Keanekaragaman Jenis Tumbuhan Paku

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Keanekaragaman Jenis Tumbuhan Paku

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan di kawasan Hutan Gunung Sinabung jalur pendakian Sigarang-garang Kabupaten Karo Sumatera Utara diperoleh 32 jenis tumbuhan paku yang termasuk ke dalam 25 genera dan 15 famili Tabel 4.1.. Paku-pakuan tersebut dikelompokkan ke dalam dua 2 kelas yaitu Lycopodiinae dan Filicinae. Kelas Lycopodiinae terdiri atas satu 1 ordo dan satu 1 famili. Kelas Filicinae terdiri atas empat 4 ordo yaitu ordo Cyatheales, Gleicheniales, Davalliales, dan Polypodiales, dan dari empat 4 ordo tersebut ordo Polypodiales paling umum ditemukan dengan 11 famili yaitu Aspidiaceae, Aspleniaceae, Athyriaceae, Blechnaceae, Dennstaedtiaceae, Hypolepidaceae, Lindsaeaceae, Polypodiaceae, Pteridaceae dan Vittariaceae. Jumlah tersebut lebih rendah jika dibandingkan dengan penelitian yang telah dilaporkan oleh Sari 2005 pada jalur pendakian Lau Kawar yaitu sebanyak 44 jenis. Selain itu, pada jalur pendakian Lau Kawar ditemukan jenis Selaginella wildenowii yang mendominasi, sementara pada jalur Sigarang-garang tidak ditemukan jenis tersebut. Hal ini disebabkan karena pada jalur Lau Kawar banyak ditemukan pohon-pohon yang mempunyai tajuk yang cukup besar sehingga intensitas cahaya sedikit dan merupakan habitat yang baik bagi Selaginella wildenowii, sementara pada jalur Sigarang-garang tajuk pohon tidak terlalu besar sehingga kurang baik bagi pertumbuhan Selaginella wildenowii. Menurut Hariyadi 2000, Selaginella wildenowii umumnya ditemukan di tempat-tempat yang banyak memiliki naungan. Selanjutnya Sari 2005 menyatakan bahwa Selaginella wildenowii tumbuh membentuk belukar yang cukup lebat, pertumbuhan yang subur disebabkan faktor abiotik yang sesuai. Hutan yang ternaungi tajuk pohon yang cukup besar dan intensitas cahaya yang tidak terlalu tinggi diasumsikan dapat menyokong pertumbuhan Selaginella wildenowii untuk dapat tumbuh pesat. Ditinjau dari segi habitat, tumbuhan paku di lokasi penelitian terdiri atas 22 jenis teresterial, 5 jenis epifit dan 5 jenis yang dapat hidup baik teresterial Universitas Sumatera Utara maupun epifit. Hal ini disebabkan karena pada lokasi penelitian tajuk pohon sedikit sehingga lebih banyak tumbuhan paku yang tersesterial daripada epifit. Menurut Holttum 1968, sejumlah besar tumbuhan paku tumbuh secara teresterial, dengan ukuran yang sangat bervariasi mulai berukuran kecil sampai besar. Beberapa beradaptasi pada kondisi dan kelembaban yang tinggi dan beberapa toleran pada udara dan tanah yang kering. Selanjutnya Paris et al., 1992 dalam Aminah 2002, menyatakan bahwa tumbuhan paku epifit pada pohon besar yaitu pada cabang-cabang pohon, pada pohon-pohon kecil, menempel dekat tanah dan juga pada batu-batu daerah yang sedikit terbuka atau batu-batu di pinggir sungai atau hutan. Menurut Anwar et al. 1987 dalam Sari 2005, dengan naiknya ketinggian tempat, pohon-pohon semakin sedikit dan kelimpahan epifit menurun. Tabel 4.1. Jenis-Jenis Tumbuhan Paku di Kawasan Hutan Gunung Sinabung Jalur Pendakian Sigarang-Garang Kabupaten Karo Sumatera Utara No Famili Spesies Lokasi I II III IV V VI VII VIII 1. Lycopodiaceae Lycopodium cernuum - - - - - + + + 2. Cyatheaceae Cibotium barometz + + - - - - - - 