PERSPEKTIF PENERAPAN DIVERSI PADA TAHAP PENYIDIKAN TERHADAP ANAK YANG MELAKUKAN TINDAK PIDANA PERKOSAAN BERDASARKAN PRINSIP-PRINSIP UNDANG-UNDANG NO. 11 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK
ABSTRAK
PERSPEKTIF PENERAPAN DIVERSI PADA TAHAP PENYIDIKAN TERHADAP ANAK YANG MELAKUKAN TINDAK PIDANA
PERKOSAAN BERDASARKAN PRINSIP-PRINSIP UNDANG-UNDANG NO. 11 TAHUN 2012 TENTANG
SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK Oleh
HENDRA DWI GUNANDA
Anak adalah karunia yang sangat penting karena anak adalah generasi yang harus dilindungi, mereka yang nantinya berperan menentukan sejarah bangsa sekaligus cermin sikap hidup bangsa pada masa mendatang. Perlindungan anak merupakan usaha dan kegiatan seluruh lapisan masyarakat dalam berbagai kedudukan dan peranan, yang menyadari betul pentingnya anak bagi nusa dan bangsa dikemudian hari. Menurut data dari Departemen Sosial, jumlah kasus anak berhadapan dengan hukum cenderung meningkat dari tahun ke tahun. Pada 2008 terdapat setidaknya 6.500 kasus anak berhadapan dengan hukum, dan meningkat pada tahun 2009 menjadi 6.704 kasus. Permasalahan dalam penelitian ini adalah apakah faktor-faktor yang melatar belakangi adanya konsep Diversi pada Undang undang No. 11 tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak dan bagaimanakah perspektif penerapan diversi pada tahap penyidikan terhadap anak yang melakukan tindak pidana perkosaan berdasarkan prinsip-prinsip Undang-undang No. 11 tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak.
Penelitian dilakukan dengan menggunakan pendekatan secara yuridis normatif. Adapun sumber dan jenis data dalam penelitian ini adalah data sekunder yang diperoleh dari study kepustakaan baik itu bahan hukum primer seperti peraturan perundang-undangan, bahan hukum sekunder seperti literatur yang dapat menunjang penelitian, maupun bahan hukum tersier seperti kamus besar bahasa indonesia. Data yang diperoleh kemudian diolah, setelah data diolah yang kemudian dianalisis secara analisis kualitatif guna mendapatkan suatu kesimpulan.
(2)
pada nilai-nilai Yuridis, filosofis serta sosiologis. Nilai Yuridis terdapat pada instrumen hukum HAM internasional seperti Konvensi tentang Hak-Hak Anak, Peraturan-peraturan Minimum Standar PBB Mengenai Administrasi Peradilan bagi Anak (Beijing Rules) dan Pedoman PBB dalam Rangka Pencegahan Tindak Pidana Anak (The Riyadh Guidelines). Nilai filosofis konsep diversi ini digambarkan berdasarkan Pancasila yaitu moral Ketuhanan, moral kemanusiaan, moral persatuan, moral kerakyatan dan moral keadilan sosial. nilai sosiologis digambarkan dengan keadaan masyarakat yang religius, humanis, utuh dan bersatu, kekeluargaan serta adil. Sedangkan Perspektif Penerapan Diversi Bagi Anak Yang Melakukan Tindak Pidana Perkosaan Pada Tahap Penyidikan Berdasarkan Undang-undang No. 11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak diterapkan berdasarkan kriteria penerapan diversi diantaranya masih tergolong pidana ringan dan ancaman dengan pidana penjara di bawah 7 (tujuh) tahun, bukan merupakan pengulangan tindak pidana. Penerapan diversi juga harus mempertimbangkan kategori tindak pidana, umur anak, hasil penelitian kemasyarakatan dari Bapas, serta dukungan lingkungan keluarga dan masyarakat. Konsep diversi juga harus memperhatikan asas perlindungan anak diantaranya keadilan dalam suatu masyarakat, usaha bersama melindungi anak untuk melaksanakan hak dan kewajibannya secara manusiawi dan positif. Memperhatikan mental, fisik, dan sosial, hal ini berarti bahwa pemahaman, pendekatan, dan penanganan anak dilakukan secara integratif, interdisipliner, intersektoral, dan interdepartementel.
Adapun saran penulis yaitu agar konsep diversi dilakukan sedini mungkin walaupun Undang-undang No. 11 tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak tersebut belum berlaku karena konsep diversi tersebut dapat melindungi kepentingan hak anak juga dapat terwujudnya rasa keadilan terhadap korban dan masyarakat.
(3)
(4)
PERSPEKTIF PENERAPAN DIVERSI PADA TAHAP PENYIDIKAN TERHADAP ANAK YANG MELAKUKAN TINDAK PIDANA
PERKOSAAN BERDASARKAN PRINSIP-PRINSIP UNDANG-UNDANG NO. 11 TAHUN 2012 TENTANG
SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK
( Skripsi )
Oleh :
HENDRA DWI GUNANDA
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS LAMPUNG
(5)
DAFTAR ISI
I. PENDAHULUAN Halaman
A. Latar Belakang ... 1
B. Permasalahan dan Ruang Lingkup ...8
C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian ... 8
D. Kerangka Teoritis dan Konseptual ... 9
E. Sistematika Penulisan ... 16
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Diversi dan Restoratif Justice ... 18
B. Tindak Pidana Perkosaan ... 22
C. Penyidikan ...26
D. Konsep Diversi Dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan PidanaAnak ... 35
E. Faktor-Faktor Yang Menyebabkan Anak Melakuan Tindak Pidana ... 37
III. METODE PENELITIAN A. Pendekatan Masalah ...39
B. Sumber dan Jenis Data ... 40
C. Penentuan Populasi dan Sampel ... 42
D. Prosedur Pengumpulan dan Pengolahan Data ... 43
(6)
B. Faktor-Faktor Yang Melatar Belakangi Adanya Konsep Diversi Pada Undang-Undang No. 11 Tahun 2012
Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak ... 50 C. Perspektif penerapan diversi pada tahap penyidikan
bagi anak yang melakukan tindak pidana perkosaan berdasarkan prinsip-prinsip undang-undang
No. 11 tahun 2012 tentang Sistem
Peradilan Pidana Anak... 57
V.PENUTUP
A. Simpulan ... 68 B. Saran ... 69
(7)
M O T T O
Anak terlahir ke dunia dengan kebutuhan untuk disayangi tanpa
kekerasan, bawaan hidup ini jangan sekalipun didustakan.
~ Widodo Judarwanto
Anak membutuhkan cinta, terutama ketika mereka tidak layak
mendapatkannya.
~Harold Hulbert
Jangan pernah memberikan kesusahan pada orang lain ketika kita bisa
memberikan kebahagiaan pada orang tersebut.
(8)
MENGESAHKAN
1. Tim Penguji
Ketua : Dr. Maroni, S.H., M.H. ...
Sekretaris/Anggota : Maya Syafira, S.H., M.H. ...
Penguji Utama : Tri Andrisman., S.H., M.H ...
2. Dekan Fakultas Hukum
Dr. Heryandi, S.H., M.S.
NIP. 19621109 198703 1 003
(9)
Persembahan
Bismillaahirrahmaanirrahim
Teriring do’a dan rasa syukur kehadirat Allah SWT atas rahmat dan
hidayah-Nya serta junjungan tinggi Rasulullah Nabi Besar
Muhammad SAW dan Dengan kerendahan dan ketulusan hati,
kupersembahkan skripsi ini untuk Orang yang ku sayangi, kasihi,
serta orang yang menjadi panutan dalam hidupku, sosok wanita
yang tangguh yaitu Ibuku Hernawati. Kakakku Oktavia, Onida,
Oltina, Media Herdarita dan hana adikku, serta seseorang yang
teramat special didalam hidupku Sari Pratiwi yang telah
memberikan kasih sayang dan dukungan yang tiada hentinya
Sahabat
–
sahabatku yang selama ini selalu menemani dan
memberikan bantuan baik langsung maupun tidak langsung
sehingga penulisan skripsi ini dapat terselesaikan.
Viva Justicia and Salam Sukses untuk kita semua...!!!
Almamaterku tercinta, Bangsa dan Negara
(10)
Judul Skripsi : PERSPEKTIF PENERAPAN DIVERSI PADA TAHAP PENYIDIKAN TERHADAP ANAK YANG MELAKUKAN TINDAK PIDANA PERKOSAAN BERDASARKAN PRINSIP PRINSIP UNDANG-UNDANG NO. 11 TAHUN 2012 TENTAN SISTEM PERADILAN
PIDANA ANAK
Nama Mahasiswa : Hendra Dwi Gunanda
No. Pokok Mahasiswa : 0912011158
Bagian : Hukum Pidana
Fakultas : Hukum
MENYETUJUI
1. Komisi Pembimbing
Dr. Maroni, S.H., M.H. Maya Syafira, S.H., M.H.
NIP. 19600310 198703 1 002 NIP. 19770601 200501 2 002
2. Ketua Bagian Hukum Pidana
Diah Gustiniati Maulani, S.H., M.H.
(11)
RIWAYAT HIDUP
Penulis terlahir sebagai putra kelima dari tujuh bersaudara. Dilahirkan pada tanggal 02 juni 1989 di Bandar Jaya, Kecamatan Terbanggi Besar, Kabupaten Lampung Tengah, dari pasangan Bapak Gunawan (Alm) dan Ibu Hernawati.
Penulis menyelesaikan pendidikan formal pada Sekolah Dasar Negeri 7 Terbanggi Besar pada tahun 2002; Sekolah Menengah Pertama Negeri 3 Terbanggi Besar pada tahun 2005; kemudian melanjutkan ke Sekolah Menengah Atas Negeri 1 Seputih Agung pada tahun 2008.
Penulis pernah bekerja di PT Matahari Graha Fantasi sabagai INC Kasir pada tahun 2008. Pada tahun 2009, penulis terdaftar sebagai mahasiswa Program Studi Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Lampung melalui jalur Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN). Selanjutnya, pada tahun 2012 penulis melaksanakan Kuliah Kerja Nyata (KKN) Tematik di desa Toba Kecamatan Sekampung Udik Lampung Timur.
(12)
SANWACANA
Dengan nama Allah SWT yang Maha pengasih dan Maha penyayang. Segala puji bagi Allah SWT yang tak henti-hentinya melimpahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Sholawat serta salam semoga tetap tercurah kepada Nabi Muhammad SAW, yang dinantikan syafaatnya di yaumul akhir nanti.
Dalam penyelesaian skripsi ini, tidak terlepas pula peran serta dan bantuan dari berbagai pihak. Maka pada kesempatan ini dengan segala kerendahan hati, penulis ingin mengucapkan terimakasih kepada:
1. Bapak DR. Heryandi, S.H.,M.S. selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Lampung.
2. Ibu Diah Gustiniati Mauliani, S.H., M.H. selaku Ketua Bagian Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Lampung.
3. Bapak Dr. Maroni, S.H,.M.H., selaku pembimbing utama pada penulisan skripsi ini. Terima kasih atas masukan dan saran-saran pada seminar terdahulu sampai menuju ujian akhir.
4. Ibu Maya Syafira, S.H,. M.H., selaku Pembimbing Pembantu yang telah memberikan masukan dan mengarahkan demi terselesaikannya skripsi ini. 5. Bapak Tri Andrisman, S.H,. M.H., selaku penguji yang telah banyak
memberikan masukan, kritik dan saran yang membangun.
