Simulasi Sistem Kontrol Autopilot Pesawat Pada Gerak Longitudinal Dengan Menggunakan Metode Pembentukan Lup PID

(1)

SIMULASI SISTEM KONTROL AUTOPILOT PADA GERAK

LONGITUDINAL PESAWAT MENGGUNAKAN METODE PEMBENTUKAN LUP PID

SKRIPSI

Diajukan untuk melengkapi tugas dan memenuhi syarat mencapai gelar sarjana sains

:

040801029

HANDRI YOGI LESTARI

DEPARTEMEN FISIKA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2010


(2)

PERSETUJUAN

Judul : Simulasi Sistem Kontrol Autopilot Pesawat

Pada Gerak Longitudinal Dengan Menggunakan Metode Pembentukan Lup PID

Kategori : Skripsi

Nama : Handri Yogi Lestari

Nim : 040801029

Program Studi : Sarjana (S1) Fisika Departemen : Fisika

Fakultas : Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA) Universitas Sumatera Utara

Disetujui Oleh

Departemen Fisika FMIPA USU Pembimbing

Ketua


(3)

PERNYATAAN

DESAIN DAN SIMULASI SISTEM KONTROL AUTOPILOT PADA GERAK LONGITUDINAL PESAWAT DENGAN MENGGUNAKAN METODE

PEMBENTUKAN LUP PID SKRIPSI

Saya mengakui bahwa skripsi ini adalah hasil kerja saya sendiri, kecuali beberapa kutipan dan ringkasan yang masing-masing disebutkan sumbernya.

Medan,12 Januari 2010

Handri Yogi Lestari 040801029


(4)

Penghargaan

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SubhanahuWata'ala, Tuhan sekalian alam yang maha perkasa, karena dengan kemurahanNya skripsi ini dapat saya selesaikan . Tiada sesuatu yang terjadi di bumi ini tanpa izin-Mu ya Rabb.

Ucapan terimakasih yang sebesar-besarnya saya sampaikan kepada bapak Drs,Luhut Sihombing.MS, yang telah dengan sabar membimbing saya, serta untuk semua kebaikan yang diberikan selama saya menyelesaikan tugas akhir ini. Ucapan terima kasih juga saya ucapkan kepada ketua departemen dan sekeretaris departemen fisika bapak Dr.Marhaposan Situmorang dan ibu Dra Yustinon,M.Sc.Kepada Staf LIDA dan Kepala Laboratorium Fisika Dasar bapak Achirudin,M.Sc, Dekan dan Pembantu Dekan FMIPA USU, seluruh Staf pengajar dan pegawai Departemen.

Saya juga ingin mengucapkan terima kasih kepada rekan-rekan saya selama kuliah, rekan saya sesama asisten Laboratorium Fisika Dasar dan Laboratorium Pemrograman khususnya kepada teman dekat saya Toni , Jepri, Rio Tambunan, Alex, Andi Zemba, Winston, Rocky, Glenn, Elyas,Eka, Maulina, Susi,D aniel, serta teman-teman saya di fakultas teknik, pertanian, ekonomi, dan sastra dan banyak lagi yang tidak bisa saya sebutkan disini satu persatu..

Akhirnya, penghargaan yang setinggi-tingginya saya berikan kepada keluarga saya, yaitu bapak saya (Harianto) ,ibu saya (Nana Muskori), untuk semua dorongan, kesabaran, ketabahan dan pengorbanan yang tidak terkira yang diberikan kepada saya, kepada kakak dan adik saya satu-satunya (Hindri Winasari) dan (Rara Wulandari), untuk semua semangat yang saya dapat.Kiranya tanpa doa dan dukungan kalian semualah saya tidak akan mendapatkan pengalaman hidup yang berharga seperti yang telah saya dapat. Akhirnya semoga Allah akan meridhoi dan membalas semuanya.


(5)

ABSTRAK

Kontroler PID adalah kontroler yang paling banyak digunakan di industri, instrumentasi dan peralatan laboratorium termasuk bidang penerbangan. Kontroler ini banyak digunakan karena mudah untuk dikombinasikan dengan kontroler lain. Pada tugas akhir ini dilakukan penentuan nilai konstanta penguatan kontroler proporsional

p

K , kontroler integral K dan kontroler diferensial i K untuk memenuhi spesifikasi d

sistem yang diinginkan dari gerak longitudinal pesawat dengan menggunakan metode pembentukan lup, dimana nilai konstanta kontroler ditentukan dengan menggunakan analisis respons frekuensi dari plot bode dari plant. Keunggulan dari metode pembentukan lup adalah tidak perlu lagi digunakan tuning untuk mencari nilai penguatan dari kontroler PID.


(6)

Abstract

PID controllers is the commonly used in industry, in instruments and laboratory equipment including aerospace subject. This controllers commonly used because it is easy to combine with another controllers. In this papers the controllers constants for Proportional controller Kp, Integral controller K and Diferential i

controller K for obtain required systems for longitudinal motion of aircraft are d

determine by using loop shaping method where is the controller constans determine by analyze frequency respons of bode plot from plant. The advantage of loop shaping method is there is no need tuning for determine PID controllers constans.


(7)

DAFTAR ISI

Halaman

LEMBAR PERSETUJUAN ... i

LEMBAR PERNYATAAN ... ii

PENGHARGAAN ... iii

ABSTRAK ... iv

ABSTRACT ... v

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR GAMBAR ... ix

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Masalah ... 1

I.2. Tujuan Penelitian ... 2

I.3. Batasan Masalah ... 3

I.4. Manfaat Penelitian ... 4

I.5. Metode Penelitian ... 4

I.6. Sistematika Penulisan ... 5

BAB II LANDASAN TEORI II.1. Anatomi Pesawat...6

II.2. Pengertian gerak longitudinal pesawat... 10

II.3. Kriteria kestabilan Nyquist ... ..10

II.4. Diagram Logaritmik dan Grafik Bode ... ..11

II.5. Kontroler PID ... ..12

II.5.1. Kontroler Proporsional ... ..12

II.5.2. Kontroler integral ... ...12

II.5.2. Kontroler Diferensial...13

II.6. Metode Pembentuka Lup PID ... ....14

II.6.1.Kontroler Proporsional Plus Integral...15

II.6.2.Kontroler Proporsional Plus Diferensial ... ....16


(8)

BAB III Pemodelan dan Perancangan Sistem

III.1. Penurunan Persamaan Gerak ... 19

III.2. Penurunan dan Pemodelan Fungsi Alih ... 31

III.3. Fungsi alih dinamik pesawat untuk gerak longitudinal... 35

III.3.1. Pendekatan Osilasi Periode Pendek... 37

III.3.2. Pendekatan Phugoid ... 38

III.4. Spesifikasi sistem ... 39

BAB IV Desain dan Simulasi Sistem IV.1. Respon lup terbuka ... 48

IV.1.1. Respons lup terbuka mode gerak osilasi ... 48

IV.1.2. Respons lup terbuka mode gerak phugoid ... 50

IV.2. Respons lup tertutup ... 51

IV.2.2 Respons lup tertutup mode gerak osilasi………...51

IV.2.3 Respons lup tertutup mode geak phugoid…………...53

IV.3. Perancangan Kontroler P, I dan D dengan pembentukan LUP…....55

IV.3.1 Mode Gerak Osilasi………...55

IV.3.2 Mode Gerak Phugoid……….65

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN V.1. Kesimpulan ... 74

V.2. Saran ... 76


(9)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Anatomi Pesawat ... 6

Gambar 2.2 Kontrol Permukaan pesawat ... 7

Gambar 2.3 Sumbu gerak dan titik pusat berat ... 8

Gambar 2.4.a Gerak mengguling pesawat ... 9

Gambar 2.4.b Gerak longitudinal pesawat ... 9

Gambar 2.4.c Gerak menggeleng pesawat ... 9

Gambar 2.5 Kontroller Diferensial ...13

Gambar 3.1 Sumbu kesetimbangan dan gangguan pesawat ... 26

Gambar 3.2 Gerak longitudinal pesawat ... 33

Gambar 3.3 Flowchart Untuk menentukan nilai konstanta kontroller PI... 45

Gambar 3.4 Flowchart Untuk menentukan nilai konstanta kontroller PD ... 46

Gambar 3.2 Flowchart Untuk menentukan nilai konstanta kontroller PID ... 47

Gambar 4.1 Diagram blok lup terbuka kontrol sudut serang ... 48

Gambar 4.2 Grafik simulasi kontrol sudut serang lup terbuka ... 49

Gambar 4.3 Diagram blok lup terbuka kontrol sudut ketinggian ... 50

Gambar 4.4 Grafik simulasi lup terbuka kontrol sudut ketinggian ... 50

Gambar 4.5.Diagram blok lup tertutup kontrol sudut serang ... 51

Gambar 4.6 Grafik simulasi lup tertutup kontrol sudut serang ... 52

Gambar 4.7 Diagram blok lup tertutup kontrol ketinggian ... 53

Gambar 4.8 Grafik simulasi lup tertutup kontrol ketinggian... 54

Gambar 4.9 Diagram blok lup tertutup kontrol sudut serang dengan kontroler ... 55

Gambar 4.10 Diagram blok kontrol sudut serang yang disederhanakan... 56

Gambar 4.11 Diagram bode plant kontrol sudut serang ... 56

Gambar 4.12 Grafik simulasi kontrol sudut serang dengan kontroler PI ... 58

Gambar 4.13 Diagram bode kontrol sudut serang dengan kontroler PI ... 59

Gambar 4.14 Grafik simulasi kontrol sudut serang dengan kontroler PD ... 60

Gambar 4.15 Diagram bode kontrol sudut serang dengan kontroler PD ... 61


(10)

Gambar 4.17 Diagram bode kontrol sudut serang dengan kontroler PID ... 64

Gambar 4.18 Diagram blok lup tertutup kontrol sudut ketinggian ... 65

Gambar 4.19 Diagram blok kontrol sudut ketinggian yang disederhanakan ... 66

Gambar 4.20 Diagram bode plant kontrol sudut ketinggian ... 66

Gambar 4.21 Grafik simulasi kontrol sudut ketinggian dengan kontroler PI ... 68

Gambar 4.22 Diagram bode kontrol sudut ketinggian dengan kontroler PI... 69

Gambar 4.23 Grafik simulasi kontrol sudut ketinggian dengan kontroler PD ... 70

Gambar 4.24 Diagram bode kontrol sudut ketinggian dengan kontroler PI... 71

Gambar 4.25 Grafik simlulasi kontrol sudut ketinggian dengan kontroler PID ... 73


(11)

ABSTRAK

Kontroler PID adalah kontroler yang paling banyak digunakan di industri, instrumentasi dan peralatan laboratorium termasuk bidang penerbangan. Kontroler ini banyak digunakan karena mudah untuk dikombinasikan dengan kontroler lain. Pada tugas akhir ini dilakukan penentuan nilai konstanta penguatan kontroler proporsional

p

K , kontroler integral K dan kontroler diferensial i K untuk memenuhi spesifikasi d

sistem yang diinginkan dari gerak longitudinal pesawat dengan menggunakan metode pembentukan lup, dimana nilai konstanta kontroler ditentukan dengan menggunakan analisis respons frekuensi dari plot bode dari plant. Keunggulan dari metode pembentukan lup adalah tidak perlu lagi digunakan tuning untuk mencari nilai penguatan dari kontroler PID.


