PENGARUH MODEL PROBLEM BASED LEARNING (PBL) TERHADAP KEMAMPUAN BERPIKIR KREATIF PADA MATERI POKOK PENGARUH KEPADATAN POPULASI MANUSIA TERHADAP LINGKUNGAN (Studi Eksperimen Siswa Kelas VII SMP Negeri 2 Jati Agung Semester Genap TP. 2014/2015)

(1)

ii

ABSTRAK

PENGARUH MODEL PROBLEM BASED LEARNING (PBL) TERHADAP

KEMAMPUAN BERPIKIR KREATIF PADA MATERI POKOK PENGARUH KEPADATAN POPULASI MANUSIA

TERHADAP LINGKUNGAN

(Studi Eksperimen Siswa Kelas VII SMP Negeri 2 Jati Agung Semester Genap TP. 2014/2015)

Oleh

ISMAH FATHIMAH

Kemampuan berpikir kreatif merupakan salah satu kompetensi penting sebagai bagian dari kecakapan hidup (life skill). Namun, di kelas VII SMP Negeri 2 Jati Agung Kabupaten Lampung Selatan belum dikembangkan secara optimal. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh model

pembelajaran PBL dalam meningkatkan kemampuan berpikir kreatif siswa.

Penelitian ini merupakan studi eksperimental dengan desain pretestpostest non-equivalen.Sampel penelitian adalah siswa kelas VII A dan VII B yang dipilih dari populasi secara purposive sampling. Data kuantitatif berupa kemampuan berpikir kreatif (KBK) yang diperoleh dari rata-rata nilai pretest, postest dan N-gain yang dianalisis statistik menggunakan uji-t dan U melalui bantuan program SPSS 17.

Data kualitatif berupa aktivitas belajar siswa yang diperoleh melalui lembar observasi dan tanggapan siswa terhadap penggunaan model PBL melalui angket yang dianalisis secara deskriptif.


(2)

iii

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pembelajaran menggunakan model PBL berpengaruh dalam meningkatkan kemampuan berpikir kreatif siswa dengan rata-rata peningkatan kemampuan berpikir kreatif siswa kelas eksperimen = 52,60 lebih tinggi dibandingkan kelas kontrol = 38,45. Serta rata-rata persentase peningkatan aktivitas belajar siswa pada kelas eksperimen = 64,05 lebih tinggi dibandingkan kelas kontrol = 50,68. Aktivitas yang diamati antara lain

mengajukan pertanyaan, menjawab pertanyaan, persentasi, serta bertukar informasi. Selain itu, sebagian besar siswa memberikan tanggapan positif terhadap penggunaan model PBL.

Kata kunci : problem based learning (PBL), kemampuan berpikir kreatif (KBK), aktivitas belajar, dan kepadatan populasi manusia


(3)

PENGARUH MODEL PROBLEM BASED LEARNING (PBL) TERHADAP KEMAMPUAN BERPIKIR KREATIF PADA MATERI POKOK

PENGARUH KEPADATAN POPULASI MANUSIA TERHADAP LINGKUNGAN

(Studi Eksperimen Siswa Kelas VII SMP Negeri 2 Jati Agung Semester Genap TP. 2014/2015)

Oleh

ISMAH FATHIMAH

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mendapatkan Gelar SARJANA PENDIDIKAN

Pada

Program Studi Pendidikan Biologi

Jurusan Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG 2015


(4)

(5)

(6)

(7)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bandar Lampung, pada 28 Agustus 1992, merupakan anak pertama dari dua bersaudara pasangan Bapak Kgs. Muhammad Syukri, S.Pd., dengan Ibu Iska Sulasmiati S.Pd., penulis beralamatkan di Jl. Terusan Pulau Bawean II Gg. Sentosa No. 19 Sukarame Bandar Lampung dengan nomor telepon 08992277994.

Pendidikan yang ditempuh penulis adalah SD Negeri 1 Wayhalim Permai Bandar Lampung (1998-2000), SMP Negeri 12 Bandar Lampung (2000-2003), SMA Negeri 5 Bandar Lampung (2003-2010). Pada tahun 2011, penulis terdaftar sebagai mahasiswa Pendidikan Biologi FKIP Unila melalui jalur Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN).

Selama kuliah penulis melaksanakan Program Pengalaman Lapangan (PPL) dan Kuliah Kerja Nyata (KKN) Terintegrasi di SMP Negeri 1 Lumbok Seminung Pekon Sukamaju Kabupaten Lampung Barat (Tahun 2014), dan penelitian pendidikan di SMP Negeri 2 Jati Agung Kabupaten Lampung Selatan untuk meraih gelar sarjana pendidikan (S.Pd), pada tahun 2015.


(8)

Dengan menyebut nama Allah yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang

PERSEMBAHAN

Kupersembahkan karya ini untuk orang-orang yang berharga dalam

hidupku:

Ayahanda Kgs. Muhammad Syukri dan Ibunda Iska Sulasmiati yang

dengan penuh cinta dan kasih sayang mendidik, mendoakan dan selalu

mendukungku menuju kesuksesan dan kebahagiaan.

Kepada Adikku Muhammad Ali Al Habib dan Kakak Hassan yang

senantiasa memotivasi, menghiburku, serta memberikan bantuan

Kepada Dosen, Ustad, dan Guruku atas inspirasi dan ilmu yang

begitu bermanfaat dalam kehidupanku

Terimakasih kepada sahabat Pendidikan Biologi 2011 dan

Almamaterku Universitas Lampung


(9)

Moto

Allah tidak akan membebani seseorang melainkan

sesuai kesanggupannya

(Al Baqarah: 286)

Tinta bagi seorang pelajar lebih suci nilainya daripada darah

seorang martir

(Rasullulah saw)

Kecintaan terhadap ilmu termasuk kemuliaan cita-cita


(10)

SANWACANA

Alhamdulillahirobbil‟alamin, Puji Syukur kehadirat Allah SWT, atas segala limpahan rahmat dan nikmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini sebagai salah satu syarat dalam meraih gelar Sarjana Pendidikan pada Program Studi Pendidikan Biologi Jurusan Pendidikan MIPA FKIP Unila. Skripsi ini berjudul “Pengaruh Model Problem Based Learning (PBL) Terhadap

Kemampuan Berpikir Kreatif pada Materi Pokok Pengaruh Kepadatan Populasi Manusia terhadap Lingkungan (Studi Eksperimen Siswa Kelas VII SMP Negeri 2 Jati Agung Semester Genap TP. 2014/2015)”.

Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini tidak terlepas dari peranan dan bantuan berbagai pihak. Untuk itu penulis mengucapkan terima kasih kepada: 1. Dr. Bujang Rahman, M.Si., selaku Dekan FKIP Universitas Lampung;

2. Dr. Caswita, M.Si., selaku Ketua Jurusan PMIPA FKIP Universitas Lampung; 3. Berti Yolida, S.Pd., M.Pd., selaku Ketua Program Studi Pendidikan Biologi; 4. Dr. Tri Jalmo, M.Si., selaku Pembimbing I yang telah memberikan bimbingan

dan motivasi dalam proses penyelesaian skripsi ini;

5. Rini Rita T. Marpaung, S.Pd, M.Pd., selaku Pembimbing Akademik sekaligus Pembimbing II yang telah memberikan bimbingan dan motivasi dalam proses penyelesaian skripsi ini;


(11)

xii

6. Drs. Arwin Achmad, M.Si., selaku Pembahas yang telah memberikan saran dan motivasi yang sangat berharga;

7. Retno Widyaningsih, S.Pd., selaku Kepala SMP Negeri 2 Jati Agung dan Bapak Mujiono selaku guru mitra, yang telah memberikan izin danbantuan selama penelitian serta motivasi yang sangat berharga;

8. Seluruh dewan guru, staf, dan siswa-siswi kelas VIIA dan VIIB SMP Negeri 2 Jati Agung atas kerjasama yang baik selama penelitian berlangsung;

9. Sahabat-sahabat seperjuangan (Pendidikan Biologi 2011), kakak serta adik tingkat Pendidikan Biologi FKIP UNILA terimakasih atas bantuan, dukungan dan persahabatan yang sangat berharga;

10.Semua pihak yang membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini;

Akhir kata, penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi kita semua. Aamin.

Bandar Lampung, Agustus 2015 Penulis


(12)

xiii DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... xv

DAFTAR GAMBAR ... xvii

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Rumusan Masalah ... 4

C. Tujuan Penelitian ... 5

D. Manfaat Penelitian ... 5

E. Ruang Lingkup Penelitian ... 6

F. Kerangka Pikir ... 7

G. Hipotesis ... 9

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Model Pembelajaran Problem Based Learning (PBL) ... 10

B. Kemampuan Berpikir Kreatif atau Creative Thinking ... 18

III. METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian ... 29

B. Populasi dan Sampel ... 29

C. Desain Penelitian ... 29

D. Prosedur penelitian ... 30

E. Jenis dan Teknik Pengambilan Data ... 35

F. Teknik Analisis Data ... 39

IV.HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian ... 45


(13)

xiv V. SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan ... 55

B. Saran ... 55

DAFTAR PUSTAKA ... 57

LAMPIRAN 1. Silabus ... 61

2. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran ... 65

3. Lembar Kerja Siswa ... 76

4. Soal Pretes dan Postes ... 92

5. Data Hasil Penelitian ... 100

6. Analisis Uji Statistik Data Hasil Penelitian ... 109


(14)

xv

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel

1. Langkah-langkah pembelajaran model PBL ... 13

2. Indikator berpikir kreatif ... 22

3. Tabulasi data aktivitas belajar siswa ... 37

4. Rubrik penilaian aktivitas belajar siswa ... ... 37

5. Item pertanyaan pada angket ... 38

6. Kriteria kemampuan berpikir kreatif siswa ... 42

7. Kriteria persentase aktivitas belajar siswa ... 43

8. Skor jawaban angket ... 43

9. Tabulasi data angket tanggapan siswa terhadap model PBL ... 44

10. Kriteria persentase tanggapan siswa terhadap PBL ... 44

11. Hasil uji normalitas, homogenitas, persamaan dan perbedaan dua rata-rata ... 45

12. Hasil analisis rata-rata N-gain setiap indikator KBK siswa pada kelas eksperimen dan kontrol ... 48

13. Rata-rata aktivitas belajar siswa ... 47

14. Nilai pretest, postest, dan N-gain kelas eksperimen ... 100

15. Nilai pretest, postest, dan N-gain kelas kontrol ... 101


(15)

xvi

17. Analisis butir soal kelas kontrol ... 103

18. Analisis per indikator KBK kelas eksperimen... 104

19. Analisis per indikator KBK kelas kontrol ... 105

20. Analisis data aktivitas belajar siswa kelas eksperimen ... 106

21. Analisis data aktivitas belajar siswa kelas kontrol ... 107

22. Analisis data angket tanggapan siswa terhadap PBL . ... 108

23. Hasil uji normalitas pretest kelas kontrol dan eksperimen ... 109

24. Hasil uji kesamaan dua varians dan kesamaan dua rata-rata pretest . 109

25. Hasil uji normalitas postest kelas eksperimen dan kontrol ... 111

26. Hasil uji Mann-Withney Upostest kelas eksperimen dan kontrol .... 111

27. Hasil uji normalitas N-gain kelas eksperimen dan kontrol ... 112

28. Hasil uji kesamaan dua varians dan kesamaan dua rata-rata N-gain . 112

29. Hasil uji satu pihak N-gain ... 113

30. Hasil uji normalitas N-gain aspek fluency kelas eksperimen dan kontrol ... 114

31. Hasil uji kesamaan dua varian dan kesamaan dua rata aspek fluency 115

32. Hasil uji satu pihak aspek fluency ... 116

33. Hasil uji normalitas aspek flexibility kelas eksperimen dan kontrol.. 116


(16)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1. Hubungan antara variabel bebas dan variabel terikat ... 9

2. Desain penelitian pretest-postest kelompok tak ekuivalen. ... 30

3. Grafik aktivitas belajar kelas eksperimen dan kontrol. ... 48

4. Grafik tanggapan siswa terhadap penggunaan model PBL.... 48

5. Mengorientasi siswa pada masalah ... 118

6. Mengorganisasi siswa untuk belajar ... 118

7. Guru membantu penyelidikan mandiri dan kelompok ... 119

8. Siswa melaksanakan penyelidikan mandiri dan kelompok ... 119

9. Menyajikan data dalam bentuk presentasi ... 120

10.Menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah ... 120

11.Memberikan pengarahan dalam mengerjakan LKS ... 121

12.Membantu siswa dalam berdiskusi ... 121


(17)

I. PENDAHULUAN

A.Latar Belakang

Kemampuan berpikir kreatif merupakan salah satu kompetensi penting sebagai bagian dari kecakapan hidup (life skills) yang menjadi salah satu tujuan

pendidikan nasional yang secara eksplisit tercantum dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan

Nasional bahwa pendidikan bertujuan untuk mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab (Pasal 3) (Depdikbud, 2013:1). Tertulis pula pada latar belakang standar isi mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam untuk Sekolah Menengah Pertama bahwa Pembelajaran IPA sebaiknya dilaksanakan secara inkuiri ilmiah (scientific inquiry) untuk menumbuhkan kemampuan berpikir, bekerja dan bersikap ilmiah serta mengkomunikasikannya sebagai aspek penting kecakapan hidup (Depdiknas, 2006: 149).

