Pengembangan Media Layanan Konseling Mel
Pengembangan Media Layanan Konseling Melalui Internet di Perguruan Tinggi
(Studi Keterbacaan Media Layanan Konseling Melalui Internet di Universitas Negeri Jakarta)
Oleh: Nabilah ∗ )
Abstrak: Pemanfaatan internet dalam berbagai bidang telah mendorong penggunaaanya juga untuk memberikan layanan konseling. Pemanfaatan berbagai situs dan aplikasi internet lainnya, seperti jejaring sosial dan situs yang dibangun secara umum untuk berbagai kegiatan yang tidak spesifik, seringkali menjadi perantara kegiatan konseling antara konselor dan konseli tanpa mengedepankan bingkai etika yang jelas. Secara mendasar kegiatan tersebut merupakan hal yang tidak dapat dibenarkan secara etis. Keadaan tersebut mendasari kebutuhan perlu dikembangkannya media layanan konseling melalui internet yang lebih layak dan dapat memenuhi aspek etika layanan konseling melalui internet. Metode penelitian yang digunakan adalah Research and Development (R&D). Teknik analisis data yang digunakan adalah analisis data deskriptif. Penelitian ini menghasilkan: Pertama, sebuah situs ( www.tanyabinga.com ) dibangun berdasarkan etika konseling melalui internet.Terdiri dari fitur interaktif berupa layanan synchronous dan asynchronous dan fitur non interaktif berupa layanan self help. Kedua, penilaian pakar terhadap Tanya Binga telah memadai dalam pemenuhan etika layanan konseling melalui internet dan memenuhi kriteria sebagai situs yang baik. Ketiga. Berdasarkan uji coba terhadap mahasiswa dan dosen. Tanya Binga layak untuk digunakan karena memenuhi kriteria situs yang baik dan memiliki konten yang memadai.
Kata Kunci: media layanan konseling melalui internet, etika, jenis-jenis layanan konseling melalui internet.
A. Pendahuluan
Pertumbuhan pengguna internet di Indonesia meningkat luar biasa cepat selama satu dekade. Berdasarkan laporan internet world stats pada awal tahun 2010, sejak tahun 1999 hingga tahun 2009, terdapat peningkatan lebih dari 5.000 persen. Bahkan diprediksikan, tahun 2015, pengguna internet di Indonesia akan meningkat menjadi hampir 75 juta atau sebesar 148 persen dibandingkan tahun 2009 dan 14.403 persen jika dibandingkan dengan pengguna internet pada tahun 1999. Semenjak ditemukannya internet, berbagai inovasi pendidikan pun terus menerus dikembangkan, seperti e-learning pembelajaran jarak jauh, pengembangan ini bersifat global di seluruh dunia, termasuk Indonesia, meskipun tidak merata ke berbagai pelosok, hal ini di karenakan masalah infrastruktur dan kurangnya
Dosen Luar Biasa Jurusan Bimbingan dan Konseling Universitas Negeri Jakarta. Email: [email protected] Artikel ini merupakan hasil penelitian untuk memperoleh gelar Magister Pendidikan dari Program Studi Bimbingan dan Konseling Sekolah Pasca Sarjana Universitas Pendidikan Indonesia 2010 Dosen Luar Biasa Jurusan Bimbingan dan Konseling Universitas Negeri Jakarta. Email: [email protected] Artikel ini merupakan hasil penelitian untuk memperoleh gelar Magister Pendidikan dari Program Studi Bimbingan dan Konseling Sekolah Pasca Sarjana Universitas Pendidikan Indonesia 2010
Peluang berkembangnya konseling melalui internet cukup besar di Indonesia. Apalagi cukup banyak pengakses internet dari kategori usia pelajar yang secara reguler browsing internet dan mengunjungi berbagai situs. Beberapa situs yang cukup popular saat ini misalnya seperti situs jejaring sosial seperti facebook, twitter, friendster, high5 dan lain sebagainya baik melaui PC, laptop, notebook dan juga telepon seluler. Salah satu alasan itulah yang menjadikan pengembangan konseling melalui internet bagi dunia pendidikan, perguruan tinggi pada khususnya, memiliki potensi menjadi hal yang mudah diterima bagi para pelajar atau mahasiswa.
Bagi perguruan tinggi, khususnya yang memiliki lembaga konsultasi kesehatan dan psikologis maupun unit pelayanan konseling, kehadiran situs layanan konseling menjadi salah satu wujud “student support services” yang memberikan informasi dan bantuan berupa layanan konseling (Hamilton et.al: 2005). Fungsi lain dari media ini, juga dapat dijadikan sebagai sarana pendaftaran secara online untuk mendapatkan layanan konseling secara langsung di lembaga yang memberikan layanan konseling secara online melalui internet bagi mahasiswa yang mengalami kesulitan untuk berkonsultasi secara langsung melalui tatap muka.
Guna mewujudkan penerapkan layanan bimbingan dan konseling melalui internet diperlukan sebuah media yang terstandar dan disesuaikan dengan kebutuhan perguruan tinggi hingga ketersediaan teknologi yang dapat menunjangnya. Diperlukan juga tenaga-tenaga konselor yang terbiasa dengan pola interaksi dan komunikasi melalui internet. Hal tersebut merupakan penunjang penting dalam pelaksanaan penelitian ini dimana penulis akan mengembangkan sebuah media situs untuk memberikan layanan konseling melalui internet bagi mahasiswa perguruan tinggi. Situs tersebut tentunya harus mengikuti standar yang telah ditetapkan oleh lembaga berwenang konseling, dalam hal ini adalah ACA. Mengingat Asosiasi Bimbingan dan Konseling Indonesia (ABKIN) belum mengeluarkan kebijakan mengenai standarisasi layanan konseling melalui internet secara khusus bagi layanan bimbingan dan konseling di Indonesia.
Perguruan tinggi yang dijadikan sebagai tempat penelitian adalah Universitas Negeri Jakarta (UNJ) yang bertempat di Jl. Rawamangun Muka No. 1 Jakarta Timur. UNJ memiliki Jurusan Bimbingan dan Konseling (BK) dan juga unit layanan bagi mahasiswa yang berkonsentrasi pada layanan ke-BK-an dengan nama Unit Layanan Bimbingan dan Konseling (ULBK). Meskipun terpisah secara struktural, akan tetapi baik jurusan BK UNJ ataupun ULBK dijalankan oleh individu-individu yang sama, yaitu dosen-dosen BK UNJ.
