Penetapan Kadar Betametason Valerat dalam Krim Betason N secara Kromatografi Cair Kinerja Tinggi

(1)

PENETAPAN KADAR BETAMETASON VALERAT

DALAM SEDIAAN KRIM BETASON N SECARA

KROMATOGRAFI CAIR KINERJA TINGGI

TUGAS AKHIR

OLEH:

DWI LATIFAH SARI NIM 122410109

PROGRAM STUDI DIPLOMA III

ANALIS FARMASI DAN MAKANAN

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(2)

(3)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang selalu melimpahkan berkat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Tugas Akhir ini. Tugas Akhir ini berjudul ”Penetapan Kadar Betametason Valerat dalam Krim Betason N secara Kromatografi Cair Kinerja Tinggi”.

Tugas akhir ini merupakan hasil praktik kerja lapangan yang dilaksanakan di PT. Kimia Farma (Persero) Tbk. Plant Medan yang berlokasi di Kota Medan – Provinsi Sumatera Utara, sebagai salah satu persyaratan untuk memperoleh gelar Ahli Madya Diploma Tiga (D-III) program studi Analis Farmasi dan Makanan. Oleh karena itu penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Ibu Prof. Dr. Julia Reveny, M.Si., Apt. selaku Wakil Dekan I Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Prof. Dr. Jansen Silalahi, M.App.Sc., Apt. selaku Ketua Program Studi Diploma III Analis Farmasi dan Makanan Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Popi Patilaya, S.Si. M.Sc., Apt. selaku Sekretaris Program Studi Diploma III Analis Farmasi dan Makanan Universitas Sumatera Utara.

4. Ibu Dra. Fat Aminah, M.Sc., Apt. selaku Dosen Pembimbing, yang telah memberikan pengarahan kepada penulis agar kegiatan Praktik Kerja Lapangan (PKL) ini dapat berjalan dengan baik.


(4)

5. Bapak Drs. Beben Budiman, Apt. selaku Plant Manager PT. Kimia Farma (Persero) Tbk. Plant Medan, yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk melaksanakan kegiatan Praktik Kerja Lapangan (PKL).

6. Bapak Drs. Zulfadli, Apt. selaku Asisten Manager Produksi PT. Kimia Farma (Persero) Tbk. Plant Medan, yang telah memberikan bimbingan kepada penulis selama melaksanakan kegiatan Praktik Kerja Lapangan (PKL).

7. Bapak Yogi Sugianto, S.Farm., Apt. selaku Supervisor Pengawasan Mutu PT. Kimia Farma (Persero) Tbk. Plant Medan, yang telah mengawasi penulis selama melakukan kegiatan Praktik Kerja Lapangan (PKL).

8. Seluruh staf baik karyawan, PTT, maupun outsourcing PT. Kimia Farma (Persero) Tbk. Plant Medan, khususnya analis pengawasan mutu atas bantuan dan kerjasama yang diberikan selama Praktik Kerja Lapangan (PKL) di PT. Kimia Farma (Persero) Tbk. Plant Medan.

9. Bapak dan Ibu dosen staf pengajar Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara atas semua ilmu, didikan dan bimbingan kepada penulis selama di perguruan tinggi ini.

10.Staf administrasi Fakultas Farmasi yang telah membantu kemudahan administrasi selama ini.

11.Sahabat-sahabat yang satu kelompok Praktek Kerja Lapangan yaitu Hazyratul Rahman, Yuni Putri rangkuti dan Beby Fitria yang telah saling membantu dalam praktek kerja lapangan.


(5)

12.Teman-teman seperjuangan Analis Farmasi Stambuk 2012, adik-adik stambuk 2013 dan 2014 yang telah memberikan dukungan baik moril maupun material.

Teristimewa untuk Ayahanda, Ibunda serta keluarga tercinta yang telah memberikan doa restu dan motivasi hingga Tugas Akhir ini selesai.

Penulis menyadari bahwa tugas akhir ini masih terdapat kekurangan, serta dalam penulisan maupun penyajian dalam tulisan ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu dengan segala kerendahan hati penulis menerima serta sangat mengharapkan saran dan kritik yang sifatnya membangun demi kesempurnaan tugas akhir ini.

Akhir kata semoga Allah SWT melimpahkan rahmat dan Karunia-Nya kepada kita semua dan harapan penulis semoga tugas akhir ini dapat memberikan manfaat bagi kita semua. Amin.

Medan, Mei 2015 Penulis `


(6)

DAFTAR ISI

Halaman

JUDUL ... i

LEMBAR PENGESAHAN ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

ABSTRAK ... vi

ABSTRACK ... vii

DAFTAR ISI ... viii

DAFTAR TABEL ... xi

DAFTAR GAMBAR ... vii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 2

1.3 Tujuan dan Manfaat ... 2

1.3.1 Tujuan ... 2

1.3.2 Manfaat ... 3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 4

2.1 Krim ... 4

2.1.1 Penggolongan Krim ... 4

2.1.2 Kualitas Dasar Krim ... 5

2.1.3 Keuntungan Penggunaan Krim ... 5


(7)

2.2 Obat Kulit ... 6

2.2.1 Obat Kulit Topikal Kortikosteroid ... 7

2.3 Betametason ... 8

2.4 Kromatografi ... 9

2.4.1 Kromatografi Cair Kinerja Tinggi ... 10

2.4.2 Proses Kromatografi Kinerja Tinggi ... 11

2.5 Instrumen KCKT ... 12

2.5.1 Wadah Fase Gerak ... 12

2.5.2 Pompa ... 13

2.5.3 Injektor ... 13

2.5.4 Kolom ... 14

2.5.5 Detektor ... 14

2.5.6 Pengolahan Data ... 15

2.6 Fase Gerak ... 16

2.7 Fase Diam ... 17

BAB III METODE PENGUJIAN ... 18

3.1 Tempat Pelaksanaan Penetapan Kadar ... 18

3.2Alat ... 18

3.3Bahan ... 18

3.4Pembuatan Larutan Pereaksi ... 18

3.4.1 Pelarut ... 18

3.4.2 Pengambilan Sampel Uji ... 19


(8)