(12)

Abstract

PID controllers is the commonly used in industry, in instruments and laboratory equipment including aerospace subject. This controllers commonly used because it is easy to combine with another controllers. In this papers the controllers constants for Proportional controller Kp, Integral controller K and Diferential i

controller K for obtain required systems for longitudinal motion of aircraft are d

determine by using loop shaping method where is the controller constans determine by analyze frequency respons of bode plot from plant. The advantage of loop shaping method is there is no need tuning for determine PID controllers constans.


(13)

BAB I

PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang Masalah.

Rancangan pesawat yang kurang stabil namun lebih dapat bermanuver diperkenalkan oleh wright bersaudara.Rancangan dari pesawat yang kurang stabil ini mengakibatkan pekerjaan pilot menjadi lebih sulit dan lebih melelahkan,sehingga muncul ide untuk membentuk suatu sistem pilot automatis atau sering disebut sebagai autopilot. Tujuan awal dan utama dari perancangan sistem autopilot adalah untuk mengembalikan perilaku pesawat setelah terjadi beberapa gangguan.

Automatic pilot yang disingkat sebagai AUTOPILOT adalah peralatan otomatis yang terdiri dari peralatan mesin dan elektronik yang dapat menggerakkan sendiri peluru kendali atau pesawat. Sistem fisik dari kontrol autopilot pesawat dapat direpresentasikan dalam fungsi-fungsi matematis. Artinya karakteristik dari masukan maupun keluaran sistem kontrol dapat dinyatakan sebagai sekumpulan persamaan matematis. Dengan mendapatkan fungsi-fungsi masukan dan keluaran dapat dirancang suatu sistem kontrol autopilot yang optimal dan stabil.

Pada sistem kontrol autopilot pesawat pada dasarnya terdiri atas dua sistem, yaitu sistem lup terbuka dan sistem lup tertutup. Untuk merancang suatu sistem kontrol yang optimal dapat digunakan metode pembentukan lup. Dimana metoda pembentukan lup adalah suatu metoda dimana kita mencoba untuk memilih kontroller sehingga fungsi transfer lup memenuhi dari bentuk yang diinginkan. Apabila lup yang diinginkan telah sesuai maka kita dapat melihat dari plot kriteria Nyquist-nya.

Perancangan kontrol PID (Proporsional,Integral,Diferensial) dengan menggunakan metoda pembentukan lup bertujuan untuk memenuhi stabilitas serta mengantisipasi pengaruh gangguan yang mungkin terjadi pada kondisi nyata jika kondisi ini digunakan.


(14)

Perancangan controller PID selama ini menggunakan metoda trial and error dengan perhitungan yang memakan waktu lama, MATLAB yang dilengkapi kontrol toolbox membantu perancang untuk melihat respon berbagai kombinasi konstanta dengan variasi input yang berbeda.Penggunaan MATLAB sangat membantu perancang dalam menentukan kombinasi di antara P (Proporsional) ,I (Integral) dan D (Diferensial) kontroler untuk menghasilkan sistem pengaturan yang baik dan sederhana.

I.2.Tujuan Penelitian

Adapun yang menjadi tujuan dari penelitian ini adalah sesuai dengan latar belakang yang telah dinyatakan sebelumnya yaitu:

1. Mengetahui parameter-parameter yang mempengaruhi dalam perancangan kontroler PID dengan menggunakan metode pembentukan LUP.

2. Menganalisa kestabilan sistem pada sistem kontrol autopilot yang dirancang.

3. Menggunakan metoda pembentukan lup PID (Proporsional Integral Diferensial) untuk mendapatkan sistem kontrol yang stabil terhadap gangguan perubahan.

4. Untuk mendapatkan nilai konstanta penguatan dengan menggunakan metode pembentukan lup


(15)

I.3. Batasan Masalah

Batasan Masalah dalam penulisan tugas akhir yang saya buat adalah sebagai berikut yaitu:

1. Pada Simulasi ini tidak membahas komponen penyusun pesawat.

2. Pada simulasi ini sistem kontrol yang didesain adalah sistem kontrol dinamik didesain dengan menggunakan metoda pembentukan loop PID

3. Gerak pesawat yang dibahas hanyalah gerak longitudinal pesawat yang meliputi :

a.kontrol sudut serang pada mode gerak osilasi periode pendek (short

period oscilation)

b.kontrol sudut ketinggian pada mode gerak phugoid.

4. Pada simulasi ini analisis kestabilan berdasarkan metoda respons frekuensi dan metoda kestabilan Nyquist.

5. Massa pesawat dianggap konstan 6. Pesawat dianggap sebagai benda tegar 7. Bumi adalah kerangka acuan inersial

8. Tidak membahas mengenai aerodinamika pesawat

9. Tipe pesawat yang digunakan dalam simulasi adalah tipe pesawat tempur F-16A/B fighting falcon.


(16)

I.4 Manfaat Penelitian

Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah :

1. Mengetahui analisis kestabilan sistem di desain dengan menggunakan metoda pembentukan lup PID (Proporsional Integral Diferensial) 2. Meningkatkan pemahaman tentang kontrol autopilot pada pesawat

terbang khususnya pada gerak longitudinal pesawat

3. Meningkatkan pemahaman mengenai metoda pembantukan lup pada sistem kontrol

I.5. Metode Penelitian

Adapun yang menjadi metodologi penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Melakukan studi literatur untuk mendapatkan persamaan gerak pesawat.

2. Menurunkan fungsi transfer menggunakan data fisik dari pesawat dan persamaan gerak.

3. Mendesain sistem dengan menggunakan metoda pembentukan lup PID. 4. Melakukan simulasi dan analisis respon dengan adanya kombinasi


(17)

I.6 Sistematika Penulisan

Penyusunan Tugas Akhir ini berurutan sesuai dengan penulisan sebagai berikut:

BAB I : PENDAHULUAN

Bab ini secara berturutan membahas tentang latar belakang,perumusan masalah,tujuan penelitian dan sistematika penulisan.

BAB II: LANDASAN TEORI

Bagian ini menjelaskan tentang anatomi pesawat,kriteria kestabilan Nyquist dan metode kedudukan akar,sistem kontrol lup terbuka dan sistem kontrol lup tertutup,kontroller PID,metode pembentukan lup,dan dinamika gerak longitudinal pesawat

BAB III: PEMODELAN SISTEM DAN PERANCANGAN

Bab ini menjelaskan tentang penurunan persamaan gerak longitudinal pesawat,fungsi alih yang didapat dengan menggunakan prosedur pembentukan lup PID

BAB IV: SIMULASI DAN ANALISIS

Pada bagian ini memberikan hasil simulasi serta analisa dan penjelasan dari sistem kontrol untuk mendapatkan respon dari sistem

BAB V: KESIMPULAN

Bab ini memberikan kesimpulan dari hasil analisa dan simulasi desain sistem kontrol gerak longitudinal pada pesawat terbang dengan menggunakan metoda pembentukan lup


(18)

BAB II

LANDASAN TEORI

II.1.Anatomi Pesawat Terbang

Komponen utama dari pesawat terbang adalah ditunjukkan pada gambar 2.1.

Fuselage adalah badan pesawat,dimana bagian ini adalah bagian yang paling banyak

kegunaannya pada pesawat, fuselage membawa penumpang,barang bawaan dan

berbagai muatan,peralatan bahan bakar dan berbagai benda sesuai dengan rancangan pesawat.Sayap adalah penghasil gaya angkat pada pesawat, volume internal dari pesawat dapat digunakan untuk untuk menampung bahan bakar dan menyimpan peralatan pendaratan (roda dan penopang (struts) pendukung) setelah pesawat lepas landas. Penempatan dan penyesuaian ukuran stabilizer pada pesawat untuk memberikan stabilitas pada pesawat selama melakukan penerbangan .


(19)

Flaps dan kontrol permukaan digambarkan pada gambar 2.2. Flaps digunakan

untuk menambah gaya angkat pesawat. Aileron adalah kontrol permukaaan yang mengontrol gerak guling (rolling) pesawat,sebagai contoh, ketika aileron sebelah kiri turun kebawah sedangkan aileron sebelah kanan naik ke atas, maka gaya angkat akan bertambah pada sayap kiri sedangkan pada sayap kanan gaya angkatnya akan berkurang yang akan menyebabkan pesawat akan berguling (roll) kearah kanan.Elevator adalah kontrol permukaan yang mengatur gerak naik turun pesawat, ketika elevator turun ke bawah maka gaya angkat pada ekor pesawat akan bertambah dan menyebabkan ekor pesawat akan tertarik untuk naik sementara hidung pesawat akan turun ke bawah. Rudder adalah kontrol permukaan yang dapat membelokkan hidung pesawat ke kanan atau ke kiri.

Gambar 2.2 Kontrol Permukaan Pesawat (surface control)

Dengan meninjau pesawat pada gambar 2.3 dapat dilihat titik berat yang dinotasikan sebagai cg. Sumbu orthogonal xyz adalah tetap; sumbu x disepanjang fuselage, sumbu y disepanjang rentang sayap tegak lurus dengan dengan sumbu y, dan sumbu z yang mengarah ke bawah yang tegak lurus dengan bidang xy. Gerak translasi pesawat diberikan oleh komponen kecepatan yaitu U, V, dan W pada arah x, y , dan z.