Semenjak jejaring sosial menjadi bagian dari gaya hidup baru, dan internet menjadi medium komunikasi efektif dan efisien bagi para mahasiswa dan dosen yang telah menjadi bagian dari digital native. Hubungan dalam bingkai akademis dan ke- BK-an yang sebelumnya terbangun secara tatap-muka, juga telah terbawa hingga ke dunia maya. Facebook, instant messanger (IM), email menjadi media yang cukup bisa diandalkan bagi mahasiswa untuk melakukan konsultasi psikologis dengan dosen yang juga konselor-nya. Sayangnya, hal tersebut tidak dilakukan dalam suatu media dan sistem yang dibangun secara sengaja. Sehingga kegiatan tersebut, seolah-olah hanya kegiatan “curhat” rutin sehari-hari mahasiswa secara virtual, tanpa bingkai Semenjak jejaring sosial menjadi bagian dari gaya hidup baru, dan internet menjadi medium komunikasi efektif dan efisien bagi para mahasiswa dan dosen yang telah menjadi bagian dari digital native. Hubungan dalam bingkai akademis dan ke- BK-an yang sebelumnya terbangun secara tatap-muka, juga telah terbawa hingga ke dunia maya. Facebook, instant messanger (IM), email menjadi media yang cukup bisa diandalkan bagi mahasiswa untuk melakukan konsultasi psikologis dengan dosen yang juga konselor-nya. Sayangnya, hal tersebut tidak dilakukan dalam suatu media dan sistem yang dibangun secara sengaja. Sehingga kegiatan tersebut, seolah-olah hanya kegiatan “curhat” rutin sehari-hari mahasiswa secara virtual, tanpa bingkai
Salah satu alternatif pemecahan masalah tersebut adalah dengan mengembangakan suatu media yang dapat mewadahi layanan konseling secara profesional melalui internet yang sesuai dengan kaidah etika profesionalitas kerja konselor. Media layanan konseling melalui internet merupakan suatu media yang secara khusus di desain untuk memenuhi kebutuhan layanan konsultasi psikologis bagi mahasiswa secara online. Media ini juga memberikan kemudahan bagi konselor dalam pengarsipan data dan menyimpan seluruh rekaman konseling. Data-data tersebut dapat mendorong dilakukannya berbagai penelitian ilmiah dalam bidang konseling dalam koridor yang pantas secara etika, sehingga melalui media ini juga konselor dituntut untuk bekerja dalam bingkai profesionalitas pada kerangka etika layanan konseling melalui internet sebagaimana yang digariskan oleh ACA (2005) dan NBCC(2001).
B. Kajian Pustaka
1. Kebutuhan Layanan Konseling di Perguruan Tinggi
Dilihat dari proses dan fase perkembangannya, mahasiswa berada pada fase akhir masa remaja atau adolescence ke fase early adulthood atau awal masa dewasa yang ditandai oleh berbagai perubahan menuju kematangan, yaitu perubahan biologis, intelektual, emosional, sikap dan nilai (Poerwoto: 1994). Gambaran tentang fase kehidupan individu akan lebih mudah dikenali jika dilihat dari perspektif developmental guidance and counseling yang memiliki dua landasan utama dalam memandang manusia. Pertama, manusia mengalami serangkaian perkembangan fisiologi, psikologi dan proses sosial sepanjang rentang kehidupannya, berlangsung dari semenjak lahir hingga kematian. Kedua, perkembangan tersebut melibatkan interaksi antara warisan genetic yang dimiliki oleh individu dan lingkungan tempat tumbuh kembang individu yang bersangkutan. Sehingga perkembangan bisa dikatakan sebagai sebuah perjalanan dari lahir hingga kematian, dimana kepribadian berkembang, seiring dengan perubahan-perubahan (Myrick: 2003).
Kartadinata (2009) mengatakan bahwa fase perubahan dari masa sekolah menengah atas ke pendidikan tinggi tersebut disebut juga sebagai masa transisi yang ditandai dengan semakin banyaknya kebebasan dan pilihan. Selain itu Kartadinata juga mengatakan bahwa, mahasiswa dalam suatu institusi merupakan kumpulan mahasiswa yang berasal dari berbagai latar belakang budaya, sosial dan ekonomi sehingga menjadikan mahasiswa memiliki pola perilaku yang beragam. Jika dikaitkan dengan tingkat perkembangan diri, berdasarkan studi yang dilakukan Kartadinata (1988): Ahman et.al (2003) bahwa tingkat perkembangan diri mahasiswa memiliki kecenderungan pada tingkatan sadar diri.
Ciri-ciri yang dimiliki oleh mahasiswa yang berada pada tingkat sadar diri tersebut adalah mampu berpikir alternatif, melihat harapan dan berbagai kemungkinan dalam situasi, peduli untuk mengambil manfaat dari kesempatan yang ada, berpikir untuk memecahkan masalah, memikirkan cara hidup dan penyesuaian terhadap situasi dan peranan (Ahman et.al: 2003).
Hasil penelitian Kartadinata (2003) yang dilakukan semenjak tahun 1996- 1999 mengenai model bimbingan dan konseling perkembangan menunjukan bahwa terdapat kesamaan sudut pandang yang dilakukan di berbagai jenjang pendidikan (Sekolah Dasar sampai Perguruan Tinggi) dalam memandang permasalahan, namun Hasil penelitian Kartadinata (2003) yang dilakukan semenjak tahun 1996- 1999 mengenai model bimbingan dan konseling perkembangan menunjukan bahwa terdapat kesamaan sudut pandang yang dilakukan di berbagai jenjang pendidikan (Sekolah Dasar sampai Perguruan Tinggi) dalam memandang permasalahan, namun
Guna memenuhi tuntutan model bimbingan dan konseling perkembangan, maka komponen program yang dikembangkan hendaknya mencakup tiga bentuk sistem peluncuran. Pertama, layanan dasar umum, layanan ini akan mengarahkan pada pengembangan perilaku efektif jangka panjang dan berlaku umum bagi seluruh peserta didik. Kedua, Layanan responsive, layanan ini merupakan bentuk kepedulian dan menjawab kebutuhan peserta didik pada saat ini yang mengehendaki intervensi bimbingan dan konseling yang segera dan spesifik. Terakhir, adalah perencanaan individual, dimana hal tersebut akan berkenaan dengan kebutuhan spesifik peserta didik untuk memahami perkembangan diri sendiri dan perencanaan masa depan mereka (Kartadinata: 2003).