3.4.4 Larutan Uji ... 19

3.4.5. Larutan Fase Gerak dan Pelarut... 19

3.5Cara Penetapan Kadar ... 20

3.6Perhitungan ... 20

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 21

4.1 Hasil ... 21

4.2 Pembahasan ... 21

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 22

5.1 Kesimpulan ... 22

5.2 Saran ... 22


(9)

DAFTAR TABEL

Halaman Tabel 4.1 Data Pemeriksaan Kadar Betametason Valerat yang Diuji ... 21


(10)

DAFTAR GAMBAR

Halaman Gambar 2.1 Struktur Betametason ... 8 Gambar 2.2 Instrument Dasar KCKT ... 12


(11)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman Lampiran 1. Perhitungan Kadar Betametason Valerat dalam Sediaan

Krim Betason N secara KCKT ... 25

Lampiran 2. Perhitungan Standar Deviasi (SD) dan Relatif Standar Deviasi (RSD) Betametason Valerat secara KCKT ... 27

Lampiran 3. Gambar Alat ... 29

Lampiran 4. Hasil Kromatogram Betametason Valerat ... 30


(12)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Problema penyakit kulit sangat beragam, masyarakat seringkali sulit membedakan penyakit kulit yang satu dengan penyakit kulit yang lain. Obat bebas untuk pengobatan kulit biasanya ditujukan untuk penyakit – penyakit yang sering terjadi seperti panu, kadas, jerawat, kutil, dan sebagainya. Bentuk obatnya berupa salep atau cairan.. Secara umum obat-obatan luar memiliki keamanan yang lebih tinggi karena ia digunakan secara lokal pada lokasi tertentu diluar tubuh. Efek samping yang mungkin terjadi ialah iritasi kulit atau kadang rasa terbakar (Widodo, 1990).

Krim yang mengandung betametason, sebelum dipasarkan harus dilakukan pengujian serta penetapan kadar untuk menjaga kualitas krim. Oleh karena itu, untuk melindungi masyarakat dari penggunaan obat yang tidak memenuhi mutu, dan efek terapi yang baik, maka kewajiban produsen untuk memproduksi obat dengan menggunakan Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB).

Metode Kromatogrfai Cair Kinerja Tinggi (KCKT) merupakan metode yang sangat populer untuk menetapkan kadar senyawa obat baik dalam bentuk sediaan maupun dalam sampel hayati. Hal ini disebabkan karena KCKT merupakan metode yang memberikan sensitifitas dan spesifitas yang tinggi (Rohman dan Gandjar, 2007).


(13)

Persyaratan kadar untuk sediaan krim Betason N, menurut Farmakope Edisi IV yaitu mengandung Betametason Valerat tidak kurang dari 90,0 % dan tidak lebih dari 110,0 % dari jumlah yang tertera pada etiket (Dirjen POM, 1995).

Pemeriksaan dilakukan secara KCKT karena selain prosesnya cepat, daya pisahnya baik, detektor yang peka dan unik (detektor yang digunakan adalah UV 254 nm yang dapat mendeteksi berbagai jenis senyawa dalam jumlah nanogram) (Johnson dan Stevenson, 1991).

Pengawasan terhadap krim betason n perlu dilakukan karena jika tidak memenuhi syarat dapat membahayakan konsumen. Oleh karena itu, zat berkhasiat betametason valerat dalam sediaan krim betason n sangat penting untuk diperiksa apakah telah memenuhi syarat atau tidak. Oleh karena itu penulis tertarik untuk mengambil tugas akhir dengan judul “Penetapan Kadar Betametason Valerat Dalam Sediaan Krim Betason N Secara Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT)”.

1.2 Perumusan Masalah

Apakah kadar betametason valerat dalam sediaan krim betason N yang beredar di pasaran memenuhi persyaratan kadar yang ditetapkan Farmakope Indonesia Edisi IV (1995)?

1.3 Tujuan dan Manfaat 1.3.1 Tujuan

Adapun tujuan dari tugas akhir ini adalah untuk mengetahui apakah kadar betametason valerat dalam sediaan krim betason N hasil produksi PT. Kimia Farma (Persero) Tbk. Plant Medan memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan.


(14)

1.3.2 Manfaat

Adapun manfaat dari tugas akhir ini adalah :

• Agar dapat memberi informasi bahwa sediaan krim betason N produksi PT. Kimia Farma (Persero) Tbk. Plant Medan telah memenuhi persyaratan untuk dapat dipakai.

• Agar dapat mengetahui berapa kadar betametason velaret dalam sediaan krim betason N.


(15)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Krim

Krim adalah bentuk sediaan setengah padat yang mengandung satu atau lebih bahan obat terlarut atau terdispersi dalam dasar yang sesuai. Sediaan setengah padat ini mempunyai konsisten relatif cair diformulasi sebagai emulsi air dalam minyak atau minyak dalam air. Sekarang ini batasan tersebut lebih diarahkan untuk produk yang terdiri dari emulsi minyak dalam air atau dispersi mikrokristal asam-asam lemak atau alkohol berantai panjang dalam air yang dapat dicuci dengan air (Ditjen POM, 1995).

Krim merupakan obat yang digunakan sebagai obat luar yang dioleskan kebagian kulit badan. Obat luar adalah obat yang pemakaiannya tidak melalui mulut, kerongkongan, dan daerah lambung. Menurut defenisi tersebut yang termasuk obat luar adalah obat luka, obat kulit, obat hidung, obat mata, obat tetes telinga, obat wasir, dan sebagainya (Widjajanti, 1998).

