15 cair IPAL hingga mencapai rata-rata 46.1 mgl NO
3
-N melebihi batasan yang ditetapkan sesuai Baku Mutu I, yaitu sebesar 20 mgl NO
3
-N. Dengan adanya kelebihan jumlah senyawa nitrogen tersebut dapat berpotensi untuk
memberikan dampak yang negatif terhadap lingkungan. Potensi bahaya yang ditimbulkan oleh adanya kelebihan nitrogen tersebut memerlukan adanya
penanganan terhadap efluen tersebut harus lebih ditingkatkan. Adapun dampak yang ditimbulkan oleh tingginya senyawa nitrogen dalam
perairan di antaranya adalah dapat menstimulasi pertumbuhan ganggang yang tak terbatas dan penurunan kandungan oksigen telarut sehingga menyebabkan
kematian ikan. Selain itu pembuangan efluen pengolahan limbah cair yang mengandung konsentrasi nitrat yang tinggi dapat menyebabkan keracunan
pada bayi dan balita, Oksidasi oleh nitrit-besi dalam hemoglobin membentuk methemoglobin
. Methemoglobin tidak mampu mengikat molekul oksigen, sehingga kulit menjadi kebiru-biruan hal ini menyebabkan suatu kondisi
kesehatan yang bernama Methemoglobinemia blue babies. Salah satu cara yang dapat digunakan untuk mengatasi hal tersebut adalah
dengan kolam stabilisasi yang ditanami oleh tanaman eceng gondok sebagai bahan penyerap nitrogen. Namun demikian dalam hal ini perlu diperhatikan
beberapa hal yang dapat mempengaruhi proses penyerapan senyawa nitrogen tersebut, di antaranya adalah jumlah bobot basah tanaman yang ditanam pada
kolam stabilisasi dan jumlah senyawa nitrogen pada kolam stabilisasi.
B. TUJUAN
Tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Mempelajari pengaruh perbedaan bobot basah eceng gondok yang ditanam
terhadap penurunan kandungan senyawa nitrogen pada efluen pengolahan limbah cair
2. Mempelajari pengaruh perbedaan beban kandungan nitrogen awal pada penurunan kandungan senyawa nitrogen oleh tanaman eceng gondok
Eichhornia crassipes 3. Mengetahui kemampuan pertumbuhan eceng gondok pada kolam
stabilisasi efluen pengolahan limbah cair.
16
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. ECENG GONDOK Eichornia crasipes 1. Biologi Eceng Gondok Eichornia crasipes
Eceng gondok Eichornia crasipes merupakan mikrophyta akuatik yang mampu menyerap senyawa-senyawa kimia dalam perairan.
Dinyatakan dari berat kering 2.9 tonhath, eceng gondok mampu menyerap fosfor ortofosfat sebesar 157 kg dan nitrogen Nitrat-NH
3
sebanyak 693 kg Mitchell, 1974. Eceng gondok mampu berkembang biak secara generatif seksual dan
vegetatif aseksual. Perkembangbiakan vegetatif lebih umum dibandingkan generatif. Induk eceng gondok memperpanjang stolonnya
kemudian tumbuh anaknya diujung stolon. Pertumbuhan eceng gondok memerlukan cahaya yang cukup. Suhu
optimum untuk pertumbuhannya antara 27 – 30
o
C, sehingga di daerah tropik tumbuhan ini dapat berkembang dengan baik. Pertumbuhan terhenti
pada suhu dibawah 10
o
C atau diatas 40
o
C, dan akan mati pada suhu dibawah 0
o
C atau pada 45
o
C dalam 48 jam Gopal dan Sharma, 1981. Faktor lain yang mempengaruhi pertumbuhannya adalah pH. Kisaran pH
optimum untuk pertumbuhannya adalah antara 6-8 Gopal dan Sharma, 1981. Pada pH 4, tumbuhan ini menyerap lebih banyak P, dan pada pH 7
lebih banyak menyerap N dan K Gopal dan Sharma, 1981. Pada pH 5 eceng gondok bertambah berat keringnya 17.4 atau 8 kali lebih besar
dibandingkan pada pH 7 5.4. Kemudian pada pH 5 jumlah individu eceng gondok akan berlipat dua setelah 10 – 15 hari dengan pertambahan
individu 20hari dan pertambahan berat basah 13.8hari atau sekitar 15 g berat keringm
2
hari. Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan oleh Sukar 1987,
pertumbuhan eceng gondok tertinggi tercapai pada umur 3-4 minggu.
