Kewenangan Pemerintah Pusat dan Daerah

medebewind untuk mencapai prinsip otonomi yang nyata dan bertanggung jawab, bukan lagi otonomi nyata yang seluas-luasnya. Daerah otonom lalu disederhanakan menjadi dua tingkatan, yakni Daerah Tingkat I setingkat provinsi dan Daerah Tingkat II setingkat kabupatenkotamadya. 10 Fase kesembilan pemerintahan daerah di Indonesia terjadi dalam era reformasi yang ditandai dengan lahirnya UU Nomor 22 Tahun 1999 dan terjadi beberapa perubahan mendasar yang terkandung dalam UU ini. Penyerahan urusan yang semula mempergunakan prinsip ultra vires doctrine berubah menjadi general competence. Selain itu, UU ini lebih memberdayakan DPRD dengan tiga fungsi, yakni pengaturan, penganggaran, dan pengawasan. Kepala daerah kini tidak lagi berfungsi ganda sebagai alat pemerintah pusat melainkan hanya sebagai perangkat pemerintah daerah, ia dipilih dan bertanggung jawab kepada DPRD dalam tiga jenis pertanggung jawaban setiap taun anggaran, mengenai hal tertentu atas permintaan DPRD dan pada masa akhir jabatan. Kini DPRD memiliki hak untuk mengusulkan pemberhentian kepala daerah kepada presiden. Perbedaannya dalam fase pemerintahan daerah ini adalah berubahnya jenis bantuan keuangan pemerintah pusat dari bentuk spesific grant menjadi block grant. 11 Fase kesepuluh melihat beberapa kelemahan yang terjadi dalam fase kesembilan, untuk itu UU Nomor 22 Tahun 1999 akhirnya disempurnakan menjadi UU Nomor 32 Tahun 2004. Beberapa perubahan penting yang terkandung dalam kebijakan baru ini menyangkut semangat memasukkan kembali pertimbangan efisiensi dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah yang partisipatif. Perubahan penting lainnya adalah penentuan kepala daerah yang dilakukan melalui cara pemilihan langsung oleh masyarakat tidak lagi melalui mekanisme pemilihan oleh DPRD. Selain itu, pembagian urusan kepada provinsi kini lebih dipertegas daripada yang diatur dalam UU sebelumnya. 12

B. Kewenangan Pemerintah Pusat dan Daerah

Dari perspektif hubungan struktur kelembagaan pemerintahan, implikasi politik dari kewenangan urusan pemerintahan adalah adanya divergensi atau 10 Ibid., hlm. 135 11 Ibid., hlm. 136 12 Ibid., hlm. 137 8 pembagian urusan, yang kemudian setiap urusan dibagi ini menjadi kewenangan dari setiap struktur pemerintahan. Filosofi yang mendasari diperlukan adanya pembagian urusan pemerintahan adalah karenaa wilayah yang terlalu luas untuk diurus oleh Pemerintah Pusat saja; oleh karena itu diperlukan desentralisasi dengan pembentukan daerah otonom dan pembagian urusan. 13 Eksistensi pemerintahan daerah sebagai bagian dari pemerintahan nasional, dalam konteks kesejahteraan masyarakat adalah sangat penting. Sebagaimana dalam Pasal 18 a UUD 1945 yang memberikan makna bahwa Pemerintah Pusat, Provinsi, dan KabupatenKota berkewajiban untuk menciptakan ketertiban dan ketentraman serta kesejahteraan masyarakat. 14 Menurut Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 pembagian urusan pemeriintahan diatur secara rinci pasal 10-18 1. Pemerintahan Daerah menyelenggarakan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangannya, kecuali urusan pemerintahan yang menurut Undang-Undang ini ditentukan menjadi urusan Pemerintah. politik luar negeri, pertahanan, keamanan, yustisi, moneter, dan fiskal, agama 2. Urusan pemerintahan yang diserahkan kepada daerah disertai dengan sumber pendanaan, pengalihan sarana dan prasarana, serta kepegawaian sesuai dengan urusan yang di desentralisasikan. 3. Daerah yang memiliki laut diberi kewenangan untuk mengelola sumber daya wilayah laut pasal 18 ayat 1. 15 Distribusi urusan pemerintahan di antara tingkat pemerintahan didasarkan pada tiga kriteria, yaitu: 1. Eksternalitas spill-over Siapa kena dampak, mereka yang berwenang mengurus. Pendekatan dalam pembagian urusan pemerintahan dengan mempertimbangkan dampakakibat yang ditimbulkan dalam penyelenggaraan urusan tersebut. Apabila dampak yang ditimbulkan bersifat lokal, maka urusan pemerintahan tersebut menjadi 13J. Kaloh, Op. Cit., hlm. 168. 14 Ibid. 15B. N. Marbun, DPRD dan Otonomi Daerah, Jakarta: PT. Surya Multi Grafika, 2005, hlm. 59 9 urusan kabupatenkota. Apabila regional, menjadi urusan provinsi, dan apabila nasional menjadi kewenangan pusat. 2. Akuntanbilitas Yang berwenang mengurus adalah tingkatan pemerintahan yang paling dekat dengan dampak tersebut sesuai dengan prinsip demokrassi. Pendekatan dalam pembagian urusan pemerintahan dengan pertimbangan bahwa tingkat pemerintahan yang menangani sesuatu bagian dari urusan adalah tingkat pemerintahan yang lebih langsung dekat dengan dampakakibat dari urusan yang ditangani tersebut. Dengan demikian akuntanbilitas penyelenggaraan bagian urusan pemerintahan tersebut kepada masyarakat akan lebih terjamin. 3. Efisiensi Otonomi daerah harus mampu menciptakan pelayanan publik yang efisien dan mencegah high cost economy. Efisiensi dapat dicapai melalui skala ekonomis economic of scale pelayanan publik. Skala ekonomis dapat dicapai melalui cakupan pelayanan yang lebih optimal. Pendekatan ini dengan pertimbangan bahwa apabila suatu urusan dalam penanganannya dipastikan akan lebih berdaya guna dan berhasil guna dilaksanakan dalam suatu strata pemerintahan, maka strata pemerintahan itulah yang lebih tepat untuk menangani urusan pemeritahan yang dimaksud. Daya guna dan hasil guna dapat diukur dari proses yang lebih cepat, tepat dan mura, serta manfaatnya lebih besar, luas dan dengan resiko yang minimal. 16 Bagian urusan pemerintahan yang dilaksanakan masing-masing tingkatan pemerintahan berdasarkan tiga kriteria tadi adalah sebagai berikut: 1. Pusat berwenang membuat norma, standar, prosedur, keuangan, supervisi, fasilitas, dan urusan-urusan pemerintahan dengan eksternalitas nasional. 2. Provinsi berwenang mengatur dan mengurus urusan-urusan pemerintahan dengan eksternalitas regional lintas kabupatenkota 3. Kabupatenkota berwenang untuk mengatur dan mengurus urusan-urusan pemerintahan dengan eksternalitas lokal dalam satu kabupatenkota 17

C. Prinsip-Prinsip Dalam Penyelenggaraan Otonomi Daerah