STRATEGI LEMBAGA OMBUDSMAN PERWAKILAN LAMPUNG DALAM MENGAWASI PENYELENGGARAAN PELAYANAN PUBLIK (Studi Pada Pelaksanaan PPDB di Kota Bandar Lampung Tahun 2013)

(1)

Tahun 2013)

(Skripsi)

Oleh

THIO SANDIYUDA PRATAMA

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG 2014


(2)

INSTITUTE IN MONITORING THE IMPLEMENTATION OF PUBLIC SERVICE

(Study in The Implementation of PPDB in Bandar Lampung 2013) BY

THIO SANDIYUDA PRATAMA

Ombudsman of Republic of Indonesia is a state agency that has the authority to supervise public service held by the State governments, including BUMN, BUMD, and BHMN, also enterprises and private entities or individuals who were given the task of holding certain public services. The purpose of this study is to analyze the strategy of Ombudsman Representative Lampung in monitoring the implementation PPDB in Bandar Lampung year 2013 and any obstacles that arise. This type of research used is descriptive research with qualitative approach. While the datacollection techniqueis done by interviews and documentation .

The results of the research: (1) strategies of Ombudsman Representative Lampung in monitoring the implementation of PPDB in Bandar Lampung year 2013 is (a) the policy of the organization in the form of a circular; (b) motivate employees is done through the provision of morale and also implementation of reward and punishment; (c) resource consisting of human and material resources in the form of infrastructure and financial is less support, but has strived to allocate the available resources to optimize the controlling. (2) the constraints that arise , are (a) the internal constraints , the lack of human resources and budget limitations; and (b) external constraints , lack of society participation and the arrogance of public servants.

Researchers recommend several things: (1) Ombudsman open the roving post; (2) Ombudsman do the socialization by making a banner in the strategic place; (3) Ombudsmanmore intensive in monitoring the implementation of PPDB; (4) Ombudsman Representative Lampung make recommendations to the Ombudsman of Indonesia Republic to be able to increase the amount of human resources, infrastructure and budgets; (5) Ombudsman dothe quick action for each agency or public servants who are not able to receive advice from the Ombudsman .


(3)

STRATEGI LEMBAGA OMBUDSMAN PERWAKILAN LAMPUNG DALAM MENGAWASI PENYELENGGARAAN PELAYANAN PUBLIK

(Studi PadaPelaksanaan PPDB di Kota Bandar Lampung Tahun 2013)

OLEH

THIO SANDIYUDA PRATAMA

Ombudsman Republik Indonesia adalah lembaga negara yang mempunyai wewenang mengawasi penyelenggaraan pelayanan publik yang diselenggarakan oleh Penyelenggara Negara dan pemerintahan termasuk yang diselenggarakan oleh BUMN, BUMDdan BHMN serta badan swasta atau perseorangan yang diberi tugas menyelenggarakan pelayanan publiktertentu. Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis strategi Lembaga Ombudsman Perwakilan Lampung dalam mengawasi penyelenggaraan PPDB di Kota Bandar Lampung tahun 2013 dan kendala apa saja yang muncul. Tipe penelitian yang digunakan adalah tipe penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Sedangkan teknik pengumpulan data dilakukan dengan wawancara dan dokumentasi.

Hasil penelitian ini: (1) strategi Lembaga Ombudsman Perwakilan Lampung dalam mengawasi penyelenggaraan PPDB di Kota Bandar Lampung tahun 2013, adalah (a) kebijakan organisasi dalam bentuk surat edaran; (b) memotivasi pegawai dilakukan melalui pemberian semangat kerja serta penerapan rewarddan punishment; (c) sumber daya yang terdiri dari SDM dan sumber daya material berupa sarana prasarana dan financial kurang mendukung namun telah diupayakan untuk mengalokasikan berbagai sumber daya yang ada untuk mengoptimalkan pengawasan. (2) kendala-kendala yang muncul, adalah (a) kendala internal, kurangnya jumlah SDM dan keterbatasan anggaraan; dan(b) kendala eksternal, minimnya peran serta masyarakat dan arogansi pelayan publik.

Peneliti merekomendasikan beberapa hal, yaitu: (1) Ombudsman melakukan pembukaan posko keliling; (2) Ombudsman melakukan sosialisasi dengan membuat banner atau spanduk ditempat yang strategis; (3) Ombudsman lebih intensif dalam memonitoring pelaksanaan PPDB; (4) Ombudsman Perwakilan Lampung membuat rekomendasi kepada Ombudsman RI untuk dapat meningkatkan jumlah SDM, sarana prasarana dan anggaran; (5) Ombudsman melakukan tindakan yang cepat bagi setiap instansi atau para pelayan publik yang tidak dapat menerima saran dari Ombudsman.


(4)

(5)

(6)

(7)

(8)

Penulis bernama lengkap Thio Sandiyuda Pratama, lahir di Desa Babatan, Kabupaten Lampung Selatan, Lampung pada tanggal 17 Mei 1992. Penulis merupakan anak dari pasangan Bapak Irsan Dandi dan Ibu Yusnita. Pendidikan yang ditempuh oleh penulis dimulai dari TK Satria diselesaikan tahun 1998, kemudian melanjutkan pendidikan Sekolah Dasar di SDN 2 Sukabumi Bandar Lampung diselesaikan tahun 2004, pendidikan Sekolah Menengah Pertama di SMP N 4 Bandar Lampung diselesaikan pada tahun 2007, dan pendidikan sekolah menengah atas di SMA N 1 Bandar Lampung diselesaikan tahun 2010.

Selanjutnya pada tahun 2010, penulis terdaftar sebagai mahasiswa Jurusan Ilmu Administrasi Negara Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Lampung, melalui jalur Penelusuran Kemampuan Akademik dan Bakat (PKAB). Pada tahun 2013, penulis melaksanakan KKN di Desa Jaya Tinggi, Kecamatan Kasui, Kabupaten Way Kanan selama 40 hari. Penulis juga mengikuti kegiatan intra kampus yaitu HIMAGARA tahun 2011-2012 sebagai anggota Bidang Kajian Pngembangan Keilmuan (KPK) dan pada tahun 2012-2013 dipercaya menjadi Sekertaris Bidang KPK. Selama proses perkuliahan penulis terdaftar sebagai penerima beasiswa PPA (Pengembangan Prestasi Akademik) selama 2 tahun.


(9)

Barang siapa yang tidak mensyukuri yang sedikit, maka ia

tidak akan mampu mensyukuri sesuatu yang banyak.

(As-Sunnah Rasulullah SAW)

Bersikaplah kukuh seperti batu karang yang tidak

putus-putusnya dipukul ombak. Ia tidak saja tetap berdiri kukuh,

bahkan ia menentramkan amarah ombak dan gelombang itu.

(Marcus Aurelius)

Kita berdoa kalau kesusahan dan membutuhkan sesuatu,

mestinya kita juga berdoa dalam kegembiraan besar dan saat

rejeki melimpah.

(Kahlil Gibran)

.

Jadikanlah masa lalumu sebagai cermin untuk memperbaiki

masa depanmu.


(10)

Dengan mengucap rasa syukur kepada Allah SWT...

Kupersembahkan karya sederhana ini untuk :

Mama & Papa tercinta

serta

Adikku tersayang

Terima kasih atas segala dukungan moril maupun

materil, pengorbanan, kesabaran,

semangat, dan do a

dalam menyongsong masa depanku.

Keluarga besar yang senantiasa memberikan

dukungan kepadaku

Naunganku HIMAGARA

Sahabat-sahabatku, Temanku, Adik, dan Kakak

Tingkatku Yang telah menjadi bagian dalam hidupku


(11)

Alhamdulillahirabbil’alamin tercurah segala puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat, hidayah, serta karunia-Nya kepada penulis sehingga skripsi ini dapat terselesaikan. Atas segala kehendak dan kuasa Allah SWT, akhirnya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul “Strategi Lembaga Ombudsman Perwakilan Lampung dalam Mengawasi Penyelenggaraan Pelayanan Publik (Studi Pada Pelaksanaan PPDB di Kota Bandar Lampung Tahun 2013”, sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Administrasi Negara (SAN) pada jurusan Ilmu Administrasi Negara Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Lampung.

Penulis menyadari bahwa masih terdapat kekurangan dalam penulisan skripsi ini karena keterbatasan kemampuan dan pengetahuan yang penulis miliki. Pada kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terimakasih yang setulusnya kepada pihak-pihak yang telah banyak membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini antara lain:

1. Ibu Meiliyana, S.IP., M.A., selaku dosen pembimbing utama dan pembimbing akademik penulis. Terimakasih atas semua kemudahan-kemudahan yang telah diberikan selama proses perkuliahan serta saran, arahan, masukan serta bimbingannya yang telah banyak membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Mohon maaf atas segala kesalahan.


(12)

penulis, yang sangat membantu Penulis dalam proses pembuatan skripsi ini. Mohon maaf atas kesalahan yang dilakukan penulis selama mengikuti proses bimbingan skripsi serta akademis.

3. Bapak Dr. Dedy Hermawan, S.sos., M.Si., selaku dosen penguji dan juga sebagai Ketua Jurusan Ilmu Administrasi Negara. Terimakasih pak, atas motivasi, saran, dan bimbingannya yang telah banyak membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

4. Bapak H. Drs. Agus Hadiawan, M.Si. Selaku Dekan FISIP Universitas Lampung.

5. Seluruh dosen Ilmu Administrasi Negara, Bu Indri, Bu Yayu, Bu Dian, Bu Novita, Bu Devi, Bu Intan, Bu Ani, Pak Nana, Pak Bambang, Pak Husnan, Pak Simon, Pak Fery, Pak Eko, Pak Samsul dan Pak Noverman, terimakasih atas segala ilmu yang telah penulis peroleh di kampus dapat menjadi bekal yang berharga dalam kehidupan penulis ke depannya.

6. Ibu Nuraini sebagai staf jurusan Ilmu Administrasi Negara yang selalu memberikan pelayanan bagi penulis yang berkaitan dengan administrasi dalam penyusunan skripsi ini.

7. Seluruh anggota Ombudsman RI Perwakilan Lampung yaitu Bapak Drs. H. Zulhelmi.SH.MM. sebagai Kepala Perwakilan Ombudsman Perwakilan dan kedua asistennya yaitu bapak Ahmad Saleh David Faranto, S.H.,M.H. dan Ibu Upi Fitriyani, S.P. yang telah banyak membantu memberikan informasi, mengarahkan dan member masukan kepada peneliti.


(13)

semangat bagi peneliti untuk terus menyelesaikan skripsi ini. Papa yang selalu memberikan contoh yang baik dalam diam nya. Adek vika yang selalu membuat hari-hari yang membosankan dan lelah menjadi lebih berwarna dan menyenagkan.

9. Terima kasih untuk penyemangat, penolong dan pendampingku Erisa Tri Anggraini, berkat semangat dan pertolongan dalam mendampingiku semua dapat berjalan dengan baik.You are the angel for me.

10. Terima kasih untuk sahabat-sahabat sekaligus saudara-saudaraku Himagalau Desmon yang kosan nya selalu jadi persinggahan sejak semester 1, Abil yang selow terus dari awal kenal sampe sekarang, Woro yang OCD (Orow Celalu Dicakiti), Pandu yang selalu membantu dari dulu sampe titik darah penghabisan, Datas yang paling rajin pulkam, Yulia yang sekarang udah jadi pengusaha sukses di Bandar Lampung, Abdu yang akhirnya jadi temen galau skripsi bareng, Hadi Otnaw yang suka karokean bedua (lanjutkan), Topik (kuliah lagi pik), Ali Aldiano (sukses IPPSAnya), geng HIMAFAM Cahya, Rahma, Rana, Tasya, Putri, Maya Utami, sukses buat kita semua. Saudara seperjuangan dari SMA Daus, Anjas dan Nunu, semoga perjuangan kita akan terus berlanjut dan sukses bersama-sama.