17 Pengukuran laju pertumbuhan relatif didasarkan pada berat kering yang
diukur mulai tahap bertunas sampai tahap berbunga. Kemampuan eceng gondok untuk menyerap senyawa kimia dalam air
tidak terlepas dari aspek fisiologis tumbuhan itu sendiri. Menurut Larcher 1980, senyawa kimia yang diabsorbsi tumbuhan dapat diakumulasi
dalam jaringan vascular tumbuhan atau digunakan untuk proses metabolisme tumbuhan.
Tumbuhan eceng gondok terdiri atas helai daun, pengapung, leher daun, ligula, akar, akar rambut, ujung akar, dan stolon yang dijadikan
sebagai tempat perkembangbiakan vegetatif. Gambar 1 ini menunjukkan morfologi dari tumbuhan eceng gondok:
Gambar 1. Morfologi Eceng Gondok Keterangan:
B = Helai daun leaf blade F = Pengapung float
I = Leher daun Isthmus L = Ligula
R = akar Root rh = Akar rambut root hair
rc = Ujung akar S = Stolon
18 Eceng gondok merupakan tanaman yang berakar serabut dan tidak
bercabang, mempunyai tudung akar yang mencolok. Akarnya memproduksi sejumlah besar akar lateral, yaitu 70 buahcm. Akar
menunjukkan variasi yang kecil dalam ketebalan, tetapi panjangnya bervariasi mulai dari 10 – 300 cm. Sistem perakaran eceng gondok pada
umumnya lebih dari 50 dari seluruh biomassa tumbuhan, tetapi perakarannya kecil apabila tumbuh dalam lumpur. Tumbuhan yang
tumbuh pada limbah domestik mencapai tinggi sampai 75 cm, tetapi sistem perakarannya pendek Wakefield, 1962. Sumber lain menjelaskan
bahwa eceng gondok yang tumbuh pada air yang kaya akan unsur hara mempunyai petiole batang yang panjangnya lebih dari 100 cm, tetapi
akarnya pendek yaitu kurang dari 20 cm Bagnall et al.,1974. Sementara itu dalam perairan yang miskin hara panjang petiole kurang dari 20 cm
tetapi panjang akarnya lebih dari 60 cm. Berdasarkan pengamatan Das 1968 menunjukkan bahwa ada hubungan kuat antara panjang akar
dengan panjang daun. Mollenhauer 1967 mengadakan penelitian secara detail tentang
struktur tudung akar, dan hasilnya menunjukkan bahwa terdapat banyak vakuola tanpa noda zat warna tebal di dalam tudung akar.
Eceng gondok memiliki lubang stomata yang besar, yaitu dua kali lebih besar dibandingkan dengan kebanyakan tumbuhan lain dan jarak
antar stomata adalah delapan kali besarnya lubang Penfound dan Earle, 1948.
Hal-hal di atas mempengaruhi kemampuan eceng gondok dalam penyerapan berbagai unsur hara dan senyawa kimia lainnya dari dalam
air. Adapun sistem perakaran eceng gondok ditunjukkan pada Gambar 2 berikut ini:
19
2. Kemampuan Eceng Gondok Eichornia crasipes Dalam Penyerapan Air Limbah
Dari berbagai penelitian, eceng gondok mampu menyerap zat yang terkandung di dalam air limbah yang cukup besar. Penelitian tersebut
meliputi limbah kota, pabrik kelapa sawit, industri farmasi, pabrik karet, tapioka, dan lain-lain.
Eceng gondok memiliki akar yang bercabang-cabang halus. Permukaan akarnya digunakan oleh mikroorganisme sebagai tempat
pertumbuhan. Dengan demikian kepadatan organisme dalam sistem meningkat, terutama nitrifikasi yang peka menemukan tempat
pertumbuhan yang sesuai dengan pada akar eceng gondok. Nitrifikasi yang dihasilkannya serta denitrifikasi yang kemudian berlangsung dalam
sedimen, diamati sebagai proses yang memisahkan zat lemas dalam kolam-kolam eceng gondok Stowell et all., 1981.