3. Cyathea borneensis + + + + - - - - 4. Davalliaceae Davallia trichomonoides - - + + - - - - 5. Gleicheniaceae Dicranopteris pubigera - - - - - + + + 6. Gleichenia linearis - - - - - + + - 7. Aspidiaceae Cyclopeltis crenata + + + - - - - - 8. Aspleniaceae Asplenium nidus + + + + - - - - 9. Asplenium pellucidum + + - - - - - - 10. Asplenium scalare + + - - - - - - 11. Athyriaceae Diplazium dilatatum + + - - - - - - 12. Diplazium kunstleri + + - - - - - - 13. Diplazium pallidum + + - - - - - - 14. Diplazium simplicivenium + + - - - - - - 15. Blechnaceae Blechnum vestitum - - - - + + + + 16. Dennstaedtiaceae Orthiopteris kingii + + + - - - - - 17. Hypolepidaceae Histiopteris incisa - - - - - + + + 18. Histiopteris stipulacea - - + + + + + + 19. Lindsaeaceae Lindsaea malayensis - + - - - - - - 20. Sphenomeris chinensis + - - - - - - - 21. Polypodiaceae Belvisia revoluta + + - - - - - - 22. Crypsinus stenophyllus + + + - - - - - 23. Dipteris conjugata - - - - - - + - 24. Goniophlebium persicifolium - + + - - - - - 25. Phymatosorus longissima + + - - - - - - 26. Polypodium feei - - - - - - - + 27. Pyrrosia floccigera + + + - - - - - 28. Pteridaceae Pteris asperula + + - - - - - - 29. Pteris martensioides + + + - - - - - 30. Thelypteridaceae Christella papilio + - - - - - - - 31. Pseudophegopteris paludosa - + - - - - - - 32. Vittariaceae Vittaria ensiformis + + - - - - - - Universitas Sumatera Utara Keterangan: Lokasi I : 1600-1700 m dpl : Teresterial II : 1700-1800 m dpl : Epifit III : 1800-1900 m dpl : Teresterial atau Epifit IV : 1900-2000 m dpl + : Ditemukan V : 2000-2100 m dpl - : Tidak ditemukan VI : 2100-2200 m dpl VII : 2200-2300 m dpl VIII : 2300-2400 m dpl Dari Tabel 4.1. dapat dilihat bahwa famili Polypodiaceae memiliki jumlah terbanyak yaitu 7 jenis, diikuti famili Athyriaceae sebanyak 4 jenis. Hal ini menunjukkan bahwa famili Polypodiaceae memiliki penyebaran yang luas pada kondisi lingkungan hutan Gunung Sinabung jalur pendakian Sigarang-garang. Dari hasil pengamatan faktor fisik kimia lingkungan di hutan gunung Sinabung jalur pendakian Sigarang-garang didapatkan rata-rata suhu udara 16,75 C, suhu tanah 17,75 C, kelembaban udara 68, 38, kelembaban tanah 56,5 dan pH tanah 5,74 Lampiran 3. Dari hasil pengamatan tersebut dapat dinyatakan bahwa kondisi hutan Gunung Sinabung jalur pendakian Sigarang-garang tergolong lembab, sehingga sangat baik untuk penyebaran tumbuhan paku pada umumnya, khususnya untuk famili Polypodiaceae. Menurut Lawrence 1964 dalam Nurchayati 2010, salah satu famili tumbuhan paku yang memiliki anggota paling besar di alam adalah Polypodiaceae, yaitu sekitar 170 genera dan 7000 spesies. Selanjutnya Holttum 1968 menyatakan bahwa famili Polypodiaceae mempunyai penyebaran yang luas, khususnya di dalam hutan-hutan dan kawasan yang lembab tetapi ada juga yang tumbuh baik pada kondisi terbuka dan intensitas cahaya matahari tidak terlalu tinggi. Dari Tabel 4.1. dapat dilihat juga bahwa Polypodium feei hanya ditemukan pada lokasi VIII. Hal ini disebabkan karena pada lokasi tersebut intensitas cahaya tinggi sehingga baik bagi pertumbuhan Polypodium feei. Menurut Suin 2002 dalam Sari 2005, faktor lingkungan abiotik sangat menentukan penyebaran dan pertumbuhan suatu organisme dan tiap jenis hanya dapat hidup pada kondisi abiotik