Samelan

(1)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

Halaman Persetujuan

Skripsi ini disetujui untuk dipertahankan Oleh:

Nama : Eva Yanthi Manurung Nim : 050905008

Judul : SAMELAN

Pembimbing Ketua Departemen

Drs. Ermansyah, M. Hum

NIP. 19660304 199203 1 002 NIP 19640123 199003 1 001 Drs. Zulkifli Lubis, MA

Pembantu Dekan 1 FISIP USU

NIP. 19580809 198601 1 002 Drs. Humaizi, MA


(2)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadiran Tuhan Yang Maha Kuasa. Atas berkat kasih anugerahnya maka penulis dapat melaksanakan penelitian dan penulisan skripsi yang berjudul “Samelan”. Penelitian ini dilakukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh derajat sarjana S-1 bidang Antropologi Sosial di Departemen Antropologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.

Pada kesempatan ini, penulis menyampaikan terima kasih yang tulus atas perhatian dan peranserta kepada :

1. Bapak Prof. Dr. M. Arif Nasution, M.A., selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Drs. Zulkifli B Lubis, M.A., sebagai Ketua Departemen Antropologi Sosial FISIP USU yang telah banyak membantu mulai awal perkuliahan hingga penulisan skripsi.

3. Bapak Drs. Ermansyah, M.Hum., sebagai Pembimbing Utama, yang telah bersedia meluangkan waktu dan tenaga untuk membimbing penulis dan telah memberikan bekal ilmu yang sangat berharga bagi penulis.

4. Ibu Dra. Mariana Makmur, M.A., dan Ibu Dra. Ryta Tambunan M.Si., sebagai penguji, yang memberikan masukan guna perbaikan hasil penulisan ini.

5. Ibu Dra. Sri Alem Sembiring M.Si., selaku pengajar pada Departemen Antropologi, dan seluruh staf pengajar pada Departemen Antropologi


(3)

FISIP USU yang membimbing penulis selama dalam perkuliahan serta staf Administrasi FISIP USU.

6. Ibu Frem dan Bapak Pritam serta seluruh suku bangsa Punjabi yang ada si Sari Rejo, terima kasih atas ilmu yang telah diberikan kepada penulis. 7. Khusus kepada bapak dan mama tercinta, terima kasih atas kesabaran dan

dukungan serta doa kepada penulis sampai skripsi ini selesai.

8. Buat Abang saya yakni Bang Ahmat dan Benny serta adik-adik Tika, Asda (Askol), Faisal, Markus, Tom, dan Iin yang telah memberikan semangat kepada penulis dalam penyelesaian skripsi.

9. Keluarga Amang boru Jetti dan Yenni, serta seluruh keluarga terima kasih atas dukungan doa dan memberikan semangat kepada penulis dalam penyelesaian skripsi.

10.Senior-senior saya yang baik hati dalam membantu dan memberikan semangat kepada penulis Bang Sandrak Manurung, Kakak Aulia (Kekem), Kakak Marta, Kakak Nanik, terima kasih atas bantuan dan semangat yang diberikan kepada penulis.

11.Rekan-rekan seperjuangan mahasiswa Antropologi Minartina Saragih, Naomi Nova Aritonang, Sulia Rimbi, Erna D. Aritonang, Alissa, Heri Manurung, Heri Sianturi, Dani Syahpani, Andri, Remaja Barus, Sri ulina Girsang, Meiny Saragih, Santi, Minarwati, Toni Manurung, dan seluruh anak Antropologi 2005 yang tidak dapat penulis sebutkan terima kasih atas dorongan dan semangat serta bantuan yang diberikan dalam lapangan dan dalam penyelesaian skripsi ini.


(4)

12.Adik-adikku Berty Manurung, Sari Manurung, Vina, Marda Ginting, Carles Gultom, Helena Damanik, Yani, Elmanuala, Sari S, serta kepada kerabat Antropologi yang tidah dapat penulis sebutkan, terima kasih atas semangat yang diberikan kepada penulis.

13.Terima kasih penulis sampaikan kepada teman-teman kumpulan muda-mudi di Gereja HKBP (NHKBP) Padang Bulan yang memberikan semangat dan doa saat penyelesaian skripsi.

14.Semua pihak yang tidak sempat penulis sebutkan pada kesempatan ini, yang telah membantu penulisan dan proses studi.

Kiranya Tuhan Yang Maha Kuasa senantiasa membalas segala kebaikan yang telah diberikan oleh semua pihak kepada penulis.

Menyadari akan keterbatasan penulis, maka skripsi atau hasil penelitian ini masih terdapat kekurangan dan kelemahan, untuk itu koreksi dan masukan dari berbagai pihak guna penyempurnaan hasil penelitian ini sangat penulis harapkan. Semoga tulisan ini berguna bagi pihak-pihak yang memerlukannya.

Medan, Juni 2010


(5)

DAFTAR ISI

HALAMAN PERSETUJUAN ... i

HALAMAN PENGESAHAN ... ii

KATA PENGANTAR ...iii

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR GAMBAR ... ix

ABSTRAK ... x

BAB I. PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Masalah ... 1

1.2.Perumusan Masalah ... 7

1.3.Lokasi Penelitian ... 7

1.4.Tujuan dan Manfaat Penelitian... 8

1.5.Tinjauan Pustaka ... 8

1.6.Metodologi Penelitian ... 13

1.6.1. Tipe Penelitian ... 13

1.6.2. Teknik Analisa Data ... 16

BAB II. GAMBARAN UMUM SUKU BANGSA PUNJABI DI SARI REJO 2.1. Heterogenitas Masyarakat Kota Medan ... 17

2.2. Sejarah Kedatangan Suku Bangsa Punjabi di Kota Medan, Khususnya di Sari Rejo ... 21

2.3. Sejarah Singkat Gurdwara di Sari Rejo ... 24

2.4. Sistem Mata Pencaharian ... 28

2.5. Sistem Religi dan Bahasa ... 31

2.5.1. Sistem Religi...31


(6)

BAB III. PELAKSANAAN SAMELAN PADA SUKU BANGSA PUNJABI DI SARI REJO

3.1. Latar Belakang Lahirnya Samelan di Sari Rejo ... 39

3.2. Persiapan Pelaksanaan Samelan ... 41

3.3. Pelaksanaan Samelan ... 44

3.4. Penutupan Samelan ... 51

BAB IV. KEPENTINGAN YANG DAPAT DALAM PELAKSANAAN SAMELAN 4.1. Pendalaman Ajaran Sikh. ... 55

4.2. Keterikatan sebagai Sesama Suku Bangsa Punjabi ... 60

4.3. Membangun Solidaritas Suku Bangsa Punjabi ... 64

4.4. Ekspresi Identitasi dan Kesinambungan Budaya ... 68

BAB V. KESIMPULAN Kesimpulan ... 75

DAFTAR PUSTAKA ... 79 DAFTAR ISTILAH

LAMPIRAN

1. Surat Penelitian 2. Daftar Informan 3. Peta Lokasi Penelitian


(7)

DAFTAR TABEL

1. Tabel 1: Perbandingan Suku Bangsa Punjabi di Kota Medan ... 31

2. Tabel 2: Komposisi Berdasarkan Jumlah Penduduk di Kota Medan ... 32

3. Tabel 3: Komposisi Berdasarkan Profesional ... 32

4. Tabel 4: Toko Sports Milik Suku Bangsa Punjabi ... 30

5. Tabel 5: Jadwal Kegiatan Samelan Hari Kedua sampai Kelima ... 50

6. Tabel 6: Jadwal Kegiatan Samelan Hari Keenam ... 37


(8)

DAFTAR GAMBAR

1. Gambar 1: Gurdwara Sikh di Sari Rejo ... 27

2. Gambar 2: Simbol Ajaran Sikh ... 51

3. Gambar 3: Amret Chak ... 52

4. Gambar 4: Dua Orang Membawa Guru Granth Sahib ... 53

5. Gambar 5: 5 (lima) Guru Pemimpin Iring-iringan yang membawa Guru Granth Sahib ... 53


(9)

ABSTRAK

Eva Yanthi Manurung, 2010. Judul skripsi: Samelan. Skripsi ini terdiri dari 5 bab, 84 halaman, 7 daftar tabel dan 5 daftar gambar.

Keheterogenitasan di Indonesia dicerminkan dari keberagaman suku bangsa, baik dari pribumi maupun bangsa asing. Salah satu bangsa asing tersebut adalah suku bangsa Punjabi. Di Kota Medan, suku bangsa Punjabi sangat sedikit, sehingga suku bangsa Punjabi tinggal dan menetap secara mengelompok dan memperkuat identitasi maupun tradisi budaya mereka. Suku bangsa Punjabi mempunyai solidaritas yang sangat kuat sehingga mereka tetap eksis dalam berbagai kegiatan. Kegiatan samelan di Kelurahan Sari Rejo merupakan salah satu identitasi yang dibawa dari daerah asal usul mereka yaitu India.

Tujuan penelitian adalah mendeskripsikan secara mendalam tentang hal yang mendasari dilaksanakan samelan, keterlibatan dan syarat-syarat keterlibatan dalam samelan, proses pelaksanaan samelan dan kepentingan yang dicerminkan dari kegiatan samelan. Samelan di Sari Rejo dikaji melalui pendekatan kualitatif dengan tipe penelitian deskriptif yang melihat proses pelaksanaan serta kepentingan yang dicerminkan dari kegiatan samelan. Pengumpulan data, dilakukan dengan menggunakan observasi tanpa partisipasi dan wawancara kepada 16 informan. Observasi dilengkapi dengan kamera foto. Wawancara yang digunakan adalah wawancara mendalam yang ditujukan kepada informan pangkal, informan kunci dan informan biasa. Instrumen yang digunakan, selain peneliti juga dibantu pedoman wawancara yang dilengkapi tape recorder dan catatan lapangan. Analisa data dilakukan dari awal hingga penelitian berlangsung yang diurutkan ke dalam pola, tema dan kategori-kategori.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa samelan merupakan kegiatan kaum muda-mudi guna memperdalam ajaran sikh. Hal ini dilatarbelakangi kurangnya perhatian dan pengetahuan muda-mudi mengenai ajaran sikh. Syarat keterlibatan dalam kegiatan samelan adalah usia anak-anak dimulai 5 (lima) tahun sedangkan muda-mudi diharapkan yang belum menikah. Untuk menjadi ketua panitia haruslah memenuhi persyaratan yaitu harus taat beragama, tidak memotong rambut, berjenggot, sopan, bertanggung jawab penuh dan bersikap tegas pada anggota samelan. Proses pelaksanaan samelan terdiri dari persiapan samelan, pelaksanaan samelan, penutupan samelan. kepentingan yang dicerminkan melalui kegiatan samelan adalah sebagai pendalaman ajaran sikh, keterikatan sebagai sesama suku bangsa Punjabi yang menganut ajaran sikh, membangun solidaritas suku bangsa Punjabi dan juga sebagai ekspresi identitasi dan kesinambungan budaya. Kesimpulan penelitian menunjukkan bahwa setiap tahun suku bangsa Punjabi selalu melaksanakan samelan. Hal ini untuk melestarikan kebudayaan di tempat yang baru. Samelan direproduksi kembali dari daerah asal untuk tetap menjaga kebersamaan dan memperkuat identitasi suku bangsa Punjabi.

Kata-kata Kunci: Samelan, identitasi, solidaritas, ekspresi identitasi, reproduksi kebudayaan.


(10)

ABSTRAK

Eva Yanthi Manurung, 2010. Judul skripsi: Samelan. Skripsi ini terdiri dari 5 bab, 84 halaman, 7 daftar tabel dan 5 daftar gambar.

Keheterogenitasan di Indonesia dicerminkan dari keberagaman suku bangsa, baik dari pribumi maupun bangsa asing. Salah satu bangsa asing tersebut adalah suku bangsa Punjabi. Di Kota Medan, suku bangsa Punjabi sangat sedikit, sehingga suku bangsa Punjabi tinggal dan menetap secara mengelompok dan memperkuat identitasi maupun tradisi budaya mereka. Suku bangsa Punjabi mempunyai solidaritas yang sangat kuat sehingga mereka tetap eksis dalam berbagai kegiatan. Kegiatan samelan di Kelurahan Sari Rejo merupakan salah satu identitasi yang dibawa dari daerah asal usul mereka yaitu India.