Kemampuan berpikir kreatif dipandang penting karena akan membuat siswa memiliki banyak cara dalam menyelesaikan berbagai persoalan dengan berbagai persepsi dan konsep yang berbeda (Awang dan Ramly 2008: 19). Pentingnya pengembangan berpikir kreatif ini didasarkan pada empat alasan,


(18)

2

yaitu kemampuan kreatif orang dapat mewujudkan (mengaktualisasi) dirinya sendiri, kemampuan kreatif sebagai kemampuan untuk melihat bermacam-macam kemungkinan untuk menyelesaikan suatu masalah, bersibuk diri secara kreatif tidak hanya bermanfaat, tapi juga memberi kepuasan pada individu, serta kemampuan kreatiflah yang membuat manusia mampu meningkatkan kualitas hidupnya (Munandar, 2009:31).

Pada kenyataannya, dunia pendidikan di Indonesia mainstream paradigma utama yang ada cenderung hanya memperkuat kekuatan otak kiri

(intelektualitas). Sementara pengembangan otak kanan (kreatifitas) masih kurang. Dampak dari paradigma yang terjadi sekarang adalah minimnya kreatifitas yang dimiliki oleh orang-orang berpendidikan (Indra, 2006: 129). Pernyataan ini diperkuat berdasarkan peringkat kreativitas Indonesia dalam

Creativity and Prosperity: Global Creativity Index tahun 2010 yang

dipublikasikan oleh Martin Prosperity Institute (MPI) bahwa Indonesia berada pada peringkat 81 dari 82 negara (MPI, 2011: 41).

Masalah ini diduga disebabkan karena kemampuan berpikir tingkat tinggi termasuk berpikir kreatif jarang dilatih, karena proses pembelajaran biasanya meliputi tugas-tugas yang harus dicari satu jawaban yang benar (berpikir konvergen) (Munandar, 2009: 7). Hal tersebut terjadi di SMPN 2 Jati Agung, berdasarkan hasil pengamatan dalam pembelajaran IPA yang dilakukan peneliti di kelas VII SMPN 2 Jati Agung, selama pembelajaran siswa terlihat pasif dan tidak mampu mengajukan pertanyaan dan gagasan yang beragam. Aktivitas dan kemampuan berpikir kreatif siswa terutama berpikir lancar dan luwes yang


(19)

3

masih tergolong rendah, terjadi karena berdasarkan hasil wawancara selama ini dalam pembelajaran IPA guru hanya menggunakan metode ceramah, diskusi dan latihan soal.

Oleh karena itu, perlu diterapkan suatu model pembelajaran yang efektif dalam mengembangkan kemampuan tersebut yaitu model Pembelajaran Berbasis Masalah (PBM) atau Problem Based Learning (PBL). Didukung hasil penelitian yang telah dilakukan Awang dan Ramly (2008: 22) dalam artikel

Creative Thinking Skill Approach ThroughProblem Based Learning, terjadi peningkatan kemampuan berpikir lancar dari 48,45% menjadi 58,91% dan luwes dari 35,18% menjadi 39,19% .

Pembelajaran dilakukan dengan menghadapkan siswa pada permasalahan nyata pada kehidupan sehari-hari, sehingga siswa dapat menyusun pengetahuannya sendiri dalam memecahakan masalah dan mengupayakan berbagai macam solusinya, yang mendorong siswa untuk aktif dan mampu berpikir kreatif (Purnamaningrum, 2012: 2). Masalah yang dipecahkan dalam kegiatan pembelajaran ini adalah permasalahan otentik. Masalah otentik banyak didefinisikan sebagai ill-structured problem atau open-ended problem, ialah persoalan yang tidak hanya mempunyai satu macam solusi, persoalan yang melibatkan berbagai disiplin ilmu/kajian, dan berupa persoalan yang memancing pemikiran untuk menemukan alternatif rumusan dan solusinya. Pemilihan model pembelajaran ini dirasa tepat karena dalam IPA banyak masalah open-ended yang bisa dimunculkan sebagai stimulus belajar. Materi ekosistem, lingkungan hidup, dan bioteknologi merupakan contoh materi yang


(20)

4

memiliki banyak permasalahan otentik berbentuk open-ended yangsangat

familiar dan kontekstual bagi siswa (Paidi, 2010: 4).

Untuk itu, peneliti sangat tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul

“Pengaruh Metode Problem Based Learning (PBL) Terhadap Kemampuan

Berpikir Kreatifpada Materi Pokok Pengaruh Kepadatan Populasi Manusia terhadap Lingkungan (Studi Eksperimen pada Siswa Kelas VII Semester Genap SMP Negeri 2 Jati Agung Kabupaten Lampung Selatan Tahun Pelajaran 2014/2015)”.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Adakah pengaruh penggunaan model PBLdalam meningkatkan

kemampuan berpikir kreatif siswa pada materi pokok pengaruh kepadatan populasi manusia terhadap lingkungan?

2. Bagaimana pengaruh penggunaan model PBL terhadap aktivitas belajar siswa pada materi pokok pengaruh kepadatan populasi manusia terhadap lingkungan?

3. Bagaimana tanggapan siswa terhadap penggunaan model PBL pada materi pokok pengaruh kepadatan populasi manusia terhadap lingkungan?


(21)

5

C. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui:

1. Pengaruh penggunaan model PBL dalam meningkatkan kemampuan berpikir kreatif siswa.

2. Pengaruh penggunaan model PBL dalam meningkatkan aktivitas siswa. 3. Tanggapan siswa terhadap penggunaan model PBL pada materi pokok

pengaruh kepadatan populasi manusia terhadap lingkungan?

D. Manfaat Penelitian

Manfaat yang diperoleh dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Bagi peneliti, dapat memberikan wawasan, pengalaman, dan bekal

berharga bagi peneliti sebagai calon guru yang profesional, terutama dalam merancang dan melaksanakan pembelajaran dengan menggunakan model PBL.

2. Bagi guru, dapat memberikan informasi mengenai PBL sehingga dapat dijadikan alternatif dalam memilih model pembelajaran yang tepat untuk megembangkan kemampuan berpikir kreatif terutama berpikir lancar

(fluency) dan luwes (flexibility) siswa.

3. Bagi siswa, dapat memberikan kemudahan dalam memahami konsep-konsep IPA dan memberikan kesempatan untuk mengembangkan

kemampuan berpikir kreatif terutama berpikir lancar (fluency) dan luwes


(22)

6

4. Bagi sekolah, dapat memberikan masukan untuk menggunakan model pembelajaran yang optimal bagi peningkatan kreativitas siswa serta sumbangan informasi dan pemikiran dalam upaya peningkatan mutu sekolah dan kualitas pembelajaran.

E. Ruang Lingkup Penelitian

Untuk menghindari anggapan yang berbeda terhadap masalah yang akan dibahas maka peneliti membatasi masalah sebagai berikut:

1. Model PBL yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari langkah-langkah berikut: (1) orientasi siswa pada masalah open-ended, (2) mengorganisasi siswa untuk belajar, (3) membimbing penyelidikan individual/kelas, (4) mengembangkan dan menyajikan hasil karya, (5) menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah (Arends, 2007: 56).

2. Kemampuan berpikir kreatif yang diteliti dibatasi pada aspek berpikir lancar (fluency) dan berpikir luwes (flexibility).

3. Kemampuan berpikir lancar yang diamati dalam penelitian mencakup tiga indikator pada ranah kognitif, yaitu: (1) menghasilkan banyak gagasan, (2) memberikan banyak cara atau saran untuk melakukan berbagai hal, dan (3) selalu memikirkan lebih dari satu jawaban (Munandar, 2000: 44).

4. Kemampuan berpikir luwes yang diamati dalam penelitian mencakup tiga indikator pada ranah kognitif, yaitu: (1) menghasilkan gagasan, jawaban, dan petanyaan yang beragam, (2) dapat melihat suatu masalah dari sudut pandang yang berbeda-beda, dan (3) mampu mengubah cara pendekatan atau pemikiran (Munandar, 2000: 44).


(23)

7

5. Peningkatan kemampuan berpikir lancar dan luwes ditinjau berdasarkan perbandingan N-gain melalui pretest dan postest.

6. Aktivitas yang diamati meliputi: (1) Mengajukan pertanyaan, (2) Menjawab pertanyaan, (3) persentasi, dan (4) bertukar informasi. 7. Subjek penelitian adalah siswa kelas VII semester genap SMP Negeri 2

Jati Agung Kabupaten Lampung Selatan Tahun Pelajaran 2014/2015. 8. Materi pokok yang diteliti adalah Pengaruh Kepadatan Populasi Manusia

terhadap Lingkungan yang terdapat pada KD 7.3 “Memprediksi pengaruh kepadatan populasi manusia terhadap lingkungan”.

F. Kerangka Pikir

Kemampuan berpikir kreatif sangat penting dimiliki oleh siswa SMP atau sederajat. Namun, fakta di SMP Negeri 2 Jati Agung Kabupaten Lampung Selatan menunjukkan bahwa kemampuan berpikir kreatif terutama berpikir lancar (fluency) dan luwes (flexibility) oleh siswa masih tergolong rendah. Aspek berpikir lancar meliputi mencetuskan banyak gagasan, memberikan banyak cara atau saran, dan selalu memikirkan lebih dari satu jawaban. Sedangkan yang termasuk ke dalam berpikir luwes adalah menghasilkan gagasan, jawaban, dan pertanyaan yang beragam, dapat melihat suatu masalah dari sudut pandang yang berbeda, dan mampu mengubah cara pendekatan atau pemikiran.

Kemungkinan hal ini terjadi karena selama ini guru menggunakan model pembelajaran yang kurang menggali kemampuan tersebut. Oleh karena itu,


(24)

8

diperlukan suatu model pembelajaran yang dapat memfasilitasi siswa dalam mengembangkan kemampuan tersebut. Salah satu model yang diduga dapat mengembangkan kemampuan ini adalah Problem Based Learning (PBL). Salah satu karakteristik model pembelajaran ini adalah penyajian masalah terbuka atau open-ended dan ill-structured sebagai stimulus belajar. Guru berpeluang untuk membantu siswa dalam memahami dan mengelaborasi ide-ide kreatif siswa untuk mengide-identifikasi masalah, menemukan alternatif-alternatif rumusan dan juga solusi permasalahan. Siswa diberi kebebasan berpikir dalam memahami suatu topik dan keterkaitannya dengan topik lain, baik dalam pelajaran IPA maupun dalam kehidupan sehari-hari. Selain itu, model pembelajaran ini dapat mengembangkan aspek-aspek kemampuan berpikir lancar dan luwes melalui fase-fase kegiatannya.