(20)

Gerak rotasi diberikan oleh komponen kecepatan angular P, Q, dan R. Kecepatan rotasi ini menyebabkan momen L’, M dan N, pada sumbu x, y, dan z.

Gambar 2.3. Sumbu gerak dan titik pusat berat pesawat

Gerak rotasi di sepanjang sumbu x disebut sebagai gerak guling, L’ dan P masing-masing disebut sebagai momen dan kecepatan. Gerak rotasi pada sumbu y disebut gerak ketinggian (pitch); M dan Q masing-masing adalah momen dan kecepatan. Gerak pada sumbu z disebut gerak geleng (yaw) dengan N dan R adalah momen dan kecepatannya.

Tiga dasar kontrol pada gerak pesawat yaitu: aileron , elevator dan rudder dimana ketiga komponen ini didsisain untuk mengubah kontrol dan momen pada sumbu x,y,dan z. Pada gambar 2.3 dapat dilihat kontrol permukaan yaitu flap yang


(21)

Gambar 2.4a.gerak mengguling (roll)

Gambar 2.4.b. gerak longitudinal

Gambar 2.4.c.kontrol gerak menggeleng (yawing) Gambar 2.4

Mengacu pada gambar 2.2, dapat dilihat bahwa dari sini bahwa aileron mengontrol gerak guling (roll) pesawat yang disebut sebagai disebut sebagai kontrol

lateral. Kemudian juga dapat dilihat bahwa dari sini elevator mengatur ketinggian

pesawat dan disebut sebagai kontrol longitudinal, dan dapat juga dilihat bahwa rudder mengatur gerak geleng (yaw) dari pesawat,yang disebut sebagai kontrol langsung (directional).


(22)

II.2. Pengertian Gerak Longitudinal Pada Pesawat

Yang dimaksud sebagai gerak longitudinal pada pesawat adalah gerak yang meliputi ekor sampai hidung pesawat, adapun yang termasuk pada gerak longitudinal pesawat ini meliputi :

1. Kontrol elevator (kontrol sirip pengatur ketinggian) 2. Kontrol Sudut Serang

3. Kontrol kecepatan

Didalam gerak longitudinal pesawat terdapat dua mode gerak yang pertama adalah mode gerak osilasi pendek dan yang kedua adalah mode gerak phugoid. Yang dimaksud dengan mode gerak osilasi pendek adalah gerak yang teredam penuh (hal ini dapat dilihat pada persamaan gerak 3.48). Yaitu gerak ini memiliki redaman yang besar. Hal ini pada pesawat terbang mempengaruhi sudut serang α dan sudut ketinggian pesawat θ. Sedangkan gerak dengan osilasi yang memiliki periode yang panjang disebut sebagai mode gerak phugoid. Mode gerak phugoid mempengaruhi dua parameter dalam gerak pesawat yaitu sudut ketinggian θ dan kecepatan u, pada mode gerak phugoid ini sudut serang tidak berubah atau konstan.

II.3.Kriteria Kestabilan Nyquist

Dasar dari pemikiran analisis kestabilan Nyquist adalah untuk menyelidiki kondisi sistem lup terbuka dengan yang berosilasi dengan osilasi yang dapat terjadi apabila sistem memiliki umpan balik.

Respons frekuensi dari fungsi alih sistem dapat dinyatakan dengan memplot )

(jω

L kedalam diagram polar dimana L adalah: PC

L= ...(2.1)

L=fungsi alih lup P=Plant


(23)

Besar dari |L(jω)| disebut sebagai penguatan lup (loop gain) karena bagian ini menyatakan seberapa jauh sinyal dapat diperkuat. Keadaan osilasi dari sistem diberikan oleh persamaan :

1 ) (jω0 =−

L ...(2.2)

Persamaan 2.2 menyatakan bahwa kurva Nyquist dari fungsi alih lup akan melalui titik L=-1, yang disebut titik kritis (critical point). Dan sistem akan stabil apabila |L( j )|<1 , yang berarti kurva Nyquist pada titik kritis -1 ada pada sisi kiri ω

kurva Nyquist. Untuk sistem yang tidak memiliki pole pada sisi sebelah kanan bidang kompleks maka kondisi kestabilan adalah apabila plot Nyquist tidak mengelilingi titik kritis -1.

Teorema kestabilan Nyquist adalah : Jika L(s) adalah fungsi transfer dari lup untuk sistem berumpan balik negatif dan tidak memiliki pole pada bagian sebelah kanan bidang kompleks

(

Res≥0

)

maka sistem lup terttup akan stabil jika dan hanya jika kontur tertutup yang diberikan oleh Ω=

{

L

( )

jω :−∞<ω<∞

}

Ctidak mengelilingi s =-1.

II.4. Diagram Logaritmik atau grafik Bode

Fungsi alih sinusoida dapat dinyatakan dalam dua diagram terpisah , satu merupakan diagram besar terhadap frekuesin dan yang satunya lagi adalah diagram sudut fasa terhadap ferkuensi. Diagram Bode terdiri dari dua buah grafik; satu merupakan diagram dari logaritma besar fungsi alih sinusoida; satu merupakan diagram sudut fasa ; keduanya digambar terhadap frekuensi dalam skala logaritmik. Dala metode pembentukan lup diagram Bode digunakan untuk menentukan besar dari fungsi alih sinusoida dari fungsi alih, dan frekuensi crossover gc) dari fungsi alih tersebut. Frekuensi crossover adalah frekuensi yag menyebabkan besar fungsi alih lup terbuka sama dengan satu.


(24)

II.5 Kontroller PID

Kontroler adalah komponen yang berfungsi meminimalisasi sinyal kesalahan. Tipe kontroler yang paling banyak digunakan adalah controller PID. Elemen kontroler P,I dan D masing-masing secara keseluruhan bertujuan untuk mendeteksi sinyal kesalahan penggerak, mempercepat reaksi sistem dan menghasilkan perubahan awal yang lain.

II.5.1 Kontroler Proporsional

Kontroler proporsional memiliki keluaran yang sebanding (proporsional) dengan besarnya sinyal kesalahan, jika sinyal masukan dimisalkan sebagai m(t) dan sinyal keluaran sebagai e(t) maka untuk kontroler proporsional, hubungan antara keluaran kontroler m(t) dan sinyal kesalahan penggerak e(t) adalah

) ( )

(t K e t

m = p …(2.3)

Atau dalam besaran transformasi laplace,

p

K s E

s M

= ) (

) (

…(2.4)

Dimana Kp adalah kepekaan proporsional atau penguatan. Perubahan pada kontroler proporsional akan mengakibatkan sistem secara langsung mengubah keluarannya sebesar konstanta pengalinya.

II.5.2 Kontroler Integral

Kontroler integral berfungsi untuk menghasilkan sistem yang memiliki kesalahan keadaan tunak yang kecil. Kalau sebuah plant tidak memiliki elemen integrator (1/s), maka kontroler proporsional tidak dapat menjamin keluaran sistem


(25)

Kontroler ini dipengaruhi oleh perubahan yang sebanding dengan nilai sinyal kesalahan. Keluaran kontroler ini merupakan penjumlahan yang terus menerus dari perubahan masukannya.

Kalau sinyal kesalahan tidak mengalami perubahan, keluaran akan menjaga keadaan seperti sebelum terjadinya perubahan masukan. Sinyal keluaran kontroler integral merupakan luas bidang yang dibentuk oleh kurva kesalahan penggerak

Kontroler integral mempunyai karakteristik sebagai berikut:

1. Dapat menghilangkan error steady state, namun keluaran kontroler membutuhkan selang waktu tertentu, sehingga respon sistem akan menjadi lambat

2. Apabila sinyal kesalahan bernilai nol maka keluaran kontroler akan tetap bertahan pada nilai sebelumnya

3. Jika sinyal kesalahan tidak berharga nol, maka keluaran akan menunjukkan perubahan (kenaikan atau penurunan) yang dipengaruhi oleh besarnya nilai kesalahan dan nilai K . i

II.5.3 Kontroler diferensial

Kontroler diferensial mempunyai sifat seperti suatu operasi derivative. Perubahan yang sesaat pada masukan kontroler akan mengakibatkan perubahan yang sangat besar dan cepat.

TdS

-+

E(s) M(s)


(26)

Kontroler diferensial biasanya digunakan untuk mempercepat respon awal system, tetapi tidak memperkecil kesalahan tunaknya (steady state error).

Adapun karakteristik dari suatu kontroler diferensial adalah:

1. Kontroler diferensial memberikan efek redaman pada sistem yang berosilasi dan memperbaiki respon transient.

2. Jika sinyal kesalahan (error) berubah terhadap waktu, maka keluaran yang dihasilkan kontroler tergantung pada nilai Td dan laju perubahan sinyal kesalahan.

3. Kontroler diferensial mempunyai karakter untuk saling mendahului, sehingga kontroler ini dapat menghasilkan koreksi yang signifikan sebelum pembangkit kesalahan menjadi sangat besar. Oleh sebab itu kontroler diferensial dapat mengantisipasi pembangkit kesalahan, memberikan aksi yang bersifat korektif, sehingga sistem akan menjadi stabil.

II.6.Metode pembentukan lup PID (loop shaping PID)

Metode pembentukan lup adalah suatu metoda yang berdasarkan analisis Nyquist. Dengan menggunakan kriteria kestabilan Nyquist kita memplot Nyquist fungsi alih lup terbuka untuk menentukan kestabilan sistem lup tertutup. Metode ini bertujuan untuk mencari nilai penguatan kontroler yang paling tepat dari fungsi alih lup terbuka dengan menganalisa fungsi alih L(jω)lup terbuka sistem tersebut.