2.1.1 Penggolongan Krim

a. Tipe a/m, yaitu air terdispersi dalam minyak. Contohnya, cold cream. Cold cream adalah sediaan kosmetik yang digunakan untuk memberikan rasa dingin dan nyaman pada kulit, sebagai krim pembersih, berwarna putih, dan bebas dari butiran. Cold cream mengandung mineral oil dalam jumlah besar. b. Tipe m/a, yaitu minyak terdispersi dalam air. Contohnya, vanishing cream.

Vanishing cream adalah sediaan kosmetik yang digunakan untuk membersihkan, melembabkan, dan sebagai alas bedak. Vanishing cream


(16)

sebagai pelembab (moisturizing) akan meninggalkan lapisan berminyak/film pada kulit (Widodo, 2013).

2.1.2. Kualitas dasar krim Kualitas dasar krim adalah :

1. Stabil, selama masih dipakai mengobati. Maka salep harus bebas dari inkompatibilitas, stabil pada suhu kamar dan kelembaban yang ada dalam kamar.

2. Lunak, yaitu semua zat dalam keadaan halus dan seluruh produk menjadi lunak dan homogen, sebab selep digunakan untuk kulit yang teriritasi.

3. Mudah dipakai, umumnya salep tipe emulsi adalah yang paling mudah dipakai dan dihilangkan dari kulit seperti krim.

4. Terdistribusi merata, obat harus terdispersi merata melalui dasar salep padat atau cair pada pengobatan (Anief, 1994).

2.1.3 Keuntungan Penggunaan Krim

Beberapa keuntungan dari penggunaan sediaan krim, antara lain: 1. mudah menyebar rata;

2. praktis;

3. mudah dibersihkan atau dicuci;

4. cara kerja berlangsung pada jaringan setempat; 5. tidak lengket, terutama tipe m/a (Widodo, 2013). 2.1.4 Kerugian Penggunaan Krim


(17)

1. susah dalam pembuatannya, karena pembuatan krim harus dalam keadaan panas;

2. gampang pecah, karena dalam pembuatan, formula tidak pas; serta

3. mudah kering dan rusak, khususnya tipe a/m, karena terganggunya sistem campuran, terutama disebabkan oleh perubahan suhu dan perubahan komposisi, yang diakibatkan oleh penambahan salah satu fase secara berlebihan (Widodo, 2013).

2.2 Obat Kulit

Penyakit kulit dikenal bermacam-macam, seperti kudis, eksema, kutu air, biang keringat, koreng dan sebagainya. Untuk mengobati penyakit-penyakit kulit tersebut di atas, digunakan bahan-bahan yang mampu melindungi kulit yang luka atau sakit, bahan-bahan yang mampu menghaluskan dan melemaskan kulit, bahan-bahan yang dapat mengurangi rasa gatal, bahan-bahan yang mempunyai pekerjaan khusus. Obat –obat tersebut dapat dipakai pada kulit sebagai kompres, pasta, salep, dan lotio (Widjajanti, 1998).

Sistem pemberian dan bentuk sediaan obat dalam pemakaiannya pada kulit dapat berupa salep krim melalui kulit, lotio, larutan topikal dan tinktur merupakan bentuk sediaan dermatologi yang paling sering dipakai, tapi preparat lain seperti pasta, serbuk dan aerosol juga bisa digunakan. Preparat yang digunakan pada kulit tersebut mempunyai sifat kerja yaitu sebagai pelindung, pelembut, zat pengering dan lain-lain, atau untuk efek khusus dari bahan obat yang ada. Absorpsi perkutan dari bahan obat dan preparat dermatologi yang lain seperti cairan, gel, salep, krim, atau pasta tidak hanya tergantung pada sifat kimia dan fisika dari bahan obat saja,


(18)

tetapi juga pengaruh pembawa dan zat tambahan lain dan juga kondisi dari kulit ( Ansel, 1989).

Obat bebas untuk pengobatan kulit biasanya ditujukan untuk penyakit-penyakit yang sering terjadi seperti panu, kadas, jerawat, kudis, kutil, ketombe, dan sebagainya. Bentuk obatnya berupa salep atau cairan. Secara umum obat-obat luar memiliki keamanan yang lebih baik karena ia hanya digunakan secara lokal pada bagian luar . Efek samping yang mungkin terjadi adalah iritasi kulit, atau rasa terbakar (Widodo, 2004).

2.2.1. Obat Kulit Topikal Kortikosteroid

Kortikosteroid merupakan obat-obat manjur terkuat dalam pengobatan gangguan kulit dan digunakan secara luas. Berkat efek antiradang dan antimitotisnya (yang menghambat atau mencegah pembelahan sel) zat-zat ini dapat menyembuhkan dengan efektif bermacam-macam bentuk ekzem dan dermatitis, psoriasis (penyakit sisik), prurigo (bintil-bintil gatal), berbagai rupa gatal-gatal, dan lain-lain. Akan tetapi tidak jarang gangguan (khususnya ekzem) segera kambuh lagi, terutama bila digunakan fluorkortikoida dengan khasiat kuat (Tan Hoan Tjay, 2002).

Obat kortikosteroid mempunyai daya kerja antialergi dan antiradang. Penggunaan obat kortikosteroid dalam obat topikal, kadang – kadang kurang jelas daya kerjanya. Tapi yang jelas, obat kulit topikal kortikosteroid sangat efektif terhadap penyakit eksem. Obat kortikosteroid yang mengandung fluor seperti Betametason, Flucinolon, dan Klobetasol mempunyai daya kerja yang lebih besar. Akan tetapi penggunaan obat kortikosteroid yang mengandung fluor dalam jangka


(19)

waktu lama, dapat menyebabkan pelebaran kapiler dan pembuluh nadi halus yang bersifat permanen sampai terjadi atropi kulit (Sartono, 1996).