Fase-fase kegiatan dalam PBL diawali dengan mengorientasikan siswa pada masalah. Pada fase ini siswa akan diberikan suatu permasalahan autentik dan sesuai dengan dunia nyata yang dapat menimbulkan pertanyaan dalam diri sehingga diharapkan siswa dapat menghasilkan banyak pertanyaan yang beragam. Fase kedua yaitu mengorganisasi siswa untuk belajar dan fase

ketiga membimbing penyelidikan individu dan kelas. Pada kedua fase ini siswa didorong untuk mengumpulkan informasi dan mencari penjelasan untuk memecahkan permasalahan, sehingga diharapkan siswa dapat mencetuskan banyak gagasan, menghasilkan lebih dari satu jawaban,

menghasilkan gagasan yang bervariasi dan dapat melihat dari sudut pandang yang berbeda. Fase keempat adalah mengembangkan dan menyajikan hasil karya dengan melakukan persentasi, diharapkan siswa dapat menghasilkan


(25)

9

gagasan, jawaban, dan pertanyaan yang bervariasi serta memberikan banyak cara untuk melakukan berbagai hal. Fase kelima yaitu menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah. Pada fase ini siswa diminta untuk merekonstruksi pemikiran dan aktivitas yang telah dilakukan selama proses kegiatan belajarnya, sehingga diharapkan mampu melihat suatu masalah dari sudut pandang yang berbeda-beda dan mampu mengubah pendekatan dan cara pemikirannya.

Penelitian ini mengenai pengaruh PBL terhadap kemampuan berpikir kreatif. Variabel bebas pada penelitian ini adalah model PBL, sedangkan variabel terikatnya adalah kemampuan berpikir kreatif. Hubungan antara kedua variabel tersebut digambarkan dalam diagram berikut:

Keterangan:

X = Model Problem Based Learning (PBL) Y = Kemampuan berpikir kreatif

Gambar 1. Hubungan antara variabel bebas dan terikat.

G. Hipotesis Penelitian

Hipotesis dalam penelitian ini adalah:

Penggunaan model PBL mempengaruhi kemampuan berpikir kreatif siswa pada materi pokok pengaruh kepadatan populasi manusia terhadap

lingkungan.

Y X


(26)

10

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Model Pembelajaran Problem-Based Learning (PBL)

Model pembelajaran PBL merupakan suatu model pembelajaran yang didasarkan pada banyaknya permasalahan yang membutuhkan penyelidikan

autentik yaitu penyelesaian nyata dari permasalahan yang nyata yang dalam penyelidikan nya perlu adanya aktivitas siswa yang mendukung selama proses pemecahan masalah (Trianto, 2009: 90), sebuah pendekatan

pembelajaran yang menyajikan masalah kontekstual sehingga merangsang peserta didik untuk belajar (Kurniasih dan Sani, 2014: 75).

Pembelajaran berbasis masalah merupakan penggunaan berbagai macam kecerdasan yang diperlukan untuk melakukan konfrontasi terhadap tantangan dunia nyata, kemampuan untuk menghadapi segala sesuatu yang baru dan kompleksitas yang ada (Rusman, 2013: 232). Metode pengajaran yang mampu meningkatkan kemampuan siswa untuk mengaplikasikan berpikir kritis (Levin, 2001: 1) membantu siswa meningkatkan kemampuan kognitif seperti berpikir kreatif, pemecahan masalah dan kemampuan komunikasi (Awang dan Ramly, 2008:18).

Dari segi pedagogis, pembelajaran berbasis masalah didasarkan pada teori belajar konstruktivisme dengan ciri: (1) Pemahaman diperoleh dari interaksi


(27)

11

dengan skenario permasalahan dan lingkungan belajar; (2) Pergulatan dengan masalah dan proses inquiry masalah menciptakan disonansi kognitif dan menstimulasi belajar; dan (3) Pengetahuan terjadi melalui proses kolaborasi negosiasi sosial dan evaluasi terhadap keberadaan sebuah sudut pandang (Rusman, 2013: 231).

Karakteristik yang dimiliki pembelajaran berbasis masalah antara lain: (1) Pembelajaran yang lebih berpusat pada siswa (Levin, 2001: 1); (2)

Pembelajaran yang aktif, terintegrasi dan terhubung (Arends dan Kilcher, 2010: 326); (3) Permasalahan menjadi starting point dalam belajar,

permasalahan yang diangkat adalah permasalahan yang ada di dunia nyata yang tidak terstruktur; (4) Permasalahan membutuhkan perspektif ganda (multiple perspektive); (5) Permasalahan menantang pengetahuan yang dimiliki oleh siswa, sikap, dan kompetensi yang kemudian membutuhkan identifikasi kebutuhan belajar dan bidang baru dalam belajar (Rusman, 2014: 232); (6) Mengutamakan pola pembelajaran mandiri; (7) Memanfaatkan berbagai sumber pengetahuan dan digunakan mengevaluasi sumber informasi adalah hal yang esensial dalam proses PBL; (8) Pembelajaran yang

kolaboratif, komukatif, dan kooperatif, siswa berkerja dalam kelas kecil dengan tingkat interaksi yang tinggi dengan rekan, guru, dan kelas persentasi; (9) Keterbukaan proses meliputi sintesis dan integrasi pembelajaran; dan (10) PBL melibatkan evaluasi dan review dari pelaksanaan dan proses


(28)

12

Karakteristik lain PBL yaitu: (1) Investigasi dan pemecahan masalah. Dibandingkan memperoleh pengetahuan dan kemampuan melalui

mendengarkan dan membaca, siswa melalui PBL lebih aktif terlibat dalam pembelajaran memalui inkuiri, investigasi dan pemecahan masalah; (2) Perspektif interdisipliner, siswa menjelajahi beberapa perspektif dan gambaran dalam berbagai disiplin ilmu yang dilibatkan dalam investigasi PBL; (3) Kolaborasi kelas kecil, yang terdiri dari lima sampai enam anggota yang belajar dalam kelas; (4) Siswa mendemonstrasikan pembelajaran mereka dengan membuat produk, artefak, pameran dan persentasi (Arends dan Kilcher, 2010: 326).

PBL exercise typically procced through four phases – problem presentation,

problem investigation, problem solution and process evaluation” (Awang dan Ramly, 2008:19). PBL meliputi diskusi, refleksi, penyelidikan, proyek, dan persentasi (Levin, 2001: 2). Berikut ini langkah-langkah dalam kegiatan pembelajaran dengan menggunakan model Problem Based Learning (PBL) menurut Arends (2007: 56) yang disajikan pada Tabel 1.


(29)

13

Tabel 1. Langkah-langkah Pembelajaran Model PBL

Fase Aktivitas Guru

1. Mengorientasikan siswa pada masalah

Menjelaskan tujuan pembelajaran, logistik yang diperlukan, memotivasi siswa terlibat aktif pada aktivitas pemecahan masalah yang dipilih.

2. Mengorganisasi siswa untuk belajar

Membantu siswa membatasi dan mengorganisasi tugas belajar yang berhubungan dengan masalah yang dihadapi.

3. Membimbing penyelidikan individu maupun kelas

Mendorong siswa mengumpulkan informasi yang sesuai, melaksanakan eksperimen, dan mencari untuk penjelasan dan pemecahan.

4. Mengembangkan dan menyajikan hasil karya

Membantu siswa merencanakan dan menyiapkan karya yang sesuai seperti laporan, video, dan model, dan membantu mereka untuk berbagi tugas dengan temannya.

5. Menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah

Membantu siswa melakukan refleksi terhadap penyelidikan dan proses-proses yang digunakan selama berlangusungnya pemecahan masalah.

Empat hal penting pada proses pembelajaran dengan PBL, yaitu:

1. Tujuan utama pembelajaran ini tidak untuk mempelajari sejumlah besar informasi baru, tetapi lebih kepada belajar bagaimana menyelidiki masalah-masalah penting dan bagaimana menjadi siswa yang mandiri. 2. Permasalahan dan pertanyaan yang diselidiki tidak mempunyai jawaban

mutlak “benar”, sebuah masalah yang rumit atau kompleks mempunyai banyak penyelesaian dan seringkali bertentangan.

3. Selama tahap penyelidikan (dalam pembelajaran ini), siswa didorong untuk mengajukan pertanyaan dan mencari informasi, guru akan bertindak sebagai pembimbing yang siap membantu, tetapi siswa harus berusaha untuk bekerja mandiri atau dengan temannya.


(30)

14

4. Selama tahap analisis dan penjelasan, siswa akan didorong untuk

menyatakan ide-idenya secara terbuka dan penuh kebebasan, tidak ada ide yang akan ditertawakan oleh guru atau teman sekelas, semua siswa diberi peluang untuk menyumbang kepada penyelidikan dan menyampaikan ide-ide mereka (Dasna dan Sutrisna, 2010: 5).

Dalam pembelajaran berbasis masalah siswa memahami konsep suatu materi dimulai dari belajar dan bekerja pada situasi masalah. Masalah biasanya didefinisikan sebagai sesuatu yang salah atau tidak bekerja sesuai yang diharapkan (Neo dan Chyn, 2002: 3). Masalah yang tidak terdefinisi dengan baik atau open-ended yang disajikan pada awal pembelajaran, sehingga siswa diberi kebebasan berpikir dalam mencari solusi dari situasi masalah yang diberikan (Trihardiyanti, 2010: 3). Masalah tersebut dapat berupa isu, kasus, atau masalah ill-structure yang dapat diselidiki, dipelajari atau „dipecahkan‟. Bagaimanapun, solusi yang diberikan tidak hanya memiliki satu jawaban yang benar (Levin, 2001: 2). “The problem would be a real-world situation,

complex, and open ended that will challenge higher-order thinking, creativity

and syntethis of knowledge” (Awang dan Ramly, 2008: 19).

Masalah yang baik memiliki karakteristik dan elemen umum, berikut ini garis besar karakteristik tersebut: (1) Otentik dan tidak teratur atau ill-structured, bukan pemecahan masalah yang dapat dibaca, menarik untuk siswa, fokus pada situasi dunia nyata; (2) Sesuai dengan kurikulum dan merupakan konten yang penting; (3) Sesuai secara akademis, menawarkan kesempatan kepada siswa untuk mengaplikasikan kemampuan-kemampuan yang esensial, seperti


(31)

15

melakukan penyelidikan, menulis, memecahkan masalah, dan mengomunikasikan (Levin, 2001: 121).

Adapun masalah yang dapat dikatan sebagai masalah yang baik seharusnya: (1) Mengkatalisis siswa untuk melatih kemampuan berpikir kreatif dan kritis mereka; (2) Mengakomodasi berbagai tipe belajar dan mengajar; (3) Memberi peluang kepada siswa untuk menghubungkan dengan dunia nyata; (4)

Mengandung sub-masalah untuk membantu mengklarifikasi masalah utama; (5) Memeberikan peluang terhadap beberapa hipotesis dan pemecahan masalah – memiliki lebih dari satu jawaban sederhana atau jawaban yang kebenarannya jelas; (6) Menggunakan proses inkuiri yang dapat meningkatkan siswa untuk melakukan penelitian sehingga mereka dapat menghasilkan solusi; (7) Menyediakan solusi permasalahan yang merupakan hasil integrasi pengetahuan dari beberapa sumber dan beragam disiplin ilmu; (8)

Memerlukan akuisisi dari pengetahuan baru; dan (9) Merencanakan suatu produk untuk mengevaluasi pembelajaran (Levin, 2001: 122).

Menurut Takahashi (2010: 4) terdapat sejumlah keuntungan menggunakan masalah open-ended antara lain:

1. Siswa lebih aktif berpartisipasi dalam pembelajaran dan meningkatkan kelancaran dalam menyampaikan ide-ide mereka. Masalah open-ended

menyediakan lingkungan belajar yang bebas, responsif, dan suportif karena terdapat banyak solusi benar, sehingga siswa memiliki kesempatan untuk menemukan jawaban mereka sendiri. Selain itu, siswa ingin tahu


(32)

16

mengenai jawaban siswa lain, dan mereka dapat membandingkan dan mendiskusikannya.

2. Siswa memiliki lebih banyak kesempatan untuk menggunakan secara keseluruhan pengetahuan dan keterampilan mereka. Karena terdapat banyak solusi yang berbeda, siswa dapat memilih cara yang paling mereka sukai untuk menemukan jawaban dan menuliskan solusi yang unik.

3. Setiap siswa dapat merespon masalah dalam berbagai cara dengan signifikan. Masalah open-ended memberikan kesempatan siswa untuk menemukan jawaban mereka sendiri.

4. Pembelajaran dapat memberikan kesempatan memberikan alasan. Melalui membandingkan dan mendiskusikannya dalam kelas, siswa secara intrinsik termotivasi untuk memberikan alasan dari solusi yang mereka miliki kepada siswa lain. Ini merupakan kesempatan yang sangat baik untuk meningkatkan kemampuan berpikir mereka.

