Penetapan Kadar Betametason Valerat Pada Sediaan Krim Secara Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT)

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Krim (Cremores)

Krim adalah bentuk sediaan setengah padat mengandung satu atau lebih bahan obat terlarut atau terdispersi dalam bahan dasar yang sesuai. Istilah ini secara tradisional telah digunakan untuk sediaan setengah padat yang mempunyai konsistensi relatif cair diformulasi sebagai emulsi air dalam minyak atau minyak dalam air (Ditjen POM, 1995).

Istilah krim secara luas digunakan dalam farmasi dan industri kosmetik, dan banyak produk dalam perdagangan disebut sebagai krim tetapi tidak sesuai dengan defenisi yang ada.Banyak hasil produksi yang nampaknya seperti krim tetapi tidak mempunyai dasar dengan jenis emulsi, biasanya disebut krim (Ansel, 1989).

Krim adalah sediaan setengah padat berupa emulsi kental mengandung tidak kurang dari 60 % air, dimaksudkan untuk pemakaian luar.Tipe krim ada 2, yaitu krim tipe air-minyak (A/M) dan krim tipe minyak-air (M/A).Untuk membuat krim digunakan zat pengemulsi, umumnya berupa surfaktan-surfaktan anionik, kationik, dan nonionik (Anief, 2006).

Bahan pengemulsi krim harus disesuaikan dengan jenis dan sifat krim yang dikehendaki.Sebagai bahan pengemulsi krim dapat digunakan emulgid, lemak bulu domba, setasium, setil alkohol, stearil alkohol, golongan sorbitan, polisorbat, PEG, dan sabun. Sedangkan bahan pengawet yang sering digunakan


(2)

umumnya metilparaben (nipagin) 0,12-0,18 % dan propilparaben (nipasol) 0,02-0,05 % (Syamsuni, 2006).

Stabilitas krim akan rusak jika sistem campurannya terganggu oleh perubahan suhu dan perubahan komposisi disebabkan penambahan salah satu fase secara berlebihan atau pencampuran dua tipe krim jika zat pengemulsinya tidak tercampurkan satu sama lain. Pengenceran krim hanya dapat dilakukan jika diketahui pengencer yang cocok, yang harus dilakukan dengan teknik aseptis.Krim yang sudah diencerkan harus digunakan dalam waktu 1 bulan (Ditjen POM, 1979).

Cara pembuatan krim dapat dilakukan dengan meleburkan bagian lemak di atas tangas air kemudian ditambahkan bagian airnya dengan zat pengemulsi. Aduk sampai terjadi suatu campuran yang berbentuk krim (Syamsuni, 2006).

Krim dikemas dan diawetkan dalam cara yang sama seperti pada halnya salep. Biasanya dikemas baik dalam botol atau dalam tube. Tube dibuat dari kaleng atau plastik, beberapa diberi tambahan kemasan dengan alat bantu khusus. Tube untuk pemakaian topikal lebih sering dari ukuran 5-30 gram (Ansel, 1989).

Beberapa contoh krim pada dermatologi dengan kategori terapeutik, antara lain: krim betametason valerat 0,01 %, 0,1 %; krim natrium deksametason posfat 0,1 %; krim fluosinolon asetonid 0,025 %, 0,01 %; krim hidrokortison 0,5 %, 1 %, 1,5 %; dan krim triamsinolon asetonid 0,1 %, 0,025 %, 0,5 %. Preparat-preparat ini diindikasikan untuk mengurangi inflamasi sebagai manifestasi dari respons kulit terhadap kortikosteroid.Biasanya dipakai pada permukaan kulit yang dipengaruhi 1-3 kali sehari (Ansel, 1989).


(3)

2.2 Betametason Valerat

Betametason valerat mengandung tidak kurang dari 97,0 % dan tidak lebih dari 103,0 % C27H37FO6, dihitung terhadap zat yang telah dikeringkan (Ditjen POM, 1995).

Rumus struktur :

Nama kimia : 9-Fluoro-11β,17,21-trihidroksi-16β -metilpregna-1,4-diena -3,20-dion 17-valerat(CAS RN: 2152-44-5) Rumus molekul : C27H37FO6

Berat molekul : 476,58

Pemerian : Serbuk, putih sampai praktis putih; tidak berbau; melebur pada suhu lebih kurang 190o disertai peruraian.

Kelarutan : Praktis tidak larut dalam air, mudah larut dalam aseton dan dalam kloroform, larut dalam etanol, sukar larut dalam benzena dan dalam eter.

Betametason valerat adalah suatu senyawa dari derivat-kortisol sintetis yang secara kimiawi dikelompokkan pada golongan fluorkortikoida, karena posisi atom fluor dalam rumus steroid, yaitu 9-alfa-fluor (Tjay dan Rahardja, 2007).