tertentu yang berada pada kisaran toleransi yang cocok bagi organisme tersebut. Selanjutnya Ewusie 1990 menyatakan bahwa cahaya mempunyai peranan penting dalam penyebaran dan orientasi tumbuhan yang merupakan Universitas Sumatera Utara faktor pembatas di dalam hutan. Selain itu, dapat dilihat juga bahwa Histiopteris stipulacea ditemukan pada lokasi III sampai lokasi VIII. Hal ini mungkin disebabkan karena Histiopteris stipulaceae memiliki daya adaptasi yang baik terhadap lingkungannya. Menurut Indrawan 1987, tumbuhan-tumbuhan yang mempunyai adaptasi tinggilah yang mampu hidup di suatu daerah. Pada lokasi I sampai lokasi IV ditemukan Asplenium nidus dan Cyahthea borneensis, sementara pada lokasi V sampai lokasi VIII tidak ditemukan, hal ini disebabkan pada lokasi I sampai lokasi IV terdapat banyak pohon-pohon yang dapat menjadi tempat hidup yang baik bagi Asplenium nidus dan secara langsung mempengaruhi penyebaran spora yang lebih luas, sementara pada lokasi V sampai lokasi VIII hanya sedikit pohon. Menurut Sastrapradja 1980, Asplenium nidus ditemukan tumbuh menumpang pada batang-batang pohon yang tinggi dan menyukai daerah yang lembab dan tidak tahan sinar matahri langsung. Piggot 1984 menyatakan bahwa Cyathea borneensis banyak ditemukan di hutan yang ternaungi. Selanjutnya dapat dilihat perbandingan jumlah famili, genera dan jenis dari penelitian yang telah dilakukan Tabel 4.2.. Tabel 4.2. Perbandingan Jumlah Famili, Genera dan Jenis pada Setiap Ketinggian di hutan Gunung Sinabung Jalur Pendakian Sigarang-garang Lokasi Jumlah Famili Jumlah Genera Jumlah Jenis I 1600-1700 m dpl 9 famili 13 genera 20 jenis II 1700-1800 m dpl 9 famili 15 genera 21 jenis III 1800-1900 m dpl 8 famili 10 genera 10 jenis IV 1900-2000 m dpl 4 famili 4 genera 4 jenis V 2000-2100 m dpl 2 famili 2 genera 2 jenis VI 2100-2200 m dpl 4 famili 5 genera 6 jenis VII 2200-2300 m dpl 5 famili 6 genera 7 jenis VIII 2300-2400 m dpl 5 famili 5 genera 6 jenis Dari Tabel 4.2. dapat dilihat bahwa jumlah jenis tertinggi terdapat pada lokasi II 1700-1800 m dpl, yaitu 21 jenis, diikuti pada lokasi I 1600-1700 m dpl yaitu 20 jenis tumbuhan paku. Jumlah jenis terendah terdapat pada lokasi V 2000-2100 m dpl yaitu sebanyak 2 jenis. Tingginya jumlah jenis tumbuhan paku pada lokasi I dan II kemungkinan disebabkan oleh faktor-faktor abiotik yang sesuai bagi pertumbuhan tumbuhan Universitas Sumatera Utara paku. Pada lokasi II merupakan daerah tengah hutan yang ternaungi pohon-pohon dengan intensitas cahaya sedikit serta kelembaban yang tinggi dengan suhu udara 18 C dan kelembaban udara 75 Lampiran 3 sehingga sangat baik bagi pertumbuhan tumbuhan paku, sedangkan pada lokasi V hanya ditemukan 2 jenis tumbuhan paku. Hal ini disebabkan karena pada lokasi tersebut naungan pohon sangat sedikit dan kelembaban yang rendah. Menurut Anwar et al. 2007, jumlah jenis semakin berkurang seiring dengan penambahan ketingguan, sedangkan jumlah individu mengalami kenaikan. Selanjutnya Mackinnon et al. 2000 menyatakan bahwa pada umumnya semakin ekstrim kondisi lingkungan, baik karena iklim tanah atau ketinggian tempat yang bertambah, semakin kurang keanekaragaman jenis dan satu atau dua jenis semakin dominan. Universitas Sumatera Utara Morfologi Tumbuhan Paku Tumbuhan paku merupakan tumbuhan berkormus yaitu tumbuhan yang