referensi dan refleksi diri dalam meningkatkan kualitas pelayanan di bidang pendidikan di samping sebagai pelaksanaan tugas akhir studi dalam persyaratan penyelesian menempuh pendidikan Strata 1 (S1) PGSD.


(8)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Belajar

Belajar adalah sebagai proses perubahan perilaku, akibat interaksi individu de-ngan lingkude-ngan. Perubahan perilaku dalam proses belajar adalah akibat dari interaksi dengan lingkungan (Suryana, 2006:3).

Menurut Sardiman (2011:21) “belajar adalah berubah”. Dalam hal ini yang dimaksud belajar berarti usaha merubah tingkah laku. Jadi belajar akan membawa suatu perubahan pada individu-individu yang belajar. Perubahan tidak hanya berkaitan dengan penambahan ilmu pengetahuan, tetapi juga kecakapan, keterampilan, sikap, pengertian, harga diri, minat, watak, dan penyesuaian diri. Jelasnya menyangkut segala aspek organisme dan tingkah laku pribadi seseorang. Dapat juga dikatakan belajar itu sebagai rangkaian kegiatan jiwa raga, psiko fisik untuk menuju ke perkembangan pribadi manusia seutuhnya, yang berarti menyangkut unsur cipta, rasa dan karsa, ranah kognitif, afektif, dan

psikomotorik.

Belajar adalah berusaha memperoleh kepandaian atau ilmu, berlatih, berubah tingkah laku atau tanggapan yang disebabkan oleh pengalaman. (Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa pada laman http://pusatbahasa.diknas. go.id/kbbi/index.Php, diunduh pada tanggal 23 September 2012).


(9)

Belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan oleh seseorang untuk memperoleh suatu perubahan yang baru sebagai hasil pengalaman sendiri

dalam interaksi dengan lingkungan (Fatthurrohman dan Sutikno, 2011:5).

Menurut Slamento (2003:57) belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya.

Dari beberapa definisi tentang belajar di atas, dapat disimpulkan bahwa belajar itu sesungguhnya adalah sebuah “perubahan” yang terjadi pada diri seseorang setelah melakukan aktivitas tertentu. Perubahan itu ada yang bisa diamati secara langsung seperti misalnya dari tidak bisa membaca menjadi bisa membaca, dari tidak bisa menulis menjadi bisa menulis, dan dari tidak bisa berhitung menjadi bisa berhitung. Ada pula perubahan yang tidak dapat diamati secara langsung namun akan terasa perubahannya setelah proses belajar itu berlangsung selama beberapa saat misalnya perubahan sikap dan tingkah laku siswa.

Dalam belajar, hal yang terpenting adalah proses bukan hasil yang diperoleh. Hasil dari belajar harus diperoleh dengan usaha sendiri, adapun orang lain seperti orangtua dan guru hanya sebagai perantara atau penunjang dalam kegiatan belajar agar belajar itu dapat berhasil dengan baik. Untuk dapat belajar dengan baik, siswa membutuhkan suasana yang wajar tanpa tekanan, membutuhkan bimbingan dan bantuan guru, serta kesempatan untuk berkomunikasi baik dengan guru, teman, maupun dengan lingkungan.


(10)

2.2 Pengertian Mengajar

Mengajar diartikan sebagai kegiatan mengorganisasi proses belajar. Dengan demikian, permasalahan yang dihadapi oleh pengajaran yang dipandang baik untuk menghasilkan produk yang baik, adalah bagaimana mengorganisasikan proses belajar secara baik, maka guru sebagai pengajar harus berperan sebagai organisator yang baik pula. Secara makro guru dituntut untuk dapat mengorga-nisasikan komponen-komponen yang terlibat di dalam proses belajar-mengajar, sehingga diharapkan terjadi proses pengajaran yang optimal (Sardiman, 2011:50). Menurut Bohar Suharto (dalam Fathurrohman dan Sutikno, 2011:7) mengajar merupakan suatu aktivitas mengorganisasi atau mengatur (mengelola) lingkungan sehingga tercipta suasana yang sebaik-baiknya dan menghubungkannya dengan peserta didik sehingga terjadi proses belajar yang menyenangkan.

Menurut Suryana (2006:3) mengajar merupakan suatu proses yang kompleks. Mengajar adalah segala upaya yang disengaja dalam rangka memberi kemungkinan bagi siswa untuk terjadinya proses belajar sesuai dengan tujuan yang dirumuskan.

Dari beberapa definisi mengajar di atas dapat disimpulkan bahwa belajar adalah suatu perubahan tingkah laku pada diri seseorang yang berasal dari pengetahuannya untuk mampu menerima stimulus dari lingkungannya yang dilatih dari pengalaman yang diterimanya secara terus-menerus sehingga guru di dalam mengajar harus dapat menciptakan kondisi yang kondusif untuk berlangsungnya kegiatan belajar aktif, kreatif, menarik, dan inovatif bagi para siswa. Kondisi mengajar harus diciptakan sedemikian rupa sehingga membantu


(11)

perkembangan siswa secara optimal baik jasmani maupun rohani, baik fisik maupun mental. Guru pada saat mengajar membantu dan membimbing siswa, sedangkan siswa berperan aktif dan banyak melakukan kegiatan dalam upaya menemukan dan memecahkan masalah.

2.3 Pengertian Pembelajaran Matematika 2.3.1 Pengertian Pembelajaran

Pola umum kegiatan pembelajaran adalah terjadinya interaksi antara guru dengan peserta didik dengan bahan sebagai perantaranya. Guru yang menciptakan lingkungan pembelajaran yang baik maka kepentingan belajar anak didik terpenuhi. Peserta didik merupakan subyek belajar yang memasuki atmosfir suasana belajar yang diciptakan guru. Oleh karena itu, guru dengan gaya

mengajarnya berusaha mempengaruhi gaya dan cara belajar anak didik.

Gaya mengajar menurut Ali (dalam Fathurrohman dan Sutikno, 2011: 116) dapat dibedakan ke dalam empat macam, yaitu: gaya mengajar klasik, gaya mengajar teknologis, gaya mengajar personalisasi, dan gaya mengajar interaksional. 1. Gaya Mengajar Klasik

Gaya mengajar klasik masih menerapkan konsepsi sebagai satu-satunya cara belajar dengan berbagai konsekuensi yang diterimanya. Guru masih mendominasi kelas dengan tanpa memberi kesempatan pada siswa untuk aktif sehingga akan menghambat perkembangan siswa dalam proses pembelajaran.

2. Gaya Mengajar Teknologis

Fokus gaya mengajar ini adalah pada kompetensi siswa secara individu. Bahan pelajaran disesuaikan dengan tingkat kesiapan siswa. Peranan isi pelajaran adalah


(12)

dominan. Oleh karena itu, bahan pelajaran disusun oleh ahlinya masing-masing. Peranan siswa di sini adalah belajar dengan menggunakan perangkat atau media. Dengan hanya merespon apa yang diajukan kepadanya melalui perangkat itu, siswa dapat mempelajari apa yang bermanfaat bagi dirinya dan kehidupannya. Peranan guru hanya sebagai pemandu (guide), pengarah (director), atau pemberi kemudahan (facilitator) dalam belajar karena pelajaran sudah diprogram. Pendidikan teknologis memandang bahwa pendidikan merupakan cabang

terpenting dari scientific technology. 3. Gaya Mengajar Personalisasi

Guru dalam memberikan materi pelajaran tidak hanya membuat siswa lebih pandai semata-mata, melainkan agar siswa menjadikan dirinya lebih pandai. Guru dalam gaya mengajar personalisasi ini akan selalu meningkatkan belajarnya dan juga senantiasa memandang siswa seperti dirinya sendiri. Guru tidak dapat memaksakan siswa untuk menjadi sama dengan dirinya, karena siswa tersebut mempunyai minat, bakat, dan kecenderungan masing-masing. Peranan guru adalah menyiapkan lingkungan agar siswa memperoleh pengalaman.

4. Gaya Mengajar Interaksional

Gaya mengajar interaksional lebih mengedepankan dialogis dengan siswa sebagai bentuk interaksi yang dinamis. Guru dengan siswa atau siswa dengan siswa saling ketergantungan, artinya mereka sama-sama menjadi subjek pembelajaran dan tidak ada yang dianggap baik atau sebaliknya. Dasar pandangan pengajaran interaksional adalah bahwa hasil belajar diperoleh melalui antara guru dengan siswa, siswa dengan siswa, dan interaksi siswa dengan kehidupannya.


(13)

(dedidafecia.blogspot.com/2012/05/mkalah-gaya-mengajar-guru.html diunduh 8 Juli 2013).

Gaya mengajar individual biasanya berusaha memahami peserta didik sebagai makhluk individual dengan segala persamaan dan perbedaannya. Gaya mengajar kelompok berusaha memahami peserta didik sebagai makhluk sosial.

Menurut Dick and Carey (dalam Rusman, 2012:132) pembelajaran adalah perangkat materi dan prosedur pembelajaran yang digunakan secara bersama- sama untuk menimbulkan hasil belajar pada peserta didik atau siswa.

Menurut Joyce & Weil (dalam Rusman, 2012:133) pembelajaran adalah suatu rencana atau pola yang dapat digunakan untuk membentuk kurikulum (rencana pembelajaran jangka panjang), merancang bahan-bahan pembelajaran, dan

membimbing pembelajaran di kelas atau yang lainnya.

Menurut Suherman, dkk (2003:8) pembelajaran adalah proses pendidikan dalam lingkup persekolahan yang meliputi proses sosialisasi individu siswa dengan lingkungan sekolah seperti guru, sumber/fasilitas belajar, dan teman sesama siswa.

Jadi menurut peneliti, di dalam proses pembelajaran ada hubungan yang sangat erat antara pendidik dengan anak didik. Seorang pendidik harus berusaha semaksimal mungkin membuat proses pembelajaran menjadi suatu proses kegiatan yang menarik bagi siswa dan membuat siswa menjadi antusias dan tertarik. Pembelajaran konvensional masih menempatkan anak didik sebagai obyek pembelajaran dan guru sebagai subyeknya. Guru menjadi faktor yang


(14)

sangat dominan dalam keseluruhan proses pembelajaran sehingga anak didik kedudukannya dalam proses pembelajaran menjadi kurang bermakna. Dengan metode pembelajaran yang baru, kegiatan belajar mengajar menempatkan kedudukan murid dan guru menjadi setara. Anak didik merupakan subyek pembelajaran dan menjadi inti dari setiap kegiatan pembelajaran. Dalam kegiatan pembelajaran harus ada interaksi yang baik antara siswa dengan siswa, siswa dengan guru, antara guru dengan siswa, siswa dengan bahan pembelajaran, bahkan antara siswa dengan dirinya sendiri, namun tetap dalam kerangka untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan bersama.

Untuk mendapatkan hasil belajar yang optimal, maka guru harus memperhatikan perbedaan individual pada diri setiap siswa, sehingga seluruh siswa dapat mencapai hasil belajar yang optimal, walaupun dengan kecepatan yang berbeda-beda. Di samping itu guru harus dapat memilih model pembelajaran yang tepat sehingga siswa mampu terlibat langsung dalam proses pembelajaran.

