Dasar-dasar Perbankan Jilid 2
Direktorat Pembinaan SMK 2013
12 ditterobos  dengan  alasan  apapun  dan  oleh  hukum  dan  undang-undang
sekalipun.  Teori  mutlak  ini  banyak  dianut  oleh  bank-bank  yang  ada  di Negara Swiss.
2.  Teori Relatif Relative Theory Menurut  teori  ini,  Rahasia  Bank  bersifat  relative  terbatas.  Semua
keterangan  mengenai  nasabahdan  keuangannya  yang  tercatat  di  bank wajib dirahasiakan. Namun bila ada alasan yang dapat dibenarkan oleh
undang-undang,  Rahasia  Bank  mengenai  keuangan  nasabah  yang bersangkutan  boleh  dibuka  diungkapkan  kepada  pejabat  yang
berwenang. Keberatan terhadap teori  ini adalah rahasia bank masih dapat dijadikan
perlindungan  bagi  pemilik  dana  yang  tidak  halal,  yang  kebetulan  tidak terjangkau oleh aparat penegak hukum karena tidak terkena penyidikan.
Dengan demikian dananya tetap aman. Namun  teori  relative  ini  sesuai  dengan  rasa keadilan  sense  of  justice,
artinya  kepentingan  Negara  atau  kepentingan  masyarakat  banyak  tidak dikesampingkan  begitu  saja.  Apabila  ada  alasan  yang  sesuai  dengan
prosedur  hukum  maka  rahasia  keuangan  nasabah  boleh  dibuka diungkapkan. Dengan demikian teori relative ini melindungi kepentingan
semua pihak, baik individu, masyarakat maupun Negara. Teori ini di anut oleh bank-bank yang ada di Negara Amerika Serikat, Belanda, Malaysia,
Singapura  dan  Indonesia.  Di  Indonesia  teori  relative  ini  diatur  dalam Pasal  40  Undang-Undang  Nomor  7  Tahun  1992  jo.  Undang-Undang
Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan.
c.  Pengecualian Rahasia Bank
Dalam  Pasal  40  Ayat  1  Undang-Undang  Nomor  10  Tahun  1998  tentang Perbankan ditentukan bahwa :
“Bank  wajib  merahasiakan  keterangan  mengenai  nasabah  penyimpan  dan simpanannya,  kecuali  dalam  hal  sebagaimana  dimaksud  dalam  Pasal  41,
Pasal 41A, Pasal 42, Pasal 43, Pasal 44, dan Pasal 44A”. Kata  “kecuali”  diartikan  sebagai  pembatasan  terhadap berlakunya Rahasia
Bank. Mengenai keterangan yang disebut dalam pasal-pasal tadi Bank tidak boleh  merahasiakannya  boleh  mengungkapkannya  dalam  hal  sebagai
berikut : 1.  Untuk Kepentingan Perpajakan
Dalam Pasal 41 ayat 1 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan  ditentukan  :  “Untuk  kepentingan perpajakan,  Pimpinan Bank
Indonesia atas permintaan Menteri Keuangan berwenang mengeluarkan perintah  tertulis  kepada  Bank  agar  memberikan  keterangan  dan
memperlihatkan  bukti-bukti  tertulis  serta  surat-surat  mengenai  keadaan keuangan Nasabah Penyimpan tertentu kepada pejabat pajak”.
Dasar-dasar Perbankan Jilid 2
Direktorat Pembinaan SMK 2013
13 Untuk  pembukaan  pengungkapan  Rahasia  Bank,  Pasal  41  ayat  1
Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan menetapkan unsur-unsur yang wajib dipenuhi sebagai berikut :
 Pembukaan Rahasia Bank itu untuk kepentingan perpajakan.
 Pembukaan  Rahasia  Bank  itu  atas  permintaan  tertulis  Menteri
keuangan. 
