Penerapan Restorative Justice dalam Memberikan Perlindungan terhadap Anak yang Melakukan Tindak Pidana

Oleh Diyah Kun Mariati NIM. E0007263 FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKRTA 2012

commit to user

commit to user

commit to user

commit to user

TINDAK PIDANA (Studi Kasus Pemulihan Kondisi dan Fungsi Psikologis Anak di Panti Sosial Marsudi Putra (PSMP) ANTASENA Magelang).

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tentang pengaturan restorative justice terhadap anak yang melakukan tindak pidana dan bentuk penerapan restorative justice di Panti Sosial Marsudi Putar (PSMP) ANTASENA Magelang dalam upaya memberikan perlindungan hukum terhadap anak yang melakukan tindak pidana.

Metode penelitian yang digunakan adalah jenis penelitian deskriptif, dengan jenis data primer dan sekunder. Pengumpulan data primer berupa data yang diperoleh langsung dari lapangan yaitu Panti Sosial Marsudi Putra (PSMP) ANTASENA Magelang dengan teknik wawancara dan observasi. Data sekunder berupa data yang diperoleh dari buku literatur, dokumen dan tulisan lain dengan teknik pengumpulan secara studi kepustakaan. Teknik analisis data yang digunakan adalah analisis kualitatif.

Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa penerapan restorative justice dalam memberikan perlindungan terhadap anak yang melakukan tindak pidana berdasarkan pada landasan hukum meliputi UUD 1945, peraturan perundang-undangan, Surat Edaran Mahkamah Agung, Surat Edaran Jaksa Agung, Surat Kesepakatan Bersama Ketua MA, Jaksa Agung, Kepala Kepolisian, Menteri Hukum dan HAM, Menteri Sosial, Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, serta peraturan lainya. Dalam penerapan restorative justice di Panti Sosial Marsudi Putra (PSMP) ANTASENA Magelang sangat besar bagi pemulihan kondisi dan fungsi psikologis anak kedepannya. Di dalam bentuk upaya pelayanannya yakni dengan pembagian tugas menjadi 3 (tiga) divisi. Pertama seksi advokasi sosial, tugasnya meliputi pendampingan anak pelaku pidana dalam proses penyidikan sampai pada persidangan dan juga sebagai mediator dalam proses restoratif. Kedua seksi rehabilitasi sosial, tugasnya yakni memberikan bimbingan terhadap anak. Ketiga pekerja sosial, tugasnya yaitu pengawasan terhadap perkembangan anak yang sudah keluar dengan kerjasama instansi terkait.

Kata Kunci : Anak, Tindak Pidana Anak, Perlindungan Anak dan Restorative Justice .

commit to user

CURE OF PSYCHOLOGICAL FUNCTION AND CONDITION OF CHILD IN PANTI SOSIAL MARSUDI PUTRA (PSMP) ANTASENA MAGELANG).

This research aims to know about arrangement of restorative justice to child who does an injustice and form applying of justice restorative in Panti Sosial Marsudi Putra (PSMP) ANTASENA Magelang in the effort giving law protection to child doing an injustice.

Research method which is used is descriptive research type, with primary data type and secondary type. Primary data collecting which is the form of data is obtained directly in the field that is Panti Sosial Marsudi Putra (PSMP) ANTASENA Magelang by technique interview and observation. Secondary data which is the form is obtained from the book literature, other article and document by gathering technique bibliography study. Analysis technique which is used is qualitative analysis.

From the result of research can be concluded that applying of justice restorative in giving protection to child who does an injustice based on basis of law cover UUD 1945, law and regulation, Handbill Appellate court, attorney handbill, agreement letter with chief of MA, Attorney General, lead police, law and HAM minister, social minister, powered minister of woman and protection of child, and also other regulation. In applying of justice restorative in Panti Social Marsudi Putra (PSMP) ANTASENA Magelang is very big to cure psychological function and psychological condition of child in the future. In the striving steward form namely with division of duty become 3 division. First, Advokasi section, its duty covers adjacently of child which is perpetrator of crime in course of investigation until the court session and as the mediator as well in restorative process. Second, social rehabilitate section, which is its duty is give the tuition to child. Third, social worker, its duty is monitoring to growth of child which has gone out with related/relevant institution cooperation.

Keywords: Children, Crime Children, Child Protection and Restorative Justice.

commit to user

Kepunyaan Allah segala yang ada di langit dan di bumi. Dan ilmu Allah mengikuti segala sesuatu. (QS. An Nissa’ : 126)

Dialah yang mengkaruniakan hikmah kepada yang Ia kehendaki. Siapapun yang mendapat hikmah, dia telah mendapatkan kebahagiaan yang melimpah. Namun yang mampu mengambil peringatan ini hanya orang-orang yang berfikir cerdik. (QS. Al Baqarah : 269)

Allahlah pelindungmu yang sesungguhnya. Dialah sebaik-baiknya penolong. (QS. Ali Imran : 150)

Janganlah melihat masa lalu dengan penyesalan, jangan pula melihat

masa depan angan-angan, namun lihatlah masa sekarang dengan semangat dan kerja keras. (penulis)

commit to user

terimakasih kepada :

Allah SWT sang penuntun hidup yang memberikan hidayah

serta inayah-Nya;

Ayahanda Sutardjo dan Ibunda Erli Hastuti Nuraeni dua bijak yang membangkitkan penulis dengan doa, kasih sayang dan perhatian dalam menyelesaikan skripsi ini;

Almarhum permata hati adikku tercinta Halim Al’’Muiz atas tumpuan semangatnya, doa dan keceriaannya semasa hidup hingga mampu menghibur penulis dalam menyelesaikan skripsi ini (semoga bahagia di surga sayang, I miss you :*);

Ari Susanto atas segala doa, semangat dan motivasi yang tulus diberikan untukku;

Keluarga besarku yang dengan tulus membangkitkan semangat dengan doa dan perhatian saat keputus asaku; Sahabat-sahabatku yang telah membantu dalam penulisan skripsi ini;

Almamaterku, Fakultas Hukum UNS, yang telah memberi bekal ilmu pengetahuan dan pengalaman untuk menghadapi kehidupan yang sebenarny.

commit to user

kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang telah melimpahkan rahmat dan hidayat-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul PENERAPAN RESTORATIVE

JUSTICE DALAM MEMBERIKAN PERLINDUNGAN TERHADAP ANAK YANG MELAKUKAN TINDAK PIDANA (Studi Kasus Pemulihan Kondisi dan Fungsi Psikologis Anak di Panti Sosial Marsudi Putra (PSMP) ANTASENA Magelang).