11. Terima kasih juga buat teman-teman ADUSELON, Ardiansyah (tutor COC), Annisa yang selalu ceria, Indah Putri Sari (Artis Pringsewu yang sering gaje), Hanny (tante oke), Cita (sukses sama babasnya), Astria (Makasih ya As buat ilmunya), Dita, Rizka, Oyen, Sari, Gusti, Bunga Mayang, Lusy, Lica, Helsi, Enggi, Fadri, Jodi, Ade, Aris, Yogis, Geri, Bunga J, Maya Larasati, Indah


(14)

Maritha, Shari, Jeni, Ani, Selly, Dora, Izal, Gideon, Wayan, yang sudah jadi teman selama kurang lebih 4 tahun ini, semoga bisa jadi teman di masa depan juga amin.

12. Senior-senior Administrasi Negara angkatan 1999-2009, terimakasih atas didikannya selama ini. Untuk adik-adik angkatan 2011-2014, terimakasih sudah menjadi bagian dalam perjalanan hidup di masa perkuliahan.

13. Kawan-kawan lintas jurusan dan lintas fakultas, Rere Akutansi 2010 (yang pernah menjadi bagian hidupnya Desmon), Aji Sosiologi 2010 (temen ngobrol yang enak di waktu senggang), Anis IP 2010 yang telah menjadi teman sharing tentang skripsi, Andria Sosiologi 2010 (temen geng subur makmur), Babas Hukum 2010 (terimakasih untuk bantuannya).

14. Seluruh Civitas Keluarga Besar Ilmu Administrasi Negara FISIP Unila. Seluruh pihak yang membantu penulis dalam penelitian dan yang telah menemani penulis selama kuliah di UNILA yang tidak dapat disebutkan satu persatu. Terimakasih semuanya.

Akhir kata penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan akan tetapi sedikit harapan semoga karya sederhana ini dapat berguna dan bermanfaat bagi kita semua. Amin

Bandar Lampung, 1 Oktober 2014 Penulis

Thio Sandiyuda Pratama NPM. 1016041023


(15)

RIWAYAT HIDUP PERSEMBAHAN MOTO SANWACANA DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah... 12

C. Tujuan Penelitian... 13

D. Manfaat Penelitian... 13

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Konsep Tentang Strategi... 14

1. Definisi Strategi... 14

2. Tingkat-tingkat Strategi... 15

3. Tipe-tipe Strategi... 17

4. Manajemen Strategi... 19

5. Evaluasi Strategi... 25

B. Tinjauan Tentang Lembaga Negara... 31

1. Konsep Lembaga Negara... 31

2. Pembedaan Lembaga Negara... 32

C. Tinjauan Tentang Lembaga Sampiran(State Auxiliary Organs)... 35

1. Latar Belakang Munculnya Lembaga Sampiran35 (State Auxiliary Organs)...35

2. Pengertian Lembaga Sampiran(State Auxiliary Organs)... 36

D. Tinjauan Tentang Pengawasan... 37

1. Pengertian Pengawasan... 37

2. Fungsi Pengawasan... 39

3. Tujuan dari Fungsi Pengawasan... 43

4. Macam-macam Pengawasan... 43

5. Metode Pengawasan... 45

6. Prosedur Pengawasan... 47


(16)

B. Fokus Penelitian...53

C. Lokasi Penelitian...54

D. Jenis dan Teknik Pengumpulan Data...55

1. Jenis Data...55

2. Metode Pengumpulan Data...56

E. Teknis Analisis Data...59

F. Keabsahan Data...61

BAB IV GAMBARAN UMUM A. Gambaran Umum Ombudsman...64

1. Istilah Ombudsman...66

2. Ombudsman Republik Indonesia...67

3. Visi Misi Ombudsman...69

4. Fungsi, Tugas dan Wewenang Ombudsman...69

5. Tempat Kedudukan Susunan Keanggotaan Ombudsman Republik Indonesia...70

6. Ombudsman Republik Indonesia Perwakilan Lampung...71

7. Mekanisme dan Tata kerja Ombudsman RI perwakilan Lampung...72

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN A. Penyajian Data... 74

1.Strategi Lembaga Ombudsman Perwakilan Lampung dalam mengawasi Penyelenggaraan PPDB pada tahun 2013... 74

a) Kebijakan dalam Bentuk Surat Edaran... 75

b) Memotivasi Pegawai... 93

c) Alokasi Sumber Daya (SDM dan Non-SDM)... 95

2. Kendala-kendala yang muncul dalam mengawasi penyelenggaraan pelayanan publik... 98

a) Kendala Internal... 99

b) Kendala Eksternal... 101

B. Pembahasan... 104

1. Ciri-ciri Strategi yang Efektif... 104

a) Konsistesi... 104

b) Penyesuaian Diri... 108

c) Penciptaan Nilai... 112

d) Potensi Diri... 113

2. Kendala-kendala yang muncul dalam mengawasi Penyelenggaraan pelayanan publik... 115


(17)

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan... 118 B. Saran ... 119 DAFTAR PUSTAKA


(18)

Tabel 1. Jumlah Laporan Berdasarkan Instansi Terlapor Terhitung Mulai

dari 1 Januari 2013 hingga 30 November 2013... 7

Tabel 2. Jumlah laporan berdasarkan klasifikasi Kabupaten/Kota terlapor terhitung mulai dari 1 Januari 2013 hingga 30 November 2013... 8

Tabel 3. Daftar Informan Penelitian... 57

Tabel 4. Daftar Dokemen Penelitian... 58

Tabel 5. Istilah-istilah Ombudsman di Dunia... 66

Tabel 6. Jumlah Laporan Masyarakat Berdasarakan Mekanisme Penyampaian... 80


(19)

Gambar 1. Surat Edaran Ombudsman Republik Indonesia

No. 066/ORI-INT/IV/2013 Kepada Seluruh Perwakilannya

Di Indonesia... 76 Gambar 2. Kantor Ombudsman Republik Indonesia

Perwakilan Lampung... 79 Gambar 3. Alur Penyelesaian Laporan/Pengaduan Ombudsman Republik

Indonesia... 81 Gambar 4. Investigasi langsung yang dilakukan Ombudsman ke SMA

Negeri 2 Bandar Lampung dan SMP Negeri 1

Bandar Lampung... 89 Gambar 5. Hasil pengawasan dan pemantauan PPDB tahun 2013-2014 oleh

Ombudsman RI Perwakilan Lampung... 90 Gambar 6. Kliping Berita Koran Radar Lampung... 93


(20)

A. Latar Belakang

Penyelenggaraan pelayanan publik adalah setiap kegiatan yang dilakukan oleh pemerintah terhadap sejumlah manusia yang memiliki kegiatan yang menguntungkan dalam suatu kumpulan atau kesatuan, dan menawarkan kepuasan meskipun hasilnya tidak terikat pada suatu produk secara fisik (Sinambela dalam Pasolong, 2011:128). Pelayanan publik umumnya dibagi dalam dua kategori sesuai dengan tingkat kepentingan kebutuhan warga negara, yakni pelayanan publik primer dan pelayanan publik sekunder. Pelayanan publik primer merujuk pada semua jenis layanan baik pemerintah maupun swasta yang bersifat mutlak bagi setiap warga yang telah memenuhi syarat, terutama dari segi usia. Pemenuhan air bersih, listrik dan transportasi juga merupakan kebutuhan mutlak yang harus terpenuhi. Sedangkan pelayanan publik sekunder lebih kepada layanan yang tidak mutlak seperti hiburan, tata rias, dan lain-lain. Pelayanan publik ini sudah diterapkan diseluruh negara dan tidak terkecuali Indonesia. (Sumber: http://www.kabarindonesia.com/beritaprint.php?id=20080121032256 diakses pada 20 Desember 2013 Pukul 22.00)

Keadaan yang menimpa lembaga-lembaga pemerintah di Indonesia yaitu mereka selalu kurang maksimal dalam menyediakan pelayanan publik seperti pengurusan


(21)

KTP, Surat Izin Mengemudi (SIM), Sertifikat Tanah, Izin Mendirikan Bangunan (IMB), mahalnya biaya menikah di KUA, sulitnya mendapatkan pendidikan yang baik dan bermutu, layanan kesehatan yang tidak terjangkau oleh sebagian besar masyarakat dan segala permasalahan pelayanan publik yang dialami masyarakat (Syamsudin, 2009:19-24). Faktor utama yang menjadi penghambat dan masalah dalam pelayanan publik yang baik dapat dianalisa dari dua sisi, yakni birokrasi dan standar pelayanan publik. Sudah menjadi rahasia umum bahwa dalam tubuh pemerintah Negara Indonesia pada semua jenjang dan jenisnya memiliki struktur birokrasi yang panjang, besar dan berbelit. Hal ini mengakibatkan panjang dan berbelit-belit suatu urusan di sebuah lembaga penyedia layanan publik, yang tentu saja membutuhkan waktu yang lebih lama dan biaya tinggi.

Hal tersebut dipertegas oleh stigma dari World Bank, dalamWorld Development Report 2004 yang menyatakan bahwa layanan publik di Indonesia sulit diakses oleh orang miskin, dan menjadi pemicu ekonomi biaya tinggi (high cost economy) yang pada akhirnya membebani kinerja ekonomi makro, dengan kata lain membebani masyarakat. Keadaan ini diperburuk oleh mentalitas mayoritas aparat pemerintah yang masih feodalistik dan justru minta dilayani oleh rakyat. Sistem penggajian yang rendah pula sering menjadi pemicu setiap petugas negara menjalankan praktik yang mempersulit urusan dari anggota masyarakat yang berurusan dengan mereka. (Sumber: http://www.tempo.co/read/news/2007/02/27/ 05594352/Mencermati-RUU-Pelayanan-Publik diakses pada 20 Desember 2013, Pukul 20:35)

Orientasi pada kekuasaan yang amat kuat dalam penyelenggaraan pelayanan publik telah membuat birokrasi menjadi semakin jauh dari misinya untuk


(22)

memberikan pelayanan publik. Kemampuan dari suatu pelayanan publik dalam merespon dinamika yang terjadi dalam masyarakatnya secara tepat dan efisien akan sangat ditentukan oleh bagaimana misi dari birokrasi dipahami dan dijadikan sebagai basis dan kriteria dalam pengambilan kebijakan birokrasi itu. Birokrasi publik di Indonesia sering kali tidak memiliki misi yang jelas sehingga fungsi-fungsi dan aktivitas yang dilakukan oleh birokrasi itu cenderung semakin meluas, bahkan kemudian menjadi semakin jauh dari tujuan yang dimiliki ketika membentuk birokrasi itu. Birokrasi pada pemerintahan sebagai penyelenggara pelayanan publik selalu dikeluhkan karena ketidak-efisien dan efektif, birokrasi sering kali dianggap tidak mampu melakukan hal-hal yang sesuai dan tepat, serta sangat merugikan masyarakat sebagai konsumennya.

Solusi dari pemasalahan-permasalahan tentang pelayanan publik ini yaitu dilaksanakannya reformasi pelayanan publik. Reformasi pelayanan publik ini bertujuan untuk memperbaiki kinerja birokrasi dalam penyelenggaraan pelayanan publik. Reformasi pelayanan publik diharapkan dapat meningkatkan kualitas dan menjamin penyediaan pelayanan publik serta memberi perlindungan bagi warga negara dari penyalahgunaan wewenang (abuse of power) dalam penyelenggaraan pelayanan publik oleh pemerintah. Beberapa cara coba dilakukan pemerintah, salah satunya yaitu dengan membentuk Komisi Ombudsman Nasional (KON).