(4)

2.2.1 Mekanisme kerja

Kortikosteroid bekerja dengan mempengaruhi kecepatan sintesis protein.Molekul hormon memasuki sel jaringan melalui membran plasma secara difusi pasif di jaringan target, kemudian bereaksi dengan reseptor protein yang spesifik dalam sitoplasma sel jaringan dan membentuk kompleks reseptor-steroid.Kompleks ini mengalami perubahan konformasi, lalu bergerak menuju nukleus dan berikatan dengan kromatin.Ikatan ini menstimulasi transkripsi RNA dan sintesis protein ini merupakan perantara efek fisiologik steroid (Ganiswara, 1995).

Pada beberapa jaringan, misalnya hepar, hormon steroid merangsang transkripsi dan sintetis protein spesifik; pada jaringan lain, misalnya sel limfoid dan fibroblas, hormon ini bersifat katabolik.Beberapa peneliti menunjukkan bahwa hormon steroid merangsang sintesis protein yang sifatnya menghambat atau toksik terhadap sel-sel limfoid, hal inilah mungkin yang menimbulkan efek kataboliknya (Ganiswara, 1995).

2.2.2 Farmakokinetik

Steroid farmaseutikal biasanya disintesis dari asam kolat yang didapat dari ternak atau steroid sapogenin yang ditemukan pada tanaman.Modifikasi steroid ini lebih lanjut telah menyebabkan dipasarkannya sekelompok besar steroid sintetik dengan sifat khusus yang penting secara farmakologis dan terapi. Misalnya, aktivitas betametason sebagai glukokortikoid kerja lama dengan potensi relatif sebagai anti-inflamasi mencapai 25-40 jam dan pada topikal dapat mencapai 10 jam. Perubahan pada molekul glukokortikoid mempengaruhi afinitasnya terhadap


(5)

reseptor glukokortikoid dan mineralokortikoid serta afinitasnya mengikat protein, stabilitas rantai samping, laju eliminasi, dan produk metabolik (Katzung, 2010).

Aktivitas kerja kortikosteroid tidak hanya tergantung dari tingkatan kerjanya, melainkan juga dari daya penetrasinya kedalam kulit dan basis salep/krim yang digunakan.Misalnya obat dalam bentuk salep lebih baik penetrasinya daripada krim, karena bertahan lebih lama diatas kulit.Penetrasi dapat pula ditingkatkan (lebih dari 10 kali) dengan jalan oklusi, yakni menutup bagian kulit dengan sehelai plastik.Atau dengan jalan memberikan zat-zat tambahan seperti urea (10%), asam salisilat (3%), asam laktat (2%), dan propilenglikol (10%).Zat-zat keratolis ini melepaskan atau menghidratasi selaput tanduk kulit dengan efek meningkatnya penetrasi, resorpsi, dan efeknya (Tjay dan Rahardja, 2007).

2.2.3 Khasiat farmakologi

Menurut Katzung (2010), kortikosteroid memiliki efek-efek farmakologi yang sangat berpengaruh pada tubuh manusia. Efek-efek farmakologi yang ditimbulkan meliputi efek fisiologik karena glukokortikoid mempengaruhi respons lipolitik sel lemak terhadap katekolamin, ACTH, dan hormon pertumbuhan; efek metabolik karena glukokortikoid mempunyai efek penting yang berhubungan dengan dosis terhadap metabolisme karbohidrat, protein, dan lemak; efek katabolik dan anabolik karena glukokortikoid dalam jumlah suprafisiologik menyebabkan pengurangan massa otot dan kelemahan serta penipisan kulit; efek anti-inflamasi dan imunosupresif karena glukokortikoid mengurangi manifestasi peradangan, meningkatkan kadar neutrofil, menghambat


(6)

fungsi makrofag, menurunnya jumlah limfosit (sel T dan B), serta menyebabkan vasokonstriksi dan menurunkan permeabilitas kapiler; dan efek lainnya seperti perubahan struktural dan fungsional pada paru janin yang hampir aterm, termasuk produksi bahan aktif pada permukaan paru yang dibutuhkan untuk bernafas (surfaktan), dirangsang oleh glukokortikoid.

Kortikoida merupakan obat manjur paling ampuh dalam pengobatan gangguan kulit dan digunakan secara luas.Berkat efek radang dan anti-mitosisnya zat-zat ini dapat menyembuhkan dengan efektif bermacam-macam bentuk ekzem dan dermatitis, psoriasis (penyakit sisik), dan prurigo (bintil-bintil gatal).Tetapi tidak jarang gangguan (khususnya ekzem) segera kambuh lagi, terutama bila digunakan fluorkortikoida dengan khasiat kuat (Tjay dan Rahardja, 2007).