2.3.2 Pembelajaran Matematika di Sekolah Dasar

Wardhani dkk. (2010:1) menyebutkan bahwa, berdasarkan Standar Isi Mata Pelajaran Matematika SD, kompetensi yang harus dikuasai siswa setelah mempelajari matematika antara lain penalaran (reasoning), pemecahan masalah (problem solving), dan komunikasi (communication).

Pembelajaran matematika SD, memiliki ciri-ciri sebagai berikut:

1. pembelajaran matematika menggunakan metode spiral, artinya pembelajaran konsep atau suatu topik matematika selalu diajarkan dengan mengaitkan atau menghubungkan dengan topik sebelumnya.


(15)

2. pembelajaran matematika bertahap, yaitu dimulai dari konsep-konsep yang sederhana menuju konsep-konsep yang lebih sulit. Selain itu pembelajaran dimulai dari yang konkret ke semi konkret dan akhirnya abstrak.

3. pembelajaran matematika menggunakan metode induktif, sebagai contoh pengenalan bangun-bangun ruang tidak dimulai dengan definisi, tetapi dimulai dengan memperhatikan contoh-contoh dari bangun tersebut dan mengenal namanya. Menentukan sifat-sifat yang terdapat pada bangun ruang tersebut sehingga didapat pemahaman konsep bangun-bangun ruang itu.

4. pembelajaran matematika menganut kebenaran konsistensi, artinya tidak ada pertentangan antara kebenaran dan lainnya.

5. pembelajaran matematika hendaknya bermakna merupakan cara mengajarkan materi pelajaran yang mengutamakan pengertian daripada hafalan.

Cakupan ruang lingkup pembelajaran matematika di Sekolah Dasar berdasarkan Standar Isi (Permendiknas No 22 tahun 2006) meliputi (1) bilangan, (2) geometri dan pengukuran, (3) pengolahan data.

Untuk membekali siswa agar memiliki kompetensi yang memadai dengan tuntutan perkembangan masa kini dan masa mendatang maka proses pembelajaran khususnya di Sekolah Dasar seperti pemaparan di atas agar mempunyai beberapa prinsip, yaitu:

a. pembelajaran berorientasi pada siswa

b. mengembangkan strategi yang tepat dan beragam


(16)

d. suasana pembelajaran yang demokratis, partisipatif, dan kooperatif e. evaluasi hendaknya menyeluruh dan beragam

f. memperhatikan ciri pokok keilmuan dari bidang atau materi yang sedang dipelajari.

Berdasarkan uraian di atas, peneliti membuat kesimpulan bahwa pembelajaran matematika di Sekolah Dasar merupakan suatu rangkaian kegiatan yang sambung-menyambung dan diberikan secara terprogram oleh guru sehingga terjadi proses perubahan yang komprehensif serta memiliki kemampuan berpikir kritis, rasional, dan realistik. Dan pada akhirnya siswa mampu menguasai pengetahuan dan keterampilan matematika dengan baik.

2.3.3 Tujuan Pembelajaran Matematika Sekolah Dasar

Adapun tujuan pembelajaran matematika Sekolah Dasar menurut (BNSP:417) adalah agar siswa memiliki kemampuan sebagai berikut:

1. memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antar konsep, dan mengaplikasikan konsep atau algoritma secara luwes, akurat, dan efisien serta tepat dalam pemecahan masalah.

2. menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika.

3. memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah, merancang model matematika, menyelesaikan dan menafsirkan solusi yang diperoleh.

4. mengomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau media lain untuk memperjelas keadaan dan masalah.

5. memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan, yaitu memiliki rasa ingin tahu, perhatian dan minat dalam mempelajari matematika, serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah. Tujuan pembelajaran matematika di Sekolah Dasar menurut Departemen Pendidikan dan Kebudayaan adalah:


(17)

1. mempersiapkan siswa agar sanggup menghadapi perubahan keadaan dalam kehidupan melalui latihan bertindak atas dasar pemikiran logis, rasional, kritis, cermat, jujur, dan efektif.

2. mempersiapkan siswa agar dapat menggunakan matematika dan pola pikir matematika dalam kehidupan sehari-hari dalam mempelajari berbagai ilmu pengetahuan.

3. menambah dan mengembangkan keterampilan berhitung dengan bilangan sebagai alat kehidupan sehari-hari.

4. mengembangkan pengetahuan dasar matematika dasar sebagai bekal untuk melanjutkan ke pendidikan menengah.

5. membentuk sikap logis, kritis, kreatif, cermat, dan disiplin (Depdikbud, 1996).

Dari uraian di atas dapat peneliti simpulkan bahwa tujuan pembelajaran matematika di Sekolah Dasar adalah untuk membekali siswa agar memiliki kompetensi yang memadai supaya dapat menyesuaikan diri dengan tuntutan perkembangan masa kini dan masa mendatang dan dapat bertindak melalui pola pikir matematika yaitu logis, rasional, kritis, cermat, jujur, dan efektif.

2.4 Pembelajaran Tematik

2.4.1 Pengertian Pembelajaran Tematik

Pembelajaran tematik merupakan salah satu model dalam pembelajaran terpadu (integrated instruction) yang merupakan suatu sistem pembelajaran yang memungkinkan siswa, baik secara individual maupun kelompok, aktif menggali, dan menemukan konsep serta prinsip-prinsip keilmuan secara holistik, bermakna, dan autentik. (Rusman, 2012:254)

Menurut Hadi Subroto, 2000 (dalam Munowaroh, 2012:6), pembelajaran tematik adalah pembelajaran yang diawali dengan suatu tema tertentu yang mengaitkan dengan pokok bahasan lain, konsep tertentu dikaitkan dengan konsep lain yang dilakukan secara spontan atau direncanakan baik dalam satu bidang studi atau


(18)

lebih dan dengan beragam pengalaman belajar sehingga pembelajaran menjadi semakin bermakna.

Menurut Sukandi dkk , 2001 (dalam Munowaroh, 2012:7), pembelajaran tematik pada dasarnya dimaksudkan sebagai kegiatan pembelajaran dengan memadukan materi dari beberapa mata pelajaran dalam suatu tema.

Menurut tim Pusat Kurikulum (Puskur) Depdikbud (2004), pembelajaran tematik merupakan suatu pendekatan dalam pembelajaran yang secara sengaja mengaitkan atau memadukan beberapa Kompetensi Dasar (KD) dan indikator dari kurikulum/ Standar Isi dari beberapa mata pelajaran (mapel) menjadi satu kesatuan untuk dikemas dalam satu tema.

Dari uraian di atas, dapat peneliti simpulkan bahwa model pembelajaran tematik dapat mengembangkan wawasan dan aktivitas berpikir siswa melalui jaringan tema yang berisi pengetahuan, keterampilan, nilai dan sikap yang diperoleh siswa dalam pembelajaran yang utuh dan terpadu. Keterpaduan tersebut akan membuat konsep atau keterampilan yang ada pada mata pelajaran menjadi lebih bermakna bagi siswa. Selain itu juga membari peluang bagi siswa untuk membangun pengetahuan secara utuh, tidak terpecah-pecah dalam mata pelajaran.

2.4.2 Rambu-rambu Pembelajaran Tematik

Rambu-rambu pembelajaran tematik antara lain: 1) tidak semua mata pelajaran dapat dipadukan atau dikaitkan.; 2) Kompetensi Dasar yang tidak dapat dipadukan jangan dipaksakan, sebaiknya dibelajarkan secara sendiri-sendiri; 3) Kompetensi Dasar yang tidak tercakup pada tema tertentu harus tetap diajarkan baik melalui


(19)

tema lain atau diajarkan secara mandiri; 4) Bagi siswa kelas I dan II ditekankan pada kemampuan membaca, menulis, dan berhitung serta penanaman nilai-nilai moral.; 5) Tema-tema yang dipilih disesuaikan dengan karakteristik peserta didik, minat, lingkungan, daerah setempat,dan cukup problematik atau populer.

2.5 Pengertian Aktivitas Belajar

Aktivitas belajar merupakan faktor yang menentukan keberhasilan siswa, karena pada dasarnya belajar adalah berbuat. Menurut Poerwodarminto (dalam Sugiharto,2011:98) aktivitas adalah kegiatan atau kesibukan. Nasution (dalam Sugiharto,2011:102) mengemukakan aktivitas adalah keaktifan jasmani dan rohani dan kedua-duanya harus dihubungkan.

Sardiman (2008:100) aktivitas belajar adalah aktivitas yang bersifat fisik maupun mental. Dalam kegiatan belajar, kedua aktivitas itu harus saling berkaitan.

Menurut Dimyati & Mudjiono (2006:236) aktivitas fisik adalah peserta didik giat-aktif dengan anggota badan, membuat sesuatu, bermain atau bekerja, ia tidak hanya duduk, dan mendengarkan, melihat atau hanya pasif. Dan aktivitas belajar dialami siswa sebagai suatu proses, yaitu proses belajar sesuatu yang merupakan kegiatan mental mengolah bahan belajar atau pengalaman lain.

Aktivitas belajar banyak macamnya. Para ahli mencoba mengadakan klasifikasi, antara lain Paul D. Dierch (dalam Hamalik 2011:90-91) membagi kegiatan belajar menjadi 8 kelompok, sebagai berikut:

a. Kegiatan-kegiatan visual: membaca, melihat gambar-gambar, mengamati eksperimen, demonstrasi, pameran, mengamati orang lain bekerja atau bermain.


(20)

b. Kegiatan-kegiatan lisan atau oral: mengemukakan suatu fakta atau prinsip, menghubungkan suatu kejadian, mengajukan suatu pertanyaan, memberi saran, mengemukakan suatu pendapat, berwawancara, berdiskusi.

c. Kegiatan-kegiatan mendengarkan: mendengarkan penyajian bahan, mendengarkan percakapan atau diskusi kelompok, mendengarkan suatu permainan instrumen musik, mendengarkan siaran radio.

d. Kegiatan-kegiatan menulis: menulis cerita, menulis laporan, memeriksa karangan, bahan-bahan kopi, membuat sketsa atau rangkuman, mengerjakan tes, mengisi angket.

e. Kegiatan-kegiatan menggambar: menggambar, membuat grafik, diagram, peta, pola.

f. Kegiatan-kegiatan matrik: melakukan percobaan, memilih alat-alat, melaksanakan pameran, membuat model, menyelenggarakan permainan (simulasi), menari, berkebun.

g. Kegiatan-kegiatan mental: merenungkan, mengingat, memecahkan masalah, menganalisis faktor-faktor, menemukan hubungan-hubungan, membuat keputusan.

h. Kegiatan-kegiatan emosional: minat, membedakan, berani, tenang, dan sebagainya.

Berdasarkan beberapa definisi tentang aktivitas belajar di atas, penulis menyimpulkan bahwa aktivitas belajar adalah suatu kegiatan atau proses keaktifan yang bersifat fisik, yaitu giat-aktif dan tidak hanya bersifat pasif dalam proses kegiatan pembelajaran, dengan indikator membaca, menulis,memecahkan masalah, membantu teman, mengerjakan tes, kerja sama, tanggung jawab,

keterampilan serta kreativitas. 2.6 Pengertian Hasil Belajar

Menurut Hamalik (2006:30) hasil belajar adalah bila seseorang telah belajar akan terjadi perubahan tingkah laku pada orang tersebut, misalnya dari tidak tahu menjadi tahu, dan dari tidak mengerti menjadi mengerti.

Hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah menerima pengalaman belajarnya (Sudjana, 2004:22).


(21)

akibat interaksi dengan lingkungannya.

Menurut Horwart Kingsley (dalam Sudjana, 2004:22) hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia menerima perlakuan dari pengajar (guru).

Ada tiga macam hasil belajar mengajar yaitu: (1) keterampilan dan kebiasaan, (2) pengetahuan dan pengarahan, (3) sikap dan cita-cita (Sudjana, 2004:22).

Hasil belajar siswa di sekolah 70% dipengaruhi oleh kemampuan siswa dan 30% dipengaruhi oleh lingkungan.

Hasil belajar dipengaruhi oleh kemampuan siswa dan kualitas pengajaran. Kualitas pengajaran yang dimaksud adalah sikap profesional yang dimiliki guru. Artinya kemampuan dasar guru baik di bidang kognitif (intelektual), bidang sikap (afektif), dan bidang perilaku (psikomotorik).

Dari beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa hasil belajar adalah kemampuan pengetahuan, sikap, dan keterampilan yang diperoleh siswa setelah ia menerima perlakuan yang diberikan oleh guru sehingga dapat mengkonstruksikan pengetahuan itu dalam kehidupan sehari-hari.

2.7 Pengertian Matematika

Menurut http://id.wikipedia.org/wiki/Matematika (diunduh pada tanggal 24 September 2012) Matematika (dari bahasa Yunani) adalah studi besaran, struktur, ruang, dan perubahan. Para matematikawan mencari berbagai pola, merumuskan konjektur baru, dan membangun kebenaran melalui metode deduksi yang kaku dari aksioma-aksioma dan definisi-definisi yang bersesuaian.


(22)

Menurut Suherman (2003:15), secara harafiah matematika dapat diartikan sebagai ilmu pengetahuan yang diperoleh dengan bernalar.

Dalam Kurikulum 2006 (BSNP, 2006:416) dijelaskan bahwa: “Matematika adalah mata pelajaran yang diberikan kepada semua siswa dengan kemampuan berpikir logis, analitis, kreatif, kritis, serta kemampuan memperoleh, mengelola, dan memanfaatkan informasi untuk bertahan hidup pada keadaan yang selalu berubah, tidak pasti, dan kompetitif.

Melalui penggunaan penalaran logika dan abstraksi, matematika berkembang dari pencacahan, perhitungan, pengukuran, dan pengkajian sistematis terhadap bangun dan pergerakan benda-benda fisika. Matematika praktis telah menjadi kegiatan manusia sejak adanya rekaman tertulis. Argumentasi kaku pertama muncul dalam Matematika Yunani, terutama di dalam karya Euklides, Elemen. Matematika selalu berkembang, misalnya di Cina pada tahun 300 SM, di India pada tahun 100 M, dan di Arab pada tahun 800M, hingga zaman Reinasains, ketika temuan baru matematika berinteraksi dengan penemuan ilmiah yang baru yang mengarah pada peningkatan yang cepat di dalam laju penemuan matematika yang berlanjut hingga kini.

Kini, matematika digunakan di seluruh dunia sebagai alat penting di berbagai bidang, termasuk ilmu alam, teknik, kedokteran/medis, dan ilmu sosial seperti ekonomi, dan psikologi. Matematika terapan, cabang matematika yang melingkupi penerapan pengetahuan matematika ke bidang-bidang lain, mengilhami dan membuat peanggunaan temuan-temuan matematika baru, dan kadang-kadang mengarah pada pengembangan disiplin-disiplin ilmu yang


(23)

sepenuhnya baru, seperti statistika dan teori permainan. Para matematikawan juga bergulat di dalam matematika murni, atau matematika untuk perkembangan matematika itu sendiri, tanpa adanya penerapan di dalam pikiran, meskipun penerapan praktis yang menjadi latar munculnya matematika murni ternyata seringkali ditemukan terkemudian.

Pembelajaran matematika merupakan pembelajaran yang berguna bagi kehidupan sehari-hari. Pembelajaran matematika di sekolah dasar bersifat konkrit, materi yang diajarkan merupakan ilmu pasti, eksakta. Oleh karena itu, guru hendaknya menguasai karakteristik peserta didik, agar pembelajaran dapat berjalan dan dapat tercapai tujuan pembelajarannya.

Kesimpulan dari penulis, matematika adalah ilmu yang mempelajari tentang perhitungan bentuk, susunan besaran, konsep-konsep yang berhubungan antara satu dengan yang lainnya yang menuntut seseorang untuk berpikir dengan logika dan berpikir jernih supaya memperoleh pengetahuan dan keterampilan

matematika.

2.8 Model Pembelajaran Kooperatif (Cooperative Learning)

2.8.1 Pengertian

Menurut Rusman (2012:202), model pembelajaran kooperatif (cooperative learning) merupakan bentuk pembelajaran dengan cara siswa belajar dan bekerja dalam kelompok-kelompok kecil secara kolaboratif yang anggotanya terdiri dari empat sampai enam orang dengan struktur kelompok yang bersifat heterogen.


(24)

Abdulhak (dalam Rusman, 2012:203)”Pembelajaran kooperatif dilaksanakan melalui sharing proses antara peserta belajar, sehingga dapat mewujudkan pemahaman bersama di antara peserta belajar itu sendiri.” Dalam pembelajaran ini akan tercipta sebuah interaksi yang lebih luas, yakni interaksi dan komunikasi yang dilakukan antara guru dengan siswa, siswa dengan siswa, dan siswa dengan guru (multi way traffic communication).

Menurut Johnson & Johnson (dalam www.scribd.com/doc/24734126/

pembelajaran-cooperative-learning yang diunduh pada tanggal 23 September 2012). Model pembelajaran cooperative learning merupakan salah satu model yang mendukung pembelajaran kontekstual. Sistem pembelajaran cooperative learning dapat didefinisikan sebagai sistem kerja / belajar kelompok yang terstruktur. Termasuk dalam stuktur ada 5 unsur pokok yaitu: saling ketergantungan positif, tanggung jawab individual, interaksi personal, keahlian

bekerjasama, dan proses kelompok.

Pembelajaran kooperatif bernaung dalam teori konstruktivis. Pembelajaran ini muncul dari konsep bahwa siswa akan lebih mudah menemukan dan memahami konsep yang sulit jika mereka saling berdiskusi dengan temannya. Siswa secara rutin bekerja dalam kelompok untuk saling membantu memecahkan masalah-masalah yang kompleks. Jadi, hakikat sosial dan penggunaan kelompok sejawat menjadi aspek utama dalam pembelajaran kooperatif (Trianto, 2011:56).

Berdasarkan pengertian di atas, peneliti dapat membuat sebuah kesimpulan yaitu bahwa pembelajaran kooperatif adalah sebuah model pembelajaran yang dapat meningkatkan kemampuan akademik siswa melalui aktivitas kelompok. Dalam


(25)

hal ini berarti setiap siswa mempunyai kesempatan yang sama untuk sukses. Di samping itu pembelajaran kooperatif mengajarkan siswa untuk bekerja sama dan menghilangkan setiap perbedaan.

Pembelajaran kooperatif tidak sama dengan sekadar belajar dalam kelompok. Ada unsur dasar pembelajaran kooperatif yang membedakan dengan pembelajaran kelompok yang asal-asalan. Pelaksanaan prinsip dasar pokok sistem pembelajaran kooperatif dengan benar akan memungkinkan guru mengelola kelas dengan lebih efektif. Dalam pembelajaran kooperatif, proses pembelajaran tidak harus belajar dari guru kepada siswa. Siswa dapat saling membelajarkan sesama siswa lainnya. Pembelajaran oleh rekan sebaya (peerteaching) lebih efektif daripada pembelajaran oleh guru.

Srategi pembelajaran kooperatif merupakan serangkaian kegiatan yang dilakukan oleh siswa di dalam kelompok, untuk mencapai tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan. Terdapat empat hal penting dalam strategi pembelajaran kooperatif, yakni: (1) adanya peserta didik dalam kelompok, (2) adanya aturan main (role) dalam kelompok, (3) adanya upaya belajar dalam kelompok, dan (4) adanya kompetensi yang harus dicapai oleh kelompok.

Berkenaan dengan pengelompokan siswa dapat ditentukan berdasarkan atas: (1) minat dan bakat siswa, (2) latar belakang kemampuan siswa, dan (3) perpaduan antara minat dan bakat siswa dan latar kemampuan siswa.

Pembelajaran kooperatif dicirikan oleh stuktur tugas, tujuan, dan penghargaan kooperatif. Siswa yang bekerja dalam situasi pembelajaran kooperatif didorong


(26)

dan atau dikehendaki untuk bekerjasama pada suatu tugas bersama dan mereka harus mengkoordinasikan usahanya untuk menyelesaikan tugasnya. Dalam penerapan pembelajaran kooperatif, dua atau lebih individu saling tergantung satu sama lain untuk mencapai satu penghargaan bersama. Mereka akan berbagi pengharaan tersebut seandainya mereka berhasil sebagai kelompok. Unsur-unsur pembelajaran kooperatif adalah sebagai berikut:

a.) Siswa dalam kelompok haruslah beranggapan bahwa mereka sehidup sepenanggungan bersama.

b.) Siswa bertanggung jawab atas segala sesuatu di dalam kelompoknya seperti milik mereka sendiri.

c.) Siswa haruslah melihat bahwa semua anggota di dalam kelompoknya memiliki tujuan yang sama.

d.) Siswa haruslah membagi tugas dan tanggung jawab yang sama di antara anggota kelompoknya.

e.) Siswa akan dikenakan evaluasi atau diberikan hadiah/penghargaan yang juga akan dikenakan untuk semua anggota kelompok.

f.) Siswa berbagi kepemimpinan dan mereka membutuhkan keterampilan untuk belajar bersama selama proses belajarnya.

g.) Siswa diminta mempertanggungjawabkan secara individual materi yang ditangani dalam kelompok kooperatif.

Ciri-ciri yang terjadi pada kebanyakan pembelajaran yang menggunakan model pembelajaran kooperatif, adalah sebagai berikut:

a.) Siswa bekerja dalam kelompok secara kooperatif untuk menuntaskan materi belajarnya.