2. Hakikat Konseling Melalui Internet
Pada awal kemunculannya ditahun 1990-an pengertian mengenai layanan konseling melalui internet menurut NBCC: Hughes (2000) dalam terminologi cybercounseling dan web konseling adalah sebagai berikut.
Cybercounseling or Web counseling as “The practice of professional counseling and information delivery that occurs when client(s) and counselor(s) are in separate or remote locaton and utize electronic means to communicate over the internet.”. This definition would seem to include web pages, email and chat rooms but not telephones and faxes.
Perkembangan selanjutnya, NBCC (2001) menggunakan istilah internet counseling dan menyatakan pengertian dari konseling melalui internet dengan pemaknaan sebagai berikut “Internet counseling is defined as “the asynchronous and synchronous distance interaction among counselor and clients using email, chat, and videoconferencing features of the internet to communicate”
Pengertian pertama, NBCC secara nyata memisahkan telepon dan faks dari istilah cybercounseling. Pada perkembangan selanjutnya, NBCC secara lebih khusus menekankan pada bentuk-bentuk layanan konseling yang bisa diberikan melalui internet, yaitu bentuk tidak langsung atau asynchronous dan bentuk interaksi secara langsung atau synchronous.
Terdapat benang merah dari dua pengertian dari NBCC tersebut, bahwa pemaknaan internet konseling lebih di fokuskan kepada interaksi yang terjadi antara Konseli dan konselor, baik secara langsung maupun tidak langsung dengan menggunakan email, chat, dan video conference yang merupakan wahana komunikasi melaui internet. Sementara itu pengertian cyber konseling atau web konseling dapat diartikan sebagai sebuah sarana praktek konseling secara professional yang dilakukan antara konselor dan konseli dari tempat yang terpisah dengan memanfaatkan media elektronik dalam berkomunikasi melaui internet yang mencakup halaman web, email dan chatt room atau media percakapan secara realtime dengan menafaatkan layanan chatt room tertentu.
Kemudian Rochlen, Zack, Speyer (2004) yang memilih menggunakan istilah online terapi mengemukakan definisinya sebagai “Any type of professional therapeutic interaction that makes use of the internet to connect qualified mental health professional and their client”. Pengertian ini kemudian dielaborasi diadaptasi dan di kembangkan lebih lanjut oleh A.T Marthin (2007) dalam penelitian grounded Kemudian Rochlen, Zack, Speyer (2004) yang memilih menggunakan istilah online terapi mengemukakan definisinya sebagai “Any type of professional therapeutic interaction that makes use of the internet to connect qualified mental health professional and their client”. Pengertian ini kemudian dielaborasi diadaptasi dan di kembangkan lebih lanjut oleh A.T Marthin (2007) dalam penelitian grounded
“What is constituates cybercounseling it is a professional practice of counseling and information dissemination via electronic means. To this end, Cybercounseling therefore operationally involves conducting counseling by way of a secured channel (in this sense a secured website or secured e-mail account). In addition, Cybercounseling involves disseminating appropriate and accurate information by way of a regularly updated website and the more easily accessible cellular phones”.
Berdasarkan pengertian-pengertian tersebut, maka bisa disimpulkan apa yang dimaksud dengan konseling melalui internet adalah: Layanan Konseling Profesional antara konselor dengan konseli yang terpisah jarak dan waktu dengan memanfaatkan teknologi internet baik interaktif maupun tidak interaktif, baik secara langsung dan ataupun tidak langsung, dengan menggunakan situs yang aman dan berisi informasi- informasi yang senantiasa diperbaharui, dimana layanan konselingnya bisa diberikan melalui email, chat, video conferencing, yang aman.
3. Bentuk-bentuk Layanan Konseling Melalui Internet
Secara spesifik, Marthin (2007) membagi dua jenis layanan dalam konseling melalui internet. Yaitu : 1. Non Interaktif berupa situs yang berisi informasi dan nara sumber self help atau pertolongan mandiri; 2. Interaktif synchronous atau secara langsung seperti chat atau instant messaging, dan video conference , maupun interaktif asyncronous yang secara tidak langsung berupa terapi email atau email therapy dan Bulletin Boards Counseling (Maples & Sumi: 2008).
Non Interaktif: situs konseling yang memberikan layanan non interaktif merupakan suatu bentuk layanan informasi atau jika kita kaitkan dengan bimbingan komprehensif merupakan salah satu bentuk layanan dasar (yang mendukung individu sebagai sebuah nara sumber yang berisi informasi bagi pengayaan diri dan bersifat self help bagi pribadi yang membutuhkan (Sampson et.al: 2004).
Interaktif: konseling yang berjenis interaktif adalah situs yang menawarkan alternatif bentuk terapi melalui internet, dimana terdapat interksi antara konseli dan konselor baik secara langsung atau synchronous ataupun tidak langsung asyncrhronous. Berikut pembagian jenis layanan yang ditawarkan dalam situs yang memberikan layanan dalam bentuk jenis interactive.
Synchronous: Merupakan media layanan konseling yang dilakukan secara langsung dan dalam waktu yang sebenarnya, bentuknya berupa pembicaraan melalui teks. pembicaraan melalui teks memberikan kesempatan kepada individu-individu untuk saling berkomunikasi secara dinamis dalam waktu yang sama melalui internet (Zack: 2004).