Ada tiga kombinasi kontroler (Proporsional, Integral, Diferensial) yaitu kontroler proporsional plus integral (PI), kontroler proporsional plus diferensial (PD), dan kontroler proporsional plus integral plus diferensial (PID). Bentuk fungsi alih dari masing-masing kombinasi kontroler tersebut adalah sebagai berikut :


(27)

II.6.1 Kontroler Proporsional Plus Integral

Kontroler proporsional plus integral didefenisikan dengan persamaan berikut ini :

= +

t i

p

p e t dt

T K t e K t C

0 ) ( )

( )

( …(2.5)

dengan mentransformasikan laplace maka persamaan diatas akan menjadi :

s T K K s C

i p p +

=

)

( …(2.6)

Jika fungsi alih adalah L(s)=P(s)C(s) dan frekuensi crossover gain adalah ωgcmaka fungsi alih L(s) dapat dituliskan dalam bentuk :

) ( ) ( )

(jω P jω C jω

L =

i gc

i gc T

T j

kP j

L

ω ω ω

ω

2 2

1 ) ( )

( = + …(2.7)

nilai konstanta penguatan proporsional dapat dihitung dengan menggunakan persamaan :

( )

| |

1 2 2

gc i

gc i gc

p P j

T T

K ω

ω ω +

= …(2.8)

nilai dari |P

( )

jωgc | dan ωgcdapat dilihat secara langsung dari plot Bode . Satu-satunya nilai variabel yang tidak diketahui dari pesamaan 2.8 adalah konstanta waktu integral T . Nilai konstanta ini dapat ditentukan dengan menggunakan persyaratan i

margin fasa yang digunakan pada perancangan Hubungan antara ωTi =cosϕm. Biasanya nilai margin fasa dimana sistem akan stabil berkisar antara harga 30o−60o.


(28)

II.6.2 Kontroler Proporsional Plus Diferensial

Dengan menggunakan diagram bode yang sama nilai penguatan Kpdapat ditentukan dari persamaan yang mendefenisikan hubungan antara kontroler proporsional dan diferensial yang dinyatakan sebagai:

dt t de T K K t

C( )= p+ p d ( ) ...(2.9)

dengan mentrasformasi lapalace persamaan diatas maka : )

1 ( )

(s K T s

C = p + d ...(2.10)

karena fungsi alih adalah L(s)=P(s)C(s) dan frekuensi crossover gain adalah

gc

ω maka fungsi alih L(s) dapat dituliskan dalam bentuk : ) ( ) ( )

(jω P jω C jω

L =

2 2

1 ) ( )

(j KpP j gc Td

L ω = ω +ω …(2.11)

nilai konstanta Kpdapat ditentukan dengan menggunakan persamaan :

2 2

1 | ) (

| gc d

p P j T

K = ω +ω …(2.12)

sama seperti pada kontroler PI (Proporsional,Integral) nilai konstanta waktu T dapat d

ditentukan dari hubungan ωTd =sinϕmmargin fasa yang dipilih pada saat perancangan. Sementara nilai dari |P

( )

jωgc | dan ωgcdapat dilihat secara langsung dari plot Bode.


(29)

II.6.3 Kontroler Proporsional Plus Integral Plus Diferensial.

Perancangan dari kontroler proporsional plus integral plus diferensial sangat banyak digunakan untuk menutupi kekurangan serta menggabungkan kelebihan dari masing-masing kontroler.

Dengan menggabungkannya maka elemen-elemen kontroler P, I, dan D akan mempercepat reaksi sebuah sistem. Dengan e(t) adalah sinyal masukan kontroler sedangkan m(t) adalah sinyal keluarannya maka secara matematis dapat dituliskan sebagai berikut: dt t de K dt t e K t e K t

C( ) p ( ) i t ( ) D ( )

0 +

+

=

…(2.13)

Dengan mentransformasi laplace persamaan diatas maka persamaan 2.13 menjadi:

  

+ +

= T s

s T K s C d i p 1 1 ) (     + + = s T s sT T s T K s C i d i i p 1 ) (         + + = s T s T T s T K s C i d i i p 1 ) ( 2 …(2.14)

Konstanta penguatan Kpdapat dicari dengan menggunakan hubungan antara )

( ) ( )

(jω P jω C jω

L = sehigga:

) ( 1 ) ( ) ( ) ( 4 2 2 2 2 gc i gc gc d i i gc

p P j

T T T T K j C j P j L ω ω ω ω ω ω ω           + =


(30)

Maka nilai konstanta penguatanKp adalah :

| ( )|

1

4 2 2 2 2

gc i

gc

gc d i i gc

p P j

T T T T

K ω

ω

ω ω

     

  

+

= …(2.16)

nilai konstanta waktu T dan i T didapat dari kombinasi masing-masing kontroler PI d

dan PD. Pada metoda pembentukan lup nilai konstanta penguatan Kpakan berubah sesuai dengan kombinasi kontroler yang digunakan. Akan tetapi nilai K dan i K d

tidak dapat dihitung secara langsung seperti pada kontroler PI dan PD, melainkan melalui hubungan :

10 log log

logKd = KpTd− …(2.17) 10

log log

log = −

i p i

T K


(31)

BAB III

PEMODELAN DAN PERANCANGAN SISTEM

Untuk memenuhi fungsi transfer dari pesawat hal pertama yang sangat penting adalah menurunkan persamaan gerak dari pesawat. Persamaan gerak yang diturunkan menerapkan hukum Newton tentang gerak yang menghubungkan antara penjumlahan dari gaya-gaya luar serta memomentum linier dan angular serta percepatan dari pesawat.

Pusat sumbu sistem didefenisikan sebagai pusat dari gravitasi pesawat.pada umumnya, sumbu sistem dianggap tetap atau tidak bergerak.dan ikut berotasi terhadap pesawat. Sebelum memulai proses penurunan terhadap persamaan gerak maka perlu adanya asumsi-asumsi, diantaranya massa pesawat dianggap konstan, pesawat dianggap sebagai benda tegar bumi dan atmosfir dianggap tidak bergerak dan sebagai kerangka acuan inersial.

III.1. Penurunan Persamaan Gerak Pesawat

Persamaan gerak didapatkan dengan menerapkan hukum II Newton yang menyatakan penjumlahan gaya luar (eksternal) pada sebuah benda haruslah sama dengan laju perubahan momentum benda terhadap waktu dan penjumlahan momen luar yang bekerja pada benda haruslah sama dengan laju perubahan momentum angular. Pernyataan ini dapat ditulis dalam dua persamaan vektor.

= mVT

]

I dt

d

F ( ) …(3.1) Dan

=

]

I

dt dH

M …(3.2)

Dimana ]I menyatakan laju perubahan vektor terhadap kerangka acuan inersial. Apabila persamaan diatas diperluas dengan menganggap bahwa sekarang gaya dan


(32)

momen total terdiri atas gaya dan momen pada saat setimbang dan pada saat terdapat gangguan maka persamaan 3.1 dan 3.2 dapat ditulis kembali menjadi

∑ ∑ ∑

F = F0 + ∆F …(3.3) Dan

M =

M0 +

M …(3.4) Persamaan 3.1 dapat juga diperluas untuk massa dan kecepatan yang berubah menjadi

∆ = +

dt dV m V dt dm

F T T …(3.5)

Dengan menerapkan asumsi diatas yang menyatakan massa pesawat adalah konstan maka persamaan 3.5 akan tereduksi menjadi

∆ = dt dV m

F T

…(3.6) Komponen vektor kecepatan pada pesawat dapat saja berotasi sementara besarnya berubah, maka derivativ kecepatan pesawat dapat dituliskan sebagai

T t

T

dt dV dt

dV

V ω 1

T

V + ×

= …(3.7) Dimana

dt dVT

T

V

1 adalah perubahan kecepatan linier, ω adalah total kecepatan angular pesawat terhadap bumi. V dan T ω dapat ditulis dalam bentuk komponennya masing-masing sebagai:

kW jV iU

VT = + + …(3.8) Dan untuk ω


(33)

dt dVT

T

V

1 =iU•+ jV•+kW• …(3.10)

ω×VT =

W V U

R Q P

k j i

…(3.11)

Persamaan 3.11 dapat juga ditulis menjadi:

ω×VT= i(WQVR)+ j(URWP)+k(VPUQ) …(3.12)

Fdapat ditulis untuk ketiga komponen sumbu X, Y dan Z, yaitu

Fx =m(U•+WQVR)

Fy =m(V•+URWP) )

(W VP UQ

m

FZ = + −

∆ •

…(3.13)

Untuk mendapatkan persamaan gerak angular, maka dengan mengingat persamaan 3.2 yaitu:

=

]

I dt dH

M …(3.14)

Dengan mendefinisikan bahwa H adalah momentum angular. Momentum dari elemen massa dm dengan kecepatan sudut adalah ω akan sama dengan kecepatan tangensial dari elemen massa dm dari pusat rotasi. Kecepatan tangensial dapat dinyatakan sebagai :

R

ω

Vtan = × …(3.15)

Dengan penambahan resultan momentum dari kecepatan tangensial dari elemen massa dapat dinyatakan sebagai :


(34)

dM=

(

ω×r

)

dm …(3.16) Momentum angular dH dapat dinyatakan sebagai :

dH=r×

(

ω×r

)

dm …(3.17) Tetapi H =

dHmeliputi sejumlah massa dari pesawat sehingga :

(

)

dm

dH r ω r

H=

=

× × …(3.18) Dengan mengevaluasi untuk hasil kali silang, jika

R Q

P j k

i

ω= + +

z y x j k i

r= + + …(3.19)

Kemudian perkalian silang antara ωdan r adalah :

ω× r = i(zQyR)+j(xRzP)+k(yPxQ) …(3.20)

Kemudian

[

+ − −

] [

+ + − −

]

+

= ×

×(ω r) i(y2 z2)P xyQ xzR j(z2 x2)Q yzR xyP r

k

[

(x2 + y2)RxzPyzQ

]

…(3.21) Dengan mensubstitusikan persamaan 3.21 kedalam persamaan 3.18 maka

[

]

[

]

+ − − +

+ − −

= (y2 z2)P xyQ xzRdm (z2 x2)Q yzR xyPdm j

i H


(35)

didefinisikan serupa. Dengan menggunakan asumsi bahwa Jxy =Jyz =0, persamaan 3.22 dapat juga dituliskan menjadi

xz x

x PI RJ

H = − y

y QI

H = xz

z z RI PJ

H = − …(3.23)

Akan tetapi persamaan 3.14 menghendaki adanya laju perubahan H terhadap waktu. Karena H baik besar maupun arahnya maka persamaan 3.14 dapat ditulis menjadi :

H ω

M= + ×

dHdt

H

1 …(3.24)

Komponen dari

dt dH

H

1 adalah :

x PIx RJxz dt

dH • •

− =

y

y

I Q dt dH

=

xz z

z

J P I R dt

dH • •

= …(3.25) Karena telah diasumsikan bahwa pesawat adalah benda tegar dengan massa yang konstan, laju perubahan momen terhadap waktu serta hasil kali inersia adalah nol.maka

ω×H=(iP+jQ+kR)×(Hx +Hy +Hz)

ω×H=i(QHzRHy)+j(RHxPHz)+k(PHyQHx) …(3.26)

Mdapat juga ditulis sebagai:


(36)

Dengan menyamakan komponen-komponen dari persamaan 3.25, 3.26, dan 3.27 dan mensubstitusikannya untuk Hx,Hy,dan H persamaan gerak angular adalah: z

L

= PIxRJxz +QR(IzIy)−PQJxz

M

=

• •

− + −

+ x z xz

y PR I I P R J

I

Q ( ) ( 2 2)

N

=

RIzPJxz +PQ(Iy•−Ix)+QRJxz

...(3.28) Persamaan untuk gerak linier adalah :

Fx =m(U•+WQVR)

Fy =m(V•+URWP) )

(W VP UQ

m

FZ = + −

∆ •

…(3.29)

Persamaan 3.28 dan 3.29 adalah persamaan gerak yang lengkap untuk menggambarkan gerak pesawat.