(27)

b.) Kelompok dibentuk dan siswa memiliki kemampuan tinggi, sedang, dan rendah.

c.) Bilamana mungkin, anggota kelompok berasal dari ras, budaya, suku, jenis kelamin yang berbeda-beda.

d.) Penghargaan lebih berorientasi kelompok ketimbang individu. 2.8.2 Tujuan

Tujuan pembelajaran kooperatif dikembangkan untuk mencapai setidak-tidaknya tiga tujuan pembelajaran penting yaitu:

a.) Hasil belajar akademik

Dalam belajar kooperatif, meskipun mencakup beragam tujuan sosial, juga memperbaiki prestasi siswa atau tugas-tugas akademis penting lainnya. Beberapa ahli berpendapat bahwa model ini unggul dalam membantu siswa memahami konsep-konsep sulit. Para pengembang model ini telah menunjukkan bahwa model struktur penghargaan kooperatif telah dapat meningkatkan nilai siswa pada belajar akademik dan perubahan norma yang berhubungan dengan hasil belajar. Disamping mengubah norma yang berhubungan dengan hasil belajar. Pembelajaran kooperatif dapat memberi keuntungan baik pada siswa kelompok bawah maupun kelompok atas yang bekerja bersama menyelesaikan tugas-tugas akademik.

b.) Penerimaan terhadap perbedaan individu

Tujuan lain model pembelajaran kooperatif adalah penerimaan secara luas dari orang-orang yang berbeda berdasarkan ras, budaya, kelas sosial, kemampuan, dan ketidakmampuannya. Pembelajaran kooperatif memberi


(28)

peluang bagi siswa dari berbagai latar belakang dan kondisi untuk bekerjasama dan saling bergantung pada tugas-tugas akademik melalui sruktur penghargaan kooperatif akan belajar saling menghargai satu sama lain.

c.) Pengembangan keterampilan sosial

Tujuan penting ketiga pembelajaran kooperatif adalah mengajarkan kepada siswa keterampilan bekerjasama dan kolaborasi. Keterampilan-keterampilan sosial penting dimiliki oleh siswa sebab saat ini banyak anak muda masih kurang dalam keterampilan sosial (www.scribd.com/doc/ 24734126/pembelajaran-kooperatif, diunduh pada tanggal 23 September 2012).

2.8.3 Alasan Penggunaan Metode Cooperative Learning

Peneliti menggunakan metode cooperative learning dalam pembelajaran karena: a.) Pembelajaran cooperative learning dapat memicu semangat siswa dalam

belajar.

b.) Pembelajaran cooperative learning dapat melatih siswa bekerjasama dalam kelompok tanpa membeda-bedakan ras, budaya, kelas sosial, dan kemampuan.

c.) Pembelajaran kooperatif akan memberikan keuntungan bagi semua siswa, baik siswa yang pandai maupun siswa yang kurang pandai.

d.) Pembelajaran kooperatif dapat mengembangkan perilaku gotong royong dan saling membantu satu sama lain.


(29)

e.) Pembelajaran kooperatif melatih siswa bersikap sportif dan bersaing secara sehat.

2.8.4 Macam-Macam Model Cooperative Learning

1. Tipe Jigsaw

2. Tipe Investigasi Kelompok (Group Investigation) 3. Tipe Membuat Pasangan (Make a Match)

4. Tipe Teams Games Tournaments (TGT) 5. Tipe Think Pare Share (TPS)

6. Tipe Student Teams Achievement Devision (STAD)

2.8.5 Model Pembelajaran Cooperative Learning tipe STAD 2.8.5.1. Pengertian

Pembelajaran kooperatif tipe STAD merupakan salah satu tipe dari model pembelajaran kooperatif dengan menggunakan kelompok-kelompok kecil dengan jumlah anggota tiap kelompok 4-5 orang siswa secara heterogen. Diawali dengan penyampaian tujuan pembelajaran, penyampaian materi, kegiatan kelompok, kuis, dan penghargaan kelompok (Trianto, 2011:68).

Pembelajaran model koooperatif tipe STAD merupakan” salah satu pembelajaran kooperatif yang diterapkan untuk menghadapi kemampuan siswa yang heterogen. Di mana model ini dipandang sebagai metode yang paling sederhana dan langsung dari pendekatan pembelajaran kooperatif. Metode ini paling awal ditemukan dan dikembangkan oleh para peneliti pendidikan di John Hopkins Universitas Amerika Serikat dengan menyediakan suatu bentuk belajar kooperatif. Di dalamnya siswa diberi kesempatan untuk melakukan kolaborasi dan elaborasi


(30)

dengan teman sebaya dalam bentuk diskusi kelompok untuk memecahkan suatu permasalahan Arindawati (dalam http://www.sarjanaku.com/2011/03/pembelajar-an-kooperatif-tipe-stad.html diunduh 8 Desember 2012).

Dalam STAD, siswa dibagi menjadi kelompok beranggotakan empat orang yang beragam kemampuan, jenis kelamin, dan sukunya. Guru memberikan suatu pelajaran dan siswa-siswa di dalam kelompok memastikan bahwa semua anggota kelompok itu bisa menguasai pelajaran tersebut. Akhirnya semua siswa menjalani kuis perseorangan tentang materi tersebut, dan pada saat itu mereka tidak boleh saling membantu satu sama lain. Nilai-nilai kuis siswa diperbandingkan dengan nilai rata-rata mereka sendiri yang diperoleh sebelumnya, dan nilai-nilai itu diberi hadiah berdasarkan pada seberapa tinggi peningkatan yang bisa mereka capai atau seberapa tinggi nilai itu melampaui nilai mereka yang sebelumnya. Nilai-nilai itu dijumlah untuk mendapat nilai kelompok, dan kelompok yang dapat mencapai kriteria tertentu bisa mendapatkan sertifikat atau hadiah-hadiah lainnya. Keseluruhan siklus aktivitas itu, mulai dari paparan guru ke kerja kelompok sampai kuis, biasanya memerlukan tiga sampai lima kali pertemuan kelas. STAD adalah yang paling tepat untuk mengajarkan materi-materi pelajaran ilmu pasti, seperti penghitungan dan penerapan matematika, penggunaan bahasa dan mekanika, geografi dan keterampilan perpetaan, dan konsep-konsep sains lainnya. Menurut Slavin (dalam Rusman, 2012:214) STAD adalah suatu metode pembelajaran yang memacu siswa agar saling mendorong dan membantu satu sama lain untuk menguasai keterampilan yang diajarkan guru. Jika siswa menginginkan kelompok memperoleh hadiah, mereka harus membantu teman


(31)

sekelompok mereka dalam mempelajari pelajaran. Mereka harus mendorong teman sekelompok untuk melakukan yang terbaik, memperlihatkan norma-norma bahwa belajar itu penting, berharga, dan menyenangkan. Para siswa diberi waktu untuk bekerjasama setelah pelajaran diberikan oleh guru, tetapi tidak saling membantu ketika mengerjakan kuis, sehingga setiap siswa harus menguasai materi itu (tanggung jawab perseorangan). Para siswa mungkin bekerja berpasangan dan bertukar jawaban, mendiskusikan ketidaksamaan, dan saling membantu satu sama lain, mereka bisa mendiskusikan pendekatan-pendekatan untuk memecahkan masalah itu, atau mereka bisa saling memberikan pertanyaan tentang isi dari materi yang mereka pelajari itu.

Mereka mengajari teman sekelompok dan menaksir kelebihan dan kekurangan mereka untuk membantu agar bisa berhasil menjalani tes. Karena skor kelompok didasarkan pada kemajuan yang diperoleh siswa atas nilai sebelumnya (kesempatan yang sama untuk berhasil), siapapun dapat menjadi “bintang” kelompok dalam satu minggu itu, karena nilainya lebih baik dari nilai sebelumnya, sehingga selalu menghasilkan nilai yang maksimal tanpa mempertimbangkan nilai rata-rata siswa yang sebelumnya.

2.8.5.2 Langkah-Langkah Pembelajaran Cooperatif Learning Tipe STAD

a.) Penyampaian Tujuan dan Motivasi

Menyampaikan tujuan pelajaran yang ingin dicapai pada pembelajaran tersebut dan memotivasi siswa untuk belajar.

b.) Pembagian Kelompok

Siswa dibagi ke dalam beberapa kelompok, di mana setiap kelompoknya terdiri dari 4-5 siswa yang memprioritaskan heterogenitas (keragaman)


(32)

kelas dalam prestasi akademik, gender/jenis kelamin, ras atau etnik. c.) Presentasi dari Guru

Guru menyampaikan materi pelajaran dengan terlebih dahulu menjelaskan tujuan pelajaran yang ingin dicapai pada pertemuan tersebut serta pentingnya pokok bahasan tersebut dipelajari. Guru memberi motivasi siswa agar dapat belajar dengan aktif dan kreatif. Dalam proses pembelajaran guru dibantu dengan media, demonstrasi, pertanyaan atau masalah nyata yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari. Dijelaskan juga tentang keterampilan dan kemampuan yang diharapkan dikuasai siswa, tugas dan pekerjaan yang harus dilakukan, serta cara-cara mengerjakannya.

d.) Kegiatan Belajar dalam Tim (Kerja Tim)

Siswa belajar dalam kelompok yang telah dibentuk guru. Guru menyiapkan lembar kerja sebagai pedoman bagi kerja kelompok, sehingga semua anggo- ta menguasai dan masing-masing memberikan kontribusi. Selama tim be- kerja, guru melakukan pengamatan, memberikan bimbingan, dorongan, dan bantuan bila diperlukan. Kerja tim ini merupakan ciri terpenting dari STAD. e.) Kuis (Evaluasi)

Guru mengevaluasi hasil belajar melalui pemberian kuis tentang materi yang dipelajari dan juga melakukan penilaian terhadap presentasi hasil kerja masing-masing kelompok. Siswa diberikan kursi secara individual dan tidak dibenarkan bekerjasama. Ini dilakukan untuk menjamin agar siswa secara individu bertanggung jawab terhadap diri sendiri dalam memahami bahan ajar tersebut. Guru menetapkan skor batas penguasaan untuk setiap soal, misalnya 60, 75, 84, dan seterusnya sesuai dengan tingkat kesulitan siswa.


(33)

f.) Penghargaan Prestasi Tim

Setelah pelaksanaan kuis, guru memeriksa hasil kerja siswa dan diberikan angka dengan rentang 0-100. Selanjutnya pemberian penghargaan atas keberhasilan kelompok dapat dilakukan oleh guru dengan melakukan tahapan-tahapan sebagai berikut:

1) Menghitung Skor Individu

Menurut Slavin dalam Rusman, (2012:216), untuk menghitung perkembangan skor individu sebagaimana dapat dilihat pada tabel 1 sebagai berikut.

Tabel 1: Penghitungan Perkembangan Skor Individu

No Nilai Tes Skor Perkembangan

1. 2. 3. 4. 5.

Lebih dari 10 poin di bawah skor dasar 10 sampai 1 poin di bawah skor dasar Skor 0 sampai 10 poin di atas skor dasar Lebih dari 10 poin di atas skor dasar Pekerjaan sempurna (tanpa memerhatikan skor dasar)

0 poin 10 poin 20 poin 30 poin 30 poin

2) Menghitung Skor Kelompok

Skor kelompok dihitung dengan membuat rata-rata skor perkembangan anggota kelompok, yaitu dengan menjumlahkan semua skor perkembangan individu tiap anggota kelompok dan membagi sejumlah anggota kelompok tersebut. Sesuai dengan rata-rata skor perkembangan kelompok, diperoleh skor kelompok sebagaimana dalam tabel berikut:


(34)

Tabel 2: Perhitungan Perkembangan Skor Kelompok

No Rata-rata Skor Kualifikasi

1. 0 ≤ N ≤ 5 -

2. 6 ≤ N ≤ 15 Tim yang Baik (Good Team)

3. 16 ≤ N ≤ 20 Tim yang Baik Sekali ( Great Team) 4. 21 ≤ N ≤ 30 Tim yang Istimewa ( Super Team)

Penghargaan pada kelompok terdiri atas 3 tingkat sesuai dengan nilai perkembangan yang diperoleh kelompok, yaitu:

a. Tim yang Baik (Good Team)

Diberikan bagi kelompok yang memperoleh nilai rata-rata lebih besar atau sama dengan 6 atau rata-rata nilai lebih kecil atau sama dengan 15.

b.Tim yang Baik Sekali (Great Team)

Diberikan pada kelompok yang memperoleh nilai rata-rata lebih besar atau sama dengan 16 atau lebih kecil atau sama dengan 20.

c.Tim yang Istimewa (Super Team)

Diberikan pada kelompok yang memperoleh nilai rata-rata lebih besar atau sama dengan 21 atau lebih kecil atau sama dengan 30.