Asynchronous: merupakan layanan konseling interaktif akan tetapi tidak terjadi dalam waktu yang bersamaan. Dalam hal ini terdapat waktu tunda, antara pengungkapan permasalahan Konseli dengan respon yang diberikan oleh konselor. Terdapat dua bentuk layanan dalam metode konseling ini, yaitu terapi email dan Bulletin Boards Counseling (BBC). Terapi email merupakan suatu proses menulis tentang permasalahan yang dialami dan dirasakan oleh konseli yang bisa dijadikan sebagai bentuk terapetik bagi dirinya sendiri. Metode hubungan terapetik melalui email konseling, tidak mengenal waktu, artinya bisa dilakukan kapanpun, tidak mengenal tempat secara fisik, konseli tidak perlu mendatangi konselor, tetapi cukup Asynchronous: merupakan layanan konseling interaktif akan tetapi tidak terjadi dalam waktu yang bersamaan. Dalam hal ini terdapat waktu tunda, antara pengungkapan permasalahan Konseli dengan respon yang diberikan oleh konselor. Terdapat dua bentuk layanan dalam metode konseling ini, yaitu terapi email dan Bulletin Boards Counseling (BBC). Terapi email merupakan suatu proses menulis tentang permasalahan yang dialami dan dirasakan oleh konseli yang bisa dijadikan sebagai bentuk terapetik bagi dirinya sendiri. Metode hubungan terapetik melalui email konseling, tidak mengenal waktu, artinya bisa dilakukan kapanpun, tidak mengenal tempat secara fisik, konseli tidak perlu mendatangi konselor, tetapi cukup
Dalam email konseling, konseli mengirimkan pesan melalui email kepada konselor mengenai permasalahan yang dihadapinya, kemudian konselor memberikan respon balik secara profesional melaui email. Konseling melalui email, memberikan pelayanan konseling yang lebih pribadi dalam hubungan satu sama lain antara konselor dengan konseli. Menurut Elleven dan Allen (2003), model komunikasi dalam bentuk ini lebih efisien, karena hampir seluruh konseli yang mencari bantuan layanan konseling melalui internet memilikinya.
BBC adalah suatu sistem dimana Konseli mempublikasikan pertanyaanya di bulletin board, untuk selanjutkan konselor akan memberikan jawaban atau masukannya terhadap permasalahan konseli tersebut, bulletin board merupakan suatu ruang dimana seseorang dapat meninggalkan pesan dengan tetap merahasiakan identitasnya, dengan harapan akan memperoleh jawaban atau respon dari ruang publik yang ramah (Maples & Sumi: 2008).
4. Kelebihan dan Kekurangan Konseling Melalui Internet
Konseling melalui internet memiliki beberapa kekurangan jika dibandingkan dengan konseling secara tatap muka akan tetapi, konseling melalui internet juga memiliki kelebihannya sendiri. Sebelum penulis membahas mengenai kelebihan dan kekurangan layanan konseling melalui internet, terlebih dahulu perlu dibahas mengenai perbedaan antara layanan konseling tradisional dengan layanan konseling melalui internet. Martin (2007) menggambarkan perbedaan karakteristik secara umum antara layanan konseling secara langsung tatap muka dengan layanan konseling melalui internet sebagai berikut.
Tabel 1 Perbedaan bentuk layanan konseling
Layanan Konseling Secara Langsung Tatap Muka Layanan Konseling Melalui Internet
Konseling merupakan suatu hubungan pemberian bantuan Layanan konseling melalui internet adalah suatu hubungan yang melibatkan dua orang atau lebih yang saling
pemberian bantuan yang melibatkan interaksi antara dua orang berinteraksi (verbal dan non-verbal) dimana seseorang
atau lebih (kebanyakan berbasis teks) dari tempat atau jarak diantaranya yang mencari bentuan dan yang lainnya terlatih
yang terpisah, dimana seseorang diantaranya mencari bantuan secara professional untuk memberi bantuan.
dan yang lainnya terlatih secara profesional untuk membantu. Kegiatan konseling dilakukan dalam setting ruangan yang
Kegiatan konseling dilakukan dalam setting dunia maya yang sangat aman, pribadi dan tidak terlihat oleh orang lain.
mungkin saja bisa dimasuki oleh pihak ketiga maupun beresiko dibajak oleh hacker.
Didalamnya terdapat keadaan yang secara nyata ditampilkan Kedua belah pihak akan berpikir dan berbagi pemikiran yang tidak terbatas dalam bentuk verbal (tampak) dari kedua
biasanya melalui teks. Hal ini bisa juga dilakukan secara belah pihak, seperti berpikir, berbicara dan berbagi
langsung atau synchcronous (chatt, video conference dan pemikiran.
instant messaging maupun secara virtual asynchronous (email).
Pada umumnya merupakan percakapan bersahabat, hangat konseling melaui internet dilakukan melalui interaksi yang dan ekspresif dan secara langsung yang bertujuan untuk
kebanyakan berbasis teks, beberapa huruf berubah menjadi memberikan perubahan dalam perilaku.
kode-kode atau singkatan, untuk menggambarkan emosi, yang ditunjukan dengan menggunakan emoticon.
Berdasarkan gambaran perbedaan karakteristik antara konseling secara langsung tatap muka dengan konseling melalui internet di atas, maka bisa dilihat pula beberapa kelebihan dan kekurangan dari layanan konseling melalui internet, berikut ini tabel yang menjelaskan kelebihan dan kekurangan dari konseling melalui internet yang telah dikumpulkan dari berbagai sumber.
Tabel 2
Kelebihan dan Kekurangan layanan konseling melalui internet
Kelebihan Kekurangan
Memberikan kesempatan bagi calon Konseli yang merasa Tidak adanya hubungan atau kontak secara tatap muka. kurang nyaman untuk bertemu dan berkomunikasi secara
Sehingga menyulitkan bagi konselor untuk melihat ekspresi langsung dan beratap muka dengan konselor.
wajah Konseli.
Konselor dapat mengetahui gambaran perasaan atau emosi Tidak adanya kegiatan berbicara secara langsung, sehingga Konseli melalui emoticon yang biasanya terintegrasi dalam
tidak memunculkan reaksi emosional yang secara langsung aplikasi chat
dapat di interpretasikan oleh konselor. Melalui email yang merupakan interaksi yang dilakukan
Tidak terjadinya interaksi secara langsung, kondisi ini secara tidak langsung, individu diberi kesempatan untuk
membatasi konselor terhadap bahasa tubuh Konseli yang berpikir sebelum menulis sehingga individu dapat dengan
merupakan bagian dari petunjuk penunjang dalam kegiatan mudah mengungkapkan perasaan yang sebenarnya melalui
konseling.
tulisan. Berbagai transaksi data seperti informasi dan formulir bisa
Dilakukan diruang virtual, yang memiliki resiko keamanan diberikan dan dikumpulkan secara online. Hal ini akan
online. Dalam hal ini, bukan tidak berbagai informasi memudahkan proses administrasi dan penyimpanan data dan
mengenai data Konseli dapat disusupi oleh pihak ketiga. rekaman konseling. Menghilangkan jarak untuk mendapatkan Konseli, keluwesan
Keterbatasan ekonomi, dimana tidak seluruh populasi target dalam perencanaan, menghemat anggaran, dan memberikan
layanan memiliki akses terhadap fasilitas digital yang pilihan yang lebih banyak bagi Konseli.
memungkinkan bagi mereka untuk mendapatkan layanan konseling melalui internet.