Gambar 2. Sistem perakaran eceng gondok yang tumbuh pada air dengan kadar N yang rendah Dinges, 1982
20 Menurut Dinges 1982, eceng gondok mampu menurunkan kadar
total bakteri coliform dan fecal bakteri coliform limbah kota. Kecepatan dan banyaknya penyerapan dipengaruhi oleh berbagai faktor, misalnya
jenis logamzat pencemar, umur dan ukuran tumbuhan, lamanya kontak berlangsung dan lain-lain Widiyanto dan Susilo, 1977.
Kemampuan eceng gondok dalam penyerapan adalah karena adanya vakuola dalam struktur sel. Mekanisme penyerapan yang terjadi yaitu
dengan adanya bahan-bahan yang diserap menyebabkan vakuola menggelembung, maka sitoplasma terdorong ke pinggiran sel sehingga
protoplasma dekat dengan permukaan sel. Hal ini menyebabkan pertukaran atau penyerapan bahan antara sebuah sel dengan sekelilingnya
menjadi lebih efisien. Adapun gambaran dari tumbuhan hipotetis dapat dilihat pada Gambar 3 berikut ini:
Gambar 3. Diagram sebuah sel tumbuhan hipotetis diamati di bawah mikroskop elektron Loveless, 1987
21 Sebuah sel yang bervakuola dapat mencapai ukuran lebih besar dari pada
tanpa vakuola. Sitoplasma berfungsi sebagai “bengkel” sel karena di dalamnya berlangsung sebagian besar kegiatan kimiawi antar sel
berlangsung melalui dinding sel dngan proses difusi dan osmosa Loveless, 1987.
Menurut Loveless 1987, kecepatan penyerapan garam mineral dan unsur hara ditentukan pula oleh transpirasi dari tumbuhan tersebut. Eceng
gondok memiliki kecepatan transpirasi yang lebih besar apabila dibandingkan dengan tumbuhan lain seperti kayambang Salvinia sp..
Kecepatan transpirasi tanaman eceng gondok dua kali lebih besar dibandingkan kayambang.
B. NITROGEN
Nitrogen adalah nutrien penting dalam sistem biologis. Nitrogen mengisi sekitar 12 protoplasma bakteri dan 5-6 protoplasma kapang. Nitrogen
akan terdapat sebagai nitrogen organik dan nitrogen ammonia dalam air limbah. Proporsinya tergantung degradasi bahan organik yang berlangsung.
Senyawa nitrogen organik dapat ditransformasi menjadi nitrogen ammonium dan dioksidasi menjadi nitrit dan nitrat dalam fungsi biologis Jenie dan
Rahayu,1993 Nitrogen dan senyawanya tersebar secara meluas dalam biosfer. Pada
tumbuhan dan hewan, senyawa nitrogen ditemukan sebagai penyusun protein dan klorofil. Meskipun ditemukan dalam jumlah yang melimpah di lapisan
atmosfer, nitrogen tidak dapat dimanfaatkan oleh makhluk hidup secara langsung Dugan, 1972. Nitrogen harus mengalami fiksasi terlebih dulu
menjadi NH
3
, NH
4
, dan NO
3
. Meskipun beberapa organisme akuatik dapat memanfaatkan nitrogen
dalam bentuk gas, akan tetapi sumber utama nitrogen di perairan tidak terdapat dalam bentuk gas. Di perairan, nitrogen berupa nitrogen anorganik
dan organik. Nitrogen anorganik terdiri atas ammonia NH
3
, ammonium NH
4
, nitrit NO
2
, dan nitrat NO
3
. Nitrogen organik berupa asam amino,
22 protein, dan urea. Bentuk-bentuk nitrogen tersebut mengalami transformasi
sebagai bagian dari siklus nitrogen. Nitrogen di atmosfer difiksasi oleh organisme, kegiatan industri dan proses
kimia. Senyawa nitrogen mengalami dekomposisi menjadi ammonium. Jumlah ammonium akan mengalami peningkatan dengan adanya penguraian
bahan organik melalui reaksi ammonifikasi. Ammonium yang ada kemudian terdekomposisi menjadi nitrat melalui reaksi nitrifikasi. Nitrat yang terbentuk
dapat terbawa oleh aliran air dan sebagian mengalami reaksi denitrifikasi yang menghasilkan gas nitrogen. Adapun siklus nitrogen di alam ditunjukkan
pada Gambar 4 berikut:
Gambar 4. Diagram siklus nitrogen di alam Sebagian besar dari nitrogen total dalam air dapat terikat sebagai nitrogen
organik, yaitu dalam bahan-bahan berprotein. Sumber-sumber nitrogen dalam air dapat bermacam-macam meliputi hancuran bahan organik, buangan
domestik, limbah industri, limbah perikanan, peternakan dan pupuk. Bentuk utama dari nitrogen di air limbah adalah material protein dan urea.