6. Bapak dan Ibu Dosen Hukum Pidana Unila. Terimakasih atas bimbingan dan ilmu yang telah diberikan selama ini.
(13)
maupun pengetahuanya.
8. Bapak Zulkifli T.H., S.H selaku Kepala Susbsi Bimb. Klien Anak BAPAS yang dengan kesabaran serta loyalitasnya memberikan pengetahuan serta watunya untuk penulis.
9. Bang Lukman selaku Divisi Penanganan Kasus dan Pengorganisasian LADA. 10. Mbak Sri, Mbak Yanti dan juga Babe terimakasih atas bantuannya selama ini
dalam menyelesaikan segala keperluan administrasi kami.
11. Keluargaku tercinta : Ibuku tercinta Hernawati yang tak henti-hentinya
menyayangiku, memberikan do’a, dukungan, semangat serta menantikan
keberhasilanku. Serta Acik yang telah banyak berkorban dan membantuku
selama menyelesaikan studi, terimakasih untuk do’a dan semangat yang
selalu terucap untukku. Untuk Dati, Ayuk Tina, Mbak Ita, Hana Serta kelima keponakanku yang selalu memberikan keceriaan dalam hari-hariku.
12. Khususnya untuk Adex (Sari Pratiwi) terima kasih atas cinta, pengertian, waktu, kesabaran dan kasih sayang yang sudah dengan setia selalu bersamaku baik suka maupun duka.
13. Saudaraku : Harmawan Prana, Hernadi Susanto (Acil), Hari Saputra R (Jenggot), Yoga (Botak), Handi Alifta, Handy Sihotang, Indah Puspitarani, Candra Evita tak ada kegembiraan yang menyamai perjumpaan dengan kalian, dan tak ada kesedihan yang menyamai perpisahan dengan kalian. 14. Sahabat-sahabatku : Dian Pakde, Eko PK, Uje, Atak, Kiki bersama dengan
kalian memberikan warna tersendiri dalam menjalani hari-hariku, bersama kalian pula ku yakin akan mencapai kesuksesan karena kita selalu bersama untuk berusaha menggapai apa yang kita inginkan.
15. Teman KKN desa Toba” : Fuad, Tomi, Hengki, Aris, Wawan, Lele, Putri, serta Tina
16. Teman teman serta sahabatku Hukum unila angkatan 2009, yang selalu tersenyum dan memberikan motifasi kepada penulis.
(14)
Dll.
18. Semua yang mengisi dan mewarnai hidupku, terimakasih atas kasih sayang, kebaikan dan dukungannya yang telah memberikan pelajaran buatku. Serta semua pihak yang telah memberi hikmah dan membantu dalam penulisan skripsi ini yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu. Terima kasih.
Bandar Lampung, Mei 2013 Penulis,
(15)
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Anak adalah karunia yang sangat penting karena anak merupakan potensi nasib manusia hari mendatang, dialah yang ikut berperan menentukan sejarah bangsa sekaligus cermin sikap hidup bangsa pada masa mendatang. Kedudukan anak sebagai generasi muda yang akan meneruskan cita-cita luhur bangsa, calon-calon pemimpin bangsa dimasa mendatang dan sebagai sumber harapan bagi generasi terdahulu, perlu mendapat kesempatan seluas-luasnya untuk tumbuh dan berkembang dengan wajar baik secara rohani, jasmani, dan sosial. Konsep diversi
merupakan usaha dan kegiatan seluruh lapisan masyarakat dalam berbagai kedudukan dan peranan, yang menyadari betul pentingnya anak bagi nusa dan bangsa dikemudian hari.
Setiap anak dalam dirinya terdapat suatu harkat dan martabat yang dimiliki oleh orang dewasa pada umumnya, maka anak juga harus mendapatkan suatu perlindungan khusus agar kelak dapat tumbuh dan berkembang dengan baik, karena anak adalah generasi muda penerus bangsa serta berperan dalam menjamin kelangsungan eksistensi suatu bangsa dan negara itu sendiri. Agar setiap anak kelak mampu memikul tanggung jawab sebagai penerus bangsa maka anak perlu mendapat kesempatan seluas-luasnya untuk tumbuh dan berkembang secara
(16)
optimal, baik mental maupun fisik serta sosial maka perlu dilakukan upaya Konsep diversiterhadap pemenuhan anak tanpa ada diskriminasi.
Menurut data dari Departemen Sosial, jumlah kasus anak berhadapan dengan hukum cenderung meningkat dari tahun ke tahun. Pada 2008 terdapat setidaknya 6.500 kasus ANAK berhadapan dengan hukum, dan meningkat pada tahun 2009 menjadi 6.704 kasus. Namun, baru sedikit sekali jumlah anak berhadapan dengan hukum yang dapat tertangani secara baik dan sesuai dengan kebijakan perlindungan anak. Menurut Komisioner Bidang Anak berhadapan dengan hukum Komisi Konsep diversi Indonesia (KPAI), Apong Herlina, seperti dikutip
Gatranews, di Indonesia setiap tahunnya terdapat sekitar 7.000 anak berhadapan dengan proses peradilan setiap tahun. Yang menguatirkan adalah dari jumlah itu, sekitar 90 persen diproses dan berakhir secara hukum formal, dengan vonis kurungan penjara. Berarti, hanya sekitar 10 persen saja kasus anak berhadapan dengan hukum telah diselesaikan secara pantas sesuai dengan norma konsep
diversi yang berhadapan dengan hukum.1
Sementara data Komisi Nasional konsep diversi (Komnas PA) untuk kasus anak berhadapan dengan hukum dimana anak sebagai pelaku, selama tahun 2011 jumlah kasus pengaduan yang sampai pada Komnas PA sebanyak 1.851 kasus, meningkat dibanding tahun 2010 sebanyak 730 kasus. Dari kasus-kasus di tahun 2011 itu, terbanyak adalah kasus pencurian (50 %), kemudian kasus kekerasan, pemerkosaan, narkoba, dan penganiayaan. Hampir sama seperti temuan KPAI,
1 http://antoniuswiwankoban.wordpress.com/2012/01/05/kasus-anak-berhadapan-dengan-hukum/ diakses pada hari kamis tanggal 12 desember 2012 jam 19.07
(17)
dari kasus-kasus yang diadukan ke Komnas PA sejumlah 89,8 persen kasus berakhir pada pemidanaan atau diputus pidana. Data dari KPAI dan Komnas PA di atas menunjukkan masih sangat besarnya kecenderungan penanganan kasus anak berhadapan dengan hukum kepada proses hukum formal hingga ke persidangan dan vonis pidana, sebagaimana perlakuan pada kasus pelanggaran hukum pada orang dewasa. Padahal kerangka kebijakan konsep diversi
mengamanatkan bahwa proses dan tindakan hukum sedapat mungkin dijauhkan dari kasus anak berhadapan dengan hukum.2
Anak yang berhadapan dengan hukum seharusnya dilindungi, sedangkan berdasarkan fakta yang ada konsep diversi yang di berikan bertolak belakang dengan semua peraturan tentang anak. Contohnya saja Kasus „sandal jepit‟ di Palu, Sulawesi Tengah. Kasus yang melibatkan anggota Brigade Mobil (Brimob) Polda Sulteng, Briptu Ahmad Rusdi dan siswa SMK Negeri 3 Kota Palu, AAL, merupakan contoh kurangnya perlindungan hukum yang diberikan dan kasus seperti ini adalah sesuatu yang berlebihan dan tidak layak untuk diteruskan.
Sebagai generasi penerus bangsa, anak merupakan tunas bangsa yang akan melanjutkan eksistensi suatu bangsa, dalam hal ini adalah bangsa Indonesia. Anak yang cenderung melakukan perbuatan yang dianggap sebagai tindak pidana bermula dari kenakalan anak, kenakalan anak tersebut contohnya adalah berkelahi, membolos sekolah, menindas teman-teman sebayanya. Dari kenakalan anak tersebut mendorong anak untuk melakukan kenakalan yang mengarah
2 http://antoniuswiwankoban.wordpress.com/2012/01/05/kasus-anak-berhadapan-dengan-hukum/ diakses pada hari kamis tanggal 12 desember 2012 jam 19.07
(18)
kepada perbuatan pidana seperti pencurian, penodongan, bahkan perbuatan yang tergolong tindakan asusila seperti pencabulan atau pemerkosaan.
Tindak pidana pemerkosaan tersebut dilakukan anak tidak lain dikarenakan kemajuan teknologi yang sangat pesat, hal ini justru disalah gunakan oleh anak, misalkan akses internet yang telah berkembang dimana hal ini justru disalah gunakan oleh sebagian anak untuk membuka situs-situs porno di mana hal tersebut berpengaruh terhadap perilaku seorang anak.
Pesatnya perkembangan teknologi dengan tidak diimbangi oleh bimbingan dari orang tua, sekolah, serta lingungan sekitar menyebabkan adanya kenakalan anak, istilah kenakalan anak pertama kali ditampilkan pada Badan Peradilan di Ameria dalam rangka usaha membentuk suatu Undang-undang Peradilan bagi anak di negara tersebut. Dalam pembahasannya ada kelompok yang menekankan pada sifat tindakan anak apakah sudah menyimpang dari norma yang berlaku atau belum melanggar hukum. Namun semua sepakat bahwa dasar pengertian kenakalan anak adalah perbuatan atau tingkah laku yang bersifat anti sosial.
Menurut Fuad Hasan, yang dikatakan Juvenil Delinquency adalah perbuatan anti sosial yang dilakukan oleh remaja, yang apabila dilakukan oleh orang dewasa maka dikualifikasikan sebagai kejahatan.3
Pengertian anak nakal juga terdapat pada Pasal 1 butir 2 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak bahwa yang dimaksud dengan Anak Nakal Adalah : (a) Anak yang melakukan tindak pidana, atau (b) Anak yang melakukan perbuatan yang dinyatakan dilarang bagi anak, baik menurut peraturan
(19)
perundang-undangan maupun menurut peraturan hukum lain yang hidup dan berlaku dalam masyarakat yang bersangkutan.
Tim Proyek Juvenil Delinquency Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran Desember 1967, memberikan perumusan mengenai Juvenil Delinquency sebagai suatu tindakan atau perbuatan yang dilakukan oleh anak yang dianggap bertentangan dengan ketentuan-ketentuan hukum yang berlaku di suatu negara dan yang oleh masyarakat itu sendiri dirasakan serta ditafsirkan sebagai perbuatan yang tercela.
Kenakalan anak yang terbiasa mengakses situs-situs porno dapat mengakibatkan terjadinya perilaku seks anak sangat labil, dikarenakan kurangnya pengetahuannya terhadap seks itu sendiri dan hanya berpikiran untuk mencobanya saja. Berawal dari rasa penasaran dan ingin mencoba seks tersebut anak ingin mempraktekkan apa yang di lihatnya dalam situs porno di internet tersebut dan biasanya karena takut diketahui oleh orang tua maka anak yang telah terpengaruh oleh perilaku seks yang terlalu dini ini maka coba-coba melakukan terhadap teman-teman dekatnya atau bahkan teman adiknya yang berumur lebih muda dari dirinya.
Indonesia sendiri sudah ada Undang-undang yang mengatur mengenai masalah anak yang berhadapan dengan hukum yaitu Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak. Serta di dukung pula dengan Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak, undang Nomor 4 Tahun 1997 Tentang kesejahteraan anak, Undang-undang RI Nomor 10 Tahun 2012 Tentang Pengesahan Protocol to The Convention on The Right Of The Child on The Sale of Children, Child
(20)
Prostitusion and Child Pornography ( Protokol Opsional Konvensi Hak-Hak Anak Mengenai Penjualan Anak, Prostitusi Anak, Dan Pornografi Anak ), Undang-Undang RI Nomor 23 Tahun 2004 Tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga dimana didalam undang-undang tersebut terdapat perlindungan bagi anak, baik anak sebagai korban, maupun anak sebagai pelaku.