Tujuan penelitian adalah mendeskripsikan secara mendalam tentang hal yang mendasari dilaksanakan samelan, keterlibatan dan syarat-syarat keterlibatan dalam samelan, proses pelaksanaan samelan dan kepentingan yang dicerminkan dari kegiatan samelan. Samelan di Sari Rejo dikaji melalui pendekatan kualitatif dengan tipe penelitian deskriptif yang melihat proses pelaksanaan serta kepentingan yang dicerminkan dari kegiatan samelan. Pengumpulan data, dilakukan dengan menggunakan observasi tanpa partisipasi dan wawancara kepada 16 informan. Observasi dilengkapi dengan kamera foto. Wawancara yang digunakan adalah wawancara mendalam yang ditujukan kepada informan pangkal, informan kunci dan informan biasa. Instrumen yang digunakan, selain peneliti juga dibantu pedoman wawancara yang dilengkapi tape recorder dan catatan lapangan. Analisa data dilakukan dari awal hingga penelitian berlangsung yang diurutkan ke dalam pola, tema dan kategori-kategori.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa samelan merupakan kegiatan kaum muda-mudi guna memperdalam ajaran sikh. Hal ini dilatarbelakangi kurangnya perhatian dan pengetahuan muda-mudi mengenai ajaran sikh. Syarat keterlibatan dalam kegiatan samelan adalah usia anak-anak dimulai 5 (lima) tahun sedangkan muda-mudi diharapkan yang belum menikah. Untuk menjadi ketua panitia haruslah memenuhi persyaratan yaitu harus taat beragama, tidak memotong rambut, berjenggot, sopan, bertanggung jawab penuh dan bersikap tegas pada anggota samelan. Proses pelaksanaan samelan terdiri dari persiapan samelan, pelaksanaan samelan, penutupan samelan. kepentingan yang dicerminkan melalui kegiatan samelan adalah sebagai pendalaman ajaran sikh, keterikatan sebagai sesama suku bangsa Punjabi yang menganut ajaran sikh, membangun solidaritas suku bangsa Punjabi dan juga sebagai ekspresi identitasi dan kesinambungan budaya. Kesimpulan penelitian menunjukkan bahwa setiap tahun suku bangsa Punjabi selalu melaksanakan samelan. Hal ini untuk melestarikan kebudayaan di tempat yang baru. Samelan direproduksi kembali dari daerah asal untuk tetap menjaga kebersamaan dan memperkuat identitasi suku bangsa Punjabi.

Kata-kata Kunci: Samelan, identitasi, solidaritas, ekspresi identitasi, reproduksi kebudayaan.


(11)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Masyarakat Indonesia digolongkan kepada masyarakat yang bersifat majemuk. Geertz (dalam Suparlan, 1999), menjelaskan bahwa masyarakat majemuk merupakan masyarakat yang terbagi-bagi ke dalam sub-sub sistem yang kurang lebih berdiri sendiri dalam masing-masing sub sistem yang terikat dalam satu ikatan primodial seperti suku-bangsa, agama, adat-istiadat, golongan atau kelompok dan sebagainya. Lebih lanjut, Rudito (1991) menjelaskan bahwa masyarakat majemuk terdiri dari berbagai golongan suku bangsa yang dipersatukan oleh sistem politik yang terdapat pada masyarakat itu sendiri. Masing-masing suku bangsa tetap mempertahankan identitasinya, meskipun harus mengikuti aturan-aturan yang berkenaan dengan peranannya dalam masyarakat.

Kemajemukan masyarakat Indonesia dicerminkan dari keberagaman suku bangsa yang dapat dilihat dari masyarakat pribumi seperti Jawa, Mandailing, Toba, Minangkabau, Madura, Melayu dan sebagainya. Selain itu, kehadiran bangsa asing dari Negara luar ke Indonesia seperti halnya Cina, India, Arab dan Eropa menambah keberagaman suku bangsa Indonesia. Kehadiran bangsa asing tersebut dikarenakan kepulauan Indonesia pernah menjadi salah satu tempat singgah perdagangan bangsa-bangsa Cina, India, Arab (Machmud dalam Fachruddin, 2005:131). Kehadiran tersebut lambat laun membuat pendatang tinggal sementara bahkan ada yang menetap menjadi warga Negara Indonesia


(12)

seperti bangsa India dan Cina. Hal ini dapat dilihat dari keberadaan mereka sampai di Indonesia, sehingga dalam suatu daerah yang semula hanya dihuni oleh suatu suku bangsa tertentu saja akhirnya daerah tersebut dihuni oleh beberapa suku bangsa yang hidup saling berdampingan dengan latar belakang budaya yang berbeda. Soemardjan (1988) menjelaskan bahwa manusia dalam melakukan perpindahan mempunyai beberapa alasan-alasan tertentu yang pada dasarnya tidak akan terlepas dari alasan ekonomi. Alasan ekonomi merupakan alasan utama manusia dalam melakukan suatu perpindahan untuk mencari kehidupan yang lebih baik dari daerah asalnya.

Salah satu bangsa asing yang datang ke Indonesia yaitu masyarakat India. Masyarakat India di Indonesia mempunyai sub kelompok yakni Punjabi, Tamil, Sindhi, Telegu, Gujarat. Suku bangsa1

Di Indonesia, suku bangsa Punjabi tidak hanya terpaku dalam satu wilayah saja melainkan menyebar ke berbagai wilayah. Umumnya suku bangsa Punjabi tersebar di wilayah Jawa seperti; Jakarta, Bandung, Yogyakarta, Surabaya dan di wilayah Sumatera Utara seperti; Medan, Binjai, Tanjung Balai, Tebing Tinggi, maupun Kisaran. Persebaran tersebut disebabkan kedatangan mereka tidak dengan cara berkelompok melainkan dengan cara sendiri-sendiri, sehingga pola

Punjabi adalah kelompok suku bangsa Indo-Arya dari Asia Selatan. Kelompok ini berasal dari wilayah Punjab yang juga menjadi tempat beberapa peradaban tertua di dunia termasuk peradaban pertama dan tertua dunia yaitu Peradaban Lembah Indus (htp://id.wikipedi.org/wiki/Punjabi).

1

Etnik disebut suku bangsa, istilah yang digunakan dalam tulisan ini adalah suku bangsa, jika ada istilah lain itu hanya sekedar kutipan.


(13)

pemukiman mereka tersebar di berbagai sudut kota. Walaupun suku bangsa Punjabi datang tidak secara berkelompok, hal ini tidak membuat mereka terpecah belah melainkan membentuk hubungan yang baik guna mempererat atau memperkuat hubungan antarsesama suku seperti halnya suku bangsa Punjabi di Kota Medan.

Menurut Lubis (2005:140) suku bangsa Punjabi telah ada di Kota Medan sejak pertengahan abad ke 19. Lebih lanjut Lubis menjelaskan bahwa kebanyakan mereka datang dengan tujuan berdagang, ada juga yang bekerja sebagai penjaga rumah ataupun gudang dan pengawas bagi orang-orang belanda pada zaman perkebunan tembakau dibuka. Di Kota Medan suku bangsa Punjabi juga tersebar keberbagai wilayah seperti Marelan, Marendal, Polonia, Tengku Umar, dan Sari Rejo. Di Kota Medan suku bangsa Punjabi yang paling banyak berdomisili di wilayah Sari rejo.

Penduduk suku bangsa Punjabi di Kota Medan sangat sedikit jika dibandingkan dengan suku bangsa Melayu, Minang, Batak, Tionghoa atau lainnya. Hal tersebut membuat suku bangsa Punjabi tinggal dan menetap secara mengelompok dan memperkuat identitasi maupun tradisi budaya mereka. Suku bangsa Punjabi mempunyai solidaritas yang sangat kuat sehingga mereka tetap eksis dalam berbagai kegiatan di Kota Medan seperti dalam bidang ekonomi, pendidikan dan keagamaan (Veneta,1998:37).

Dalam bidang ekonomi, suku bangsa Punjabi tergolong tekun dan sukses dalam menjalankan bisnis, sehingga secara ekonomi mereka terlihat mapan dibandingkan suku-suku India lainnya seperti Tamil yang menetap di Kota


(14)

Medan. Kesuksesan ini dapat dilihat dari berdirinya toko-toko sport yang sudah ditekuni sejak tahun 1930-an. Hingga saat ini telah ada kurang lebih 20 toko sport di Kota Medan yang pemiliknya berasal dari suku bangsa Punjabi. Dalam bidang pendidikan, suku bangsa Punjabi membuka tempat-tempat kursus bahasa Inggris yang dibuka untuk umum. Sedangkan dalam bidang keagamaan suku bangsa Punjabi sangat taat terhadap ajaran yang dianutnya yaitu ajaran sikh (Veneta,1998:37).

Secara harafiah sikh dapat diartikan sebagai murid atau pengikut. Orang sikh adalah murid dari pendiri mereka yaitu Guru Nanak dan para pengikut ajarannya.2

Suku bangsa Punjabi yang menganut ajaran sikh tidak menghilangkan jati dirinya. Hal ini disebabkan mudahnya mereka untuk dikenal melalui sorban

Ajaran sikh merupakan bagian dari agama Hindu yang didirikan pada abad ke-16 di Punjab. Guru Nanak merupakan pembawa ajaran sikh. Guru Nanak mengambil yang terbaik dari agama Hindu dan Islam selanjutnya menggabungkan kedua agama tersebut, sehingga terbentuk ajaran sikh. Dari kedua agama tersebut, ajaran sikh mengikuti sisi teologi dari agama Islam yaitu tentang keyakinan satu Tuhan serta percaya kepada Allah Yang Maha Esa dan melarang penggunaan berhala. Selain itu, ajaran sikh mengikut i sisi ritual dari agama Hindu yaitu pengaruh tradisi Hindu yang sangat kental.

3

2

Guru Nanak seorang yang pada asalnya beragama Hindu tradisional, dia yang

menggabungkan ciri-ciri agama Hindu dan Islam menjadikan ajaran sikh yang percaya kepada adanya satu Tuhan. Ada 9 pengikut ajaran Guru Nanak yaitu; Guru Angad Dev, Guru Amar Das,

Guru Ram Das, Guru Arjun Dev, Guru Har Gobind, Guru Har Rai, Guru Har Krishan, Guru Tegh

Bahadur dan Guru Gobind Singh.

3

Sorban merupakan Penutup kepala pada kaum laki-laki suku bangsa Punjabi.

yang digunakan untuk menutup kepala pada kaum laki-laki, yang mana sorban tersebut


(15)

ada yang berwarna biru4, putih5 dan hitam6

Umumnya suku bangsa Punjabi di Kota Medan menganut ajaran sikh. Dalam ajaran sikh, suku bangsa Punjabi mempunyai sub organisasi sosial di dalam Gurdwara (sebagai organisasi sosial induk) yaitu sukhmani. Sukhmani memiliki berbagai kegiatan yang terkait dengan ajaran Sikh. Sukhmani merupakan kegiatan pembacaan ayat-ayat suci untuk mencapai kehidupan yang lebih baik yang diikuti kaum ibu-ibu. Adapun tujuan dari sukhmani ini untuk mempererat silaturahmi antar-anggota sesama suku bangsa Punjabi khususnya yang menganut ajaran sikh. Sukhmani dilakukan setiap hari jumat di Gurdwara. Kaum ibu-ibu , sedangkan untuk warna-warna lain hanya sebagai selera saja. Sorban ini harus dipakai sebagai bagian praktek ajaran kepercayaan yang sangat penting.

Penduduk Kota Medan terdiri dari berbagai suku bangsa, dimana semuanya dapat disebut sebagai suku bangsa minoritas. Kota Medan terletak di daerah Melayu, namun budaya Melayu tidak menjadi budaya dominan karena masing-masing suku bangsa lainnya mempertahankan identitasinya. Bahkan dalam memperkuat identitasi tersebut masing-masing suku bangsa mendirikan suatu organisasi yang bercirikan suku bangsanya. Sebagai contoh, dalam mempertahankan identitasi suku bangsa Punjab, mereka saling mempererat hubungannya di dalam kehidupan sehari-hari melalui berbagai aktivitas keagamaan atau aktivitas sosial.

4

Sorban biru menggambarkan pikiran yang luas seperti langit, tidak ada tempat untuk

prasangka.

5

Sorban putih menggambarkan orang suci yang menempuh kehidupan sebagai teladan. 6


(16)

sukhmani ini juga membahas keperluan-keperluan barang yang dibutuhkan dalam Gurdwara.