Penulisan hukum (skripsi) ini disusun dan diajukan dengan tujuan untuk memenuhi persyaratan dalam rangka mencapai derajat sarjana dalam ilmu hukum pada Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta. Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini masih sangat jauh dari sempurna, berhubung dengan keterbatasan-keterbatasan yang penulis miliki. Walaupun demikian penulis telah berusaha semaksimal mungkin agar inti dari pembahasan dalam skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis maupun para pembaca.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya atas segala bantuan yang telah diberikan kepada penulis baik secara langsung maupun tidak langsung dalam rangka penyelesaian skripsi ini, terutama kepada :

1. Allah SWT sang penuntun hidup yang memberikan hidayah serta inayah-Nya yang tak

henti-hentinya diberikan kepada penulis;

2. Ibu Prof. Dr. Hartiwiningsih, S.H., M.Hum. selaku Dekan fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta;

3. Bapak Harjono,S.H.,M.H selaku Pembimbing Akademik (PA) yang telah memberi izin dan kesempatan kepada penulis untuk menyelesaikan skripsi ini;

4. Bapak R. Ginting,S.H.,M.H. dan Ibu Siti Warsini,S.H.,M.H. selaku Pembimbing yang telah telah menyediakan waktu serta pikirannya, tidak hanya untuk memberikan ilmu, bimbingan dan arahan bagi tersusunnya skripsi ini namun juga untuk memberi nasihat, cerita, serta mendengar keluh kesah penulis;

5. Seluruh Bapak dan Ibu dosen Program Studi Ilmu Hukum Universitas Sebelas Maret yang telah memberikan ilmu dan bimbingan kepada penulis selama menempuh kuliah di Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret;

6. Seluruh Staf Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah banyak membantu penulis selama menempuh kuliah di Fakultas Hukum;

7. Pimpinan dan staf Panti Sosial Marsudi Putra (PSMP) ANTASENA Magelang atas bantuannya selama penelitian;

commit to user

9. Almarhum permata hati adikku tercinta Halim Al’Muiz atas tumpuan semangatnya, doa dan keceriaannya semasa hidup hingga mampu menghibur penulis dalam menyelesaikan skripsi ini;

10. Ari Susanto yang senantiasa memberikan inspirasi, semangat serta dukungan bagi penulis untuk selalu berkarya;

11. Seluruh teman-teman Fakultas Hukum angkatan 2007 penulis atas kebersamaannya yang selama ini menimba ilmu di Fakultas Hukum UNS;

12. Semua pihak yang telah membantu penulis dalam menyusun skripsi ini baik secara langsung maupun tidak langsung.

Akhirnya penulis berharap semoga karya yang sederhana ini dapat bermanfaat bagi semua pihak. Surakarta, Januari 2012 Penulis

commit to user

B. Bentuk Penerapan Restorative Justice dalam Upaya Perlindungan Hukum Terhadap Anak di PSMP ANTASENA

A. Simpulan ...........................................................................

71

B. Saran-saran ........................................................................

72

DAFTAR PUSTAKA DAFTAR GAMBAR LAMPIRAN

commit to user

Gambar 1. Model Analisis Interaktif ........................................................ 16

Gambar 2. Kerangka Pemikiran................................................................. 40 Gambar 3. Susunan Organisasi ................................................................. 46 Gambar 4. Inisiatif Pendampingan ............................................................ 61

commit to user

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Anak adalah bagian dari generasi muda sebagai salah satu sumber daya manusia yang merupakan potensi dan penerus cita-cita perjuangan bangsa, yang memiliki peranan strategis dalam rangka menjamin pertumbuhan dan perkembangan fisik, mental dan sosial secara utuh, serasi, selaras, dan seimbang. Untuk melaksanakan pembinaan dan memberikan perlindungan terhadap anak diperlukan dukungan baik yang menyangkut kelembagaan maupun perangkat hukum yang lebih mantap dan memadai. Oleh karena itu penanganan terhadap anak yang melakukan tindak pidana diperlukan pengadilan anak secara khusus.

Sepanjang tahun 2000, tercatat dalam statistik kriminal kepolisian terdapat lebih dari 11,344 anak yang disangka sebagai pelaku tindak pidana. Pada bulan Januari hingga Mei 2002, ditemukan 4,325 tahanan anak di rumah tahanan dan lembaga pemasyarakatan di seluruh Indonesia. Lebih menyedihkan, sebagian besar (84.2%) anak-anak ini berada di dalam lembaga penahanan dan pemenjaraan untuk orang-orang dewasa dan pemuda. Jumlah anak-anak yang ditahan tersebut, tidak termasuk anak- anak yang ditahan dalam kantor polisi (Polsek, Polres, Polda dan Mabes). Pada rentang waktu yang sama, yaitu Januari hingga Mei 2002, tercatat 9,465 anak-anak yang berstatus sebagai Anak Didik (Anak Sipil, Anak Negara dan Anak Pidana) tersebar di seluruh rumah tahanan dan lembaga pemasyarakatan. Sebagian besar, yaitu 53,3%, berada di rumah tahanan dan lembaga pemasyarakatan untuk orang dewasa dan pemuda .

(http://www.unicef.org/indonesia/uni-jjs1_2final.pdf diakses 1/09/11) Ada beberapa faktor penyebab terjadinya kejahatan/pelanggaran yang

dilakukan oleh anak, diantaranya adalah faktor keluarga, faktor lingkungan dan faktor ekonomi. Dari ketiga faktor tersebut, bisa ketiganya sekaligus menjadi faktor penyebab atau hanya salah satunya saja. Pertama, faktor

commit to user

harmonisan dalam keluarga. Hal ini bisa membentuk anak ke arah negatif, karena keluarga memiliki pengaruh yang sangat kuat dalam mengarahkan perilaku, pergaulan dan kepatuhan norma si anak. Kedua, faktor lingkungan. Setelah keluarga, tempat anak bersosialisasi adalah lingkungan sekolah dan lingkungan tempat bermainnya. Lingkungan merupakan institusi pendidikan kedua setelah keluarga, sehingga kontrol di sekolah dan siapa teman bermain anak juga mempengaruhi kecenderungan kenakalan anak yang mengarah pada perbuatan melanggar hukum. Aktivitas kelompok atau biasa dikenal ”gang” sepertinya perlu mendapat perhatian lebih dari orang tua, guru dan tokoh masyarakat, baik itu yang tumbuh di sekolah maupun di lingkungan masyarakat. Sebuah komunitas gang biasanya dipandang negatif. Bahayanya komunitas ini memiliki tingkat solidaritas yang tinggi, karena si anak ingin tetap diakui eksistensinya dalam gang tersebut, karena di keluarga maupun di sekolah si anak merasa tidak diakui keberadaannya. Akibatnya, penilaian mengenai apakah perbuatan gang itu salah atau benar tidak lagi menjadi masalah, yang penting si anak memiliki tempat di mana ia diterima apa adanya Ketiga, faktor ekonomi. Alasan tuntutan ekonomi merupakan alasan klasik yang sudah menjadi salah satu faktor penyebab terjadinya kejahatan sejak perkembangan awal ilmu kriminologi (ilmu yang mempelajari kejahatan). Mulai dari kebutuhan keluarga, sekolah sampai dengan ingin menambah uang jajan sering menjadi alasan ketika anak melakukan pelanggaran hukum.