2.2.4 Efek samping

Betametason valerat memiliki efek-efek samping, di antaranya kulit kering, pruritus, iritasi, rasa nyeri/terbakar, gatal, folikulitis, hipertrikosis, erupsi seperti akne, hipopigmentasi, dermatitis perioral, dermatitis kontak alergi, maserasi kulit, infeksi sekunder, striae, dan miliaria. Pemakaian jangka panjang dan intensif dapat menyebabkan perubahan atrofi lokal pada kulit. Akibat absorpsi sistemik pada pemakaian jangka panjang menyebabkan hiperkortisme (Pramudianto, 2009)

Efek samping dapat timbul karena penghentian pengobatan tiba-tiba atau pemberian terus-menerus terutama dengan dosis besar.Pemberian kortikosteroid yang dihentikan tiba-tiba dapat menimbulkan insufiensi adrenal akut dengan


(7)

gejala demam, mialgia, artralgia, dan malaise.Gejala-gejala ini sukar dibedakan dengan gejala reaktivasi artritis reumatoid atau demam reumatik yang sering terjadi bila kortikosteroid dihentikan (Ganiswara, 1995).

2.2.5 Dosis

Menurut Tjay dan Rahardja (2007), kortikoida ditimbun di lapisan tanduk dari epidermis (kulit ari) dan dari depot ini dilepaskan ke lapisan dalam selama 24-36 jam sehingga dikembangkan kebijakan terapi pada betametason valerat sebagai glukokortikoida dengan tingkat potensi kuat menjadi dua fase:

a. Penyembuhan, krim diolesi 2-3 dd sehari agar berguna secepat mungkin mengendalikan penyakit selama 1-2 minggu secara kontinu, tanpa interupsi. b. Pemeliharaan, guna menghindarkan kambuhnya gangguan maka dianjurkan

krim dioleskan 1 dd setiap hari selama 1-2 minggu dan 1 dd pada 2 hari seminggu selama 1-3 bulan.

Bila penggunaan obat berkhasiat dihentikan, hendaknya jangan secara mendadak, terlebih pula setelah pengobatan lama.Sebaiknya penanganan diakhiri dengan salep berkhasiat lemah (hidrokortison) atau salep netral.

2.3 Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT)

Kromatografi adalah suatu nama yang diberikan untuk teknik pemisahan tertentu. Cara yang asli telah diketengahkan pada tahun 1903 oleh Tswett, ia telah menggunakannya untuk pemisahan senyawa-senyawa yang berwarna, dan nama kromatografi diambilkan dari senyawa yang berwarna. Meskipun demikian pembatasan untuk senyawa-senyawa yang berwarna tak lama dan hampir


(8)

kebanyakan pemisahan-pemisahan secara kromatografi sekarang diperuntukkan pada senyawa-senyawa yang tak berwarna, termasuk gas (Sastrohamidjojo, 2005).

Kromatografi didefenisikan sebagai prosedur pemisahan zat terlarut oleh suatu proses migrasi diferensial dinamis dalam sistem yang terdiri dari dua fase atau lebih, salah satu diantaranya bergerak secara berkesinambungan dalam arah tertentu dan di dalamnya zat-zat itu menunjukkan perbedaan dalam adsorpsi, partisi, kelarutan, tekanan uap, ukuran molekul atau kerapatan muatan ion. Dengan demikian masing-masing zat dapat diidentifikasi atau ditetapkan dengan metode analitik (Ditjen POM, 1995).

Kromatografi cair kinerja tinggi atau KCKT atau biasa juga disebut dengan HPLC (High Perfomance Liquid Chromatography) dikembangkan pada akhir 1960-an dan awal tahun 1970-an. Saat ini, kromatografi cair kinerja tinggi merupakan teknik pemisahan yang diterima secara luas untuk analisis dan pemurnian senyawa tertentu dalam suatu sampel pada sejumlah bidang, antara lain: farmasi, lingkungan, bioteknologi, polimer, dan industri-industri makanan. Beberapa perkembangan terbaru antara lain: miniaturisasi sistem kromatografi cair kinerja tinggi, penggunaan kromatografi cair kinerja tinggi untuk analisis asam-asam nukleat, analisis protein, analisis karbohidrat, dan analisis senyawa-senyawa kiral. Kromatografi cair kinerja tinggi merupakan metode yang tidak destruktif dan dapat digunakan baik untuk analisis kualitatif dan kuantitatif (Gandjar dan Rohman, 2007).

Menurut Johnson dan Stevenson (1991), kromatografi cair kinerja tinggi memiliki banyak kelebihan dibandingkan metode lainnya antara lain: mampu


(9)

memisahkan molekul-molekul dari suatu campuran; prosedurnya lebih mudah; kecepatan analisis dan kepekaan yang tinggi; dapat dihindari terjadinya dekomposisi/kerusakan bahan yang dianalisis; resolusi yang baik; dapat digunakan bermacam-macam detektor; kolom dapat digunakan kembali; dan mudah melakukan “sample recovery”.