23 Dekomposisi oleh bakteri merubahnya menjadi ammonia. Bakteri dapat
mengoksidasi ammonia menjadi nitrit dan nitrat dalam lingkungan aerobik. Jumlah nitrogen nitrat yang lebih banyak menunjukkan bahwa air limbah telah
distabilkan dengan keberadaan oksigen. Nitrat sebagai nutrien dapat digunakan oleh binatang untuk membentuk N-organik, yaitu protein.
Dekomposisi dari ammonia tanaman ataupun binatang oleh bakteri dapat meningkatkan jumlah ammonia Metcalf dan Eddy, 1991. Nitrit dan nitrat
akan dirubah menjadi nitrogen N
2
oleh mikroorganisme dengan proses yang disebut denitrifikasi. Molekul nitrogen atmosfer N
2
difiksasi menjadi ammonia NH
3
dan kemudian ammonia akan diasimilasi menjadi asam amino Jackson dan Jackson, 2000.
Pada sistem perairan alami, nitrat merupakan senyawa yang paling dominan dan selanjutnya berturut-turut adalah ammonia, dan nitrit. Semua
bentuk nitrogen dapat ditemui pada berbagai jenis lingkungan karena sifatnya yang mudah dioksidasi atau direduksi oleh berbagai proses lingkungan Waite,
1984; Wiesman, 1994. Adapun gambaran dari siklus nitrogen yang terdapat di lingkungan perairan dapat dilihat pada Lampiran 1.
1. Amonia NH
3
Kadar ammonia di perairan merupakan salah satu parameter kimia perairan yang penting, karena ammonia merupakan bentuk terbanyak dari
nitrogen anorganik dalam air. Tingginya kadar ammonia di perairan menunjukkan tingginya kadar bahan organik yang mudah terurai, karena
sebagian besar keberadaan ammonia dihasilkan dari proses pembusukan bahan organik oleh mikroorganisme Effendi, 2003 dan mikroorganisme
dapat mengasimilasi N langsung dari bahan organik atau merubah bahan organik menjadi ammonia melalui hidrolisis Lin, 1987. Amonia sangat
mudah larut dalam air dan umumnya merupakan bentuk peralihan serta sumber tambahan nitrogen yang penting bagi pertumbuhan ganggang dan
tanaman air lainnya serta merupakan substrat yang diserap oleh sel biota Brown dan Johnson, 1977. Perairan alami pada umumnya memiliki
kandungan ammonia kurang dari 0.1 mgl McNeely et al., 1979.