3) Pemberian Hadiah dan Pengakuan Skor Kelompok

Setelah masing-masing kelompok atau tim memperoleh predikat, guru memberikan hadiah atau penghargaan kepada masing-masing kelompok.


(35)

2.9 Hipotesis Tindakan

Berdasarkan kajian pustaka di atas, dirumuskan hipotesis penelitian tindakan kelas: 1. jika guru dalam pembelajaran matematika menggunakan model pembelajaran cooperative learning tipe STAD dengan memperhatikan langkah-langkah yang tepat, maka dapat meningkatkan aktivitas belajar siswa kelas III SD Xaverius 3 Bandarlampung.

2. jika guru dalam pembelajaran matematika menggunakan model pembelajaran cooperative learning tipe STAD dengan memperhatikan langkah-langkah yang tepat, maka dapat meningkatkan hasil belajar siswa kelas III SD Xaverius 3 Bandarlampung


(36)

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1 Deskripsi Laporan Hasil Penelitian Siklus I

A. Tahap Perencanaan

Upaya memperoleh data awal sebelum melaksanakan penelitian, terlebih dahulu dilakukan observasi terhadap guru pada saat memberikan pembelajaran

matematika. Dari hasil observasi awal dapat diidentifikasi bahwa dalam proses pembelajaran matematika masih banyak kelemahan, sehingga berakibat pada aktivitas dan hasil belajar siswa. Secara rinci kelemahan dalam proses

pembelajaran matematika yang berakibat pada aktivitas dan hasil belajar yang dimaksud yaitu:

1) Pembelajaran masih didominasi oleh guru.

2) Penggunaan metode konvensional yaitu ceramah dalam proses

pembelajaran membuat siswa kurang tertarik dan merasa cepat bosan pada saat menerima pelajaran.

3) Kurangnya pemahaman siswa terhadap materi pembagian.

4) Siswa kurang terlibat aktif dalam proses, sehingga aktivitas belajar siswa rendah.

5) Hasil belajar siswa pada mata pelajaran matematika masih rendah. Dari temuan observasi awal tersebut, maka perlu dilakukan perbaikan dalam proses pembelajaran yang melibatkan siswa secara aktif, yaitu dengan


(37)

ini, peneliti berusaha mengoptimalkan proses pembelajaran dengan

mempergunakan model cooperative learning tipe STAD dengan langkah-langkah yang sesuai pada STAD dalam penerapannya.

Sebelum dilaksanakan proses pembelajaran siklus I dan siklus II dengan menggunakan model cooperative learning tipe STAD pada mata pelajaran matematika di kelas III C SD Xaverius 3 Bandarlampung, peneliti melakukan persiapan sebagai berikut:

1) Menyiapkan perangkat pembelajaran seperti Rencana Perbaikan Pembelajaran (RPP), Lembar Kerja Siswa (LKS) untuk dipelajari

kelompok dan lembar jawaban, lembar evaluasi yang terdiri dari soal dan kunci jawaban, sumber belajar (buku paket dan buku referensi), dan alat peraga yang sesuai dengan materi pembelajaran.

2) Menyiapkan RPP yang mengacu pada KTSP serta sesuai dengan langkah-langkah pada STAD dan materi yang sudah ditetapkan yaitu pembagian. 3) Menyiapkan instrumen penelitian yang berupa lembar observasi untuk

mengamati aktivitas siswa dan kinerja guru selama pembelajaran berlangsung serta soal pre test dan post test.

4) Alat dokumentasi

B. Tahap Pelaksanaan Tindakan Siklus I


(38)

Siklus I dilaksanakan dalam 2 kali pertemuan, 1 kali pertemuan untuk pembelajaran dan 1 kali pertemuan untuk tes, dengan materi pembagian. Siklus I dilaksanakan pada hari Senin, 11 Februari 2013 dan Kamis, 14 Februari 2013. Pertemuan pertama berlangsung selama 6 jam pelajaran (6 x 35 menit) dan pertemuan kedua berlangsung selama 4 jam pelajaran (4 x 35 menit). Kegiatan pembelajaran untuk pertemuan 1 dan 2 diikuti oleh 43 orang siswa yang terdiri dari 22 siswa laki-laki dan 21 siswa perempuan.

Pelaksanaan tindakan 1 pada hari Senin, 11 Februari 2013 pada pukul 07.00 WIB sampai dengan pukul 09.20 WIB, diselingi dengan istirahat selama 20 menit, dilanjutkan pada pukul 09.40 sampai dengan pukul 10.50. Guru mendampingi siswa berbaris di depan kelas dan menyalami siswa pada saat akan masuk kelas satu persatu sambil memberi ucapan selamat pagi. Setelah seluruh siswa memasuki ruang kelas, guru dan observer masuk ke ruang kelas. Untuk mengatasi keadaan kelas yang agak gaduh guru mengajak siswa berdoa bersama yang dipimpin oleh salah satu siswa yang pada hari ini mendapat giliran untuk memimpin doa. Selesai berdoa, siswa yang tadi memimpin doa kemudian memimpin teman-temannya untuk memberi salam kepada guru dan observer. Setelah guru menjawab salam, guru kemudian mengabsen kehadiran siswa dan menanyakan siapa siswa yang tidak hadir di kelas pada pagi hari ini kepada siswa yang hadir, kemudian guru mengkondisikan kelas untuk mempersiapkan diri masuk ke dalam proses pembelajaran.

Siswa dibagi menjadi beberapa kelompok sesuai dengan penerapan cooperative learning tipe STAD, yaitu 9 kelompok dengan jumlah anggota 4-5 orang setiap kelompoknya, dengan variasi tingkat kemampuan akademik yaitu tinggi, sedang,


(39)

dan rendah, serta variasi jenis kelamin dan suku bangsa. Siswa memperhatikan penjelasan guru mengenai tujuan pembelajaran, serta mengenai materi (penyajian materi oleh guru), kemudian guru memberikan motivasi- motivasi kepada siswa untuk belajar berkooperatif.

Guru memberikan apersepsi kepada siswa dengan mengajak siswa bersama-sama beryanyi, “Anak-anak, marilah kita bersama-sama menyanyikan lagu Satu Nusa Bangsa.” Guru dan siswa bersama-sama menyanyikan lagu Satu Nusa Satu Bangsa. “Baiklah, Bu Guru akan menyampaikan tujuan pembelajaran kita pada pagi hari ini. “Pagi ini kita akan mempelajari peristiwa Sumpah Pemuda dan menerapkannya dalam kegiatan belajar kelompok bersama teman-teman kalian satu kelas. Banyak hal yang dapat kita pelajari dan kita contoh dari peristiwa Sumpah Pemuda. Salah satunya adalah sikap bekerja sama untuk mempertahankan persatuan dan kesatuan bangsa. Kita akan mempraktekkannya dalam kegiatan pembelajaran kita pada hari ini." Guru membacakan isi teks Sumpah Pemuda dan meminta siswa menirukan ucapan guru, “Anak-anak, ibu akan membacakan isi teks Sumpah Pemuda, nanti kalian semua menirukannya.” Siswa menjawab serempak,”Iya, Bu Guru!”. Setelah siswa mengucapkan isi Sumpah Pemuda, guru mencoba menggali pemahaman siswa tentang isi Sumpah Pemuda. ” Coba, apa makna yang terkandung dalam Sumpah Pemuda yang kalian ucapkan tadi!”. Para siswa berami-ramai menjawab pertanyaan guru sambil mengacungkan jari. Guru menunjuk salah satu siswa untuk menjawab pertanyaan guru. “ Coba R, apa jawabanmu!”. R menjawab, “ Satu nusa, satu bangsa, dan satu bahasa, Bu!” Guru kemudian membenarkan jawaban yang diberikan


(40)

“Anak-anak, makna Sumpah Pemuda memiliki arti yang sangat mendalam bagi bangsa kita. Maka tujuan pembelajaran kita pagi hari ini bukan hanya menghafal isi Sumpah Pemuda saja tetapi juga mendiskusikan bagaimana menerapkan isi Sumpah Pemuda dalam tindakan kita sehari-hari.”

“Nah, sekarang kalian coba diskusikan isi Sumpah Pemuda bersama-sama dengan kelompok kalian masing-masing!”. Kemudian siswa berdiskusi tentang isi Sumpah Pemuda lalu menuliskan isi teks Sumpah Pemuda dengan lengkap dan benar. Dengan kelompok masing-masing siswa kemudian mendiskusikan cara mengamalkan nilai-nilai Sumpah Pemuda dalam kehidupan sehari-hari. Sementara siswa bekerja kelompok, guru berkeliling sambil memberikan motivasi kepada seluruh siswa agar dapat berkooperatif. Siswa diberi waktu kira-kira 10 menit untuk menyelesaikan tugas dari guru, kemudian salah satu siswa sebagai perwakilan dari setiap kelompok, maju untuk mempresentasikan hasil kegiatan/ diskusi kelompok mereka. Setelah semua kelompok membacakan hasil diskusi mereka, guru menyempurnakan jawaban siswa tentang cara mengamalkan nilai-nilai Sumpah Pemuda dalam kehidupan sehari-hari dengan menambahkan contoh-contoh lain dari pengamalan nilai-nilai Sumpah Pemuda, dan menyimpulkan isi materi tentang Sumpah Pemuda.

Kemudian guru mengingatkan kembali siswa tentang materi pembagian. “Anak -anak, tadi kalian sudah menulis isi teks Sumpah Pemuda dan mendiskusikan pengamalan nilai-nilai Sumpah Pemuda dalam kehidupan sehari-hari. Coba sekarang ibu akan bertanya tentang pembagian 2 buah bilangan. Siapa yang bisa menjawab langsung tunjuk jari!”. “Coba berapa hasil pembagian dari 25:5!”. Siswa beramai-ramai berusaha menjawab pertanyaan guru sambil mengacungkan


(41)

jari. Guru menunjuk salah satu siswa untuk menjawab. “ Berapa jawabannya, R?”. R menjawab, “5, Bu!”. Guru lalu membenarkan jawaban siswa tersebut. “Benar!”. “Berapa hasil pembagian dari 48 : 6?”. “ Berapa jawabannya, N?”N menjawab, “8, Bu!”. “Ya benar jawabanmu, N.” Guru memberikan beberapa pertanyaan lagi seputar hasil pembegian dari 2 bilangan kepada siswa, siswa bergantian menjawab. Lalu guru menyampaikan tugas yang harus dikerjakan siswa bersama kelompok masing-masing. “Anak-anak, ibu akan memberikan tugas kelompok yaitu melengkapi tabel pembagian!”. “Tugas kelompok ini bisa kalian kerjakan bersama-sama, bantulah temanmu yang belum memahami pembagian!”