Suku bangsa Punjabi juga mempunyai kegiatan-kegiatan yang menganut ajaran sikh, seperti memperingati “hari guru” dan samelan. Samelan merupakan suatu bentuk acara seperti kegiatan belajar guna memperdalam ajaran sikh yang ditujukan terhadap kaum muda-mudi. Samelan ini mempunyai bagi kelompok kelas yaitu Maitis dan Jetha serta dalam pelaksanaan kegiatan ini mempunyai kriteria anggota dari 5 tahun sampai belum menikah. Maitis terdiri dari satu kelas dan mereka mempelajari sekaligus mengenal para guru (pahlawan) melalui cerita-cerita dan gambar, sedangkan jetha terdiri dari beberapa kelas yang ditentukan oleh guru mereka. Jetha mempelajari cara menggunakan benda-benda yang dianggap suci di dalam Gurdwara, contohnya cara menggunakan buku besar, cara mengucapkan doa sembahyang dan lain-lain. Biasanya setiap hari sabtu muda-mudi kumpul jam 5 sore di Gurdwara7

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, maka penting untuk mengkaji pelaksanaan kegiatan samelan sebagai salah satu kegiatan keagamaan suku bangsa Punjab di Kota Medan. Kegiatan tersebut diperuntukkan bagi kaum muda-mudi untuk mewujudkan tanda eksistensi suku bangsa Punjabi dari heterogenitas masyarakat Kota Medan selain sebagai wujud eksistensi ajaran sikh

untuk memperdalam ajaran yang mereka anut. Hal ini dapat diketahui sebagai pendidikan di luar sekolah karena mereka tidak mendapatkan pendidikan agama di sekolah.

7

Gurdwara adalah sebutan tempat ibadah bagi yang menganut ajaran sikh (sering disebut


(17)

dihadapan ajaran-ajaran lainnya. Di samping itu, juga sebagai wujud pelestarian budaya suku bangsa Punjabi di luar daerah asalnya.

1.2 Ruang Lingkup Permasalahan

Berdasarkan latar belakang sebelumnya, maka yang menjadi masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana wujud samelan sebagai kegiatan dalam pemahaman dan pelestarian ajaran sikh, serta menyatuhkan suku bangsa Punjabi dan mengespresikan kehadirannya di tengah-tengah heterogenitas masyarakat Kota Medan ? Permasalahan ini dituangkan ke dalam 4 (empat) pertanyaan penelitian yakni:

1. Apa yang mendasari dilaksanakan samelan ?

2. Siapa saja yang terlibat dan bagaimana syarat-syarat keterlibatan dalam kegiatan samelan ?

3. Bagaimana proses pelaksanaan samelan ?

4. Kepentingan apa saja yang dicerminkan dari kegiatan samelan tersebut ?

1.3 Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Kelurahan Sari Rejo, Kecamatan Medan Polonia, Kotamadya Medan. Pemilihan lokasi penelitian didasarkan atas hasil pengamatan sementara yang menunjukkan bahwa adanya berdiri sebuah Gurdwara termewah di Asia Tenggara dan pelaksanaan kegiatan samelan di dalamnya. Di Kota Medan kegiatan samelan hanya terdapat di Gurdwara Sari Rejo.


(18)

1.4 Tujuan dan Manfaat Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan secara mendalam tentang kegiatan yang terkait dengan ajaran sikh, khususnya pada kaum muda-mudi yang disebut dengan samelan. Lebih rincinya menggambarkan tentang apa yang mendasari dilaksanakan samelan, siapa saja yang terlibat dan bagaimana syarat-syarat keterlibatan dalam kegiatan samelan, bagaimana proses pelaksanaan samelan, kepentingan apa saja yang dicerminkan dari kegiatan samelan tersebut.

Adapun manfaat dari penelitian ini dapat dilihat secara akademis dan praktis. Secara akademis dapat menambah pemahaman tentang wujud samelan sebagai kegiatan dalam pemahamandan pelestarian ajaran sikh, khususnya pelaksanaan kegiatan samelan yang dilihat dari sudut pandang penelitian Antropologi. Secara praktis hasil dari penelitian ini dapat memberikan masukan kepada pihak-pihak yang berkepentingan dalam membuat berbagai kebijakan yang terkait dengan suku bangsa Punjabi ataupun yang terkait dengan pelaksanaan kegiatan samelan di Kota Medan.

1.5 Tinjauan Pustaka

Menurut Koentjaraningrat (1990:248) perpindahan dapat menyebabkan pertemuan-pertemuan antarkelompok manusia dan kebudayaan yang berbeda, yang mengakibatkan individu-individu dalam kelompok dihadapkan dengan unsur kebudayaan yang lain. Seperti halnya suku bangsa Punjabi dihadapkan dengan suku bangsa yang berbeda dengan kebudayaannya.


(19)

Fenomena perpindahan penduduk sudah sejak dahulu kala dan bukan suatu hal yang baru bagi masyarakat Indonesia. Dari hasil penelitian Naim (1984:9) bahwa ada beberapa kelompok masyarakat yang mempunyai mobilitas perpindahan yang cukup tinggi seperti halnya orang Minangkabau, Banjar, Bugis, dan Batak. Di tempat yang baru, orang pendatang akan beradaptasi dengan lingkungan baru dan tidak menghilangkan budayanya dengan sendirinya.

Sebagaimana dijelaskan oleh Ermansyah (2005:25) bahwa keberadaan seseorang atau sekelompok orang di tempat yang baru dengan latar sosial budaya yang berbeda mewujudkan 3 (tiga) proses sosial yang saling berkaitan yaitu:

Pertama, pengelompokan kembali di dalam latar belakang sosial budaya yang baru. Proses ini merupakan proses penting dalam hubungannya dengan proses adaptasi atau adanya kecenderungan dari seseorang atau sekelompok orang untuk tetap berhubungan dan menetap bersama warga kelompok asalnya di tempat yang baru. Kedua, proses rekonstruksi sejarah kehidupan yang baru terbentuk. Hal ini memiliki arti yang sangat berbeda bagi seseorang atau sekelompok orang, karena latar belakang budaya yang berbeda dengan latar budaya dimana mereka menjadi bagian sebelumnya. Ketiga, proses rekonfigurasi ’proyek-proyek” etnik mereka. Seseorang atau sekelompok orang yang berbeda di tempat baru akan meyusun kembali dan menegaskan identitasi kelompok atau kebudayaannya.

Perubahan konteks atau latar sosial budaya menimbulkan kesadaran seseorang atau sekelompok orang untuk menegaskan kembali asal usul dan identitasi kebudayaannya. Hal ini menunjukkan suatu proses reproduksi kebudayaan yang dapat dipahami dari 3 (tiga) aspek (Abdullah dalam Ermansyah, 2005:26), yaitu:

Pertama, aspek kognitif, yang melihat kebudayaan sebagai sistem gagasan yang merupakan pedoman hidup manusia. Untuk itu, gagasan dan berbagai aspek kehidupan


(20)

seseorang atau sekelompok orang akan dikaji untuk melihat sistem kosmologis dalam rangka menjelaskan bentuk-bentuk reproduksi kebudayaan. Kedua, aspek evaluatif, yang merupakan standar nilai yang masih direproduksi dan digunakan untuk menilai kehidupan di tempat yang baru. Hal ini mengarah kepada analisis norma-norma dan nilai-nilai yang masih berperan di dalam kehidupan seseorang atau sekelompok orang, meskipun di dalam latar sosial budaya yang berbeda. Aspek evaluatif sangat penting diperhatikan karena berkaitan erat dengan pemberian makna terhadap suatu kehidupan. Ketiga, aspek simbolik, yang merupakan bentuk-bentuk ekspresi kebudayaan yang dapat dilihat dari berbagai upacara dan kegiatan yang berlangsung. Keberadaan berbagai upacara dan kegiatan kebudayaan tersebut merupakan tanda penting dari pelestarian kebudayaan. Secara langsung, hal tersebut menjelaskan bentuk-bentuk reproduksi kebudayaan yang diwujudkan seseorang atau sekelompok orang di dalam latar sosial budaya yang berbeda.

Demikian halnya dengan suku bangsa Punjabi, bentuk reproduksi kebudayaan dapat dilihat dari kegiatan samelan. Kegiatan samelan ini dibentuk khusus kepada kaum muda-mudi suku bangsa Punjabi. Samelan merupakan aktivitas yang terkait dengan ajaran/agama sikh. Ajaran/agama sikh dapat dihadapkan sebagai kebudayaan. Sebagaimana dijelaskan oleh Geertz (1992:5:49) bahwa agama adalah sebuah simbol-simbol yang berlaku untuk menetapkan suasana hati dan motivasi-motivasi yang kuat, yang meresapi dan tahan lama dalam diri manusia dengan merumuskan konsep-konsep mengenai suatu tatanan umum eksistensi dan membungkus konsep-konsep ini dengan semacam pancaran faktualitas sehingga suasana hati dan motivasi-motivasi itu tampak khas realitis dan merupakan suatu operasi dua-tahap; pertama, suatu analisis atas sistem makna-makna yang terkandung dalam simbol-simbol yang meliputi agama


(21)

tertentu, dan kedua, mengaitkan sistem-sistem itu pada struktur sosial dan proses-proses psikologis.

Secara umum kebudayaan berada dalam pikiran manusia yang didapat dari proses belajar dan menggunakan budaya tersebut dalam aktivitas kehidupan sehari-hari. Proses belajar tersebut menghasilkan pengetahuan yang berasal dari pengalaman individu atau masyarakat yang pada akhirnya terorganisir dalam pikiran individu atau masyarakat tersebut. Geertz (dalam Kuper, 1999:98) juga menjelaskan kebudayaan adalah suatu sistem makna dan simbol yang disusun dalam pengertian dimana individu-individu mendefinisikan dunianya, menyatakan perasaannya dan memberikan penilaian-penilaiannya; suatu pola makna yang ditransmisikan secara historik diwujudkan di dalam bentuk-bentuk simbolik melalui sarana dimana orang-orang mengkomunikasikan, mengabadikannya, dan mengembangkan pengetahuan dan sikap-sikapnya ke arah kehidupan; suatu kumpulan peralatan simbolik untuk mengatur prilaku, sumber informasi yang ekstrasomatik.

Sebagai sistem budaya, ajaran sikh merupakan jaringan makna-makna yang dirajut oleh suku bangsa Punjabi. Dalam hal ini, jaringan makna-makna yang dirajut suku bangsa Punjabi di luar daerah asalnya yakni di Kota Medan melalui berbagai aktivitas yang dilakukan seperti pelaksanaan kegiatan samelan. Berbagai aktivitas tersebut sesunggungnya merupakan simbol yang bermakna bagi suku bangsa Punjabi khususnya kaum muda-mudi di Kota Medan.

Spradley (1990:121) menyebutkan bahwa simbol adalah objek atau peristiwa apapun yang menunjukkan pada sesuatu. Semua simbol melibatkan tiga


(22)

unsur yakni simbol itu sendiri, satu rujukan atau lebih, dan hubungan antara simbol dengan rujukan. Ketiga hal ini merupakan dasar dari semua makna simbolik. Makna yang melibatkan simbolik dan rujukan tersebut makna referensial. Walaupun penting makna referensial, namun tidak terlalu jauh mengarahkan pada suatu makna kebudayaan. Makna referensial hanya mulai menggores permukaan makna yang disandikan dalam simbol-simbol yang digunakan masyarakat. Untuk lebih memahami makna dari suatu simbol, maka harus dilihat kontekstual yang menyertainya.

Dengan demikian, kegiatan samelan yang dirajut di dalam Gurdwara merupakan salah satu simbol bagi ajaran sikh yang diekspresikan guna mewujudkan suatu identitasi yang membedakan dengan suku bangsa lainnya. Menurut kamus etimologi Van Dale (dalam Nainggolan 2006:7) identitasi berasal dari kata Latin ‘identitasi’ yang artinya sama dengan dirinya sendiri. Identitasi mempunyai dua pengertian. Pengertian yang pertama adalah pengertian akan kesamaan absolut. Dengan demikian, orang dapat melihat kesamaan dalam mempersatukan diri mereka. Pengertian yang kedua adalah keunikan kelompok etnik tertentu yang membuat mereka berbeda dari kelompok lain. Keunikan kelompok merupakan unsur identitasi kelompok yang istimewa.

Ekspresi identitasi melalui kegiatan samelan tersebut membuat hubungan kaum muda-mudi Punjabi tetap terjaga dengan baik. Sehingga mereka tetap menegaskan identitasinya di setiap tempat yang baru. Sebagaimana kegiatan samelan di Kelurahan Sari Rejo merupakan bentuk reproduksi budaya suku bangsa Punjabi yang berada di daerah lain.


(23)

Kegiatan samelan yang dilaksanakan oleh suku bangsa Punjabi di Kota Medan merupakan suatu identitasi yang dibawa oleh suku bangsa Punjabi yang berada di Malaysia. Hal tersebut direproduksi sesuai nilai yang masih dipertahankan sebagai aktivitas simbolik ajaran sikh. Sekaligus sebagai wujud pelestarian ajaran sikh maupun mempertahankan identitasi suku bangsa Punjabi di lingkungan yang baru, seperti halnya di Kota Medan.

