34 sesuatu yang baik, sikap yang tidak memihak, penjagaan hak-hak seseorang
dan cara yang tepat dalam mengambil keputusan.
3
Dari pengertian keadilan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa keadilan adalah kehendak yang ajeg dan menetap untuk memberikan kepada
masing-masing bagiannya. Dalam bahasa Inggris terjemahannya berbunyi “
to give everbody his owm
” atau memberikan kepada setiap orang yang menjadi haknya. Inti dari pengertian tersebut bahwa memberikan masing-
masing haknya dan tidak lebih, tapi juga tidak kurang daripada haknya.
4
Pada bahasan konsep keadilan ini, penulis akan menguraikan konsep keadilan dari pandangan tradisional, pandangan modern, pandangan tokoh
bangsa Indonesia dan berdasarkan pasal 33 UUD 1945.
1. Pandangan Tradisional
Gagasan keadilan telah menjadi pokok pembicaraan serius sejak awal munculnya filsafat Yunani. Teori-teori Hukum Alam tetap mempertahankan
keadilan sebagai mahkota hukum —yang dalam hal ini menurut penulis:
konsep keadilan dari teori hukum alam merupakan konsep keadilan tradisional. Teori Hukum Alam mengutamakan “
the search for justice
”.
5
Pandangan tradisional mengenai keadilan, dapat dirunut dari pemikiran Plato. Plato adalah seorang pemikir idealis abstrak yang mengakui
3
Ibid.
4
O. Notohamidjojo, Op.cit, hal. 86.
5
Theo Huijebers, Op.cit, hal 196.
35 kekuatan-kekuatan di luar kemampuan manusia sehingga pemikiran irasional
masuk dalam filsafatnya. Demikian pula halnya dengan masalah keadilan, Plato berpendapat bahwa keadilan adalah diluar kemampuan manusia biasa.
Oleh sebab itu ia sangat dipengaruhi oleh cita-cita kolektivistik yang memandang keadilan sebagai hubungan harmonis dengan berbagai
organisme sosial. Setiap warga Negara harus melakukan tugasnya sesuai dengan posisi dan sifat alamiahnya.
6
Pendapat Plato tersebut di atas merupakan pernyataan kelas, maka keadilan Platonis berarti bahwa para anggota setiap masyarakat harus
menyelesaikan pekerjaan masing-rnasing dan tidak boleh mencampuri urusan anggota kelas lain.
7
Pembuat peraturan harus menempatkan dengan jelas posisi setiap kelompok masyarakat di mana dan situasi bagaimana yang
cocok untuk seseorang. Pendapat tersebut berangkat dari asumsi dasar bahwa manusia bukanlah suatu jiwa yang terisolir dan bebas melakukan apa saja
yang dikehendakinya, tetapi manusia adalah jiwa yang terikat dengan peraturan dan tatanan universal yang harus menundukkan keinginan
pribadinya kepada organik kolektif. Dari sini terkesan pemahaman bahwa, keadilan dalam konsep Plato sangat terkait dengan peran dan fungsi individu
dalam masyarakat. Idealisme keadilan akan tercapai bila dalam kehidupan
6
Abdul Ghofur Anshori, Filsafat Hukum, Gajahmada University Press, Yogyakarta, 2009, hal 47.
7
Krishna Djaya Darumurti, Pemerintah Memiliki Tanggungjawab Menciptakan Keadilan
, Tugas Mata Kuliah Filsafat Hukum, Program Doktor Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Airlangga, 2011,
tidak dipublikasikan , hal 4.
36 semua unsur masyarakat berupa individu dapat menempatkan dirinya pada
proporsi masing-masing dan bertanggung jawab penuh terhadap tugas yang diemban, selanjutnya tidak dapat mencampuri urusan dan tugas kelompok
lain.
8
Dalam hubungan dengan kehidupan bernegara, keadilan menurut Plato itu terletak pada persesuaian dan keselarasan antara fungsi di satu pihak
kecakapan serta kesanggupan di pihak lain.
9
Pandangan tradisional mengenai keadilan dapat dirunut juga dari
pandangan Aristoteles tentang keadilan yang bisa kita dapatkan dalam
karyanya
nichomachean ethics, politics,
dan
rethoric
. Lebih khususnya, dalam buku
nicomachean ethics
, buku itu sepenuhnya ditujukan bagi keadilan, yang, berdasarkan filsafat umum Aristoteles, mesti dianggap
sebagai inti dari filsafat hukumnya,
“karena hukum hanya bisa ditetapkan
dalam kaitannya dengan
keadilan”.