Setiap kelompok diberi lembar kerja/ kegiatan yang berisi tabel pembagian untuk diisi dan dilengkapi oleh setiap kelompok. Setelah selesai, salah satu siswa sebagai perwakilan dari tiap-tiap kelompok maju ke depan kelas untuk mempresentasikan hasil kegiatan kelompok mereka dengan cara melengkapi tabel pembagian yang telah dipersiapkan oleh guru. Siswa dari kelompok lain memberikan tanggapan terhadap jawaban-jawaban dari kelompok penyaji, untuk melengkapi jawaban kelompok tersebut.

Guru memberikan lembar kegiatan berikutnya berupa soal-soal isian tentang pembagian. Tes awal yang merupakan langkah pertama dalam kegiatan PTK berfungsi untuk memperoleh skor yang akan digunakan sebagai skor dasar (skor awal) untuk menentukan poin peningkatan individu. Tes awal ini dengan alokasi waktu 10 menit dan diharapkan akan memperoleh hasil belajar siswa yang mengikuti pembelajaran matematika dan pada tes awal ini masih terdapat siswa yang memperoleh nilai di bawah Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM). Setelah itu, guru memberikan tugas kelompok. Siswa bersama kelompok masing-masing


(42)

menyelesaikan soal-soal tersebut. Setelah selesai belajar kelompok, guru membagikan kunci jawaban kepada setiap kelompok untuk memeriksa hasil kegiatan kelompok tersebut. Setiap kelompok memeriksa sendiri hasil pekerjaan mereka dan memperbaiki bersama-sama jika masih terdapat kesalahan-kesalahan. Siswa diberi kesempatan untuk bertanya mengenai materi pelajaran yang kurang dipahami. Siswa diberi permainan “spidol bergilir” yaitu memegang spidol secara bergiliran atau diberikan kepada teman berikutnya dengan iringan atau menyanyikan lagu “Balonku Ada Lima” dan tepukan tangan dari guru sebanyak satu kali sebagai tanda spidol harus berpindah tangan pada siswa berikutnya. Siswa yang mendapat spidol setelah lagu berhenti, mendapat giliran maju untuk mengerjakan soal pembagian di papan tulis. Siswa yang maju sebanyak 4 orang dan mendapat penghargaan berupa pujian untuk memotivasi siswa. Sebelum mengakhiri proses pembelajaran, siswa bersama guru menyimpulkan materi yang telah dipelajari.

2) Pertemuan 2

Pertemuan 2 dilaksanakan pada hari Kamis, 14 Februari 2013 pada pukul 07.00 WIB sampai dengan pukul 09.20. Guru dan observer mendampingi siswa berbaris di depan kelas dan menyalami siswa pada saat akan masuk ke dalam kelas satu-persatu sambil memberikan ucapan selamat pagi. Guru dan observer masuk ke dalam kelas, kemudian salah satu siswa yang mendapat giliran memimpin doa maju ke depan kelas dan mengajak siswa lainnya untuk berdoa bersama-sama, siswa dan guru saling mengucapkan salam. Guru mengabsen kehadiran siswa dan mengkondisikan kelas agar siap melaksanakan kegiatan pembelajaran. Siswa diajak guru menyanyikan lagu “Dari Sabang Sampai Merauke”, kemudian guru


(43)

menanyakan isi lagu tersebut menurut siswa.

Siswa dibagi menjadi 9 kelompok sesuai dengan penerapan cooperative learning tipe STAD, pembagian kelompok ini sama seperti pembagian kelompok pada pertemuan 1. Siswa memperhatikan penjelasan guru mengenai tujuan pembelajaran serta materi yang akan diberikan oleh guru. Kemudian guru memberikan motivasi-motivasi pada siswa untuk belajar berkooperatif.

Setiap kelompok diberi lembar kegiatan yang berisi soal cerita yang berisi tentang pembagian. Salah satu siswa sebagai perwakilan dari setiap kelompok, maju untuk mempresentasikan hasil kegiatan kelompok mereka. Siswa dari kelompok lain memberikan tanggapan atas jawaban-jawaban dari kelompok penyaji, untuk melengkapi jawaban kelompok tersebut. Setelah selesai belajar kelompok, guru membagikan kunci jawaban pada setiap kelompok, untuk memeriksa hasil kegiatan kelompok tersebut. Setiap kelompok memeriksa sendiri hasil pekerjaan mereka dan memperbaikinya jika masih terdapat kesalahan-kesalahan. Siswa diberi kesempatan untuk bertanya mengenai materi pelajaran yang kurang

dipahami.

Siswa mengerjakan kuis, yaitu soal-soal sebagai tes individu dan tidak diperkenankan bekerjasama dalam menjawab soal-soal yang diberikan oleh guru tersebut. Guru mengingatkan siswa untuk mengerjakan soal dengan tenang , teliti, dan percaya diri. Tes formatif (kuis) yang diberikan kepada siswa ini untuk melihat tingkat penguasaan materi pelajaran matematika yang telah diajarkan.Pemberian penghargaan kelompok sesuai dengan pedoman pada STAD. Kelompok yang terbaik akan mendapat kertas origami berwarna yang berbentuk


(44)

bunga untuk semua anggota kelompok. Sebelum mengakhiri pembelajaran, siswa bersama guru menyimpulkan materi yang telah dipelajari.

C. Observasi Tindakan Siklus I

Di dalam pengamatan kegiatan pembelajaran yang dilakukan oleh peneliti dan observer antara lain mendokumentasikan segala sesuatu yang berkaitan dengan pelaksanaan tindakan. Pengamatan dilakukan mulai proses pembelajaran berlangsung hingga akhir pelaksanaan tindakan siklus I dengan menggunakan instrumen penelitian berupa catatan lapangan dan kamera digital.

Hasil observasi aktivitas siswa selama proses pembelajaran pertemuan ke-1 dan pertemuan ke-2 pada siklus I menunjukkan bahwa siswa yang aktif sebanyak 30 orang atau 69,76% dan belum aktif sebanyak 13 siswa atau 30,23%. Nilai rata-rata 72,05% atau belum mencapai indikator yang ditentukan. Pada siklus ini masih ada 32,09% siswa yang belum melakukan aktivitas belajar dengan baik. Berdasarkan observasi dan catatan lapangan pada pertemuan 1, sebagian siswa masih ada yang belum berani untuk bertanya, baik kepada teman satu kelompok maupun kepada guru berkenaan dengan materi pelajaran yang diberikan. Guru masih mendominasi pembelajaran di kelas dan kurang memperhatikan alokasi waktu yang diperlukan, sehingga pelaksanaan kegiatan akhir kekurangan waktu. Siswa juga belum berani tampil ke depan kelas untuk menjawab pertanyaan guru dengan inisiatif sendiri. Pada pertemuan ke 2, guru sudah memberikan arahan kepada siswa tentang pentingnya bekerja sama dan saling memberikan bantuan kepada teman yang mengalami kesulitan dalam kegiatan pembelajaran, tetapi masih ada siswa yang kurang berpartisipasi dalam kegiatan pembelajaran. Selain itu, guru belum melakukan pendekatan secara individual. Motivasi yang


(45)

disampaikan guru belum mampu membuat siswa bersikap sungguh-sungguh. Hasil observasi siswa dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 1: Hasil Observasi Aktivitas Siswa Siklus I No Nama Siswa Prt 1 Prt 2

Rata-rata

Persen (%)

Kategori

Jml Jml A BA

01 ART 16 18 17,0 56,7 BA

2 AWP 23 24 23,5 78,3 A

3 AL 18 20 19,0 63,3 BA

4 CHTP 18 20 19,0 63,3 BA

5 CVHP 23 24 23,5 78,3 A

6 CDW 21 24 22,5 75,0 A

7 DLP 22 24 23,0 76,7 A

8 EABM 23 24 23,5 78,3 A

9 FADD 18 20 19,0 63,3 BA

10 FL 23 24 23,5 78,3 A

11 GSD 22 24 23,0 76,7 A

12 GVE 23 24 23,5 75,0 A

13 GIS 21 24 22,5 75,0 A

14 IS 23 25 24,0 80,0 A

15 IF 23 24 23,5 78,3 A

16 KD 21 24 22,5 75,0 A

17 KAP 22 24 23,0 76,7 A

18 LPN 22 24 23,0 76,7 A

19 LPP 18 20 19,0 63,3 BA

20 LJDA 21 24 22,5 75,0 A

21 MAY 17 18 17,5 58,3 BA

22 MA 15 18 16,5 55,0 BA

23 MWAR 21 24 22,5 75,0 A

24 MDA 17 18 17,5 58,3 BA

24 NKBSP 22 24 23,0 76,7 A

26 NPLGN 22 23 22,5 75,0 A

27 NVA 23 23 23,0 76,7 A

28 OMPY 18 20 19,0 63,3 BA

29 PAW 18 20 19,0 63,3 BA

30 PIO 22 24 23,0 76,7 A

31 RN 23 25 24,0 80,0 A

32 RPP 18 20 19,0 63,3 BA

33 RM 15 18 16,5 55,0 BA

34 RML 23 25 24,0 80,0 A

No Nama Siswa Prt 1 Prt 2 Rata-rata

Persen (%)

Kategori

Jml Jml A BA

35 RAK 22 23 22,5 75,0 A


(46)

37 SYT 23 24 23,5 78,3 A

38 TIO 21 24 22,5 75,0 A

39 TRS 23 25 24,0 80,0 A

40 YSP 23 25 24,0 80,0 A

41 MV 18 19 18,5 61,7 BA

42 CNR 21 24 22,5 75,0 A

43 NDL 20 23 21,5 71,7 A

JUMLAH 890 971 930,5 3098,2 30 13

PERSENTASE (%) 68,99 75,27 21,64 72,05 69,8 30,2 Dari tabel 1 diketahui bahwa aktivitas siswa pada siklus I mengalami perubahan dari pertemuan 1 ke pertemuan 2. Pada pertemuan 1, siswa terkategori paling aktif adalah SFSD dengan tingkat aktivitas mencapai 24 atau 80,0%. Sedangkan siswa yang belum aktif pada pertemuan 1 adalah MA dan RM dengan tingkat aktivitas 15 atau sekitar 50% saja. Pada pertemuan 2 terjadi peningkatan secara

keseluruhan dengan aktivitas tertinggi mencapai nilai 25 atau sekitar 83,3% atas nama IS, RN, RML, SFSD, TRS, dan YSP. Sedangkan aktivitas terendah atas nama ART, MDA, MA, MAY dan RM yaitu 18 atau sekitar 60,0%. Dalam siklus I siswa yang paling aktif dalam pembelajaran adalah SFSD dengan tingkat aktivitas 24,5 atau 81,7%Jumlah nilai rata-rata hasil observasi aktivitas siswa sebesar 3098,2 dengan rata-rata 21,64 atau 72,05% dengan kategori sedang. Selain melakukan observasi tindakan aktivitas siswa, observer juga melakukan observasi dan penilaian terhadap kinerja guru dan diperoleh data sebagai berikut.