Adapun kegiatan-kegiatan kebudayaan yang masih dilakukan suku bangsa Punjabi antara lain; upacara kematian, kelahiran dan perkawinan serta sebagai sarana komunikasi suku bangsa Punjabi dengan Guru, leluhurnya. Selain itu suku bangsa Punjabi juga tetap mempertahankan tari-tarian dari daerah asalnya, pakaian yang digunakan di dalam Gurdwara sebagai bentuk identitasi sukunya. Dalam hal ini, kepercayaan dan kebudayaan suku bangsa Punjabi saling terkait dan saling mendukung. Kenyataan tersebut dikuatkan oleh pendapat Geertz (1992:4) bahwa simbol-simbol sakral berfungsi mensintesiskan suatu etos bangsa yaitu nada, ciri dan kualitas kehidupan, moral dan gaya estetis.

1.6 Metodologi Penelitian 1.6.1 Tipe penelitian

Penelitian ini bertipekan deskriptif kualitatif yaitu suatu penelitian yang menggambarkan secara mendalam tentang wujud samelan sebagai kegiatan dalam pemahaman dan pelestarian ajaran sikh. Dalam penelitian ini ada 2 (dua) jenis data yang akan dikumpulkan yaitu; data primer dan data sekunder. Data primer adalah data yang diperoleh dari lapangan melalui observasi dan wawancara. Data


(24)

sekunder diperlukan untuk melengkapi data primer. Data sekunder diperoleh dari studi kepustakaan yaitu dari berbagai buku ilmiah, jurnal, media massa serta internet yang berhubungan dengan masalah penelitian.

Observasi yang dipakai dalam penelitian ini adalah observasi tanpa partisipasi.8

8

Observasi tanpa partisipasi adalah si peneliti atau si pengamat melakukan pemeriksaan tanpa melibatkan diri dengan yang diamatinya. Dalam hal ini si peneliti bertindak sebagai orang luar yang melihat gejala yang diamati tersebut dengan menggunakan kacamata atau referensi dengan standard tertentu (seorang peneliti/ahli ilmu social misalnya dengan menggunakan konsep dan teori-teori yang digunakan dalam penelitian).

Dalam observasi tanpa partisipasi, peneliti hanya mengamati dari luar tanpa melibatkan diri dalam segala kegiatan sosial suku bangsa Punjabi. Observasi tanpa partisipasi dilakukan untuk memperoleh gambaran mengenai kegiatan yang dilakukan pada saat samelan. Dapat dilihat benda-benda apa saja yang ada di dalam Gurdwara, cara berpakaian para anggota samelan, benda-benda apa yang digunakan pada saat kegiatan samelan, cara berkomunikasi antara anggota samelan dengan guru begitu juga dengan sesama anggota samelan dan memutar ulang video pasa saat acara samelan. Hasil pengamatan dituangkan ke dalam catatan lapangan. Hal tersebut dapat memudahkan peneliti untuk membaca kembali informasi yang sudah diberikan informan di lapangan.

Wawancara yang dipakai dalam penelitian ini adalah wawancara mendalam. Dalam wawancara mendalam peneliti menggunakan pedoman wawancara (interview guide) yang dibantu dengan alat perekam (tape recorder) dan dituangkan ke dalam catatan lapangan. Wawancara tersebut dilakukan guna memperoleh keterangan sesuai masalah yang diteliti. Wawancara mendalam ditujukan kepada informan pangkal, informan kunci dan informan biasa.


(25)

Informan pangkal adalah orang yang pertama sekali ditemui di lapangan. Dalam hal ini, informan pangkal yakni pengurus Gurdwara. Informan kunci atau pokok adalah orang yang memiliki pengetahuan luas mengenai permasalahan yang diteliti yang dalam hal ini yakni Guru, pengurus Gurdwara, panitia samelan, dan orang tua dari kaum muda-mudi, sedangkan informan biasa adalah kaum muda-mudi yang terlibat dalam pelaksanaan kegiatan samelan. Jumlah informan akan ditentukan di lapangan. Dalam penelitian, jika seluruh informasi yang dibutuhkan belum lengkap maka pencarian informan berlangsung dan jika informasi sudah lengkap maka pencarian informan dihentikan.

Wawancara mendalam yang ditujukan kepada informan pangkal, dibutuhkan untuk memperoleh informasi tentang siapa orang-orang yang dapat memberikan informasi lebih dalam yang terkait dengan yang diteliti di lapangan dan juga sejarah suku bangsa Punjabi maupun keberadaan mereka. Wawancara yang ditujukan kepada informan kunci atau pokok dilakukan untuk memperoleh informasi sejarah kedatangan suku bangsa Punjabi di Kota Medan, alasan dibentuknya samelan dan berbagai kegiatan yang dilakukan, keanggotaan di dalam samelan, aturan-aturan apa saja yang berlaku pada saat samelan, kegiatan-kegiatan apa yang dilakukan pada saat samelan, siapa-siapa saja orang yang ikut berpartisipasi pada saat samelan, dan kepentingan yang didapat dalam kegiatan samelan, sedangkan wawancara yang ditujukan kepada informan biasa dilakukan untuk memperoleh informasi mengenai alasan muda-mudi ikut bergabung dalam pelaksanaan kegiatan samelan yang dilakukan di lapangan, serta kepentingan apa yang didapat melalui pelaksanaan kegiatan samelan tersebut. Untuk


(26)

memperlancar proses wawancara, terlebih dahulu dibangun hubungan baik dengan informan. Dalam hal ini, peneliti membangun hubungan dengan informan dengan cara datang berkunjung ke rumah untuk menjalin hubungan yang lebih baik dan mengikuti beberapa kegiatan sehari-hari dari para informan.

1.6.2 Teknik Analisa data

Analisa data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisa secara kualitatif yang menganalisis tentang pelaksanaan kegiatan samelan suku bangsa Punjabi khususnya pada muda-mudi. Data yang telah didapat dari hasil observasi, wawancara, dan sumber keperpustakan disusun berdasarkan pemahaman atau berdasarkan kategori-kategori yang sesuai dengan tujuan penelitian. Kemudian hasil pencatatan tersebut, disusun dan berupaya menggabungkan dan menghubungkan atas jawaban dari informan sehingga mencapai tujuan penelitian, dan sesuai dengan masalah penelitian. Dalam penelitian ini peneliti mencoba untuk bersikap objektif, data yang diperoleh tidak dikurangi, ditambah ataupun dirubah, sehingga tidak mengurangi keaslian data yang diperoleh dari di lapangan.


(27)

BAB II

GAMBARAN UMUM MASYARAKAT KOTA MEDAN DAN SUKU BANGSA PUNJABI

2.1. Heterogenitas Masyarakat Kota Medan

Kota Medan adalah kota terbesar ketiga di Indonesia setelah merupakan pintu gerbang wilayah Indonesia bagian Barat dan sebagai pintu gerbang bagi para wisatawan untuk menuju objek wisat dataran tingg Di samping itu, Kota Medan juga sebagai daerah pinggiran jalur pelayaran Selat Malaka. Kota Medan memiliki posisi strategis sebagai gerbang (pintu masuk) kegiatan perdagangan barang dan jasa, baik perdagangan domestik maupun luar negeri (ekspor-impor). Posisi geografis Kota Medan telah mendorong perkembangan kota dalam dua kutub pertumbuhan secara fisik, yaitu daerah Belawan dan pusat Kota Medan

Kehadiran Kota Medan sebagai suatu bentuk kota memiliki proses perjalanan sejarah yang panjang dan kompleks. Hal ini dibuktikan dengan perkembangan daerah yang disebut dengan “Kota Medan” yang menuju pada


(28)

bentuk kota metropolitan. Sebagai hari lahir Kota Medan adalah 1 Juli 15909

Di akhir abad ke-19 dan awal abad ke-20 terdapat dua gelombang migrasi besar ke Kota Medan. Gelombang pertama berupa kedatangan suku bangsa , sampai saat sekarang ini usia Kota Medan telah tercapai 419 tahun.

perusahaan perkebunan berhenti mendatangkan suku bangsa Tionghoa, karena sebagian besar dari mereka lari meninggalkan kebun dan sering melakukan kerusuhan. Perusahaan kemudian sepenuhnya mendatangkan suku bangsa Jawa sebagai kuli perkebunan. Suku bangsa Tionghoa bekas buruh perkebunan kemudian didorong untuk mengembangkan sektor perdagangan. Gelombang kedua ialah kedatangan suku bangsa Mereka datang ke Kota Medan bukan untuk bekerja sebagai buruh perkebunan, tetapi untuk berdagang, menjadi

Keanekaragaman suku bangsa di Kota Medan terlihat dari jumlah Penduduk Kota Medan sekarang ialah keturunan memiliki populasi suku bangsa Tionghoa cukup banyak. Secara historis, pada tahun

9

Hari jadi Kota Medan pada tulisan yang terdapat dalam keterangan resmi pemerintah Kota Medan dan Wikipenia.com.


(29)

409 orang berketurunan berketurunan Tionghoa, dan 139 lainnya berasal dari ras Timur lainnya.

Tabel 1

Perbandingan Suku Bangsa di Kota Medan pada Tahun 1930, 1980, 2000 Suku bangsa Tahun 1930 Tahun 1980 Tahun 2000

Jawa 24,9% 29,41% 33,03%

10,7% 14,11% -- (lihat Catatan)

35,63% 12,8% 10,65%

6,43% 11,91% 9,36%

7,3% 10,93% 8,6%

7,06% 8,57% 6,59%

0,19% 3,99% 4,10%

-- 2,19% 2,78%

1,58% 1,90% --

Lain-lain 16,62% 4,13% 3,95%

Sumber: 1930 dan 1980: Sumut

Catatan: Data BPS Sumut tidak menyenaraikan "Batak" sebagai salah satu suku bangsa, namun total Simalungun (0,69%), Tapanuli/Toba (19,21%), Pakpak, (0,34%), dan Nias (0,69%) adalah 20,93%.

Adapun jumlah penduduk Kota Medan yang sampai saat ini diperkirakan berjumlah 2,083 juta lebih, dan diproyeksikan mencapai 2,167 juta penduduk pada tahun 2010, ditambah beban arus penglaju juga menjadi beban pembangunan yang harus ditangani secara terpadu dan komprehensif. Di samping itu, pengendalian kuantitas, peningkatan kualitas dan pengarahan mobilitas penduduk yang sesuai dengan pertumbuhan ekonomi wilayah, sangat diperlukan pada masa datang.

Tabel 2

Komposisi Jumlah Penduduk Kota Medan Tahun Jumlah Penduduk (Jiwa)

1.963.086

1.993.060

2.006.014

2.036.018

2.083.156


(30)

Biasanya pengusaha di Kota Medan banyak yang menjadi pedagang komoditas perkebunan. Setelah kemerdekaan, sektor perdagangan secara konsisten didominasi oleh suku bangsa Tionghoa dan Minangkabau. Bidang pemerintahan dan politik, dikuasai oleh suku bangsa Mandailing, Batak. Sedangkan profesi yang memerlukan keahlian dan pendidikan tinggi, seperti pengacara, dokter, notaris, dan wartawan, mayoritas digeluti oleh suku bangsa Minangkabau, dapat dilihat pada tabel berikut ini :

Tabel 3

Komposisi Suku Bangsa Berdasarkan Profesional

Suku Bangsa Pengacara Dokter Notaris Wartawan

36,8% 20,6% 29,7% 37,7%

23,6% 14,1% 14,8% 18,3%

13,2% 15,9% 18,5% 8,5%

5,3% 15,9% 11,1% 10,4%

5,3% 10% 7,4% 0,6%

5,3% 5,9% 3,7% 17,7%

-- 14,7% 7,4% 1,2%

2,6% 3,9% -- 3,7%

-- -- 3,7% 10,4%

Sumber

Perluasan Kota Medan telah mendorong perubahan pola pemukiman kelompok-kelompok suku bangsa. Suku bangsa Melayu yang merupakan penduduk asli Kota Medan, banyak yang tinggal di pinggiran kota. Suku bangsa Tionghoa dan Minangkabau yang sebagian besar hidup di bidang perdagangan, 75% dari mereka tinggal di sekitar pusat-pusat perbelanjaan. Pemukiman suku bangsa Tionghoa dan Minangkabau sejalan dengan arah pemekaran dan perluasan fasilitas pusat perbelanjaan. Suku bangsa Mandailing juga memilih tinggal di pinggiran kota yang lebih nyaman. Oleh karena itu terdapat kecenderungan di


(31)

kalangan suku bangsa Mandailing untuk menjual rumah dan tanah mereka di tengah kota, seperti di Kampung Mesjid, Kota Maksum, dan Sungai Mati.

2.2. Sejarah Kedatangan Suku Bangsa Punjabi di Kota Medan Khususnya di Sari Rejo

Suku bangsa Punjabi yang berasal dari daerah Amritsar dan Jullundur di kawasan Punjab-India Utara sudah ada di Indonesia dan telah menyebar ke berbagai daerah, seperti halnya di Sumatera Utara. Datangnya suku bangsa Punjabi dalam jumlah yang cukup besar, sehingga sekarang menetap dan membentuk suatu komunitas di berbagai wilayah di Sumatera Utara.