Pembukaan  Rahasia  Bank  itu  atas  perintah  tertulis  Pimpinan  Bank Indonesia.
 Pembukaan  Rahasia  Bank  ittu  dilakukan  oleh  Bank  dengan
memberikan keterangan dan memperlihatkan bukti-bukti tertulis serta surat-surat  mengenai  keadaan  keuangan  Nasabah  Penyimpan  yang
namanya disebutkan dalam permintaan Menteri Keuangan. 
Keterangan  dengan  bukti-bukti  tertulis  mengenai  keadaan  keuangan Nasabah  Penyimpan  tersebut  diberikan  kepada  pejabat  pajak  yang
namanya  disebutkan  dalam  perintah  tertulis  Pimpinaan  Bank Indonesia.
2.  Untuk Kepentingan Penyelesaian Piutang Bank Penyelesaian  piutang  Bank  diatur  dalam  Dalam  Pasal  41A  Undang-
Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan. Dalam Pasal tersebut ditentukan sebagai berikut:
a.  Untuk  penyelesaian  piutang  Bank  yang  sudah  diserahkan  kepada Badan  Urusan  Piutang  Negara  dan  Lelang  NegaraPanitia  Urusan
Piutang Negara, Pimpinan Bank Indonesia memberikan izin kepada pejabat  Badan  Urusan  Piutang  Negara  dan  Lelang  NegaraPanitia
Urusan  Piutang  Negara  untuk  memperoleh  keterangan  dari  Bank mengenai simpanan Nasabah Debitur
b.  Izin sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 diberikan secara tertulis atas  permintaan  tertulis  dari  Badan  Urusan  Piutang  Negara  dan
Lelang NegaraPanitia Urusan Piutang Negara. c.  Permintaan  sebagaimana  dimaksud  dalam  ayat  2  harus
menyebutkan nama dan jabatan Badan Urusan Piutang Negara dan Lelang  NegaraPanitia  Urusan  Piutang  Negara,  nama  Nasabah
Debitur yang bersangkutan dan alasan diperlukannya keterangan. 3.  Untuk kepentingan Peradilan Pidana
Kepentingan  peradilan  Dalam  Pasal  41A  Undang-Undang  Nomor  10 Tahun  1998  tentang  Perbankan.  Dalam  Pasal  tersebut  ditentukan
sebagai berikut: a.  Untuk  kepentingan peradilan  dalam  perkara  pidana,  Pimpinan  bank
Indonesia  dapat  memberikan  izin  kepada  polisi,  jaksa,  atau  hakim untuk  memperoleh  keterangan  dari  Bank  mengenai  simpanan
tersangka atau terdakwa pada Bank.
Dasar-dasar Perbankan Jilid 2
Direktorat Pembinaan SMK 2013
14 b.  Izin sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 diberikan secara tertulis
atas  permintaan  tertulis  dari  Kepala  Kepolisian  Republik  Indonesia, Jaksa Agung, atau Ketua Mahkamah Agung.
c.  Permintaan  sebagaimana  dimaksud  dalam  ayat  2  harus menyebutkan  nama  dan  jabatan  polisi,  jaksan  atau  hakim,  nama
tersangka  atau  terdakwa,  alasan  diperlukannya  keterangan  dan hubungan  perkara  pidana  yang  bersangkutan  dengan  keterangan
yang diperlukan. 4.  Untuk kepentingan peradilan Perdata
Menurut ketentuan Pasal 43 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 : “Dalam  perkara  perdata antara  Bank  dengan  nasabahnya,  direksi  Bank
bersangkutan  dapat  menginformasikan  kepada  pengadilan  tentang keadaan  keuangan  nasabah  yang  bersangkutan  dan  memnerikan
keterangan lainnya yang relevan dengan perkara tersebut”. Dalam penjelasan pasal tersebut dinyatakan bahwa informasi mengenai
keadaan  keuangan  nasabah  yang  bersangkutan  dapat  diberikan  oleh Bank kepada pengadilan tanpa izin Menteri. Karena pasal ini tidak diubah
oleh Undang-Undang Nomor 10 tahun 1998, maka penjelasannya perlu disesuiakan, yang memberi izin adalah Pimpinan Bank Indonesia.