Kasus perkosaan yang pelakunya sendiri adalah anak, dalam kasus ini anak yang melaukan tindak pidana perkosaan tersebut dikarenakan anak tidak dapat menyaring sisi positif maupun negatif dari kemajuan teknologi, dengan pesatnya teknologi tersebut anak dengan mudahnya mengakses situs-situs porno yang kemudian mendorong anak tersebut untuk mencoba apa yang anak tersebut lihat, tentu saja dengan keterbatasan anak ia akan melakukan perbuatan tersebut dengan teman sebayanya.
Kasus perkosaan yang dilakukan oleh anak juga terjadi di Lampung Tengah, Kelurahan Bandarjaya Timur yang pelaku dan korbannya adalah anak dimana perbuatan tindak pidana tersebut tergolong kedalam tindak pidana kesusilaan. Perkosaan tersebut dilakukan oleh ARI (Nama samaran) seorang siswa SMP Negeri 4 Terbanggi Besar yang memperkosan Yuli (Nama Samaran) siswi kelas 2 SD Negeri 6 Terbanggi Besar yang terjadi pada hari selasa tanggal 21 Agustus Tahun 2012. ARI yang dibantu oleh teman-temannya BUDI, FIRMAN, TAUFIK, dan ARDI (Nama Samaran) menculik YULI pada saat pulang solat terawih kemudian membawa korban ke kebun singkong, kemudian teman-teman ARI tersebut memegangi Korban dan ARI membuka pakaian korban serta pakaiannya sendiri dan memperkosanya. Perkara perkosaan yang di lakukan oleh anak diatas dapat memicu pengaruh psikologis terhadap korban maupun pelakunya.
(21)
Anak yang terbukti melakukan tindak pidana perkosaan pasti akan dilakukan penyidikan baik bagi pelaku maupun korban. Penyidikan yang merupakan pemeriksaan oleh penyidik (polisi) dalam kasus tersebut berupaya melakukan pemeriksaan terhadap pelaku perkosaan anak berdasarkan ketentuan hukum yang berlaku di Indonesia, yaitu berdasarkan Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP). Pemberlakuan tata cara penyidikan terhadap pelaku oleh penyidik dilakukan berdasarkan KUHAP. Tidak dapat disanggah juga apabila dalam suatu penyidikan terdapat contoh kasus dimana seorang pelaku diperlakukan secara kasar dan bahkan cenderung dianiaya oleh penyidik agar mau mengakui perbuatan yang dilakukannya, yang seharusnya hal tesebut tidak dapat dibenarkan berdasarkan hukum yang berlaku di Indonesia karena proses penyidikan yang seperti ini merupakan bentuk kelam tata cara penyidikan yang terjadi selama ini di Indonesia.
Penyelesaian perkara tindak pidana perkosaan oleh anak harus diselesaikan secara profesional oleh penyidik agar kasus tersebut terungkap dan dapat diselesaikan secara tuntas dengan keadilan tanpa mengesampingkan proses penyidikan yang berdasarkan KUHAP. Berdasarkan uraian diatas, maka penulis tertarik utuk melakukan penelitian mengenai salah satu proses dalam peradilan yaitu penyidikan yang dilakukan oleh penyidik terhadap pelaku yang diketahui adalah anak . Oleh karena itu dalam penulisan hukum ini penulis mengambil judul
penulisan : ” Perspektif penerapan diversi pada tahap penyidikan bagi anak yang melakukan tindak pidana perkosaan berdasarkan prinsip-prinsip undang-undang No. 11 tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak”
(22)
B. Permasalahan dan Ruang Lingkup
1. Permasalahan
a. Apakah faktor-faktor yang melatarbelakangi adanya konsep diversi
pada Undang undang No. 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak?
b. Bagaimanakah perspektif penerapan diversi pada tahap penyidikan bagi anak yang melakukan tindak pidana perkosaan berdasarkan prinsip-prinsip undang-undang No. 11 tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak?
2. Ruang Lingkup
Agar penulisan ini tidak terlalu meluas, maka penulis membatasi ruang lingkup penulisan ini pada ruang lingkup hukum pidana, dengan substansi perlindungan hukum bagi anak dalam tahap penyidikan dalam sistem peradilan pidana yang studinya dilakukan pada wilayah Polres Lampung Tengah.
C. Tujuan dan Kugunaan Penelitian
1. Tujuan Penelitian
Berdasarkan permasalahan diatas tujuan diadakannya penelitian ini adalah:
a. Untuk mengetahui yang melatarbelakangi adanya konsep Diversi
pada UU No. 11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak.
(23)
b. Untuk mengetahui Perspektif penerapan diversi pada tahap penyidikan bagi anak yang melakukan tindak pidana perkosaan berdasarkan prinsip-prinsip undang-undang No. 11 tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak
2. Kegunaan Penelitian
a. Kegunaan Teoritis
Bagi ilmu pengetahuan Hukum Pidana, hasil penilitan ini diharapkan memberikan masukkan dalam perkembangan Hukum Pidana nantinya, khususnya yang mempelajari tentang upaya perlindungan hukum bagi anak melalui upaya diversi pada proses penyidikan.
b. Kegunaan Praktis
Penelitian ini di harapkan dapat digunakan sebagai bahan masukan pada praktisi hukum terutama penyidik yang menangani kasus anak dan bagi pihak-pihak yang memerlukan informasi lebih dalam tentang kasus seperti penelitian yang di bahas dalam skripsi ini.
(24)
D. Kerangka Teoritis dan konseptual
1. Kerangka Teoritis
Kerangka teoritis adalah konsep-konsep yang merupakan abstraksi dan hasil pemikiran atau kerangka acuan yang pada dasarnya bertujuan untuk mengadakan identifikasi terhadap dimensi-dimensi sosial yang dianggap relevan oleh peneliti.4
Negara maju adalah negara yang memberikan perhatian serius terhadap anak, sebagai wujud kepedulian akan generasi bangsa. Karena anak adalah penerus masa depan bangsa dan negara. Oleh karena itu, anak memerlukan pembinaan agar dapat berkembang baik fisik, mental, dan spiritualnya secara maksimal.
Kedudukan anak sebagai generasi muda yang akan meneruskan cita-cita luhur bangsa, calon-calon pemimpin bangsa di masa mendatang dan sebagai sumber harapan bagi generasi terdahulu, perlu mendapat kesempatan seluas luasnya untuk tumbuh dan berkembang dengan wajar baik secara rohani, jasmani, dan sosial.5 Konsep diversi merupakan usaha dan kegiatan seluruh lapisan masyarakat dalam berbagai kedudukan dan peranan, yang menyadari betul pentingnya anak bagi nusa bangsa di kemudian hari.6
Pengertian diversi dalam Undang-undang No 11 tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak adalah pengalihan penyelesaian perkara Anak dari proses peradilan pidana ke proses di luar peradilan pidana. Konsep diversi merupakan perwujudan adanya keadilan dalam suatu masyarakat, dengan demikian konsep
diversi diusahakan dalam berbagai bidang kehidupan bernegara dan
4 Soekanto, Soerjono. Pengantar Penelitian Hukum, UI Pres, Jakarta, 1986. Hlm 124
5 Gultom, Maidin. Perlindungan Hukum Terhadap Anak, RefikaAditama, Bandung, 2006. Hlm 33
(25)
bermasyarakat. Kegiatan konsep diversi membawa akibat hukum, baik dalam kaitanya dengan hukum tertulis maupun tidak tertulis.
Penelitian ini akan membahas perspektif penerapan diversi yang akan terjadi pada saat penyidikan. Penyidikan sendiri merupakan serangkaian tindakan penyidik selama pemeriksaan pendahuluan, untuk mencari bukti-bukti tentang tindak pidana.7 Dalam usaha penyidikan anak, di usahakan dilakukan oleh polisi wanita, dan jika perlu dengan bantuan polisi pria. Penyidik anak juga harus mempunyai pengetahuan seperti psikologi, psikiatri, sosiologi, pedagogi, antropologi, juga harus memiliki rasa cinta terhadap anak dan berdedikasi, dapat menyelami jiwa anak dan mengerti kemauan anak. Perlindungan hukum terhadap anak juga harus di barengi dengan penegakan hukum agar anak juga mendapat efek jera sehingga tidak terjadi lagi anak melakukan tindak pidana baik kesusilaan maupun tindak pidana yang lain.
Penerapan diversi juga harus mengacu pada Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak. Serta di dukung pula dengan Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak, undang Nomor 4 Tahun 1997 Tentang kesejahteraan anak, Undang-undang RI Nomor 10 Tahun 2012 Tentang Pengesahan Protocol to The Convention on The Right Of The Child on The Sale of Children, Child Prostitusion and Child Pornography ( Protokol Opsional Konvensi Hak-Hak Anak Mengenai Penjualan Anak, Prostitusi Anak, Dan Pornografi Anak ),
7 Gultom, Maidin Op.cit Hlm 101
(26)
Konsep diversi didasarkan pada kenyataan bahwa proses peradilan pidana terhadap anak pelaku tindak pidana melalui sistem peradilan pidana lebih banyak menimbulkan bahaya dari pada kebaikan. Serta konsep divesi juga terlahir dari nilai-nilai yuridis, filosofis, serta nilai sosiologis. Nilai nilai Yuridis dari konsep
diversi ini terdapat pada beberapa instrumen hukum HAM internasional, Nilai Filosofis dari konsep diversi ini digambarkan berdasarkan nilai-nilai Pancasila, nilai-nilai sosiologis masyarakat didasarkan pada nilai-nilai Pancasila yang mengacu pada beragam suku adat masyarakat indonesia. Pertimbangan dilakukan
diversi oleh pengadilan yaitu filosofi sistem peradilan pidana anak untuk melindungi dan merehabilitasi (protection and rehabilitation) anak pelaku tindak pidana.Tindakan diversi juga dilakukan sebagai upaya pencegahan seorang pelaku anak menjadi pelaku kriminal dewasa. Usaha pencegahan anak inilah yang membawa aparat penegak hukum untuk mengambil wewenang diskresi atau di Amerika serikat sering disebut juga dengan istilah deinstitutionalisation dari sistem peradilan pidana formal.
2. Konseptual
Konseptual adalah kerangka yang menggambarkan hubungan antara konsep-konsep khusus yang merupakan kumpulan dari arti-arti yang berkaitan dengan istilah yang akan diteliti.8
Kerangka konseptual ini menjelaskan tentang pengertian-pengertian pokok yang dijadikan konsep dalam penelitian, sehingga mempunyai batasan-batasan yang
(27)
tepat dalam penafsiran beberapa istilah. Maksudnya tidak lain untuk menghindari kesalahpahaman dalam melaukan penelitian.