10
Menurut Aristoteles, di samping keadilan sebagai keutamaan umum yaitu ketaatan kepada hukum alam dan hukum positif terdapat juga
keadilan sebagai keutamaan moral khusus, yang menetukan sikap manusia pada bidang tertentu. Sebagai keutamaan khusus keadilan itu ditandai oleh
sifat-sifat yang berikut:
11
8
Ibid.
9
Deliar Noer, Pemikiran Politik Di Negeri Barat, Cetakan II Edisi Revisi, Pustaka Mizan, 1997, Bandung, hal. 5.
10
Carl Joachim Friedrich, Op.cit, hal. 24
11
Theo Huijebers, Op.cit, hal.29.
37 a.
Keadilan menentukan bagaimanakah hubungan yang baik antara orang yang satu dengan yang lain.
b. Keadilan berada di tengan dua ekstrem, yaitu diusahakan supaya
dalam mengejar keuntungan terciptalah keseimbangan antara dua pihak: jangan mengutamakan pihaknya sendiri dan jangan juga
mengutamakan pihak lain. c.
Untuk menentukan di manakah terletak keseimbangan yang tepat antara orang-orang digunakan ukuran kesamaan; kesamaan ini
dihitung secara aritmetis atau geometris. Selain itu, menurut Aristoteles, keadilan yang mengatur hubungan
dengan sesama manusia, meliputi beberapa bidang:
12
a. Terdapat keadilan mengenai pembagian jabatan-jabatan dan harta
benda publik. Pembagian ini harus sesuai dengan bakat dan kedudukan orang dalam negara.
b. Terdapat keadilan dalam bidang transaksi jual beli.
c. Keadilan dalam hukum pidana diukur secara geometris juga.
d. Terdapat keadilan juga dalam bidang privat yaitu dalam hukum
kontrak dan dalam delik privat. Kesamaan yang dituju dalam bidang- bidang ini ialah kesamaan aritmetis.
12
Ibid, hal 31.
38 e.
Terdapat semacam keadilan juga dalam bidang penafsiran hukum, di mana hukum diterapkan pada perkara-perkara yang konkret. Di sini
Aristoteles menghendaki, agar seorang hakim yang mengambil tindakan
in concreto
hendaknya mengambil tindakan seakan-akan ia menyaksikan sendiri peristiwa konkret yang diadilinya. Dalam
menerapkan hukum pada perkara-perkara konkret itu kesamaan geometris atau aritmetris tidak berperanan lagi. Apa yang diperlukan
adalah
epikea
yaitu suatu rasa tentang apa yang pantas. Sebagai demikian
epikea
termasuk prinsip-prinsip regulatif, yang memberi pedoman bagi praktek hidup negara menurut hukum.
Aristoteles memberikan arti keadilan sebagai, “
ius suum cuique tribuendi
” adalah memberikan masing-masing bagiannya.
13
Lebih lanjut, Aristoteles membedakan keadilan menjadi jenis keadilan distributif dan
keadilan korektif. Keadilan distributif dan korektif sama-sama rentan terhadap problema kesamaan atau kesetaraan dan hanya bisa dipahami dalam
kerangkanya. Dalam wilayah keadilan distributif, hal yang penting ialah bahwa
imbalan yang sama-rata diberikan atas pencapaian yang sama rata. Pada yang kedua, yang menjadi persoalan ialah bahwa ketidaksetaraan yang disebabkan
oleh, misalnya, pelanggaran kesepakatan, dikoreksi dan dihilangkan.
13
L.J. Van Apeldoorn, Pengantar Ilmu Hukum, Pradnya Paramita, Jakarta, 1983, hal. 23.
39 Keadilan distributif menurut Aristoteles berfokus pada distribusi, honor,
kekayaan, dan barang-barang lain yang sama-sama bisa didapatkan dalam masyarakat. Dengan mengesampingkan “pembuktian” matematis, jelaslah
bahwa apa yang ada dibenak Aristoteles ialah distribusi kekayaan dan barang berharga lain berdasarkan nilai yang berlaku di kalangan warga. Distribusi
yang adil boleh jadi merupakan distribusi yang sesuai dengan nilai kebaikannya, yakni nilainya bagi masyarakat.