5. Siswa mendapat banyak pengalaman menyenangkan dari menemukan dan menerima persetujuan dari siswa lain.

Pada awalnya PBL digunakan pada pendidikan kedokteran yang diharapkan dapat meningkatkan pengarahan diri dan kemampuan pemecahan masalah. Namun kini model ini digunakan dalam berbagai bidang karena ternyata mampu menumbuhkan banyak kemampuan, antara lain: kemampuan untuk menjadi pemikir yang kritis, kemampuan menganalisis dan memecahkan masalah dunia nyata secara komples, keahlian untuk menemukan,

mengevaluasi, dan menggunakan sumber informasi, kemampuan untuk bekerja secara kooperatif dalam kelas, kemampuan untuk berkomunikasi secara lisan


(33)

17

dan tulisan, serta membuat siswa tertarik untuk selalu belajar dan menjadi role model untuk siswa lainnya (Levin, 2001: 2).

Keunggulan lain model PBL yaitu proses pembelajaran PBL mampu meningkatkan kemampuan berpikir fleksibel (flexibility) dengan

meningkatkan kemampuan berpikir “menghubungkan”, yaitu menghubungkan dengan pengetahuan sebelumnya, menghubungkan dengan pengalaman

sebelumnya, menghubungkan dengan situasi dunia nyata, menghubungkan dengan teori, menghubungkan dengan persepsi orang lain, serta

menghubungkan fakta baru dan ide (Tan, 2003: 61). Dalam situasi PBL, antara permasalahan dan solusinya memiliki keterkaitan yang sangat berarti sehingga siswa mudah untuk mengingatnya, siswa mengintegrasikan

pengetahuan dan keterampilan secara simultan dan mengaplikasikannya dalam konteks yang relevan (Akcay, 2009: 31), sehingga akan terjadi pembelajaran yang bermakna serta membantu siswa untuk meningkatkan kemampuan kognitif seperti berpikir kreatif, kemampuan pemecahan masalah dan kemampuan berkomunikasi (Awang dan Ramly, 2008: 18).

Bagaimanapun juga model pembelajaran ini tidak mudah untuk

diimplementasikan dan memiliki beberapa tantangan untuk siswa dan guru. Sejauh ini, kebanyakan sekolah masih menganggap sulit untuk

mengimplementasikan PBL. Siswa dapat merasa kesulitan untuk melaksanakan investigasi berdasarkan masalah untuk beberapa alasan, diantaranya: menemukan pertanyaan yang bermakna, memanajemen kompleksitas waktu, mentransformasi data, menggunakan argumen yang


(34)

18

logis, dan mengolaborasi. Guru juga dihadapkan pada tantangan-tantangan dan dilema dalam usaha mengimplementasikan PBL, diantaranya: proses versus isi, memanajemen banyak kelas dan banyak topik, perbedaan konten atau isi, waktu, pemberdayaan versus kontrol, dan penilaian kemampuan proses (Arends dan Kilcher, 2010: 345).

B. Kemampuan Berpikir Kreatif atau Creative Thinking

Kreativitas adalah kemampuan untuk membuat kombinasi baru berdasarkan data, informasi, atau unsur-unsur yang ada (Munandar, 2009: 21),

menemukan banyak kemungkinan jawaban terhadap suatu masalah, dimana penekanannya adalah pada kuantitas, ketepatgunaan, dan keragaman

(Susanto, 2011: 114). Berpikir kreatif merupakan suatu proses berpikir untuk mengungkapkan hubungan-hubungan baru, melihat sesuatu dari sudut pandang baru dan membentuk kombinasi baru dari dua konsep atau lebih yang sudah dikuasai sebelumnya (Suryadi dan Herman, 2008: 23).

Berpikir kreatif pada dasarnya adalah proses berpikir imajinatif mengusulkan suatu cara baru, rancangan baru dalam memecahkan suatu masalah, sebuah kebiasaan pikiran yang terlatih dengan memperhatikan intuisi, menggunakan imajinasi, mengungkapkan kemungkinan-kemungkinan baru, membuka sudut pandang yang menakjubkan, dan membangkitkan ide-ide yang tidak terduga (Jhonson, 2002: 214). Berpikir kreatif juga diartikan sebagai kemampuan untuk melihat, memikirkan hal-hal yang luar biasa, yang tidak lazim, memadukan informasi yang nampaknya seperti tidak berhubungan dan


(35)

19

mencetuskan solusi-solusi baru atau ide-ide baru yang menunjukkan

kelancaran, keluwesan, orisinalitas, dan kerincian dalam berpikir (Munandar, 2000: 243).

In an operationally problem-oriented definition creative thinking is a process of becoming sensitive to a problem, deficiencies, gap in knowledge, missing elements, disharmonies, and so on; identifying the difficulty; searching for solutions, making guesses, or formulating hypothesis about these

deficiencies; testing and retesting these hypothesis and possibly modifying and retesting them; and finall communicating the results (Baker, Rudd dan Pomeroy, 2001: 176).

Terdapat sejumlah aktivitas mental ketika orang berpikir kreatif, diantaranya: mengajukan pertanyaan yang relevan dengan masalah yang dihadapi,

mempertimbangkan informasi baru atau ide yang tidak lazim dengan pikiran terbuka, membangun keterkaitan khususnya di antara hal-hal yang berbeda, menghubung-hubungkan berbagai hal dengan bebas, menerapkan imajinasi pada setiap situasi untuk menghasilkan hal baru dan berbeda, dan

mendengarkan intuisi (Johnson, 2002: 215).

Ada enam asumsi tentang kreativitas, yang diangkat dari teori dan berbagai studi tentang kreativitas, yaitu: (1) Setiap orang memiliki kemampuan kreatif dengan tingkat yang berbeda; (2) Kreativitas dinyatakan dalam bentuk produk-produk kreatif, baik berupa benda maupun gagasan (creative ideas); (3) Aktualisasi kreativitas merupakan hasil dari proses interaksi antara faktor faktor psikologis (internal) dengan lingkungan (eksternal); (4) Dalam diri seseorang dan lingkungannya terdapat faktor-faktor yang dapat menunjang atau justru menghambat perkembangnan kreativitas; (5) Kreativitas seseorang tidak berlangsung dalam kevakuman, dan merupakan perkembangan dari


(36)

20

hasil-hasil kreativitas orang-orang yang berkarya sebelumnya; dan (6) Karya kreatif tidak lahir hanya karena kebetulan, melainkan melalui serangkaian proses kreatif yang menuntut kecakapan, keterampilan, dan motivasi yang kuat (Supriadi, 2001: 15).

Pada umumnya kreativitas dirumuskan dalam istilah pribadi (person), proses

(proses), pendorong (press), dan produk (product) (Munandar, 2000: 45). Keempat P ini saling berkaitan, pribadi kreatif yang melibatkan diri dalam proses kreatif, serta dengan dukungan dan dorongan (press) dari lingkungan, menghasilkan produk kreatif (Munandar, 2009: 20).

Definisi kreativitas yang menekankan dimensi person mengacu pada

kemampuan yang merupakan ciri/karakteristik dari orang-orang kreatif. Jadi secara person, kreativitas merupakan ungkapan unik dari seluruh pribadi sebagai hasil interaksi individu, perasaan, sikap, dan perilakunya. Biasanya seorang individu yang kreatif memiliki sifat yang mandiri. Ia tidak merasa terikat pada nilai-nilai dan norma umum yang berlaku dalam bidang keahliannya. Dengan kata lain, kreativitas merupakan sifat pribadi seorang individu yang dihayati oleh masyarakat yang tercermin dari kemampuannya untuk menciptakan sesuatu yang baru (Susanto, 2011: 113).

Definisi yang menekankan pada process mencerminkan kelancaran, keluwesan maupun keaslian dalam berpikir (Munandar, 2000: 45). Proses kreatif mengalir melalui lima tahap, sebagai berikut : (1) Persiapan yaitu mendefinisikan masalah, tujuan, atau tantangan; (2) Inkubasi yaitu mencerna fakta-fakta dan mengolahnya dalam pikiran; (3) Iluminasi yaitu


(37)

21

memunculkan gagasan-gagasan baru; (4) Verifikasi yaitu memastikan apakah solusi itu benar-benar memecahkan masalah; dan (5) Aplikasi yaitu

mengambil langkah-langkah untuk menindaklanjuti solusi tersebut (Deporter dan Hernacki 2008: 301).

Pemahaman kreativitas pada press atau dorongan, baik dorongan internal maupun eksternal dirumuskan sebagai inisiatif seseorang yang tercermin melalui kemampuannya untuk melepaskan diri dari urutan pikiran yang biasa. Adapun pemahaman kreativitas pada product adalah sebagai kemampuan untuk menghasilkan sesuatu yang baru (Susanto, 2011: 113).

Berpikir kreatif dibagi menjadi tiga dimensi, yaitu dimensi kognitif (kelancaran, kelenturan, orisinalitas, dan kerincian), dimensi afektif (sikap dan kepribadian), dan dimensi psikomotorik (keterampilan kreatif). Ciri kepribadian kreatif dari aspek afektif meliputi: (1) Rasa ingin tahu, yang selalu terdorong untuk mengetahui lebih banyak, mengajukan banyak pertanyaan, selau memerhatikan orang, objek, situasi, dan peka dalam

pengamatan dan ingin mengetahui atau meneliti; (2) Bersifat imajinatif, yaitu mampu memperagakan atau membayangkan hal-hal yang tidak ada atau belum pernah terjadi dan menggunakan khayalan, tetapi mengetahui perbedaan antara khayalan dan kenyataan; (3) Merasa tertantang oleh kemajemukan, yaitu terdorong untuk mengatasi masalh yang sulit, merasa tertantang oleh situasi-situasi rumit, dan lebih tertarik pada tugas-tugas yang sulit; (4) Sifat berani mengambil risiko, yaitu berani memberikan jawaban meskipun belum tentu benar, tidak takut gagal atau mendapat kritik, dan tidak


(38)

22

ragu-ragu karena ketidakjelasan, hal-hal yang tidak konvensional, atau yang kurang berstruktur; dan (5) Sifat menghargai, yaitu dapat menghargai bimbingan dan pengarahan dalam hidup, dan menghargai kemampuan dan bakat-bakat sendiri yang sedang berkembang (Munandar, 2000: 88).

Aspek kognitif berpikir kreatif meliputi berpikir lancar (fluency), berpikir luwes (flexibility), berpikir asli (originality), dan berpikir terperinci (elaboration). Berikut indikator berpikir kreatif menurut Williams yang disajikan pada Tabel 2.

Tabel 2. Indikator Berpikir Kreatif No

Komponen Berpikir

Kreatif

Definisi Perilaku Siswa

1 Berpikir Lancar (fluency)

a. Mencetuskan banyak gagasan, jawaban, penyelesaian masalah, dan pertanyaan

b. Memberikan banyak cara atau saran untuk melakukan berbagai hal

c. Selalu berpikir lebih dari satu jawaban

1. Mengajukan banyak pertanyaan

2. Menjawab dengan sejumlah jawaban 3. Mempunyai banyak

gagasan mengenai suatu masalah 4. Lancar

mengungkapkan gagasan-gagasannya 5. Lebih cepat melakukan

lebih banyak daripada yang lain

6. Dengan cepat dapat melihat kelebihan atau kekurangan pada suatu objek atau situasi 2 Berpikir

Luwes (flexibility)

a. Menghasilkan gagasan-gagasan, jawaban, atau pertanyaan yang bervariasi

b. Dapat melihat suatu masalah dari sudut pandang yang berbeda-beda

1. Memberikan macam-macam penafsiran (interpretasi) suatu gambar, cerita atau suatu masalah 2. Menerapkan suatu

konsep atau suatu asas dengan cara yang berbeda-beda


(39)

23

c. Mencari banyak alternatif atau arah yang berbeda-beda d. Mampu mengubah

cara pendekatan atau cara pemikiran

3. Memberi pertimbangan terhadap situasi yang berbeda dari yang diberikan orang lain 4. Dalam membahas atau

mendiskusikan suatu situasi selalu

mempunyai posisi yang berbeda atau dengan mayoritas kelas 5. Jika diberikan suatu

masalah biasanya memikirkan macam-macam cara yang berbeda-beda untuk menyelesaikannya 6. Menggolongkan

hal-hal menurut pembagian (kategori) yang

berbeda-beda

7. Mampu mengubah arti berpikir spontan 3 Berpikir asli

(orisinality)

a. Mampu melahirkan ungkapan baru yang unik

b. Memikirkan cara yang tidak lazim untuk

mengungkapkan diri c. Mampu membuat

kombinasi-kombinasi yang tidak lazim dari bagian-bagian atau unsur-unsur

1. Memikirkan masalah-masalah atau hal-hal lain yang tidak

terpikirkan oleh orang lain.