5.  Untuk keperluan Tukar-Menukar Informasi antar Bank Tukar-menukar  informasi  antar  Bank  diatur  Dalam  Pasal  44  Undang-
Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan. Dalam Pasal tersebut ditentukan sebagai berikut:
Ayat 1 “Dalam  rangka  tukar-menukar  informasi  antar  Bank,  direksi  Bank  dapat
memberitahkan keadaan keuangan nasabahnya kepada Bank lain”. Dalam Penjelasannya dinyatakan :
“Tukar-menukar  informasi  antarbank  dimaksudkan  untuk  memperlancar
dan  mengamankan  kegiatan  usaha  Bank  antara  lain  guna  mencegah kredit rangkap serta mengetahui keadaan dan status dari bank yang lain.
Dengan  demikian,  Bank  dapat  menilai  tingkat  risiko  yang  dihadapi sebelum melakukan suatu transaksi dengan nasabah atau dengan Bank
lain”. Ketentuan  mengenai  tukar-menukar  informasi  antarbank  sebagaimana
dimaksud dalam ayat 1 diatur lebih lanjut oleh Bank Indonesia ayat 2. Dalam  penjelasannya  dinyatakan  bahwa  dalam  ketentuan  yang  akan
ditetapkan  lebih  lanjut  oleh  Bank  Indonesia  antara  lain  diatur  mengenai tata cara penyampaian dan permintaan infprmasi serta bentuk dan jenis
informasi tertentu yang dapat dipertukarkan, seperti indicator secara garis besar  dari  kredit  yang  diterima  nasabah,  agunan  dan  masuk  tidaknya
debitur yang bersangkutan dalam daftar kredit macet.
Dasar-dasar Perbankan Jilid 2
Direktorat Pembinaan SMK 2013
15 6.  Pemberian keterangan atas persetujuan nasabah,
Pemberian  keterangan  atas  persetujuan  nasabah  penyimpan  diatur dalam  Pasal  44A  Undang-Undang  Nomor  10  Tahun  1998  tentang
Perbankan. Dalam Pasal tersebut ditentukan sebagai berikut: a.  Atas permintaan, persetujuan, atau kuasa dari Nasabah Penyimpan
yang  dibuat  secara  tertulis,  Bank  wajib  memberikan  keterangan mengenai  simpanan  nasabah  Penyimpan  pada  Bank  yang
bersangkutan  kepada  pihak  yang  tunjuk  oleh  Nasabah  Penyimpan tersebut.
b.  Dalam  hal  nasabah  penyimpan  telah  meninggal  dunia,  ahli  waris yang  sah  dari  nasabah  penyimpan  yag  bersangkutan  yang  berhak
memperoleh  keterangan  mengenai  simpanan  nasabah  penyimpan tersebut.
a.  Berdasarkan ketentuan Pasal 44A ayat 1, Bank wajib memberikan keterangan  mengenai  simpanan  nasabah  penyimpan  kepada  pihak
yang ditunjuknya, asal ada permintaan, atau persetujuan atau kuasa tertulis  dari  nasabah  penyimpan  yang  bersangkutan,  misalnya
kepada  penasehat  hukum  yang  menangani  perkara  nasabah penyimpan.  Sedangkan  dalam  ayat  2  ahli  waris  yang  sah  berhak
memperoleh  keterangan  mengenai  simpanan  nasabah  penyimpan bila nasabah penyimpan yang bersangkutan telah meninggal dunia.
Untuk  memperoleh  keterangan,  ahli  waris  harus  membuktikan sebagai ahli waris yang sah.
4.  Sanksi Pelanggaran Kerahasian Bank