2.3.1 Klasifikasi kromatografi cair kinerja tinggi

Menurut De Lux Putra (2004), aplikasi teknik pemisahan yang sesuai dengan kromatografi cair kinerja tinggi dapat dikelompokkan menjadi beberapa jenis kromatografi sebagai berikut :

1. Kromatografi padatan cair

Teknik ini tergantung pada teradsorpsinya zat padat pada absorben yang polar seperti silika gel atau alumina.Kromatografi lapisan tipis (TLC) adalah salah satu bentuk dari teknik ini.Dalam KCKT, kolom dipadati atau dipak dengan partikel-partikel micro or macro particulate or pellicular (berkulit tipis 37-44 µ).Sebagian besar dari KCKT sekarang ini dibuat untuk mencapai partikel-partikel microparticulate lebih kecil dari 20 µ.Teknik ini biasanya digunakan untuk zat padat yang mudah larut dalam pelarut organik dan tidak terionisasi.Teknik ini terutama sangat kuat untuk pemisahan isomer-isomer.

2. Kromatografi partisi

Teknik ini tergantung pada partisi zat padat di antara dua pelarut yang tidak dapat bercampur salah satu di antaranya bertindak sebagai fasa diam dan yang lainnya sebagai fasa gerak. Pada keadaan awal dari kromatografi cair, fasa diamnya dibuat dengan cara yang sama seperti pendukung pada kromatografi gas.


(10)

Fasa diam (polar atau nonpolar) dilapisi pada suatu pendukung inert dan dipak ke dalam sebuah kolom.Kemudian fasa gerak dilewatkan melalui kolom.Bentuk kromatografi partisi ini disebut “kromatografi cair-cair”. Untuk memenuhi kebutuhan akan kolom-kolom yang dapat tahan lebih lama, telah dikembangkan pengepakan fasa diam yang berikatan secara kimia dengan pendukung inert. Bentuk kromatografi partisi ini disebut “kromatografi fase terikat”.Bentuk ini dengan cepat menjadi salah satu bentuk yang paling popular dari KCKT.Kromatografi partisi baik kromatografi cair-cair maupun kromatografi fase terikat, disebut “fase normal” bila fase diam lebih polar daripada fase gerak, dan “fase berbalik” bila fase gerak lebih polar daripada fase diam.

3. Kromatografi penukar ion

Teknik ini tergantung pada penukaran (adsorpsi) ion-ion di antara fase gerak dan tempat-tempat berion dari pengepak.Kebanyakan mesin-mesin berasal dari kopolimer divinilbenzen stiren dimana gugus-gugus fungsinya telah ditambah. Asam sulfonat dan amin kuartener merupakan jenis resin pilihan paling baik untuk digunakan. Keduanya, fase terikat dan resin telah digunakan.Teknik ini digunakan secara luas dalam life sciences dan dikenal untuk pemisahan asam-asam amino.Teknik ini dapat dipakai untuk keduanya kation dan anion.

4. Kromatografi eksklusi

Teknik ini unik karena dalam pemisahan didasarkan pada ukuran molekul dari zat padat.Pengepak adalah suatu gel dengan permukaan berlubang-lubang sangat kecil yang inert.Molekul-molekul kecil dapat masuk dalam jaringan dan ditahan dalam fase gerak yang menggenang (stagnat mobile phase


(11)

).Molekul-molekul yang lebih besar, tidak dapat masuk ke dalam jaringan dan lewat melalui kolom tanpa ditahan. Kromatografi eksklusi mempunyai banyak nama, yang paling umum disebut permeasi gel dan filtrasi gel. Akan tetapi, apapun nama dari kromatografi eksklusi tersebut, namun mekanisme kerja dalam pemisahan tetap sama.

5. Kromatografi pasangan ion

Kromatografi pasangan ion sebagai penyesuaian terhadap KCKT termasuk baru, pemakaian pertama sekali pada pertengahan tahun 1970.Diterimanya kromatografi pasangan ion sebagai metode baru KCKT merupakan hasil kerja Schill, dkk.dan dari beberapa keuntungan yang unik. Kadang-kadang teknik ini disebut juga kromatografi ekstraksi, kromatografi dengan suatu cairan penukar ion dan paired ion chromatography. Setiap teknik ini mempunyai dasar yang sama. Popularitas kromatografi pasangan ion muncul terutama sekali dari keterbatasan kromatografi penukar ion dan dari sukarnya menangani sampel-sampel tertentu dengan metode-metode kromatografi cair lainnya (seperti senyawa yang sangat polar, senyawa yang terionisasi secara kompleks, dan senyawa basa kuat).Kromatografi pasangan ion dapat dilaksanakan dalam dua tipe, yaitu fase normal dan fase balik.Fase diam dari fase balik teknik ini dapat terdiri dari suatu pengepak silika yang disilanisasi (misalnya C8 atau C18 fase terikat) atau dari suatu pengepak yang diperoleh secara mekanik, fase organik yang tidak dapat bercampur dengan air seperti 1-pentanol.Fase diam yang dipakai adalah Cs atau CIS BPC Packing. Fase gerak terdiri dari suatu larutan buffer (ditambah satu kosolven organik seperti metanol atau asetonitril untuk pemisahan fase terikat)