24 Menurut Metcalf dan Eddy 1991, ammonia NH
3
terdapat dalam larutan baik dalam bentuk ion ammonium ataupun ammonia, tergantung
pada pH dari larutan tersebut. Kemudian Widigdo et al., 2000 menambahkan bahwa ammonia di perairan dapat berasal dari proses
dekomposisi bahan organik yang banyak mengandung senyawa nitrogen protein oleh mikroba amonifikasi, ekskresi organisme, reduksi nitrit
oleh bakteri, dan pemupukan jika ada. Jenie dan Rahayu 1993, mengatakan pada bentuk cairan ammonia terdapat dalam dua bentuk, yaitu
ammonia bebas atau tidak terionisasi NH
3
dan dalam bentuk ion ammonia NH
4 +
. Perbandingan ammonia dalam kedua bentuk tersebut sangat dipengaruhi oleh nilai pH dan suhu. Adapun persamaan reaksinya
adalah sebagai berikut: NH
3
+ H
2
O NH
4 +
+ OH
-
Salah satu metode untuk mengukur kadar ammonia adalah dengan menggunakan reagen nessler. Reagen nessler merupakan larutan basa kuat
kalium merkuri iodida. Larutan tersebut bereaksi dengan NH
3
akan membentuk dispersi koloid kuning kecoklatan. Intensitas warna tersebut
proporsional dengan jumlah NH
3
yang ada. Menurut Jenie dan Rahayu 1993, konsentrasi ammonia yang tinggi
pada permukaan air dapat menyebabkan kematian ikan yang terdapat pada perairan tersebut. Keasaman air atau nilai pH pada perairan sangat
mempengaruhi apakah jumlah ammonia yang ada akan bersifat racun atau tidak. Pengaruh pH terhadap toksisitas ammonia ditunjukkan dengan
kondisi dimana pada pH yang rendah ammonia akan bersifat racun jika dalam perairan ammonia berada dalam jumlah yang banyak, sedangkan
dengan kondisi pH yang tinggi, hanya dengan jumlah ammonia yang rendahpun sudah bersifat racun.
Amonia dapat mengakibatkan keadaan kekurangan oksigen pada air, karena pada konversi ammonia menjadi nitrat membutuhkan 4.5 bagian
oksigen untuk setiap bagian ammonia. Dengan keadaan tersebut, maka kadar oksigen terlarut dalam cairan akan turun yang menyebabkan
25 makhluk biologis, misalnya ikan tidak dapat hidup Jenie dan Rahayu,
1991.
2. Nitrat NO
3
Kandungan nitrat dan nitrit dapat digunakan sebagai indikator status perairan. Kedua parameter ini dalam perairan sangat tergantung pada
ketersediaan oksigen terlarut, sumber dan tipe bahan organik, tipe dan kondisi perairan Uhlman, 1979., Abel, 1989. Nitrat merupakan senyawa
terpenting karena dalam senyawa ini lebih mudah diserap oleh tanaman air dan dapat digunakan dalam proses fotosintesa. Dibanding dengan senyawa
lainnya, nitrat berada dalam jumlah yang paling banyak dan sumber nitrat berasal dari difusi udara dan oksidasi nitrit Orth dan Wilderer, 1987.
Mahida 1986 mengemukakan bahwa nitrat mewakili produk akhir dan pengoksidasian zat yang bersifat senyawa nitrogen, jadi jumlah nitrat
menunjukkan lajunya pembenahan menuju oksidasi lengkap. Menurut Suryadiputra 1995 didalam kondisi anaerob sekelompok
golongan bakteri fakultatif anaerob menggunakan nitrit dan nitrat sebagai terminal penerima elektron nitrat nitrogen diubah menjadi gas nitrogen
dalam kondisi tidak ada oksigen dalam air proses denitrifikasi anoksik.
3. Degradasi Nitrogen
Nitrogen yang terkandung dalam limbah cair pada umumnya berada dalam bentuk nitrogen organik, nitrogen ammoniak, nitrogen nitrit, dan
nitrogen nitrat. Nitrogen netral sebagai gas N
2
merupakan nitrogen yang sulit untuk bereaksi lagi. Nitrogen lenyap dari larutan sebagai gas, namun
dapat juga diserap oleh air dari udara dan digunakan oleh ganggang dan beberapa jenis bakteri untuk pertumbuhan.
Nitrifikasi dan denitrifikasi adalah proses yang secara biologis akan mengkonversi amoniak menjadi gas N
2
. Proses-proses tersebut akan berlangsung secara otomatis tatkala kondisi lingkungan mengalami
perubahan untuk mikroorganisme tersebut hidup. Proses penurunan
26 nitrogen dalam limbah cair meliputi proses ammonifikasi, nitrifikasi dan
denitrifikasi.