Pada tahun 2000, presiden berupaya untuk mewujudkan reformasi penyelenggaraan Negara dan pemerintah dengan membentuk Komisi Ombudsman Nasional (KON) melalui Keputusan Presiden Nomor 44 Tahun 2000. Komisi Ombudsman Nasional bertujuan mambantu menciptakan dan mengembangkan kondisi yang kondusif, terbebas dari praktik nepotisme serta meningkatkan


(23)

perlindungan hak masyarakat agar memperoleh pelayanan publik, keadilan dan kesejahteraan. Untuk lebih mengoptimalkan fungsi, tugas dan wewenang Komisi Ombudsman Nasional, perlu dibentuk undang-udang tentang Ombudsman Republik Indonesia sebagai landasan hukum yang lebih jelas dan kuat. Hal ini sesuai dengan amanat Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Nomor VI II/MPR/2001 dan Pencegahan Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme yang salah satunya memerintahkan dibentuknya Ombudsman dengan Undang-Undang. (Sumber: Penjelasan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 37 Tahun 2008 tentang Ombudsman Republik Indonesia)

Komisi Ombudsman Nasional yang dibentuk melalui Keputusan Presiden Nomor 44 Tahun 2000 ini kemudian diubah namanya menjadi Ombudsman Republik Indonesia berdasarkan UU No 37 Tahun 2008. Ombudsman Republik Indonesia tersebut merupakan lembaga negara yang dalam menjalankan tugas dan wewenangnya bebas dari campur tangan kekuasaan lainnya. Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 37 Tahun 2008 menjelaskan bahwa Ombudsman Republik Indonesia adalah lembaga negara yang mempunyai wewenang mengawasi penyelenggaraan pelayanan publik yang diselenggarakan oleh Penyelenggara Negara dan pemerintahan termasuk yang diselenggarakan oleh Badan Usaha Milik Negara, Badan Usaha Milik Daerah dan Badan Hukum Milik Negara serta badan swasta atau perseorangan yang diberi tugas menyelenggarakan pelayanan publik tentu yang sebagian atau seluruh dananya bersumber dari anggaran pendapatan dan belanja negara dan/atau anggaran pendapatan dan belanja daerah.


(24)

Ombudsman Republik Indonesia dituntut untuk bersifat mandiri dalam mengemban fungsi mengawasi penyelenggaraan negara dan pemerintahan. Menurut Osting (dalam Syamsuddin, 2009:73), kemandirian lembaga Ombudsman meliputi 3 (tiga) aspek yaitu secara institusional (kelembagaan), secara fungsional dan secara pribadi. Independen secara institusional menunjukan bahwa lembaga Ombudsman sama sekali bukan bagian dari institusi negara dan tidak diawasi oleh kekuasaan negara. Artinya kedudukan lembaga Ombudsman harus berdiri sendiri sebagai sebuah lembaga negara, bukan bagian dari suatu kekuasaan, agar lembaga ini leluasa dalam menjalankan tugasnya. Adapun independen secara fungsional berarti bahwa lembaga Ombudsman tidak boleh diintervensi atau diperintah oleh tekanan manapun. Sedangkan independensi pribadi adalah bahwa untuk dapat menjadi seorang Ombudsman, seseorang itu haruslah sosok yang terpercaya.

Sebelum ada Ombudsman Republik Indonesia, pengaduan pelayanan publik hanya disampaikan kepada instansi yang dilaporkan dan penanganannya sering dilakukan oleh pejabat yang dilaporkan sehingga masyarakat belum memperoleh perlindungan yang memadai. Selain itu, untuk menyelesaikan pengaduan pelayanan publik, selama ini dilakukan dengan mengajukan gugatan melalui pengadilan. Penyelesaian melalui pengadilan memerlukan waktu cukup lama dan biaya yang tidak sedikit. Untuk itu, diperlukan lembaga Ombudsman Republik Indonesia yang dapat menangani pengaduan pelayanan publik dengan mudah dan dengan tidak memungut biaya. Pengaduan yang sudah diterima akan segera ditindak lanjuti sesuai dengan peraturan dan ketentuan yang telah ada.


(25)

Wewenang yang diberikan pemerintah pusat kepada pemerintah daerah dalam rangka otonomi daerah jelas memberikan kesempatan bagi para aparatur negara melakukan pelanggaran pelayanan publik. Demi mencegah hal tersebut maka Ombudsman Republik Indonesia berhak untuk membuat perwakilannya disetiap daerah guna memaksimalkan kinerja Ombudsman Republik Indonesia. Bentuk dari perwakilannya itu bisa berupa Ombudsman perwakilan di daerah Provinsi atau Kabupaten/Kota dan dipimpin oleh seorang kepala perwakilan. Pada tahun 2012 lalu, Ombudsman Republik Indonesia secara resmi membuka dan mendirikan perwakilannya di Provinsi Lampung. Berdirinya Ombudsman Republik Indonesia Perwakilan Lampung ini diharapkan dapat mengatasi permasalah-permasalahan pelayanan publik yang terjadi di Provinsi Lampung.

Dewasa ini penyelenggaraan pelayanan publik di Provinsi Lampung masih terbilang belum maksimal. Hal ini terlihat pada jumlah laporan pengaduan yang masuk ke kantor Ombudsman Republik Indonesia Perwakilan Lampung. Berdasarkan hasil wawancara dengan saudari Atika yang merupakan salah satu anggota dari Ombudsman Republik Indonesia Perwakilan Lampung, terdapat 109 laporan terkait pelanggaran dalam penyelenggaraan pelayanan publik yang masuk sejak awal tahun 2013 hingga tanggal 30 November 2013. Laporan yang masuk bersumber dari beberapa wilayah kabupaten/kota yang ada di Provinsi Lampung.


(26)

Tabel 1. Jumlah Laporan Berdasarkan Instansi Terlapor Terhitung Mulai dari 1 Januari 2013 hingga 30 November 2013

No Instansi Terlapor Total Persentase

1 Pemerintah Provinsi 8 7%

2 Pemerintah Kabupaten/Kota 75 69%

3 BUMN/BUMD 9 8%

4 Kejaksaan 1 1%

5 Pengadilan 1 1%

6 Kepolisian 3 3%

7 Badan Pertanahan Nasional 1 1%

8 Perbankan 3 3%

9 DPRD 0 0%

10 Perguruan Tinggi 2 2%

11 TNI 1 1%

12 Lain-Lain 5 5%

Total 109 100%

(Sumber: Laporan Ombudsman Republik Indonesia Perwakilan Lampung tahun 2013)

Berdasarkan data tersebut terlihat bahwa jumlah laporan terbesar terdapat pada pemerintah Kabupaten/Kota. Jumlah 75 laporan dari 109 laporan yang tertuju pada pemerintah Kabupaten/Kota merupakan jumlah yang sangat besar karena jika dipresentasikan maka sebesar 69% laporan yang masuk untuk pemerintah Kabupaten/Kota. Persentase itu lebih menggambarkan bahwa lebih dari sebagian laporan tertuju pada pemerintah Kabupaten/Kota yang ada di Provinsi Lampung. Kemudian jika kita melihat laporan yang masuk ke Ombudsman RI Perwakilan Lampung berdasarkan klasifikasi Kabupaten/Kota terlapor maka yang terlihat pada tabel 1.2.


(27)

Tabel 2. Jumlah laporan berdasarkan klasifikasi Kabupaten/Kota terlapor terhitung mulai dari 1 Januari 2013 hingga 30 November 2013

No Klasifikasi Kabupaten/Kota Terlapor Total Persentase

1 Bandar Lampung 45 41%

2 Lampung Selatan 7 6%

3 Lampung Tengah 7 6%

4 Lampung Timur 5 5%

5 Lampung Utara 5 5%

6 Lampung Barat 5 5%

7 Metro 4 4%

8 Tulang Bawang Barat 0 0%

9 Mesuji 6 6%

10 Tulang Bawang 2 2%

11 Way Kanan 2 2%

12 Tanggamus 4 4%

13 Pesawaran 0 0%

14 Pringsewu 1 1%

15 Pesisir Barat 15 14%

16 Lain-lain 1 1%

Total 109 100%

(Sumber: Laporan Ombudsman Republik Indonesia Perwakilan Lampung tahun 2013)

Berdasarkan data tersebut terlihat bahwa jumlah laporan yang diterima oleh Ombudsman sudah diklasifikasikan kedalam beberapa Kabupaten/Kota yang ada di Provinsi Lampung. Jumlah laporan yang masuk ke Ombudsman berdasarkan wilayahnya ini mayoritas berasal dari Kota Bandar Lampung. Terhitung 45 laporan untuk Kota Bandar Lampung dari 109 laporan yang masuk ke Ombudsman. Artinya, sekitar 41% laporan yang masuk ke ombudsman berasal dari Kota Bandar Lampung.

Beberapa laporan yang masuk ke Ombudsman untuk wilayah kota Bandar Lampung berdasarkan Instansi terlapornya yaitu RSUAM, Dinas Sosial, Dinas Pendidikan, IAIN, PDAM, PLN, KUA, dll. Penindak lanjutannyapun beraneka


(28)

ragam, mulai dari klarifikasi, investigasi, mediasi, adjudikasi, rekomendasi, melengkapi data, saran, hingga pelimpahan ke Pusat. Kemudian, dari hasil wawancara dengan saudari Atika yang merupakan anggota dari Ombudsman RI Perwakilan Lampung menyatakan bahwa jumlah laporan terbesar yang masuk berdasarkan instansi terkait ini yaitu tertuju pada Dinas Pendidikan Kota Bandar sebagai terlapor. Dari 45 laporan yang masuk untuk wilayah Kota Bandar Lampung, 13 diantaranya ditujukan untuk Dinas Pendidikan Kota Bandar Lampung. Laporan tersebut didasarkan karena beberapa waktu lalu Dinas Pendidikan melakukan perubahan sistem dalam penerimaan murid baru, sistem tersebut diberinama Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB).

PPDB adalah kegiatan penerimaan dan seleksi calon peserta pendidikan dan pelatihan pada sekolah, hal tersebut berkaitan dengan kemampuan dasar akademik dan minat bakat terhadap jenjang sekolah yang di tuju sebagai bentuk awal pengendalian penjaminan dan penetapan mutu pendidikan. Adapun tujuan dari PPDB ini berdasarkan Peraturan Walikota Bandar Lampung Nomor 49 Tahun 2013 tentang pedoman pelaksanaan PPDB pada jenjang PAUD, SD, SMP, SMA dan SMK di Kota Bandar Lampung yaitu memberikan kesempatan kepada warga Negara Republik Indonesia, khususnya anak-anak usia sekolah masyarakat Kota Bandar Lampung untuk memperoleh tempat layanan pendidikan yang berkualitas pada satuan pendidikan yang lebih tinggi, terwujudnya suasana aman, tertib dan obyektif dalam pelaksanaan PPDB, terlaksananya PPDB sesuai dengan daya tampung sekolah dan terlaksananya sistem PPDB dengan ketentuan dan aturan yang ada, sehingga dapat diperoleh peserta didik baru yang berkualitas. Oleh sebab itu Ombudsman sebagai Lembaga Pengawas Penyelenggaraan Pelayanan


(29)

Publik diwajibkan untuk mengawasi penyelenggaraan PPDB agar berjalan sebagaimana mestinya guna menciptakan penyelenggaraan yang bersih, transparan, akuntabel dan tidak merugikan masyarakat.

Pada kenyataannya saat ini justru PPDB menuai banyak permasalahan seperti masih maraknya pungli, website yang digunakan terkadang bermasalah dan kuota yang tidak sesuai dengan yang sudah ditetapkan sebelumnya. Ombudsman RI Perwakilan Lampung mendapatkan 13 laporan masyarakat secara langsung terkait empat permasalahan dalam Dinas Pendidikan Kota Bandar Lampung, yaitu terkait pemutakhiran database PPDB Online, persyaratan usia masuk SD, 50% kuota untuk bina lingkungan, dan kuota 5% untuk calon siswa dari luar Kota Bandar Lampung. Keseluruhan permasalahan diatas semua terangkum dalam konteks penyelenggraan PPDB pada Tahun 2013. Jumlah laporan ini terbilang serius dan harus segera ditanggapi oleh Dinas Pendidikan Kota Bandar Lampung mengingat bahwa kegiatan PPDB ini akan selalu dilangsungkan disetiap tahunnya. (http://www.bandarlampungnews.com/index.php?k=politik&i=15840 diakses pada tanggal 5 Febuari 2014 Pukul 21:45)

Setelah ditindak lanjuti, Ombudsman RI Perwakilan Lampung memberikan surat rekomendasi dan saran untuk Dinas Pendidikan Kota Bandar Lampung terkait permasalahan PPDB. Namun menurut Tatang Setiadi selaku Kepala Bidang (Kabid) Pendidikan Dasar Dinas Pendidikan Kota Bandar Lampung mengatakan bahwa dari pihak Dinas Pendidikan Kota Bandar Lampung belum menerima rekomendasi dan saran dari Ombudsman RI Perwakilan Lampung terkait evaluasi


(30)

penyelenggaraan PPDB tahun 2013 (Sumber: http://www.kupastuntas.co.id/? page=berita&no=747814 Januari 2014 Pukul 13.24).