2. Mengungkapkan gagasan-gagasan baru yang orisinil

3. Mempertanyakan cara-cara dan berusaha memikirkan cara-cara baru

4. Memilih asimetris dalam menggambar atau membuat desain 5. Memiliki cara berpikir

yang lain daripada yang lain

6. Mencari pendekatan yang baru dari yang stereotip

7. Setelah membaca atau mendengar gagasan-


(40)

24

gagasan, bekerja untuk menemukan

penyelesaian baru 8. Lebih senang

menyintesis daripada menganalisis situasi 4 Berpikir

merinci (elaboration)

a. Mampu memperkaya dan mengembangkan gagasan atau produk b. Menambah atau

merinci detail-detail dari suatu objek, gagasan, atau situasi menjadi lebih menarik

1. Mencari arti yang lebih mendalam terhadap jawaban atau pemecahan masalah dengan melakukan langkah-langkah merinci

2. Mengembangkan atau memperkaya gagasan orang lain

3. Mencoba atau menguji detail-detail untuk melihat arah yang akan ditempuh

4. Mempunyai rasa keindahan yang kuat sehingga tidak puas dengan penampilan yang kosong atau sederhana

5. Menambahkan garis-garis, warna-warna, dan detail-detail (bagian-bagian) gambar nya sendiri atau orang lain (Munandar, 2000: 44)

Pada penelitian ini akan difokuskan pada kemampuan berpikir lancar (fluency)

dan luwes (flexibiliy).

1. Kemampuan Berpikir Lancar (Fluency)

”Fluency is ability to produce a large number of ideas” (Awang dan Ramly, 2008: 20). Kemampuan berpikir lancar merupakan kecakapan, yang meliputi kecakapan verbal atau menyusun kata-kata, kecakapan


(41)

25

mengungkapkan makna atau menuangkan pikiran, dan kecakapan dalam menggunakan berbagai bentuk objek (Hajjaj, 2010: 81). “Fluency in thinking can be defined as the quantity of unconventional and associated ideas generated on a specific issue, or the number of associations

generated in response to a stimulant. Individuals with creative

characteristics are expected to think fluently and develop a rich chain of associations” (Karakelle, 2009: 125).

Kelancaran (fluency) ini dapat dilihat dari indikator-indikator berikut ini: (1) Ekspresif, yaitu memiliki kemauan yang kuat serta dorongan yang disertai semangat tinggi untuk maju dan berhasil dengan berusaha sekuat tenaga untuk tercapai tujuan yang telah ditetapkannya; (2) Arus gagasan spontan, di mata orang yang kreatif itu penuh dengan gagasan dan ide-ide baru dan segar, serta mampu mencari solusi dan alternatif jalan keluar yang terbaik; dan (3) Menggunakan waktu untuk menemukan masalah dan solusi, yaitu untuk orang yang kreatif ini tidak banyak membuang-buang waktu untuk bersantai-santai yang kurang berarti, tetapi banyak digunakan untuk mencari gagasan baru dalam memecahkan masalah (Susanto, 2011: 121).

2. Kemampuan Berpikir Luwes (flexibility)

Flexibility is the ability to consider a wide variety of rather dissimillar approaches to a solution (Awang dan Ramly, 2008:20). Fleksibilitas menuntut kecendrungan untuk mengubah pemikiran seseorang


(42)

26

sejumlah sisi yang berbeda dan tidak terbatas pada satu sisi (Hajjaj, 2010: 81). ”Flexible thinking, on the other hand, is generating associations that relate to different fields in response to a stimulant, or re-identifying the same stimulant after considering it from different perspectives. Creative individuals are expected to think in numerous different categories or

dimensions” (Karakelle, 2009: 125).

Adapun indikator-indikator dari kemampuan dasar kreativitas yang berhubungan dengan aspek fleksibilitas ini ditandai oleh, antara lain: (1) Cenderung mengadakan percobaan mandiri dengan berbagai gagasan serta media, bahan, dan teknik; (2) Tidak menggunakan metode umum dalam menyelesaikan masalah; (3) Melakukan pendekatan, sudut pandang dari perspektif yang berbeda; (4) Toleransi pada konflik dan kelancaran; dan (5) Kemampuan menyesuaikan diri dari situasi satu ke situasi lain (Susanto, 2011: 121).

Beberapa faktor pendukung yang dapat meningkatkan kreativitas, yaitu: (1) Waktu, untuk menjadi kreatif, kegiatan anak seharusnya jangan diatur sedemikian rupa sehingga hanya sedikit waktu bebas bagi mereka untuk bermain dengan gagasan, konsep, dan mencobanya dalam bentuk baru dan orisinal; (2) Kesempatan menyendiri, hanya apabila tidak mendapat tekanan dari kelas sosial, anak dapat menjadi kreatif; (3) Dorongan terlepas dari seberapa jauh prestasi anak memenuhi standar orang dewasa; (4) Sarana untuk bermain dan kelak sarana lainnya harus disediakan untuk merangsang

dorongan eksperimentasi dan eksplorasi; (5) Lingkungan yang merangsang kreativitas; (6) Hubungan anak dan orang tua yang tidak posesif; (7) Mendidik


(43)

27

anak secara demokratis dan permisif; dan (8) Kesempatan untuk memperoleh pengetahuan (Susanto, 2011: 124)

Sikap orang tua yang memupuk kreativitas anak antara lain: menghargai pendapat anak dan mendorongnya untuk mengungkapkannya, memberi waktu pada anak untuk merenung dan berkhayal, membiarkan anak mengambil keputusan sendiri, mendorong kesulitan anak untuk menjajaki dan

mempertanyakan banyak hal, meyakinkan anak bahwa orang tua menghargai apa yang ingin dicoba dilakukan dan apa yang dihasilkannya, menunjang dan mendorong kegiatan anak, menikmati keberadaannya bersama anak,

memberikan pujian yang sungguh-sungguh kepada anak, mendorong

kemandirian anak dalam berkerja, dan melatih hubungan kerja sama yang baik (Munandar, 2009: 94).

Bentuk interaksi guru dan siswa di kelas yang dianggap mampu

mengembangkan kecakapan kreatif siswa, yaitu: menghormati pertanyaan-pertanyaan yang tidak biasa, menghormati gagasan-gagasan yang tidak biasa serta imajinatif dari siswa, memberikan kesempatan pada siswa untuk belajar atas prakarsa sendiri, memberi penghargaan kepada siswa, dan meluangkan waktu bagi siswa untuk belajar dan bersibuk diri tanpa suasana penilaian (Susanto, 2011: 123).

Penghalang kreativitas perlu dipahami oleh pendidik: (1) Sensor internal dari seseorang. Sensor perlu dalam hidup, ini namanya pengendalian diri. Tetapi kita harus waspada, terdapat sensor yang tak masuk akal yang menghalangi kita untuk berbuat bebas memecahkan masalah; (2) Orang-orang yang mencari


(44)

28

kesalahan, bukan pemecahan ke depan; (3) Peraturan dan persyaratan yang mengekang. Ini maksudnya peraturan-peraturan yang tidak dipahami dan tidak berguna dan sering mencerminkan kebodohan perumusannya; (4) Perilaku menerima secara pasif, tanpa bertanya; (5) Pengotak-kotakan, ini membuat orang berada dalam sebuah bidang tanpa berani keluar untuk memcahkan masalah yang dihadapi; (6) Memusuhi intuisi; (7) Takut membuat kesalahan. Akibatnya takut untuk mencoba hal baru; dan (8) Tidak menyempatkan diri untuk merenung dan merefleksi (Johnson, 2002: 221).

Faktor-faktor baik internal maupun eksternal yang menjadi hambatan dalam pengembangan kemampuan berikir kreatif, faktor internal antara lain

kurangnya usaha dan kemalasan mental, kekakuan dan ketidaklenturan dalam berpikir, ketakutan dalam mengambil resiko, ketidakberanian untuk berbeda dan menyimpang dari yang tidak lazim, takut dicemooh, kecendrungan untuk mengikuti pola pikiran orang lain, kebutuhan akan keteraturan, serta merasa ditentukan nasib atau hereditas. Adapun faktor ekternal yang dapat

menghambat potensi kreatif antara lain lingkungan sosial. Lingkungan sosial di sekolah merupakan faktor utama yang menentukan kemampuan seseorang untuk mengembangkan potensi kreatif dan untuk mengungkapkan

keunikannya. Sikap guru yang terlalu cepat memberikan kritikan tanpa memberi kesempatan untuk mengembangkan suatu gagasan baru dapat mematikan kemampuan berpikir kreatif siswa. Suasana belajar yang tidak aman dan merasa tidak dihargai akan menghambat siswa dalam mencetuskan gagasan-gagasan baru (Munandar, 2000: 322).


(45)

29

III. METODE PENELITIAN

A. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan Maret 2015 di SMP Negeri 2 Jati Agung, Kabupaten Lampung Selatan.

B. Populasi dan Sampel

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas VII semester genap SMP Negeri 2 Jati Agung Tahun Pelajaran 2014/2015 yang terdiri atas 4 kelas dengan jumlah 123 siswa. Sampel dalam penelitian ini adalah kelas VII A (sebagai kelas eksperimen) dengan jumlah 30 siswa, laki-laki sebanyak 11 siswa dan perempuan sebanyak 19 siswa dan kelas VII B (sebagai kelas kontrol) dengan jumlah 31 siswa, laki-laki sebanyak 16 siswa dan perempuan sebanyak 15 siswa yang dipilih dengan teknik purposive sampling yaitu teknik penentuan sampel dengan pertimbangan tertentu (Sugiono, 2012: 68).

C. Desain Penelitian

Penelitian ini merupakan eksperimental semu (quasi eksperiment) dengan desain pretest-postest kelas tak ekuivalen. Kelas eksperimen (kelas VII A) diberi perlakuan dengan Problem Based Learning, kelas kontrol (kelas VII B) diberi perlakuan dengan diskusi. Setelah itu, kedua kelas diberi tes berupa soal uraian yang sama di awal dan akhir kegiatan pembelajaran (pretes-postes).


(46)

30

Struktur desain penelitian ini adalah sebagai berikut:

Kelas Pretest Perlakuan Postest

I O1 X O2

II O1 C O2

Keterangan:

I = Kelas eksperimen (kelas VII A) II = Kelas kontrol (kelas VII B)

X = Perlakuan di kelas eksperimen dengan Problem based Learning C = Perlakuan di kelas kontrol dengan metode diskusi

O1 = Pretes O2 = Postes

Gambar 2. Desain penelitian pretest-postest kelas tak ekuivalen (dimodifikasi dari Riyanto, 2001:43).

D. Prosedur Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan dalam dua tahap, yaitu prapenelitian dan pelaksanaan penelitian. Adapun langkah-langkah dari tahap tersebut yaitu sebagai berikut.

1. Prapenelitian

Kegiatan yang dilakukan pada prapenelitian sebagai berikut : a. Membuat surat izin penelitian ke sekolah tempat diadakannya

penelitian.

b. Mengadakan observasi ke sekolah tempat diadakannya penelitian, untuk mendapatkan informasi tentang keadaan kelas yang menjadi subjek penelitian.

c. Menetapkan sampel penelitian untuk kelas eksperimen dan kelas kontrol.


(47)

31

d. Membuat perangkat pembelajaran yang terdiri dari Silabus, Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP), dan Lembar Kerja Siswa (LKS). e. Membuat instrumen penelitian yaitu soal pretes/postes dalam bentuk

uraian, rubrik aktivitas dan angket penilaian diri siswa.

f. Membentuk 6 kelompok diskusi pada kelas eksperimen dan kontrol secara random dengan jumlah 5-6 anggota pada setiap kelompok.