(http://www.ubb.ac.id/menulengkap.php?judul=KRIMINALITAS%20ANAK &&nomorurut_artikel=390)

“Secara garis besar upaya penanggulangan kejahatan dibagi menjadi dua, yaitu jalur “penal” (hukum pidana) dan jalur “non penal” (bukan/di luar hukum pidana)”. Penanggulangan kejahatan melalui jalur “penal” menyangkut bekerjanya fungsi aparatur penegak hukum sistem peradilan pidana

yang lebih

menitikberatkan

pada sifat “repressive” (penindasan/pemberantasan) sesudah kejahatan terjadi sedangkan jalur “non

commit to user

(pencegahan/pengendalian) sebelum kejahatan terjadi. Jalur ”nonpenal” merupakan jalur penanggulangan dengan cara peningkatan nilai keagamaan penyuluhan melalalui pemuka masyarakat, dan kegiatan lainnya. Persoalan kejahatan tidak hanya diarahkan pada penyelesaian melalui proses peradilan,tetapi bisa melalui non peradilan. (Marlina, 2009:15-16)

Romli Atmasasmita, dalam bukunya Teori dan Kapita Selekta Kriminologi, menyebutkan menurut teori labeling, “label atau cap dapat memperbesar penyimpangan tingkah laku (kejahatan) dan dapat membentuk karier kriminal seseorang. Seseorang yang telah memperoleh cap/label dengan sendirinya akan menjadi perhatian orang-orang di sekitarnya”. (Melani,

Pemenjaraan Anak, www.pikiranrakyat.com. )

Untuk itu di dalam prinsip Beijing Rules mengatur anak pelaku tindak pidana dihindarkan dari penjatuhan pidana penjara. Penjatuhan pidana merupakan upaya terakhir yang urgent, karena penjatuhan pidana terhadap pelaku anak akan membawa dampak yang kurang bijak serta berakibat anak masuk lembaga pemasyarakatan anak. Di dalam lembaga pemasyarakatan anak kondisi untuk perkembangan anak ke depannya sangat memprihatinkan, melihat kondisi lembaga pemasyarakatan yang kelebihan penghuninya, keterbatasan sarana dan prasarana, serta pembinaan yang terbatas dalam hal jumlah dan keterampilan. Panjangnya proses peradilan yang dijalani anak pelaku tindak pidana, sejak proses penyidikan kepolisian di kepolisian sampai selesai menjalankan hukuman di lembaga pemasyarakatan merupakan sebuah gambaran kesedihan seorang anak. Kejadian selama proses peradilan akan menjadi trauma tersendiri yang sulit dilupakan bagi anak. Selain itu, dilema lain yang dihadapi oleh narapidana anak yaitu adanya penilaian masyarakat (stigmatisasi). Masyarakat masih ada yang menilai anak yang pernah melalalui sistem peradilan pidana (melakukan tindak pidana) biasanya akan

commit to user

sangat sulit dihilangkan dari pandangan masyarakat. (Marlina, 2009:12-13) Dalam hal ini upaya penanggulangan berbagai perbuatan dan tingkah

laku sosial yang menyimpang dalam diri anak, tidak boleh dilupakan kedudukannya dengan segala karakternya yang khusus. Anak-anak mempunyai hak-hak yang secara spesifik berbeda dengan hak-hak manusia dewasa sebagai warga negara, dan dalam segala keadaan hak-hak anak ini harus didahulukan dari kepentingan yang lain. Walaupun pada dasarnya dan dalam batas wajar telah menentukan sendiri tingkah laku perbuatan berdasarkan pikiran, perasaan, kehendaknya, tapi karena kondisinya sebagai anak, keadaan sekitarnya dapat berpengaruh lebih besar dalam menentukan sikap dan nilai pribadinya. Anak-anak memerlukan kondisi dalam keluarga dan masyarakat yang memungkinkan mereka tumbuh kembang secara wajar dan optimal sesuai dengan harkat dan martabatnya sebagai anak akan menjadi manusia dewasa.

Restorative justice merupakan metode yang tepat dalam penyelesaian hukum kepada pelaku tindak pidana yang dilakukan anak. Karena fokus utama dalam pendekatan keadilan restoratif adalah memperbaiki kerusakan- kerusakan sosial yang disebabkan oleh pelaku. Kemudian memulihan korban dan pelaku untuk dapat diterima di masyarakat. Dalam konsep ini, kasus yang yang melibatkan anak tidak selalu perlu diproses secara hukum, cukup diselesaikan melalui komunitas dengan jalan kekeluargaan. Proses ini diharapkan akan mengurangi dampak pada anak yang berkonflik dengan hukum yang kadang lebih buruk dari pada perilaku kriminalnya itu sendiri. Untuk dapat mencapai keadilan restoratif yang sesungguhnya maka masyarakat, korban, dan pelaku harus terlibat aktif dalam proses tersebut dengan cara menyerahkan penyelesaiannya melalui musyawarah dan mufakat dengan warga, lingkungan, RT, RW, Ketua Adat, Tokoh Agama, Guru sekolah dan keluarga pelaku serta keluarga korban.

commit to user

restoratif, dalam menangani tindak pidana yang dilakukan oleh anak diharapkan langkah penyelesaian yang tepat, dimana anak yang dituduh melakukan tindak pidana, boleh dan bisa tidak ditahan terlebih dulu sebelum tuduhan yang dituduhkan tersebut benar-benar terbukti menurut hukum, sepanjang polisi mampu memaksimalkan hak diversi tersebut dengan menggunakan konsep keadilan restoratif, jika suatu waktu tuduhan itu terbukti menurut hukum, sanksi pidana berupa penahanan dan pemenjaraan bukanlah solusi terbaik, sepanjang masih ada sanksi tindakan yang berupa; pengembalian kepada orang tua, menyerahkan kepada negara, menyerahkan kepada Departemen Sosial, atau pemberian teguran serta syarat tambahan. Jadi, restorative justice merupakan alternatif juvenile justice system, di mana anak tidak harus menempuh sanksi pidana berupa penahanan dan pemenjaraan, sebagai wujud penghargaan terhadap hak-hak anak.

Mewujudkan penghargaan terhadap hak-hak anak, khususnya anak yang mempunyai masalah perilaku sosial atau anak pelaku tindak pidana, maka Departemen Sosial Republik Indonesia mendirikan Panti Sosial Marsudi Putra (PSMP) ANTASENA yang dibangun tahun 1982 melalui Proyek Bantuan Dan Pengentasan ANKN Kanwil Departemen Sosial Provinsi Jawa Tengah dengan nama SRAN “AMONG PUTRO” dan diresmikan oleh Menteri Sosial Sapardjo pada tanggal 30 april 1982 dan mulai operasional bulan Agustus 1982. Berdasarkan keputusan Menteri Sosial R.I No.6/HUK/1994, tanggal 5 February 1994 berganti nama menjadi PSMP “ANTASENA” Magelang.