Istilah yang dimaksud adalah sebagai berikut :
a. Diversi dan Restoratif justice
Pengertian diversi dalam Undang-undang No 11 tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak adalah pengalihan penyelesaian perkara Anak dari proses peradilan pidana ke proses di luar peradilan pidana. Sedangkan restorative justice adalah proses dimana semua pihak yang berhubungan dengan tindak pidana tersebut bermusyawarah untuk memecahkan masalah dan memikirkan bagaimana mengatasi masalah tersebut serta akibat yang akan terjadi pada masa yang akan datang.9
b. Anak
Anak adalah seorang yang belum berusia 18 ( delapan belas ) tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan.10
c. Perlindungan Anak
Konsep Diversi adalah segala usaha yang dilakukan untuk menciptakan kondisi agar setiap anak dapat melaksanakan hak dan kewajibannya demi perkembangan dan pertumbuhannya secara wajar baik fisik, mental, dan sosial.11
9 http://anjarnawanyep.wordpress.com/konsep-diversi-dan-restorative-justice/ diakses pada hari rabu tanggal 24 april 2013 pada pukul 11:45
10 Undang-undang No. 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak
(28)
d. Penyidikan
Penyidikkan adalah serangkaian tindakan penyidik selama pemeriksaan pendahuluan, untuk mencari bukti-bukti tentang tindak pidana.12 Penyidikan adalah serangkaian tindakan yang dilakukan penyidik untuk menemukan, mencari, serta menyelidiki suatu peristiwa yang diduga sebagai peristiwa pidana guna menentukan dapat atau tidaknya dilakukan penyidikan dengan cara yang di atur dalam undang-undang ( KUHP ).13
e. Tindak Pidana Perkosaan
Tindak Pidana Perkosaan adalah perbuatan persetubuhan atau hubungan suami istri yang dilakukan oleh seorang laki-laki dan perempuan tanpa kehendak bersama yang di barengi dengan paksaan secara yang melanggar undang-undang serta aturan-aturan yang berlaku di indonesia.
f. Sistem Peradilan Pidana
sistem peradilan pidana merupakan jaringan (network) peradilan yang menggunakan hukum pidana materiel, hukum pidana formil maupun hukum pelaksanaan pidana. Akan tetapi, menurut Muladi kelembagaan ini harus dilihat dalam konteks sosial. Sifat yang terlalu berlebihan jika dilandasi hanya untuk kepentingan kepastian hukum saja akan membawa bencana berupa ketidakadilan.14
12 Gultom, Maidin. Op.cit Hlm 101 13Ibid
14 http://id.shvoong.com/law-and-politics/criminal-law/2027069-pengertian-sistem-peradilan-pidana/ di akses pada hari kamis 14 maret 2013 pukul 10:06
(29)
g. Tindak Pidana Perkosaan
Tindak pidana perkosaan sebagaimana diatur dalam Pasal 285 KUHP
adalah: “Barangsiapa yang dengan kekerasan atau dengan ancaman
memaksa perempuan yang bukan isterinya bersetubuh dengan dia, karena perkosaan, dipidana dengan pidana penjara selama-lamanya dua belas
tahun”. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, perkosaan berasal dari kata “perkosa” yang berarti paksa, gagah, kuat, perkasa. Memperkosa
berarti menundukkan dengan kekerasan, menggagahi, melanggar (menyerang, dsb) dengan kekerasan. Sedangkan pemerkosaan diartikan sebagai proses, cara, perbuatan memperkosa; melanggar dengan kekerasan.15
15 http://massofa.wordpress.com/2011/08/16/tindak-pidana-perkosaan/ di akses pada hari kamis 14 maret 2013 pukul 10:13
(30)
E. Sistematika Penulisan
Untuk lebih mempermudah dalam melakukan pembahasan, penganalisaan, serta penjabaran isi dari penelitian ini, maka penulis menyusun sistimatika penulisan hukum ini sebagai berikut :
I. PENDAHULUAN
Pada awal bab ini penulis berusaha memberikan gambaran awal tentang penelitian yang meliputi latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, metode penelitian yang digunakan untuk memberikan pemahaman terhadap isi penelitian ini secara garis besar.
II. TINJAUAN PUSTAKA
Dalam bab ini diuraikan tentang kerangka teori dan kerangka pemikiran. Kerangka teori meliputi tinjauan umum tentang diversi dan restoratif justice, tinjauan umum tindak pidana perkosaan , tinjauan umum tentang penyidikan, tinjaun umum tentang anak dalam Undang-undang anak, tinjauan umum tentang Faktor-faktor yang mempengaruhi anak melakukan tindak pidana.
III. METODE PENELITIAN
Berisikan metode penelitian yang digunakan yang meliputi pendekatan masalah, sumber dan jenis data, penentuan populasi dan sampel penelitian serta analisis data.
(31)
IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Pada bab ini penulis akan mencoba untuk menyajikan pembahasan tentang permasalahan yang telah ditentukan sebelumnya. Pertama, faktor-faktor yang melatar belakangi adanya konsep diversi pada UU No. 11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak. Kedua, perspektif penerapan diversi pada tahap penyidikan bagi anak yang melakukan tindak pidana perkosaan berdasarkan prinsip-prinsip undang-undang No. 11 tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak.
V. PENUTUP
Bab ini merupakan bagian akhir dari penelitian ini yang berisikan simpulan yang diambil berdasarkan hasil penelitian dan saran-saran sebagai tindak lanjut dari simpulan tersebut.
(32)
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Diversi dan Restorative Justice a. Pengertian
Pengertian diversi dalam Undang-undang No 11 tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak adalah pengalihan penyelesaian perkara Anak dari proses peradilan pidana ke proses di luar peradilan pidana. Sedangkan Restorative Justice adalah proses dimana semua pihak yang berhubungan dengan tindak pidana tersebut bermusyawarah untuk memecahkan masalah dan memikirkan bagaimana mengatasi masalah tersebut serta akibat yang akan terjadi pada masa yang akan datang.1
Konsep diversi tertuang dalam Undang-undang No 11 tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak, Konsep Diversi serta konsep Restorative Justice telah muncul lebih dari dua puluh tahun yang lalu sebagai alternative penyelesaian perkara pidana anak. Kelompok Kerja Peradilan Anak Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mendefinisikan Restorative Justice sebagai suatu proses semua pihak yang berhubungan dengan tindak pidana tertentu duduk bersama-sama untuk memecahkan masalah dan memikirkan bagaimana mengatasi akibat pada masa yang akan dating. Proses ini pada dasarnya dilakukan melalui diskresi
1 http://anjarnawanyep.wordpress.com/konsep-diversi-dan-restorative-justice/ diakses pada hari rabu tanggal 24 april 2013 pada pukul 11:51
(33)
(kebijakan) dan diversi, yaitu pengalihan dari proses pengadilan pidana ke luar proses formal untuk diselesaikan secara musyawarah. Penyelesaian melalui musyawarah sebetulnya bukan hal baru bagi Indonesia, bahkan hukum adat di Indonesia tidak membedakan penyelesaian perkara pidana dan perdata, semua perkara dapat diselesaikan secara musyawarah dengan tujuan untuk mendapatkan keseimbangan atau pemulihan keadaan. Dengan menggunakan metode restorative, hasil yang diharapkan ialah berkurangnya jumlah anak anak yang ditangkap, ditahan dan divonis penjara, menghapuskan stigma dan mengembalikan anak menjadi manusia normal sehingga diharapkan dapat berguna kelak di kemudian hari. Adapun sebagai mediator dalam musyawarah dapat diambil dari tokoh masyarakat yang terpercaya dan jika kejadiannya di sekolah, dapat dilakukan oleh kepala sekolah atau guru.2
Syarat utama dari penyelesaian melalui musyawarah adalah adanya pengakuan dari pelaku serta adanya persetujuan dari pelaku beserta keluarganya dan korban untuk menyelesaikan perkara melalui muyawarah pemulihan, proses peradilan baru berjalan. Dalam proses peradilan harus berjalan proses yang diharapkan adalah proses yang dapat memulihkan, artinya perkara betul betul ditangani oleh aparat penegak huku yang mempunyaai niat, minat, dedikasi, memahami masalah anak dan telah mengikuti pelatihan Restorative Justice serta penahanan dilakukan sebagai pilihan terakhir dengan mengindahkan prinsip-prinsip dasar dan konvensi
2http://anjarnawanyep.wordpress.com/konsep-diversi-dan-restorative-justice/ diakses pada hari rabu tanggal 24 april 2013 pada pukul 11:51
(34)
tentang Hak-HAk Anak yang telah diadopsi kedalam undang-undang perlindungan anak.3
Hukum menurut J.C.T. Simorangkir dan Woerjono Sastropranoto adalah Peraturan-peraturan yang bersifat memaksa, yang menentukan tingkah laku manusia dalam lingkungan masyarakat yang dibuat oleh badan-badan resmi yang berwajib.4
Peraturan perundang-undangan indonesia, tidak terdapat pengaturan yang tegas tentang kriteria anak. Pasal 330 Kitab Undang-undang Hukum Perdata menentukan bahwa belum dewasa apabila belum mencapai umur 21 ( dua puluh satu ) tahun dan tidak lebih dahulu telah kawin.5
Anak adalah anugerah Tuhan Yang Maha Esa kepada manusia, anak merupakan suatu titipan kepada orang yang telah menikah dan berkeluarga, sehingga anak harus dijaga dan dilindungi oleh orang tuannya hingga anak dapat melindungi dirinya sendiri dari bahaya yang ada dan juga dapat berpikir secara sehat untuk menentukan pilihan hidupnya kelak. Dalam kehidupan bernegara, anak merupakan generasi penerus bangsa dan merupakan generasi muda yang nantinya sebagai penerus cita-cita bangsa. Definisi anak sendiri terdapat banyak pengertiannya, pengertian tersebut terdiri dari beberapa peraturan yang berlaku di Indonesia, diantaranya yaitu :
3 http://anjarnawanyep.wordpress.com/konsep-diversi-dan-restorative-justice/ diakses pada hari rabu tanggal 24 april 2013 pada pukul 11:51
4 http://hukum-on.blogspot.com/2012/06/pengertian-hukum-menurut-para-ahli.html diakses pada hari senin tanggal 10 desember 2012 jam 06.37
(35)
1) Undang-undang Nomor 4 Tahun 1979 Tentang Kesejahteraan Anak Dalam Pasal 1 ayat (2) undang-undang ini anak didefinisikan sebagai seseorang yang belum mencapai umur 21 (dua puluh satu) tahun dan belum pernah kawin.6
2) Undang-undang Nomor 3 Tahun 1997 Tentang Pengadilan Anak, Definisi anak adalah orang yang dalam perkara anak nakal telah berumur 8 (delapan) tahun, tetapi belum mencapai umur 18 (delapan belas) tahun dan belum pernah kawin (Pasal 1 ayat (1) ) Sedangkan dalam Pasal 4 ayat (1) Undang-undang ini menyebutkan bahwa batasan umur anak nakal yang dapat diajukan ke sidang anak adalah anak yang sekurangkurangnya 8 (delapan) tahun tetapi belum mencapai umur 18 (delapan belas) tahun dan belum pernah kawin.
3) Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak Dalam Pasal 1 butir 1 undang-undang ini pengertian anak adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan. Sehingga anak yang belum dilahirkan dan masih di dalam kandungan ibu menurut undang-undang ini telah mendapatkan suatu perlindungan hukum. Selain terdapat pengertian anak, dalam undang-undang ini terdapat pengertian mengenai anak telantar, anak yang menyandang cacat, anak yang memiliki keunggulan, anak angkat dan anak asuh.
(36)
4) Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan Dalam undang-undang ini pengertian anak tidak di artikan secara lebih jelas, namun pengertian dari Pasal 47 ayat (1) dan Pasal 50 ayat (1) yang berisi mengenai pembatasan usia anak di bawah kekuasaan orang tua atau di bawah perwalian sebelum mencapai 18 (delapan belas) tahun dapat diartiakn bahwa pengertian anak adalah seseorang yang belum mencapai usia 18 (delapan belas) tahun.