Ombudsman RI Perwakilan Lampung dituntut untuk menyusun dan menentukan strategi apa yang akan digunakan dalam menanggapi masalah-masalah pelayanan publik yang ada. Strategi yang dibuat tersebut diharapkan dapat membantu Ombudsman mencapai tujuan. Hal tersebut dikarenakan strategi menurut Jauch & Glueck (dalam Akdon, 2011:13) merupakan rencana yang disatukan, menyeluruh dan terpadu yang mengaitkan keunggulan strategi organiasi dengan tantangan lingkungan dan dirancang untuk memastikan bahwa tujuan utama organisasi dapat dicapai melalui pelaksanaan yang tepat oleh organisasi. Maka dari itu strategi dianggap penting dalam menyelesaikan permasalahan-permasalahan yang muncul untuk mencapai tujuan yang diharapkan. Oleh karena nya Ombudsman sebagai lembaga yang berfungsi untuk mengawasi penyelenggaraan pelayanan publik diperlukan pula suatu strategi yang tepat untuk mengawasi penyelengaraan atau jalannya pelaksanaan PPDB khususnya dikota Bandar Lampung.

Berdasarkan penjabaran diatas, telah dijelaskan bahwa fungsi utama Ombudsman yaitu sebagai lembaga pengawas penyelenggaraan pelayanan publik. Munculnya Ombudsman diharapkan dapat mengontrol penyelenggaraan pelayanan publik yang dilakukan instansi pemerintah, BUMN, BUMD dan BHMN. Oleh karenanya, tugas dari Ombudsman yaitu menerima laporan masyarakat, melakukan pemeriksaan, menindaklanjuti hingga melakukan investigasi sendiri. Jumlah instansi yang memberikan pelayanan kepada masyarakat serta masyarakat banyak yang harus diberikan pelayanan prima menyebabkan masih banyak nya


(31)

permasalahan terkait penyelenggaraan pelayanan publik khusnya pada penyelenggaraan PPDB. Dengan permasalahan-permasalahan yang muncul dimasyarakat tersebut, Ombudsman dituntut untuk mempunyai strategi yang tepat untuk melakukan pengawasan terhadap pelayanan publik. Oleh karena itu, pada penelitian ini peneliti ingin mengkhususkan untuk menjabarkan strategi yang digunakan oleh lembaga Ombudsman Republik Indonesia Perwakilan Lampung dalam mengawasi penyelenggaraan pelayanan publik serta kendala-kendala apa saja yang muncul dalam mengawasi penyelenggaraan pelayanan publik studinya pada Pelaksanaan PPDB (Penerimaan Peserta Didik Baru) di Kota Bandar Lampung pada Tahun 2013.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, maka permasalahan yang akan diungkapkan dalam penelitian ini yaitu :

1. Bagaimana strategi Lembaga Ombudsman Perwakilan Lampung dalam mengawasi penyelenggaraan pelayanan publik khususnya pada pelaksanaan PPDB di Kota Bandar Lampung tahun 2013?

2. Apakah Kendala-kendala yang muncul dalam mengawasi penyelnggaraan pelayanan publik khususnya pada pelaksanaan PPDB di Kota Bandar Lampung tahun 2013?


(32)

C. Tujuan Penelitian

Tujuan dilakukannya penelitian ini yaitu:

1. Menganalisis strategi Lembaga Ombudsman Perwakilan Lampung dalam mengawasi penyelenggaraan pelayanan publik khususnya pada pelaksanaan PPDB di Kota Bandar Lampung tahun 2013

2. Menganalisis kendala-kendala yang muncul dalam mengawasi penyelnggaraan pelayanan publik khususnya pada pelaksanaan PPDB di Kota Bandar Lampung tahun 2013

D. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat yaitu:

1. Secara akademis hasil penelitian ini dapat memberikan kontribusi pemikiran bagi studi Ilmu Administrasi Negara, khususnya mengenai manajemen strategi.

2. Secara praktis penelitian ini mampu memberikan masukan yang bermanfaat bagi Pemerintah Provinsi Lampung dan setiap instansi yang memberi pelayanan publik serta Ombudsman yang sewaktu-waktu membutuhkan informasi tambahan.

3. Sebagai salah satu bahan referensi penelitian lebih lanjut bagi pengembangan ide para peneliti dalam melakukan penelitian dengan tema atau masalah serupa.


(33)

A. Tinjauan Tentang Strategi 1. Definisi Strategi

Kata strategi secara etimologi berasal dari bahasa Yunani strategos atau streteus dengan kata jamak strategi. Strategos sendiri memiliki generalship atau sesuatu yang dikerjakan oleh para jenderal perang dalam membuat rencana untuk memenangkan perang (Salusu, 2006 :84). Penggunaan kata Strategos itu dapat diartikan sebagai perencanaan dan pemusnahan musuh-musuh dengan menggunakan cara yang efektif berlandaskan sarana-sarana yang dimiliki (Brecker dalam Heene dkk, 2010:53)

Definisi strategi pertama yang dikemukakan oleh Jauch & Glueck (dalam Akdon, 2011:13) menyebutkan bahwa Strategi adalah rencana yang disatukan, menyeluruh dan terpadu yang mengaitkan keunggulan strategi organiasi dengan tantangan lingkungan dan dirancang untuk memastikan bahwa tujuan utama organisasi dapat dicapai melalui pelaksanaan yang tepat oleh organisasi. Kemudian strategi menurut Salusu (2006:101) yaitu suatu seni menggunakan kecakapan dan sumber daya suatu organisasi untuk mencapai sasarannya melalui hubungan yang efektif dengan lingkungan dalam kondisi yang paling menguntungkan. Pada dasarnya strategi itu sangat penting dipahami oleh setiap


(34)

eksekutif, manajer, kepala atau ketua, direktur, pejabat senior dan junior, pejabat tinggi, menengah, dan rendah. Hal ini harus dihayati karena strategi dilaksanakan oleh setiap orang pada setiap tingkat.

Berdasarkan penjelasan diatas, strategi merupakan suatu seni dalam menyusun rencana suatu organisasi untuk memastikan tujuan yang ingin dicapai tersebut dapat tercapai dengan baik dan terlaksana dengan efektif. Strategi yang diciptakan diharapkan dapat disesuaikan dengan lingkungan internal ataupun eksternal organisasi. Strategi yang mampu menyesuaikan antara kemampuan dan sumber daya organisasi dengan lingkungannya dapat dipastikan mampu untuk mencapai tujuan yang ingin dicapai.

2. Tingkat-tingkat Strategi

Merujuk pada pandangan Higgins (Salusu, 2006:101) menjelaskan adanya empat tingkatan strategi. Keseluruhannya disebut Master Strategy, yaitu: enterprise strategy, corporate strategy, business strategydanfunctional strategy.

1. Enterprise Strategy

Strategi ini berkaitan dengan respons masyarakat. Setiap organisasi mempunyai hubungan dengan masyarakat. Masyarakat adalah kelompok yang berada di luar organisasi yang tidak dapat dikontrol. Di dalam masyarakat yang tidak terkendali itu, ada pemerintah dan berbagai kelompok lain seperti kelompok penekan, kelompok politik dan kelompok sosial lainnya. Jadi dalam strategi enterprise terlihat relasi antara organisasi dan masyarakat luar, sejauh interaksi itu akan dilakukan sehingga dapat menguntungkan organisasi. Strategi itu juga


(35)

menampakkan bahwa organisasi sungguh-sungguh bekerja dan berusaha untuk memberi pelayanan yang baik terhadap tuntutan dan kebutuhan masyarakat.

2. Corporate Strategy

Strategi ini berkaitan dengan misi organisasi, sehingga sering disebut Grand Strategyyang meliputi bidang yang digeluti oleh suatu organisasi. Pertanyaan apa yang menjadi bisnis atau urusan kita dan bagaimana kita mengendalikan bisnis itu, tidak semata-mata untuk dijawab oleh organisasi bisnis, tetapi juga oleh setiap organisasi pemerintahan dan organisasi nonprofit. Apakah misi universitas yang utama? Apakah misi yayasan ini, yayasan itu, apakah misi lembaga ini, lembaga itu? Apakah misi utama direktorat jenderal ini, direktorat jenderal itu? Apakah misi badan ini, badan itu? Begitu seterusnya.

Jawaban terhadap pertanyaan-pertanyaan itu sangat penting dan kalau keliru dijawab bisa fatal. Misalnya, kalau jawaban terhadap misi universitas ialah terjun kedalam dunia bisnis agar menjadi kaya maka akibatnya bisa menjadi buruk, baik terhadap anak didiknya, terhadap pemerintah, maupun terhadap bangsa dan negaranya. Bagaimana misi itu dijalankan juga penting. Ini memerlukan keputusan-keputusan stratejik dan perencanaan stratejik yang selayaknya juga disiapkan oleh setiap organisasi.

3. Business Strategy

Strategi pada tingkat ini menjabarkan bagaimana merebut pasaran di tengah masyarakat. Bagaimana menempatkan organisasi di hati para penguasa, para pengusaha, para donor dan sebagainya. Semua itu dimaksudkan untuk dapat


(36)

memperoleh keuntungan-keuntungan stratejik yang sekaligus mampu menunjang berkembangnya organisasi ke tingkat yang lebih baik.

4. Functional Strategy

Strategi ini merupakan strategi pendukung dan untuk menunjang suksesnya strategi lain. Ada tiga jenis strategi fungsional yaitu:

a. Strategi fungsional ekonomi yaitu mencakup fungsi-fungsi yang memungkinkan organisasi hidup sebagai satu kesatuan ekonomi yang sehat, antara lain yang berkaitan dengan keuangan, pemasaran, sumber daya, penelitian dan pengembangan.

b. Strategi fungsional manajemen, mencakup fungsi-fungsi manajemen yaitu planning, organizing, implementating, controlling, staffing, leading, motivating, communicating, decision making, representing,danintegrating.

c. Strategi isu stratejik, fungsi utamanya ialah mengontrol lingkungan, baik situasi lingkungan yang sudah diketahui maupun situasi yang belum diketahui atau yang selalu berubah.

Tingkat-tingkat strategi itu merupakan kesatuan yang bulat dan menjadi isyarat bagi setiap pengambil keputusan tertinggi bahwa mengelola organisasi tidak boleh dilihat dari sudut kerapian administratif semata, tetapi juga hendaknya memperhitungkan soal kesehatan organisasi dari sudut ekonomi.

3. Tipe-Tipe Strategi

Setiap organisasi pasti memiliki strategi untuk mencapai tujuan organisasi yang telah ditetapkan. Tipe strategi yang digunakan dalam suatu organisasi tidaklah


(37)

sama. Ada beberapa strategi yang digunakan dalam suatu organisasi untuk mencapai tujuan organisasi yang telah ditetapkan. Menurut Kooten dalam Salusu (2006:104-105), tipe-tipe strategi meliputi :

1) Corporate Strategy(Strategi Organisasi)

Strategi ini berkaitan dengan perumusan misi, tujuan, nilai-nilai, dan inisiatif-inisatif strategi yang baru. Pembatasan-pembatasan diperlukan, yaitu mengenai apa yang dilakukan dan untuk siapa.

2) Program strategy(Strategi Program)

Strategi ini lebih memberi perhatian pada implikasi-implikasi strategi dari suatu program tertentu. Kira-kira apa dampaknya apabila suatu program tertentu dilancarkan atau diperkenalkan (apa dampaknya bagi sasaran organisasi).