Tabel 2: Hasil Observasi Kinerja Guru Siklus I

No Aspek Kinerja Guru Pertemuan Rerata


(47)

I Pra Pembelajaran

1. Kesiapan ruang, alat, dan media pembelajaran 80 80 80

2. Memeriksa kesiapan siswa 75 75 75

II Membuka Pelajaran

3. Melakukan apersepsi 80 80 80

4. Menyampaikan kompetensi (tujuan) yang akan dicapai dan

rencana kegiatan 75 75 75

III Kegiatan Inti Pembelajaran

5. Menunjukkan penguasaan materi pembelajaran 80 80 80 6. Mengaitkan materi dengan pengetahuan yang relevan 75 80 77,5 7. Menyampaikan materi sesuai dengan hirarki belajar 70 75 72,5 8. Mengaitkan materi dengan realitas kehidupan 70 75 72,5 9. Melaksanakan pembelajaran sesuai dengan kompetensi

(tujuan) yang akan dicapai 80 80 80

10. Melaksanakan pembelajaran sesuai dengan tingka

perkembangan dan kebutuhan siswa 75 75 75

11. Melaksanakan pembelajaran secara runtut 75 75 75

12. Menguasai kelas 75 80 77,5

13. Melaksanakan pembelajara dengan Cooperative Learning

tipe STAD 70 75 72,5

14. Melaksanakan pembelajaran yang memungkinkan

tumbuhnya kebiasaan positif 75 75 75

15. Melaksanakan pembelajaran sesuai dengan waktu yang telah

dialokasikan

70 70 70

16. Menunjukkan keterampilan dalam penggunaan media 75 75 75

17. Menghasilkan pesan yang menarik 75 75 75

18. Menggunakan media secara efektif dan efisien 75 80 77,5 19. Melibatkan siswa dalam pemanfaatan media 70 75 72,5

20. Memantau kemajuan belajar 75 75 75

21. Melakukan penilaian akhir sesuai dengan kompetensi

(tujuan) 70 75 72,5

IV Penutup

22. Melakukan refleksi pembelajaran yang melibatkan siswa 70 70 70 23. Menyusun rangkuman dengan melibatkan peserta didik 70 70 70

24. Melaksanakan tindak lanjut 70 70 70

Jumlah Skor 1783 1815 1795

Persentase (%) 74,29 75,62 74,79

Dari hasil penilaian observasi kinerja guru yang disajikan pada tabel 2, dapat dilihat bahwa terjadi peningkatan kinerja guru dari pertemuan 1 ke pertemuan 2. Persentase rata-rata kinerja guru pada pertemuan 1 adalah 74,29% meningkat menjadi 75,62% pada pertemuan 2. Peningkatan terjadi pada beberapa aspek yaitu pada aspek mengaitkan materi dengan pengetahuan lain yang relevan, aspek menyampaikan materi sesuai dengan hirarki belajar, aspek mengaitkan materi dengan realitas kehidupan, menguasai kelas, melaksanakan pembelajaran dengan


(48)

metode cooperative learning tipe STAD, menggunakan media secara efektif dan efisien, melibatkan siswa dalam pemenfaatan media, dan melakukan penilaian akhir sesuai dengan kompetensi (tujuan). Jumlah nilai rata-rata kinerja guru pada siklus I adalah 1795 dengan rata-rata 74,79 atau 74,79% dengan kategori baik. Pelaksanaan tindakan siklus I proses pembelajaran sudah berlangsung cukup baik, hasil tes pada siswa dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 3: Hasil Belajar Siswa Siklus I

No Nama Siswa

Nilai Matematika Nilai

Dasar Ket. Nilai Kuis Ket.

Skor/Poin Perkembang

an Individu

1 ART 37 BT 47 BT 20

2 AWP 73 T 83 T 20

3 AL 50 BT 40 BT 10

4 CHTP 40 BT 53 BT 20

5 CVHP 50 BT 63 BT 20

6 CDW 47 BT 63 T 30

7 DLP 53 BT 63 BT 20

8 EABM 53 BT 73 T 30

9 FADD 20 BT 40 BT 30

10 FL 60 BT 70 T 20

11 GSD 70 T 80 T 20

12 GVE 53 BT 63 T 20

13 GIS 53 BT 73 T 30

14 IS 93 T 87 T 10

15 IF 50 BT 40 BT 10

16 KD 20 BT 47 BT 30

17 KAP 73 T 83 T 20

18 LPN 80 T 73 T 10

19 LPP 33 BT 43 T 20

20 LJDA 57 BT 67 T 20

21 MAY 50 BT 40 BT 10

22 MA 43 BT 53 BT 20

23 MWA 40 BT 87 T 30

No Nama Siswa

Nilai Matematika Nilai

Dasar Ket. Nilai Kuis Ket.

Skor/Poin Perkembang


(49)

Individu

24 MDA 57 BT 60 BT 20

25 NKBS 73 T 80 T 20

26 NPLG 93 T 93 T 20

27 NVA 70 T 80 T 20

28 OMPY 40 BT 60 BT 30

29 PAW 40 BT 73 T 30

30 PIO 67 T 93 T 30

31 RN 93 T 93 T 20

32 RPP 53 BT 67 T 30

33 RM 20 BT 27 BT 20

34 RML 73 T 93 T 30

35 RAK 40 BT 60 BT 30

36 SFSD 80 T 80 T 20

37 SYT 40 BT 60 BT 30

38 TIO 53 BT 60 BT 20

39 TRS 73 T 80 T 20

40 YSP 60 BT 60 BT 20

41 MV 40 BT 53 BT 30

42 CNR 40 BT 60 BT 30

43 NDL 67 T 73 T 20

Jumlah Skor 2370 2836 960

Rata-rata 55,12 65,95 22,32

Skor Tertinggi 93 93

Skor Terendah 20 27

Hasil belajar siswa tabel 3 di atas, diketahui bahwa hasil skor dasar untuk pelajaran matematika menunjukkan 28 atau 65,11% 43 siswa memperoleh nilai di bawah 65 dan 15 atau 34,89% siswa mendapat nilai di atas atau sama dengan 65. Pada siklus I terjadi peningkatan nilai siswa jika dibandingkan dengan nilai pada tes pengetahuan awal (skor dasar). Hasil skor kuis menunjukkan sebanyak 19 atau 44,19% siswa dari 43 siswa memperoleh nilai di bawah 65 atau belum mencapai skor ketuntasan minimal dan sebanyak 24 atau 55,81% siswa memperoleh nilai di atas atau sama dengan 65 atau telah mencapai skor ketuntasan minimal. Nilai tertinggi yang dicapai oleh siswa untuk pelajaran matematika adalah 93 dan nilai terendah 27. ini berarti masih ada 19 siswa yang mengalami kesulitan pada materi


(50)

pembagian. Dari keterangan tersebut, diperoleh data persentase ketuntasan hasil belajar siswa sebagai berikut.

Tabel: 4 Persentase Ketuntasan Hasil Belajar Matematika Siswa Siklus I

NILAI (KETUNTASAN)

SIKLUS I

Skor Dasar Skor Kuis

Jumlah Siswa Persentase (%) Jumlah Siswa Persentase (%)

< 65 (BT) 28 65,11 19 44,19

65 (T) 15 34,89 24 55,81

Pelaksanaan tindakan siklus I, nilai perkembangan kelompok sudah cukup baik, nilai kelompok diperoleh dari jumlah skor/poin perkembangan individu dari masing-masing kelompok. Dari hasil tersebut, diperoleh penghargaan untuk masing-masing kelompok. Hal tersebut dapat terlihat pada tabel nilai

perkembangan kelompok pada siklus I berikut ini. Tabel 5: Hasil Skor dan Penghargaan Kelompok

Kelompok Nama Anggota Kelompok Skor/Poin Perkembangan Individu Jumlah Skor Kelompok Rata-rata Kelompok Penghargaan Kelompok I

1. GSD 20

120 24

Tim yang Istimewa (Super Team)

2. EABM 30

3. CHTP 20

4. ART 20

5. PAW 30

II 1. GVE 20

110 22

Tim yang Istimewa (Super Team)

2. AWP 20

3. DLP 20

4. RPP 30

5. RM 20

Kelompok Nama Anggota Skor/Poin Perkembangan Jumlah Skor Rata-rata Kelompok Penghargaan Kelompok


(51)

Kelompok Individu Kelompok

III

1. NKBSP 20

110 22

Tim yang Istimewa (Super Team)

2. FL 20

3. AL 10

4. KD 30

5. CNR 30

IV

1. NPLG 20

120 24

Tim yang Istimewa (Super Team)

2. SYT 30

3. FADD 30

4. NVA 20

5. TIO 20

V

1. RN 20

100 20

Tim yang Baik Sekali

(Great Team)

2. IS 10

3. GIS 30

4. MAY 10

5. PIO 30

VI

1. RML 30

130 26

Tim yang Istimewa (Super Team)

2. IF 10

3. CDW 30

4. MWAP 30

5. RAK 30

VII

1. SFSD 20

100 20

Tim yang Baik Sekali

(Great Team)

2. KAP 20

3. LJDA 20

4. LPP 20

5. MA 20

VIII

1. TRS 20

80 20

Tim yang Baik Sekali

(Great Team)

2. LPN 10

3. OMPY 30

4. CVHP 20

IX

1. MV 30

90 22,5

Tim yang Istimewa (Super Team)

2. NDL 20

3. MDA 20

4. YSP 20

Tabel 5, data nilai perkembangan skor kelompok siklus I menunjukkan hasil perkembangan kelompok sudah baik. Kelompok I, II, III, IV, VI dan IX memperoleh penghargaan Super Team (kelompok yang istimewa) sedangkan kelompok V, VII, dan VIII memperoleh penghargaan Great Team ( kelompok yang baik sekali).


(52)

Berdasarkan hasil pengamatan pada siklus I, peneliti bersama observer/pengamat mengadakan refleksi untuk pelaksanaan tindakan pada siklus II. Refleksi dilakukan untuk mengidentifikasi masalah- masalah yang menjadi penghambat dalam pelaksanaan proses pembelajaran, dari awal hingga akhir pembelajaran berlangsung. Dari hasil pengamatan ditemukan data-data sebagai berikut:

1) Pembelajaran masih didominasi oleh guru (teacher centered) dengan mendominasi sebagian besar pembicaraan di kelas. Seharusnya dengan menggunakan media pembelajaran dan model pembelajaran cooperative learning tipe STAD guru tidak terlalu banyak bicara.

2) Penggunaan alokasi waktu pada pelaksanaan pembelajaran belum sesuai dengan alokasi yang direncanakan pada RPP.

3) Guru belum berhasil memberikan motivasi kepada siswa untuk berani bertanya dan mengeluarkan pendapat.

4) Guru kecenderungan menjawab langsung pertanyaan siswa, padahal guru seharusnya melemparkan dahulu pertanyaan tersebut kepada siswa lain untuk memberikan jawabannya. Selain itu guru dapat memberikan pujian (reward) kepada siswa yang bertanya maupun menjawab.