5. Etika Layanan Konseling Melalui Internet
Tidak diketahui secara pasti mengenai siapa konselor yang memberikan layanan konseling melalui internet pertama kali, akan tetapi Ainsworth (2002) menemukan bahwa terdapat kurang lebih duabelas situs konseling mulai bermunculan semenjak tahun 1990-an. Jumlahnya senantiasa berkembang seiring berkembangnya waktu, akan tetapi secara jelas Mallen, Vogel & Rochlen (2005) telah menyatakan bahwa pemberian layanan kesehatan mental dan perilaku secara online melalui internet menuai banyak pertanyaan-pertanyaan baru mengenai proses terapeutik, dan pentingnya dasar-dasar etika, hukum (legal), latihan dan isu-isu teknologi sebelum konselor berhadapan dengan calon konseli dengan menggunakan media komputer sebagai sarana berkomunikasi.
Courtland Lee, mantan presiden ACA telah menekankan, bahwa konseling melalui internet, harus dilakukan dengan cara yang etis sebagaimana yang dilakukan dalam bentuk layanan konseling lainnya (Lee: 1998 dalam Shaw & Shaw: 2006). Secara khusus NBCC (2001) dan ACA (2005) membahas mengenai pedoman dan etika dalam layanan konseling melalui internet. Donna Ford, President ACA periode 1999-2000 bakan telah memberikan panduan mengenai cybercounseling untuk praktik yang baik dalam pelayanan terhadap mahasiswa.
Secara umum, etika dalam layanan konseling melalui internet menyangkut: (1) pembahasan mengenai informasi mengenai kelebihan dan kekurangan dalam layanan, (2) penggunaan bantuan teknologi dalam layanan, (3) ketepatan bentuk layanan, (4) akses terhadap aplikasi komputer untuk konseling jarak jauh, (5) aspek hukum dan aturan dalam penggunaan teknologi dalam konseling, (6) hal-hal teknis yang menyangkut teknologi dalam bisnis dan hukum jika seandainya layanan diberikan antar wilayah atau negara, (7) berbagai persetujuan yang harus dipenuhi oleh konseli terkait dengan teknologi yang digunakan, dan (8) mengenai penggunaan situs dalam memberikan layanan konseling melalui internet itu sendiri (ACA: 2005 Sek.A.12).
Kedelapan hal tersebut, dapat kita kategorikan menjadi menjadi tiga bagian besar sebagaimana sebelumnya pembagian kategori yang telah dilakukan oleh NBCC (2001), yaitu mengenai (a) hubungan dalam konseling melalui internet (b) Kedelapan hal tersebut, dapat kita kategorikan menjadi menjadi tiga bagian besar sebagaimana sebelumnya pembagian kategori yang telah dilakukan oleh NBCC (2001), yaitu mengenai (a) hubungan dalam konseling melalui internet (b)
a. Hubungan dalam konseling melalui internet. Dalam hal ini konselor yang memberikan layanannya melalui internet memiliki kewajiban untuk menginformasikan berbagai keadaan,ketentuan dan persyaratan konseling yang harus diketahui, dipahami dan diterima oleh calon konseli yang menyangkut dengan pelayanan konseling melalui internet yang diberikan oleh konselor tersebut. Keadaan, ketentuan dan persyaratan yang harus diinformasikan kepada konseli.
b. Kerahasiaan dalam konseling melalui internet Kerahasiaan dan keterbatasannya merupakan isu yang sangat penting untuk dipahami untuk individu yang berhati-hati terhadap berbagai tindakan bantuan. Pada umumnya, orang-orang yang berprofesi sebagai seorang konselor akan dengan teguh menjaga dan memelihara kerahasiaan. Bahkan bagi konselor, hal tersebut secara khusus diatur dalam kode etik profesional yang diembannya. Karena itulah, sangat penting bagi konselor untuk menginformasikan mengenai aspek kerahasiaan bagi konseli, termasuk juga mengenai kerahasiaan dalam layanan konseling melalui internet (Kraus: 2004).
c. Aspek hukum, lisensi dan sertifikasi Tidak terdapatnya batasan geografi memberi kesempatan konseli dan konselor yang berasal dari berbagai wilayah, bahkan negara terlibat dalam proses terapeutik. Jika dilihat dari sisi hukum, tentu saja hal ini akan mengundang permasalahan- permasalahan terkait dengan wilayah praktek dan lisensi konselor, untuk itulah dalam hal ini terdapat etika layanan konseling melalui internet diatur mengenai aspek hukum, lisensi dan sertifikasi bagi konselor yang memberikan layanannya secara online melalui internet.
C. Metode
Sesuai dengan fokus, permasalahan, dan tujuan penelitian, metode penelitian ini menggunakan penelitian dan pengembangan (research and development). Penelitian pengembangan diarahkan sebagai “a process used to develop and validate educational product (Borg and Gall: 2003). Produk dimaksud adalah media layanan bimbingan dan konseling melalui internet di perguruan tinggi.Tujuan akhir dari penelitian ini adalah terbentuknya media layanan bimbingan dan konseling melalui internet untuk perguruan tinggi yaitu berupa situs dengan standar layanan konseling melalui internet yang telah ditetapkan oleh ACA (2005) dan NBCC (2001). Kerangka isi dan komponen konten situs disusun berdasarkan kajian konsep dan teori konseling melalui internet, kajian hasil penelitian terdahulu yang relevan dan kajian empiris tentang kondisi aktual penggunaan internet oleh mahasiswa dan konselor di universitas yang dijadikan tempat penelitian.