3) Resource Support Strategy(Strategi Pendukung Sumber Daya)

Strategi sumber daya ini memusatkan perhatian pada memaksimalkan sumber-sumber daya esensial yang tersedia guna meningkatkan kualitas kinerja organisasi. Sumber daya itu dapat berupa tenaga, keuangan, teknologi, dan sebagainya.

4) Institusional Strategy(Strategi Kelembagaan)

Fokus dari strategi institusional ialah mengembangkan kemampuan organisasi untuk melaksanakan inisiatif-inisatif strategi.

Berkaitan dengan penelitian ini, tipe strateginya adalah strategi program. Hal demikian dikarenakan strategi program lebih mengutamakan dampak dari suatu kegiatan itu diperkenalkan dan dilakukan. Strategi program lebih mengedepankan manfaat dari suatu kegiatan yang akan dilakukan. Oleh sebab itu strategi


(38)

mencakup bagaimana organisasi memulai tahapan pengenalan program-programnya kepada masyarakat dengan bentuk sosialisasi. Sehingga dengan begitu dampak dari terkenalnya organisasi ini yaitu masyarakat mengetahui dan mengenal lebih jauh untuk lebih memahami dan ikut berpartisipasi dalam setiap kegiatan yang dilakukan organisasi tersebut.

4. Manajemen Strategi

Manajemen strategi memberikan pengaruh terhadap jalannya organisasi dan bagaimana kontribusinya terhadap keberhasilan dan kegagalan perusahaan. Kehadiran manajemen strategi dalam khasanah ilmu menajemen merupakan isu penting yang berorientasi pada kepentingan jangka panjang dengan memperhatikan berbagai unsur yang dimiliki oleh organisasi. Manajemen strategi adalah cara yang akan dilakukan para penyusun strategi menentukan tujuan dan membuat keputusan strategik sehingga tujuan dan sasarannya tercapai (Akdon, 2011:7).

Sasaran manajemen strategi adalah meningkatkan kualitas organisasi, efisiensi penganggaran, penggunaan sumber daya, kualitas evaluasi program dan pemantauan kinerja serta kualitas pelaporan. Pada intinya manajemen strategi adalah memilih alternatif strategi yang terbaik bagi organisasi atau perusahaan dalam segala hal guna mendukung jalannya suatu organisasi atau perusahaan. Organisasi dan perusahaan harus melakukan manajemen strategi secara terus-menerus dan fleksibel sesuai dengan tuntutan dan kondisi di lapangan.

Manajemen strategi memiliki beberapa pengertian diantaranya menurut Heene, dkk (2010:76) mengatakan bahwa manajemen strategi adalah suatu proses


(39)

manajemen puncak yang mengelompokkan dan mengorientasikan semua kegiatan dan fungsi yang ada pada organisasi serta terfokus untuk diaktualisasikanya agenda strategik dari organisasi tersebut. Adapun tujuan dari manajemen strategi adalah untuk menciptakan afektivitas jangka panjang organisasi. Kemudian menurut Poister dalam Heene dkk, 2010:76) manajemen strategi mengintegrasikan semua proses manajemen lainnya dengan tujuan mengembangkan diri berdasarkan pendekatan yang sistematis, rasional, dan efektif dalam menentukan tujuan dari organisasi, kemudian mengaktualisasikan, memantau dan mengevaluasinya..

Akdon (2011:277) merumuskan bahwa manajemen strategi adalah suatu seni dan ilmu dari pembuatan (formulating), penerapan (implementing), dan evaluasi (evaluating) keputusan-keputusan strategi antar fungsi-fungsi yang memungkinkan organisasi mencapai tujuan-tujuannya masa datang. Dengan demikian, manajemen strategi itu terdiri dari tiga macam proses manajemen yaitu pembuatan strategi, penerapan strategi, dan atau kontrol terhadap strategi. Pembuatan strategi meliputi pengembangan misi dan tujuan jangka panjang, pengidentifikasian peluang dan ancaman dari luar serta kekuatan dan kelemahan pada organisasi, pengembangan alternatif strategi meliputi penentuan sasaran operasional tahunan, dan penentuan strategi yang sesuai untuk diaplikasikan.

Penerapan strategi meliputi kebijakan organisasi, memotivasi pegawai, dan mengalokasikan sumber daya (SDM dan Non SDM) agar strategi yang telah ditetapkan dapat diimplementasikan. Sedangkan evaluasi strategi meliputi upaya-upaya yang dilakukan untuk memonitor seluruh hasil dari pembuatan dan penerapan termasuk mengukur kinerja organisasi serta mengambil langkah


(40)

koreksi bila diperlukan. Selanjutnya, dalam proses manajemen strategi ini, peneliti hanya berfokus pada penerapan strategi. Karena, strategi dalam penelitian ini mengarah pada komponen-komponen yang ada dalam proses pelaksanaan strategi.

Proses pelaksanaan strategi harus mengintegrasikan komponen-komponen yang mendukung jalannya pelaksanaan strategi tersebut. Komponen-komponen tersebut meliputi: kebijakan organisasi, memotivasi pegawai, dan mengalokasikan sumber daya (SDM dan Non SDM) agar strategi yang telah ditetapkan dapat diimplementasikan (Akdon, 2011:277). Komponen tersebut yang akan digunakan sebagai alat analisis untuk strategi Lembaga Ombudsman RI Perwakilan Lampung dalam mengawasi penyelenggaraan PPDB. Adapun penjelasan dari komponen tersebut, yaitu :

1. Kebijakan Organisasi

Strategi merupakan garis besar atau pedoman pencapaian tujuan dan sasaran organisasi. Untuk mencapai tujuan dan sasaran organisasi tersebut maka strategi memerlukan persepsi dan tekanan khusus dalam bentuk kebijakan. Kebijakan sendiri menurut Akdon (2011:154) adalah pedoman pelaksanaan tindakan-tindakan tertentu. Berdasarkan buku SAKIP LAN-RI dalam Akdon (2011:155) disebutkan bahwa elemen penting dalam menyikapi kebijakan adalah kemampuan untuk menjabarkan strategi ke dalam kebijakan-kebijakan yang cocok, dapat dilaksanakan, dan tidak hanya baik secara teoritis. Kebijakan organisasi dapat berupa tindakan, cara/langkah, program-program dan kegiatan-kegiatan organisasi.

Terkait dengan kebijakan organisasi dalam penelitian ini yakni berupa surat edaran. Surat edaran tersebut berisikan program-program yang harus dilakukan


(41)

oleh Ombudsman Perwakilan. Sistem Kinerja Akuntansi Instansi Pemerintah (SAKIP) dalam Akdon (2011:155), program didefinisikan sebagai kumpulan kegiatan yang dihimpun dalam satu kelompok yang sama secara sendiri-sendiri atau bersama-sama untuk mencapai tujuan dan sasaran. Program dapat dikatakan sebagai terjemahan strategi ke dalam tugas operasional yang mencakup ruang lingkup cukup luas, waktu yang memadai, cukup komprehensif, dan memiliki rincian yang cukup detail (Salusu, 2006:435). Artinya program merupakan penjabaran secara rill tentang langkah-langkah yang diambil untuk mengimplementasikan strategi organisasi.

2. Memotivasi Pegawai

Menurut Hasibuan (2005:92) motivasi adalah pemberian daya penggerak yang menciptakan kegairahan seseorang agar mereka mau bekerja sama, bekerja efektif dan terintegrasi dengan segala upaya untuk mencapai kepuasan. Artinya motivasi mempersoalkan bagaimana caranya menggerakkan daya dan potensi seseorang supaya mau bekerja sama secara produktif, berhasil mencapai dan mewujudkan tujuan yang telah ditetapkan. Pentingnya memotivasi pegawai karena motivasi adalah hal yang menyebabkan, menyalurkan dan mendukung perilaku pegawai supaya mau bekerja giat dan antusias dalam mencapai hasil yang maksimal.

Menurut Hasibuan (2005:99), jenis motivasi dibedakan menjadi (a) motivasi positif (reward) merupakan motivasi dengan memberikan hadiah kepada pegawai yang berprestasi baik; (b) motivasi negatif (punishment) merupakan motivasi dengan memberikan hukuman kepada pegawai yang pekerjaannya kurang baik.


(42)

Terkait dengan alat motivasi dalam bentuk reward, menurut Hasibuan (2005:99) dibagi menjadi tiga kategori yakni :

(a) Material insentif merupakan alat motivasi yang diberikan berupa uang atau barang yang mempunyai nilai pasar, memberikan kebutuhan ekonomis;

(b) Nonmaterial insentif merupakan alat motivasi yang diberikan berupa barang atau benda yang tak ternilai, hanya memberikan kepuasan atau kebanggaan rohani saja;

(c) Kombinasi material dan nonmaterial insentif merupakan alat motivasi yang diberikan berupa material dan nonmaterial, memenuhi kebutuhan ekonomis dan kepuasan atau kebanggaan rohani.

3. Alokasi Sumber Daya

Menurut Silalahi (2011:237), sumber daya merupakan aset, baik berupa orang dengan keterampilan dan pengetahuannya, modal finansial, fisik, serta hal-hal yang bersifat intanjibel termasuk faktor struktur dan kultural yang digunakan organisasi untuk memenuhi satu kebutuhan dan memecahkan masalah. Sumber daya dapat dikelompokkan atas sumber daya manusia (human resources) dan sumber daya non manusia (nonhuman resources) atau sumber daya material (material resources). Sumber daya manusia dinamakan juga sebagai tenaga kerja (workforce) atau personalia (personnel) merupakan orang yang bekerja untuk mencapai tujuan organisasional (Silalahi, 2011:238). Menurut Silalahi (2011:242), sumber daya manusia merupakan aset terpenting dari organisasi dibandingkan dengan elemen lainnya. Manusia dalam organisasi memiliki peran dan fungsi penting bagi terwujudnya tujuan organisasi.


(43)

Sedangkan menurut Silalahi (2011:261) sumber daya bukan manusia atau sumber daya material adalah berbagai fasilitas sarana dan prasarana yang dibutuhkan untuk mendukung pencapaian tujuan. Walaupun manusia menjadi elemen penting dan menentukan dalam pencapaian tujuan organisasi tetapi jika tidak didukung oleh sumber daya material yang memadai maka tujuan yang sudah ditetapkan tidak akan tercapai secara optimal. Sumber daya material itu dapat berupa sumber daya finansial dan sumber daya fisik (sarana dan prasarana). Menurut Silalahi (2011:262) sarana dan prasarana merupakan sumber daya fisik yang dibutuhkan untuk mendukung efisiensi dan efektivitas kerja suatu organisasi. Sedangkan, finansial merupakan modal yang diperlukan untuk membiayai aktivitas, baik untuk persediaan sumber daya material maupun membayar upah tenaga kerja.

Pada dasarnya strategi yang telah disusun ke dalam berbagai alokasi sumber daya harus diimplementasikan. Pelaksanaan strategi ini dilakukan untuk menjelaskan bagaimana dalam mencapai outcome organisasi. Tidak dapat dipungkiri bahwa pelaksanaan strategi merupakan langkah yang krusial dalam proses strategi. Oleh sebab itu, pelaksanaan suatu strategi adalah sesuatu yang sangat peka, menuntut kehati-hatian, dan bahkan pada saat penyusunan alternatif dilakukan sudah harus dipertanyakan bagaimana melaksanakan alternatif itu.

Kunci suksesnya pelaksanaan strategi yakni apabila dapat menyatukan organisasi secara total untuk mendukung strategi dan melihat apakah setiap tugas administratif dilakukan dengan memadukan persyaratan yang tepat sehingga pelaksanaan strategi dapat dinikmati (Salusu, 2006:436). Artinya bahwa keberhasilan implementasi suatu strategi menuntut adanya upaya prakondisi terhadap segenap proses pelaksanaannya. Pelaksanaan strategi yang sukses


(44)

membutuhkan dukungan, disiplin, motivasi dan kerja keras dari semua pihak. Sebab, menurut Salusu (2006:411) bahwa dalam suatu implementasi terdapat faktor internal dan faktor eksternal yang mempengaruhinya dan faktor-faktor tersebut harus dikendalikan dengan baik.