5) Undang-undang republik indonesia Nomor11 tahun 2012 tentang sistem peradilan pidana anak dalam undang-undang ini juga terdapat pengertian anak yang termuat pada Bab 1 Pasal (1) ayat (3) yang berisi mengenai usia anak yang berkonflik dengan hukum.
6) Konvensi PBB (perserikatan bangsa bangsa) dalam konvensi PBB yang di tanda tangani oleh Pemerintah Republik Indonesia tanggal 1990 di katakan batasan umur anak adalah di bawah umur 18 (delapan belas) tahun.
7) Menurut KUHP Seperti halnya dalam undang-undang tentang perkawinan, dalam KUHP pengertian dari anak tidak dia artikan secara lebih lanjut, namun berdasarkan Pasal 45 KUHP dapat di simpulkan mengenai pengertian anak yaitu seseorang yang belum cukup umur, dimana batasan umurnya adalah 16 (enam belas) tahun. Namun seiring perkembangan zaman, maka ketentuan dari Pasal 45 KUHP ini sudah tidak berlaku lagi dan sebagai gantinya digunakan ketentuan yang terdapat dalam Pasal 1 ayat (1) UU Nomor 3 tahun 1997 Tentang Pengadilan Anak.
(37)
B. Tindak Pidana Perkosaan
a. Pengertian Tindak Pidana
Istilah mengenai tindak pidana merupakan terjemahan paling umum untuk istilah
strafbaarfeit atau delict dalam Bahasa Belanda walaupun secara resmi tidak ada terjemahan untuk strafbaarfeit.7 namun dalam perkembangan hukum istilah
strafbaarfeit atau delict memiliki banyak definisi yang berbeda-beda, sehingga untuk memperoleh pendefinisian tentang tindak pidana secara lebih tepat sangatlah sulit mengingat banyaknya pengertian mengenai tindak pidana itu sendiri.
Terdapat beberapa pendefinisian tindak pidana oleh para sarjana hukum, dimana pendefinisian tersebut digolongakan dalam dua kelompok, yaitu kelompok pertama yang merumuskan tindak pidana sebagai satu kesatuan yang utuh dan bulat yang lebih dikekenal dengan kelompok yang berpandangan monistis, sedangkan kelompok yang kedua adalah kelompok dengan aliran dualistis yang memisahkan antar perbuatan yang dilarang dalam undang-undang dan diacam pidana disatu pihak dan pertanggungjawaban dilain pihak. Pengertian mengenai
strafbaarfeit menurut sarjana sangatlah banyak, pengertian tersebut antara lain berasal dari :
1) Simons
Merumuskan pengertian strafbaarfeit sebagai suatu tindakan melanggara hak yang telah dilakukan dengan sengaja maupun tidak sengaja oleh seseorang yang dapat dipertanggungjawabkan atas tindakannya dan yang oleh undang-undang telah dinyatakan sebagai tindakan yang dapat di hukum.8
7 Efendi, Erdianto. Hukum Pidana Indonesia, Refika Aditama, Bandung 2011. Hlm 96 8Ibid. Hlm 99
(38)
2) Pompe
Menurut hukum positif Pompe mengatakan bahwa strafbaarfeit adalah perbuatan yang bersifat melawan hukum, dilakukan dengan kesalahan dan diancam pidana.9
3) Moeljanto
Memberikan pengertian yaitu perbuatan pidana sebagai perbuatan yang diacam dengan pidana, barang siapa yang melanggar larangan tersebut.10
4) Vos
Merumuskan bahwa strafbaarfeit adalah suatu kelakuan manusia yang diancam pidana oleh peraturan perundang-undangan.11
5) Van Hamel
Merumuskan “stafbaarfeit” itu sebagian “suatu serangan atau ancaman
terhadap hak –hak orang lain”.12
b. Pengertian Perkosaan
Tidak pidana kesusilaan dalam KUHP dibedakan menjadi dua, yaitu Tindak pidana perkosaan untuk bersetubuh yang diatur dalam Pasal 285 KUHP dan tindak pidana perkosaan untuk berbuat cabul yang diatur dalam Pasal 289-296 KUHP. Sedangkan dalam Undang-undang Perlindungan Anak tindak pidana
9 Efendi, Erdianto. Op.cit. Hlm 97 10Ibid Hlm 98
11Ibid 12Ibid
(39)
kesusilaan yang melibatkan anak didalamnya diatur dalam Pasal 82 dan Pasal 88 Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.
Pemerkosaan adalah "penetrasi vagina atau anus dengan menggunakan penis, anggota-anggota tubuh lain atau suatu benda dengan cara pemaksaan baik fisik atau Non-fisik.13 " Mahkamah Kejahatan Internasional untuk Rwanda tahun 1998 merumuskan pemerkosaan sebagai "invasi fisik berwatak seksual yang dilakukan kepada seorang manusia dalam keadaan atau lingkungan yang koersif". Acaman hukumannya berdasarkan Pasal 288 KUHP ialah penjara selamalamanya 4 tahun, jika mengakibatkan luka berat maka anacaman hukumannya 8 tahun dan jika mengakibatkan mati ancaman hukumannya 12 tahun.14
Perkosaan adalah bentuk hubungan seksual yang dilangsungkan bukan berdasarkan kehendak bersama. Karena bukan berdasarkan kehendak bersama, hubungan seksual didahului oleh ancaman dan kekerasan fisik atau dilakukan terhadap korban yang tidak berdaya, di bawah umur, atau yang mengalami keterbelakangan mental.15
Perkosaan dengan wanita yang belum cukup umur ialah perkosaan dengan wanita bukan istrinya yang umurnya belum genap 15 tahun. Berdasarkan Pasal 287 KUHP, jika umur wanita itu belum genap 12 tahun termasuk delik biasa dan jika umurnya sudah genap 12 tahun tetapi belum genap 15 tahun termasuk delik aduan. Sedangkan yang dimaksud perkosaan dengan wanita tidak berdaya
13 http://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Pemerkosaan&action=edit di akses pada hari senin tanggal 10 desember 2012 pada jam 13.34
14 http://id.wikipedia.org/wiki/Pemerkosaan di akses pada hari senin tanggal 10 desember 2012 pada jam 13.34
15 http://www.scribd.com/doc/92580899/Pengertian-Perkosaan di akses pada hari senin tanggal 10 desember 2012 pada jam 13.34
(40)
sebagaimana diuraikan dalam Pasal 286 KUHP ialah perkosaan dengan wanita bukan istrinya yang keadaan kesehatan jiwanya tidak memungkinkan wanita itu dapat diminta persetujuannya ataupun izinnya. Wanita tak sadar, gila, atau idiot tidak mungkin dapat diminta persetujuan ataupun izinnya untuk disetubuhi, kalaupun ia memberikan persetujuan ataupun izinnya maka persetujuan tersebut harus dianggap tidak sah, begitu juga wanita yang pingsan, dengan catatan pingsannya itu bukan karena perbuatan laki-laki yang menyetubuhinya, namun jika pingsannya itu akibat perbuatan laki-laki itu maka tindak pidana tersebut termasuk pemerkosaan, bukan perkosaan dengan wanita yang tidak berdaya.16
Berdasarkan uraian diatas penulis menyimpulkan arti dari Tindak Pidana Perkosaan merupakan perbuatan persetubuhan atau hubungan suami istri yang dilakukan oleh seorang laki-laki dan perempuan tanpa kehendak bersama yang di barengi dengan paksaan secara yang melanggar undang-undang serta aturan-aturan yang berlaku di indonesia.
16 http://eprints.uns.ac.id/298/1/167650309201002131.pdf di akses pada hari senin tanggal 10 desember 2012 pada jam 13.34
(41)
C. Penyidikan
a. Pengertian
Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana Penyidikan adalah serangkaian tindakan penyidik dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang serta mengumpulkan bukti itu membuat terang tentang tindak pidana yang terjadi dan guna menemukan pelakunya. Menurut M. Yahya Harapan pengertian penyidikan adalah suatu tindak lanjut dari kegiatan penyelidikan dengan adanya persyaratan dan pembatasan yang ketat dalam penggunaan upaya paksa setelah pengumpulan bukti permulaan yang cukup guna membuat terang suatu peristiwa yang patut diduga merupakan tindak pidana.17
Negara Belanda penyidikan disejajarkan dengan pengertian opsporing. Menurut Pinto, menyidik (opsporing) berarti pemeriksaan permulaan oleh pejabat-pejabat yang untuk itu ditunjuk oleh undang-undang segera setelah mereka dengan jalan apa pun mendengar kabar yang sekadar beralasan, bahwa ada terjadi sesuatu pelanggaran hukum.18
Berdasarkan beberapa pengertian diatas disimpulkan bahwa penyidikan merupakan suatu tahapan yang sangat penting untuk menentukan tahap pemeriksaan yang lebih lanjut dalam proses administrasi peradilan pidana karena
17 Gultom, Maidin. Op.cit. Hlm 99-100
(42)
apabila dalam proses penyidikan pelaku tidak cukup bukti dalam terjadinya suatu tindak pidana yang disangkakan maka belum dapat dilaksanakan kegiatan penuntutan dan pemeriksaan di dalam persidangan.
Penyidikan sebagai bagian terpenting dalam Hukum Acara pidana yang pada pelaksanaannya kerap kali harus menyinggung mertabat individu yang dalam persangkaan kadang-kadang wajib untuk dilakukan. Suatu semboyan penting dalam hukum Acara Pidana yaitu hakikat penyidikan perkara pidana adalah untuk menjernihkan persoalan sekaligus menghindarkan orang yang tidak bersalah dari tindakan yang seharuskan dibebankan padanya.19 Oleh karena sering kali proses penyidikan yang dilakukan oleh penyidik membutuhkan waktu yang cenderung lama, melelahkan dan mungkin pula dapat menimbulkan beban psikis diusahakan dari penghentian penyidikan.
Penyidikan mulai dapat dilaksanakan sejak dikeluarkannya Surat Perintah Penyidikan yang dikeluarkan oleh pejabat yang berwenag dalam instansi penyidik, dimana penyidik tersebut telah menerima laporan mengenai terjadinya suatu peristiwa tindak pidana. Maka berdasar surat perintah tersebut penyidik dapat melakukan tugas dan wewenagnnya dengan menggunakan taktik dan teknik penyidikan berdasarkan KUHAP agar penyidikan dapat berjalan dengan lancar serta dapat terkumpulnya bukti-bukti yang diperlukan dan bila telah dimulai proses penyidikan tersebut maka penyidik harus sesegera mungkin memberitahukan telah dimulainya penyidikan kepada penuntut umum.20
19 Hamzah, Andi. Op.cit Hlm 118 20 Soetodjo, Wagiati. Op.cit. Hlm 40
(43)
Setelah diselesaikannya proses penyidikan maka penyidik menyerahkan berkas perkara hasil penyidikan tersebut kepada penuntut umum, dimana penuntut umum nantinya akan memeriksa kelengkapan berkas perkara tersebut apakah sudah lengkap atau belum, bila belum maka berkas perkara tersebut akan dikembalikan kepada penyidik untuk dilengkapi untuk dilakukan penyidikan tambahan sesuai dengan petunjuk penuntut umum dan bila telah lengkap yang dilihat dalam empat belas hari penuntut umum tidak mengembalikan berkas pemeriksaan atau penuntut umum telah memberitahu bahwa berkas tesebut lengkap sebelum waktu empat belas hari maka dapat di lanjutkan prosesnya ke persidangan.
b. Penyidik
Proses penyidikan diperlukan suatu teknik dan taktik untuk memperoleh keterangan dari pelaku, dan seorang penyidik berwenang untuk mengadakan pemanggilan-pemanggilan secara resmi terhadap pelaku yang dianggap perlu untuk dilakukan pemeriksaan lebih lanjut dengan menggunakan surat panggilan yang sah. Menurut Pasal 1 ayat (1) KUHAP penyidik adalah pejabat polisi Negara Republik Indonesia atau pejabat pegawai negeri sipil tertentu yang diberi wewenang khusus oleh undang-undang untuk melakukan penyidikan.