Kortikosteroid mempengaruhi metabolisme karbohidrat, protein dan lemak dan mempengaruhi juga fungsi sistem kardiovaskular, ginjal, otot lurik, sistem syaraf dan organ lain. Karena fungsi kortikosteroid penting untuk kelangsungan hidup organisme, maka dikatakan bahwa korteks ardenal berfungsi homeostatik, artinya: penting bagi organisme untuk dapat mempertahankan diri dalam menghadapi perubahan lingkungan (Suharti, 1995).

2.3 Betametason

CH2OH

H C = O

CH3

HO OCOCH2CH2CH2CH3

CH3

CH3 H

H O

Gambar 2.1 Struktur Betametason (Dirjen POM, 1995)

Rumus molekul : C27H37FO6

Nama Kimia : 9-Flouro-11β,17,21-Trihidroksi-16β-Metilpregna-1,4Diena 3,20-Dion 17-valerat

Berat molekul : 476,58

H


(20)

Pemerian : serbuk putih sampai praktis putih, tidak berbau, melebur pada suhu 190 °C disertai peruraian.

Kelarutan : tidak larut dalam air, mudah larut dalam aseton dan kloroform, larut dalam etanol serta sukar larut dalam benzen dan eter.

Betametason adalah obat kortikosteroid yang mengandung fluor, mempunyai daya kerja yang besar. Akan tetapi penggunaan obat kortikosteroid yang mengandung fluor dalam jangka waktu lama, dapat menyebabkan pelebaran kapiler dan pembuluh nadi halus yang bersifat permanen sampai terjadi atropi kulit. Betametason dalam bentuk krim biasanya merupakan senyawa Betametason Valerat. Indikasi dari krim ini adalah alergi dan peradangan lokal. Pengobatan dilakukan dengan mengoleskan tipis pada kulit 2 – 3 kali sehari (Sartono, 1996). 2.4 Kromatografi

Kromatografi pertama kali dikembangkan oleh ahli botani Rusia pada tahun 1903 yang bernama Michael Tswett untuk memisahkan pigmen warna dalam tanaman dengan cara perkolasi ekstrak petroleum eter dalam kolom gelas yang berisi kalsium karbonat. Saat ini kromatografi merupakan teknik pemisahan yang paling umum dan paling sering digunakan dalam bidang kimia analisis kuantitatif dalam bidang farmasi, industri dan lain sebagainya. Kromatografi merupakan suatu teknuk pemisahan yang menggunakan fase diam (stationary phase) dan fase gerak (mobile phase) (Rohman dan Gandjar, 2007).

Kromatografi merupakan teknik yang mana solut atau zat-zat terlarut terpisah oleh perbedaan kecepatan elusi, dikarenakan solut-solut ini melewai suatu kolom kromatografi. Pemisahan solut-solut ini diatur oleh distribusi dalam fase


(21)

gerak dan fase diam. Penggunaan kromatografi cair membutuhkan penggabungan secara tepat dari berbagai macam kondisi operasional seperti jenis kolom, fase gerak, panjang dan diameter kolom, kecepatan alir fase gerak, suhu kolom, dan ukuran sampel (Rohman dan Gandjar, 2007).

2.4.1 Kromatografi Cair Kinerja Tinggi

Kromatografi Cair Kinerja Tinggi atau KCKT atau biasa juga dengan HPLC (High Performance Liquid Chromatografi) dikembangkan pada akhir tahun 1960-an. KCKT merupakan metode yang dapat digunakan baik untuk analisis kualitatif maupun kuantitatif. KCKT paling sering digunakan untuk : menetapkan kadar senyawa-senyawa tertentu seperti asam-asam amino, asam-asam nukleat, dan protein-protein dalam cairan fisiologis; menentukan kadar senyawa-senyawa aktif obat, produk–produk degradasi dalam sediaan farmasi; memonitor sampel-sampel yang berasal dari lingkungan; memurnikan senyawa dalam suatu campuran; kontrol kualitas; dan mengikuti jalannya reaksi sintestis (Rohman, 2007).

Kromatografi cair kinerja tinggi (KCKT) mempunyai beberapa keuntungan bila dibandingkan dengan sistem pemisahan lain, diantaranya :

1. Proses cepat, untuk analisis yang tidak rumit, dapat dicapai waktu analisis kurang dari 5 menit.

2. Daya pisahnya baik, kemampuan linarut berinteraksi secara selektif dengan fase diam dan fase gerak memberikan parameter tambahan untuk mencapai pemisahan yang dikehendaki.


(22)

3. Detektor yang peka dan unik, detektor yang digunakan adalah UV 254 nm yang dapat mendeteksi berbagai jenis senyawa dalam jumlah nanogram. 4. Kolom dapat dipakai kembali, tetapi mutunya menurun. Laju penurunan mutu

tergantung pada jenis cuplikan yang disuntikan, kemurnian pelarut, dan jenis pelarut yang dipakai.

5. Ideal untuk molekul besar dan ion.

6. Mudah memperoleh kembali cuplikan karena detektor tidak merusak cuplikan. Pelarut dapat dihilangkan dengan penguapan (Johnson dan Stevenson, 1991).

2.4.2 Proses Kromatografi Cair Kinerja Tinggi

Metode kromatografi cair kinerja tinggi diperkenalkannya pompa bertekanan tinggi dan perkembangan detektor yang sangat peka telah membangkitkan perhatian pada kromatografi kolom, yang semula menjadi kurang penting dan kurang menguntungkan sebagai akibat penggunaan lapis tipis. Bidang baru dalam kromatografi kolom adalah kromatografi cair kinerja tinggi (KCKT = HPLC = High Performance Liquid Chromatography), yang ada dasarnya perbaikan dalam laju aliran, karena pada kromatografi kolom klasik laju aliran sangat rendah. Aliran dapat dipercepat hingga 1 ml permenit dengan menggunakan tekanan tinggi (Sardjoko, 1993).