5. Evaluasi Strategi

Evaluasi strategi jika diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia maka menjadi pengendalian strategi. Pengendalian atas strategi dapat dikatakan merupakan suatu bentuk dari pengendalian arah dari suatu tujuan. Biasanya ada selisih waktu cukup besar antara implementasi awal suatu strategi dan pencapaian hasil yang diinginkan. Selama waktu itu, investasi dilakukan dan sejumlah proyek dan tindakan dilaksanakan untuk mengimplementasikan strategi. Juga, selama waktu itu terjadi perubahan-perubahan baik dalam situasi lingkungan maupun dalam situasi intern perusahaan/organisasi. Pengendalian strategi diperlukan untuk mengemudikan perusahaan/organisasi melalui peristiwa-peristiwa. Mereka harus menyediakan landasan untuk menyesuaikan tindakan dan arah perusahaan dalam mengimplementasikan strateginya di tengah-tengah perkembangan dan perubahan.

Berdasarkan penjelasan diatas, Pearce dan Robinson (2008:510) medefinisikan bahwa pengendalian strategi adalah pengendalian yang mengikuti strategi yang sedang diimplementasikan, mendeteksi masalah atau perubahan yang terjadi pada landasan pemikirannya, dan melakukan penyesuaian yang diperlukan. Bertolak belakang dengan pengendalian pasca tindakan, pengendalian strategi memedomani tindakan untuk kepentingan strategi ketika tindakan untuk


(45)

kepentingan strategi ketika tindakan tersebut dilaksanakan dan ketika hasil akhir masih beberapa tahun lagi baru tercapai.

Pada saat melakukan evaluasi strategi, perlu direnungkan bersama bahwa pada dasarnya tidak terdapat satu pun tolak ukur absolut untuk menilai apakah sebuah strategi yang telah direalisasikan itu sudah baik atau mungkin belum baik. Setiap strategi tak lain adalah persepsi spesifik dari suatu tim manajemen mengenai bagaimana cara terbaik yang akan ditempuh untuk menghadapi kendala-kendala yang telah diantisipasikan. Walaupun demikian ada beberapa ciri tertentu yang dapat menjadi indikator terhadap efektifitas dari suatu strategi. Menurut Rumelt dalam Heene dkk (2010:186), ciri-ciri tersebut dapat dirinci menjadi empat kriteria menyeluruh, menyangkut :

1. Konsistensi. Suatu strategi tidak diperkenankan sedikit pun untuk merumuskan berbagai perencanaan sasaran maupun langkah-langkah operasional yang serba inkonsisten;

2. Penyesuaian diri. Suatu strategi harus senantiasa memberikan respons adaptif atas munculnya kendala-kendala dari lingkungan internal maupun eksternal organisasi;

3. Penciptaan nilai. Suatu strategi harus senantiasa meracik jalan keluar konseptual positif yang mendorong upaya penciptaan nilai yang seoptimal mungkin;


(46)

4. Potensi diri. Suatu strategi harus senantiasa tidak diperkenankan menilai secara berlebihan terhadap sarana-sarana yang tersedia ataupun merekayasa kreasi-kreasi baru yang justru sulit ditangani.

Seperti juga proses pengawasan pada umumnya, proses evaluasi dan kontrol strategi dimulai dari menentukan apa yang harus diukur, menetapkan standar kinerja, melakukan pengukuran, dan bila tidak sesuai dengan harapan, kita melakukan tindakan koreksi. Adapun tahapan atau proses dalam evaluasi strategi yaitu sebagai berikut :

1. Menentukan apa yang harus diukur

Di masa-masa awal pengembangan ilmu manajemen, perusahaan lebih sering memberi perhatian terhadap analisis keuangan saja. Hal ini cukup banyak kelemahannya karena itu semua berdasarkan analisis masa lalu. Dari proses dan implementasi strategi, mana yang dilakukan harus dievaluasi. Fokusnya harus pada elemen-elemen yang paling signifikan – sesuatu yang paling banyak perannya dalam pengeluaran atau masalah-masalah lain dari kinerja. Secara tradisional banyak perusahaan beranggapan bahwa mengevaluasi strategi hanyalah sekedar menilai bagaimana kinerja perusahaan. Apakah aset perusahaan meningkat? Apakah profitabilitas meningkat? Apakah tingkat produktivitas meningkat? Bagaimana dengan Return On Investment? Dan banyak yang beranggapan jika indikator-indikator diatas cukup memuaskan berarti strategi kita berjalan sebagaimana mestinya. Namun, cara-cara semacam ini kadang-kadang membuat kita misleading. Karena kita tau, strategi perusahaan berfokus bukan saja untuk jangka pendek, namun juga jangka panjang.


(47)

Analisis Rasio (Rasio Likuiditas, Rasio Profitabilitas, Rasio Aktivitas, Leverage Ratio, dan lain-lain), Return Employed, Earning Per Share, dan lain-lain tetap kita lakukan, tapi kita tambah dengan analisis lain seperti aspek pelanggan, aspek stakeholder, aspek SDM (melalui konsep Balanced Score Card, dan lain-lain). Standar biasanya mengukur apa hasil-hasil kinerja yang bisa diterima. Dalam penetapan standar ini, biasanya termasuk juga menetapkan rentang toleransi dimana deviasi dapat diterima. Standar hendaknya dibuat tidak hanya untuk hasil akhir, tapi juga hasil-hasil yang terjadi dalam proses. Dalam manajemen pengawasan, sekali lagi kita bersinggungan dengan istilah bencmarking di mana kita perlu merujuk pada kinerja yang unggul dari satu aspek oleh pemimpin industri.

2. Melakukan pengukuran atas kinerja aktual

Pengukuran harus dilakukan pada waktu yang telah ditentukan terlebih dahulu. Misalnya setiap tiga bulan sekali misalnya dengan menggunakan atau mengadakan rapat. Dorongan akan dirasakan pada rapat-rapat evaluasi tersebut, di mana biasanya para manajer dalam situasi formal akan terdorong untuk menyajikan yang terbaik, sehingga menjalankan aktivitasnya yang terbaik pula.

3. Membandingkan Kinerja Aktual dengan Standar yang Dibuat

Jika kinerja aktual berada diluar rentang toleransi, maka tindakan yang harus diambil untuk mengoreksi deviasi tersebut. Hal-hal berikut harus menjadi pegangan, yaitu ;


(48)

b. Apakah proses yang sedang dijalankan memang tidak tepat?

c. Apakah proses yang dilakukan sesuai dengan pencapaian dari standar yang telah ditetapkan?

Tindakan koreksi yang dibuat diharapkan tidak hanya sekedar memperbaiki atau mengoreksi penyimpangan, tapi yang paling penting lagi adalah agar kesalahan itu tidak pernal terulang kembali.

Mengevaluasi strategi pada dasarnya merupakan sebuah seni tersendiri. Oleh sebab itu pengendalian strategi perlu dibagi menjadi beberapa jenis agar dapat membedakan berdasarkan jenisnya. Menurut Pearce dan Robinson (2011:479) terdapat empat jenis dasar pengendalian strategi :

1. Pengendalian premis/asumsi

Setiap strategi didasarkan pada landasan-landasan pemikiran perencanaan tertentu. Pengendalian asumsi dirancang untuk memeriksa secara sistematik dan berkesinambungan apakah asumsi yang mendasari strategi itu masih berlaku. Jika asumsi yang vital tidak lagi berlaku maka strategi mungkin harus diubah. Makin cepat asumsi yang tidak berlaku lagi dapat diketahui dan ditolak, makin besar kesempatan menyiapkan perubahan strategi.

2. Pengendalian atas implementasi

Imlementasi strategi berlangsung dalam bentuk serangkaian langkah, program, investasi, dan tindakan-tindakan yang terjadi sepanjang waktu tertentu. Program-program khusus dilaksanakan. Bidang-bidang fungsional memulai kegiatan-kegiatan yang berkaitan dengan strategi pejabat-pejabat kunci ditambahakan atau


(49)

dimutasi. Sumber daya dimobilisasi. Dengan kata lain, para manajer mengimplementasikan strategi dengan dengan mengubah rencana-rencana umum menjadi tindakan-tindakan dan hasil yang konkrit dan bertahap dari setiap unit dan perseorangan. Pengendalian implementasi adalah bentuk pengendalian strategi yang harus dilakukan ketika suatu peristiwa berlangsung. Pengendalian implementasi dirancang untuk menilai apakah strategi keseluruhan perlu diubah dengan melihat hasil-hasil dan berbagai tindakan yang mengimplementasikan strategi total.

3. Pengamatan strategi

Berdasarkan sifatnya, pengendalian asumsi dan pengendalian implementasi adalah pengendalian yang terfokus, sedangkan pengawasan strategi ini bersifat tidak terfokus. Pengawasan strategi dirancang untuk memantau beragam peristiwa di dalam dan di luar perusahaan/organisasi yang mungkin sekali mempengaruhi jalannya strategi.

4. Pengendalian peringatan khusus

Pengendalian peringatan khusus adalah pemikiran kembali terhadap strategi perusahaan secara mendalam dan seringkali cepat akibat adanya kejadian tak terduga yang mendadak.

Berdasarkan beberapa penjelasan tentang evaluasi strategi diatas, dapat ditarik kesimpulan bahwa evaluasi strategi merupakan suatu pengendalian strategi pada tahapan implementasinya strateginya dengan melihat masalah atau perubahan


(50)

yang terjadi pada landasan pemikirannya kemudian melakukan tidakan atau keputusan yang tepat.

B. Tinjauan Tentang Lembaga Negara 1. Konsep Lembaga Negara

Lembaga negara bukan konsep yang secara terminologi memiliki istilah tunggal dan seragam. Kata lembaga negara berasal dari serapan kata staatsorgan dalam bahasa Belanda atau political institutions dalam bahasa Inggris. Dalam bahasa Indonesia, hal ini identik dengan kata lembaga negara, badan negara, atau bisa juga disebut dengan organ negara (Prihantoro, 2010:13). Menurut UUD 1945 (dalam Fauzan, 2010:299) terdapat delapan buah organ negara yang mempunyai kedudukan yang secara langsung menerima kewenangan konstitusional dari UUD, yaitu (1) Dewan Perwakilan Rakyat; (2) Dewan Perwakilan Daerah; (3) Majelis Permusyawaratan Rakyat; (4) Badan Pemeriksa Keuangan; (5) Presiden dan Wakil Presiden; (6) Mahkamah Agung; (7) Mahkamah Konstitusi; (8) Komisi Yudisial. Dalam perkembangannya di Indonesia dikenal tidak hanya lembaga negara yang sudah disebutkan tadi, tetapi dikenal juga adanya lembaga- lembaga negara mandiri.

Penyebutan atau istilah untuk lembaga negara mandiri ini bermacam macam, ada yang disebut dengan komisi atau komite, dewan atau badan. Istilah yang masih bermacam-macam ini menjadi membingungkan bagi masyarakat awam terkait dengan kedudukan lembaga-lembaga negara mandiri dalam struktur ketatanegaraan Indonesia. Penyebutan istilah lembaga negara mandiri ini masih berbeda-beda. Cornelis Lay menyebut dengan State Auxiliary Agencies atau lembaga sampiran (Lay dalam Fauzan, 2010:299). Misalnya Komisi Yudisial


(51)

(KY), Komisi Ombudsman Nasional (KON), Komisi Hukum Nasional (KHN), Komisi Hak Asasi Manusia (Komnas HAM), Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), Komisi Penyiaran Indonesia (KPI), Komisi Kejaksaan, Komisi Kepolisiian dan sebagainya. Lembaga negara mandiri tentunya berbeda kedudukannya dengan lembaga negara yang dasar kewenangannya diberikan oleh UUD 1945. Menjadi persoalan ketika ada lembaga negara yang dasar kewenangannya UUD 1945 tetapi penyebutannya berbeda dibandingkan dengan lembaga negara yang lain, yaitu Komisi Yudisial.