Berdasakan latar belakang tersebut maka penulis merasa perlu untuk meneliti dan tertarik untuk mengetahui secara jelas dan terperinci yang akan penulis tuangkan ke dalam skripsi yang berjudul “ PENERAPAN

MEMBERIKAN PERLINDUNGAN TERHADAP ANAK YANG MELAKUKAN TINDAK PIDANA (Studi Kasus Pemulihan Kondisi dan Fungsi

commit to user

MAGELANG) ”.

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka dalam penelitian ini penulis merumuskan dalam dua pokok permasalahan, yaitu :

1. Bagaimana pengaturan pelayanan restorative justice terhadap anak pelaku tindak pidana ?

2. Bagaimana bentuk penerapan restorative justice di Panti Sosial Marsudi Putra (PSMP) ANTASENA dalam upaya memberikan perlindungan hukum terhadap anak yang melakukan tindak pidana ?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian merupakan suatu target yang hendak dicapai dalam suatu penelitian sebagai suatu solusi atas masalah yang dihadapi (tujuan obyektif), maupun untuk memenuhi kebutuhan perorangan (tujuan subyektif). Dalam penelitian ini, tujuan yang hendak dicapai adalah :

1. Tujuan Obyektif

a. Untuk mengetahui pengaturan pelayanan restorative justice terhadap anak yang melakukan tindak pidana.

b. Untuk memperoleh jawaban bentuk penerapan restorative justice di Panti Sosial Marsudi Putra (PSMP) ANTASENA dalam upaya memberikan perlindungan hukum terhadap anak yang melakukan tindak pidana.

commit to user

a. Untuk menambah wawasan pengetahuan, serta pemahaman penulis terhadap penerapan teori-teori yang telah penulis terima selama menempuh kuliah untuk mengatasi masalah hukum yang terjadi di masyarakat.

b. Untuk memperoleh data yang lengkap guna penulisan skripsi sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Hukum di Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta.

D. Manfaat Penelitian

Suatu penelitian tentunya diharapkan dapat memberikan manfaat bagi berbagai pihak. Adapun manfaat dari penelitian ini yaitu :

1. Manfaat Teoritis

a. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat pada pengembangan ilmu pengetahuan di bidang ilmu hukum pada umumnya dan bidang Hukum Pidana pada khususnya.

b. Penelitian ini diharapkan dapat memperkaya referensi dan literatur dalam dunia kepustakaan tentang kajian mengenai perlindungan hukum terhadap pelaku tindak pidana.

c. Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai acuan terhadap penelitian sejenis untuk tahap berikutnya.

2. Manfaat Praktis

a. Memberikan jawaban atas pokok permasalahan dalam penelitian ini. Penelitian ini diharapkan dapat mengembangkan penalaran, pola pikir dinamis dan untuk mengetahui kemampuan penulis dalam menerapkan ilmu hukum yang diperoleh selama bangku kuliah.

b. Penelitian ini diharapkan dapat membantu, memberikan tambahan masukan dan pengetahuan kepada pihak-pihak terkait dengan masalah

commit to user

permasalahan yang sama.

E. Metode Penelitian

Istilah “Metodologi” berasal dari kata “metode” yang berarti “jalan ke”, namun demikian, menurut kebiasaan metode dirumuskan dengan kemungkinan-kemungkinan sebagai berikut :

1. Suatu tipe pemikiran yang dipergunakan dalam penelitian dan penilaian.

2. Suatu teknik yang umum bagi ilmu pengetahuan.

3. Cara tertentu melaksanakan suatu prosedur. (Soerjono Soekanto, 2010:5)

Penelitian merupakan suatu kegiatan ilmiah yang berkaitan dengan analisa dan konstruksi, yang dilakukan secara metodologis, sistematis, dan konsisten. Metodologis berarti sesuai dengan metode atau cara tertentu, sistematis adalah berdasarkan suatu sistem, sedangkan konsisten berarti tidak adanya hal-hal yang bertentangan dengan kerangka tertentu. Penelitian hukum pada dasarnya merupakan suatu kegiatan ilmiah yang didasarkan pada metode, sistematika dan pemikiran tertentu, yang bertujuan untuk mempelajari satu atau beberapa gejala hukum tertentu dengan jalan menganalisisnya, kecuali itu, maka juga diadakan pemeriksaan yang mendalam terhadap fakta hukum tersebut untuk kemudian mengusahakan suatu pemecahan atas permasalahan-permasalahan yang timbul dalam gejala bersangkutan. (Soerjono Soekanto, 2010:42-43)

Metode penelitian dapat diartikan sebagai cara untuk memecahkan masalah dengan jalan menemukan, mengumpulkan, menyusun data guna mengembangkan data menguji kebenaran suatu pengetahuan yang hasilnya

commit to user

dalam penulisan hukum ini meliputi :

1. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang digunakan penyusunan dalam penelitian ini adalah penelitian hukum empiris atau “sosiologis”. Pada penelitian hukum empiris, maka yang diteliti pada awalnya adalah data sekunder, kemudian dilanjutkan pada data primer di lapangan, atau terhadap masyarakat. (Soerjono Soekanto, 2010:52)

Penelitian ini mengkaji mengenai bagaimanakah pengaturan pelayanan restorative justice terhadap anak yang melakukan tindak pidana , bagaimanakah bentuk penerapan restorative justice di Panti Sosial Marsudi Putra (PSMP) ANTASENA dalam upaya memberikan perlindungan hukum terhadap anak yang melakukan tindak pidana. Untuk dapat menjawab permasalahan di atas, maka peneliti akan melakukan penelitian melalui suatu proses wawancara (interview) dengan mengajukan pertanyaan kepada Kepala dan staf-staf Panti Sosial Marsudi Putra (PSMP) ANTASENA Magelang, sehingga penelitian ini dapat dikategorikan sebagai penelitian hukum empiris.

2. Sifat Penelitian Sifat penelitian ini adalah penelitian deskriptif. Menurut Soerjono Soekanto, penelitian deskriptif adalah penelitian yang dimaksudkan untuk memberikan data seteliti mungkin tentang manusia, keadan atau gejala- gejala lainnya. Maksud dari penelitian deskriptif adalah terutama untuk mempertegas hipotesa-hipotesa agar dapat membantu dalam memperkuat teori-teori baru. (Soerjono Soekanto, 2010:10)

Penelitian ini memberikan gambaran yang lengkap mengenai pengaturan pelayanan restorative justice terhadap anak yang melakukan

commit to user

Marsudi Putra (PSMP) ANTASENA dalam upaya memberikan perlindungan hukum terhadap anak yang melakukan tindak pidana.