Linierisasi pada persamaan gerak 3.28 dan 3.29 dapat dilakukan untuk menyederhanakan solusi. Keenam persamaan dapat dipecah menjadi dua set dari tiga persamaan simultan. Untuk menyelesaikannya maka pesawat ditinjau terbang lurus dan tidak dipercepat dan terdapat gangguan yaitu penyimpangan (defleksi) pada elevator.


(37)

(rolling) atau menggeleng (yawing) ; lalu P=R=V=0 dan

Fy ,

L

,dan

N

pada persamaan dapat dieliminasi sehingga

Fx =m(U•+WQ) ) (W UQ m

FZ = −

∆ •

M

=

QIy …(3.30)

III.2 Persamaan gerak longitudinal

Komponen dari kecepatan linier dan kecepatan angular terhadap sumbu pesawat dinotasikan sebagai U, V, W, P, Q, dan R. Suku-suku ini mengandung harga-harga pada saat kesetimbangan dan perubahan pada keadaan steady state, sehingga dapat dituliskan sebagai:

w W W

v V V

u U U

+ =

+ =

+ =

0 0

0

r R R

q Q Q

p P P

+ =

+ =

+ =

0 0 0

Dimana U0,V0,dan seterusnya adalah harga-harga pada keadaan setimbang, sedangkan u,v, dan seterusnya adalah harga-harga pada saat terjadi gangguan.


(38)

Gambar 3.1.Sumbu kesetimbangan dan gangguan pesawat

Pada gambar 3.1 dapat dilihat bahwa sumbu OX adalah sumbu longitudinal dari pesawat dan segaris dengan arah vektor kecepatan dari pesawat, W0 =0. Dalam gambar 3.1 sumbu XE,YE,ZE adalah sumbu acuan (referensi) terhadap bumi,

0 , 0 0,Y Z

X , adalah sumbu kesetimbangan pesawat dan X,Y,Zadalah sumbu gangguan pada pesawat. Seperti dapat dilihat pada gambar 3.1 Θ0 dan γ0 diukur dari horizontal dari sumbu X . 0

Sudut γ adalah sudut jalur penerbangan (flight path angle) dan didefenisikan sebagai sudut yang diukur pada diantara bidang vertikal dan bidang horizontal dan


(39)

Perubahan dari Θadalah θ, perubahan kecepatan sudut yang disebabkan oleh rotasi terhadap sumbu Y adalah q=θ• , dengan kondisi ini maka U =U0+u, W=w dan

0

U adalah konstan,

• •

=u

U dan W• =w• . Ketika pesawat pada awalnya terbang tanpa mempunyai percepatan maka Q =0 dan Q=q. 0

Dengan mensubstitusikan ini ke persamaan gaya pada persamaan 3.30 maka

Fx =m(u•+wq)

Fz =m(w•−U0quq) ...(3.31)

Dengan membatasi bahwa perubahan pada keadaan kesetimbangan akibat gangguan adalah kecil, maka persamaaannya dapat ditulis sebagai :

Fx =m(u•)

Fz =m(w•−U0q) =m(w•−U0θ•)

M

=

θ••Iy …(3.32)

Dengan memperluas dan menerapkan gaya dan momen dan menyatakan perubahan yang menyebabkan gangguan. Komponen gaya gravitasi sepanjang sumbu X dan Z adalah fungsi dari sudut Θ, seperti ditunjukkan oleh gambar 3.2

Θ −

= mgsin

F

x

g

Θ =mgcos

F

z


(40)

Perubahan gaya ini terhadap Θadalah: Θ − = Θ ∂ ∂ cos mg F x g Θ − = Θ ∂ ∂ sin mg F z g ...(3.34)

Gaya pada arah sumbu X adalah fungsi dari U,W,W•,Θ, dan Θ• lalu total diferensial dari F dapat dituliskan sebagai x

• • • • Θ Θ ∂ ∂ + Θ Θ ∂ ∂ + ∂ ∂ + ∂ ∂ + ∂ ∂

= dW F d F d

W F dW W F dU U F

dFx x x x x x ...(3.35)

Alasan karena tidak hadirnya suku ∂Fx /∂U• karena pesawat diasumsikan mengalami aliran quasisteady. Karena u,w, dan variabel-variabel lain adalah perubahan parameter dan gangguan-gangguan dianggap kecil maka persamaan 3.35 dapat dituliskan sebagai berikut:

• ∂ ∂ + ∂ ∂ + ∂ ∂ + ∂ ∂ + ∂ ∂ = ∆ θ θ θ

θx x

x x x x F F w w F w w F u u F

F ...(3.36)

Dengan mengalikan dan membagikan tiap suku dengan U maka persamaan 3.36 0

menjadi

• • • • ∂ ∂ + ∂ ∂ + ∂ ∂ + ∂ ∂ + ∂ ∂ = ∆ 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 U F U U F U U w w F U U w w F U U u u F U

F x x x x x

x

θ θ θ

θ ...(3.37)

Rasio

U w U

u , dan U

wdan didefenisikan sebagai:

u u ='


(41)

Dengan mensubstitusikannya ke persamaan 3.37 maka akan didapat hasil

• ∂ ∂ + ∂ ∂ + ∂ ∂ + ∂ ∂ + ∂ ∂ = ∆ θ θ θ θ α

α x x x

x x x F F w F w F u u F U

F ' ' ' ...(3.38)

Dimana α α ∂ ∂ = ∂ ∂ = ∂ ∂ = ∂

x x Fx Fx

U w F w F U '

/ dan 1

' ≡ ∂ ∂

αα Maka dari persamaan 3.32 yang menyatakan bahwa :

• • • • = =       = = ∆

mU u

U u mU U U u m u m

Fx ( ) ' Dengan mensubstitusi pernyataan untuk

Fx pada persamaan 3.38, dengan mengambil suku disebelah kanan dan membagikannya dengan Sq persamamaan untuk gaya pada sumbu x menjadi:

Sq F F Sq F Sq F Sq F Sq u u F Sq U u Sq

mU x x x x x = xa

∂ ∂ − ∂ ∂ − ∂ ∂ − ∂ ∂ − ∂ ∂ − • θ θ α α α α 1 1 1 ' 1 '

' ...(3.39)

Dimana a x

F adalah gaya aerodinamika yang berasal dari sumbu x. S adalah luas

sayap, q= 2 2 1

V

ρ tekanan dinamik danρ adalah massa jenis udara.

Substitusi untuk ∂Fxθ dari persamaan 3.33 dan mengalikan serta membagikan suku keempat dan kelima dari persamaan 3.39 dengan c/2U , dimana c adalah panjang busur aerodinamik maka persamaan 3.39 menjadi:

+ Θ −

∂ ∂           − ∂ ∂ − ∂ ∂ − • • θ α α α

α ' (cos )

2 1 2 ' 1 ' ' Sq mg F c U Sq U c F Sq u u F Sq U u Sq

mU x x x

a x a F x x C Sq F F c U Sq U c = = ∂ ∂           • • θ θ 2 1


(42)

Kadang-kadang

Sq mg

disimbolkan sebagai -C sehingga persamaan 3.40 w

menjadi − Θ + − − − • •

• α θ

α

α

α' 2 ' (cos )

'

' x x Cx Cw

U c C u C u Sq mU

u Cxq CFxa

U c

=

θ

2 …(3.41)

Biasanya F dan z

M

dapat diselesaikan. Pernyataan untuk F dinyatakan z

dalam bentuk sebagai berikut:

• • • • ∂ ∂ + ∂ ∂ + ∂ ∂ + ∂ ∂ + ∂ ∂ = ∆ θ θ θ

θz z

z z z z F F w w F w w F u u F F …(3.42)

Dengan mengalikan dan membagikan setiap suku dengan U dan menggunakan defenisi dari rasio yang telah didefenisikan sebelumnya maka persamaan 3.42 dapat dituliskan menjadi :

• • • • ∂ ∂ + ∂ ∂ + ∂ ∂ + ∂ ∂ + ∂ ∂ = ∆

θ θ θ θ α α α

αz z z z

z z F F F F u u F U F ' …(3.43)

Dari persamaan 3.32

Fz =m(w•−Uθ•)

∆ = • UUθ• =mU α•−mUθ•

U w m

Fz ( ) ' ...(3.44)

Substitusi persamaan 3.44 ke persamaan 3.43 dan mengalikannnya dengan Sq akan menghasilkan :

 

 


(43)

Dengan menggunakan koefisien yang terdapat pada tabel L.1 (terdapat pada lampiran) maka persamaan 3.45 menjadi :

a z q

u z z z w F

x C C C

U c Sq mU C C U c Sq mU u

C − Θ =

    + −     +

α• α α θ• θ

α ) (sin 2 ' ' 2 ' ...(3.46)

Persamaan untuk moment dapat dituliskan sebagai:

M

=

∂ ∂ + ∂ ∂ + ∂ ∂ + ∂ ∂ θ θ M M M M w w w w u

u … (3.47)