Kromatografi cair kinerja tinggi dilengkapi dengan detektor 254 nm atau bila digunakan detektor yang didapat diatur panjang gelombangnya, pengukuran dapat dilakukan pada panjang gelombang serapan maksimum lebih kurang 240 nm. Kolom 4 mm x 30 cm berisi bahan pengisi dan pompa yang dapat dijalankan


(23)

pada tekanan kolom hingga 3500 psi. Perbandingan luas puncak terkecil dan terbesar, Rs pada tiga kali penyuntikan ulang larutan baku tidak lebih dari 2,0%.

Tetapkan perbandingan tinggi puncak pada waktu retensi yang sama dari larutan uji dan larutan baku (Dirjen POM, 1995).

2.5 Instrumen KCKT

Instrumen KCKT tersusun atas 6 bagian dasar, yaitu wadah fase gerak (resrvoir), pompa (pump), tempat injeksi sampel (injektor), kolom (column), detektor (detector) dan perekam (recorder).

Ilustrasi instrument KCKT dapat dilihat pada Gambar berikut:

Gambar 2.2 Instrument Dasar KCKT ( De Lux Putra, 2007). 2.5.1 Wadah Fase Gerak

Wadah fase gerak harus bersih dan inert. Wadah pelarut kosong ataupun labu laboraturium dapat digunakan sebagai wadah fase gerak. Wadah ini biasanya dapat menampung fase gerak dimana antara 1 sampai 2 liter pelarut. Fase gerak


(24)

sebelum digunakan harus dilakukan degassing (penghilan gas) yang ada pada fase gerak, sebab adanya gas akan berkumpul dengan komponen lain terutama dipompa dan detektor sehingga akan mengacaukan analisis (Rohman dan Gandjar, 2007).

2.5.2 Pompa

Pompa yang cocok digunakan untuk KCKT adalah pompa yang mempunyai syarat sebagaimana syarat wadah pelarut yakni pompa harus inert terhadap fase gerak. Bahan yang umum dipakai untuk pompa adalah gelas, baja tahan karat, dan teflon. Pompa yang digunakan sebaiknya mampu memberikan tekanan sampai 5000 psi dan mampu mengalirkan fase gerak dengan kecepatan alir 0,1-3 ml/menit (Roman dan Gandjar, 2007).

2.5.3 Injektor

Pada waktu sampel diinjeksikan ke dalam kolom, diharapkan agar aliran pelarut tidak mengganggu masuknya ke dalam kolom (on column injecktion) atau digunakan katup injeksi. Katup putaran (loop valve), tipe injektor ini umumnya digunakan dengan cara otomatis (dengan adaptor khusus, volume-volume lebih kecil dapat diinjeksikan secara manual). Bila katup difungsikan, maka cuplikan di dalam putaran akan bergerak ke kolom (Meyer, 2004).

Cuplikan harus dimasukkan ke dalam pangkal kolom (kepala kolom), diusahakan agar sedikit mungkin terjadi gangguan pada kemasan kolom. Ada tiga jenis dasa injektor, yaitu: a. Aliran henti; b. Septum; c. Katup jalan kitar (Johnson, 1991).


(25)

2.5.4 Kolom

Kolom adalah jantung kromatografi. Berhasil atau gagalnya suatu analisis tergantung pada pemilihan kolom dan kondisi percobaan yang sesuai.

Kolom dapa dibagi menjadi dua kelompok:

a. Kolom analitik : diameter khas adalah 2-6 mm. Panjang kolom tergantung pada jenis kemasan.

b. Kolom preparatif : umumnya memiliki diameter 6 mm atau lebih besar dan panjang kolom 25-100 cm.

Kolom umumnya dibuat dari stainless steel dan biasanya dioperasikan pada komputer kamar, tetapi juga digunakan temperatur lebih tinggi, terutama untuk kromatografi penukar ion dan kromatografi ekslusi (Rohman dan Gandjar, 2007).

Kolom kromotografi untuk pengaliran oleh gaya tarik bumi (gravitasi) atau sistem bertekanan rendah biasanya terbuat dari kaca yang dilengkapi keran jenis tertentu pada bagian bawahnya untuk mengatur aliran pelarut. Salah satu konsep penting KCKT ialah mengusahakan volum pelarut antara penjerap dan detektor atau fraksinator sekecil mungkin untuk mencegah pencampuran kembali fraksi-fraksi setelah terpisah (Gritter, 1991).

2.5.5 Detektor

Suatu detektor dibutuhkan untuk mendeteksi adanya komponen cuplikan dalam aliran yang keluar dari kolom. Detektor-detektor yang baik memiliki sensitifitas yang tinggi, gangguan (noise) yang rendah, dan memberi tanggapan/respon untuk semua tipe senyawa (Johnson dan Stevenson, 1991).


(26)

Detektor paling banyak digunakan dalam kromatografi cair modern kinerja tinggi adalah detektor spektrofotometer UV 254 nm. Bermacam-macam detektor dengan variasi panjang gelombang UV-Vis sekarang menjadi populer karena dapat digunakan untuk mendeteksi senyawa-senyawa dalam rentang yang luas. Detektor lainnya, antara lain: detektor fluometer, detektor ionisasi nyala, detektor elektrokimia dan lain-lain juga telah digunakan (Johnson dan Stevenson, 1991).

Idealnya, suatu detektor harus mempunyai karakteristik sebagai berikut: • Mempunyai respon terhadap solut yang cepat dan reprodusibel

• Mempunyai sensitifitas yang tinggi, yakni mampu mendeteksi solut pada kadar yang sangat kecil

• Stabil dalam pengoperasiaannya

• Mempunyai sel volume yang kecil sehingga mampu meminimalkan pelebaran pita. Untuk kolom konvensional, selnya bervolume 8 �� atau lebih kecil, sementara kolom mikrobor selnya bervolume 1 �� atau lebih kecil lagi

• Signal yang dihasilkan berbanding lurus dengan dengan konsentrasi solut pada kisaran yang luas (kisaran dinamis linier)

• Tidak peka terhadap perubahan suhu dan kecepatan alir fase gerak (Rohman, 2007).