5) Siswa yang berperan aktif dalam kelompok masih sedikit, masih didominasi oleh siswa yang memiliki kemampuan tinggi sedangkan siswa yang

kemampuannya rendah masih cenderung pasif.

6) Dari hasil tes siklus I siswa kelas III C SD Xaverius 3 Bandarlampung, yang telah mencapai skor ketuntasan minimal sebanyak 24 siswa atau sekitar 55,81% dan yang belum tuntas sebanyak 19 orang atau 44,19%.


(1)

90

Bandarlampung dari 43 orang siswa yang belum tuntas untuk mata pelajaran matematika sebanyak 7 orang siswa.

Penggunaan model pembelajaran cooperative learning tipe STAD ternyata

mampu meningkatkan hasil belajar siswa pada mata pelajaran matematika, hal ini dapat dilihat dari hasil belajar yang diperoleh siswa pada siklus I dan siklus II yang digambarkan pada grafik berikut ini.

Gambar 5. Grafik Rekapitulasi Persentase Hasil Belajar Siswa Per-Siklus

Secara umum berdasarkan data-data yang diperoleh dari hasil penelitian tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa pembelajaran dengan mempergunakan model pembelajaran cooperative learning tipe STAD dapat: (1) meningkatkan aktivitas

belajar matematika siswa kelas III SD Xaverius 3 Bandarlampung dan (2) meningkatkan hasil belajar matematika siswa kelas III SD Xaverius 3 Bandarlampung. 24 19 55,81 44,19 37 6 0 13,95 0 10 20 30 40 50 60 Jumlah Siswa % Jumlah Siswa %

Siklus I Siklus II

Persentase Hasil Belajar Siswa Per-Siklus

Tuntas Belum Tuntas


(2)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan refleksi dan diskusi pada bab sebelumnya, penulis dapat menyimpulkan bahwa model pembelajaran cooperative learning tipe STAD dapat

meningkatkan aktivitas dan hasil belajar matematika. Hal ini didasarkan pada beberapa temuan, yaitu:

1. Penggunaan model pembelajaran cooperative learning tipe STAD dapat

meningkatkan aktivitas belajar dalam pembelajaran matematika siswa kelas III SD Xaverius 3 Bandarlampung tahun pelajaran 2012-2013. Hal tersebut dapat dilihat dari hasil perbandingan pengamatan pada siklus I dan siklus II terdapat peningkatan aktivitas belajar sebesar 8,85%. Pencapaian klasikal sesuai dengan pembelajaran aktivitas belajar pada siklus I mencapai 72,05% dengan kategori “sedang” dan pada siklus II meningkat menjadi 80,9% dengan kategori

“tinggi”.

2. Hasil belajar melalui penggunaan model pembelajaran cooperative learning

tipe STAD dalam pembelajaran matematika dengan materi pembagian

menunjukkan adanya peningkatan yang signifikan terhadap hasil belajar siswa secara individu, hal ini terlihat dari hasil perbandingan tes awal dan tes akhir, yaitu meningkatnya perolehan hasil tes pada siswa kelas III SD Xaverius 3 Bandarlampung. Pada siklus I diperoleh nilai rata-rata kelas hasil belajar para siswa 65,95 dan pada siklus II meningkat menjadi 76,93. Terjadi peningkatan


(3)

92

rata-rata sebesar 10,98. Di samping itu pada siklus I diperoleh temuan sebanyak 24 orang siswa atau 55,81% telah berhasil mencapai ketuntasan minimal dan pada siklus II meningkat menjadi 37 orang siswa atau 86,05% yang berhasil mencapai nilai ketuntasan minimal. Dengan demikian total keseluruhan jumlah siswa kelas III SD Xaverius 3 Bandarlampung yaitu 43 orang siswa, terdapat 6 orang siswa atau 13,95% yang belum mencapai ketuntasan minimal.

Penggunaan model pembelajaran cooperative learning tipe STAD terbukti

efektif untuk meningkatkan hasil belajar matematika siswa kelas III SD Xaverius 3 Bandarlampung tahun pelajaran 2012/2013.

5.2 Saran

Proses pembelajaran yang baik dan menyenangkan adalah hal yang semestinya diciptakan oleh guru dalam membimbing dan memberi motivasi kepada siswa di kelas. Guru tentunya memiliki keinginan agar siswa dapat dengan mudah dan cepat menguasai serta mengaplikasikannya menjadi tujuan pembelajaran. Hal yang paling penting adalah guru hendaknya selalu melakukan pengamatan sejauh mana peningkatan belajar siswa di kelas.

Berdasarkan kesimpulan yang telah dipaparkan di atas, maka peneliti dapat mengemukakan beberapa saran dalam pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran cooperative learniang tipe STAD untuk perbaikan di masa

mendatang sebagai berikut:

1. Dalam penyusunan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP), guru yang menggunakan model pembelajaran cooperative learning tipe STAD sebagai


(4)

93

dapat menggunakan model pembelajaran cooperative learning tipe STAD

dalam

proses pembelajaran di kelas.

2. Agar model pembelajaran cooperative learning tipe STAD menjadi lebih

efektif, guru harus memperhatikan bahan ajar, sarana dan prasarana serta

kondisi siswa, agar siswa dapat terlibat ke dalam proses pembelajaran dan dapat menciptakan iklim sosial kelas yang kondusif.

3. Kemampuan guru dalam melaksanakan variasi gaya mengajar hendaknya selalu dicoba sebagai upaya menciptakan proses pembelajaran yang aktif, inovatif, kreatif, dan menyenangkan sesuai dengan prinsip pembelajaran PAIKEM. 4. Sebagai upaya meningkatkan aktivitas dan hasil belajar siswa, guru hendaknya terus mencoba berkreasi agar siswa senang dan tidak bosan untuk selalu meningkatkan kemampuan paedagogik dan selalu senang membaca.


(5)

DAFTAR PUSTAKA

Ali, Muhammad, 2000. Penelitian Kependidikan Prosedur dan Strategi, Bandung: Angkasa

Arikunto, Suharsimi, 2009. Penelitian Tindakan Kelas, Jakarta: PT Bumi Aksara

Aqib,Zainal dkk, 2009. Penelitian Tindakan Kelas untuk Guru SD,SLB dan TK. Bandung: Yrama Widya

dedidafecia.blogspot.com/2012/05/mkalah-gaya-mengajar-guru.html diunduh 8 Juli 2013

Departemen Pendidikan Nasional, 2006. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan: Depdikbud

Dimyati dan Mudjiono, 2002. Belajar dan Pembelajaran, Jakarta: Rineka Cipta

Fathurrohman, Sutikno, 2011. Strategi Belajar Mengajar Melalui Penanaman Konsep Umum dan Konsep Islami, Bandung: Refika Aditama.

Hamalik, Oemar, 2011. Proses BelajarMengajar, Jakarta: Balai Pustaka

http://www.sarjanaku.com/2011/03/pembelajaran-kooperatif-tipe-stad.html 8 Desember 2012

http://www.sekolahdasar.net/2012/05/pembelajaran-kooperatif-tipe-tgt-teams. html#ixzz2EQili2BX diunduh 8 Desember 2012

http://id.wikipedia.org/wiki/Matematika diunduh 10 November 2012

Munowaroh, 2012. Pembelajaran Tematik dan Aplikasinya di Sekolah Dasar. Pdf, diunggah 16 Mei 2012 dan diakses tanggal 8 Januari 2012 pk. 10.23 wib dari website http://www.ebookbroswe.com/pengertian-pembelajaran- tematik-menurut-para-ahli-pdf-d376693796

Rusman, 2012. Model-Model Pembelajaran Mengembangkan Profesionalisme Guru, Jakarta:PT Raja Grafindo Persada

Sardiman, 2011. Interaksi & Motivasi Belajar Mengajar, Jakarta:PT Raja Grafindo Persada


(6)

Slamento, 1998. Evaluasi Pendidikan, Jakarta: Bumi Angkasa

Sudjana, Nana, 1989. Dasar-dasar Proses Belajar Mengajar, Bandung: Sinar Baru Offset

Suherman, dkk, 2001. Strategi Pembelajaran Kontemporer Jurusan Pendidikan Matematika, Bandung: UPI-JICA

Suryana,2006.Manajemen Kelas.Jakarta:Universitas Pendidikan Indonesia

Suyatna, Agus, 2011. Pendidikan dan Latihan Profesi Guru Sertifikasi Guru dalam Jabatan Rayon 07 Universitas Lampung, Bandarlampung, FKIP Unila

Trianto,2011. Mendesain Model Pembelajaran Inovatf-Progresif, Jakarta:PT. Pustaka Utama

www.scribd.com/doc/24734126/pembelajaran cooperative learning (diunduh pada tanggal 23 September 2012)


Dokumen yang terkait

Penerapan model pembelajaran kooperatif dengan teknik Student Teams Achievement Division (STAD) untuk meningkatkan hasil belajar fiqih di MTs Nurul Hikmah Jakarta

0 9 145

Penerapan model pembelajaran kooperatif student teams achievement division dalam meningkatkan hasil belajar siswa pada mata pelajaran fiqih: penelitian tindakan kelas VIII-3 di MTs Jami'yyatul Khair Ciputat Timur

0 5 176

Pengaruh Model Pembelajaran Kooperatif Tipe (Student Team Achievement Divisions) STAD Terhadap Hasil Belajar Matematika Siswa SD

1 6 165

Upaya meningkatkan hasil belajar siswa melalui model pembelajaran kooperatif tipe Stad (Student Teams Achievement Division) pada pembelajaran IPS kelas IV MI Miftahul Khair Tangerang

0 13 0

Penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Student Teams Achievement Divisions (STAD) dalam meningkatkan hasil belajar akidah akhlak: penelitian tindakan kelas di MA Nihayatul Amal Karawang

0 10 156

PENINGKATAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR MATA PELAJARAN MATEMATIKA MENGGUNAKAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE STUDENT TEAM ACHIEVEMENT DEVISION BAGI SISWA KELAS IV DI SD NEGERI 2 SERDANG TAHUN PELAJARAN 2011/2012

0 12 32

PENINGKATAN HASIL BELAJAR MATEMATIKA MELALUI MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE STUDENT TEAMS ACHIEVEMENT DIVISION (STAD) KELAS IV SISWA SD NEGERI TANJUNG SENANG BANDAR LAMPUNG TAHUN PELAJARAN 2012/2013

0 17 67

UPAYA MENINGKATKAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR IPA MELALUI MODEL KOOPERATIF STUDENT TEAMS ACHIEVEMENT DEVISION (STAD) PADA SISWA KELAS V A SD NEGERI WAY HALIM PERMAI

0 12 45

MENINGKATKAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR MATEMATIKA MELALUI MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE STUDENT TEAMS ACHIEVEMENT DIVISIONS PADA SISWA KELAS IV SD NEGERI 3 BOJONG TAHUN PELAJARAN 2012/2013

0 8 107

Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Student Teams Achievement Division dalam Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Pada Mata Pelajaran Fiqih (Penelitian Tindakan Kelas VIII-3 di Mts. Jam'yyatul Khair Ciputat Timur)

0 5 176