2. Pelaksanaan Penelitian

Kegiatan penelitian dilaksanakan dengan model PBLuntuk kelas eksperimen dan diskusi untuk kelas kontrol. Penelitian ini dilaksanakan sebanyak dua pertemuan dengan langkah-langkah pembelajaran sebagai berikut.

Kelas Eksperimen (Pembelajaran dengan Model PBL) a. Kegiatan Awal

1) Siswa mengerjakan soal pretest dalam bentuk uraian untuk materi pokok pengaruh kepadatan populasi manusia terhadap lingkungan pada pertemuan pertama.

2) Apersepsi. Pertemuan 1:

Diawali dengan menayangkan sebuah gambar penduduk yang padat di suatu area, dilanjutkan dengan mengajukan pertanyaan “Bagaimana pendapatmu mengenai keadaan penduduk di area tersebut? “


(48)

32

Pertemuan 2:

“Sensus penduduk dilakukan setiap 10 tahun sekali. Pada tahun 2000 jumlah penduduk Indonesia berjumlah 205,1 juta jiwa, sedangkan pada sensus penduduk tahun 2010 mengalami peningkatan yaitu berjumlah 237,6 juta jiwa. Menurutmu apa yang mungkin terjadi akibat pertambahan penduduk tersebut? “ 3) Siswa memperoleh motivasi dari guru:

Pertemuan 1:

“Setelah mempelajari materi ini kita mampu memprediksi pengaruh kepadatan populasi manusia terhadap lingkungan.” Pertemuan 2:

“Setelah mempelajari materi ini kita dapat mengetahui upaya yang dapat kita lakukan dalam mencegah kerusakan

lingkungan akibat kepadatan populasi manusia” b. Kegiatan Inti

1) Setiap kelas siswa memperoleh LKS sesuai dengan jumlah anggota kelasnya.

2) Mengorientasikan siswa pada masalah kemudian siswa membaca petunjuk dan wacana pada LKS berbasis masalah. 3) Mendiskusikan jawaban pada LKS.

4) Siswa mengumpulkan LKS yang sudah dikerjakan. 5) Setiap kelas mempresentasikan hasil hasil karyanya 6) Dilanjutkan dengan diskusi kelas.


(49)

33

7) Guru memberikan konfirmasi. c. Kegiatan Penutup

1) Siswa membuat simpulan/rangkuman materi yang telah dipelajari dengan bimbingan guru.

2) Siswa mengerjakan postest pada akhir pertemuan kedua. 3) Siswa memperhatikan penyampaian guru tentang umpan balik

terhadap proses dan hasil pembelajaran.

4) Siswa memperhatikan penyampaian guru tentang rencana pembelajaran pada pertemuan selanjutnya.

Kelas Kontrol (Pembelajaran dengan Diskusi) a. Kegiatan Awal

1) Siwa mengerjakan soal pretest dalam bentuk uraian untuk materi pokok pengaruh kepadatan populasi manusia terhadap lingkungan pada pertemuan ke pertama.

2) Apersepsi. Pertemuan 1:

Diawali dengan menayangkan sebuah gambar penduduk yang padat di suatu area, dilanjutkan dengan mengajukan pertanyaan “Bagaimana pendapatmu mengenai keadaan penduduk di area tersebut? “

Pertemuan 2:

“Sensus penduduk dilakukan setiap 10 tahun sekali. Pada tahun 2000 jumlah penduduk Indonesia berjumlah 205,1 juta jiwa, sedangkan pada sensus penduduk tahun 2010 mengalami


(50)

34

peningkatan yaitu berjumlah 237,6 juta jiwa. Menurutmu apa yang mungkin terjadi akibat pertambahan penduduk tersebut? “ 3) Siswa memperoleh motivasi dari guru:

Pertemuan 1:

“Setelah mempelajari materi ini kita mampu memprediksi pengaruh kepadatan populasi manusia terhadap lingkungan.” Pertemuan 2:

“Setelah mempelajari materi ini kita dapat mengetahui upaya yang dapat kita lakukan dalam mencegah kerusakan

lingkungan akibat kepadatan populasi manusia”. b. Kegiatan Inti

1) Setiap kelas siswa memperoleh LKS sesuai dengan jumlah anggota kelasnya.

2) Siswa membaca petunjuk dan LKS dengan seksama.

3) Siswa mendiskusikan jawaban pada LKS.

4) Siswa mengumpulkan LKS yang sudah dikerjakan. 5) Setiap kelas mempresentasikan hasil hasil karyanya 6) Dilanjutkan dengan diskusi kelas.

7) Guru memberikan konfirmasi. c. Kegiatan Penutup

1) Siswa membuat simpulan/rangkuman materi yang telah dipelajari dengan bimbingan guru.


(51)

35

3) Siswa memperhatikan penyampaian guru tentang umpan balik terhadap proses dan hasil pembelajaran.

4) Siswa memperhatikan penyampaian guru tentang rencana pembelajaran pada pertemuan selanjutnya.

E. Jenis dan Teknik Pengumpulan Data

Jenis dan teknik pengumpulan data pada penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Jenis Data

a. Data Kuantitatif

Data kuantitatif berupa skor kemampuan berpikir kreatif yaitu lancar

(fluency) dan luwes (flexibility) oleh siswa yang diperoleh dari nilai pretes dan postes. Kemampuan berpikir kreatif oleh siswa ditinjau berdasarkan perbandingan gain yang dinormalisasi atau N-gain. b. Data Kualitatif

Data kualitatif dalam penelitian ini adalah deskripsi kemampuan berpikir kreatif oleh siswa sebelum, selama, dan sesudah

pembelajaran. Selain itu, digunakan data pendukung berupa data aktivitas belajar siswa dan tanggapan siswa terhadap model PBL.

2. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data pada penelitian ini adalah sebagai berikut: a) Pretes dan Postes

Data kemampuan berpikir kreatif berupa nilai pretes dan postes. Nilai pretes diambil pada awal pertemuan pertama setiap kelas, baik


(52)

36

eksperimen maupun kontrol, sedangkan nilai postes di akhir pertemuan kedua setiap kelas. Teknik penskoran nilai pretes dan postes yaitu :

S = x 100

Keterangan:

S = Nilai yang diharapkan (dicari)

R = Jumlah skor dari item atau soal yang dijawab benar

N = Jumlah skor maksimum dari tes tersebut (dimodifikasi dari Purwanto, 2008:112).

b) Lembar Kerja Siswa (LKS)

LKS digunakan untuk mengetahui kemampuan berpikir krearif oleh siswa di kedua kelas selama proses pembelajaran. Kelas eksperimen menggunakan LKS berbasis masalah yang bersifat open-ended dan ill-structured sedangkan kelas kontrol menggunakan LKS yang bukan berbasis masalah.

c) Lembar Observasi Aktivitas Siswa

Lembar observasi aktivitas siswa berisi aspek kegiatan yang diamati pada saat proses pembelajaran di kedua kelas. Setiap siswa diamati kemudian diberikan poin kegiatan yang dilakukan pada lembar observasi sesuai dengan indikator yang telah ditentukan.

R N


(53)

37

Tabel 3. Tabulasi data aktivitas belajar siswa

No Nama Kriteria Aktivitas Belajar Siswa

A B C D

1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 1.

2. 3. Dst

Jumlah Skor Maksimal Skor Maksimum

Persentase Kriteria Aktivitas Sumber: dimodifikasi dari Paidi (2010: 8).

Tabel 4. Rubrik penilaian aktivitas belajar siswa

Indikator Indikator

Operasional Skor Kriteria

A.Mengajukan pertanyaan

1. Mengajukan lebih dari 1 pertanyaan 2. Mengajukan 1

pertanyaan 3. Mengajukan pertanyaan dengan tepat 4 3 2 1

Jika indikator 1 dan 3 terpenuhi

Jika indikator 2 dan 3 terpenuhi

Jika indikator 3 tidak terpenuhi

Jika indikator tidak terpenuhi

B. Menjawab pertanyaan

1. Mengajukan lebih dari 1 jawaban 2. Mengajukan 1

jawaban 3. Mengajukan pertanyaan dengan tepat 4 3 2 1

Jika indikator 1 dan 3 terpenuhi

Jika indikator 2 dan 3 terpenuhi

Jika indikator 3 tidak terpenuhi

Jika indikator tidak terpenuhi

C. Persentasi 1. Sistematis dalam persentasi 2. Tidak sistematis

dalam persentasi 3. Mengungkapkan

gagasan dalam persentasi dengan tepat 4 3 2 1

Jika indikator 1 dan 3 terpenuhi

Jika indikator 2 dan 3 terpenuhi

Jika indikator 3 tidak terpenuhi

Jika tidak ada indikator terpenuhi


(54)

38

D. Bertukar informasi

1. Bertukar informasi 2. Relevan dengan

materi

3 2 1

Jika indikator 1 dan 2 terpenuhi

Jika indikator 2 tidak terpenuhi

Jika tidak ada indikator terpenuhi

d) Angket Tanggapan Siswa

Angket ini berisi pendapat siswa tentang PBLyang telah dilaksanakan. Angket ini berisi 10 pernyataan, terdiri dari 5

pernyataan positif dan 5 pernyataan negatif dengan 2 pilihan jawaban yaitu setuju dan tidak setuju yang diisi siswa dengan memberikan tanda ceklis (√) pada jawaban yang dipilih. Berikut ini item pertanyaan pada angket yang disajikan pada Tabel 5.

Tabel 5. Item pernyataan pada angket

No. Pernyataan S TS

1. Dengan model PBL saya dapat memberikan gagasan terkait pengaruh kepadatan populasi manusia terhadap lingkungan. 2. Dengan model PBL saya dapat menjawab pertanyaan

dengan lebih dari satu jawaban.

3. Dengan model PBL saya dapat mengajukan lebih dari satu pertanyaan.

4. Dengan model PBL saya dapat melihat masalah lingkungan karena kepadatan populasi manusia dari sudut pandang yang berbeda-beda.

5. Saya dapat menduga permasalah yang akan muncul apabila kepadatan populasi manusia semakin bertambah.

6. Saya sulit untuk membuka pikiran saya dalam menerima pendapat teman yang berbeda.

7. Saya kesulitan bekerja sama dalam kelas selama proses pembelajaran.

8. Saya kesulitan mengkaitkan materi dengan kehidupan sehari

– hari.

9. Saya kesulitan mengemukakan solusi untuk permasalahan yang ada di LKS dengan model PBL.

10. Saya pasif dalam kegiatan diskusi kelas. Keterangan:

S = Setuju;


(55)

39

F. Teknik Analisis Data

1. Data Kuantitatif

Setelah kedua sampel diberi perlakuan yang berbeda, data yang diperoleh dari hasil prestest dan posttest dianalisis untuk mendapatkan skor

pencapaian (gain) pada kedua kelas. Analisis ini bertujan untuk

mengetahui besarnya peningkatan kemampuan berpikir kreatif siswa kelas eksperimen dan kelas kontrol. Untuk mendapatkan N-gain menggunakan rumus (Hake, 1999:1):

N-gain = X 100

Keterangan:

N-gain = rata-rata N-gain Spost = rata-rataskor postes

Spre = rata-rataskor pretes

Smax = skor maksimum

Nilai pretest, postest, dan N-gain pada kelas eksperimen dan kontrol dianalisis menggunakan uji-t dan uji-U dengan program SPSS versi 17, yang sebelumnya dilakukan uji prasyarat berupa uji normalitas dan homogenitas.

a. Uji Normalitas

Uji normalitas data dilakukan menggunakan Lilliefors dengan program SPSS versi 17.

1) Hipotesis

H0 : Sampel berdistribusi normal H1 : Sampel tidak berdistribusi normal

Spost – Spre


(56)

40

2) Kriteria Pengujian

Terima Ho jika Lhitung < Ltabel atau p-value > 0,05, tolak Ho untuk harga yang lainnya (Pratisto, 2004:5).

b. Uji Homogenitas

Uji homogenitas varian digunakan untuk mengetahui apakah varians data bersifat homogen atau tidak. Pengujian ini dilakukan dengan menggunakan SPSS 17.