Sejarah kedatangan suku bangsa Punjabi di Sumatera Utara mempunyai dua versi. Versi pertama menyatakan bahwa kedatangan suku bangsa Punjabi ke Sumatera Utara dimulai pada akhir abad ke 19, untuk bekerja sebagai buruh kontrak pada perkebunan tembakau raya milik Belanda (Sandhu dan Mani 1993:85). Lebih lanjutnya, Veneta (1998:23) juga menjelaskan bahwa suku bangsa Punjabi yang datang ke Indonesia khususnya ke Sumatera Utara adalah para pria yang belum menikah untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka dengan bekerja di perkebunan milik Belanda.

Sistem yang diterapkan oleh perkebunan Belanda adalah sistem kontrak, sistem kontrak yang dimaksud yaitu pihak pengusaha perkebunan mengambil atau mendatangkan tenaga kerja buruh yang mau bekerja kepada mereka dan mereka diharuskan bekerja selama beberapa tahun sesuai dengan isi kontrak. Para buruh juga harus mematuhi semua peraturan yang telah ditetapkan oleh pihak


(32)

perkebunan. Hal ini disebabkan, karena sistem yang digunakan adalah sistem kontrak. Setelah masa kontrak mereka habis, para buruh dapat menentukan hidup mereka sendiri dan ada juga membuat pilihan untuk tetap tinggal di Sumatera Utara atau kembali ke negara asal mereka. Banyak di antara mereka kembali ke negara asalnya dan menikah dengan wanita satu sukunya. Banyak juga di antara mereka yang merasa betah tinggal di Indonesia, sehingga dari antara mereka kembali lagi ke Indonesia dengan membawa keluarga dari negara asalnya.

Versi kedua menyatakan bahwa kedatangan suku bangsa Punjabi ke Sumatera Utara dimulai sejak abad ke 18 melalui Aceh atau Sabang, dengan tujuan berdagang dan selanjutnya menetap dan menyebar di berbagai tempat di Sumatera Utara. Penyebaran suku bangsa Punjabi di Sumatera Utara di antaranya di Kota Medan, Pematang Siantar, Tebingtinggi, Kisaran, Binjai dan lain sebagainya. Di Kota Medan, suku bangsa Punjabi menyebar ke berbagai wilayah seperti halnya di Sari Rejo (Wawancara, Tanggal 7 Maret 2010).

Di Sari Rejo, suku bangsa Punjabi dapat tinggal dan menetap. Hal ini disebabkan, karena adanya bantuan Belanda pada tahun 1940-an. Suku bangsa Punjabi diberi tanah atau lahan oleh Belanda untuk memelihara sapi. Dengan keahliannya inilah suku bangsa Punjabi dapat tinggal di daerah tersebut. Dari kebersamaan dan kekompakan suku bangsa Punjabi yang tinggal di Sumatera Utara membuat mereka bertambah banyak, yang mana jumlah suku bangsa Punjabi saat ini kurang lebih 1000 kepala keluarga (Wawancara, Tanggal 7 Maret 2010).


(33)

Belanda memberi tanah kepada suku bangsa Punjabi khususnya yang memelihara sapi. Dengan persyaratan yaitu suku bangsa Punjabi yang memelihara sapi harus memberi susu sapi ke orang Belanda dan ke rumah sakit Elisabet. Rumah sakit Elisabet merupakan rumah sakit yang pertama didirikan oleh Belanda di Kota Medan (Wawancara, Tanggal 7 Maret 2010). Tanah yang diberikan Belanda itu juga dekat dengan lokasi rumah sakit tersebut yakni Sari Rejo.

Pada tahun 1940-an, Sari Rejo merupakan lahan kosong dan masih ditumbuhi tanaman-tanaman liar. Oleh karena itu, Belanda memberikan lahan kosong ini untuk ditempati suku bangsa Punjabi dan juga memelihara sapi. Dari kemampuan berternak sapi inilah yang membuat kalangan suku bangsa Punjabi dapat tinggal di daerah dekat dengan perkotaan seperti Sari Rejo. Hal ini dikarenakan pada masa penjajahan Belanda, suku bangsa Punjabi yang berternak sapi dengan mudah mengantarkan susu sapi tersebut kepada orang Belanda yang umumnya tinggal di dekat daerah perkotaan. Inilah yang menyebabkan suku bangsa Punjabi dapat tinggal di kawasan perkotaan.

Di Sari Rejo, suku bangsa Punjabi sangat mudah untuk dikenali seperti halnya dalam pemakaian sorban atau penutup kepala. Suku bangsa Punjabi ini sangat sering disebut dengan benggali. Hal ini dikarenakan, suku bangsa Punjabi mempunyai kemiripan dengan orang benggali. Dapat dilihat dari segi fisik dan mereka juga sama-sama memakai sorban. Padahal orang benggali ini berasal dari benggala dari daratan Pakistan yang mayoritas menganut agama muslim. Faktor agama ini juga memperjelas kemiripan mereka, karena di dalam ajaran sikh


(34)

pengaruh islam sangat besar. Dapat dilihat dari kemiripan bentuk tempat ibadah yang sama-sama menggunakan kubah dan juga dalam memasuki rumah ibadah harus dalam keadaan bersih dan menggunakan penutup kepala (Wawancara, Tanggal 10 April 2010).

Sementara dari identitasi namanya, pria Punjabi dapat dengan mudah dikenal karena menggunakan kata “singh” di belakang namanya, sedangkan wanita Punjabi menggunakan kata “kaor” di belakang nama mereka. Dalam menggunakan tanda pengenal pria Punjabi lebih banyak memakainya dari pada para wanita Punjabi. Keberadaan tanda pengenal ini tidak banyak diketahui suku bangsa lainnya, sehingga muncul anggapan bahwa kata singh di belakang nama seorang pria India adalah marga.

Kelurahan Sari Rejo terdiri dari 9 (sembilan) lingkungan. Setiap lingkungan terdiri dari berbagai suku, salah satunya adalah suku bangsa Punjabi. Di antara kesembilan lingkungan ini, suku bangsa Punjabi lebih dominan berada di lingkungan 4, 5 dan 6. Hal ini disebabkan, pada zaman dahulu para nenek moyang mereka sudah tinggal di tempat tersebut.

2.3. Sejarah Singkat Gurdwara Sari Rejo

Gurdwara adalah sebutan kuil yang dipakai oleh suku bangsa Punjabi, yang digunakan untuk tempat ibadah bagi ajaran sikh. Di Kota Medan, Gurdwara tempat ibadah ajaran sikh sudah berdiri sebanyak 4 (empat) buah. Gurdwara ini juga mempunyai nama-nama yang berbeda, seperti berikut :


(35)

1. Gurdwara Nanak Dev Ji atau Central Sikh Temple yang berada di jalan Karya Murni.

2. Gurdwara Tegh Bahadur yang berada di jalan Polonia.

3. Gurdwara Perbandhak yang berada di jalan Zainul Arifin simpang jalan Tengku Umar.

4. Gurdwara Shree Guru Arjundev ji yang berada di Jalan Mawar Sari Rejo. Gurdwara ini merupakan Gurdwara (kuil) terbesar di Indonesia.

Gurdwara yang ada di Sari Rejo didirikan pada tahun 1953 di atas lahan kosong yang dibangun atas kerja sama, dan kekompakan antar sesama suku bangsa Punjabi yang ada di Kota Medan. Dulunya Gurdwara dibangun hanya berupa tepas-tepas dan sangat kecil. Lambat laun Gurdwara ini diperluas karena jumlah suku bangsa Punjabi semakin banyak. Kerja sama yang dilakukan para jemaat sikh berhasil mengumpulkan sepetak demi sepetak tanah hingga akhirnya terkumpul satu hektar tanah. Dengan gotong royong pula jemaat sikh berhasil mengumpulkan uang sebesar Rp. 3.5 miliar untuk memindahkan sekaligus memugar Gurdwara menjadi megah.

Pada tahun 2000, suku bangsa Punjabi mulai membangun Gurdwara dengan luas 23x23 meter persegi dan disahkan pada tahun 2005. Gurdwara ini terlihat unik. Dilihat dari luar, bangunan ini nampak seperti masjid. Di bagian dalam Gurdwara terdapat enam kubah yang terdiri dari satu kubah besar di bagian tengah yang digunakan sebagai darbar (tempat jemaat) dan diapit empat kubah berukuran sedang di empat sudut Gurdwara serta satu kubah lagi di bagian depan.


(36)

Bentuk bangunan yang nampak seperti masjid ini mengikuti bentuk Gurdwara di India sebagai asal suku sikh itu sendiri.

Kemegahan itulah yang tampak pada Gurdwara Shree Guru Arjundev Ji yang terletak di Sari Rejo. Di bagian depan bangunan ini tampak lukisan Guru Arjundev dengan memakai kostum prajurit. Guru Arjundev adalah satu dari kesepuluh guru besar dalam ajaran sikh. Di dalam Gurdwara nampak hamparan karpet lembut di lantai yang memberi kesan nyaman kepada jemaat yang beribadah. Begitu juga dengan 10 unit kipas angin terpasang di tiap tiang Gurdwara. Tampak pula di sana sebuah altar10 kubah kecil tempat kitab suci sikh, yang disebut dengan Guru granth sahib yang langsung didatangkan dari India, yang dilengkapi dengan pernak pernik di sekelilingnya. Adapun guna dari pernak pernik tersebut agar Guru granth sahib terlihat indah. Di sebelah kiri altar terdapat level11

Kemegahan lainnya dari Gurdwara, tampak dilihat dari lampu kristal besar yang tergantung di bagian tengah di bawah darbar utama. Lampu kristal tersebut didatangkan langsung dari Chekosloavia dengan harga Rp. 78 juta pada tahun 2003. Begitu pula pada satu sisi dinding terpampang logo sikh dan aksara Hindi, ‘Ik Kwuangkar’ yang berarti ‘Tuhan itu Satu’ dalam ukuran besar. Empat tempat pendeta dan pemusik saat melaksanakan ritual keagamaan. Begitu juga dengan dua podium di kiri-kanan altar. Podium di sebelah kanan altar adalah tempat kue berkah yang mana setelah ibadah selesai, guru dan pengurus Gurdwara membagi kue tersebut kepada para jemaat.

10

Altar adalah tempat suci yang dijadikan sebagai tempat Guru Granth Sahib yang berada

di depan berada di tengah-tengah darbar atau tempat ibadah.

11


(37)

pintu yang ada menunjukkan simbol bagaimana sikh dengan ajaran keterbukaannya. Adapun simbol atau lambang dari ajaran sikh disebut dengan Khenda Kerpan Perisai yang artinya bahwa pada saat berperang para guru menggunakan alat seperti pedang dan penangkisnya. Di setiap pintu terdapat kotak sumbangan sebagai rasa syukur jemaat setiap selesai memasuki Gurdwara untuk beribadah. Keluar dari pintu kanan, akan menuju langger atau tempat makan. Bangunan langger ini digunakan jemaat untuk menikmati menu vegetarian sebagai ajaran dari sikh itu sendiri.

Gambar I

Gurdwara Sikh di Sari Rejo

Untuk memasuki Gurdwara ada tiga hal yang harus dilakukan, yaitu menanggalkan alas kaki untuk disimpan di tempat yang disediakan di sebelah kiri Gurdwara dan mengenakan penutup kepala, boleh dengan sorban, topi, kerudung, ataupun kain. Di bagian kiri depan Gurdwara di sebelah lorong berlapis keramik berdiri tegak tiang dengan bendera berwarna kuning dan logo dari suku sikh yang berwarna biru berkibar megah yang cerah. Di kiri kanan sebelum masuk Gurdwara terdapat wastafel untuk mencuci tangan dan terdapat parit rendah yang


(38)

Gurdwara harus benar-benar bersih, hal ini dilakukan oleh setiap umat yang menganut ajaran sikh saat memasuki tempat ibadah.

2.4. Sistem Mata Pencaharian

Pekerjaan yang ditekuni suku bangsa Punjabi di Kota Medan yaitu beternak sapi perah, membuka toko sport dan kursus bahasa Inggris, yang sekalian juga menjadi guru privat les bahasa Inggris. Ketiga jenis mata pencaharian ini merupakan pekerjaan yang ditekuni secara turun temurun dan merupakan keahlian mereka. Meskipun banyak juga di antara suku bangsa Punjabi yang menggeluti profesi lain seperti dokter, dosen, akuntan dan lain sebagainya (Lubis, 2005:146).