Pada penelitian ini, penulis membatasi langkah-langkah penelitiannya hanya sampai lima langkah, yaitu (1) Studi pendahuluan untuk mengetahui mengenai ketepatan alasan pengembangan dan sasarannya. (2) Perencanaan dan pengembangan media situs konseling melalui internet, termasuk didalamnya mengembangkan fitur dan konten situs layanan konseling. (3) Penilaian pakar terhadap media situs konseling terhadap etika layanan konseling melalui internet dan kriteria situs yang Pada penelitian ini, penulis membatasi langkah-langkah penelitiannya hanya sampai lima langkah, yaitu (1) Studi pendahuluan untuk mengetahui mengenai ketepatan alasan pengembangan dan sasarannya. (2) Perencanaan dan pengembangan media situs konseling melalui internet, termasuk didalamnya mengembangkan fitur dan konten situs layanan konseling. (3) Penilaian pakar terhadap media situs konseling terhadap etika layanan konseling melalui internet dan kriteria situs yang
Alasan peneliti hanya melakukan lima langkah penelitian adalah karena keterbatasan waktu dan faktor kebijakan universitas yang dijadikan tempat penelitian. Media layanan konseling melalui internet yang dikembangkan dalam penelitian ini terdiri dari beberapa bentuk layanan konseling, sehingga diperlukan waktu yang cukup lama untuk melakukan uji efektifitas setiap bentuk layanan yang diberikan. Sementara itu terkait dengan kebijakan universitas adalah bahwa pelayanan konseling melalui internet ini menuntut jumlah personel konselor yang memadai dan tenaga teknisi pendukung yang senantiasa siap kapanpun diperlukan, sehingga dalam pelaksanaannya diperlukan kebijakan khusus dari universitas yang bersangkutan.
Proses pengembangan media terdiri dari lima tahapan dengan subjek penelitian yang beragam. Pada studi pendahuluan, subjek adalah mahasiswa UNJ berjumlah 70 orang yang ditentukan secara random. Teknik pengambilan sampel menggunakan teknik convenience sampling. Alasan peneliti menggunakan teknik tersebut adalah bahwa persyaratan yang diperlukan untuk menjadi responden dalam penelitian ini adalah bahwa individu tersebut merupakan mahasiswa aktif di UNJ sehingga tidak menitik beratkan pada jumlah keterwakilan dari berbagai komponen fakultas dan jurusan. Subjek lainnya adalah tujuh orang dosen pengajar di Jurusan BK FIP UNJ. Pada tahap pengembangan dan validasi media hipotetik subjeknya adalah pakar bimbingan dan konseling dan pakar teknologi dalam pendidikan berjumlah tiga orang. Pada tahap uji coba media, subjek penelitian adalah mahasiswa BK FIP UNJ yang berjumlah 31 orang dan tiga orang dosen di Jurusan BK FIP UNJ. Alasan dipilihnya mahasiswa BK FIP UNJ adalah karena terdapatnya kesamaan keilmuan, sehingga diharapkan akan memberikan penilaian yang lebih objektif.
D. Hasil dan Pembahasan
Terdapat tiga hasil dari kegiatan utama yang dilakukan oleh peneliti dalam mengembangkan media layanan konseling melalui internet, yaitu (1) Media situs layanan konseling melalui internet yang dihasilkan (2) Penilaian Pakar (3) Hasil Ujicoba Media. Berikut ini merupakan hasil dari masing-masing kegiatan pengembangan media situs layanan konseling melalui internet.
1. Media Situs Layanan Konseling Melalui Internet
a. Perihal admnistrasi konseling Sebelum melakukan pengembangan teknis situs, terlebih dahulu diperlukan
persiapan berbagai keperluan administratif yang diperlukan dalam layanan konseling pada umumnya. Adapun berbagai perihal administrasi yang dibuat diantaranya adalah penyiapan formulir pendaftaran konseling, sistem kerja penerimaan aplikasi pendaftaran, dan pengembangan akun pihak-pihak yang terkait dengan layanan konseling melalui internet.
Formulir konseling terbagi menjadi dua bagian formulir yang harus dilengkapi oleh calon konseli, bagian pertama adalah formulir yang berisi data pribadi calon konseli yang diperlukan untuk kebutuhan administrasi dan tujuan statistik. Sementara itu, formulir bagian kedua merupakan formulir yang menggambarkan mengenai permasalahan yang saat itu dialami oleh calon konseli, adapun tujuan dari informasi yang diberikan dalam formulir bagian kedua adalah untuk memahami kebutuhan Formulir konseling terbagi menjadi dua bagian formulir yang harus dilengkapi oleh calon konseli, bagian pertama adalah formulir yang berisi data pribadi calon konseli yang diperlukan untuk kebutuhan administrasi dan tujuan statistik. Sementara itu, formulir bagian kedua merupakan formulir yang menggambarkan mengenai permasalahan yang saat itu dialami oleh calon konseli, adapun tujuan dari informasi yang diberikan dalam formulir bagian kedua adalah untuk memahami kebutuhan
Formulir bagian pertama merupakan isian data pribadi dan profil akademis, hal ini diperlukan sebagai data menunjang layanan konseling melalui internet di perguruan tinggi, penambahan isian informasi yang diminta adalah mengenai nama lengkap, nama panggilan, program studi, nomor registrasi mahasiswa, strata pendidikan, tahun masuk kuliah.
Informasi lain yang menunjang profil akademis yang juga terdapat dalam formulir ini adalah mengenai gambaran aktivitas dan sumber penghasilan mahasiswa, informasi lain yang diminta dalam formulir ini adalah suku, alamat asal daerah, alamat tinggal saat ini dan latar belakang pendidikan orangtua, seluruh informasi ini diperlukan sebagai penunjang informasi untuk mengetahui gambaran dasar kehidupan ekonomi, sosial dan budaya mahasiswa yang bersangkutan, mengingat bahwa mahasiswa di perguruan tinggi biasanya berasal dari latar budaya dan kondisi sosial ekonomi yang beragam, dan keberagaman ini dapat diterjemahkan dalam bentuk pola khas perilaku mahasiswa yang bersangkutan (Unesco: guidance & counseling role of the teacher in higher education). Berikut ini merupakan gambar potongan dari formulir utuh yang menggambarkan sebagian isian mengenai profil akademis dan gambaran latar belakang budaya mahasiswa.