2.5.6 Pengolahan Data

Komponen yang terelusi mengalir ke detektor dan dicatat sebagai puncak-puncak yang secara keseluruhan disebut sebagai kromatogram (Johnson dan Steven, 1991).


(27)

Guna kromatogram :

1. Kualitatif : waktu retensi selalu konstan dalam setiap kondisi kromatografi yang sama dapat digunakan untuk identifikasi.

2. Kuantitatif : luas puncak proporsional dengan jumlah sampel yang diinjeksikan dan dapat digunakan untuk menghitung konsentrasi (Johnson dan Stevenson, 1991).

2.6 Fase Gerak

Fase gerak pada eluen biasanya terdiri atas campuran pelarut yang dapat bercampur yang secara keseluruhan berperan dalam daya elusi dan resolusi. Daya elusi dan resolusi ini ditentukan oleh polaritas keseluruhan pelarut, polaritas fase diam, dan sifat komponen-komponen sampel. Untuk fase normal (fase diam lebih polar daripada fase gerak), kemampuan elusi meningkat dengan meningkatnya polaritas pelarut. Sementara untuk fase terbalik (fase diam kurang polar daripada fase gerak), kemampuan elusi menurun dengan meningkatnya polaritas pelarut (Rohman, 2007).

Dalam kromatografi Cair komposisi pelarut atau fase gerak adalah satu variabel yang mempengaruhi pemisahan. Terdapat keragaman yang luas dari fase gerak yang digunakan dalam semua mode KCKT, tetapi ada beberapa sifat-sifat yang diinginkan yang mana umumnya harus dipenuhi oleh semua fase gerak. Fase gerak harus :

• Murni, tidak ada pencemar/kontaminan • Tidak bereaksi dengan pengemas • Sesuai dengan detektor


(28)

• Melarutkan cuplikan

• Mempunyai viskositas rendah

• Tersedia diperdagangan dengan harga yang pantas

Gelembung udara yang ada harus dihilangkan dari pelarut, karena udara yang keluar melewati detektor dapat menghasilkan banyak noise sehingga data tidak dapat digunakan (Munson, 1981).

2.7 Fase Diam

Kebanyakan fase diam pada KCKT berupa silika yang dimodifikasi secara kimiawi, silika yang tidak dimodifikasi atau polimer-polimer stiren dan divinil benzene. Permukaan silika adalah polar dan sedikit asam karena adanya gugus silanol (Si-OH) (Rohman, 2007).

Silika dapat dimodifikasi secara kimiawi dengan menggunakan reagen-reagen seperti klorosilan. Reagen-reagen-reagen ini akan bereaksi dengan gugus silanol dan menggantinya dengan gugus-gugus fungsianol yang lain (Rohman, 2007).

Oktadesil silika (ODS atau C18) merupakan fase diam yang paling banyak

digunakan karena mampu memisahkan senyawa-senyawa dengan kepolaran yang rendah, sedang, maupun tinggi. Oktil atau rantai alkil yang lebih pendek lagi lebih sesuai solut yang polar. Silika-silika aminopropil dan sianopropil (nitril) lebih cocok sebagai pengganti silika yang tidak dimodifikasi. Silika yang tidak dimodifikasi akan memberikan waktu retensi yang bervariasi yang disebabkan karena adanya kandungan air yang digunakan (Rohman, 2007).


(29)

BAB III

METODE PENGUJIAN 3.1 Tempat Pelaksanaan Penetapan kadar

Penetapan kadar ini dilakukan di ruang Laboratorium yang terdapat di Industi PT. Kimia Farma (Persero) Tbk. Plant Medan yang beralamat di Jl. Sisingamangaraja Km. 9 No. 59 Medan.

3.2 Alat

Alat-alat yang digunakan adalah batang pengaduk, beaker glass (pyrex), botol vial, maat pipet, membran filter (Phenex NY 0,45 µm), labu tentukur (pyrex), neraca analitik (digital semi mikro balance), unit peralatan kromatografi cair kinerja tinggi (Waters) yang terdiri dari detektor UV/Vis (merk Waters 2489), kolom bondapack C18 (3,9 x 300 mm), penyuntik mikroliter (100 µl), pompa (merk Waters 1525), spuit 10 ml, ultrasonic, wadah fase gerak.

3.3 Bahan

Bahan-bahan yang digunakan adalah akuabides, akuadem bebas CO2,

asetonitril, metanol, krim betason n, bethametason valerat BPFI.

3.4 Pembuatan Larutan Pereaksi 3.4.1 Pelarut

Pelarut dibuat dengan menggunakan larutan metanol : asam asetat glacial dibuat dengan cara mencampurkan larutan tersebut dengan perbandingan (1000:1) dalam 1 L.


(30)

3.4.2 Pengambilan Sampel Uji

Dari 1 bets sediaan krim betason n yang diproduksi ditimbang sbanyak ± 1 gr (dilakukan dua kali) berdasarkan prosedur tetap perusahaan dan ditimbang betameason valerat sebanyak 25,13 mg.

3.4.3 Larutan Standar

Ditimbang 25 mg betametason valerat standar, dimasukkan kedalam labu tentukur 50 ml, dan dilarutkan dengan 50 ml menggunakan pelarut yang telah dibuat dengan metanol : asam asetat glacial (1000:1). Dipipet 1 ml lalu dimasukkan dalam labu tentukur 25 ml, lalu diaddkan menggunakan pelarut sampai garis tanda, dihomogenkan dengan menggunakan ultrasonic selama 15 menit setelah itu disaring menggunakan penyaring membran filter (Phenex NY 0,45 µm).

3.4.4 Larutan Uji

Ditimbang 1 gram krim betason n dalam beaker glass 100 ml, lalu diambil pelarut sebanyak 50 ml (metanol : asam asetat glacial (1000:1)) dimasukkan dalam labu tentukur 50 ml. Dihomogenkan dengan menggunakan ultrasonic selama 15 menit kemudian disaring dengan saringan millipore 0,45 mikro dan dimasukkan ke dalam botol vial.