Beternak sapi perah merupakan sistem mata pencaharian yang pertama ditekuni oleh suku bangsa Punjabi, setelah mereka tidak bekerja lagi sebagai buruh di perkebunan milik belanda. Pekerjaan ini ditekuni mereka sebagaimana kebiasaan di daerah asalnya dan untuk memenuhi kebutuhan hidup akan susu dan minyak sapi. Peternak sapi perah ini menjual susu sapi tersebut ke rumah sakit negri, swasta, pabrik, sesama suku bangsa Punjabi dan suku bangsa lain juga yang membutuhkan dan minyak sapi tersebut berguna untuk campuran dalam makanan yang dibuat dalam Gurdwara dan untuk minyak membakar jenazah suku bangsa Punjabi yang meninggal dunia.

Veneta (1998:26) menjelaskan bahwa dalam beternak sapi, suku bangsa Punjabi mempunyai masalah yaitu sulitnya memperoleh surat izin usaha dari pemerintah agar ternak diperbolehkan keluar dari tanah peternak untuk merumput


(39)

di hutan, resiko ternak mati, dicuri, sakit dan biaya pengobatan, jumlah susu berkurang karena kurangnya rumput. Dengan hal ini, suku bangsa Punjabi tidak banyak lagi yang menekuni jenis usaha ini karena lahan untuk beternak sapi sudah sangat sedikit dan juga disebabkan oleh banyaknya resiko-resiko.

Lokasi-lokasi pemukiman suku bangsa Punjabi yang masih bekerja memelihara ternak sapi antara lain ada di kawasan Percut Sei Tua, di kawasan Sari Rejo. Pada masa sekarang ini, banyak suku bangsa Punjabi tidak lagi langsung memelihara sapi. Hal ini disebabkan, sulitnya mereka mendapat surat izin dari pemerintah sehingga para pemilik sapi perah ada yang menjual sapinya dan ada juga yang menitip kepada orang lain.

Lebih lanjut juga dijelaskan bahwa jenis usaha lain yang ditekuni oleh suku bangsa Punjabi adalah membuka toko sports. Usaha ini pertama sekali dijalankan oleh suku bangsa Punjabi yang berasal dari Negara India pada tahun 1930-an. Selama tinggal di Indonesia, suku bangsa Punjabi tetap menjalin hubungan yang baik antar mereka. Mereka juga mempekerjakan sesama suku bangsa Punjabi yang tinggal di Kota Medan, sekaligus menghemat biaya bagi karyawan yang dibawa langsung dari India. Hal ini merupakan salah satu cara suku bangsa Punjabi untuk menempatkan diri dalam lingkungan baru dan pada umumnya mereka tinggal pada suku yang sama, yang kemudian dapat menolong mereka untuk mengenal lingkungan yang baru. Lambat laun, para karyawan sudah merasa betah tinggal di Indonesia dan mereka berusaha untuk membuka toko sports miliknya sendiri. Hal inilah yang membuat sehingga usaha ini banyak digeluti dan dikuasai oleh suku bangsa Punjabi, serta jenis usaha ini masih eksis


(40)

sampai sekarang di Kota Medan. Tabel di bawah ini adalah nama sejumlah toko sports yang ada di Kota Medan, yang sebagian besar dimiliki oleh suku bangsa Punjabi.

Tabel 4

Toko Sports milik suku bangsa Punjabi di Kota Medan No Nama Toko Nama

Pemilik

Tahun Buka

Asal Suku Bangsa

Lokasi

1 Rose & Co

1942-1984

India Punjabi Kesawan 2 Hari Bros Harry 1948 India Bamen Kesawan

3 PT Ratan

Sports

Jager Singh

1951 India Punjabi Kesawan 4 Atal Sports Sarbejit

Singh

1954 India Punjabi Kesawan 5 Sumatera

Sports

Amerjit Singh

1969 Medan Punjabi Jl Palangkaraya 6 Gajahmada

Sports

Hrnam Singh

1978 Punjabi Jl Palangkaraya 7 Gajah Mada Toli 1997 Punjabi Jl Palangkaraya 8 Anil Sports Anil 1982 Bamen Kesawan 9 Sibal Sports Sibal 1984 Bamen Kesawan 10 Olympic Sports Amrick

Singh

1985 Surabaya Jl Palangkaraya 11 Sejahtera

Sports

Bobby 1987 Medan Punjabi Jl Palangkaraya 12 Sejahtera Jaya 1997 Medan Punjabi Tembung 13 Anand Sports Gurdial

Singh

1991 Punjabi Kesawan 14 Ajit Sports Ajit

Singh

1996 Medan Punjabi Kesawan 15 Aneka Sports Maninder

Singh

1992 Punjabi Jl Palangkaraya

Sumber : Veneta 1998 (Toko Sport Orang Punjabi)

Jenis usaha ketiga yang ditekuni oleh suku bangsa Punjabi yaitu membuka kursus bahasa Inggris. Suku bangsa Punjabi cenderung dapat berbahasa Inggris dengan baik, disebabkan negara asal mereka India merupakan negara bekas jajahan Inggris sehingga bahasa Inggris sudah dinasionalisasikan di negara tersebut. kursus bahasa Inggris yang dibuka oleh suku bangsa Punjabi ini sangat


(41)

maju, karena mereka diakui dan dipercayai oleh masyarakat untuk mengajar bahasa Inggris dengan baik (Fachria, 2002:54). Usaha ini sangat menguntungkan bagi mereka, dapat dilihat dari jumlah siswa-siswinya yang belajar di kursus tersebut seperti kursus bahasa Inggris yang dibuka di jalan serdang yang bernama Standart English Course dan di jalan Iskandar Muda yang bernama Tropica.

Selain ketiga bidang usaha tersebut, suku bangsa Punjabi juga menekuni pekerjaan dalam bidang seperti pegawai swasta, satpam, dokter, dan tukang jahit dan lain sebagainya. Suku bangsa Punjabi sering melibatkan anggota keluarganya dalam usahanya, karena mempunyai beberapa usaha sekaligus. Hal ini membuat, di antara sesama suku bangsa Punjabi terjalin hubungan kerja sama dengan syarat dapat menguntungkan kedua belah pihak.

Suku bangsa Punjabi di daerah Sari Rejo, pada umumnya menekuni pekerjaan di bidang beternak sapi perah sampai mendapatkan susu untuk dijual. Suku bangsa Punjabi tersebut menjual susu kepada sesama Punjabi dan kepada suku bangsa lain yang mengkonsumsi susu sapi. Penduduk setempat menyebut mereka sebagai “orang Benggali” atau sebutan “susu Benggali” untuk produk susu yang mereka jual.

2.5. Sistem Religi dan Bahasa 2.5.1. Sistem Religi

Suku bangsa Punjabi umumnya menganut ajaran sikh. Ajaran sikh merupakan ajaran baru yang baru muncul pada abad ke 16 di daerah Punjab-India Utara. Pada abad ke 15, ajaran ini muncul karena adanya reformasi agama di


(42)

Eropa. Dengan munculnya ajaran ini menyebabkan timbulnya gerakan bakti di India. Gerakan bakti mengajarkan bahwa etika pribadi merupakan inti dari agama dan tempat untuk bersembahyang atau untuk memuja Tuhan itu tidak berarti. Ajaran sikh mengenal konsep satu Tuhan dengan sepuluh orang guru yang mengajarkan ajaran sikh kepada umat sikh lainnya (Veneta, 1998:35)

Guru pertama ajaran sikh adalah Guru Nanak, dan Guru Nanak ini telah membuat tiga prinsip utama dalam ajaran sikh yaitu kiri kero yang artinya setiap seorang sikh harus bekerja mencari nafkah dengan jalan halal, nam jago artinya disepanjang hari setiap orang sikh harus menyebut nama Tuhan Yang Maha Esa dan wand shako artinya setiap suku bangsa Punjabi harus memberi sedekah kepada sesama manusia. Guru terakhir adalah Guru Gobind Singh, yang mana Guru Gibind Singh mendirikan persaudaraan kaum yang disebut khalsa atau sering disebut babtisan. Bagi mereka yang sudah dibabtis harus mengikuti aturan sebagai berikut:

1. Kesh maksudnya rambut tidak dipotong yang melambangkan kerohanian, 2. Kangha maksudnya sebuah sisir dirambut melambangkan ketertiban dan

disiplin,

3. Kirpan maksudnya sebuah pedang menggambarkan martabat, keberanian dan rela berkorban,

4. Kara maksudnya gelang baja yang melambangkan persatuan dengan Allah,


(43)

5. Kachs maksudnya celana pendek sebagai pakaian dalam yang secara tidak langsung memperlihatkan kesederhanaan untuk melambangkan pengendalian moral (Wawancara, Tanggal 10 Oktober 2009).

Setiap hari minggu suku bangsa Punjabi yang menganut ajaran sikh, melaksanakan ibadah di Gurdwara. Mereka berkumpul di darbar, dalam darbar juga disediakan golak (tempat uang amal) sebanyak 2 (dua) buah. Nantinya hasil dari tempat uang amal tersebut akan digunakan oleh pengurus Gurdwara untuk keperluan dan perlengkapan Gurdwara. Golak-golak ini diletakkan di 2 (dua) tempat yang berbeda yaitu, satu untuk darbar kecil dan satu untuk darbar besar.

Ibadah dimulai pukul 10.00 sampai 12.00 wib. Biasanya mereka masing-masing datang ke Gurdwara terdekat dari tempat tinggalnya untuk melakukan ibadah karena para jemaat tersebut dapat dengan mudah menuju Gurdwara. Pelaksanaan ibadah juga harus dilakukan setiap hari di rumah masing-masing suku bangsa Punjabi. Ada juga di antara mereka yang menyediakan sebuah ruangan khusus untuk sembahyang yang berbentuk seperti rumah kecil yang di dalamnya dilengkapi dengan Guru granth sahib (kitab suci) bagi mereka yang dapat membacanya dan dilengkapi dengan foto-foto para guru mereka. Ajaran sikh diharuskan sembahyang dua kali dalam sehari. Pada pagi hari sekitar pukul 04.30, mereka membuka Guru granth sahib dan membacanya. Setelah sore hari sekitar pukul 18.00, Guru granth sahib di tutup kembali. Demikianlah setiap harinya dilaksanakan di rumah masing-masing.


(44)

Dalam memasuki ruangan tersebut, mereka harus terhindar dari sesuatu yang tidak suci, misalnya orang yang sedang haid atau orang yang belum membersihkan diri setelah melakukan hubungan suami istri. Orang-orang yang masih dalam keadaan kotor tersebut dilarang masuk dan memegang Guru granth sahib karena Guru granth sahib itu suci. Banyak di antara suku bangsa Punjabi tidak menyediakan ruangan khusus untuk sembahyang karena banyak di antara jemaat yang tidak bisa membaca Guru granth sahib, melainkan mereka hanya memutar tape untuk mendengar suara-suara guru yang berupa nyanyian–nyanyian sehingga mereka dapat mengikuti suara dari tape tersebut.

Berbagai ragam upacara keagamaan yang diadakan di Gurdwara, yang salah satunya bagian terpenting adalah membaca Guru granth sahib. Para pengusaha atau pembisnis suku bangsa Punjabi juga cukup taat menjalankan upacara-upacara sebagai permintaan doa demi kesuksesan usahanya. Kegiatan pembacaan ayat-ayat suci oleh sekelompok wanita untuk mencari kebahagiaan hidup yang disebut dengan sukhmani. Begitu juga dengan samelan yang dikhususkan kepada kaum muda-mudi guna untuk memperdalam ajaran sikh yang dianut oleh suku bangsa Punjabi.

Demikian juga dengan upacara perkawinan suku bangsa Punjabi yang umumnya diadakan di dalam Gurdwara, yang dilaksanakan dengan ritual-ritual keagamaan. Dalam acara perkawinan, para keluarga dan sesama suku bangsa Punjabi juga membantu serta saling melengkapi.


(45)

Sesuai dengan budaya lama, maka perkawinan pada suku bangsa Punjabi dipengaruhi oleh sistem klen dan sistem kasta. Perkawinan pada suku bangsa Punjabi bersifat endogami klen, misalnya seseorang yang berasal dari kaum jebal12

Bahasa merupakan sistem pelembagaan manusia baik secara lisan maupun tulisan untuk berkomunikasi antara yang satu dengan yang lainnya. Suku bangsa Punjabi umumnya menggunakan bahasa Indonesia dalam berkomunikasi dalam kehidupan sehari-hari, baik antarsesama suku bangsa Punjabi maupun dengan suku bangsa di luar suku bangsa Punjabi. Hal ini, membuat mereka berbaur dengan suku bangsa yang berbeda dengan suku bangsanya. Namun, sebagian kecil

atau dilon yang merupakan kasta tertinggi pada suku bangsa Punjabi harus menikah atau mencari pasangan dari kaum yang sama. Para golongan muda suku bangsa Punjabi menyatakan pendapat tersebut tidak dipegang atau diikuti lagi, tetapi mereka tidak menyangkal dalam mencarian teman hidup orangtua masih berperan penting. Hal ini disebabkan, para orang tua mencarikan jodoh pada anak mereka untuk menghindari agar anaknya tidak mencari jodoh sendiri, karena mencari jodoh sendiri menurut mereka belum tentu akan sesuai dengan kualitas anak mereka dan juga untuk menghindari perbedaan kasta. Seorang anak yang melanggar aturan orangtua biasanya akan dikucilkan oleh keluarganya.