a. Ammonifikasi
Nitrogen pada kebanyakan air limbah cair dan domestik berada dalam bentuk nitrogen organik. Melalui proses yang disebut hidrolisis,
nitrogen organik memulai konversi ke ammoniak atau ammonium. Bentuk dari nitrogen tergantung pada pH dan suhu. Ketika pH adalah
asam atau netral, mayoritas nitrogen adalah ammonium NH
4 +
. Ketika pH meningkat melebihi 8.0, nitrogen merupakan amoniak NH
3
. Ammonifikasi merupakan reaksi yang merubah nitrogen organik
menjadi ammonium menurut reaksi berikut: N – Organik NH4+
Seiring dengan waktu limbah cair masuk ke dalam instalasi pengolahan, kebanyakan nitrogen organik telah dikonversi menjadi
ammonium Arundel, 2000
b. Nitrifikasi
Nitrifikasi adalah proses autropik dimana energi untuk pertumbuhan bakteri berasal dari oksidasi senyawa nitrogen, terutama
ammonia. Nitrifikasi merupakan konversi secara biologi dari ammonium menjadi nitrogen nitrat, dan dilakukan pada dua tahap
proses. Adapun tahapan tersebut adalah sebagai berikut: Tahap pertama:
Nitrosomonas NH
4 +
+ 32 O
2
NO
2 -
+ 2H
+
+ H
2
O Tahap Kedua:
Nitrobacter NO
2 -
+ ½ O
2
NO
3
27 Persamaan tersebut di atas adalah reaksi yang menghasilkan energi.
Nitrosomonas dan Nitrobacter menggunakan energi ini untuk
pertumbuhan dan perawatan sel. Bakteri ini dikenal sebagai “nitrifiers” yang merupakan bakteri
aerobik obligat atau hanya aktif jika terdapat oksigen dalam jumlah cukup. Laju pertumbuhan bakteri nitrifikasi dipengaruhi oleh
konsentrasi oksigen terlarut DO. Pada oksigen terlarut kurang dari 0.5 mgl laju pertumbuhannya minimum. Proses ini dapat berjalan
dengan baik jika konsentrasi oksigen dijaga minimum pada 2.0 mgl. Suhu air juga mempengaruhi tingkat nitrifikasi. Nitrifikasi mencapai
laju maksimum pada suhu antara 30
o
C dan 35
o
C. Pada suhu 40
o
C atau lebih, laju nitrifikasi mendekati nol Metcalf dan Eddy, 1994.
Pada penanganan dan pengolahan limbah cair , terdapat dua cara yang dapat dilakukan, yaitu pengolahan secara fisik dan pengolahan secara
biologis. Pengolahan secara biologis pada prinsipnya adalah pemecahan bahan organik. Salah satu sistem yang dapat digunakan adalah dengan
dengan memakai kolam stabilisasi aerobik Moertinah, 1984. Dalam kolam stabilisasi aerobik, bakteri aerobik mendekomposisi
bahan-bahan organik limbah, sedangkan organisme fotosinteik alga, tumbuhan terapung mengkonsumsi CO2 dalam fotosintetis dan
mengeluarkan O2 ke dalam air Moertinah, 1984. Gambaran mengenai mekanisme reaksi kolam aerobik dapat dilihat seperti pada Gambar 5
berikut:
28 Gambar 5. Mekanisme reaksi kolam aerobik Moriber, 1974
29
III. METODE PENELITIAN
A. BAHAN DAN ALAT
Bahan utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah efluen pengolahan limbah cair Instalasi Pengolahan Air Limbah IPAL PT.
Capsugel Indonesia dan tanaman eceng gondok. Pemilihan eceng gondok yang seragam dalam penelitian ini terkait dengan kemampuan eceng gondok
dalam menyerap bahan organik yang terdapat pada air limbah. Berdasarkan hasil pengamatan diperoleh bahwa data jumlah helai daun tiap rumpun 5-7
helai, tinggi rata-rata eceng gondok 9.68 – 13.25 cm, dan panjang rata-rata diameter rumpun 8.31 – 11.39 cm.
Adapun bahan kimia penunjang meliputi DPD Free Clhorine, Nitrat ver, Digestion solution for COD, pH buffer, Molybdovanadate reagent, nessler
reagent, Polivinyl Alcohol , CuSO
4
, NaSO
4
, H
2
SO
4
pekat, NaOH 50, HCl 0.05 N, dan NaOH 0.05 N.