14
Di sisi lain, keadilan korektif berfokus pada pembetulan sesuatu yang salah. Jika suatu pelanggaran dilanggar atau kesalahan dilakukan, maka
keadilan korektif berusaha memberikan kompensasi yang memadai bagi pihak yang dirugikan; jika suatu kejahatan telah dilakukan, maka hukuman
yang sepantasnya perlu diberikan kepada si pelaku. Bagaimanapun, ketidakadilan akan mengakibatkan tergangg
unya “kesetaraan” yang sudah mapan atau telah terbentuk. Keadilan korektif bertugas membangun kembali
kesetaraan tersebut. Dari uraian ini nampak bahwa keadilan korektif merupakan wilayah peradilan sedangkan keadilan distributif merupakan
bidangnya pemerintah.
15
Dalam membangun argumennya, Aristoteles menekankan perlunya dilakukan pembedaan antara vonis yang mendasarkan keadilan pada sifat
kasus dan yang didasarkan pada watak manusia yang umum dan lazim,
14
Theo Huijebers, Op.cit, hal. 25.
15
Carl Joachim Friedrich, Op.cit.
40 dengan vonis yang berlandaskan pandangan tertentu dari komunitas hukum
tertentu. Pembedaan ini jangan dicampur adukkan dengan pembedaan antara hukum positif yang ditetapkan dalam undang-undang dan hukum adat
— karena berdasarkan pembedaan Aristoteles, dua penilaian yang terakhir itu
dapat menjadi sumber pertimbangan yang hanya mengacu pada komunitas tertentu, sedangkan keputusan serupa yang lain kendati diwujudkan dalam
bentuk perundang-undangan, tetap merupakan hukum alam jika bisa didapatkan dari fitrah umum manusia.
16
Selanjutnya, dari pemikiran Thomas Aquinas kemudian terbit pemahaman mengenai keadilan proposional. Keutamaan yang disebut
keadilan menurut Thomas Aquinas menentukan bagaimana hubungan orang dengan orang lain dalam hal
iustum
, yakni mengenai ’apa yang sepatutnya bagi orang lain menurut sesuatu kes
amaan proporsional’
aliquod opus adaequatum alteri secundum
aliquem aequalitatis modum.
17
Filsuf Hukum Alam, Thomas Aquinas, membedakan keadilan atas dua kelompok, yaitu keadilan umum
justitia generalis
dan keadilan khusus. Keadilan umum adalah keadilan menurut kehendak Undang-Undang, yang
harus ditunaikan demi kepentingan umum. Selanjutnya keadilan khusus
16
Ibid, hal. 26-27.
17
Theo Huijebers, Op.cit, hal 42.
41 adalah keadilan atas dasar kesamaan atau proporsionalitas. Keadilan khusus
ini dibedakan menjadi:
18
a. Keadilan distributif
justitia distribution
. Keadilan distributif adalah keadilan yang secara proporsional
diterapkan dalam lapangan hukum publik secara umum. b.
Keadilan komutatif justitia
commutative
. Keadilan komutatif adalah keadilan dengan mempersamakan antara
prestasi dan kontraprestasi. Keadilan ini juga sering disebut sebagai keadilan tukar menukar. Ukurannya bersifat aritmetis.
c. Keadilan vindikatif
justitia vindication
. Keadilan vindikatif adalah keadilan dalam hal menjatuhkan hukuman
atau ganti kerugian dalam tindak pidana. Keadilan ini termasuk dalam keadilan tukar menukar.
d. Keadilan legal
justitia legalis
. Keadilan legal menyangkut keseluruhan hukum, sehingga dapat
dikatakan bahwa kedua keadilan tadi terkandung dalam keadilan legal ini. Keadilan legal menuntut supaya orang tunduk pada semua undang-
undang, oleh karena undang-undang itu menyatakan kepentingan umum. Dengan mentaati hukum adalah sama dengan bersikap baik
18
Darji Darmodiharjo dan Shidarta, Op.cit, hal. 156-157.
42 dalam segala hal, maka keadilan legal disebut keadilan umum
justitis generalis
.
2. Pandangan Modern