Pasal 6 ayat (1) KUHAP di tentukan dua macam badan yang dibebani wewenang penyidikan adalah Pejabat polisi Negara Republik Indonesia dan Pejabat pegawai negeri sipil tertentu yang diberi wewenang khusus oleh undang-undang, selain dalam ayat (1) undangundang tersebut dalam ayat (2) ditentukan bahwa syarat kepangkatan pejabat polisi Negara Republik Indonesia yang berwenang menyidik akan diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah.
(44)
Peraturan pemerintah yang mengatur lebih lanjut mengenai kepangkatan penyidik yang memeriksa perkara maka berdasarkan peraturan pemerintah (PP) Nomor 27 tahun 1983 Pasal 2 ayat (1) ditetapkan pangkatan pejabat polisi menjadi penyidik yaitu sekurang-kurangnya pembantu Letnan dua polisi, sedangkan bagi pegawai sipil yang dibebani wewenang penyidkan adalah berpangkat sekurang-kurangnya Pengatur Muda Tingkat I (Golongan II/b) atau disamakan dengan itu.
Pengangkatan penyidik itu sendiri dilakukan oleh instansi pemerintah yang berbeda-beda, untuk penyidik Pejabat polisi Negara diangkat oleh Kepala Kepolisian Republik Indonesia, yang dapat melimpahkan wewenang tersebut kepada pejabat polisi lain. Sedangkan penyidik pegawai sipil diangkat oleh Menteri Kehakiman atas usuldepartemen yang membawahi pegawai tersebut. Wewenag pengangkatan tersebut dapat dilimpahkan pula oleh Mneteri Kehakiman, dimana sebelum pengangkatan Menteri Kehakiman terlebih dahulu meminta pertimbangan Jaksa Agung dan Kepala Kepolisian Republik Indonesia.21
Pasal 10 KUHAP menjelaskan tentang penyidik pembantu. Penydik pembantu berdasarkan Pasal 10 ayat (1) KUHAP adalah pejabat kepolisian Negara Republik Indonesia yang diangkat oleh Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia. Berdasarkan syarat kepangkatan dalam ayat (2) Pasal ini disebutkan bahwa syarat kepangkatan diatur dengan peraturan pemerintah. Peraturan pemerintah yang dimaksud adalah PP Nomor 3 Tahun 1983 yaitu pada Pasal 3 yang memuat bahwa yang disebut penyidik pembantu adalah pejabat polisi Republik Indonesia yang berpangkat sersan dua dan pejabat Pegawai negeri sipil tertentu dalam lingkungan
(45)
Kepolisian Negara yang diangkat oleh Kepala Kepolisian Negara atas usul komandan atau pimpinan kesatuan masing-masing.22
Pekerjaan polisi sebagai penyidik dapat dikatakan berlaku seantero dunia. Kekuasaan dan wewenang ( power and authority ) polisi sebagai penyidik sangatlah penting dan sulit. Di Indonesia sendiri penyidik sangatlah penting peranannya karena polisi memonopoli penyidikan hukum pidana umum (KUHP) yang berbeda dengan negara-negara lainya dimana hal ini dapat terjadi karena masyarakat Indonesia adalah masyarakat majemuk yang mempunyai adat istiadat yang berbeda.23
Perkara tindak pidana yang dilakukan oleh anak dibawah umur yang berdasarkan undang-undang pengadilan anak disebut dengan anak nakal penyidik yang melakukan penyidikan adalah penyidik Polri (Pasal 41 ayat (1) UU Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak). Meskipun penyidiknya penyidik Polri, akan tetapi tidak semua penyidik Polri dapat melakukan penyidikan tersebut, penyidik terhadap anak di angkat oleh Kapolri dengan surat keputusan tersendiri dan disebut sebagai penyidik anak. Menjadi penyidik anak memang tidak cukup hanya kepangkatan yang memadai, tetapi juga dibutuhkn pengalaman seseorang dalam melakukan penyidikan, sehingga sangat menunjang dari teknis penyidikan. Disamping itu yang tidak kalah pentingnya, adalah mengenai minat, perhatian, dedikasi dan pemahaman masalah anak, akan mendorong penyidik anak dalam
22 Hamzah, Andi. Op.cit 78 23. Ibid
(46)
menimba pengetahuan tentang masalah anak, sehingga dalam melaksanakan tugasnya penyidik akan memperhatukan kepentingan anak.24
c. Tugas dan Wewenang Penyidik
Pasal 1 ayat (2) KUHAP memuat tugas pokok dari seorang penyidik, yaitu untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang tentang tindak pidana yang terjadi dan guna menemukan pelakunya.Wewenang polisi untuk menyidik meliputi kebijaksanaan polisi (polite beleid: police disrection) sangat sulit dengan membuat pertimbangan tindakan apa yang akan diambil dalam saat yang sangat singkat pada penaggapan pertama suatu delik.25 Berdasarkan tugas utama penyidik agar dapat berjalan dengan lancar maka sesuai Pasal 7 ayat (1) penyidik polisi negara Republik Indonesia mempunyai wewenang, antara lain:
1) Menerima laporan atau pengaduan dari seseorang tentang adanya tindak pidana
2) Melakukan tindakan pertama pada saat di tempat kejadian
3) Menyuruh berhenti seseorang pelaku dan memeriksa tanda pengenal pelaku
4) Melakukan penangkapan, penahanan, penggeledahan dan penyitaan 5) Melakukan pemeriksaan dan penyitaan surat, dsb.
Kewajiban penyidik polisi yang sebagaimana ditetapkan pada Pasal 8 KUHAP antara lain yaitu :
1) Membuat berita acara tentang hasil pelaksanaan tindakan penyidikan tersebut.
2) Menyerahkan berkas perkara kepada penuntut umum. Penyerahan perkara dilakukan dengan dua tahap yaitu penyidik hanya menyerahkan kasus perkara dan dalam hal penyidikan sudah dianggap selesai, penyidik menyerahkan tanggung jawab atas pelaku dan barang bukti kepada penuntut umum. Untuk tugas dan wewenang penyidik pembantu sendiri pengaturannya berbeda dari penyidik polisi.Penyidik pembantu berdasarkan Pasal 11 KUHAP dijelaskan bahwa wewenangnya adalah
24 Gultom, Maidin.Op.cit. Hlm 101 25 Hamzah, Andi.Op.cit. Hlm 79
(47)
seperti dengan wewenang penyidik dalam Pasal 7 KUHAP di atas,kecuali mengenai penahanan yang wajib diberikan dengan pelimpahan wewenang dari penyidik, sedangkan untuk tugasnya berdasarkan Pasal 12 KUHAP penyidik pembantu mempunyai tugas yaitu membuat berita acara den menyerahkan berkas perkara kepada penyidik, kecuali perkara dengan pemeriksaan singkat yang dapat langsung diserahkan kepada penuntut umum
d. Tindakan Penyidik dalam melaksanakan proses penyidikan
1) Penangkapan
Penangkapan anak nakal pada dasarnya masih diberlakukan ketentuan KUHAP. Namun demikian yang patut diperhatikan dalam masalah penangkapan itu dimungkinkan Anak Nakal adalah kapan dan bilamana penangkapan itu dimungkinkan menurut Undang-undang.26 Dalam Hal ini terdapat dua hal, yaitu :
a. Dalam hal tertangkap tangan; b. Dalam hal bukan tertangkap tangan
Langkah pertama untuk melakukan penyidikan adalah dengan melakukan penangkapan terhadap seseorang yang diduga melakukan tindak pidana. Penangkapan adalah suatu tindakan penyidik berupa pengekangan sementara waktu kebebasan pelaku atau terdakwa apabila terdaapt cukup bukti guna kepentingan penyidikan atau penuntutan dan atau peradilan dalam hal serta menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini dan dalam hal penangkapan, dilakukan oleh petugas Kepolisian Republik Indonesia dengan memperlihatkan surat tugas dan memberikan surat
(48)
perintah penangkapan yang mencantumkan identitas pelaku serta menyebutkan alasan penangkapan tersebut, serta surat perintah penangkapan tersebut tembusannya harus diberikan kepada keluarganya dengan segera setelah penangkapan dilakukan. Penangkapan terhadap pelaku anak sendiri dalam Undangundang pengadilan anak tidak diatur lebih lanjut, sehingga tindakan penangkapan terhadap pelaku anak di bawah umur berlaku ketentuan KUHAP sebagai peraturan pada umumnya (Lex generalis derogat lex spesialis).27
2) Penahanan
Pengertian Penahanan berdasarkan Pasal 1 butir 21 adalah penempatan pelaku atau terdakwa ditempat tertentu oleh penyidik atau penuntut umum atau hakim dengan penetapannya, dalam hal serta menurut cara yang diatur dalam Undang-undang.28 Penahanan merupakan salah satu bentuk perampasan kemerdekaan bergerak seseorang.Jadi disini terdapat pertentangan antara dua asas yaitu hak bergerak seseorang yang merupakan hak asasi manusia yang harus dihormati disatu pihak dan kepentingan ketertiban umum dilain pihak yang harus dipertahankan untuk orang banyak atau masyarakat dari perbuatan jahat pelaku.29
Perintah penahan yang dialakukan terhadap pelaku atau terdakwa yang diduga keras melakukan tindak pidana sesuai dengan bukti yang cukup dimaksudkan karena timbulnya kekhawatiran bahwa pelaku atau terdakwa akan melarikan diri, merusak atau menghilangkan barang bukti dan atau
27 Hamzah, Andi. Op.cit Hlm 127 28 Gultom, Maidin. Op.cit Hlm 98 29Ibid.
(49)
mengulangi tindak pidana serta penahanannya dapat dilakukan apabila perbuatan pelaku diancam pidana penjara lima tahun ke atas. Dalam proses penahanan dengan pelaku anak di bawah umur Undang-undang Pengadilan Anak memberikan syarat, agar penahanan dilakukan setelah dengan sungguh-sungguh mempertimbangkan kepentingan anak dan atau kepentingan masyarakat karena menyangkut pertumbuhan dan perkembangan anak baik fisik, mental maupun sosial anak. Untuk penahanan seorang anak, jangka waktu penahanan untuk kepentingan penyidik paling lama adalah 20 (dua puluh) hari, untuk kepentingan pemeriksaan yang belum selesai dapat diperpanjang paling lama 10 (sepuluh) hari. Dalam jangka waktu 30 (tiga puluh)hari tersebut penyidik harus sudah menyerahkan berkas perkara kepada penuntut umum, selisihnya maksimal 30 hari.30 Hal ini dimaksudkan supaya anak tidak terlalu lama berada di dalam tahanan, sehingga akan mengganggu pertumbuhan fisik dan mentalnya.