2. Pembedaan Lembaga Negara

Ketentuan UUD 1945 menyebut secara langsung maupun tidak langsung terdapat tiga puluh empat lembaga negara. Menurut Asshidiqie (dalam Prihantoro, 2010:17), ketiga puluh empat lembaga negara tersebut dapat dibedakan dari dua segi, yaitu :

1) Pembedaan dari Segi Hierarkhi

Hierarkhi antar lembaga negara itu penting untuk ditentukan, karena harus ada pengaturan mengenai perlakuan hukum terhadap orang yang menduduki jabatan dalam lembaga negara tersebut. Untuk itu, ada dua kriteria yang dapat dipakai yaitu kriteria hierarkhi bentuk sumber normatif yang menentukan kewenangannya dan kualitas fungsinya yang bersifat utama atau penunjang dalam sistem kekuasaan negara.

Dari segi hierarkhi, ketiga puluh empat lembaga negara tersebut dapat dibedakan menjadi tiga lapis. Organ lapis pertama biasa disebut sebagai lembaga tinggi negara, organ lapis kedua disebut dengan lembaga negara,


(52)

dan organ lapis ketiga adalah lembaga daerah. Adapun organ konstitusi pada lapis pertama adalah :

a) Presiden dan Wakil Presiden b) Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) c) Dewan Perwakilan Daerah (DPD)

d) Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) e) Mahkamah Konstitusi (MK)

f) Mahkamah Agung (MA)

g) Badan Pemeriksa Keuangan (BPK)

Organ lapis kedua disebut dengan lembaga negara, ada yang mendapatkan kewenangan dari UUD, dan adapula yang mendapatkan kewenangan dari undang-undang. Lembaga yang mendapatkan kewenagan dari UUD misalnya Tentara Nasional Indonesia dan Kepolisian Negara, sedangkan lembaga yang sumber kewenangannya berasal dari undang-undang misalnya, Komisi Nasional Hak Asasi Manusia, Komisi Penyiaran Indonesia, dan Komisi Pemberantasan Tindak Pindana Korupsi. Kedudukan kedua jenis lembaga tersebut disebandingan satu sama lain, hanya saja, lembaga negara yang kewenangannya berasal dari UUD lebih kuat dibandingan lembaga negara yang kewenangannya bersumber dari undang-undang. Lembaga negara sebagai organ konstitusi lapis kedua itu adalah :

a) Menteri Negara

b) Tentara Nasional Indonesia c) Kepolisian Negara


(53)

d) Komisis Yudisial

e) Komisi Pemilihan Umum f) Bank Sentral

Kategori ketiga adalah organ konstitusi yang termasuk kategori lembaga negara yang bersumber kewenangannya berasal dari peraturan perundang-undangan dibawah undang-undang, misalnya Komisi Hukum Nasional yang dibentuk berdasarkan Keputusan Presiden. Artinya, keberadaannya secara hukum hanya berdasar atas kebijakan Presiden belaka (Precidential Policy). Selain itu, ada pula lembaga-lembaga daerah yang diatur dalam BAB IV UUD 1945 tentang pemerintah daerah, yaitu :

a) Pemerintah Daerah Provinsi b) Gubernur

c) DPRD Provinsi

d) Pemerintah Daerah Kabupaten e) Bupati

f) DPRD Kabupaten g) Pemerintah Daerah Kota h) Walikota

i) DPRD Kota

2) Pembedaan dari Segi Fungsi

Diantara lembaga negara yang merupakan organ utama atau premier (primary constitusional organs), dan ada pula yang merupakan organ pendukung atau penunjang (auxiliary state organs). Untuk memahami perbedaan diantara


(54)

keduanya, lembaga-lembaga negara tersebut dapat dibedakan menjadi tiga ranah (domain), yaitu kekuasaan eksekutif atau pelaksana, kekuasaan legislatif dan fungsi pengawasan serta kekuasaan kehakiman atau fungsi yudisial.

Dalam cabang kekuasaan eksekutif atau pemerintah negara, ada presiden dan wakil presiden yang merupakan suatu kesatuan institusi kepresidenan. Dalam cabang kekuasaan kehakiman, meskipun lembaga pelaksana atau pelaku kekuasaan kehakiman itu ada dua, yaitu Mahkamah Agung dan Mahkamah Konstitusi, tetapi disamping keduanya ada pula Komisi Yudisial sebagai lembaga pengawas martabat, kehormatan dan perilaku hakim. Keberadaan fungsi Komisi Yudisial ini bersifat penunjang (auxiliary) terhadap cabang kekuasaan kehakiman. Komisi ini bukanlah lembaga penegak hukum, tetapi merupakan lembaga penegak etika kehakiman. Sedangkan dalam fungsi pengawasan dan kekuasaan legislatif, terdapat empat organ atau lembaga, yaitu Dewan Pewakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Majelis Permusyawaratan Rakyat dan Badan Pemeriksa Keuangan. Sementara itu, di cabang kekuasaan yudisial, dikenal pula adanya tiga lembaga, yaitu Mahkamah Agung, Mahkamah Konstitusi dan Komisi Yudisial.

C. Tinjauan tentang Lembaga Sampiran (State Auxiliary Organs)

1. Latar Belakang Munculnya Lembaga Sampiran (State Auxiliary Organs) Salah satu wajah ketatanegaraan Indonesia setelah perubahan UUD 1945 adalah lahirnya Lembaga Sampiran (State Auxiliary Organs). Layaknya jamur di musim penghujan, Lembaga Sampiran ini tumbuh berkembang di berbagai bidang kenegaraan. Tidak sedikit pembuatan undang-undang untuk mewujudkan dan membentuk Lembaga Sampiran. Bentuk eksperimentasi lembaga adalah dewan


(55)

(council), komisi (comission), badan (board), atau otorita (authority). Ryaas Rasyid (dalam Prihantoro,2010 : 22) mengatakan bahwa :

“Fenomena menjamurnya komisi negara memberi kesan bahwa Indonesia berada dalam keadaan darurat karena pelbagai institusi yang ada selama ini tidak berperan serta berjalan efektif sesuai ketatanegaraan dan konstitusi. DPR belum mampu menjalankan fungsi pengawasan terhadap kinerja lembaga negara yang berada dibawah lembaga eksekutif. Di sisi lain, lembaga kuasi negara adalah terobosan sekaligus perwujudan ketidakpercayaan rakyat dan pimpinan negara terhadap lembaga kenegaraan yang ada”.

Jawaban yang berbeda dikemukakan oleh Andi Mallarangeng, menurutnya keberadaan keberadaan lembaga negara kuasi adalah jawaban alamiah proses ketatanegaraan modern terhadap strukutr trias politica. Dalam perkembangan bernegara ternyata tidak cukup hanya lembaga legislatif, eksekutif dan yudikatif. Hal ini disebabkan karena minimnya mekanisme akuntabel horizontal antar lembaga tersebut (Andi Mallarangeng dalam Prihantoro, 2010 : 22). Sebagian kalangan masyarakat justru menilai lahirnya lembaga sampiran yang sebagian besar berfungsi sebagai pengawas kinerja lembaga negara merupakan bentuk ketidakpercayaan masyarakat terhadap lembaga pengawas yang telah ada, khususnya terhadap institusi penegak hukum. Selain itu, pembentukan lembaga-lembaga independen ini didorong oleh kenyataan bahwa birokrasi pemerintah tidak lagi dapat memenuhi tuntutan kebutuhan publik akan pelayanan umum dengan standar mutu yang semakin meningkat, efektif dan efisien.

2. Pengertian Lembaga Sampiran (State Auxuliary Organs)

Terdapat beberapa istilah yang berkenaan dengan lembaga sampiran (State Auxuliary Organs). Ada yang menyebutnya sebagai komisi negara, state auxuliary agiency, state auxuliary bodles, dan ada juga yang menyebutnya


(56)

sebagai lembaga negara independen. Aismow (dalam Prihantoro, 2010: 23) mengemukakan bahwa lembaga negara independen adalah units of government created by statute to carry out spesific tasks in implementing the statute. Most administrative agencies fall in the excecutive branch, but some Important agencies are independent. Pendapat lain juga dikemukakan oleh Asshidiqie (dalam Prihantoro 2010: 24) yang mengatakan bahwa state auxuliary agiency sebagai self regulatory agencies atau independent supervisory bodies, yaitu lembaga-lembaga regulatif, administratif, dan fungsi penghukuman yang biasanya dipisahkan tetapi justru dilakukan secara bersamaan oleh lembaga-lembaga baru tersebut.

Di beberapa negara, state auxuliary agiency ini juga menjadi organ konstitusi, misalnya di Afrika Selatan dan Thailand. Dalam Pasal 181 ayat (1) konstitusi Afrika Selatan, menyebutkan ada Human Right Commisions, Commission for the Promotion and Protection of the Right of Cultural, Relegious and Linguistic Communities, Commision for Gender Equality, dan Electorial Commision. Sedangkan di Thailand, pasal 75 konstitusinya Thailand mengatur bahwa negara wajib menyediakan anggaran bagi komisi negara independen, seperti : Election Comission, Ombudsmen, National Human Right Comission, National Counter Corruption Comission,danState Audit Commison(Prihantoro, 2010: 24).

D. Tinjauan Tentang Pengawasan 1. Pengertian Pengawasan

Mc. Farland dalam Handayaningrat (1982:143), memberikan definisi pengawasan sebagai berikut : Control is the process by which an executive gets the


(57)

performance of hissubordinates to correspond as closely as possible to choses plants, orders, objectives, or policies, yang artinya pengawasan adalah suatu proses dimana pimpinan ingin mengatahui apakah hasil pelaksanaan pekerjaan yang dilakukan oleh bawahannya sesuai dengan rencana, perintah, tujuan, atau kebijaksanaan yang telah ditentukan. Jelasnya, pengawasan harus berpedoman terhadap :

1. Rencana (planning) yang telah diputuskan, maksudnya fungsi pengawasan harus terbit dahulu direncanakan dan diputuskan, sehingga fungsi pengawasan dapat berjalan.

2. Perintah (order) terhadap pelaksanaan pekerjaan.

3. Tujuan. Pengawasan dilakukan agar rencana-rencana yang telah dibuat untuk mencapai tujuan organisasi dapat terselenggara.

4. Kebijaksanaan yang telah ditentukan sebelumnya.

Menurut Reksohadiprodjo (2000:63) pengawasan adalah usaha memberikan petunjuk pada para pelaksana agar mereka selalu bertindak sesuai dengan rencana. Pengawasan menjadikan siklus fungsi manajemen lengkap dan membawa organisasi ke perencanaan. Sedangkan menurut Terry dalam Hasibuan (1986:223):

“controlling can be defined as the process of determining what is to be accompished, that is the standard, what is being accompished, that is the performance, evaluating the performance, and if necessary applying corrective measure so that performance takes place according to plans, that is, in conformity with the standard.”

Artinya adalah pengawasan dapat dirumuskan sebagai proses penentuan apa yang harus dicapai, yaitu standar, apa yang sedang dilakukan yaitu pelaksanaan,


(58)

menilai pelaksanaan dan apabila perlu melakukan perbaikan-perbaikan sehingga pelaksanaan sesuai dengan rencana yaitu selaras dengan standar. Proses pelaksanaan dilakukan sesuai dengan ketentuan-ketentuan rencana dan melakukan tindakan perbaikan jika terjadi penyimpangan-penyimpangan supaya tujuan yang dihasilkan sesuai dengan rencana.

Sujamto (1983:19) mendefinisikan pengawasan adalah segala usaha atau kegiatan untuk mengetahui dan menilai kenyataan yang sebenarnya mengenai pelaksanaan tugas atau kegiatan, apakah sesuai dengan yang semestinya atau tidak. Jadi, pada intinya pengawasan tidak hanya berfungsi untuk menilai apakah sesuatu itu berjalan ataukah tidak, akan tetapi termasuk tindakan koreksi yang mungkin diperlukan maupun penentuan sekaligus penyesuaian standar yang terkait dengan pencapaian tujuan dari waktu ke waktu. Berdasarkan pengertian-pengertian diatas, dapat dikatakan bahwa pengawasan merupakan suatu proses tindakan yang dilakukan untuk mengetahui keadaan yang sebenarnya terjadi. Pengawasan dalam konteks organisasi yaitu proses yang dilakukan untuk menilai suatu pelaksanaan kerja guna mendukung pencapaian hasil yang diharapkan suatu organisasi.