Dengan mengalikan dan membagi tiga dari suku pertama dengan U dan menggunakan defenisi yang telah ditetapkan sebelumnya maka persamaan 3.47 dapat dituliskan kembali sebagai:

a m y C Sqc Sqc Sqc I Sqc Sqc u u Sqc u = = ∂ ∂ − + ∂ ∂ − ∂ ∂ − ∂ ∂

− M M • M •• M • Ma

θ θ θ α α α α 1 ' 1 1 ' ...(3.48)

Dengan menggunakan koefisien yang terdapat pada table L.1 maka persamaan 3.48 menjadi :

a q

u m m

y m

m

m C C

U c Sqc I C C U c u

C − − + − =

α• α α θ•• θ•

α 2

' '

2

' ...(3.49)

Persamaan 3.41, 3.46 dan 3.49 adalah persamaan untuk gerak longitudinal pada pesawat yang dituliskan kembali menjadi:


(44)

a Fx w xq X x

xu C C C

U c C C U c u C u Sq mU =   

Θ

+       +     • • • θ θ α α α

α (cos )

2 ' ' 2 ' ' α θ θ α α α

α z zq w Fz

zs

zu C C C

U c Sq mU C C U c Sq mU U

C =

     Θ −     +       −     +

− • • • (sin )

2 ' ' 2 ) ' (

(

)

   +       +

α• α α θ•• θ•

α q u m y m m m C U c Sqc I C C U c u C 2 ' ' 2 ' = a m

C

...(3.40)

Persamaan ini mengasumsikan bahwa :

1. Sumbu X dan Z terletak pada bidang simetris dan ttitik asal sumbu sistem terletak pusat berat dari pesawat (dapat dilihat pada gambar 3.2)

2. Massa pesawat adalah konstan 3. Pesawat adalah benda tegar

4. Bumi adalah kerangka acuan inersial 5. Gangguan pada pesawat dianggap kecil 6. Aliran udara adalah quasisteady

Dengan mentransformasikan persamaan 3.40 ke transformasi laplace maka persamaan 3.40 serta dengan mengabaikan suku-suku

• α x C , q x

C , dan

u m

C persamaan tersebut

akan menjadi :

0 = Θ − −   

' ( ) ' ( ) (cos ) ( )

s C s C s u C s Sq mU w x

xu α α θ

( )

0

2

2  =

    Θ −    − +       −     +

− ' ( ) ' C s C (sin ) (s)

U c Sq mU s C s C U c Sq mU s u

Cz z z z w

q

u α α θ


(45)

Gambar 3.2.Gerak Longitudinal Pesawat

III.3 Permodelan dan penurunan fungsi alih

Data fisik pesawat F-16 yang mendukung analisa gerak longitudinal adalah :

Massa pesawat (m) = 9295.4 kg Panjang sayap pesawat (B) = 9.144 m

Luas Sayap (S) = 27.87 m 2

Busur aerodinamik rata-rata ( c ) = 3.45 m Momen inersia gerak mengguling

(roll) (I ) x = 12874.8 kg.m2 Momen inersia ketinggian (pitch)

(Iy) = 75673.6 kg.m2

Momen inersia gerak menggeleng

(yaw) (I ) z = 85552.1kg.m2

Produk momen inersia (Ixz) = 1331.4 Produk momen inersia (Ixy) = 0.0 Produk momen inersia (Iyz) = 0.0


(46)

Lokasi pusat titik berat pesawat

(xcg) = 1.035 m

Kecepatan Jelajah Pesawat (U) = 1.2 Mach

Data Fisik pesawat berasal dari (Sonneveldt,Lars, Non-linier F-16 description ,Delft University) .

F-16 beroperasi pada range ketinggian 9000-12000 m dan memiliki kecepatan

maksimum 2.2 mach (2.2 kecepatan suara) (sumber;

penelitian ini, diasumsikan bahwa pesawat beroperasi pada ketinggian 10.000 m dengan kecepatan jelajah 1.2 mach. untuk itu maka diperlukan menggunakan data atmosfer data ini bersumber dari "Sonneveldt,Lars, Non-linier F-16 description ,Delft University".

Data Atmosfer :

h T

T = 0 −0.0065

h T g e 28705 0 .

− =ρ ρ

T

a= 1.4×287.05 ...(3.42) Dengan :

3 0 =1.225kg/m

ρ (massa jenis udara pada permukaan air laut)

K

T0 =288.15 (Suhu Udara pada permukaan laut)

h< 11000 m

a= kecepatan suara


(47)

h T g e 28705 0 .

− =ρ ρ

= 1.225

000 10 15 223 05 287

8 9

. ) . ( .

.

e

= 0.265275 kg/m3

T a= 1.4×287.05

= 1.4×287.05(223.15) = 299.46 m/s

Dengan demikian kecepatan pesawat adalah :

U = 1.2(299.46)

= 359.352 m/s

Koefisien-koefisien aerodinamika dari pesawat adalah :

Cxu =

-

0.12

a x

C = -2.3163

w

C = 0.33

u z

C =-0.66

c It

= 2.89

α

Z

C = 0.04

α

z

C =0.4

q z

C = -9.28

α

m

C = 0.0327

q

m

C =-7.051 Cmα=-0.0448

2

2 1

U q= ρ


(48)

= 0265275 359352 2 2 1 ) . ( .

= 17128 kg/ms2

08762 12. = Sq mU 0002 0 2U CZα• = .

c

045 0 2U Czq =− .

c • α m C U c 2 =0.00015697 0337 0 2 Cmq =− .

U c 04594 0. = Sqc Iy

Koefisien-koefisien aerodinamika diatas didapatkan berdasarkan data fisik dari pesawat.

− − Θ =0

  

sC 'u(s) C ' (s) C (cos ) (s)

Sq mU

w x

xu α α θ

( )

0

2

2  =

    Θ −    − +       −     +

− ' ( ) ' C s C (sin ) (s)

U c Sq mU s C s C U c Sq mU s u

Cz z z z w

q

u α α θ

α

( )

( )

0

2 ' 2 2 =     − +         −

U C s s

c s Sqc I s C s C U c q m y m

m α α θ

α


(49)

(12.08762s+0.12)'u(s) + 2.3163'α(s) - 0.33 θ(s)=0 )

( ' .66u s

0

+ (12.08742s-0.04)'α(s)-12.04262sθ(s) = 0

0+(0.00015697s+0.048)'α(s)+(0,046s +0.0337s)2 θ(s)=0 ...(3.43) Persamaan 3.43 adalah persamaan linier simultan yang mempunyai variabel-variabel sehingga persamaan 3.43 dapat ditulis dalam bentuk matriks, determinan dari matriks tersebut harus sama dengan nol.

0 ) 0337 . 0 046 . 0 ( ) 0048 . 0 00015697 . 0 ( 0 04262 . 12 ) 04 . 0 08742 . 12 ( 66 . 0 33 . 0 31613 . 2 ) 12 . 0 08762 . 12 ( 2 = + + − − − − + = ∇ s s s s s s ...(3.44)

Determinan dari matriks pada persamaan 3.44 dapat dicari dengan aturan Crammer, yaitu:

(

+

)(

{

)

+ − − +

}

=

∇ 12.08762s 0.12 12.08742s 0.04(0.046s2 0.0337s) ( 12.04262)(0.00015697s 0.048)

(

)

{

0.66(0.046 0.0337 )

}

(

0.33

) (

{

0.66

)

(0.00015697 0.048)

}

0 )

3663 . 2

( − s2 + s + − − s+ = ...(3.45)

0 105 . 0 583 . 0 089 . 7 997 . 4 72072 .

6 4 + 3+ 2 + + =

=

s s s s ...(3.46)

dengan membagikan persamaan 3.46 maka dengan 6.72072 maka akan didapat :

015623 . 0 08675 . 0 055 . 1 744 .

0 3 2

4+ + + +

=

s s s s ...(3.47)

Dengan menyusun kembali akar-akar persamaan tersebut maka akan didapat dua bentuk kuadratis dari persamaan 3.47 yaitu:


(50)

Akan tetapi bentuk kuadratik untuk mengindikasikan frekuensi natural ωndan rasio redaman ζ adalah (s2 +2ζωnsn2) dengan menggunakan defenisi ini pada persamaan 3.48 menjadi :

(s2+2ζsωnssns2)(s2+2ζsωnpsnp2 ) ...(3.49) dengan

=

p

ζ koefisien redaman phogoid =

s

ζ koefisien redaman osilasi periode pendek (short-period oscillation) =

ns

ω frekuensi natural osilasi periode pendek

= np

ω frekuensi natural phugiod

Dari persamaan diatas maka dapat dilihat bahwa :

= s

ζ 0.994 =

ns

ω 0.334

=

p

ζ 0.126

= np


(51)

koefisien-koefisien tersebut adalah untuk e m

C δ =-0.2094 dan untuk e z

C δ =-0.0725 dan

e

x

C δ diabaikan. Dengan menggunakan persamaan 3.43 dan mensubstitusi harga-harga koefisien dari

e m

C δ dan e z

C δ maka akan didapatkan

(12.08762s+0.12)'u(s) + 2.3163'α(s) - 0.33 θ(s)=0 )

( ' .66u s

0

+ (12.08742s-0.04)'α(s)-12.04262sθ(s) = -0.0725δe(s)

(0.00015697s+0.048)'α(s)+(0,046s + 0.0337s)2 θ(s) =-0.2094 δe(s) ...(3.50) dengan δe adalah defleksi dari elevator yang dinyatakan dalam radian.

Fungsi transfer dinamik dari kontrol kecepatan dari persamaan diatas dengan

e

δ sebagai input dan 'u(s) sebagai output didapat dengan menggunakan metode determinan yaitu :

∇ + + − − − − −

= s s s

s s s s u e 0337 . 0 046 . 0 048 . 0 00015697 . 0 2094 . 0 04262 . 12 04 . 0 08742 . 12 0725 . 0 33 . 0 3163 . 2 0 ) ( ) ( ' 2

δ ...(3.51)

dengan∇ adalah determinan dari matriks persamaan 3.44 dan hasilnya diberikan oleh persamaan 3.46.