(12)

dan suatu penambahan ion tanding, yang muatannya berlawanan dengan molekul sampel. Kekuatan solven baik dalam fase normal ataupun fase balik teknik ini dapat juga divariasi dengan merubah polaritas fase gerak.

2.3.2 Instrumentasi kromatografi cair kinerja tinggi

Instrumentasi KCKT pada dasarnya terdiri atas delapan komponen pokok yaitu: (1) wadah fase gerak, (2) sistem penghantaran fase gerak, (3) alat untuk memasukkan sampel, (4) kolom, (5) detektor, (6) wadah penampung buangan fase gerak, (7) tabung penghubung, dan (8) suatu komputer atau integrator atau perekam (Gandjar dan Rohman, 2007).

1. Wadah fase gerak

Wadah fase gerak harus bersih dan lembam (inert).Wadah pelarut kosong ataupun labu laboratorium dapat digunakan sebagai wadah fase gerak.Wadah ini biasanya dapat menampung fase gerak antara 1 sampai 2 liter pelarut. Fase gerak sebelum digunakan harus dilakukan degassing (penghilangan gas) yang ada pada fase gerak, sebab adanya gas akan berkumpul dengan komponen lain terutama di pompa dan detektor sehingga akan mengacaukan analisis. Pada saat membuat pelarut untuk fase gerak, maka sangat dianjurkan untuk menggunakan pelarut, buffer, dan reagen dengan kemurnian yang sangat tinggi, dan lebih terpilih lagi jika pelarut-pelarut yang akan digunakan untuk kromatografi cair kinerja tinggi berderajat KCKT (HPLC/High Perfomance Liquid Chromatography grade). Adanya pengotor dalam reagen dapat menyebabkan gangguan pada sistem kromatografi.Adanya partikel yang kecil dapat terkumpul dalam kolom atau dalam tabung yang sempit, sehingga dapat mengakibatkan suatu kekosongan pada


(13)

kolom atau tabung tersebut.Karenanya fase gerak sebelum digunakan harus disaring terlebih dahulu untuk menghindari partikel-partikel kecil ini (Gandjar dan Rohman, 2007).

2. Pompa

Pompa yang cocok digunakan untuk kromatografi cair kinerja tinggi adalah pompa yang mempunyai syarat sebagaimana syarat wadah pelarut, yakni: pompa harus inert terhadap fase gerak. Bahan yang umun dipakai untuk pompa adalah gelas, baja tahan karat, teflon, dan batu nilam. Pompa yang digunakan sebaiknya mampu memberikan tekanan sampai 5000 psi dan mampu mengalirkan fase gerak dengan kecepatan alir 3 ml/menit.Untuk tujuan preparatif, pompa yang digunakan harus mampu mengalirkan fase gerak dengan kecepatan 20 ml/menit (Gandjar dan Rohman, 2007).

Tujuan penggunaan pompa atau sistem penghantaran fase gerak adalah untuk menjamin proses penghantaran fase gerak berlangsung secara tepat, reprodusibel, konstan, dan bebas dari gangguan. Ada 2 jenis pompa dalam kromatografi cair kinerja tinggi, yaitu pompa dengan tekanan konstan dan pompa dengan aliran fase gerak yang konstan.Tipe pompa dengan aliran fase gerak yang konstan sejauh ini lebih umum dibandingkan dengan tipe pompa dengan tekanan konstan (Gandjar dan Rohman, 2007).

3. Injektor

Sampel-sampel cair dan larutan disuntikkan secara langsung ke dalam fase gerak yang mengalir di bawah tekanan menuju kolom menggunakan alat


(14)

penyuntik yang terbuat dari tembaga tahan karat dan katup teflon yang dilengkapi keluk sampel (sample loop) internal atau eksternal (Gandjar dan Rohman, 2007).