Mengetahui nama dan alamat lengkap konseli dalam layanan konseling melalui internet adalah untuk mengantisipasi keadaan krisis yang mungkin dialami oleh konseli jika konselor harus menghubungi layanan darurat (Shaw & Shaw: 2006). Jarak secara geografis telah memisahkan konseli dari konselor yang memberikan bantuan mengatasi keadaan darurat. Apalagi resiko dari layanan secara online melalui internet seperti keterlambatan waktu semakin mempersulit tugas konselor untuk membantu konseli dalam keadaan darurat (Khelifa: 2007), sehingga informasi mengenai nama dan alamat lengkap konseli akan sangat membantu pekerjaan konselor.
Keluwesan penjadwalan konseling adalah salah satu kelebihan dari bentuk layanan konseling melalui internet (Tyler & Guth: 2004), akan tetapi tentu saja diperlukan mekanisme penjadwalan yang jelas guna menunjang keluwesan penjadwalan itu sendiri. Dalam hal ini peneliti, meminta calon konseli untuk menginformasikan mengenai waktu bebas yang dimiliki oleh calon konseli selama hari dan jam kerja, ini dilakukan agar dapat dilakukan penyesuaian waktu yang dimiliki oleh konselor untuk penjadwalan layanan konseling dalam bentuk synchronous melalui chat konseling.
Dalam formulir bagian kedua calon konseli diminta untuk memberikan infromasi yang menggambarkan mengenai permasalahan yang dialami oleh calon konseli, yaitu informasi mengenai alasan mencari layanan konseling, harapan calon konseli dari proses konseling yang akan dilakukannya, gambaran akibat yang ditimbulkan dari permasalahan yang dialami calon konseli terhadap kualitas kehidupan dan prestasi akademis mahasiswa yang bersangkutan, dan latar belakang permasalahan yang dialami oleh mahasiswa yang bersangkutan tersebut. Seluruh data yang telah dilengkapi oleh konseli tersebut, nantinya akan masuk ke admin utama, untuk kemudian diteruskan kepada konselor untuk ditindak lanjuti.
b. Pengejawantahan etika layanan konseling melalui internet Pengejawantahan etika konseling melalui internet tersebut dibuat sebagai informasi yang diketahui oleh calon konseli dan juga dalam bentuk kontrak yang menjelaskan hubungan profesional antara konselor dan konseli berupa kondisi dan b. Pengejawantahan etika layanan konseling melalui internet Pengejawantahan etika konseling melalui internet tersebut dibuat sebagai informasi yang diketahui oleh calon konseli dan juga dalam bentuk kontrak yang menjelaskan hubungan profesional antara konselor dan konseli berupa kondisi dan
Hubungan dalam konseling melalui internet. Diperlukannya bingkai hubungan yang jelas melalui internet karena seorang konselor yang praktek secara online melalui internet harus menyadari berbagai resiko hukum dan etik yang berlaku, meskipun konselor dan atau konseli meyakini bahwa dalam layanan elektronik tersebut tidak akan melebihi batas-batas hubungan professional. Informasi kelebihan dan kekurangan layanan konseling melalui internet ini akan membantu konseli menentukan keinginanannya untuk melanjutkan ke proses selanjutnya atau tidak, meskipun berbagai informasi mengenai kekurangan telah disebutkan, akan tetapi bentuk layanan ini biasanya akan dipilih oleh mereka yang merasa lebih nyaman untuk bertemu konselor secara online jika dibandingkan secara tatap-muka (Casper & Berger: 2005). Dalam hal ini peneliti memberikan informasi kepada calon konseli bukan hanya mengenai kelebihan maupun kekurangan layanan konseling melalui internet, tetapi juga sebagai tambahannya, peneliti juga memberikan informasi kepada calon konseli apa yang dimaksud dengan konseling dan konseling melalui internet itu sendiri.
Informasi berupa pernyataan yang harus dinyatakan konseli yang memastikan bahwa calon konseli pengguna layanan konseling melalui internet memiliki kemampuan baik secara intelektual, emosional dan fisik dalam menggunakan berbagai aplikasi internet, dan sebaliknya aplikasi tersebut itupun dapat memenuhi kebutuhan konseli Peneliti membuat salah satu item pernyataan dalam kondisi dan persyaratan konseling yang harus disetujui oleh calon konseli mengenai kemampuannya secara intelektual, emosional dan fisik dalam menggunakan berbagai aplikasi internet.
Informasi mengenai ketepatan bentuk layanan yang diterima oleh konseli, jika ternyata permasalahan yang dialami oleh konseli lebih cocok dibantu melalui konseling secara tatap muka dan akan sulit jika layanan diberikan melalui internet, sehingga dalam hal ini situs menyediakan infromasi mengenai kemungkinan bentuk layanan konseling yang bisa diterima oleh konseli. Konseling melalui internet bukan bentuk yang tepat untuk digunakan terhadap konseli yang mengalami krisis serius, atau konseli yang mengalami kesulitan untuk menulis dan mengetik (Ainsworth: 2001; Kraus: 2004).
Ainsworth juga menekankan bahwa layanan konseling melalui konseling lebih cocok digunakan untuk mencapai solusi pendek. Permasalahan-permasalahan seperti kekerasan seksual, kekerasan dalam relasi pribadi, gangguan makan (eating disorders) dan gangguan-gangguna psikiatris terkait dengan cara memandang realita (Bloom: 1997, ACA: 1995 dalam Shaw& Shaw: 2006). Untuk memenuhi etika ini, maka peneliti menempatkan informasi mengenai ketepatan bentuk layanan pada bagian yang sama dengan kelebihan dan kekurangan layanan konseling melalui internet, yaitu pada pengantar menu layanan konseling, selain itu informasi ini juga diberikan kembali kepada calon konseli ketika melakukan proses pendaftaran di bagian formulir pertama.