1) Kriteria Uji

Terima H0 jika harga Fhitung < Ftabel

Tolak H0 jika harga Fhitung > Ftabel = 0,05 dan derajat kebebasan (Susetyo, 2012: 258).

c. Uji Hipotesis

Untuk menguji hipotesis digunakan uji kesamaan dua rata-rata dan uji perbedaan dua rata-rata dengan menggunakan program SPSS versi 17. 1) Uji Kesamaan Dua Rata-rata

a) Hipotesis

H0 = Rata-rata N-gain kedua sampel sama H1 = Rata-rata N-gain kedua sampel tidak sama b) Kriteria Pengujian

Jika –t tabel < t hitung < t tabel, maka Ho diterima.

Jika t hitung < -t tabel atau t hitung > t tabel maka Ho ditolak (Pratisto, 2004: 13).

2) Uji Perbedaan Dua Rata-rata a) Hipotesis

H0 = rata-rata N-gain pada kelas eksperimen sama dengan kelas kontrol.

H1 = rata-rata N-gain pada kelas eksperimen lebih tinggi dari kelas kontrol.


(57)

41

b) Kriteria Pengujian

Jika –t tabel < t hitung < t tabel, maka Ho diterima.

Jika t hitung < -t tabel atau t hitung > t tabel, maka Ho ditolak (Pratisto, 2004:13).

3) Uji U (Uji Mann Whitney)

Apabila data yang diperoleh berdistribusi tidak normal, maka untuk mengetahui apakah ada perbedaan varian antara kedua sampel, maka dilakukan uji U atau uji Mann Whitney.

a) Hipotesis

H0 = Rata–rata N-gain pada kedua kelas tidak berbeda secara signifikan

H1 = Rata–rata N-gain pada kedua kelas berbeda secara signifikan

b) Kriteria pengujian

Jika Zhitung < Ztabel atau p-value > 0,05 maka H0 diterima Jika Zhitung > Ztabel atau p-value≤ 0,05 maka H0 ditolak (Susetyo, 2012: 295).

1. Data Kualitatif

a. Kemampuan Berpikir Kreatif Siswa

Data kemampuan berpikir kreatif siswa dilakukan dengan penilaian lembar kerja siswa yang diberikan selama proses pembelajaran dengan menggunakan acuan rubrik penilaian kemampuan berpikir kreatif. Data tersebut dianalisis dengan menggunakan analisis deskriptif dengan menghitung nilai kemampuan berpikir kreatif siswa menggunakan rumus:

S = x 100 R N


(58)

42

Keterangan:

S = Nilai yang dicari

R = Jumlah skor yang diperoleh

N = Jumlah skor maksimum (dimodifikasi dari Purwanto, 2008:112).

Setelah data diolah dan diperoleh nilainya, maka kemampuan berpikir kreatifoleh siswa tersebut dapat dilihat dari kriteria sebagai berikut: Tabel 6. Kriteria kemampuan berpikir kreatif siswa

Nilai Kriteria

71 – 100 31 – 70

0 – 30

Tinggi Sedang Rendah Sumber: dimodifikasi dari Hake (1999:1).

b. Aktivitas Belajar Siswa

Data aktivitas siswa selama proses pembelajaran berlangsung merupakan data yang diambil melalui observasi. Data tersebut

dianalisis dengan menggunakan analisis deskriptif dengan menghitung persentase aktivitas belajar siswa. Langkah-langkah yang dilakukan adalah sebagai berikut.

1) Menghitung persentase aktivitas dengan menggunakan rumus:

Persentase aktivitas siswa = x 100%

2) Menafsirkan atau menentukan persentase aktivitas belajar siswa sesuai kriteria pada Tabel 7 berikut ini.

Skor perolehan Skor maksimum


(59)

43

Tabel 7. Kriteria persentase aktivitas belajar siswa Persentase (%) Kriteria

80,1-100 60,1-80 40,1-60 20,1-40 0-20

Sangat Tinggi Tinggi Sedang Rendah Sangat Rendah Sumber: dimodifikasi dari Arikunto (2010: 245).

c. Tanggapan Siswa Terhadap PBL

Data tanggapan siswa terhadap pembelajaran dikumpulkan melalui penyebaran angket. Angket tanggapan berisi 10 pernyataan yang terdiri dari 5 pernyataan positif dan 5 pernyataan negatif. Pengolahan data angket dilakukan sebagai berikut:

1) Menghitung skor angket pada setiap jawaban sesuai dengan ketentuan pada Tabel 8.

Tabel 8. Skor jawaban angket Sifat Pernyataan Skor

1 0

Positif S TS

Negatif TS S

Keterangan: S = setuju; TS = tidak setuju

2) Melakukan tabulasi data temuan pada angket berdasarkan klasifikasi yang dibuat, bertujuan untuk memberikan gambaran frekuensi dan kecenderungan dari setiap jawaban berdasarkan pernyataan angket.


(60)

44

Tabel 9. Tabulasi data angket tanggapan siswa terhadap model PBL No.

Pernyataan Angket

Pilihan Jawaban

Nilai Responden

(siswa) Persentase (%) 1 2 3 dst

1. S TS 2. S

TS 3. S

TS Dst. S

TS

3)Menafsirkan atau menentukan persentase tanggapan siswa terhadap penggunaan model PBL sesuai kriteria pada Tabel 10.

Tabel 10. Kriteria persentase tanggapan siswa terhadap model PBL Persentase (%) Kriteria

100 76 – 99 51 – 75

50 26 – 49

1 – 25 0

Semuanya Sebagian besar Pada umumnya Setengahnya Hampir setengahnya

Sebagian kecil Tidak ada Sumber: dimodifikasi dari Riduan (2004: 14).


(61)

55

V. SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan

Berdasarkan hasil analisis data dan pembahasan, maka dapat disimpulkan sebagai berikut.

1. Ada pengaruh penggunaan model PBL dalam meningkatkan kemampuan berpikir kreatif siswa.

2. Penggunaan model PBL berpengaruh dalam meningkatkan aktivitas belajar siswa.

3. Sebagian besar siswa memberikan tanggapan positif terhadap penggunaan model PBL.

B. Saran

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, maka penulis menyarankan sebagai berikut.

1. Dalam merancang pembelajaran hendaknya lebih cermat dan tepat dalam mempertimbangkan waktu karena penerapan model pembelajaran PBL membutuhkan waktu yang cukup lama dan disarankan agar pembentukan kelas dilakukan pada waktu sebelum jam dimulainya proses pembelajaran, agar lebih mengefisienkan waktu.


(62)

56

2. Pembelajaran menggunakan model PBL dapat digunakan oleh guru IPA sebagai salah satu alternatif model pembelajaran yang dapat meningkatkan kemampuan berpikir kreatif siswa terutama aspek berpikir lancar (fluency)

dan berpikir luwes (flexibility).

3. Siswa diharapkan mampu mengikuti pembelajaran dengan model PBL sehingga kemampuan berpikir kreatif terutama aspek berpikir lancar

(fluency) dan berpikir luwes (flexibility) dapat lebih berkembang.

4. Sekolah diharapkan dapat menginisiasi guru untuk menggunakan model PBL untuk meningkatkan kemampuan berpikir kreatif siswa.


(63)

57

DAFTAR PUSTAKA

Akcay, B. 2009. Problem-Based Learning in Science Education. Journal of Turkish Science Education. Vol 6, No. 1, 26-36.

Al-Hajjaj, Y.A. 2010. Kreatifitas atau Mati. Al Jadid. Surakarta. 212 hlm.

Arends, R.I. dan A. Kilcher. 2010. Teaching for Student Learning: Becoming an Accomplished Teacher. Rotledge Taylor & Francis Group. New York and London. 456 hlm.

Arends, R. I. 2007. Learning to Teach Belajar untuk Mengajar. Pustaka Belajar. Yogyakarta. 391 hlm.

Arikunto, S. 2010. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Rieneka Cipta. Jakarta. 413 hlm.

Awang, H. dan I. Ramly. 2008. Creative Thinking Skill Approach Trough Problem Based Learning: Pedagogy and Practice in the Engineering Classroom. International Journal of Human and Social Science, Vol 3, No.1, 18-23.

Baker, M. dan R. Rudd. 2001. Relationships between Critical and Creative Thinking. Journal of Southern Agricultural Education Research. Volume 51, Number 1, p. 173-188

Depdikbud. 2013. Salinan Lampiran Permendikbud No.64 Tahun 2013 Tentang Standar Isi. Depdikbud. Jakarta. 111 hlm

Depdiknas. 2006. Standar Isi untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah. BNSP. Jakarta. 215 hlm.

Deporter, B dan M. Hernacki. 2008. Quantum Learning: Membiasakan Belajar Nyaman dan Menyenangkan. Kaifa. Bandung. 365 hlm.

Hake, R.R. 1999. Analizing Change/Gain Score. Diakses dari

http://lists.asu.edu/ pada Selasa, 18 November 2014 pukul 10.18 WIB.

Indra, R. 2006. Sukses Sebelum Lulus Kuliah. Master Publishing. Bandung. 280 hlm.


(64)

58

Johnson, E. 2002. Contextual Teaching and Learning. Corwin Perss. California. 352 hlm.

Karakelle, S. 2009. Enhancing Fluent and Flexible Thinking Through the Creative Drama Process. Thinking Skills and Creativity, Vol 4, 124–129. Kurniasih, I. dan B. Sani. 2014. Sukses Mengimplementasikan Kurikulum

2013. Kata Pena. Jakarta. 126 hlm.

Levin, B.B. 2001. Energizing Teacher Education and Professional Devellopment with Problem-Based Learning. ASCD. USA. 140 hlm.

Neo, W.K dan K.Y. Chyn. 2002. Authentic Problem Based Learning. Pearson Education Asia. Singapore. 106 hlm.

MPI. 2011. Creativity and Prosperity: The Global Creativity Index. Diakses dari http://martinprosperity.org pada Rabu, 19 November 2014 pukul 19.00 WIB.

Mulyasa. 2013. Pengembangan dan Implementasi Kurikulum 2013. Remaja Rosadakarya. Bandung. 232 hlm.

Munandar, U. 2009. Pengembangan Kreativitas Anak Berbakat. Rineka Cipta. Jakarta. 256 hlm.

__________. 2000. Mengembangkan Kreativitas Anak Sekolah. Rineka Cipta. Jakarta. 216 hlm.

Paidi. 2010. Model Pemecahan Masalah dalam Pembelajaran Biologi di SMA.

Artikel Semnas FMIPA 2010 UNY. Diakses dari http://staff.uny.ac.id/ pada Rabu, 19 November 2014 pukul 16.45 WIB.

Pratisto, A. 2004. Cara Mudah Mengatasi Masalah Statistik dan Rancangan Percobaan dengan SPSS 12. Gramedia. Jakarta. 292 hlm.

Purnamaningrum, A. 2012. Peningkatan Kemampuan Berpikir Kreatif Melalui Problem Based Learning (PBL) pada Pembelajaran Biologi. Universitas SebelasMaret. Surakarta. 14 hlm

Purwanto, N. 2008. Prinsip-prinsip dan Teknik Evaluasi Pengajaran. Penerbit Remaja Rosdakarya. Bandung. 166 hlm.

Riduan. 2004. Belajar Mudah Penelitian untuk Guru, Karyawan dan Peneliti Pemula. Alfabeta. Bandung. 246 hlm.


(65)

59

Sugiyono. 2009. Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Alfabeta. Bandung. 115 hlm.

Suryadi, D dan T. Herman. 2008. Eksplorasi Matematika Pembelajaran Pemecahan Masalah. Karya Duta Wahana. Jakarta. 210 hlm. Supriadi, D. 2001. Kreativitas, Kebudayaan dan Perkembangan IPTEK.

Alfabeta. Bandung. 47 hlm.

Susanto, A. 2011. Perkembangan Anak Usia Dini: Pengantar dalam Berbagai Aspeknya. Kencana. Jakarta. 208 hlm.

Susetyo, B. 2012. Statistika untuk Analisis Data Penelitian. Refika Adiatma. Bandung. 250 hlm.

Suswantara. 2011. Pengaruh Model Pembelajaran Problem Based Learning (PBL) Terhadap Peningkatan Aktivitas dan Hasil Belajar Siswa. (Skripsi). Universitas Lampung. Bandar Lampung

Takahashi, A. 2010. Open-ended Problem Solving and Computer Instantiated Manipulatives (CIM). Diakses dari http://students.ed.uiuc.edu/takahashi pada Minggu, 9 Februari 2015 15.00 WIB

Tan, O. 2003. Problem-Based Learning Inovation. Thomson Learning. Singapore. 172 hlm.

