Skripsi Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Sastra Program Studi Ilmu Sejarah

  SUTAN SJAHRIR, SOSIALISME, DAN PERJUANGAN KEMERDEKAAN INDONESIA Skripsi Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Sastra Program Studi Ilmu Sejarah Disusun Oleh : YOHANA 054314001 FAKULTAS SASTRA PROGRAM STUDI ILMU SEJARAH UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA

  

SUTAN SJAHRIR, SOSIALISME, DAN PERJUANGAN

KEMERDEKAAN INDONESIA

Skripsi

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

  

Memperoleh Gelar Sarjana Sastra

Program Studi Ilmu Sejarah

Disusun Oleh :

YOHANA

  

054314001

FAKULTAS SASTRA

PROGRAM STUDI ILMU SEJARAH

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA

HALAMAN PERSEMBAHAN

  Skripsi ini penulis persembahkan kepada : ¾ Papaku (Stanis Laus Jurin) yang selalu sabar. ¾ Mamaku (Yustina) yang tercinta. ¾ Adikku yang paling penulis sayang (Hildegaldis Rina Angelica). ¾ Seluruh rekan-rekan yang telah membantu.

  

Pernyataan Keaslian Karya

  Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini tidak memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yag telah disebutkan dalam kutipan catatan kaki, dan daftar pustaka, sebagaimana layaknya karya-karya ilmiah.

  Yogyakarta 18 Juni 2010 Penulis

  Yohana

  

ABSTRAK

Yohana

  UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA Skripsi yang berjudul “Sutan Sjahrir, Sosialisme, dan Perjuangan

  

Kemerdekaan Indonesia” ini bertujuan untuk mendeskripsikan riwayat hidup

  Sutan Sjahrir serta menganalisa pemikiran Sjahrir terutama mengenai Sosialisme Kerakyatan. Tekanan serta hambatan yang dialami oleh Sjahrir akan dijelaskan dalam penelitian ini. Penelitian ini hendak memperkaya bangsa Indonesia akan pemikiran Sosialisme Kerakyatan Sutan Sjahrir serta menguraikan upaya-upaya Sjahrir dalam memperjuangkan kemerdekaan Indonesia.

  Dalam penelitian ini metode yang dipergunakan adalah metode sejarah. Ada 5 tahap yang dipergunakan agar dapat merekonstruksi suatu sejarah, yaitu pemilihan topik, pengumpulan sumber, verifikasi, interprestasi dan penulisan. Teori yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah teori politik milik Miriam Budiardjo yang menyatakan bahwa teori politik adalah bahasan dan renungan atas 1) tujuan dari kegiatan politik, 2) cara-cara mencapai tujuan itu, 3) kemungkinan- kemungkinan dan kebutuhan yang ditimbulkan oleh situasi politik tertentu, 4) kewajiban-kewajiban yang diakibatkan oleh tujuan politik itu. Dalam penelitian ini terdapat tiga rumusan permasalahan. Pertama, latarbelakang riwayat hidup dan sosio-historis sosialisme kerakyatan Sutan Sjahrir. Kedua, perjuangan Sutan Sjahrir dalam kemerdekaan Indonesia. Ketiga, perjuangan serta kegiatan Sjahrir setelah tidak menjabat dalam pemerintahan.

  Pemikiran Sutan Sjahrir ataupun cara pandangnya melampaui zamannya pada masa itu. Ketika nasionalisme menjadi pegangan garis perjuangan, Sjahrir menekankan bahwa tanpa demokrasi, nasionalisme bisa bersekutu dengan feodalisme. Menurut Sjahrir, humanisme jauh lebih penting dari segala-galanya. Tidak cukup hanya sekedar mengandalkan nasionalisme, karena jika tanpa humanisme, maka yang terjadi hanyalah memerdekaan dan juga mensejahterakan diri sendiri. Sutan Sjahrir bukanlah politikus yang hanya memikirkan bagaimana supaya dapat memperoleh kemenangan di saat Pemilu tetapi dia adalah seorang negarawan yang segala tindakan, strategi, dan juga pengetahuannya adalah untuk kemajuan serta kemerdekaan rakyat Indonesia. Ia merupakan seorang negarawan yang memikirkan proses berbangsa dalam jangka panjang, dan teristimewa usaha- usahanya yang selalu memperjuangkan hak-hak azasi semua warga-negara.