sudah dapat dibedakan antara akar, batang dan daun. Morfologi tumbuhan paku terdiri dari rhizome, enthal dan sori. Batang tumbuhan paku disebut rhizome yang umumnya menjalar, namun pada paku pohon Cyathea sp. batang tegak. Rhizome pada beberapa spesies biasanya ditutupi oleh rambut atau sisik. Daun disebut enthal atau frond. Enthal ada yang tunggal dan ada yang majemuk, terdiri atas stipe, rachis dan lamina. Stipe adalah tangkai daun, rachis adalah tangkai dengan helaian daun lamina. Enthal yang majemuk memiliki anak enthal yang disebut pinnae dan pinnule Gambar 4.1. Gambar 4.1. Morfologi Tumbuhan Paku, Akar A, Rhizome B, Stipe C, Enthal D, Lamina E, Rachis F, Pinnae G, Pinnule H A B C D E H F G Universitas Sumatera Utara Habit Habit tumbuhan paku sangat bervariasi berupa semak dan herba dan sebagian kecil berupa pohon. Tumbuhan paku pohon dicirikan dengan batang yang tegak, kaku dan keras, enthal lebar yang tersusun pada ujung batang dengan daun majemuk menyirip sampai menyirip ganda tiga. Tumbuhan paku herbaceus memiliki batang yang tegak maupun menjalar. Ada yang epifit maupun teresterial. Dari 32 jenis yang diperoleh hanya 2 jenis yang berhabit pohon yaitu paku pohon dari famili Cyatheaceae Cyathea borneensis dan Cibotium barometz dan 30 jenis lainnya merupakan herbaceus. Ditinjau dari segi habitat, tumbuhan paku tersebut terdiri atas 22 jenis teresterial, 5 jenis epifit dan 5 jenis yang dapat hidup baik teresterial maupun epifit Gambar 4.2. Gambar 4.2. Habit Tumbuhan Paku, habit Pohon A, habit Herbaceus B, Teresterial C, Epifit D Universitas Sumatera Utara Tipe Daun Berdasarkan Ukuran Berdasarkan ukurannya, daun tumbuhan paku terbagi menjadi dua yaitu daun mikrofil dan makrofil. Daun mikrofil yaitu daun yang berukuran kecil seperti rambut atau sisik, tidak bertangkai dan tidak bertulang daun seperti pada Lycopodium cernuum, sedangkan daun makrofil yaitu daun yang berukuran besar, memiliki tangkai daun dan bertulang daun, seperti pada Polypodium feei Gambar 4.3. Gambar 4.3. Tipe daun berdasarkan ukuran, Mikrofil A, Makrofil B Universitas Sumatera Utara Tipe Susunan Daun Dari hasil pengamatan didapatkan beberapa variasi susunan daun yaitu daun yang tunggal dan majemuk. Daun majemuk biasanya menyirip pinnatus, menyirip ganda dua bipinnatus, menyirip ganda tiga tripinnatus, menjari palmatus dan ada juga yang menggarpu Gambar 4.4. Gambar 4.4 Tipe susunan daun, Simple A, Pinnatus B, Bipinnatus C, Tripinnatus D, Palmatus E, Menggarpu F Universitas Sumatera Utara Tipe Susunan Sori Dari hasil pengamatan didapatkan bermacam-macam susunan sori diantaranya berbentuk kerucut strobili pada Lycopodium cernuum. Sori kebanyakan tersusun pada permukaan bawah enthal. Sori tersusun pada lekukan tepi enthal pada Pteris asperula, sori pada tepi enthal pada Vittaria ensiformis, sori tersebar pada permukaan bawah enthal pada Dipteris conjugata, sori berbentuk tabung pada ujung pinnule pada Davallia trichomanoides, sori tersusun di sepanjang urat daun pada Asplenium nidus Gambar 4.5. Gambar 4.5. Tipe susunan sori, Strobili A, sori pada lekukan tepi enthal B, sori pada tepi enthal C, sori tersebar pada permukaan bawah enthal D, sori berbentuk tabung pada ujung pinnule E, sori tersusun di sepanjang urat daun F Universitas Sumatera Utara

4.2. Kekerabatan Jenis Tumbuhan Paku