3. Pendekatan Penelitian Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif, yaitu suatu tata cara penelitian yang menghasilkan data deskriptif yang dinyatakan oleh responden secara tertulis atau lisan, dan juga perilaku yang nyata yang diteliti dan dipelajari sebagai suatu yang utuh. (Soerjono Soekanto, 2010:250)

4. Jenis dan Sumber Data Penelitian Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian hukum ini terdiri dari :

a. Data Primer Data primer adalah data yang diperoleh secara langsung dari sumber pertama atau melalui penelitian di lapangan yaitu melalui wawancara (interview) untuk memperoleh keterangan dari pihak-pihak yang terkait dengan permasalahan yang diteliti. Sumber data primer merupakan data yang diperoleh langsung dari sumber pertama yakni perilaku warga masyarakat melalui penelitian. (Soerjono Soekanto, 2010:12)

Adapun sumber data primer yang diperoleh dalam penelitian ini secara langsung dari lapangan berdasarkan keterangan dari pihak Panti Sosial Marsudi Putra (PSMP) ANTASENA Magelang yang beralamat di Jln. Raya Magelang Purworejo Km 14 Salaman Magelang, terkait dengan permasalahan yang sedang diteliti.

b. Data Sekunder Sumber data sekunder adalah sumber data yang secara tidak langsung memberikan keterangan yang bersifat mendukung sumber

commit to user

menjadi 3 (tiga) yaitu ; bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, dan bahan hukum tersier. (Soerjono Soekanto, 2008:52)

Sumber data sekunder dari penelitian ini adalah sebagai berikut :

1) Bahan Hukum Primer

Bahan hukum primer yang penulis gunakan antara lain :

a. Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

b. Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP).

c. Kitab Undang-undang Hukum Perdata (KUHPerdata).

d. Undang-Undang No 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan.

e. Undang- Undang Nomor 4 Tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak.

f. Undang-undang

Nomor 3 Tahun 1995 tentang

Kemasyarakatan.

g. Undang- undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak.

h. Undang-undang Nomor 5 Tahun 1998 tentang Ratifikasi Konvensi Menentang Penyiksaan dan Perlakuan/Hukuman yang Kejam, Tidak Manusiawi, dan Merendahkan (Convention Against Torture and Other Cruel, Inhuman, or Degrading Treatment, or Punishment ).

i. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Azasi Manusia. j. Undang- undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan

Anak. k. Keputusan Presiden RI Nomor 77 Tahun 2003 tentang Komisi

Perlindungan Anak.

commit to user

tanggal 24 Februari 2010 dalam sidang uji materi terhadap Undang-Undang Nomor 3 tahun1997 tentang Pengadilan Anak.

m. Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) Tahun 1954, tentang Prajuana/Bantuan Hukum Cuma-Cuma kepada Anak Miskin. n. Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) No. 6 Tahun 1959 tentang Persidangan Anak Harus Dilakukan Secara Tertutup. o. Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) No. 6 Tahun 1987, tanggal 16 November 1987 tentang Tata Tertib Sidang Anak. p. Surat Edaran Jaksa Agung RI SE-002/j.a/4/1989 tentang

Penuntutan terhadap Anak. q. Surat Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum B- 532/E/11/1995, 9 November 1995 tentang Petunjuk

Penuntutan Terhadap Anak. r. MOU 20/PRS-2/KEP/2005 DitBinRehSos Depsos RI dan DitPasDepKumHAM RI tentang Pembinaan Luar Lembaga bagi Anak yang Berhadapan dengan Hukum.

s. Surat

Agung RI MA/Kumdil/31/I/K/2005 tentang kewajiban setiap Pengadilan Negeri menata ruang sidang khusus dan ruang tunggu khusus untuk anak yang akan disidangkan.

t. TR/1124/XI/2006 dari Kaberskrim POLRI tanggal 16 November 2006 dan TR/395/VI/2008 tanggal 9 Juni 2008 tentang Pelaksanaan Diversi dan Restorative Justice dalam Penanganan ABH.

u. Himbauan Ketua MARI untuk menghindari penahanan pada anak yang mengutamakan putusan berupa tindakan dari pada penjara, tanggal 16 Juli 2007.

v. Peraturan KAPOLRI 10/200, 6 Juli 2007 tentang Unit Pelayanan Perempuan dan Anak (UP2A) dan 3/2008 tentang

commit to user

atau Korban Tindak Pidana Anak. w. Kesepakatan Bersama antara Departemen Sosial RI No. 12/PRS-2/KPTS/2009, Departemen Hukum dan HAM RI No. M.HH.04.HM.03.02 Th 2009, Departemen Pendidikan Nasional RI No. 11/XII/KB/2009, Departemen Agama RI No. 06/XII/2009, dan Kepolisian Negara RI No. B/43/XII/2009 tentang Perlindungan dan Rehabilitasi Sosial Anak yang Berhadapan dengan Hukum, tanggal 15 Desember 2009.

x. Surat Keputusan Bersama Ketua MA RI, Jaksa Agung RI, Kepala Kepolisia Negara RI, Menteri Hukum dan HAM RI, Menteri Sosial RI, Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak

RI, No.166/KMA/SKB/XII/2009, No.1484A/A/JA/12/2009, No.M.HH-08 HM.03.02 Tahun 2009,

No.10/PRS-2/KPTS/2009,

No.02/Men.PP, dan PA/XII/2009 tanggal 22 Desember 2009 tentang Penanganan Anak yang Berhadapan dengan Hukum.

2) Bahan hukum sekunder

Bahan hukum sekunder dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

a. Hasil karya ilmiah para sarjana yang terkait dengan penelitian ini.

b. Hasil-hasil penelitian yang releven dengan penelitian ini.

3) Bahan hukum tersier

Bahan hukum tersier adalah bahan hukum yang memberikan petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder, di antaranya adalah :

a. Kamus-kamus (hukum).

b. Media internet yang relevan dengan penelitian ini.

5. Teknik Pengumpulan Data

commit to user

penelitian ini yaitu :

a. Studi Lapangan Studi lapangan merupakan pengumpulan data dengan cara penelitian, dan untuk mendapatkan data yang diperlukan dengan cara wawancara. Wawancara merupakan cara yang digunakan untuk memperoleh keterangan secara lisan guna mencapai tujuan tertentu.

Yang bertujuan untuk mengumpulkan keterangan tentang kehidupan manusia serta pendapat-pendapat mereka (Burhan Ashsofa, 2001: 95). Dalam hal ini, wawancara akan dilakukan berdasarkan kerangka pertanyaan yang telah disusun kepada responden untuk memperoleh data. Hasil wawancara baik lisan maupun tertulis kemudian dicatat dan diolah secara sistematik.

Adapun wawancara dilakukan dengan Kepala Bagian atau pegawai serta anak-anak penerima manfaat di PSMP ANTASENA Magelang.

b. Studi Kepustakaan Studi kepustakaan yang penyusun gunakan yaitu pengumpulan data dengan cara membaca, mengkaji, dan mempelajari bahan-bahan pustaka baik berupa peraturan perundang-undangan, artikel-artikel dari internet, jurnal, makalah, dokumen, serta bahan-bahan lain yang berhubungan dengan masalah yang diteliti.