  

ABSTRACT

Yohana

  UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA The purpose of this thesis entitled “ Sutan Sjahrir, Socialism, and the

  Indonesian Independence Struggle “ was to describe and analyze Sutan Sjahrir’s life and his thoughts, concerning the socialism in the grass root in particular. It also described the pressure and obstacles that Sutan Sjahrir experienced. The research was enriching the Indonesian people about Sutan Sjahrir’s thoughts on the democratic socialism as well as analyzing Sjahrir’s efforts in struggling for the Indonesian independence.

  The method that was applied in the research was a historical method. The five stages implemented able to reconstruct a history were the topic selection, data sources gathering, verification, interpretation, and the writing. The research made use of the political theory of Miriam Budiardjo, who’s state that political theory is a discussion and insights of: 1) the objective of political activities, 2) ways of achieving the objectives, 3) the probabilities and the needs resulting from a specific political situation, 4) the resultant responsibilities because of the respective political objectives. In the research there were three problem formulations. Firstly, the background of the Sutan Sjahrir’s biography and the socio-history of democratic socialism. Secondly, Sutan Sjahrir’s struggle in the Indonesian independence. Thirdly, Sjahrir’s struggle and activities after he was out of office of the government.

  Sutan Sjahrir’s thoughts or his view was at that time considered beyond his era. When nationalism was the main guide for struggling, Sjahrir stressed that without democracy, nationalism might be aligned with feudalism. According to Sjahrir, humanism was far more important of all others. Taking nationalism for granted was not enough, as without humanism, there would be independence only, and egoistic welfare . Sutan Sjahrir was not a politician who thought only of how to get victory in a general election, but he was also a statesman whose actions, strategies, and knowledge were dedicated for the freedom and progress of the Indonesian people. He was a kind of a statesman who deeply thought of the process of the nation’s long life, particularly in his efforts to fight for all the citizens’ human rights.

  

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH

UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

  Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma : Nama : Yohana Nomor Mahasiswa : 054314001 Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul :

  

SUTAN SJAHRIR, SOSIALISME, DAN PERJUANGAN

KEMERDEKAAN INDONESIA”

  beserta perangkat yang diperlukan (bila ada). Dengan demikian saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam bentuk pengakalan data, mendistribusikan secara terbatas dan mempublikasikannya di internet atau media lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta ijin dari saya maupun memberikan royalty kepada saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis. Demikian pernyataan ini yang saya buat dengan sebenarnya. Dibuat di Yogyakarta Pada Tanggal : 18 Juni 2010 Yang menyatakan

  Yohana

KATA PENGANTAR

  Akhirnya penulisan skripsi ini dapat diselesaikan. Begitu banyak tantangan yang dihadapi dalam penulisan ini. Tetapi itu bukan menjadi persoalan karena selalu ada orang-orang yang mendukung supaya dapat dengan segera menyelesaikan skripsi ini. Beruntung sebelum mengajukan proposal skripsi ini terlebih dahulu dilaksanakan diskusi dengan teman-teman jurusan Ilmu Sejarah sehingga kekurangan dalam penulisan skripsi ini dapat terbantu.

  Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yesus Kristus, atas berkat dan juga rahmat-Nya penulis selalu dengan sabar untuk dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini. Penulis sangat bersyukur atas dampingan-Nya disaat penulis sedang mengalami kesusahan. Terima kasih atas semua doa-doa penulis yang senantiasa Tuhan Yesus dengarkan dan juga kabulkan.

  Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada seluruh staf pengajar yang selalu membantu serta memberikan dukungan kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Terima kasih kepada Drs. Hb. Hery Santosa, M.Hum. dosen dan juga Ketua Program Studi Ilmu Sejarah yang selalu setia memberikan motivasi kepada teman-teman di jurusan Ilmu Sejarah. Terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Drs. Silverio R. L. Aji Sampurno, M. Hum dosen sekaligus pembimbing skripsi yang selalu memberikan ide-ide dan juga mengoreksi penulisan skripsi ini dengan sabar. Terima kasih kepada Drs. Ign. Sandiwan Suharso selaku dosen dan juga pembimbing akademik yang selalu menasehati dikala penulis memperoleh IPK yang tidak bagus.

  Terima kasih yang sebesar-besarnya penulis sampaikan kepada seluruh staf pengajar Jurusan Ilmu Sejarah; Drs. H. Purwanta, M. A, Dr. FX. Baskara T.