Trianto. 2009. Mendesain Model Pembelajaran Inovatif-Progresif. Prestasi Pustaka. Jakarta. 371 hlm.

Trihardiyanti. 2010. Mengembangkan Kreativitas Anak Melalui Pembelajaran Berbasis Masalah. Diakses dari http://www.sdbinatalenta.com/arsipartikel /artikel_tri.pdf pada Selasa, 18 November 2014 16.55 WIB.


(1)

Pernyataan

Angket Jawaban

(siswa) Persentase (%) 1 2 3 dst

1. S

TS

2. S

TS

3. S

TS Dst. S

TS

3)Menafsirkan atau menentukan persentase tanggapan siswa terhadap penggunaan model PBL sesuai kriteria pada Tabel 10.

Tabel 10. Kriteria persentase tanggapan siswa terhadap model PBL Persentase (%) Kriteria

100 76 – 99 51 – 75

50 26 – 49

1 – 25 0

Semuanya Sebagian besar Pada umumnya Setengahnya Hampir setengahnya

Sebagian kecil Tidak ada Sumber: dimodifikasi dari Riduan (2004: 14).


(2)

V. SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan

Berdasarkan hasil analisis data dan pembahasan, maka dapat disimpulkan sebagai berikut.

1. Ada pengaruh penggunaan model PBL dalam meningkatkan kemampuan berpikir kreatif siswa.

2. Penggunaan model PBL berpengaruh dalam meningkatkan aktivitas belajar siswa.

3. Sebagian besar siswa memberikan tanggapan positif terhadap penggunaan model PBL.

B. Saran

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, maka penulis menyarankan sebagai berikut.

1. Dalam merancang pembelajaran hendaknya lebih cermat dan tepat dalam mempertimbangkan waktu karena penerapan model pembelajaran PBL membutuhkan waktu yang cukup lama dan disarankan agar pembentukan kelas dilakukan pada waktu sebelum jam dimulainya proses pembelajaran, agar lebih mengefisienkan waktu.


(3)

sebagai salah satu alternatif model pembelajaran yang dapat meningkatkan kemampuan berpikir kreatif siswa terutama aspek berpikir lancar (fluency) dan berpikir luwes (flexibility).

3. Siswa diharapkan mampu mengikuti pembelajaran dengan model PBL sehingga kemampuan berpikir kreatif terutama aspek berpikir lancar (fluency) dan berpikir luwes (flexibility) dapat lebih berkembang. 4. Sekolah diharapkan dapat menginisiasi guru untuk menggunakan model


(4)

DAFTAR PUSTAKA

Akcay, B. 2009. Problem-Based Learning in Science Education. Journal of Turkish Science Education. Vol 6, No. 1, 26-36.

Al-Hajjaj, Y.A. 2010. Kreatifitas atau Mati. Al Jadid. Surakarta. 212 hlm.

Arends, R.I. dan A. Kilcher. 2010. Teaching for Student Learning: Becoming an Accomplished Teacher. Rotledge Taylor & Francis Group. New York and London. 456 hlm.

Arends, R. I. 2007. Learning to Teach Belajar untuk Mengajar. Pustaka Belajar. Yogyakarta. 391 hlm.

Arikunto, S. 2010. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Rieneka Cipta. Jakarta. 413 hlm.

Awang, H. dan I. Ramly. 2008. Creative Thinking Skill Approach Trough Problem Based Learning: Pedagogy and Practice in the Engineering Classroom. International Journal of Human and Social Science, Vol 3, No.1, 18-23.

Baker, M. dan R. Rudd. 2001. Relationships between Critical and Creative Thinking. Journal of Southern Agricultural Education Research. Volume 51, Number 1, p. 173-188

Depdikbud. 2013. Salinan Lampiran Permendikbud No.64 Tahun 2013 Tentang Standar Isi. Depdikbud. Jakarta. 111 hlm

Depdiknas. 2006. Standar Isi untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah. BNSP. Jakarta. 215 hlm.

Deporter, B dan M. Hernacki. 2008. Quantum Learning: Membiasakan Belajar Nyaman dan Menyenangkan. Kaifa. Bandung. 365 hlm.

Hake, R.R. 1999. Analizing Change/Gain Score. Diakses dari

http://lists.asu.edu/ pada Selasa, 18 November 2014 pukul 10.18 WIB.

Indra, R. 2006. Sukses Sebelum Lulus Kuliah. Master Publishing. Bandung. 280 hlm.


(5)

Karakelle, S. 2009. Enhancing Fluent and Flexible Thinking Through the Creative Drama Process. Thinking Skills and Creativity, Vol 4, 124–129. Kurniasih, I. dan B. Sani. 2014. Sukses Mengimplementasikan Kurikulum

2013. Kata Pena. Jakarta. 126 hlm.

Levin, B.B. 2001. Energizing Teacher Education and Professional Devellopment with Problem-Based Learning. ASCD. USA. 140 hlm.

Neo, W.K dan K.Y. Chyn. 2002. Authentic Problem Based Learning. Pearson Education Asia. Singapore. 106 hlm.

MPI. 2011. Creativity and Prosperity: The Global Creativity Index. Diakses dari http://martinprosperity.org pada Rabu, 19 November 2014 pukul 19.00 WIB.

Mulyasa. 2013. Pengembangan dan Implementasi Kurikulum 2013. Remaja Rosadakarya. Bandung. 232 hlm.

Munandar, U. 2009. Pengembangan Kreativitas Anak Berbakat. Rineka Cipta. Jakarta. 256 hlm.

__________. 2000. Mengembangkan Kreativitas Anak Sekolah. Rineka Cipta. Jakarta. 216 hlm.

Paidi. 2010. Model Pemecahan Masalah dalam Pembelajaran Biologi di SMA. Artikel Semnas FMIPA 2010 UNY. Diakses dari http://staff.uny.ac.id/ pada Rabu, 19 November 2014 pukul 16.45 WIB.

Pratisto, A. 2004. Cara Mudah Mengatasi Masalah Statistik dan Rancangan Percobaan dengan SPSS 12. Gramedia. Jakarta. 292 hlm.

Purnamaningrum, A. 2012. Peningkatan Kemampuan Berpikir Kreatif Melalui Problem Based Learning (PBL) pada Pembelajaran Biologi. Universitas Sebelas Maret. Surakarta. 14 hlm

Purwanto, N. 2008. Prinsip-prinsip dan Teknik Evaluasi Pengajaran. Penerbit Remaja Rosdakarya. Bandung. 166 hlm.

Riduan. 2004. Belajar Mudah Penelitian untuk Guru, Karyawan dan Peneliti Pemula. Alfabeta. Bandung. 246 hlm.


(6)

Sugiyono. 2009. Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Alfabeta. Bandung. 115 hlm.

Suryadi, D dan T. Herman. 2008. Eksplorasi Matematika Pembelajaran Pemecahan Masalah. Karya Duta Wahana. Jakarta. 210 hlm. Supriadi, D. 2001. Kreativitas, Kebudayaan dan Perkembangan IPTEK.

Alfabeta. Bandung. 47 hlm.

Susanto, A. 2011. Perkembangan Anak Usia Dini: Pengantar dalam Berbagai Aspeknya. Kencana. Jakarta. 208 hlm.

Susetyo, B. 2012. Statistika untuk Analisis Data Penelitian. Refika Adiatma. Bandung. 250 hlm.

Suswantara. 2011. Pengaruh Model Pembelajaran Problem Based Learning (PBL) Terhadap Peningkatan Aktivitas dan Hasil Belajar Siswa. (Skripsi). Universitas Lampung. Bandar Lampung

Takahashi, A. 2010. Open-ended Problem Solving and Computer Instantiated Manipulatives (CIM). Diakses dari http://students.ed.uiuc.edu/takahashi pada Minggu, 9 Februari 2015 15.00 WIB

Tan, O. 2003. Problem-Based Learning Inovation. Thomson Learning. Singapore. 172 hlm.

Trianto. 2009. Mendesain Model Pembelajaran Inovatif-Progresif. Prestasi Pustaka. Jakarta. 371 hlm.

Trihardiyanti. 2010. Mengembangkan Kreativitas Anak Melalui Pembelajaran Berbasis Masalah. Diakses dari http://www.sdbinatalenta.com/arsipartikel /artikel_tri.pdf pada Selasa, 18 November 2014 16.55 WIB.


Dokumen yang terkait

PENGARUH PENERAPAN MODEL PROBLEM BASED LEARNING (PBL) PADA MATERI POKOK EKOSISTEM TERHADAP KETERAMPILAN BERPIKIR KREATIF SISWA (Studi Eksperimen Semu pada Siswa Kelas VII SMPN 13 Bandar Lampung Semester Genap T.P 2011/2012)

0 3 53

PENGARUH MODEL PROBLEM BASED LEARNING (PBL) TERHADAP KEMAMPUAN BERPIKIR RASIONAL SISWA PADA SUB MATERI POKOK KERUSAKAN/ PENCEMARAN LINGKUNGAN DAN PELESTARIAN LINGKUNGAN (Studi Eksperimen pada Siswa Kelas X Semester Genap SMA Arjuna Bandar Lampung Tahun Pe

10 38 59

PENGARUH PENGGUNAAN MODEL PROBLEM BASED LEARNING (PBL) TERHADAP KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS SISWA PADA MATERI POKOK SISTEM PEREDARAN DARAH (Studi Eksperimen Pada Siswa Kelas XI Semester Ganjil SMA Negeri 7 Bandar Lampung T.P 2012/2013)

1 5 55

PENGARUH PENGGUNAAN MODEL PEMBELAJARAN PROBLEM BASED INSTRUCTION (PBI) TERHADAP KEMAMPUAN BERPIKIR KREATIF DALAM TULISAN ARGUMENTATIF SISWA PADA MATERI POKOK PERAN MANUSIA DALAM PENGELOLAAN LINGKUNGAN (Studi Ekperimen pada Siswa Kelas VII SMP Satya Dharma

2 29 64

PENGARUH MODEL PROBLEM BASED LEARNING (PBL) TERHADAP KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS DAN AKTIVITAS BELAJAR SISWA PADA MATERI POKOK PERAN MANUSIA DALAM PENGELOLAAN LINGKUNGAN (Kuasi Eksperimental pada Siswa Kelas VII SMP Perintis 2 Bandar Lampung Tahun Pelajaran

2 26 71

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN PROBLEM BASED LEARNING (PBL) TERHADAP AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR SISWA PADA MATERI PENCEMARAN LINGKUNGAN (Studi Eksperimen pada Siswa Kelas X Semester Genap SMA Negeri 14 Bandar Lampung T.P 2014/2015)

0 7 59

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN PROBLEM BASED LEARNING (PBL) TERHADAP KETERAMPILAN BERKOMUNIKASI TERTULIS DAN HASIL BELAJAR SISWA PADA MATERI POKOK PERAN MANUSIA DALAM PENGELOLAAN LINGKUNGAN (Kuasi Eksperimen pada Siswa Kelas VII Semester Genap SMP Nusantara

1 14 73

PENGARUH MODEL PROBLEM BASED LEARNING (PBL) TERHADAP KEMAMPUAN BERPIKIR KREATIF PADA MATERI POKOK PENGARUH KEPADATAN POPULASI MANUSIA TERHADAP LINGKUNGAN (Studi Eksperimen Siswa Kelas VII SMP Negeri 2 Jati Agung Semester Genap TP. 2014/2015)

3 20 65

PENGARUH MODEL PROBLEM BASED LEARNING (PBL) TERHADAP KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS DAN AKTIVITAS BELAJAR SISWA PADA MATERI POKOK PERAN MANUSIA DALAM PENGELOLAAN LINGKUNGAN (Studi Eksperimen Semu pada Siswa Kelas VII Semester Genap SMP Padjajaran Bandar Lampun

12 104 63

PENGARUH PENGGUNAAN MODEL PROBLEM POSING TERHADAP KEMAMPUAN BERPIKIR KREATIF DAN AKTIVITAS BELAJAR SISWA PADA MATERI POKOK LINGKUNGAN (Studi Eksperimental terhadap Siswa Kelas X Semester Genap SMA Yadika Bandar Lampung Tahun Pelajaran 2014/2015)

0 6 58