Analisis kwalitatif adalah pengolahan data yang berdasarkan konsep-konsep, asumsi- Analisi komparatif dalam usaha mencari pemecahan masalah melalui analisi tentang Analisis Konteks. Analisis Konteks maksudnya adalah mengadakan anal

Setelah data terkumpul, maka langkah selanjutnya adalah tahap pengolahan data dan selanjutnya dianalisis. Adapun metode analisi yang dipergunakan adalah sebagai berikut :

a.Analisis deskriptif adalah data yang telah terkumpul selanjutnya diklasifikasikan, disusun

secara sistematis, dianalisis, diinterpretasikan tentang arti data, kemudian dirumuskan tentang ada tidaknya perbedaan dan persamaan fenomena, sehingga sampai pada kesimpulan akhir dari suatu penelitian Winarno Surakmad, 1980 : 139. Deskriptif ini dilakukan dengan jalan mendeskripsikan temuan peninggalan arca perwujudan di Kamboja.

b.Analisis kwalitatif adalah pengolahan data yang berdasarkan konsep-konsep, asumsi-

asumsi serta pengertian yang abstrak, diturunkan dari kwalitas data. Kwalitas data dalam hal ini adalah analisi kajian seni rupa arca di kamboja

c.Analisi komparatif dalam usaha mencari pemecahan masalah melalui analisi tentang

sebaba akibat, yakni pada faktor-faktor tertentu sehubungan dengan situasi atau fenomena yang diselidiki. Dengan kta lain membandingkan satu faktor dengan faktor lainnya. Winarmo Surakmad, 1980 : 143. Komparatif dalam penelitian adalah membandingkan arca perwujudan yang terdapat di Kamboja dengan yang terdapat di Indonesia.