Pada saat pengisian sampel, sampel digelontor melewati keluk sampel dan kelebihannya dikeluarkan ke pembuang.Pada saat penyuntikan, katup diputar sehingga fase gerak mengalir melewati keluk sampel dan menggelontor sampel ke kolom. Presisi penyuntikan dengan keluk sampel ini dapat mencapai nilai RSD 0,1 %. Penyuntik ini mudah digunakan untuk otomatisasi dan digunakan untuk

autosampler pada kromatografi cair kinerja tinggi (Gandjar dan Rohman, 2007). 4. Kolom

Menurut Gandjar dan Rohman (2007), ada 2 jenis kolom pada kromatografi cair kinerja tinggi yaitu kolom konvensional dan kolom mikrobor. Meskipun dalam prakteknya kolom mikrobor ini tidak setahan kolom konvensional dan kurang bermanfaat untuk analisis rutin, namun kolom mikrobor memiliki 3 keuntungan yang utama dibanding dengan kolom konvensional yakni: a. Konsumsi fase gerak kolom mikrobor hanya 80 % atau lebih kecil dibanding

dengan kolom konvensional karena pada kolom mikrobor kecepatan alir fase gerak lebih lambat (10-100 µl/menit).

b. Adanya aliran fase gerak yang lebih lambat membuat kolom mikrobor lebih ideal jika digabung dengan spektrofotometer massa.

c. Sensitivitas kolom mikrobor ditingkatkan karena solut lebih pekat, karenanya jenis kolom ini sangat bermanfaat jika jumlah sampel terbatas misal sampel klinis.


(15)

5. Detektor

Detektor pada kromatografi cair kinerja tinggi dikelompokkan menjadi 2 golongan, yaitu: detektor universal (yang mampu mendeteksi zat secara umum, tidak bersifat spesifik, dan tidak bersifat selektif) seperti detektor indeks bias dan detektor spektrofotometri massa; dan golongan detektor yang spesifik yang hanya akan mendeteksi analit secara spesifik dan selektif, seperti detektor UV-Vis, detektor fluoresensi, dan elektrokimia. Idealnya, suatu detektor harus mempunyai karakteristik sebagai berikut:

a. Mempunyai respon terhadap solut yang cepat dan reprodusibel,

b. Mempunyai sensitifitas yang tinggi yakni mampu mendeteksi solut pada kadar yang sangat kecil,

c. Stabil dalam pengoperasiannya,

d. Mempunyai sel volume yang kecil sehingga mampu meminimalkan pelebaran pita. Untuk kolom konvensional, selnya bervolume 8 µl atau lebih kecil, sementara kolom mikrobor selnya bervolume 1 µl atau lebih kecil lagi,

e. Signal yang dihasilkan berbanding lurus dengan konsentrasi solut pada kisaran yang luas (kisaran dinamis linier),

f. Tidak peka terhadap perubahan suhu dan kecepatan alir fase gerak (Gandjar dan Rohman, 2007).

6. Komputer

Alat pengumpul data seperti komputer, integrator atau rekorder, dihubungkan dengan detektor. Alat ini akan mengukur sinyal elektronik yang dihasilkan oleh detektor lalu mem-plotkannya sebagai suatu kromatogram yang


(16)

selanjutnya dapat dievaluasi oleh seorang analis (pengguna). Komputer mempunyai keuntungan lebih karena komputer mampu mengintegrasikan data dan menyimpan kromatogram untuk evaluasi di kemudian hari (Gandjar dan Rohman, 2007).

2.3.3 Kromatografi cair kinerja tinggi dalam farmasi

Kromatografi cair tekanan tinggi adalah teknik yang banyak digunakan untuk mengukur kuantitas obat-obat dalam formulasi. Penentuan kadar dalam farmakope masih banyak didasarkan pada spektroskopi UV langsung, tetapi di industri, deteksi dengan spektrofotometri UV biasanya dikombinasikan dengan pemisahan pendahuluan dengan kromatografi cair kinerja tinggi (Watson, 2009).

Sebagian besar penggunaan teknik ini dalam analisis farmasi adalah penentuan kuantitatif obat-obat dalam formulasi.Analisis tersebut biasanya tidak membutuhkan banyak waktu yang dihabiskan untuk mengoptimalkan fase gerak dan menyeleksi kolom dan detektor sehingga analisis campuran kompleks dapat dilakukan. Kemudahan standarnya adalah sebagian besar penerapan pengendalian mutu dapat dilakukan dengan kolom ODS dan dengan metanol:air (1:1) sebagai fase gerak (Watson, 2009).

Analisis formulasi tidak sesederhana itu tetapi dibandingkan dengan analisis obat dalam cairan biologis atau elusidasi jalur peruraian obat yang kompleks, analisis tersebut memiliki lebih sedikit kesulitan.Pengganggu potensial utama dalam analisis suatu formulasi adalah pengawet, pewarna, dan kemungkinan hasil-hasil urai obat dalam formulasi.Beberapa formulasi mengandung lebih dari satu bahan aktif dan ini menimbulkan lebih dari satu


(17)

tantangan analitis karena bahan-bahan yang berbeda dapat memiliki sifat kimia yang agak berbeda dan mengelusi pada waktu yang sangat berbeda dari kolom kromatografi cair kinerja tinggi.Dalam kasus ini, waktu analisis yang singkat kemungkinan sulit dicapai (Watson, 2009).