6. Teknik Analisis Data Teknik analisis data merupakan hal yang penting dalam penelitian karena akan menetukan kualitas penelitian tersebut. Analisa data adalah proses mengorganisasikan dan mengurutkan data ke dalam pola, kategori, dan satuan uraian dasar sehingga dapat ditentukan tema dan dapat dirumuskan hipotesa kerja seperti yang disarankan oleh data. (Lexy J. Moleong, 2009:280)

Teknik analisis data yang digunakan peneliti dalam penelitian ini adalah secara kualitatif dengan model interaktif yaitu komponen reduksi

commit to user

data, kemudian setelah terkumpul maka ketiga komponen tersebut berinteraksi dan bila kesimpulan dirasakan kurang, maka perlu verifikasi dan penelitian kembali mengumpulkan data lapangan. (HB Sutopo, 1999:8) Ketiga komponen tersebut diuraikan sebagai berikut :

a. Reduksi Data Merupakan suatu proses seleksi, penyederhanaan, dan abstraksi dari data fieldone. Proses ini berlangsung terus sepanjang pelaksanaan penelitian, yang dimulai dari sebelum pengumpulan data.

b. Penyajian Data Merupakan suatu realita organisasi informasi yang memungkinkan kesimpulan penelitian dapat dilakukan, sajian data, meliputi berbagai jenis matriks, gambar atau skema, jaringan kerja, kaitan kegiatan dan juga tabel.

c. Kesimpulan dan verifikasi Dalam pengumpulan data peneliti harus sudah memahami arti berbagai hal yang ditemui, dengan melakukan pencatatan-pencatatan, peraturan-peraturan, pola-pola, pertanyaan-pertanyaan, konfigurasi- konfigurasi, arahan sebab akibat dan berbagai reposisi kesimpulan yang diverifikasi.

Analisis data kualitatif dengan model interaktif tersebut dapat digambarkan dengan skema sebagai berikut :

Pengumpulan Data

Reduksi Data

Sajian Data

Penarikan Kesimpulan/ Verifikasi

commit to user

Gambar 1. Model Analisis Interaktif

Pada saat pengumpulan data, penyusun membuat reduksi dan sajian data. Reduksi dan sajian data tersebut harus disusun pada saat penyusun sudah memperoleh unit data dari sejumlah unit data yang diperlukan dalam penelitian. Pada saat pengumpulan data berakhir, kemudian penyusun menarik kesimpulan data verifikasi berdasarkan pada semua hal yang terdapat dalam reduksi maupun sajiannya. Jika kesimpulan dirasa kurang mantap karena kurangnya rumusan dalam reduksi maupun maupun sajiannya, maka penyusun dapat kembali melakukan kegiatan pengumpulan data yang sudah terfokus untuk mencari pendukung kesimpulan yang ada dan juga bagi pendalaman data. (HB. Sutopo, 2002:95-96)

Setelah proses analisis data dengan model interaktif menghasilkan kesimpulan, kemudian penyusun menggunakan metode interprestasi atau penafsiran terhadap kesimpulan tersebut yaitu dengan cara menafsirkan data di lapangan sesuai dengan kerangka teori yang digunakan. Hal ini dilakukan dengan acuan teori yang dibandingkan dengan pengalaman, praktik, atau penilaian dan pendapat penyusun. Dalam penelitian ini secara garis besar, penyusun memperoleh data kemudian dikumpulkan dari hasil wawancara (interview) kepada Kepala Panti, pegawai, dan anak- anak penerima manfaat di Panti Sosial Marsudi Putra (PSMP) ANTASENA Magelang. Langkah berikutnya adalah mencari hubungan dengan data yang ada dan disusun secara logis, sistematis berdasar kajian yuridis, sehingga diperoleh gambaran secara jelas tentang penerapan restorative justice dalam memberikan perlindungan tindak pidana anak di PSMP ANTASENA Magelang.

commit to user

F. Sistematika Penulisan Hukum

Untuk memberikan gambaran secara jelas mengenai keseluruhan dari isi penulisan hukum (skripsi) ini, maka penulis membagi penulisan hukum (skripsi) ini menjadi lima bab. Adapun sistematika penulisan hukum (skripsi) ini adalah sebagai berikut :

BAB I : PENDAHULUAN

Dalam bab ini dibagi menjadi 4 (empat) kategori sebagai berikut:

A. Latar Belakang

B. Perumusan Masalah

C. Tujuan Penulisan

D. Manfaat Penulisan

E. Metode Penulisan Hukum

F. Sistematika Penulisan Hukum.

BAB II : TINJAUAN PUSTAKA

A. Kerangka Teori

1. Tinjauan Umum Anak

2. Tinjauan Umum Restorative Justice

3. Tinjauan Umum Tentang Tindak Pidana Anak

B. Kerangka Pemikiran

BAB III : HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Pada bab ini penulis menguraikan mengenai pembahasan dari hasil yang diperoleh dari penelitian. Berdasarkan rumusan masalah yang diteliti, terdapat dua pokok masalah yang dibahas dalam penulisan ini, yaitu :

commit to user

yang melakukan tindak pidana.

B. Bentuk penerapan restorative justice di Panti Sosial Marsudi Putra (PSMP) ANTASENA dalam upaya memberikan perlindungan hukum terhadap anak yang melakukan tindak pidana.

BAB IV : PENUTUP

Pada bab ini penulis menguraikan mengenai kesimpulan yang dapat diperoleh dari hasil pembahasan yang telah dilakukan, serta merekomendasikan saran-saran pada pihak terkait dengan bahasan penulis hukum

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN

commit to user

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Kajian Teori

1. Tinjauan Umum Tentang Anak

a. Pengertian dan Batas Usia Anak

Arti penting bagi orang tua bahwa anak dalam keluarga adalah pembawa bahagia. Arti ini memberikan isi, nilai, kepuasan, kebanggaan, dan rasa kepuasan diri yang disebabkan oleh keberhasilan orang tuanya yang telah memiliki keturunan, yang akan melanjutkan semua cita-cita harapan dan eksistensinya. Definisi tentang pengertian anak dan batas usia anak berbeda-beda di perangkat hukum Indonesia. Pada dasarnya batas usia anak merupakan pengelompokkan usia maksimum sebagai wujud kemampuan anak dalam status hukum. Hal tersebut mengakibatkan beralihnya status usia anak menjadi usia dewasa atau menjadi subjek hukum yang dapat bertanggung jawab secara mandiri terhadap perbuatan dan tindakan hukum yang dilakukannya.

Berikut ini adalah definisi tentang anak dan batas usia pada anak menurut ilmu hukum :

1. Menurut Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) Dalam Pasal 45 KUHP, mendefinisikan anak yang belum dewasa

apabila belum berumur 16 (enam belas) tahun. Ketentuan mengenai

commit to user

46 dan 47 KUHP. Namun pasal-pasal tersebut telah dihapus seiring dengan diterbitkannya UU No. 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak yang diatur dalam Pasal 1 ayat (2) bahwa batas usia anak yang dapat dipidana yang telah mencapai umur antara 8 (delapan) tahun sampai 18 (delapan belas) tahun dan belum pernah kawin.