Penelitian ini menggunakan drum plastik dengan kapasitas volume 120 l sebanyak 12 buah. Adapun peralatan lain yang digunakan adalah pH meter,
DO meter, spektrophotometer DR 2010, oven, furnace, desikator, kertas saring Whatman seri 41, neraca analitik, cawan alumunium, timbangan digital,
labu kjeldahl 25 ml, labu destilasi, erlenmeyer 250 ml, dan buret.
B. METODOLOGI
Penelitian dibagi menjadi beberapa tahap, yaitu karakteristik efluen limbah cair, penelitian pendahuluan dan penelitian utama.
30
1. Karakterisasi Efluen Pengolahan Limbah Cair
Karakterisasi efluen pengolahan limbah cair ini bertujuan untuk mengetahui kondisi efluen pengolahan limbah cair sebelum ditanami oleh
tanaman eceng gondok. Pada tahap ini dilakukan pengukuran terhadap beberapa parameter, diantaranya pH, DO, suhu, nitrat NO
3
, ammonium NH
3
dan total kjeldahl nitrogen TKN. Adapun metode yang digunakan untuk melakukan pengukuran ini adalah sebagai berikut:
Tabel 1. Metode pengukuran parameter yang diuji SOP PTCI
No. Parameter Satuan Cara Analisis
Alat 1 pH
- Potensiometrik
pH meter
2 DO mgl Potensiometrik
DO meter
3 Suhu T
O
C Kalorimetrik Thermometer 4 Amonium
NH
3
mgl Spectrophotometric Spectrophotometer
5 Nitrat NO
3
mgl Spectrophotometric
Spectrophotometer 6 TKN
Titrimetrik Kjeldahl
7 Cl
2
mgl Spectrophotometric
Spectrophotometer
2. Penelitian Pendahuluan
Pada penelitian pendahuluan dilakukan pengenceran terhadap efluen pengolahan limbah cair PT. Capsugel Indonesia. Kemudian dilakukan
pengamatan terhadap pertumbuhan tanaman eceng gondok yang ditanam pada efluen pengolahan limbah cair.
Pengenceran efluen pengolahan limbah cair bertujuan untuk mengetahui tingkat kemampuan pertumbuhan eceng gondok pada tiap-
tiap efluen pengolahan limbah cair IPAL PTCI yang telah diencerkan, yang kemudian akan menjadi dasar bagi percobaan penyerapan oleh
tanaman eceng gondok.
31 Pada bagian ini, efluen pengolahan limbah cair PTCI diencerkan
dengan pengenceran 1-5 kali, kemudian tanaman eceng gondok ditanam pada media tersebut, setelah itu dilakukan pengukuran pH, suhu, DO,
nitrat, ammonia, dan klorin pada awal pengamatan dan selanjutnya dilakukan pengamatan terhadap kemampuan tumbuh tanaman eceng
gondok serta kondisi proses yang mempengaruhi pertumbuhan tanaman, meliputi pH, DO, dan suhu serta tingkat kemampuan tanaman dalam
menurunkan kadar nitrogen amonium dan nitrat pada akhir pengamatan yang terkandung dalam efluen pengolahan limbah cair IPAL PTCI.
Berikut ini tabel pengenceran efluen pengolahan limbah cair IPAL : air sumur pada penelitian pendahuluan :
Tabel 2. Perlakuan Penelitian pendahuluan Perlakuan
Perbandingan E1
100 air buangan IPAL E2
1 : 1 E3
1 : 2 E4
1 : 3 E5
1 : 4 E6
1 : 5 Tanaman eceng gondok yang digunakan adalah tanaman yang
seragam dengan melihat jumlah helai daun, panjang akar, tinggi tanaman, dan diameter rumpun eceng gondok Eichhornia crassipes. Berdasarkan
hasil pengamatan tanaman eceng gondok yang digunakan adalah tanaman dengan jumlah helai daun tiap rumpun 5-7 helai, tinggi rata-rata eceng
gondok 9.68 – 13.25 cm, dan panjang rata-rata diameter rumpun 8.31 – 11.39 cm.