Peneliti memberikan informasi mengenai jenis aplikasi yang akan digunakan chat konseling. Aplikasi yang digunakan chat konseling adalah aplikasi open source yang disediakan oleh Google, yaitu Google Talk (Gtalk), alasan penggunaan aplikasi ini adalah karena Gtalk dapat merekam data teks chat konseling dan menyimpannya dalam bentuk email. Hal ini akan sangat membantu konselor dalam pekerjaannya dan tentu saja dapat dijadikan bahan penelitian lanjutan disinilah letak salah satu dari Peneliti memberikan informasi mengenai jenis aplikasi yang akan digunakan chat konseling. Aplikasi yang digunakan chat konseling adalah aplikasi open source yang disediakan oleh Google, yaitu Google Talk (Gtalk), alasan penggunaan aplikasi ini adalah karena Gtalk dapat merekam data teks chat konseling dan menyimpannya dalam bentuk email. Hal ini akan sangat membantu konselor dalam pekerjaannya dan tentu saja dapat dijadikan bahan penelitian lanjutan disinilah letak salah satu dari
Nomor induk mahasiswa (NIM) adalah salah satu bentuk verifikasi yang tepat untuk layanan konseling melalui internet di perguruan tinggi, sehingga dalam media ini, mahasiswa calon konseli diminta untuk menuliskan nomor induk mahasiswa. Peneliti juga peneliti juga menggunakan aplikasi open source Capthca, dimana calon konseli diminta untuk menuliskan kembali kata-kata tertentu yang tampilannya dikaburkan. Tujuannya adalah untuk menghindari pendaftar palsu yang diprogram oleh komputer yang biasanya memiliki tujuan yang desktruktif. Aplikasi ini ditempatkan dibagian paling akhir dari formulir pendaftaran elektronik, diisi setelah calon konseli melengkapi administrasi pendaftaran online.
Dalam etika layanan konseling melalui internet, jika pengguna adalah anak dibawah umur, maka harus diberikan persetujuan perwalian yang sah dan menggunakan metode verifikasi identitas wali , akan tetapi karena target dalam penelitiannya ini adalah mahasiswa UNJ, sehingga hal ini bisa diabaikan. Akan tetapi, peneliti tetap mempertimbangakan mengenai faktor keterbukaan informasi, dimana situs internet merupakan media yang berada di ruang publik yang bisa diakses oleh siapa saja, maka peneliti tetap mencantumkan batasan usia pengakses situs pada bagian website term & condition, yaitu 13 tahun (Komisi Perlindungan Anak Indonesia: Livingston: 2002; Pew Internet & American life project: 2001 dalam Shaw& Shaw). Jika situs diakses oleh anak dibawah usia 13 tahun, maka ini harus dilakukan dengan pengawasan orang tua atau wali dari indvidu yang bersangkutan.
Sebagai bagian dari proses orientasi konseling, konselor di internet menjelaskan kepada konseli mengenai prosedur dalam kontrak ketika konselor sedang tidak online dan dalam keadaan konseling asynchronous melalui email, seberapa sering konselor akan memeriksa email yang masuk. Pentingnya menempatkan informasi dan prosedur berkenaan dengan gangguan bisa saja terjadi karena berbagai macam alasan, seperti konselor.
Informasi penunjang terkait dengan etika ini adalah adalah mengenai prosedur yang menyikapi keadaan konselor yang tidak online, peneliti melengkapinya juga dengan prosedur yang harus dilakukan oleh konseli jika tidak menghadiri sesi konselingnya. Informasi mengenai prosedur dalam keadaan ketidakhadiran salah satu pihak ini disertakan dalam berkas kondisi dan persyaratan konseling yang harus disetujui oleh calon konseli.
Terkait dengan jadwal pemeriksaan email yang dilakukan oleh konselor, secara teknis tidak bisa diinformasikan dalam ketentuan, karena ini menyangkut kebijakan konselor yang bersangkutan, meskipun demikian, jika mengacu pada Virtual Counseling Resource Guide (2007) dinyatakan bahwa waktu terbaik untuk memberikan tanggapan terhadap permintaan layanan secara online adalah antara 24 sampai 48 jam. Sehingga sebelum konselor memberikan responnya, setelah mendaftar konseli akan mendapatkan respon otomatis, yang memberikan keterangan, bahwa dirinya telah terdaftar dan akan segera dihubungi oleh konselor yang akan memberikan layanan kepadanya.
Resiko kegagalan teknoogi senantiasa terjadi dalam Gangguan terputusnya jaringan online terjadi karena berbagai alasan, beberapa diantaranya seperti karena lupa atau melakukan perjalanan yang wilayahnya tidak termasuk dalam area jaringan internet (Barak: 2005; Rosik: 2001 dalam Khelifa: 2007). Untuk mengatasi hal-hal demikian, maka peneliti memenuhi hal tersebut dengan menempatkannya dalam berkas kondisi dan persyaratan konseling yang harus disetujui oleh konseli.
Potensi kesalahpahaman dalam layanan konseling melalui internet karena tidak adanya informasi nonverbal seperti kontak mata, ekspresi wajah, postur, intonasi suara dan berbagai kesalahpahaman lainnya yang bisa mengakibatkan implikasi negatif terhadap isi, masalah dan diagnosis (Casper & Berger: 2005; Bloom: 1997, 1995, Grohol: 1996, International Society for Mental Health Online [ISMHO]: 2000, Lee: 1998, Sussman: 1998 dalam Shaw & Shaw: 2006). Meskipun demikian Casper & Berger tetap mempertimbangkan bahawa bentuk layanan ini tetap akan dipilih oleh mereka yang mengalami kesulitan untuk bertemu langsung dengan konselor secara tatap-muka. Untuk mengantisipasi hal tersebut, maka peneliti memberikan informasi kepada konseli mengenai potensi kesalahpahaman yang mungkin terjadi dalam sesi konseling.
Media layanan dan konseling yang dikembangakan oleh peneliti tidak memberikan layanan darurat bagi konseli, akan tetapi salah satu tugas konselor adalah membantu konseli dengan memberikan informasi penunjang mengenai perlindungan dan mengatasi keadaan darurat penunjang untuk kebutuhan konseli (Khelifa: 2007; Mallen, Vogel & Rochen: 2005). Untuk memenuhi etika ini, maka peneliti membuat berkas yang berisi alamat dan nomor telepon penting yang memberikan layanan darurat. Berkas tersebut dapat diunduh oleh konseli di bagian website term & condition dan bagian kondisi dan persyaratan konseling.
Peneliti memberikan peringatan kepada konseli yang sifatnya adalah melindungi. Peringata tersebut tersebut adalah mengenai resiko keamanan jika konseli mengakses internet di tempat umum. Hal ini sejalan dengan Salah satu tugas konselor untuk memberikan saran yang melindungi konseli (Khelifa: 2007) Peneliti menempatkan informasi yang berisi peringatan tersebut bersamaan dengan informasi mengenai kerahasiaan pada bagian pengantar layanan konseling.