(50)
D. Konsep Diversi Dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak.
Undang undang ini membahas mengenai keseluruhan proses penyelesaian perkara Anak yang berhadapan dengan hukum, mulai tahap penyelidikan sampai dengan tahap pembimbingan setelah menjalani pidana. Pengertian diversi dalam Undang-undang ini terdapat dalam pasal 1 ayat 7 serta Tujuan dibuatnya konsep diversi ini terdapat dalam pasal 6 yang menyebutkan bahwa Diversi bertujuan untuk mencapai perdamaian antara korban dan Anak, menyelesaikan perkara Anak di luar proses peradilan, menghindarkan Anak dari perampasan kemerdekaan, mendorong masyarakat untuk berpartisipasi dan menanamkan rasa tanggung jawab kepada Anak.
Upaya Diversi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Undang-undang No. 11 tahun
2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak mempunyai kriteria dimana perbuatan yang dilakukan pelaku masih tergolong pidana ringan dan ancaman dengan pidana penjara di bawah 7 (tujuh) tahun serta bukan merupakan pengulangan tindak pidana.
Upaya diversi dalam hal baik penyidikan, penuntutan umum seperti yang termuat
dalam Pasal 9 harus mempertimbangkan :
a. Kategori tindak pidana
b. Umur anak
c. Hasil penelitian kemasyarakatan dari Bapas
d. Dukungan lingkungan keluarga dan masyarakat.
Dalam undang-undang ini juga terdapat berbagai macam pengertian anak yang termuat dalam Pasal 2 sampai Pasal 5 diantaranya adalah :
(51)
1) Anak yang Berhadapan dengan Hukum adalah anak yang berkonflik dengan hukum, anak yang menjadi korban tindak pidana, dan anak yang menjadi saksi tindak pidana
2) Anak yang Berkonflik dengan Hukum yang selanjutnya disebut Anak adalah anak yang telah berumur 12 (dua belas) tahun, tetapi belum berumur 18 (delapan belas) tahun yang diduga melakukan tindak pidana
3) Anak yang Menjadi Korban Tindak Pidana yang selanjutnya disebut Anak Korban adalah anak yang belum berumur 18 (delapan belas) tahun yang mengalami penderitaan fisik, mental, dan/atau kerugian ekonomi yang disebabkan oleh tindak pidana
4) Anak yang Menjadi Saksi Tindak Pidana yang selanjutnya disebut Anak Saksi adalah anak yang belum berumur 18 (delapan belas) tahun yang dapat memberikan keterangan guna kepentingan penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan tentang suatu perkara pidana yang didengar, dilihat, dan/atau dialaminya sendiri
Undang-undang sistem peradilan pidana anak ini juga sudah tercantum semua hak-hak anak dari tahap penyelidikan sampai dengan tahap pembimbingan setelah menjalani pidana. Upaya yang di berikan untuk melindungi anak di berikan dalam bentuk hak-hak yang dalam undang-undang ini termuat pada Pasal 3 dan Pasal 4; Pasal 3 Setiap Anak dalam proses peradilan pidana berhak:
a. diperlakukan secara manusiawi dengan memperhatikan kebutuhan sesuai dengan umurnya;
b. dipisahkan dari orang dewasa;
c. memperoleh bantuan hukum dan bantuan lain secara efektif; d. melakukan kegiatan rekreasional;
(52)
e. bebas dari penyiksaan, penghukuman atau perlakuan lain yang kejam, tidak manusiawi, serta merendahkan derajat dan martabatnya;
f. tidak dijatuhi pidana mati atau pidana seumur hidup;
g. tidak ditangkap, ditahan, atau dipenjara, kecuali sebagai upaya terakhir dan dalam waktu yang paling singkat;
h. memperoleh keadilan di muka pengadilan Anak yang objektif, tidak memihak, dan dalam sidang yang tertutup untuk umum;
i. tidak dipublikasikan identitasnya;
j. memperoleh pendampingan orang tua/Wali dan orang yang dipercaya oleh Anak;
k. memperoleh advokasi sosial; l. memperoleh kehidupan pribadi;
m. memperoleh aksesibilitas, terutama bagi anak cacat; n. memperoleh pendidikan;
o. memperoleh pelayananan kesehatan; dan
p. memperoleh hak lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 4 :
1) Anak yang sedang menjalani masa pidana berhak: a. mendapat pengurangan masa pidana;
b. memperoleh asimilasi;
c. memperoleh cuti mengunjungi keluarga; d. memperoleh pembebasan bersyarat; e. memperoleh cuti menjelang bebas; f. memperoleh cuti bersyarat; dan
g. memperoleh hak lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang undangan
2) Hak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan kepada Anak yang memenuhi persyaratan sebagaimana diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan.
(53)
E. Faktor-Faktor Yang Menyebabkan Anak Melakuan Tindak Pidana
Romli Atmasasmita, mengemukakan pendapatnya mengenai motivasi intrinsik dan ekstrinsik dari terjadinya tindak pidana yang di lakukan oleh anak yaitu31 :
1. Yang termasuk motivasi intrinsik dari perilaku yang menyebabkan timbulnya tindak pidana pada anak adalah :
a. Faktor Intelegentia;
Intelegentia adalah kecerdasan seseorang, menurut pendapat Wundt dan Eisler adalah kesanggupan seseorang untuk menimbang dan memberi keputusan.32
b. Faktor usia;
Stephen Hurwitz mengungkapkan “age is importance factor in the
causation of crime” ( usia adalah faktor yang paling penting dalam
sebab-musabab timbulnya kejahatan ).33 c. Faktor kelamin;
Paul W. Tappan mengemukakan pendapatnya, bahwa kenakalan anak dapat dilakukan oleh anak laki-laki maupun oleh anak perempuan, sekalipun dalam prakteknya jumlah anak laki-laki yang melakukan kenakalan jauh lebih banyak dari pada anak perempuan pada batas usia tertentu.34
d. Faktor kedudukan anak dalam keluarga;
Kedudukan anak dalam keluarga adalah kedudukan seorang anak dalam keluarga menurut urutan kelahiran misalnya anak pertama, kedua, dan seterusnya.35
31 Soetodjo, Wagiati. Op.cit. Hlm 1 32Ibid Hlm 17
33Ibid Hlm 18 34Ibid
(54)
2. Yang termasuk motivasi ekstrinsik adalah :
a. Faktor Keluarga;
Keluarga merupakan lingkungan sosial yang terdekat untuk membesarkan, mendewasakan, dan di dalamnya anak mendapatkan pendidikan yang pertama kali. Keluarga merupaan kelompok masyarakat terkecil, akan tetapi merupakan lingkungan yang paling kuat dalam membesarkan anak dan terutama bagi anak yang belum sekolah.36 Oleh karena itu, keluarga yang baik akan berpengaruh positif bagi perkembangan anak, sedangkan keluarga yang jelek akan berpengaruh negatif.37
b. Faktor pendidikan dan sekolah;
Sekolah adalah sebagai media atau perantara bagi pembinaan jiwa anak-anak atau dengan kata lain, sekolah ikut bertanggun jawab atas pendidikan anak-anak, baik pendidikan keilmuan maupun pendidikan tingkah laku ( character ).38
c. Faktor pergaulan anak;
Besarnya pengaruh yang dimainkan oleh lingkungan pergaulan anak, terutama sekali disebabkan oleh konteks kulturalnya. Dalam situasi sosial yang menjadi semakin longgar, anak-anak kemudian menjauhkan diri dari keluarganya untuk kemudian menegakkan eksistensi dirinya yang dianggap sebagai tersisih dan terancam.39
d. Faktor media masa.
Pengaruh media masa tidak kalah besarnya terhadap perkembangan anak. Keingginan atau kehendak yang tertanam pada diri anak untuk berbuat jahat kadang-kadang timbul karena pengaruh bacaan, gambar-gambar dan film. Bagi anak yang mengisi waktu senggangnya dengan bacaan-bacaan yang buruk, maka hal itu akan berbahaya dan dapat menghalang-halangi mereka untuk berbuat hal-hal yang baik. Demikian juga tontonan yang dapat menimbulkan rangsangan seks. Rangsangan seks tersebut akan berpengaruh negatif terhadap perkembangan jiwa anak.40
36 Soetodjo, Wagiati. Op.cit. Hlm 20-21 37Ibid. Hlm 21
38Ibid. Hlm 22 39Ibid. Hlm 24 40Ibid. Hlm 24-25
(55)
III. METODE PENELITIAN
Metode penelitian dilakukan dalam usaha untuk memperoleh data yang akurat serta dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya. Penelitian hukum merupakan kegiatan ilmiah yang didasarkan kepada metode sistematika, dan pemikiran tertentu, dengan jalan menganalisisnya. Selain itu, juga diadakan pemeriksaan yang mendalam terhadap fakta hukum tersebut untuk kemudian mengusahakan suatu pemecahan atas permasalahan yang timbul.
A. Pendekatan Masalah
Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan dua macam pendekatan, yaitu pendekatan Yuridis Normatif dimana Pendekatan Yuridis Normatif tersebut merupakan penelitian hukum yang dilakukan dengan cara melihat dan menelaah perpektif perlindungan hukum bagi anak yang melakukan tindak pidana perkosaan pada tahap penyidikan berdasarkan Undang-undang No. 11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak. Selain itu juga pendekatan ini dilakukan melalui penelitian kepustakaan dengan cara mempelajari terhadap hal-hal yang bersifat teoritis yang menyangkut asas hukum, konsepsi, pandangan, peraturan-peraturan hukum yang berkaitan dengan skripsi ini.
(56)
B. Sumber dan Jenis Data
Data yang akan digunakan di dalam penelitian adalah data sekunder yaitu :
1. Data Sekunder
Data sekunder adalah data yang dipergunakan dalam menjawab permasalahan yang ada dalam penelitian ini melalui studi kepustakaan. Data sekunder merupakan data utama yang digunakan dalam penulisan ini. Penulis dalam penelitian ini menggunakan 3 (tiga) bahan hukum sebagai berikut:
a. Bahan hukum primer
Bahan hukum primer adalah bahan hukum yang bersifat mengikat berupa peraturan perundang-undangan. Dalam penelitian ini digunakan bahan hukum sebagai berikut :
1) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).
2) Undang-undang Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak.
3) Undang-undang Republik Indonesia Nomor 8 tahun 1981 tentang KUHAP.
4) Undang-undang Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak.
5) Undang-undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak
6) Undang-undang Republik Indonesia Nomor11 tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak
(57)
b. Bahan hukum sekunder
Bahan hukum sekunder yaitu bahan-bahan yang erat hubungannya dengan bahan hukum primer dan dapat membantu dalam menganalisis serta memahami bahan hukum primer, seperti literatur yang berkaitan dengan pokok permasalahan, karya-karya ilmiah dan hasil penelitian para pakar sesuai dengan obyek pembahasan penelitian, Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2002 Tentang Tatacara Perlindungan Korban dan Saksi mempunyai klasifikasi di bidang Perlindungan, KUHP dan KUHAP.
c. Bahan hukum tersier
Bahan hukum tersier yaitu bahan-bahan yang berguna untuk memberikan informasi, petunjuk, atau penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder seperti kamus besar bahasa indonesia, media massa, artikel, makalah, paper, jurnal, internet yang berkaitan dengan masalah yang akan dibahas atau diteliti dalam skripsi ini.