  Wardaya, SJ, Dr. Anton Haryono, Prof. Dr. P. J. Suwarno S. H (almarhum), Drs. Manu Jayaatmaja, M. A, Dr. St. Sunardi, Drs. Andri Nurcahyo.

  Penulis juga mengucapkan tarima kasih kepada keluarga tercinta; papa (Stanis Laus Jurin) yang senantiasa selalu mendukung dan juga selalu memenuhi kebutuhan penulis. Mamaku (Yustina) yang selalu dengan sabar membesarkan, menghadapi penulis, memberi masukan yang begitu berarti bagi penulis, serta memberikan kasih sayang yang tulus bagi penulis. Kepada adik penulis,

  

Hildegaldis Rina Angelica, terima kasih yang tak habis-habisnya penulis

  sampaikan atas doa-doa, dukungan, dan juga nasehatnya. Skripsi ini penulis persembahkan untuk kalian.

  Terima kasih penulis sampaikan untuk kedua orang nenek penulis, om (mamo) Stef, tante (ambe) Linah, paman Agus, bi Evi, sepupu-sepupu penulis yang selalu saja menanyakan kapan penulis wisuda; Kak Dina, Yanti, Martin, Hel, Agnes, Andri, Okta.

  Untuk sahabat-sahabat penulis, terima kasih atas dukungan, nasehat, dan juga kebersamaan dengan kalian ; Lilis, Chatrine, Marsya, dek Evi, dan dek Emil.

  Dan terima kasih juga untuk teman-teman seperjuangan; sr.Andreani, Anggoro, Agung, Bondan, Hafen. Terima kasih juga untuk; Ismiyati, Tati, Ifa, Theo Yanzen, Sr. Mena.

  Terima kasih untuk teman-teman di Pondok Angela Pringwulung (asrama Ursulin) atas kebersamaan penulis bersama kalian ketika baru memasuki bangku kuliah. Sr. Yekti, Sr. Merci, Sr, Nati, Sr. Etty, Sr. Vero, Ena, Lina, Ayek. Terima kasih banyak penulis ucapkan yang sebesar-besarnya kepada para suster-suster yang selalu membimbing kami, para anak asrama, terima kasih karena telah memberi kami pengalaman-pengalaman yang begitu berharga.

  Terima kasih juga untuk teman-teman Fokus Mapawi (Kab Melawi) khususnya yang tinggal di kontrakan Kab Melawi yang selalu berbagi kegembiraan di saat melaksanakan Gawai Dayak, dan masih banyak lagi teman-teman yang selalu mensupport penulis dalam menyelesaikan skripsi ini yang tidak dapat penulis sebutkan satu-persatu.

  

DAFTAR ISI

  Halaman HALAMAN JUDUL ...................................................................................... i HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ............................................. ii HALAMAN PENGESAHAN ........................................................................ iii HALAMAN PERSEMBAHAN ..................................................................... iv PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ........................................................ v ABSTRAK ..................................................................................................... vi ABSTRACT .................................................................................................... vii LEMBAR PUBLIKASI KARYA ILMIAH .................................................... viii KATA PENGANTAR .................................................................................... ix DAFTAR ISI .................................................................................................. xi

  BAB I PENDAHULUAN ........................................................................... 1 1.1. Latar Belakang ................................................................................ 1 1.2. Rumusan Masalah ........................................................................... 9 1.3. Tujuan Penelitian ............................................................................ 9 1.4. Manfaat Penelitian .......................................................................... 10 1.5. Landasan Teori ................................................................................ 11 1.6. Tinjauan Pustaka ............................................................................. 14 1.7. Metode Penelitian ........................................................................... 18 1.8. Sistematika Penulisan ..................................................................... 20

BAB II RIWAYAT HIDUP SUTAN SJAHRIR DAN SOSIO-HISTORIS

SOSIALISME KERAKYATAN .................................................. 21 2.1. Riwayat Hidup Sutan Sjahrir .......................................................... 21 2.2. Perkenalan Sjahrir dengan Sosialisme ............................................. 23 2.2.1. Jong Indonesia ...................................................................... 23 2.2.2. Sjahrir di Negara Belanda pada tahun 1929-1931 ............... 26 2.3. Sosialisme Kerakyatan Indonesia ................................................... 29 BAB III SUTAN SJAHRIR DAN PERJUANGAN KEMERDEKAAN INDONESIA ............................................................................... 35 3.1. Peran Sjahrir Sebelum Kemerdekaan Indonesia ............................. 35

  3.1.2. Pendudukan Jepang pada tahun 1942 .................................. 40 3.2. Peran Sjahrir Untuk Mencapai Kemerdekaan ............................... 42 3.2.1.