2.5.2. Bahasa

12

Jedal atau Dilon (yang disebut dengan marga) merupakan kasta tertinggi bagi suku

bangsa Punjabi, raniwala dan manicake merupakan kasta sedang sedangkan mere merupakan kasta yang paling rendah.


(46)

suku bangsa Punjabi tersebut masih menggunakan bahasa Punjabi khususnya dikalangan para orang tua dan juga diajaran-ajaran tertentu seperti keagamaan, perkawinan, kematian dan kelahiran.

Penggunaan bahasa Punjabi pada generasi muda pada saat ini mengalami kesulitan dalam hal berkomunikasi secara aktif, tetapi sebagian besar mereka mengerti arti dari percakapan yang didengarnya. Namun dalam pengucapan, mereka mengalami kesulitan karena semakin bertambahnya jenis bahasa yang diketahui. Hal ini disebabkan oleh sifat berinteraksi orang Punjabi terhadap masyarakat sekitarnya yang sangat kuat. Dapat dilihat suku bangsa Punjabi mampu berbicara dengan bahasa masyarakat setempat atau bahasa lokal.

Bahasa Punjabi terdiri dari dua jenis, yaitu yang pertama yaitu bahasa Punjabi yang digunakan dalam kitab suci suku bangsa Punjabi yang mempunyai kedudukan yang lebih suci dan yang kedua adalah bahasa Punjabi yang digunakan dalam kehidupan sehari-hari. Di antara kedua bahasa suku bangsa Punjabi, bahasa yang kedua ini mempunyai kedudukan yang lebih rendah. Bahasa Punjabi yang terdapat di dalam kitab suci memiliki aksara tertentu, dengan demikian tidak semua orang-orang dari suku bangsa Punjabi dapat membaca dan memahaminya. Aksara Punjabi yang terdapat di kitab suci tersebut memiliki tiga puluh lima konsonan dan dua belas vokal.

Bahasa Punjabi mengandung sistem yang rumit dalam perbedaan penggunaan vokal terhadap satu kata kerja dasar. Perbedaan penggunaan vokal bertujuan untuk memperlihatkan perbedaan kelamin dari orang yang mengucapkan satu kata kerja dasar tersebut. Di Sumatera Utara, suku bangsa


(47)

Punjabi memiliki logat yang sama di dalam berbahasa. Mereka berbahasa seperti sebuah irama dalam sebuah nyanyian (Veneta, 1998:24).

Untuk menjaga agar bahasa Punjabi tidak hilang, maka sekarang ini dibuka sekolah sikh milik suku bangsa Punjabi di Gurdwara Shree Arjundev Ji di Sari Rejo. Dimana setiap hari Sabtu, anak-anak diberikan pelajaran tentang ajaran sikh, tentang kebudayaan dan bahasa Punjabi. Hal ini, didukung para orang tua terhadap anak-anaknya karena muncul kekawatiran bahwa anak-anak muda sekarang enggan menggunakan bahasa Punjabi di lingkungannya.

Penggunaan bahasa Punjabi berkaitan erat dengan sistem religi, hal ini dapat dilihat dari simbol-simbol yang ada di dalam Gurdwara dan mantra-mantra yang berbahasa Punjabi dan sansekerta, mantra-mantra tersebut dilantunkan oleh seorang pendeta dalam berbahasa Punjabi, meskipun ada yang dialihkan ketulisan latin, hal tersebut dipakai pada nyanyian-nyanyian suci dengan tidak menghilangka n jati diri.

Pada masa sekarang ini, penggunaan bahasa Punjabi sudah tidak murni lagi karena sudah tercampur unsur-unsur bahasa lain seperti bahasa Hindi dan bahasa Inggris yaitu bahasa yang paling banyak digunakan orang-orang dari keturunan India yang ada di Sumatera Utara. Penyebab lain adalah golongan muda dari suku Punjabi sudah tidak lagi mau mempelajari bahasa tersebut karena susah dan sangat rumit. Golongan muda lebih suku menggunakan bahasa Indonesia baik di dalam maupun di luar rumah. Hal ini disebabkan oleh sifat membaur suku bangsa Punjabi terhadap masyarakat sekitar yang sangat kuat,


(48)

sehingga mereka cepat mengenal dan mempelajari bahasa masyarakat mereka tinggal.

Suku bangsa Punjabi yang berbahasa Indonesia mempunyai ciri khas yang dapat didengar dari logat (tutur kata) yang suara mereka terdengar berat. Hal ini menunjukkan bahwa mereka adalah keturunan dari suku bangsa Punjabi. Begitu juga dengan suku bangsa Punjabi yang ada di Sari Rejo, dapat dilihat dalam kehidupan sehari-hari mereka tidak lagi mengunakan bahasa Punjabi untuk berkomunikasi, melainkan menggunakan bahasa Indonesia dan bahkan di antara mereka ada yang mampu menggunakan berbahasa Jawa dan Batak.


(49)

BAB III

PELAKSANAAN SAMELAN PADA SUKU BANGSA PUNJABI

3.1. Latar Belakang Lahirnya Samelan di Sari Rejo

Pertambahan penduduk yang semakin pesat mengakibatkan beranekaragamnya suku bangsa yang ada di Kota Medan, salah satunya adalah suku bangsa Punjabi. Suku bangsa Punjabi yang datang ke Kota Medan tinggal dan menetap bersama dengan orang yang berasal dari daerah asalnya atau dengan yang satu kelompok suku dengannya. Lambat laun jumlah mereka bertambah sehingga mereka mulai membentuk organisasi dalam ajaran sikh guna untuk mempererat hubungan antarsuku bangsa Punjabi dengan sesamanya.

Pada saat kegiatan-kegiatan ajaran sikh, biasanya yang berperan aktif adalah para orang tua sedangkan anak-anak atau muda-mudi ikut berperan tapi tidak terlalu aktif. Muda-mudi kurang mengetahui tentang ajaran-ajaran sikh dan budaya suku bangsa Punjabi secara mendalam. Hal ini disebabkan, bahasa yang digunakan dalam Gurdwara adalah bahasa Punjab, sedangkan muda-mudi tersebut tidak mengerti bahasa Punjab melainkan bahasa Indonesia. Akibatnya, salah satu dari orang tua mengusulkan agar dilaksanakan samelan di Kota Medan yang dikhususkan di Sari Rejo. Usulan tersebut diterima oleh para orang tua dan tokoh masyarakat dalam ajaran sikh, sehingga disepakati untuk melaksanakan kegiatan yang disebut dengan samelan.

Pelaksanaan kegiatan samelan di Kota Medan dilaksanakan pada tahun 2002 sekitar Juni. Pemilihan waktu tersebut agar tidak mengganggu kegiatan


(50)

sekolah para muda-mudi. Pendiri dari samelan adalah Dr. Charjit Singh. Samelan ini dilaksanakan di Kota Medan untuk memberikan pendidikan secara mendalam ajaran sikh kepada anak-anak maupun remaja dan orang tua yang ada di Kota Medan. Kegiatan ini sangat disambut hangat oleh para orang tua suku bangsa Punjabi guna untuk anak-anak mereka mendapat pengajaran mendalam mengenai ajaran sikh.

Melalui pelaksanaan kegiatan samelan, kebersamaan dan kekompakan suku bangsa Punjabi yang menganut ajaran sikh lambat laun semakin erat dan kuat. Dimana pelaksanaan samelan ini sudah 6 (enam) kali diselenggarakan oleh jemaat Sari Rejo. Pelaksanaan samelan diadakan pada tahun 2002, 2003 dan 2004 di daerah Sibolangit, tahun 2005 di daerah Rantau Parapat, tahun 2007 di daerah Sibolangit dan pada tahun 2008 di daerah Gundaling- Berastagi.

Para orang tua yang ada di Kota Medan khususnya di Sari Rejo juga mengharapkan bahwa dengan dilaksanakannya kegiatan samelan para muda-mudi dapat mengikuti dengan baik. Harapan orang tua juga agar muda-mudi terhindar dari larangan-larangan ajaran sikh seperti merokok, penyalahgunaan narkotika, obat-obatan terlarang, praktek seks bebas serta tindakan kriminal lainnya. Sehingga para muda-mudi yang mengikuti kegiatan samelan tidak hanya ikut-ikutan atau bermain karena berjumpa dengan teman-teman dan mendapat teman baru.

Hal ini diharapkan orang tua untuk mempertahankan budaya dan regenerasinya, dimana muda-mudi sebagai pemegang kepemimpinan masa depan, sehingga diharapkan dapat ditempa dan dipersiapkan lewat acara samelan.


(51)

Melalui acara samelan dengan beberapa hari, diharapkan menjadi investasi masa depan, memberikan kesan yang baik dan berbekas bagi peserta betapa pentingnya pelatihan dalam hidup beragama yang lebih baik.

3.2. Persiapan Pelaksanaan Samelan

Sebelum pelaksanaan kegiatan samelan, terlebih dahulu dibentuk satu kepanitiaan yang bertanggung jawab pada saat pelaksanaan samelan. Kepanitiaan tersebut terdiri dari ketua panitia, bendahara, sekretaris dan juga seksi-seksi yang bertanggung jawab dengan tugas masing-masing. Untuk menjadi ketua panitia haruslah memenuhi persyaratan yang sudah ditetapkan. Adapun syarat tersebut yaitu harus taat beragama, tidak memotong rambut, berjenggot, sopan, bertanggung jawab penuh dan bersikap tegas pada anggota samelan. Pemilihan kepanitiaan tersebut dilaksanakan secara musyawarah oleh para jemaat yang menganut ajaran sikh.

Pemilihan ketua samelan memiliki perbedaan dengan pemilihan panitia yang akan bertanggung jawab atas pelaksanaan samelan. Perbedaan itu, terdapat pada persyaratan calon ketua yang dijelaskan di atas, sedangkan para panitia dilihat dari ketaatannya pada ajaran sikh dan bertanggung jawab pada tugas yang diembankan pada mereka. Dalam hal ini mereka juga harus memiliki kekompakan pada saat pelaksanaan samelan.

Para panitia yang sudah ditentukan melaksanakan rapat. Saat rapat panitia menentukan lokasi dan waktu pelaksanaan samelan. Panitia memilih lokasinya bersahabat dengan alam, dengan tujuan agar para peserta merasa nyaman untuk


(52)

tinggal di sana selama mengikuti acara samelan dan sekaligus dapat menikmati pemandangan alam. Lokasi samelan yang dipilih oleh panitia yaitu di daerah Gundaling-Berastagi, yang dilaksanakan pada Desember 2008. Panitia juga yang menentukan biaya registrasi kepada para peserta yang ingin mengikuti acara samelan. Pada Desember 2008, panitian menentukan biaya registrasi 150.000/orang sedangkan kepada sewadar (tukang memasak/yang bekerja pada bagian dapur) dipungut biaya setengah dari biaya yang di tetapkan panitia.

Di lokasi tempat diadakannya samelan, panitia mendirikan tiang bendera (nerhan sahib) sebanyak 2 (dua) buah yakni tiang bendera merah putih yang menandakan samelan diadakan di Indonesia dan tiang bendera ajaran sikh yang berwarna kuning.

Panitia juga harus melengkapi hal-hal yang diperlukan dalam pelaksanaan samelan, seperti menyediakan tempat pelaksanaan samelan yaitu membuat darbar yang merupakan aula besar tempat para peserta melasanakan acara samelan. Darbar ini terdiri dari 2 (dua) ruangan yaitu ruangan untuk orang dewasa dan ruangan untuk anak-anak, sekaligus menyediakan alat-alat untuk melengkapi darbar seperti loundspeaker. Loundspeaker tersebut dipasang di setiap sudut lokasi samelan, termasuk di kamar, di taman, di dapur, hal ini bertujuan agar setiap peserta yang mengikuti acara dapat mendengar doa-doa yang dibaca oleh guru serta informasi dari panitia. Di samping itu, disediakan juga peralatan musik yang mereka gunakan untuk mengiringi lagu-lagu pujian yang mereka nyanyikan, seperti waja (piano kecil). Waja adalah alat musik berbentuk peti persegi panjang berukuran lebar 30 cm, panjang 60 cm dan tinggi 45 cm. Waja menghasilkan


(53)

suara seperti piano dan dimainkan dengan cara menekan atau melepaskan pegangan jari pada alat musik. Apabila ditekan kuat dan bila dilepaskan maka tidak akan bersuara.