2. Menurut Hukum Perdata Bagi golongan timur asing bukan Tionghoa berlaku Lembar Negara

1925-556 paragraf 1 Pasal 1 bagian Ac. Yang isinya sama dengan Pasal 330 KUHPerdata. Berarti untuk golongan Arab yang beragama Islam istilah belum dewasa diartikan menurut ukuran Hukum Barat dan bukan menurut ukuran Hukum Islam. Walaupun akan tetapi bila dalam Hukum Adat tidak mengenal ukuran umur, akan tetapi bila dalam peraturan perundang-undangan yang ditujuakan kepada golongan pribumi terdapat istilah “belum dewasa”, maka yang dimaksud di sini bukan “belum dewasa” menurut Hukum Adat melainkan pengertian belum dewasa yang ditentukan oleh Lembar Negara 1931-54 yang berbunyi :

a. Apabila dalam peraturan-peraturan undang-undang terpakai istilah “minderjarig”, yang dimaksud di sini (golongan pribumi) : orang yang belum mencapai usia 21 tahun dan belum kawin ;

b. Bila perkawinan terputus sebelum mencapai umur 21 tahun, mereka tidak dewasa lagi ;

c. Yang dimaksud dengan perkawinan oleh ordonansi ini bukanlah perkawinana anak-anak, yaitu perkawinan antar anak-anak yang masih sangat muda dan tidak diikuti dengan hidup bersama. (Sri Widoyati Wiratmo Soekito, 1988:48)

3. Menurut hukum Perburuhan Pengertian anak menurut Pasal 1 (1) Undang-undang Nomor 12 tahun 1948 tentang Undang-undang Pokok Perburuhan mendefinisikan, anak adalah orang laki-laki atau perempuan berumur 14 (empat belas) tahun ke bawah.

4. Menurut Undang-undang Perkawinan

commit to user

berikut:

a) Pasal 7 ayat (1), menyebutkan batas usia minimum untuk dapat kawin bagi seorang pria, yaitu 19 (sembilan belas) tahun dan bagi seorang wanita, yaitu 16 (enam belas) tahun.

b) Pasal 47 ayat (1), menyebutkan batas usia minimum 18 (delapan belas) tahun berada dalam kekuasaan orang tua selama kekuasaan itu tidak dicabut.

c) Pasal 50 ayat (1), menyebutkan batas usia anak yang belum mencapai usia 18 (delapan belas) tahun atau belum pernah kawin berada pada status perwalian.

5. Menurut Undang-undang Kesejahteraan Anak Undang-undang Kesejahteraan Anak (UU No. 4 tahun 1979) menentukan bahwa, anak adalah seorang yang belum mencapai umur 21 (dua puluh satu) tahun dan belum pernah kawin.

6. Menurut Undang-undang Pengadilan Anak Undang-undang Pengadilan Anak (Undang-undang No.3 Tahun 1997) Pasal 1 (2) merumuskan, bahwa anak adalah orang dalam perkara Anak Nakal yang telah mencapai umur 8 (delapan) tahun tetapi belum mencapai umur 18 (delapan belas) tahun. Sedangkan syarat ke dua si anak belum pernah kawin. Maksudnya tidak sedang terikat dalam perkawinan ataupun pernah kawin dan kemudian cerai. Apabila si anak sedang terikat dalam perkawinan atau perkawinannya putus karena perceraian, maka si anak dianggap sudah dewasa, walaupun umurnya belum genap 18 (delapan belas) tahun.

7. Menurut Undang-undang Hak Asasi Manusia

commit to user

Hak Asasi Manusia Pasal 1 ayat (5) yang berbunyi, “Anak adalah setiap manusia yang berusia 18 (delapan belas) tahun dan belum menikah termasuk anak yang masih dalam kandungan apabila hal tersebut demi kepentingannya”.

8. Menurut Undang-undang Perlindungan Anak Pengertian anak menurut undang-undang Nomor 23 tahun 2002 tentang perlindungan anak disebutkan dalam Bab I Ketentuan Umum Pasal 1 angka 1 bahwa “Anak adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk anak dalam kandungan”.

9. Menurut Konvensi Hak Anak (Converention on the Rights of the Child) Pada Pasal 1 bagian 1 Konvensi Hak Anak menyebutkan bahwa sebagai berikut: “Seorang anak adalah bagian setiap manusia yang berusia di bawah 18 (delapan belas) tahun kecuali berdasarkan undang-undang yang berlaku bagi anak-anak kedewasaan dicapai lebih cepat.”

10. Menurut Hukum Adat Menurut Irma Setyowati Sumitro dalam buku Perlindungan Hukum Terhadap Anak , “hukum adat menentukan bahwa ukuran seseorang telah dewasa bukan karena umurnya, tetapi ukuran yang telah dipakai adalah: dapat bekerja sendiri; cakap melakukan yang disaratkan dalam kehidupan masyarakat; dapat mengurus kekayaan sendiri”. (Maidim Gultom, 2010:31)

11. Menurut Hukum Islam

commit to user

yang belum akil baliqh”. (Maidin Gulton, 2010:31)

12. Menurut Hukum Tata Negara Di dalam lapangan Hukum Tata Negara, hak memilih dalam Pemilu misalnya seseorang dianggap telah mampu bertanggung jawab atas perbuatan hukum yang dilakukannya kalau ia sudah mencapai usia 17 (tujuh belas) tahun.

Melihat dari hal-hal tersebut dapat diperoleh suatu kesimpulan bahwa penetapan batas umur anak adalah relatif tergantung pada kepentingannya.

b. Hak dan Kewajiban Anak

Pada tanggal 20 November 1959 Sidang Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) telah mensahkan Deklarasi tentang hak-hak anak. Deklarasi ini memuat 10 (sepuluh) asas tentang hak-hak anak, yaitu :

1. Anak berhak menikmati semua hak-haknya tanpa ada diskriminasi.

2. Anak berhak memperoleh perlindungan khusus dan harus memperoleh kesempatan yang dijamin oleh hukum dan sarana lain.

3. Anak sejak dilahirkan berhak akan nama dan kebangsaan.

4. Anak berhak dan harus dijamin secara kemasyarakatan untuk tumbuh dan berkembang secara sehat.

5. Anak yang cacat fisik, mental, dan lemah kedudukan sosialnya akibat keadaan tertentu harus memperoeh pendidikan, perawatan, dan perlakuan khusus.

6. Anak berhak mendapatkan perhatian dan kasih sayang.

7. Anak berhak mendapatkan pendidikan wajib secara cuma-cuma minimal di tingkat dasar.

8. Anak harus didahului menerima perlindungan dan pertolongan.

commit to user

penghisapan.