3.4.5 Larutan Fase Gerak dan pelarut

Fase gerak : Acetonitril – akuabides (60 : 40), saring dan bebas gaskan dan Pelarut : Metanol – asam asetat glasial (1000 : 1).


(31)

3.5 Cara Penetapan Kadar

Penetapan kada dilakukan dengan menggunakan alat Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT). Dipakai fase gerak campuran Acetonitril : Akuabides (60:40), fase diam yang digunakan adalah Bondapack C18 (3,9 x 300 mm) dan

panjang gelombang 240 nm serta volume injeksi yang dipakai yaitu 10 µl dan flow rate 1,5 ml/menit. Disuntikkan sejumlah volume yang sama ( 10 µl ) larutan baku dan larutan uji kedalam injection port. Diukur respon puncak utama, dihitung kadar sampel betametason.

3.6 Perhitungan

Diukur respon puncak utama, dihitung kadar sampel betametason dengan rumus:

Kadar

:

�� ��

x

���

25�50

x

���

100

x

50

��

x

100

1

x

100%

Syarat: Kadar Betametason Valerat dalam krim Betason N 90,00% - 110,00%

Dimana As : Luas area larutan pembanding

Au : Luas area larutan uji

BWS : Bobot betametason valerat yang ditimbang (mg)

KWS : Kadar betametason valerat


(32)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil

Dari pengujian kadar betametason valerat secara kromatografi cair kinerja tinggi, diperoleh kadar betametason valerat sebagai berikut:

Tabel 4.1 Data Pemeriksaan Kadar Betametason Valerat yang Diuji

No. No. Batch

Berat rata-rata

sampel

Au As BWS KWS Kadar

(%) 1. Larutan

Standar - - 348173 25,13 100,917 - 2. A50081

(a) 1000,24 374874 348173 25,13 100,917 109,19% 3. A50081

(b) 1000,12 374921 348173 25,13 100,917

109,23%

4.2 Pembahasan

Penetapan kadar secara Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT) merupakan salah satu metode yang digunakan sebagai penetapan kadar untuk produk krim Betason N pada industri farmasi PT Kimia Farma (Persero) Tbk. Plant Medan. Betametason Valerat dalam sediaan krim Betason N yang digunakan PT Kimia Farma (Persero) Tbk. Plant Medan perlu diperiksa kadarnya, karena merupakan salah satu bentuk uji dalam rangka pemastian mutu produk krim yang dikonsumsi oleh masyarakat.

Dari hasil percobaan penetapan kadar Betametason Valerat dalam sediaan krim Betason N dengan menggunakan Kromatografi Cair kinerja Tinggi, diketahui kadar rataratanya sebagai berikut:


(33)

2. Batch A50081 (b) : 109,23 %.

diperoleh kadar rata-ratanya yaitu 109,21 % dan perbedaan kadar yang diperiksa yaitu 0,04 %. Perbedaan ini disebabkan karena masing-masing sampel yang ditimbang tidak tepat sama yaitu ± 1 gram. Sehingga dalam perhitungan akan diperoleh kadar yang berbeda pula. Perbedaan kadar juga dapat disebabkan karena sampel yang digunakan tidak tercampur homogen, bila sampel yang digunakan homogen maka dalam pemeriksaan akan memberikan kromatogram yang bagus.

Rentang kadar yang diperbolehkan untuk krim betametason valerat adalah tidak kurang dari 90,0% dan tidak lebih dari 110,0% dari jumlah yang tertera pada etiket. Maka kadar betametason valerat dalam sediaan tablet PT Kimia Farma (Persero) Tbk Plant Medan memenuhi persyaratan. Kadar betametason valerat ditetapkan dengan metode KCKT (Kromatografi Cair Kinerja Tinggi) dan penetapan kadar betametason valerat dalam sediaan krim betason pada industri PT. Kimia Farma (Persero) Tbk. Plant Medan dilakukan juga dengan metode Kromatografi Cair Kinerja Tinggi. Hasil yang diperoleh ternyata memenuhi persyaratan Farmakope Indonesia Edisi IV (Dirjen POM, 1995).


(34)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan

Kadar betametason valerat dalam krim betason N yang diproduksi PT. Kimia Farma (persero) Tbk. Plant Medan adalah 109,21 %, memenuhi parsyaratan ssuai dengan Farmakope Edisi IV yaitu 90,0 – 110,0 %.

5.2 Saran

Pada penetapan kadar betametason valerat dalam sediaan krim betason N ini, hanya berasal dari satu pabrik industri obat saja, maka diharapkan kepada penulis selanjutnya untuk mengembangkan penetapan kadar betametason valerat dengan melakukan pemeriksaan terhadap beberapa krim hasil dari berbagai industri obat lain.


(35)

DAFTAR PUSTAKA

Anief, Moh. (1996). Penggolongan Obat Berdasarkan Khasiat dan Penggunaan. Cetakan ke V.Yokyakarta: Gadjah Mada University Press. Halaman 34. Anief, Moh. (1999). Ilmu Meracik Obat. Cetakan ke VII. Yogyakarta: Gadjah

Mada University Press. Halaman 71-72.

Ansel, H.C. (1989). Pengantar Untuk Sediaan Farmasi. Edisi ke IV. Jakarta: Universitas Indonesia Press. Halaman 489-491.

De Lux Putra, E. (2007). Dasar-Dasar Kromatografi Gas dan Kromatografi Cair Kinerja Tinggi. Fakultas Farmasi USU-Medan. Halaman 88-90.

Ditjen, POM Departemen Kesehatan RI. (1995). Farmakope Indonesi. Edisi ke IV. Jakarta: Departemen Kesehatan RI. Halaman 6, 435-437.