Tempat penginapan juga telah disediakan bagi para peserta. Begitu juga dengan langgar hall yaitu ruangan makan untuk para peserta dan disertai dengan dapur. Kebutuhan dapur disediakan seperti halnya peralatan logistik yang meliputi peralatan yang digunakan untuk makan, seperti sendok, piring, gelas, meja dan alat-alat memasak serta bahan-bahan makanan. Seluruhnya ini disediakan oleh panitia acara samelan, sedangkan orang yang bertugas untuk mengurus dapur atau memasak adalah orang-orang yang memang bersedia untuk memasak makanan bagi para peserta tanpa dibayar panitia. Para pemasak ini beramal.

Panitia juga menyediaan peralatan medis dan juga obat-obatan. Hal ini dilakukan untuk mengantisipasi bila ada peserta yang sakit saat pelaksanaan acara. Panitia juga menyediakan orang yang bertanggung jawab dalam tugasnya.

Panitia juga menyediakan transportasi bagi para peserta, guru, undangan yang datang dari jauh seperti Malaysia, India, Jakarta. Mereka dijemput di bandara dan di antar ke tempat pelaksanaan samelan. Sebuah mobil di khususkan untuk membawa Guru granth sahib (kitab suci ajaran sikh) ke lokasi samelan dan dikawal oleh 5 (lima) orang guru di dalam mobil tersebut. Saat perjalanan, di depan mobil yang membawa Guru granth sahib tersebut, ada polisi yang menggawal untuk menjaga keamanan demi kelancaran perjalanan ke lokasi samelan dan diikuti oleh mobil atau bus jemputan para tamu yang datang dari luar kota. Transport yang membawa Guru granth sahib adalah transport yang


(54)

diberikan jemaat secara sukarela. Transport ini disebut dengan decorate dokar sedangkan guru yang membawa Guru granth sahib disebut guruji.

Di dalam darbar, telah disediakan palki (tempat Guru granth sahib) yang cantik dan dihiasi bunga, sehingga kelihatan indah dan menarik. Palki adalah tempat Guru granth sahib. Guru granth sahib ini juga ditutupi dengan menggunakan rumala. Rumala merupakan sebuah kain yang digunakan untuk menutup Guru granth sahib.

Panitia juga tidak lupa menempatkan security untuk menjaga tata tertib dan keamanan ketika acara samelan berlangsung. Security ini tidak di bayar melainkan orang yang mau beramal tanpa meminta imbalan. Suku bangsa Punjabi yang menganut ajaran sikh menyebutnya sewadar security.

Beberapa dari peserta samelan, 2 (dua) hari sebelum dibuka acara samelan sudah hadir di tempat lokasi. Hal ini dikarenakan, adanya peserta yang datang dari India, Malaysia, dan Jakarta agar dapat melepaskan rasa lelah atau istirahat. Sehingga pada saat acara pembukaan samelan seluruh peserta kelihatan sehat dan segar. Para peserta yang dari Medan, mereka hadir satu hari sebelum acara samelan dibuka.

3.3. Pelaksanaan Samelan

Pelaksanaan samelan mempunyai tahap-tahap yang diikuti oleh para peserta atau proses bagi para peserta yang mengikuti samelan demi berjalannya acara samelan. Pada tahap pertama para peserta harus terlebih dahulu memberikan hati yang tulus dalam mengikuti samelan.


(55)

Pada tahap berikutnya dapat dilihat melalui lokasi tempat pelaksanaan acara samelan tampak ramai oleh para peserta yang akan mengikuti acara tersebut. mereka mulai memasuki ruangan tempat acara samelan dilaksanakan dan acara tersebut dimulai ketika Guru granth sahib tiba di tempat pelaksanaan samelan. Pada waktu Guru granth sahib memasuki lokasi samelan para peserta menyambut meriah dengan nyanyian sembari menabur bunga di sepanjang jalan yang dilalui Guru granth sahib saat menuju ke depan darbar.

Setelah Guru granth sahib tiba dan disambut dengan hangat oleh para peserta. Para peserta juga mengambil tempat duduk di dalam darbar. Disaat para peserta sudah berada dalam darbar maka panitia atau pemimpin acara berdiri di depan memberi kata sambutan dan memberi pengarahan kepada para peserta. Dalam kata sambutan tersebut panitia acara juga menjelaskan tentang tujuan diadakannya acara samelan tersebut yakni untuk mempererat hubungan antarsuku bangsa Punjabi dan juga memperdalam ajaran sikh. Seperti halnya yang diutarakan oleh ketua panitia samelan yaitu:

“Tujuan dari samelan ini dilaksanakan adalah untuk menjadi lebih baik, menjadi lebih kuat, dan merasakan sesuatu yang lebih baik dari sebelumnya (Wawancara, Tanggal 12 Maret 2010)”.

Lebih lanjutnya seorang informan juga menyatakan bahwa

“Samelan ini bertujuan untuk memberikan pendidikan agama sikh kepada anak-anak maupun remaja dan orang tua yang ada di Medan dan gunanya untuk memdidik seluruh umat sikh yang mengikutinya dan menterapkan ajaran Baba Guru (Wawancara, Tanggal 15 Maret 2010)”.


(56)

Setelah panitia acara memberi kata sambutan dan menjelaskan kegiatan-kegiatan yang akan dilaksanakan pada saat samelan. Acara tersebut dilanjutkan dengan menyanyi. Mereka menyanyikan lagu-lagu pujian sambil diiringi musik.

Setelah itu, acara diakhiri untuk sementara untuk makan siang dan istirahat. Pada saat pengambilan makanan mereka harus antri untuk mengambil makanan setelah itu mereka mengambil tempat yang nyaman di dalam langgar hall untuk menyantap makanan. Pola makanan yang ditetapkan pada saat samelan yakni vegetarian.

Usai makan siang acara dilanjutkan kembali. Kegiatan berikutnya adalah jatha ice breaker yang merupakan suatu kegiatan untuk belajar. Kegiatan ini di laksanakan di dalam ruangan yang telah disediakan oleh panitia acara. Dalam acara ini para peserta dibagi dalam beberapa kelompok. Kelompok orang dewasa dipisahkan dengan kelompok anak-anak agar mereka bisa diajari sesuai dengan kemampuan dan penangkapan mereka. mereka belajar dengan menggunakan modul. Modul yang telah disediakan tim pengajar.

Sebelum memasuki forum belajar, para guru terlebih dahulu memberikan gambaran kepada peserta tentang apa saja yang akan dipelajari maka disusunlah berbagai materi, untuk kemudahan mendalami materi maka ditata kegiatan diskusi-diskusi, dan bagaimana untuk mengenali diri dan mengembangkannya maka dilakukan beberapa game-game. Setelah memberikan arahan tersebut guru dapat mengajarkan modul yang akan disampaikannya.


(1)

Pelly, Usman

1994 Urbanisasi dan Adaptasi, Jakarta, LP3ES. Rahardjo, Turnomo

2005 Menghargai Perbedaan Kultural, Mindfuluuss dalam Komunikasi antar Etnis, Yogyakarta, Pustaka Pelajar. Rudito, Bambang

1991 Adaptasi Sosial Budaya Masyarakat Minangkabau, Padang, Pusat Penelitian Universitas Andalas.

Sinar, Tengku Lukman

1991 Sejarah Medan Tempo Doeloe, Medan, Lembaga Pengembangan Seni Budaya Melayu.

Soemardjan, Selo

1988 Migrasi, Kolonisasi, Perubahan Sosial, Jakarta, Pustaka Grafika Kita.

Sowell, Thomas

1989 Mosaik Amerika, Sejarah Etnik Sebuah Bangsa, Jakarta, Pustaka Sinar Harapan.

Sztmpkka, Piotur

2003 Sosiologi Perubahan Sosial, Jakarta, Prenada Media. Veneta

1998 Toko Sport Orang Punjabi; Suatu Studi Antropologi tentang Budaya Korporasi Bisnis Perdagangan Alat-alat Olahraga di Medan, [Skripsi] Jurusan Antropologi FISIP USU.

Sumber Internet

Sumber Lain

Artikel Modal Pelatihan Metode Kualitatif, Dikompilasi oleh Zulkifli Lubis, tahun 2007.


(2)

DAFTAR ISTILAH

1. Ajaran Sikh : Anggota sekte agama Hindu yang didirikan pada abad ke

16.

2. Darbar : Tempat jemaat.

3. Decorate dokar : Kereta yang membawa Guru granth sahib. 4. Golak : Uang puja atau uang amal.

5. Gurdwara : Tempat Ibadah bagi yang menganut ajaran sikh atau biasa disebut Kuil.

6. Guru granth sahib : Kitab Guru atau kitab suci yang ditulis dengan bahasa karmak.

7. Guruji swari : Pembawa kitab.

8. Identitasi : Tanda khas yang menerangkan dan sesuai dengan kesadaran diri sendiri, golongan sendiri, komunitas sendiri dan negara sendiri.

9. Jatha kirtan : Menyanyikan lagu rohani. 10. Jetha ice breaker : Pembagian kelas-kelas.

11. Kaor : Nama belakang yang dipakai untuk perempuan. 12. Khalsa : Peraturan-peraturan pada suku bangsa Punjabi. 13. Kirpan : Pedang atau pisau kecil.

14. Langgar : Tempat makan. 15. Neshan sahib : Tempat bendera.

16. Palki : Tempat Guru granth sahib. 17. Reproduksi : Dilahirkan kembali.

18. Rumala : Kain yang digunakan untuk menutup Guru granth sahib. 19. Samelan : Suatu bentuk acara yang dilakukan secara rutin seperti

kegiatan belajar guna memperdalam ajaran sikh yang ditujukan terhadap kaum muda-mudi.

20. Sewadar : Orang yang beramal (bekerja) di dalam Gurdwara. 21. Sikh : Murid atau Pengikut ajaran sikh.


(3)

23. Sorban : Penutup kepala kaum laki-laki suku bangsa Punjabi yang terbuat dari kain berwarna kuning dan bergambar simbol ajaran sikh.

24. Solidaritas : Rasa bersatu antara warga suatu kelompok dalam suatu

masyarakat.

25. Sukmani : Kegiatan pembacaan ayat-ayat suci untuk mencapai kehidupan yang lebih baik yang diikuti oleh kaum ibu-ibu.


(4)

Lampiran

Daftar Informan

1. Nama : Pritam Singh

Pekerjaan : - Pedagang (Pemilik toko Sport) - Ketua Gurdwara Sari Rejo Alamat : Jln Setia Budi

Usia : 55 Tahun

2. Nama : Dr Charjit Singh Pekerjaan : Dokter

Alamat : Johor Usia : 50 Tahun 3. Nama : Ferm Kaor

Pekerjaan : - Guru Privat Bahasa Inggris - Sekretaris Gurdwara Sari Rejo Alamat : Jln Mawar Sari Rejo

Umur : 38 Tahun 4. Nama : Taren Singh

Pekerjaan : Penjual susu sapi Alamat : Jln mawar Sari Rejo Umur : 24 Tahun

5. Nama : Karmer Kaor Pekerjaan : Ibu Rumah tangga Alamat : Jln mawar Sari Rejo Umur : 53 Tahun

6. Nama : Kiswan Singh Pekerjaan : pelajar

Alamat : Padang Bulan Umur : 12 Tahun 7. Nama : Kevin Singh

Pekerjaan : Pelajar

Alamat : Jln Mawar Sari Rejo Umur : 13 Tahun

8. Nama : Recel Kaor Pekerjaan : Mahasiswi Alamat : Padang Bulan Umur : 20 Tahun


(5)

9. Nama : Kiren Kaor

Pekerjaan : Ibu Rumah tangga Alamat : Padang Bulan Umur : 35 Tahun

10. Nama : Roky surya Singh Pekerjaan : Penjaga toko Testil Alamat : Jln Mawar Sari Rejo Umur : 28 Tahun

11. Nama : Prety Kaor

Pekerjaan : Penjaga toko sport Alamat : Johor

Umur : 25 Tahun 12. Nama : Jesi Singh

Pekerjaan : Penjaga Gurdwara Alamat : Jln Mawar Sari Rejo Umur : 40 Tahun

13. Nama : Penji Kaor

Pekerjaan : Sewedar (pemasak di dalam Gurdwara) Alamat : Jln Mawar Sari Rejo

Umur : 45 Tahun 14. Nama : Kataren Singh

Pekerjaan : Jualan Susu Alamat : Sari Rejo Umur : 26 Tahun 15. Nama : Pendy Singh

Pekerjaan : Pelajar Alamat : Sari Rejo Umur : 13 Tahun 16. Nama : Anggel Kaor

Pekerjaan : Pelajar Alamat : Sari Rejo Umur : 15 Tahun


(6)