∇=6.72072

(

s2+0.6634s+0.9878

)(

s2+0.0772s+0.01582

)

...(3.52)


(52)

) 01582 . 0 0772 . 0 )( 9878 . 0 6634 . 0 ( 72072 . 6 ) 24 . 1 86 . 864 ( 00774 . 0 ) ( ) ( ' 2 2 2 + + + + + − = s s s s s s s s u e

δ ...(3.53)

atau dapat juga dituliskan sebagai :

) 01582 . 0 0772 . 0 )( 9878 . 0 6634 . 0 ( ) 0014 . 0 )( 86 . 864 ( 001152 . 0 ) ( ) ( ' 2

2 + + + +

− − = s s s s s s s s u e

δ ...(3.54)

Fungsi alih dinamik untuk kontrol sudut serang dengan fungsi masukan adalah defleksi elevator adalah :

∇ + − − − − − +

= s s

s s s s e 037 . 0 096 . 0 2094 . 0 0 04262 . 12 0725 . 0 66 . 0 33 . 0 0 12 . 0 08762 . 12 ) ( ) ( ' 2

δα ...(3.55)

) 01582 . 0 0772 . 0 )( 9878 . 0 6634 . 0 ( ) 00845 . 0 184 . 0 )( 0793 . 362 ( 08413 . 0 ) ( ) ( ' 2 2 2 + + + + + + + − = s s s s s s s s s e

δα ...(3.56)

Untuk masukan δe dan keluaran θ maka fungsi alihnya adalah :

∇ − + − − − +

= 0 0.00015697 0.048 0.2094

0725 . 0 04 . 0 08742 . 12 66 . 0 0 31613 . 2 12 . 0 08762 . 12 ) ( ) ( s s s s s e

δθ ...(3.57)

) 01582 . 0 0772 . 0 )( 9878 . 0 6634 . 0 ( ) 1290 . 0 )( 1240 . 0 ( 58 . 4 ) ( ) ( 2

2 + + + +

+ − − = s s s s s s s s e


(53)

III.4.1.Pendekatan Osilasi Periode Pendek (Short – Period Approximation).

Pendekatan periode osilasi pendek digunakan dengan mengasumsikan kecepatan pesawat konstan sehingga 'u = 0 pada persamaan gerak. Persamaan gerak yang mengarah pada sumbu X dapat diabaikan karena tidak memiliki kontribusi yang berarti pada osilasi periode pendek (short-period oscillation), karena gaya pada sumbu X mempengaruhi laju dari pesawat. Dengan asumsi ini dan mengabaikan

• α z C dan q z

C dan menyisipkan nilai-nilai dari e m

C δ dan e z

C δ maka persamaan 3.41

menjadi :

( )

(sin ) ( ) 0

'

2  =

 

Θ

    − +         −        

s C s

Sq mU s C s C U c Sq mU w z

z α α θ

α

( )

( )

0

2 ' 2 2 =     − +         −

U C s s

c s Sqc I s C s C U c q m y m

m α α θ

α

...(3.59)

lalu dengan menganggap Θ=0 dan menuliskan persamaan 3.59 ke dalam bentuk matriks maka persamaan tersebut akan menjadi :

0 ) 2 ( ) 2 ( ) (

2 =

− −

− −

U Cm s

c s Sqc I C s C U c s Sq mU C s Sq mU q y m m z α α α ...(3.60)

Dengan memasukkan nilai-nilai konstanta ke persamaan 3.60 maka persamaan 3.60 akan menjadi :


(54)

(

)

0 ) 0337 . 0 046 . 0 ( 048 . 0 0001569 . 0 04262 . 12 ) 04 . 0 08742 . 12 (

2 + =

+ − − s s s s s ...(3.61)

dan apabila determinan matriks tersebut diselesaikan maka hasilnya adalah :

0 5766 . 0 4076 . 0 556 .

0 s3 + s2 + s= ...(3.62)

sehingga persamaan fungsi alih dinamik untuk sudut serang adalah :

s s s s s s s s s s e 0337 . 0 046 . 0 048 . 0 00015697 . 0 04262 . 12 04 . 0 08742 . 12 2094 . 0 0337 . 0 046 . 0 0725 . 0 04262 . 12 ) ( ) ( ' 2 2 + + − − + − − =

δα ...(3.63)

Sehingga fungsi alih dinamik untuk kontrol sudut serang adalah :

) 04 . 1 73 . 0 ( 556 . 0 ) 5 . 754 ( 00334 . 0 ) ( ) ( '

2+ +

+ − = s s s s s s s e δα ) 04 . 1 73 . 0 ( ) 5 . 754 ( 00601 . 0 ) ( ) ( '

2 + +

+ − = s s s s s e


(55)

phogoid nilaiθ berubah secara lambat, kemudian gaya inersia dapat diabaikan, sehingga hanya tertinggal persamaan untuk

M

.

) ( )

(

2U C s s C s

c

e e m q

m θ = δ δ

− …(3.65)

Dengan menggabungkan persamaan pada sumbu X dan sumbu Z serta mengingat bahwa 'α= 0 dan Θ=0, serta mengabaikan

q z

C , maka persamaan 3.41 akan menjadi :

0 ) ( ) ( ' − =     s C s u C s Sq mU w u x θ 0 ) ( ) ( ' =     −

s s

Sq mU s u C u

z θ …(3.66)

Sehingga dengan menggunakan persamaan ini maka akan didapat fungsi alih untuk kontrol kecepatan, Sedangkan fungsi alih dinamik untuk kontrol ketinggian dengan menggunakan pendekatan phugoid dalam bentuk determinan adalah sebagai berikut : s s s s s e 08762 . 12 66 . 0 33 . 0 ) 12 . 0 08762 . 12 ( 0725 . 0 66 . 0 0 ) 12 . 0 08762 . 12 ( ) ( ) ( − − − + − − + = δθ 22 . 0 4505 . 1 11 . 146 0087 . 0 8764 . 0 ) ( ) (

2 +

− − = s s s s s e δθ 001506 . 0 00993 . 0 ) 00993 . 0 ( 0077 . 0 ) ( ) (

2 +

+ − = s s s s s e

δθ …(3.67)

Fungsi alih dari persamaan 3.66 dan 3.67 adalah persamaan fungsi alih dari masing-masing mode gerak phugoid dan mode gerak osilasi periode pendek.


(56)

Sebelum perancangan kontroler maka perlu terlebih dahulu diberikan spesifikasi sistem yang dibutuhkan. Adapun spesifikasi dari sistem yang dibutuhkan adalah :

1. waktu naik sistem Tr ≤2.5detik 2. waktu pengaturan Ts ≤5detik 3. persentase overshoot ≤ 5 % 4. error steady state ≤ 2%

spesifikasi ini diambil dari Design of Flight controllers using Quantitative Feedback Theory By Prof P.S.V.Nataraj System and Control Engg IIT Bombay

III.6. Perancangan Program

Program yang digunakan untuk mensimulasikan sistem dari plant dari tugas akhir ini menggunakan Matlab 7.7 Ver R.2008.Simulasi sistem dengan nilai konstanta kontroller menggunakan metode pembentukan lup dilakukan dengan tahapan:

1. Pembuatan diagram alir (Flowchart ) Metode Pembentukan lup 2. Pembuatan Program simulasi


(57)

Start Input Data Fisik

Pesawat

Fungsi Alih

Plot bode dari plan

Perhitungan nilai konstanta kontroler

Plot grafik

Respon Yang Diinginkan

End Y N

Nilai Kp dan Ki Penetuan nilai frekuensi gain

cross over dan margin fasa

Gambar 3.3 Flowchart untuk menenentukan nilai konstanta Kp dan K i


(58)

Start Input Data Fisik

Pesawat

Fungsi Alih

Plot bode dari plan

Perhitungan nilai konstanta kontroler

Plot grafik

Respon Yang Diinginkan

End Y N

Nilai Kp dan Kd Penetuan nilai frekuensi gain

cross over dan margin fasa


(59)

Start Input Data Fisik

Pesawat

Fungsi Alih

Plot bode dari plan

Perhitungan nilai konstanta kontroler

Plot grafik

Respon Yang Diinginkan

End Y N

Nilai Kp,Ki dan Kd Penetuan nilai frekuensi gain

cross over dan margin fasa


(60)


(61)

Fungsi alih dinamik pesawat Servo

Bab IV

Desain dan Simulasi Sistem

Melalui simulasi program Matlab dapat diamati respons dari tiap sistem.Untuk melihat respons keseluruhan sistem memiliki masukan step. Dan analisis kestabilan yang dipakai adalah analisis yang didasarkan pada plot Bode.

IV.1.Respons lup terbuka

IV.1.1.Respons lup terbuka mode gerak osilasi Respons lup terbuka kontrol sudut serang.

Fungsi alih servo dari elevator untuk pesawat jet dapat dimodelkan sebagai : 10 10

+ −

s dan fungsi alih dinamik pesawat untuk kontrol sudut serang didapat dari persamaan 3.64 yaitu :

) 04 . 1 73 . 0 ( ) 5 . 754 ( 00601 . 0 ) ( ) ( '

2 + +

+ − = s s s s s e δα

diagram blok lup terbuka kontrol sudut serang adalah :

Gambar 4.1 diagram blok lup terbuka kontrol sudut serang

sehingga untuk kontrol sudut serang lup terbuka fungsi alihnya adalah ) 04 . 1 73 . 0 )( 10 ( ) 5 . 754 ( 0601 . 0 ) (

2 + +

+ + = = s s s s s G ref act αα ) 04 . 1 73 . 0 ( ) 5 . 754 ( 00601 . 0

2 + +

+ − s s s 10 10 s − +


(62)

dan dengan mensimulasikan G(s) didapatkan respons sistem sebagai berikut:

respons lup terbuka kontrol sudut serang

w aktu (sec)

am

pl

itudo

0 2 4 6 8 10 12 14

0 1 2 3 4 5 6

System: sys Time (sec): 3.37 Amplitude: 5.66

System: sys Time (sec): 13.2 Amplitude: 4.33 System: sys

Time (sec): 1.93 Amplitude: 3.9

System: sys Time (sec): 1.28 Amplitude: 2.17

Gambar 4.2.Grafik simulasi kontrol sudut serang tanpa umpan balik

Perilaku sistem yang ditunjukkan oleh plot grafik matlab diatas dapat dijelaskan sebagai berikut:

sistem tersebut memiliki waktu tunda (T ) = 1.28 detik d

waktu naik(T )= 1.93 detik r

waktu puncak(Tp)=3.37 detik amplitudo maksimum=5.66 waktu penetapan=13.2 detik %overshoot=30.72%


