Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN
Penghukuman bagi pelaku Tindak Pidana Anak tidak kemudian mencapai keadilan bagi korban, mengingat dari sisi lain masih meninggalkan permasalahan
tersendiri yang tidak terselesaikan meskipun pelaku telah dihukum. Melihat prinsip-prinsip tentang perlindungan anak terutama prinsip mengutamakan
kepentingan terbaik bagi anak maka diperlukan proses penyelesaian perkara anak diluar mekanisme pidana atau biasa disebut diversi. Institusi penghukuman
bukanlah jalan untuk menyelesaikan permasalahan anak karena justru di dalamnya rawan terjadi pelanggaran-pelanggaran terhadap hak anak. Karena itu dibutuhkan
suatu acara dan prosedur sistem yang dapat mengakomodasi penyelesaian perkara yang salah satunya adalah dengan menggunakan pendekatan keadilan restoratif,
melalui suatu pembaharuan hukum yang tidak sekedar mengubah undang-undang semata tetapi juga memodifikasi sistem peradilan pidana yang ada, sehingga
semua tujuan yang dikehendaki oleh hukumpun tercapai. Salah satu bentuk mekanisme restoratif justice tersebut adalah dialog yang dikalangan masyarakat
Indonesia lebih dikenal dengan sebutan musyawarah untuk mufakat ”. Sehingga
diversi khususnya melalui konsep restoratif justice menjadi suatu pertimbangan yang sangat penting dalam menyelesaikan perkara pidana yang dilakukan oleh
anak. Jika kesepakatan diversi tidak dilaksanakan sepenuhnya oleh para pihak
berdasarkan laporan dari Pembimbing Kemasyarakatan Balai Pemasyarakatan, maka Hakim melanjutkan pemeriksaan perkara sesuai dengan sesuai dengan
Hukum Acara Peradilan Pidana Anak. Hakim dalam menjatuhkan putusannya wajib mempertimbangkan pelaksanaan sebagian kesepakatan diversi.
Pelaksanaan metode sebagaimana telah dipaparkan diatas ditegakkannya demi mencapai kesejahteraan anak dengan berdasar prinsip kepentingan terbaik bagi
anak. Dengan kata lain, diversi tersebut berdasarkan pada perlindungan anak dan pemenuhan hak-hak anak protection child and fullfilment child rights based
approuch. Namun ada kesenjangan dalam proses penerapan diversi terhadap anak pelaku
tindak pidana, contoh dalam tindak pidana perkosaan. Jika kita mengacu Pada Undang-Undang No.11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak
selanjutnya disebut UU SPPA maka anak yang dapat dikenakan diversi adalah dengan hukuman dibawah 7 tahun dan bukan pengulangan Tindak Pidana.
Ketentuan tentang perkosaan diatur dalam Pasal 285 KUHP sebagai berikut : “Barang siapa dengan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa seorang
wanita bersetubuh dengan dia di luar perkawinan, diancam karena melakukan perkosaan dengan pidana penjara paling lama dua belas tahun.”
Hal tersebut menimbulkan ketidakpastian dalam menetapkan Diversi. Sehingga Masih banyak orang yang berpendapat bahwa Diversi tidak dapat dikenakan
terhadap anak yang melakukan perkosaan dikarenakan ancaman Tindak Pidana tersebut adalah 12 tahun
Salah satu contoh kasus perkosaan yang dilakukan oleh anak adalah kasus yang terjadi di Balikpapan yang dilakukan oleh Atn 17 yang mengakui telah
memperkosa Suci 14 pelajar kelas IX SMP, atas keterangan korban bahwa ketika itu Suci pulang dari sekolahnya dijemput oleh pelaku. Atn beralasan
disuruh oleh pacar Suci untuk menjemputnya. Oleh karena itu, Suci menurut dan
mengikuti kemauan Atn. Sesampainya di rumah Atn, Suci tak menemukan kekasihnya disana. Tanpa banyak bicara, satu persatu pakaiannya dilucuti oleh
Atn. Sebelumnya, mulutnya dibekap setelah itu ia digarap oleh Atn. Setelah puas menikmati tubuh Suci, si bejat itu mengabadikan moment tersebut
dengan sebuah kamera. Tidak sampai di situ. Di saat bersamaan, juga ada teman Atn, yakni Bm yang kini masuk dalam daftar DPO pihak kepolisian ikut
menggarap Suci. Saat itu Atn mengancam Suci untuk melayani nafsu biadap Bm. Merasa takut dan bingung ketika itu, Suci pasrah kembali disetubuhi oleh Bm.
Namun, karena usia pelaku di bawah 18 tahun dan masih masuk dalam katagori anak, polisi menyediakan pendamping kuasa hukum dan memberlakukan diversi.
Yakni penyelesaian hukum yang dilakukan secara kekeluargaan. Hasilnya Atn tidak dipenjara, langsung bebas. Pihak keluarga korban merasakan tidak adil.
Terlebih lagi perbuatan yang dilakukan oleh pelaku saat merenggut keperawanan Suci dengan paksa, dilakukan di bawah ancaman
2
. Berdasarkan uraian tersebut penulis tertarik untuk melakukan penelitian yang
dituangkan dalam proposal dengan judul “Analisis Penerapan Diversi Terhadap Anak Yang Melakukan Tindak Pidana Perkosaan
”.
2
http:www.balikpapanpos.co.idberitadetail143400-diversi-sangat-merugikan-pihak- korban.html