Gritter, R. J. (1991). Pengantar Kromatografi. Bandung: Penerbit ITB. Halaman 163.

Johnson, E. L.,dan Stevenson, R. (1991). Dasar Kromatograf Cair. Bandung: Penerbit ITB. Halaman 6.

Meyer, V.R. (2004). Practical High-Performance Liquid Chromatography. Chichester: John Wiley and Sons Inc. Halaman 4-8.

Munson, J.W. (1991). Analisis Farmasi Metode Modern. Surabaya: Parwa Bairlangga University Press. Halaman 26-33

Rohman, A. (2007). Kimia Farmasi Analisis. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Halaman 378-379.

Rohman, A.,dan Gandjar, I. G. (2007). Metode Kromatografi Untuk Analisis Makanan. Yogyakarta: Pustaka Belajar. Halaman 13-16.

Sardjoko, (1993). Rancangan Obat. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Halaman 163.


(36)

Sartono, (1996). Apa Yang Sebaiknya Anda Ketahui Tentang Obat Wajib Apotek. Edisi II. Jakarta: PT.Gramedia Pustaka Utama. Halaman 88-89.

Suharti, K. S. (1995). Farmakologi Dan Terapi Edisi IV. Jakarta: Gaya Baru Halaman 486

Widjajanti, N (1988). Obat-Obatan. Yogyakarta: Penerbit Kanisius. Halaman 90, 95.

Widodo, Rahayu (2004). Panduan Kelurga Memilih Dan Menggunaklan Obat. Yogyakarta: Penerbit Kreasi Wacana. Halaman 95.


(37)

LAMPIRAN

Lampiran 1. Perhitungan Kadar Betametason Valerat Dalam Sediaan Krim Betason N secara Kromatografi Cair Kinerja Tinggi.

Kadar betametason dihitung dengan rumus sebagai berikut:

Kadar

=

�� ��

x

��� 25

1∗50

x

���

100

x

50

��

x

1000

1

x

100%

Ket : As = Luas area larutan standar Au = Luas area larutan uji

BWS = Bobot betametason valerate yang ditimbang (mg) KWS = Kadar betametason valerate (%)

Bu = Bobot sampel yang ditimbang (mg)

1 = Kandungan betametason valerat per gram krim 25/1x50 = Faktor pengenceran larutan standar

50 = Faktor pengenceran larutan uji 1000 = Dalam 1 gram massa krim Diketahui:

Batch A50081(a) Batch A50081 (b) Au2: 374874 Au1: 374968

As : 374921 As : 374921

BWS : 25,13 BWS : 25,13

KWS :100,917 KWS :100,917

Bu : 1000,24 Bu : 1000,12 Kadar Batch A50081 (a)


(38)

= �� ��

x

��� 25

1∗50

x

���

100

x

50

��

x

1000

1

x 100%

= 374874

348173

x

25,13

25 1∗50

x

100,917

100

x

50 1000 ,24

x

1000

1

x

100%

= 109,19%

Kadar Batch A50081 (b)

= �� ��

x

��� 25

1∗50

x

���

100

x

50

��

x

1000

1

x

100%

= 374968

348173

x

25,13

25 1∗50

x

100,917

100

x

50 1000 ,12

x

1000

1

x

100%

=109,23%

Kadar rata-rata batch A50081 yang diperoleh: Kadar rata-rata = (Kadar a+ Kadar b)

2

= (109,19% + 109,23%)

2


(39)

Lampiran 2. Perhitungan standar deviasi (SD) dan standar deviasi relatif (RSD) Betametason valerat dalam krim betason n secara Kromatografi Cair Kinerja Tinggi.

Standar deviasi (SD) betametason dihitung dengan rumus sebagai berikut:

SD =

�(�−��)²

(�−1)

Ket : X = nilai dari masing–masing pengukuran X = rata-rata (mean) dari pengukuran N = frekuensi penetapan

N-1 = derajat kebebasan

Diketahui :

X = (a) 108,656 ; (b) 108,683

X

� = 108,670 N = 2 N-1 = 1

Perhitungan Kadar SD dan RSD

NO X ∑ (x - �̅) (x - �̅ )2

1 108,656 0,014 0,000196

2 108,683 0,013 0,000169

�̅= 108,670 ∑ = 0,000365


(40)

SD =

�(�−��)²

(�−1)

SD=

� 0,000365

1

SD = �0,000365

SD = 0,019

Standar deviasi relatif (RSD) betametason dihitung dengan rumus sebagai berikut:

RSD = ��

�� x 100%

= 0,019

108,670x 100%


(41)

Lampiran 3. Gambar Alat Digital Semi Micro Balance


(42)

(43)

(44)

(1)

Lampiran 2. Perhitungan standar deviasi (SD) dan standar deviasi relatif (RSD) Betametason valerat dalam krim betason n secara Kromatografi Cair Kinerja Tinggi.

Standar deviasi (SD) betametason dihitung dengan rumus sebagai berikut:

SD =

�(�−��)² (�−1)

Ket : X = nilai dari masing–masing pengukuran X = rata-rata (mean) dari pengukuran N = frekuensi penetapan

N-1 = derajat kebebasan

Diketahui :

X = (a) 108,656 ; (b) 108,683 X

� = 108,670 N = 2 N-1 = 1

Perhitungan Kadar SD dan RSD

NO X ∑ (x - �̅) (x - �̅ )2

1 108,656 0,014 0,000196

2 108,683 0,013 0,000169

�̅ = 108,670 ∑ = 0,000365


(2)

SD =

�(�−��)² (�−1)

SD=

� 0,000365

1

SD = �0,000365 SD = 0,019

Standar deviasi relatif (RSD) betametason dihitung dengan rumus sebagai berikut: RSD = ��

�� x 100% = 0,019

108,670x 100% = 0,017%


(3)

Lampiran 3. Gambar Alat Digital Semi Micro Balance


(4)

(5)

(6)