3. Penelitian Utama
Hal yang dilakukan dalam penelitian utama adalah memberikan perlakuan terhadap air buangan untuk mengetahui pengaruhnya terhadap
pertumbuhan tanaman eceng gondok dan pengaruhnya terhadap efisiensi
32 penyerapan nitrat NO
3
dan ammonium NH
3
serta nitrogen total oleh tanaman Eceng gondok Eichhornia crassipes. Reaktor kolam yang
digunakan dibagi menjadi empat bagian dengan dua kali ulangan. Pada kolam percobaan diberikan dua perlakuan, yaitu perbedaan pada
bobot basah tanaman eceng gondok dan jumlah beban nitrogen dalam kolam percobaan. Berikut ini tabel yang menunjukan perlakuan yang
diberikan pada penelitian utama: Tabel 3. Perlakuan penelitian utama
Perlakuan Jumlah beban
nitrogen mg Bobot basah eceng
gondok g Penutupan
permukaan kolam A1
217 358 25
A2 217
640 50 B1
433 350 25
B2 433 618
50
Tata letak bak percobaan pada penelitian utama ditentukan secara acak. Adapun tataletak bak percobaan ditunjukkan pada Gambar 6 berikut:
A2 A1 A2 A1
B2 B1 B2 B1
Gambar 6. Tataletak bak percobaan
Kedelapan bak percobaan diisi dengan efluen IPAL PTCI yang telah diencerkan secara “Batch Loading” pengisian sekaligus.
33
C. ANALISIS DATA
Data yang diperoleh diperhitungkan dengan mengukur laju pertumbuhan relatif tanaman Relative Growth Rate, RGR dan
kemampuannya untuk berganda Double Time, DT. Adapun rumus yang digunakan untuk menghitungnya adalah sebagai berikut:
RGR = Ln Xt – Ln Xo t
Dimana: Xo = Berat basah awal g
Xt = Berat basah setelah waktu ke-t t = Waktu hari
Perhitungan waktu berganda eceng gondok ditentukan berdasarkan laju pertumbuhan relatif tanaman RGR.
DT = Ln 2 RGR
Dimana: RGR = Laju Pertumbuhan Relatif Tanaman hari
Mitchell, 1974 Data hasil pengujian yang telah diperoleh dianalisis dengan
menggunakan pendekatan grafis berdasarkan hubungan antara lamanya waktu pengujian dengan nilai penurunan parameter-parameter yang diuji.
Analisa data diolah dengan menggunakan Microsoft Excell 2003, hasil analisa yang telah diperoleh kemudian dicari model matematikanya.
Model matematika yang digunakan adalah berdasarkan grafik dari hubungan antara x dan y, dimana x adalah lamanya waktu pengujian dan y
adalah penurunan konsentrasi dari parameter-parameter yang diuji. Rancangan percobaan yang digunakan pada penelitian ini adalah
rancangan acak lengkap faktorial dengan dua kali ulangan. Adapun faktor yang digunakan yaitu jumlah bobot basah tanaman eceng gondok dan
jumlah beban nitrogen yang ada pada kolam percobaan. Menurut Walpole 1995, rancangan acak lengkap dicirikan dengan diberikannya perlakuan
34 secara acak pada seluruh bahan percobaan. Model rancangan yang
digunakan adalah sebagai berikut : Y
ijk
= μ + T
i
+ X
j
+ ε
ijk
Dimana : Y
ijk
= Peubah respon ulangan ke-k 1,2 karena interaksi dari dua perlakuan yang diberikan
μ = Pengaruh rata-rata sebenarnya T
i
= Pengaruh penanaman eceng gondok pada bobot basah yang berbeda
X
j
= Pengaruh perbedaan beban nitrogen yang diberikan ε
ij
= Galat percobaan ulangan ke-j 1,2 karena pengaruh faktor yang diberikan
Data diolah dengan menganalisa keragaman untuk melihat pengaruh perlakuan-perlakuan yang diberikan. Analisa keragaman dilanjutkan dengan
uji lanjut wilayah berganda Duncan untuk perlakuan yang menunjukkan perbedaan nyata F hitung F tabel.
35
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. KARAKTERISASI EFLUEN PENGOLAHAN LIMBAH CAIR IPAL`