10. Anak harus dihindari dari bentuk diskriminasi dalam bentuk apapun. (Maidin Gultom, 2010:45)

Selain itu menurut kesadaran nasional atau justifikasi konstitusional melindungi anak sebagai urusan utama dalam berbangsa dan bernegara, tertuang dalam Pasal 28 ayat (2) UUD 1945 secara ekplisit telah menegaskan hak-hak konstitusional anak yang berbunyi,“Setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh dan berkembang, dan perlindungan dari berbagai bentuk kekerasan dan diskriminasi ”. Oleh karena itu, Negara Republik Indonesia secara konstitusional telah eksplisit mengakui, menghormati dan melindungi hak-hak konstitusional anak yakni:

a. hak atas kelangsungan hidup;

b. hak atas tumbuh dan berkembang, dan;

c. hak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi; Pengakuan, penghormatan dan jaminan serta perlindungan hak-hak anak

dimaksud merupakan realisasi dari kewajiban negara dan sekaligus pemenuhan hak-hak kewarganegaraan sebagai suatu “penganugerahan hak-hak sosial kepada rakyatnya” (the granting of social rights).

(Surat Keputusan Mahkamah Agung No. 1/PUU-VIII/2010 )

Sedangkan dalam Undang-undang No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, hak-hak anak diatur sebagai berikut :

1. Hak untuk hidup, tumbuh, berkembang dan berpartisipasi (Pasal 4).

2. Hak mempunyai nama dan status kewarganegaraan (Pasal 5).

3. Hak beribadah (Pasal 6).

4. Hak mengetahui orang tuanya (Pasal 7).

5. Hak layanan kesehatan dan jaminan sosial (Pasal 8).

6. Hak pendidikan (Pasal 9).

7. Hak didengar pendapatnya (Pasal 10).

8. Hak beristirahat (Pasal 11).

9. Hak mendapatkan rehabilitasi dan bantuan sosialterhadap anak menyandang cacat (Pasal 12).

10. Hak perlindungan dari diskriminasi (Pasal 13).

commit to user

14).

12. Hak perlindungan dari peristiwa darurat (Pasal 15).

13. Hak perlindungan dari penganiayaan dan proses pemeriksaan (Pasal 16).

14. Hak mendaptak perlakuan manusiawi (Pasal 17).

15. Hak mendapatkan bantuan hukum (Pasal 18). Sementara itu kewajiban anak diatur pada Pasal 19 Undang-undang

No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak sebagai berikut :

1. Menghormati orang tua, wali, dan guru.

2. Mencintai keluarga, masyarakat, dan menyayangi teman.

3. Mencintai tanah air, bangsa, dan negara.

4. Menunaikan ibadah sesuai dengan ajaran agamanya.

5. Melaksankan etika dan akhlak yang mulia.

2. Tinjauan Tentang Restorative Justice

a. Pengertian Restorative Justice

Pendekatan penghukuman terhadap anak pelaku tindak pidana dalam kerangka sistem pemasyarakatan sebagai pendekatan utama mengandung risiko dan konsekuensi yang sangat besar yaitu menyangkut nasib dan masa depan anak sekembalinya dari proses penghukuman. Upaya penanggulangan kejahatan dengan pendekatan nonpenal merupakan bentuk upaya yang efektif dalam melindungi anak pelaku tindak pidana.

Restorative Justice menawarkan solusi terbaik dalam menyelesaikan kasus kejahatan yaitu dengan memberikan keutamaan pada inti permasalahan dari suatu kejahatan. Penyelesaian yang penting untuk

commit to user

disebabkan terjadinya kejahatan tersebut. Pelaksanaan restorative justice diawali dengan upaya diskresi dari pihak kepolisian, yaitu kewenangan yang dimiliki Polisi untuk menghentikan penyidikan perkara dengan membebaskan tersangka anak, ataupun melakukan pengalihan dengan tujuan agar anak terhindar dari proses hukum lebih lanjut. (Unicef, 2004 : 225). Kemudian salah satu tindakan dari diskresi adalah diversi, yaitu pengalihan penanganan kasus-kasus anak yang diduga telah melakukan tindak pidana dari proses formal dengan atau tanpa syarat. (Unicef, 204 : 330). Pelaksanaan diversi melalui pendekatan persuasif atau pendekatan dan pemberian kesempatan terhadap pelaku untuk berubah, karena dengan diversi hak-hak asasi anak dapat lebih terjamin, dan menghindarkan anak dari stigma sebagai “anak nakal”, karena tindak pidana yang diduga melibatkan seorang anak sebagai pelaku dapat ditangani tanpa perlu melalui proses hukum. Tujuan dari diversi yaitu :

1. Untuk menghindari penahanan;

2. Untuk menghindari cap/label sebagai penjahat;

3. Untuk meningkatkan keterampilan hidup bagi pelaku;

4. Agar pelaku bertanggung jawab atas perbuatannya;

5. Untuk mencegah pengulangan tindak pidana;

Dokumen yang terkait

PENGENALAN BENTUK GEOMETRI DALAM PEMBELAJARAN MELALUI PERMAINAN PUZZLE PADA ANAK USIA 3-4 TAHUN Widariyati M Syukri, Halida Program Studi Pendidikan Guru Pendidikan Anak Usia Dini FKIP UNTAN Email: Wid_Ariyatigmail.com Abstract: This research is based on

0 0 12

Penerapan Contractor Safety Management System (Csms) Tahap Prakualifikasi di PT. Pageo Utama Jakarta Selatan

2 13 92

MODAL SOSIAL DAN REFLEKSIVITAS DALAM MASYRAKAT RISIKO ( Suatu Kajian terhadap Anggota Klub Motor Wonogiri King Club (WKC) )

0 1 265

Makna Simbol dalam Film ”Cin(T)A”: Sebuah Tinjauan Semiotika

0 0 117

Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Sistem Tanam Benih Langsung di Kabupaten Karanganyar

0 2 139

Tindakan Hukum Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) dalam Melakukan Likuidasi Bank Perusahaan Daerah

0 0 66

Helena Rita, Muhamad Ali, Halida Program Studi Pendidikan Guru Pendidikan Anak Usia Dini FKIP Untan Pontianak Email: rita878889gmail.com Abstract: The purpose of this research is to know the improvement of gross motor

0 0 11

1 PENGARUH VIDEO PEMBELAJARAN TERHADAP MOTIVASI BELAJAR BAHASA INGGRIS DI TK AL-AZHAR 21 PONTIANAK Rinda Nikenindiana Sukamto, Aunurrahman, Lukmanulhakim Program Studi Pendidikan Anak Usia Dini FKIP Untan Pontianak Email: Rinda.Nikenindianagmail.com Abstr

0 1 11

PENINGKATAN KEMAMPUAN MENYIMAK MELALUI METODE MENDONGENG MENGGUNAKAN MEDIA PAPAN FLANEL Krisensiana, Marmawi R, Dian Miranda Program Studi Pendidikan Anak Usia Dini, FKIP Untan Pontianak Email: kirisensiana21gmail.com Abstract - PENINGKATAN KEMAMPUAN MENY

0 0 11

Pemberdayaan Masyarakat dalam Program Perpustakaan Kelurahan di Kelurahan Panularan Kota Surakarta

0 0 198