(63)

Fungsi alih dinamik pesawat Servo

IV.1.2.Respons lup terbuka mode gerak phugoid. Kontrol sudut ketinggian

Fungsi alihdinamik pesawat untuk kontrol ketinggian diberikan oleh persamaan 3.67 yaitu : 001506 . 0 00993 . 0 ) 00993 . 0 ( 0077 . 0 ) ( ) (

2 +

+ − = s s s s s e δθ

Diagram blok sistem kontrol ketinggian mode gerak phugoid adalah :

Gambar 4.3. Diagram blok lup terbuka kontrol sudut ketinggian Untuk kontrol ketinggian lup terbuka fungsi alihnya adalah ) 001506 . 0 00993 . 0 )( 10 ( ) 00993 . 0 ( 077 . 0 ) (

2 +

+ + = = s s s s s G ref act θ θ

dengan mensimulasikan G(s) didapatkan respons sistem sebagai berikut:

0 500 1000 1500 2000 2500 3000 -4 -3 -2 -1 0 1 2 3 4 5 6x 10

5 respons lup terbuka kontrol ketinggian

w aktu (sec)

am

pl

itudo

Gambar 4.4 grafik simulasi kontrol sudut ketinggian tanpa umpan balik mode gerak phugoid ) 001506 . 0 00993 . 0 ( ) 00993 . 0 ( 0077 . 0

2 +

+ − s s s 10 10 + − s


(1)

Diagram bode plant kontrol sudut serang

%program untuk melihat diagram bode dari plant kontrol sudut serang dengan menggunakan

%umpan balik

%umpan balik yang digunakan adalah %(s+10)

%--- %(s+20) %plot bode

num=[0.0601 46.552 970]; a=[1 10];

b=[1 20.73 15.7001 66.15]; den=conv(a,b);

sys=tf(num,den); hold on;

bode(sys); grid on;

xlabel('frekuensi'); ylabel('magnitude');

title('grafik bode sistem kontrol sudut serang dengan umpan balik');

Kontrol sudut serang dengan kontroler PI

%program untuk melihat simulasi kontrol sudut serang dengan menggunakan umpan balik

%umpan balik yang digunakan adalah %(s+10)

%--- %(s+20)

%fungsi yang digunakan adalah unit step %sistem juga diberikan penguatan PI

Kp=1106.88; Ki=593.1833;

num=[0.0601 46.552+Kp 970+Ki];

den=[1 30.73 216.413 223.151+Kp 661.5+Ki]; sys=tf(num,den);

hold on; step(sys); grid on;

xlabel('waktu respons'); ylabel('amplitudo sistem');


(2)

Kontrol sudut serang dengan kontroler PD

%program untuk melihat respons sistem kontrol sudut serang %umpan balik yang digunakan adalah :

%(s+10) %--- %(s+20)

%fungsi yang digunakan adalah unit step %sistem juga diberikan penguatan PD

Kp=997.08; Kd=1236.38;

num=[0.0601 46.552+Kd 970+Kp];

den=[1 30.73 216.413 223.151+Kd 661.5+Kp]; sys=tf(num,den);

hold on; step(sys); grid on;

xlabel('waktu respons'); ylabel('amplitudo sistem');

title('sistem kontrol sudut serang dengan umpan balik dan penguatan PD');

Kontrol sudut serang dengan kontroler PID

%program untuk melihat respons sistem kontrol sudut serang %umpan balik yang digunakan adalah:

%(s+10) %--- %(s+20)

%fungsi yang digunakan adalah unit step %sistem juga diberikan penguatan PID

Kp=609.3; Ki=63.09; Kd=44.68;

num=[0.0601+Kd 46.552+Kp 970+Ki];

den=[1 30.73 216.413+Kd 223.151+Kp 661.5+Ki]; sys=tf(num,den);

hold on; step(sys); grid on;

xlabel('waktu respons'); ylabel('amplitudo sistem');

title('sistem kontrol sudut serang dengan umpan balik dengan penguatan PID');


(3)

Kontrol sudut ketinggian lup terbuka

%program untuk melihat respons sistem kontrol ketinggian %tanpa penguatan dan tanpa umpan balik

%plot nyquist

clc a=10;

b=0.0077*[1 0.00993]; d=[1 -0.00993 0.001506]; e=[1 10];

num= conv(a,b); den = conv(d,e); hold on;

sys=tf(num,den); nyquist(sys); grid on;

title('respons lup terbuka kontrol ketinggian');

Kontrol sudut ketinggian lup tertutup

Kontrol ketinggian

%kontrol ketinggian pendekatan phugoid

%nilai umpan balik yang digunakan adalah -10 %fungsi masukan yang digunakan adalah fungsi step

num=0.077*[1 0.00993]; a=[1 9.9226];

c=[1 0.0676 0.0515]; den=conv(a,c);

sys=tf(num,den); hold on;

step(sys); grid on;

xlabel('waktu');

ylabel('amplitudo sistem');

title('grafik simulasi kontrol ketinggian mode gerak phugoid dengan umpan balik');

Diagram Bode Plant Kontrol sudut ketinggian

%program untuk melihat diagram bode %kontrol ketinggian pendekatan phugoid

%nilai umpan balik yang digunakan adalah -10 %fungsi masukan yang digunakan adalah fungsi step

num=0.077*[1 0.00993];

den=[1 9.9901 0.9545 0.001506]; sys=tf(num,den);

hold on; bode(sys); grid on;


(4)

Kontrol sudut Ketinggian dengan kontroler PI

%program untuk melihat respons sistem kontrol ketinggian %dengan penguatan PI

%masukan yang digunakan adalah fungsi step

clc

Kp=117.416; Ki=41.055;

num=[0.077+Kp 0.000076461+Ki];

den = [1 9.9901 0.9945+Kp 0.01506+Ki]; hold on;

sys=tf(num,den); step(sys);

grid on;

ylabel('amplitudo') xlabel('waktu')

title('respons kontrol ketinggian dengan kontroler PI');

Kontrol sudut ketinggian dengan kontroler PD

%program untuk melihat respons sistem kontrol ketinggian %dengan penguatan PD

%masukan yang digunakan adalah fungsi step

clc

Kp=165.953; Kd=229.015;

num=[0.077+Kd 0.000076461+Kp];

den = [1 9.9901 0.9945+Kd 0.01506+Kp]; hold on;

sys=tf(num,den); step(sys);

grid on;

ylabel('amplitudo') xlabel('waktu')

title('respons kontrol ketinggian dengan kontroler PD');

%program untuk melihat respons sistem kontrol ketinggian %dengan penguatan PID

%masukan yang digunakan adalah fungsi step

clc

Kp=41.1366; Ki=0.7198; Kd=2.495;

num=[Kd 0.077+Kp 0.000076461+Ki];

den = [1 9.9901+Kd 0.9945+Kp 0.01506+Ki]; hold on;

sys=tf(num,den); step(sys);

grid on;

ylabel('amplitudo') xlabel('waktu')

title('respons kontrol ketinggian dengan kontroler PID');


(5)

%program untuk melihat simulasi kontrol sudut serang dengan menggunakan

%umpan balik

%umpan balik yang digunakan adalah %(s+10)

%--- %(s+20)

%fungsi yang digunakan adalah unit step %sistem juga diberikan penguatan PI %plot bode

Kp=1106.88; Ki=593.1833;

num=[0.0601 46.552+Kp 970+Ki];

den=[1 30.73 216.413 223.151+Kp 661.5+Ki]; sys=tf(num,den);

hold on; bode(sys); grid on;

title('plot bode sistem kontrol sudut serang dengan penguatan PI');

Diagram bode kontrol sudut serang dengan kontroler PD

%program untuk melihat respons sistem kontrol sudut serang %umpan balik yang digunakan adalah :

%(s+10) %--- %(s+20)

%fungsi yang digunakan adalah unit step %sistem juga diberikan penguatan PD %plot bode

Kp=997.08; Kd=1236.38;

num=[0.0601 46.552+Kd 970+Kp];

den=[1 30.73 216.413 223.151+Kd 661.5+Kp]; sys=tf(num,den);

hold on; bode(sys); grid on;

title('plot bode sistem kontrol sudut serang penguatan PD');

Diagram bode kontrol sudut serang dengan kontroler PD

%program untuk melihat respons sistem kontrol sudut serang %umpan balik yang digunakan adalah:

%(s+10) %--- %(s+20)

%fungsi yang digunakan adalah unit step %sistem juga diberikan penguatan PID %plot bode

clear Kp=609.3; Ki=63.09; Kd=44.68;

num=[0.0601+Kd 46.552+Kp 970+Ki];

den=[1 30.73 216.413+Kd 223.151+Kp 661.5+Ki]; sys=tf(num,den);

hold on; bode(sys); grid on;

title('plot bode sistem kontrol sudut serang dengan penguatan PID');


(6)

%program untuk melihat plot bode sistem kontrol ketinggian %dengan penguatan PI

clc

Kp=117.416; Ki=41.055;

num=[0.077+Kp 0.000076461+Ki];

den = [1 9.9901 0.9945+Kp 0.01506+Ki]; hold on;

sys=tf(num,den); bode(sys);

grid on;

ylabel('amplitudo') xlabel('waktu')

title('respons kontrol ketinggian dengan kontroler PI');

Diagram bode kontrol sudut ketinggian dengan kontroler PD

%program untuk melihat plot bode sistem kontrol ketinggian %dengan penguatan PD

%plot bode

clc

Kp=165.953; Kd=229.015;

num=[0.077+Kd 0.000076461+Kp];

den = [1 9.9901 0.9945+Kd 0.01506+Kp]; hold on;

sys=tf(num,den); bode(sys);

grid on;

title('plot bode kontrol ketinggian dengan kontroler PD');

Diagram bode kontrol sudut ketinggian dengan kontroler PID

%program untuk melihat plot bode sistem kontrol ketinggian %dengan penguatan PID

clc clear

Kp=41.1366; Ki=0.7198; Kd=2.495;

num=[0.077+Kp 0.000076461+Ki];

den = [1 9.9901 0.9945+Kp 0.01506+Ki]; hold on;

sys=tf(num,den); bode(sys);

grid on;