(1)

dan suatu penambahan ion tanding, yang muatannya berlawanan dengan molekul sampel. Kekuatan solven baik dalam fase normal ataupun fase balik teknik ini dapat juga divariasi dengan merubah polaritas fase gerak.

2.3.2 Instrumentasi kromatografi cair kinerja tinggi

Instrumentasi KCKT pada dasarnya terdiri atas delapan komponen pokok yaitu: (1) wadah fase gerak, (2) sistem penghantaran fase gerak, (3) alat untuk memasukkan sampel, (4) kolom, (5) detektor, (6) wadah penampung buangan fase gerak, (7) tabung penghubung, dan (8) suatu komputer atau integrator atau perekam (Gandjar dan Rohman, 2007).

1. Wadah fase gerak

Wadah fase gerak harus bersih dan lembam (inert).Wadah pelarut kosong ataupun labu laboratorium dapat digunakan sebagai wadah fase gerak.Wadah ini biasanya dapat menampung fase gerak antara 1 sampai 2 liter pelarut. Fase gerak sebelum digunakan harus dilakukan degassing (penghilangan gas) yang ada pada fase gerak, sebab adanya gas akan berkumpul dengan komponen lain terutama di pompa dan detektor sehingga akan mengacaukan analisis. Pada saat membuat pelarut untuk fase gerak, maka sangat dianjurkan untuk menggunakan pelarut, buffer, dan reagen dengan kemurnian yang sangat tinggi, dan lebih terpilih lagi jika pelarut-pelarut yang akan digunakan untuk kromatografi cair kinerja tinggi berderajat KCKT (HPLC/High Perfomance Liquid Chromatography grade). Adanya pengotor dalam reagen dapat menyebabkan gangguan pada sistem kromatografi.Adanya partikel yang kecil dapat terkumpul dalam kolom atau dalam tabung yang sempit, sehingga dapat mengakibatkan suatu kekosongan pada


(2)

kolom atau tabung tersebut.Karenanya fase gerak sebelum digunakan harus disaring terlebih dahulu untuk menghindari partikel-partikel kecil ini (Gandjar dan Rohman, 2007).

2. Pompa

Pompa yang cocok digunakan untuk kromatografi cair kinerja tinggi adalah pompa yang mempunyai syarat sebagaimana syarat wadah pelarut, yakni: pompa harus inert terhadap fase gerak. Bahan yang umun dipakai untuk pompa adalah gelas, baja tahan karat, teflon, dan batu nilam. Pompa yang digunakan sebaiknya mampu memberikan tekanan sampai 5000 psi dan mampu mengalirkan fase gerak dengan kecepatan alir 3 ml/menit.Untuk tujuan preparatif, pompa yang digunakan harus mampu mengalirkan fase gerak dengan kecepatan 20 ml/menit (Gandjar dan Rohman, 2007).

Tujuan penggunaan pompa atau sistem penghantaran fase gerak adalah untuk menjamin proses penghantaran fase gerak berlangsung secara tepat, reprodusibel, konstan, dan bebas dari gangguan. Ada 2 jenis pompa dalam kromatografi cair kinerja tinggi, yaitu pompa dengan tekanan konstan dan pompa dengan aliran fase gerak yang konstan.Tipe pompa dengan aliran fase gerak yang konstan sejauh ini lebih umum dibandingkan dengan tipe pompa dengan tekanan konstan (Gandjar dan Rohman, 2007).

3. Injektor

Sampel-sampel cair dan larutan disuntikkan secara langsung ke dalam fase gerak yang mengalir di bawah tekanan menuju kolom menggunakan alat


(3)

penyuntik yang terbuat dari tembaga tahan karat dan katup teflon yang dilengkapi keluk sampel (sample loop) internal atau eksternal (Gandjar dan Rohman, 2007).