2. Fungsi Pengawasan

Fungsi pengawasan pada dasarnya merupakan proses yang dilakukan untuk memastikan agar apa yang telah direncanakan berjalan sebagaimana mestinya. Secara lebih lengkap, Mocker (dalam Su’ada, 2010: 12) mengemukakan fungsi pengawasan sebagai upaya sistematis dalam menetapkan standar kinerja dan berbagai tujuan yang direncanakan, mendesain sistem informasi umpan balik, membandingkan antara kinerja yang dicapai dengan standar yang telah ditetapkan


(59)

sebelumnya, menentukan apakah tedapat penyimpangan dan tingkat signifikasi dari setiap penyimpangan tersebut, dan mengambil tindakan yang diperlukan untuk memastikan bahwa seluruh sumber daya organisasi diperlukan untuk memastikan bahwa seluruh sumber daya organisasi dipergunakan secara efektif fa dan efisien dalam pencapaian tujuan organisasi. Tisnawati dan Saefullah (Suada, 2010:17-20) menjelaskan mengenai fungsi pengawasan dalam praktik, antara lain:

1. Pengawasan berdasarkan proses kegiatan

Terdapat tiga jenis fungsi pengawasan yang pada umumnya dilakukan menejeman di organisasi, terutama yang terkait dengan faktir waktu dalam menjalankan fungsi penagwasan, yaitu pengawasan awal, pengawasan proses, dan pengawasan akhir. Pengawasan awal dilakukan biasanya untuk memastikan apakah seluruh faktor input produksi telah sesuai dengan standar ataukah tidak. Pengawasan proses merupakan pengawasan yang dilakukan pada saat sebuah proses tengah berlangsung. Ketika seluruh faktor input produksi telah sesuai dengan standar, maka pengawasan proses pada dasarnya dilakukan untuk memastikan bahwa seluruh pengerjaan organisasi dijalankan sesuai dengan rencana dan prosedur kerja yang telah ditetapkan, serta memastikan bahwa seluruh perangkat pendukung berjalan sebagaimana mestinya. Pengawasan akhir merupakan pengawasan yang dilakukan pada saat akhir proses pengerjaan sesuatu, yaitu untuk memastikan bahwa hasil yang diperoleh pada saat pengerjaan sesuai dengan standar yang telah ditetapkan di awal dan proses yang telah dikerjakan.


(1)

untuk menyerahkan dokumen serta kerahasiaan pelapor. Ombudsman wajib menolak atau menghentikan laporan bila laporan tidak memenuhi syarat formal misalnya identitas pelapor tidak lengkap, hanya berupa tembusan, keluhan tidak disertai alasan yang mendasar, perilaku yang dilaporkan tidak cukup beralasan untuk diperiksa, pelapor tidak diberikuasa oleh korban, substansi yang dilaporkan sedang dalam pemeriksaan di pengadilan atau instansi yang berwenang, masalah yang dilaporkan sudah diselesaikan oleh instansi yang berwenang, pelapor tidak menggunakan proses administratif yang disediakan dan aparat yang dilaporkan tidak diberitahu secara patut oleh pelapor tentang permasalahannya yang dikeluhkan sehingga tidak dapat menjelaskan pendapatnya sendiri.

Sedangkan Ombudsman dapat menghentikan pemeriksaan bila setelah melakukan pemeriksaan awal ternyata substansi yang dilaporkan sesuai dengan Undang-Undang yang berlaku, masalah yang dilaporkan masih dapat diselesaikan dengan prosedur administratif, tercapai penyelesaian dengan cara mediasi juga apabila pelapor mencabut laporannya. Ketika pemeriksaan dilakukan, Ombudsman dapat memanggil para pihak untuk didengar pendapatnya dan melakukan pemeriksaan di bawah sumpah. Dalam pemanggilan tersebut dapat dilakukan upaya paksa dengan meminta bantuan aparat kepolisian. Kemandirian Ombudsman secara eksplisit terdapat pasal yang melarang siapapun untuk mencampuri Ombudsman dalam menjalankan tugasnya. Ombudsman dan Asisten Ombudsman tidak dapat diinterogasi, ditangkap, ditahan atau digugat di muka pengadilan. Untuk mengeliminir conflict of interest terdapat peraturan yang menyatakan bahwa Ombudsman dan Asisten dilarang ikut serta memeriksa.


(2)

BAB VI PENUTUP A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil dan pembahasan penelitian mengenai strategi Lembaga Ombudsman Perwakilan Lampung dalam mengawasi penyelenggaraan pelaksanaan Penerimaan Peserta Didik Baru di Kota Bandar Lampung tahun 2013, maka dapat disimpulkan bahwa strategi tersebut sudah dilakukan dengan tepat dan baik. Hal tersebut dapat dilihat dari berbagai upaya yang telah dilakukan oleh Ombudsman RI Perwakilan Lampung, seperti hal-hal yang akan saya jalaskan kembali dibawah ini :

1. Strategi Lembaga Ombudsman RI Perwakilan Lampung dalam mengawasi penyelenggaraan PPDB di Kota Bandar Lampung yaitu dengan membuka posko pengaduan, investigasi langsung dan melakukan kerjasama dengan organisasi masyarakat, LSM dan media massa berdasarkan surat edaran Ombudsman RI. Kemudian strategi selanjutnya yaitu memotivasi pegawai dan mengalokasikan sumber daya yang terdiri dari sumber daya manusia dan sumber daya material. Strategi-strategi tersebut sudah sesuai dengan ciri-ciri strategi yang efektif karena telah memuat konsistensi, penyesuaian diri, penciptaan nilai dan potensi diri.

2. Kendala-kendala yang dihadapi oleh Ombudsman RI Perwakilan Lampung dalam mengawasi penyelenggaraan PPDB tahun 2013:

a) Faktor internal berupa masalah sumber daya manusia yang jumlahnya sangat minim dan alokasi dana yang diberikan kepada Ombudsman


(3)

Perwakilan yang terkadang tidak mencukupi untuk melakukan kegiatan pengawasan.

b) Faktor eksternal berupa minimnya peran serta masyarakat yang dikarenakan ketidaktahuan mereka tentang Ombudsman dan arogansi para pelayan publik yang tidak dapat diberikan saran perbaikan.

B. Saran

Berdasarkan kesimpulan yang telah dipaparkan di atas, maka dapat dikemukakan saran sebagai berikut :

1. Sebaiknya Ombudsman membuka posko pengaduan tidak hanya di Kantor Ombudsman, melainkan membuka juga posko keliling agar masyarakat lebih mengetahui apa itu Ombudsman dan mengetahui pula tugas dan fungsi nya.

2. Sebaiknya Ombudsman tidak hanya mensosialisasikan via media saja, tetapi harus juga mensosialisasikan secara langsung kepada masyarakat kemudian menggunakan sarana sepanduk atau banner disetiap sekolah agar para orang tua peserta didik baru dapat mengetahui keberadaan Ombudsman.

3. Sebaiknya Ombudsman lebih intensif lagi dalam melakukan monitoring dan investigasi kesetiap sekolah yang ada di Bandar Lampung. Ombudsman juga sebaiknya tidak hanya memonitoring di Bandar lampung saja, tapi juga harus memonitoring keluar Bandar Lampung seperti yang diarahkan dalam surat edaran.


(4)

121

4. Sebaiknya Ombudsman bertindak cepat bagi setiap instansi atau para pelayan publik yang tidak dapat menerima saran dari Ombudsman. Ombudsman harus membuat surat teguran atau serat peringatan dalam jangka waktu yang cepat bagi penerima laporan untuk menaggapi saran Ombudsman.

5. Kedepan sebaiknya Ombudsman membuat surat rekomendasi kepada Ombudsman Pusat untuk dapat meningkatkan jumlah Anggaran, Sarana dan Prasarana serta SDM untuk menjalankan setiap kegiatan dan program yang dilakukan Ombudsman.


(5)

Akdon. 2011. Manajemen Strategik untuk Manajemen Pendidikan. Bandung : Alfabeta

Handayaningrat, Soewarno. 1982. Pengentar Studi Ilmu Administrasi dan Managemen.Jakarta : Gunung Agung

Hasibuan, Malayu. 2005. Organisasi dan Motivasi (Dasar Peningkatan Produktivitas). Jakarta : Bumi Aksara.

Hasibuan, Malayu. 1986. Manajemen Dasar, Pengertian, dan Masalah. Jakarta: Gunung Agung.

Heene, Aime dkk. 2010. Manajemen Strategik Keorganisasian Publik. Bandung : PT Refika Aditama

Moleong, Lexy J. 2009. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Roesda Karya

Pasolong, Harbani. 2011.Teori Adiministrasi Publik.Bandung: Alfabeta

Pearce, John dan Ricard Robinson. 2011. Manajemen Strategik Jilid 1. Tanggerang. Binapura Kasara Publisher

Reksohadiprodjo, Sukanto. 2000. Dasar-Dasar Manajemen.Yogyakarta : BPFE-Yogyakarta

Salusu. 2006. Pengambilan Keputusan Stratejik. Jakarta : PT Gramedia Widiasarana Indonesia

Silalahi, Ulber. 2011.Asas-Asas Manajemen. Bandung: Refika Aditama.

Sugiyono. 2009. Metode Penelitian Kualitatif, Kuantitatif, dan R&D. Bandung: Alfabeta

Sujamto. 1983. Beberapa Pengertian di Bidang Pengawasan. Jakarta : Ghalia Indonesia

Syamsudin, Aziz. 2009. Ombudsman Republik Indonesia Merengkuh Keluhan Rakyat, ‘Menjewer’ Sang Pejabat. Jakarta

Jurnal dan Skripsi

Fauzan, Muhammad. 2010. Eksistensi Komisi Negara Dalam Sistem Ketatanegaraan Republik Indonesia (Studi Terhadap Komisi


(6)

Perlindungan Anak Indonesia (Jurnal). Universitas Jenderal Soedirman. Purwokerto. Volume 17 Desember 2010. Nomor 2, 298-312

Prihantoro, Angga Martandy. 2010. Eksistensi State Auxiliary Organs dalam Rangka Mewujudkan Good Governance di Indonesia (Studi Kelembagaan Terhadap Komisi Pemberantasan Korupsi). (Skripsi). Universitas Sebelas Maret. Surakarta

Su’ada. 2010. Penyelenggaraan Fungsi Pengawasan Peredaran Kosmetik Illegal Pada Balai Pengawasan Obat dan Makanan Kota Bandar Lampung tahun 2008. (Skripsi). Universitas Lampung. Bandar Lampung.

Dokumentasi :

Undang-Undang Nomor 25 tahun 2009 tentang Pelayanan Publik

Undang-Undang Nomor 37 tahun 2008 tentang Ombudsman Republik Indonesia Surat Edaran Ombudsman RI No. 66/ORI-INT/IV/2013

Hasil Pengawasan/Pemantauan PPDB Tahun Ajaran 2013-2014 Ombudsman RI Perwakilan Lampung

Saran Perbaikan Terkait Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) Tahun 2013 oleh Ombudsman kepada Walikota Bandar Lampung

Laporan Pelaksanaan Saran Ombudsman RI Perwakilan Lampung oleh Pemerintah Kota Bandar Lampung

Kliping Koran PPDB Provinsi Lampung oleh Ombudsman RI Perwakilan Lampung tahun 2013

Pedoman Jumlah Laporan Masyarakat dan Penyelesaian Laporan Terkait Pelayanan Publik di Provinsi Lampung

Website:

http://www.tempo.co/read/news/2007/02/27/05594352/Mencermati-RUU-Pelayanan-Publik(diakses pada 20 Desember 2013)

http://www.kupastuntas.co.id/?page=berita &no=7478 (diakses pada 14 Januari 2014)

http://www.bandarlampungnews.com/index.php?k=politik&i=15840 (diakses pada 5 Febuari 2014)