c.Analisis Konteks. Analisis Konteks maksudnya adalah mengadakan analisis dengan

melihat hubungan keterkaitan antara data yang satu dengan data yang lainnya dalam strata tertentu. Titik fokus pengamatan analisi ini terutama adalah hubungan antar data dengan data yang lainnya. Dengan pengamatan ini hubungan data arkeologi khususnya terdapatnya kesinambungan konteksnya antara Kamboja dengan di Indonesia. 2.1.Tinjauan Pustaka Soekmono, R. 1977. Dalam Disertasi dengan judul Candi Fungsi dan Pengertiannya, Jadi arca perwujudan adalah pemberian wujud kepada sang raja yang telah wafat dan rohnya menyatu dengan Dewa penitisnya Soekmono, 1977 : 102. Kajian arca perwujudan ini dikaji untuk menganalisis kesinambunngan arca perwujudan di Kamboja dan di Indonesia. Ayatrohaedi, 1981 dalam Kamus Istilah Arkeologi I, menjelaskan Arca Perwujudan adalah arca yang mewujudkan seorang Dewa. Dalam bahasa Sanskerta istilah arca berarti “Perwujudan jasmani” yaitu perwujudan dari seorang dewa yang disembah para penganutnya untuk tujuan pemujaan, jadi bukan merupakan arca dewa Ayatrohaedi, 1981 : 10. Di Indonesia seorang raja yang telah wafat, misalnya akan diarcakan dalam wujud seorang dewa sesuai dengan agama yang dianut semasa hidupnya. Kecuali tanda-tanda kedewaan yang dibawanya, arca perwujudan pada umumnya digambarkan dengan dua tangannya ditekuk setinggi pinggang, dengan telapak tangan menghadap ke atas berisi salah satu atau keduanya kuncup teratairoset Ayatrohaedi, 1981 : 10. Undang-Undang Cagar Budaya menjelaskan pasal Perlindungan dan Pemeliharaan khususnya yang menguraikan larangan bagi semua pihak merusaknya dijelaskan dalam pasal ini, yaitu bahawa setiap orang di Larang Merusak Benda Cagar Budaya dan situs serta lingkungan. Undang-Undang RI, no. 5 Tahun 1992 : 11-12, BAB IV, Pasal 13, butir 1-2. Pasal ini dikaji guna mengantisipasi kerusakan candi di kambokja terutama candi Angkor Watt yang bagian candinya terdapartnya akar yang membelit sangat besar tanpa da pihak yang membersihnya. Timolthy Darvill , 1995 m enulis kajian penelit iannya dengan judul “ Value Syst em Archaeology” dalam buku Managing Archaeology menjelaskan beberapa pokok value system antara lain : Archaeological research, Scientific research, Creative art, Education, Recreation and tourism, Symbolic repesentation , Legitimation of action, Social solidarity and integration, Monetary and econonomic gain, Stability, Mystery and enigma, Existence value, Cultural identity, Resistance to change. Timolthy Darvill, 1995 : 43-48. Penjelasan beberapa pokok value system system nilai dalam arkeologi diketahui peninggalan arkeologi tersebut dapat dimanfaatkan scara umum untuk kepentingan penelitian, simbolik, daya tarik pariwisata dan ekonomi. Oleh karena peninggalan arkeologi bernilai secara Universal sangat penting seperti penjabaran di atas, maka diperlukannya pemberdayaan masyarakat untuki melestarikan peninggalan arkeologi. Carole Brooke, 1995, menulis kajian penelitiannya dengan judul “ The Bad and Good and the Ugly” Dalam buku Managing Archaeology, Educational Focus On, The Past, Creativity analysis, Knowledge, Passive understanding, Absolute detachment, Manipulation of symbol, Written communication and neutralityConcept, Entrepreneurial Focus On, The Future , Creativity , Insight , Active Understanding , Emotional involvenment, Manipulation of events, Personal communication and influence , Problem or opportunity. Carole Brooke, 1995 : 129. Kajian buku Managing Archaeology di atas di kaji untuk mengetahui bagaimana manajemen dalam pelestarian peninggalan arkeologi di Kamboja Asia Tenggara. Team penelitian dan pencataan kebudayaan daerah Bali, 1978 : 51 dalam hasil penelitiannya menjelaskan perkataan raja sebagai inkarnasi dari dewa, juga disebutkan dalam prasasti no. 554 Bwahan yang dikeluarkan oleh raja Jayasakti yang bunyinya : “Swabhawani Kadi Sira Prabhu Saksat Ira Wisnu Murti….” , yang artinya sebagai seorang raja semata-mata perwujudannya Wisnulah beliau. Ungkapan ini kemungkinan tidak semata-mata menyatakan agama yang dianut raja Jayasakti, bahkan lebih cenderung dilandasi oleh suatu pandangan tentang adanya keserupaan fungsi antara dewa Wisnu dan tokoh-tokoh raja di dunia, dalam arti dewa Wisnu sebagai penguasa sthiti yang berfungsi sebagai pemelihara serta pelindung dunia yang sangat sesuia dengan kewajiban dari seorang raja yaitu sebagai pengayon Negara dan raknyatnya Team penelitian dan pencataan kebudayaan daerah Bali, 1978 : 51. Dari pernyataan diatas jelas terjadi suatu pernyataan pandangan terhadap dewa. Pandangan tersebut dikatakan raja adalah titisan dewa dan bila meninggal akan kembali kepada dewa penitisnya. Untuk itu bila seorang raja mengadakan upacara Cradha, akan dibuatkanlah arca-arca perwujudan dari raja yang telah meninggal dengan harapan agar tetap memberikan perlindungan dan kesejahteraan bagi rakyat dan Negara. Kajian konsepsi raja sebagai inkarnasi dari dewa, sehingga setelah wafat dibuatkan arca perwujudan untuk menghormati nenek moyang yang diharapkan dapat memberika perlindungan bagi yang ditinggalkan dikaji untuk mengetahui latar belakang pembuatan arca dan relief arca di Kamboja, yang diketahui memiliki konsepsi yang sejajar dengan yang terdapat di Indonesia.

BAB II PEMBAHASAN

2.1. Latar Belakang Konsepsi Pembuatan dan Fungsi Arca Perwujudan