Pada saat pengisian sampel, sampel digelontor melewati keluk sampel dan kelebihannya dikeluarkan ke pembuang.Pada saat penyuntikan, katup diputar sehingga fase gerak mengalir melewati keluk sampel dan menggelontor sampel ke kolom. Presisi penyuntikan dengan keluk sampel ini dapat mencapai nilai RSD 0,1 %. Penyuntik ini mudah digunakan untuk otomatisasi dan digunakan untuk

autosampler pada kromatografi cair kinerja tinggi (Gandjar dan Rohman, 2007). 4. Kolom

Menurut Gandjar dan Rohman (2007), ada 2 jenis kolom pada kromatografi cair kinerja tinggi yaitu kolom konvensional dan kolom mikrobor. Meskipun dalam prakteknya kolom mikrobor ini tidak setahan kolom konvensional dan kurang bermanfaat untuk analisis rutin, namun kolom mikrobor memiliki 3 keuntungan yang utama dibanding dengan kolom konvensional yakni: a. Konsumsi fase gerak kolom mikrobor hanya 80 % atau lebih kecil dibanding

dengan kolom konvensional karena pada kolom mikrobor kecepatan alir fase gerak lebih lambat (10-100 µl/menit).

b. Adanya aliran fase gerak yang lebih lambat membuat kolom mikrobor lebih ideal jika digabung dengan spektrofotometer massa.

c. Sensitivitas kolom mikrobor ditingkatkan karena solut lebih pekat, karenanya jenis kolom ini sangat bermanfaat jika jumlah sampel terbatas misal sampel klinis.


(4)

5. Detektor

Detektor pada kromatografi cair kinerja tinggi dikelompokkan menjadi 2 golongan, yaitu: detektor universal (yang mampu mendeteksi zat secara umum, tidak bersifat spesifik, dan tidak bersifat selektif) seperti detektor indeks bias dan detektor spektrofotometri massa; dan golongan detektor yang spesifik yang hanya akan mendeteksi analit secara spesifik dan selektif, seperti detektor UV-Vis, detektor fluoresensi, dan elektrokimia. Idealnya, suatu detektor harus mempunyai karakteristik sebagai berikut:

a. Mempunyai respon terhadap solut yang cepat dan reprodusibel,

b. Mempunyai sensitifitas yang tinggi yakni mampu mendeteksi solut pada kadar yang sangat kecil,

c. Stabil dalam pengoperasiannya,

d. Mempunyai sel volume yang kecil sehingga mampu meminimalkan pelebaran pita. Untuk kolom konvensional, selnya bervolume 8 µl atau lebih kecil, sementara kolom mikrobor selnya bervolume 1 µl atau lebih kecil lagi,

e. Signal yang dihasilkan berbanding lurus dengan konsentrasi solut pada kisaran yang luas (kisaran dinamis linier),

f. Tidak peka terhadap perubahan suhu dan kecepatan alir fase gerak (Gandjar dan Rohman, 2007).

6. Komputer

Alat pengumpul data seperti komputer, integrator atau rekorder, dihubungkan dengan detektor. Alat ini akan mengukur sinyal elektronik yang dihasilkan oleh detektor lalu mem-plotkannya sebagai suatu kromatogram yang


(5)

selanjutnya dapat dievaluasi oleh seorang analis (pengguna). Komputer mempunyai keuntungan lebih karena komputer mampu mengintegrasikan data dan menyimpan kromatogram untuk evaluasi di kemudian hari (Gandjar dan Rohman, 2007).

2.3.3 Kromatografi cair kinerja tinggi dalam farmasi

Kromatografi cair tekanan tinggi adalah teknik yang banyak digunakan untuk mengukur kuantitas obat-obat dalam formulasi. Penentuan kadar dalam farmakope masih banyak didasarkan pada spektroskopi UV langsung, tetapi di industri, deteksi dengan spektrofotometri UV biasanya dikombinasikan dengan pemisahan pendahuluan dengan kromatografi cair kinerja tinggi (Watson, 2009).

Sebagian besar penggunaan teknik ini dalam analisis farmasi adalah penentuan kuantitatif obat-obat dalam formulasi.Analisis tersebut biasanya tidak membutuhkan banyak waktu yang dihabiskan untuk mengoptimalkan fase gerak dan menyeleksi kolom dan detektor sehingga analisis campuran kompleks dapat dilakukan. Kemudahan standarnya adalah sebagian besar penerapan pengendalian mutu dapat dilakukan dengan kolom ODS dan dengan metanol:air (1:1) sebagai fase gerak (Watson, 2009).

Analisis formulasi tidak sesederhana itu tetapi dibandingkan dengan analisis obat dalam cairan biologis atau elusidasi jalur peruraian obat yang kompleks, analisis tersebut memiliki lebih sedikit kesulitan.Pengganggu potensial utama dalam analisis suatu formulasi adalah pengawet, pewarna, dan kemungkinan hasil-hasil urai obat dalam formulasi.Beberapa formulasi mengandung lebih dari satu bahan aktif dan ini menimbulkan lebih dari satu


(6)

tantangan analitis karena bahan-bahan yang berbeda dapat memiliki sifat kimia yang agak berbeda dan mengelusi pada waktu yang sangat berbeda dari kolom kromatografi cair kinerja tinggi.Dalam kasus ini, waktu analisis yang singkat kemungkinan sulit dicapai (Watson, 2009).