(58)
C. Penentuan Narasumber
Narasumber adalah orang yang memberikan informasi yang kita inginkan. Narasumber adalah orang yang mengetahui mengenai sesuatu hal yang ingin diketahui oleh masyarakat.1 Dari pengertian tersebut penulis memberikan pengertian mengenai arti dari narasumber dimana narasumber adalah orang yang dapat memberikan informasi dari suatu masalah yang tentunya ia menguasai hal tersebut atau bisa dikatakan orang yang ahli dalam suatu bidang. Narasumber dalam penelitian ini adalah Penyidik Kepolisian di daerah Hukum Kepolisian Resort Lampung Tengah, Kepala Susbsi Bimb. Klien Anak BAPAS, Dosen Fakultas Hukum Pidana Unila, dan Divisi Penanganan Kasus dan Pengorganisasian LADA.
Narasumber dalam penelitian ini adalah pihak-pihak yang terlihat dalam penyidikan dalam kasus anak yang akan di teliti tersebut.
a. Penyidik Kepolisian Resost Lampung Tengah : 1 orang
b. Kepala Susbsi Bimb. Klien Anak BAPAS : 1 orang
c. Dosen Fakultas Hukum Pidana Unila : 1 orang
d. Divisi Penanganan Kasus dan Pengorganisasian LADA : 1 orang +
Jumlah Responden : 4 orang
1 http://arti-kata.com/69796/narasumber.html diakses pada hari rabu tanggal 24 april 2013 pukul 12:59
(59)
D. Prosedur Pengumpulan dan Pengolahan Data
1. Prosedur Pengumpulan Data
Prosedur pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini hanya menggunakan studi kepustakaan dimana studi kepustakaan disini adalah mengumpulkan data yang dilakukan dengan cara membaca, mengutip, mencatat dan memahami berbagai literatur yang ada hubungannya dengan materi penelitian, berupa buku-buku, peraturan perundang-undangan, majalah-majalah serta dokumen lain yang berhubungan dengan masalah yang dibahas.
2. Prosedur Pengolahan Data
Data yang terkumpul, diolah melalui pengolahan data dengan tahap-tahap sebagai berikut:
1. Identifikasi
Identifikasi data yaitu mencari dan menetapkan data yang berhubungan dengan proses perlindungan hukum pada tahap penyidikan dengan pelaku tindak pidana anak.
2. Editing
Editing yaitu meneliti kembali data yang diperoleh dari keterangan para responden maupun dari kepustakaan, hal ini perlu untuk mengetahui apakah data tersebut sudah cukup dan dapat dilakukan untuk proses selanjutnya. Semua data yang diperoleh kemudian disesuaikan dengan
(60)
permasalahan yang ada dalam penulisan ini, editing dilakukan pada data yang sudah terkumpul diseleksi dan diambil data yang diperlukan.
3. Klasifikasi Data
Klasifikasi data yaitu menyusun data yang diperoleh menurut kelompok yang telah ditentukan secara sistematis sehingga data tersebut siap untuk dianalisis.
4. Penyusunan Data
Sistematisasi data yaitu penyusunan data secara teratur sehingga dalam data tersebut dapat dianalisa menurut susunan yang benar dan tepat.
5. Penarikan Kesimpulan
Penarikan kesimpulan yaitu langkah selanjutnya setelah data tersusun secara sistematis, kemudian dilanjutkan dengan penarikan suatu kesimpulan yang bersifat umum dari data yang bersifat khusus.
(61)
E. Analisis Data
Pada kegiatan penulisan skripsi, analisis terhadap data sekunder dilakukan dengan cara menginventarisasi ketentuan peraturan yang berkaitan dengan penelitian ini untuk menemukan doktrin dan teori-teori yang erat hubungan dengan perlindungan hukum bagi anak pada tahap penyidikan dalam sistem peradilan pidana. Selanjutnya data yang diperoleh dari penelitian, yaitu data sekunder kemudian dianalisis dengan menggunakan metode deduktif, yaitu suatu cara berfikir yang dilaksanakan pada fakta-fakta yang bersifat umum yang kemudian dilanjutkan dengan pengambilan kesimpulan yang bersifat khusus mengenai perlindungan hukum bagi anak pada tahap penyidikan dalam sistem peradilan pidana.
(62)
V.PENUTUP
A. Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan di atas, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut :
1. Faktor-faktor yang melatarbelakangi diterapkannya konsep diversi didasarkan pada nilai-nilai Yuridis, filosofis serta sosiologis. Nilai Yuridis terdapat pada instrumen hukum HAM internasional seperti Konvensi tentang Hak-Hak Anak, Peraturan-peraturan Minimum Standar PBB Mengenai Administrasi Peradilan bagi Anak (Beijing Rules) dan Pedoman PBB dalam Rangka Pencegahan Tindak Pidana Anak (The Riyadh Guidelines). Nilai filosofis konsep diversi ini digambarkan berdasarkan Pancasila yaitu moral Ketuhanan, moral kemanusiaan, moral persatuan, moral kerakyatan dan moral keadilan sosial. nilai sosiologis digambarkan dengan keadaan masyarakat yang religius, humanis, utuh dan bersatu, kekeluargaan serta adil.
2. Perspektif Penerapan diversi Bagi Anak Yang Melakukan Tindak Pidana Perkosaan Pada Tahap Penyidikan Berdasarkan Undang-undang No. 11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak diterapkan berdasarkan kriteria penerapan diversi diantaranya masih tergolong pidana ringan dan ancaman dengan pidana penjara di bawah 7 (tujuh) tahun, bukan merupakan pengulangan tindak pidana. Penerapan diversi juga harus mempertimbangkan
(1)
permasalahan yang ada dalam penulisan ini, editing dilakukan pada data yang sudah terkumpul diseleksi dan diambil data yang diperlukan.
3. Klasifikasi Data
Klasifikasi data yaitu menyusun data yang diperoleh menurut kelompok yang telah ditentukan secara sistematis sehingga data tersebut siap untuk dianalisis.
4. Penyusunan Data
Sistematisasi data yaitu penyusunan data secara teratur sehingga dalam data tersebut dapat dianalisa menurut susunan yang benar dan tepat.
5. Penarikan Kesimpulan
Penarikan kesimpulan yaitu langkah selanjutnya setelah data tersusun secara sistematis, kemudian dilanjutkan dengan penarikan suatu kesimpulan yang bersifat umum dari data yang bersifat khusus.
(2)
47
E. Analisis Data
Pada kegiatan penulisan skripsi, analisis terhadap data sekunder dilakukan dengan cara menginventarisasi ketentuan peraturan yang berkaitan dengan penelitian ini untuk menemukan doktrin dan teori-teori yang erat hubungan dengan perlindungan hukum bagi anak pada tahap penyidikan dalam sistem peradilan pidana. Selanjutnya data yang diperoleh dari penelitian, yaitu data sekunder kemudian dianalisis dengan menggunakan metode deduktif, yaitu suatu cara berfikir yang dilaksanakan pada fakta-fakta yang bersifat umum yang kemudian dilanjutkan dengan pengambilan kesimpulan yang bersifat khusus mengenai perlindungan hukum bagi anak pada tahap penyidikan dalam sistem peradilan pidana.
(3)
V.PENUTUP
A. Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan di atas, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut :
1. Faktor-faktor yang melatarbelakangi diterapkannya konsep diversi didasarkan pada nilai-nilai Yuridis, filosofis serta sosiologis. Nilai Yuridis terdapat pada instrumen hukum HAM internasional seperti Konvensi tentang Hak-Hak Anak, Peraturan-peraturan Minimum Standar PBB Mengenai Administrasi Peradilan bagi Anak (Beijing Rules) dan Pedoman PBB dalam Rangka Pencegahan Tindak Pidana Anak (The Riyadh Guidelines). Nilai filosofis konsep diversi ini digambarkan berdasarkan Pancasila yaitu moral Ketuhanan, moral kemanusiaan, moral persatuan, moral kerakyatan dan moral keadilan sosial. nilai sosiologis digambarkan dengan keadaan masyarakat yang religius, humanis, utuh dan bersatu, kekeluargaan serta adil.
2. Perspektif Penerapan diversi Bagi Anak Yang Melakukan Tindak Pidana Perkosaan Pada Tahap Penyidikan Berdasarkan Undang-undang No. 11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak diterapkan berdasarkan kriteria penerapan diversi diantaranya masih tergolong pidana ringan dan ancaman dengan pidana penjara di bawah 7 (tujuh) tahun, bukan merupakan pengulangan tindak pidana. Penerapan diversi juga harus mempertimbangkan
(4)
69
kategori tindak pidana, umur anak, hasil penelitian kemasyarakatan dari Bapas, serta dukungan lingkungan keluarga dan masyarakat. Konsep diversi juga harus memperhatikan asas perlindungan anak diantaranya keadilan dalam suatu masyarakat, usaha bersama melindungi anak untuk melaksanakan hak dan kewajibannya secara manusiawi dan positif. Memperhatikan mental, fisik, dan sosial, hal ini berarti bahwa pemahaman, pendekatan, dan penanganan anak dilakukan secara integratif, interdisipliner, intersektoral, dan interdepartementel.
B. Saran
Berdasarkan kesimpulan yang penulis uraikan di atas, maka saran yang dapat penulis berikan untuk memberikan perlindungan bagi anak yang melakukan tindak pidana baik itu perkosaan maupun bentuk tindak pidana lain adalah agar konsep diversi dilakukan sedini mungkin walaupun Undang-undang No. 11 tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak tersebut belum berlaku karena konsep diversi tersebut dapat melindungi kepentingan hak anak juga dapat terwujudnya rasa keadilan terhadap korban dan masyarakat.
(5)
DAFTAR PUSTAKA
Literatur
Andrisman, Tri. Hukum Peradilan Anak, Buku Ajar Bagian Hukum Pidana. FH. Unila Bandar Lampung
Apriada, Irma. Analisis Pelaksanaan Peradilan Anak Di Pengadilan Negeri Kota Bumi dan Pengadilan Negeri Gunung Sugih, Universitas Lampung 2011 Efendi, Erdianto. Hukum Pidana Indonesia, Refika Aditama, Bandung 2011 Gultom, Maidin. Perlindungan Hukum Terhadap Anak, RefikaAditama, Bandung,
2006
Hamzah, Andi. Hukum Acara Pidana Indonesia. Rajawali Pres, 2000
Kirana, Putri. Analisis Peradilan Anak Oleh Aparat Penegak Hukum, Universitas Lampung 2010
Soekanto, Soerjono. Faktor-faktor penegakan hukum. PT. RajaGrafindo Persada, Jakarta 1983
--- Pengantar Penelitian Hukum, UI Pres, Jakarta, 1986.
Soetodjo, Wagiati. Hukum Pidana Anak, Refika Aditama, Bandung, 2005 Sutrisno. Analisis Perlindungan Hukum Dalam Penjatuhan Pidana Berorientasi
Pada Perlindungan Hak Anak, Universitas Lampung 2011
Tim Penyusun Depdibud. Kamus Besar Bahasa Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta, 1990
Universitas Lampung, Format Penulisan Karya Ilmiah Universitas Lampung. Bandar Lampung 2009
Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP)
Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP)
(6)
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak
Media
http://antoniuswiwankoban.wordpress.com/2012/01/05/kasus-anak-berhadapan-dengan-hukum/
http://id.shvoong.com/law-and-politics/criminal-law/2027069-pengertian-sistem-peradilan-pidana/
http://massofa.wordpress.com/2011/08/16/tindak-pidana-perkosaan/
http://hukum-on.blogspot.com/2012/06/pengertian-hukum-menurut-para-ahli.html http://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Pemerkosaan&action=edit
http://id.wikipedia.org/wiki/Pemerkosaan
http://www.scribd.com/doc/92580899/Pengertian-Perkosaan http://eprints.uns.ac.id/298/1/167650309201002131.pdf