  Proklamasi Kemerdekaan Indonesia 1945 ........................... 42 3.2.2. KNIP (Komite Nasional Indonesia Pusat) tahun 1945 ........ 47 3.2.3. Perdana Menteri (15 November 1945–7 Juni 1947) ............ 50

  BAB

  IV DAMPAK SERTA PENGARUH SUTAN SJAHRIR PASCA KEMERDEKAAN INDONESIA ................................................. 61 4.1.

  Partai Sosialis Indonesia (PSI) ........................................................ 61 4.1.1.

  Pembentukan Partai Sosialis Indonesia (PSI) Tahun 1948 ... 61 4.1.2. Kekalahan PSI dalam Pemilihan Umum Tahun 1955 .......... 67

  4.2. Akhir dari Karir Sjahrir ................................................................... 71 4.2.1.

  Pembubaran Partai Sosialis Indonesia (PSI) Tahun 1960 .... 77 4.2.2. Penangkapan Sjahrir Tahun 1962 ......................................... 77

  BAB V PENUTUP ...................................................................................... 81 5.2. Kesimpulan ............................................................................ 81 DAFTAR PUSTAKA .................................................................................... 87

  

BAB I

PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang

  Suatu negara dapat membangkitkan pergerakan bangsanya dengan beberapa syarat, yakni kesatuan ekonomi, politik, dan budaya. Terpenuhinya ketiga syarat itu lebih merupakan karena proses sosial yang mandiri daripada hasil cita-cita, rencana, atau pun rekayasa pemerintah jajahan. Demikian pula halnya di Indonesia pada awal tahun 1900-an.

  Walaupun ketiga syarat tersebut sudah terpenuhi, kebangsaan tidaklah bangkit dengan sendirinya. Sebagai syarat, maka yang terkandung di dalamnya hanyalah peluang bagi terbentuknya kebangsaan. Karena tak ada peluang yang tanpa masalah, maka berhasil-tidaknya pelembagaan itu tergantung pada kemampuan masyarakat dan kekuasaan negara mengatasi rangkaian masalah yang timbul dalam peluang tersebut.

  Kenyataannya, masyarakat dan pemerintah jajahan gagal mengatasi rangkaian masalah yang muncul. Dengan demikian gagal pula terciptanya keseimbangan berdasarkan cita-cita politik Etis. Malahan, lambat-laun masyarakat nusantara menuntut bubarnya kekuasaan negara jajahan itu sebagai syarat keseimbangan atau kebangsaannya. Masyarakat nusantara berjuang kearah terbentuknya kekuasaan negara yang sama sekali baru berdasarkan kekuatan dan kemampuan sendiri.

  Ada empat hal yang menyebabkan kegagalan itu terjadi dan bagaimana cita-cita kebangsaan yang lain dapat diperjuangkan. Pertama, tahun 1900-1912.

  Dalam peluang selama kurun waktu tersebut timbulah rangkaian masalah yang bersifat sangat berat sebelah. Seperti masa VOC, masyarakat merasa asing sama sekali, dan bingung, dengan kesempatan serta kesulitan yang harus dihadapi, sementara pemerintah jajahan bergelimang triomfalisme, yakni sikap serba tahu, serba mampu, serba kuasa menentukan arah perkembangan yang harus ditempuh oleh masyarakat.

  Kedua, tahun 1912-1921. Ketika pemerintah tampak semakin tahu apa yang harus dilakukan, masyarakat baru mulai meraba-raba ujung pangkal masalah yang timbul, dan dengan demikian sedapat mungkin mengatasinya. Masuk akal bahwa masyarakat terpecah sekalipun hanya karena pengertian yang berbeda-beda mengenai rangkaian masalah yang muncul selama periode ini. Juga bisa dimengerti bahwa pemerintah jajahan memanfaatkan perpecahan tersebut untuk kepentingan kekuasaannya.

  Ketiga, tahun 1921-1927. Masyarakat yang sebelumnya meraba-raba, akhirnya mengira sedang menemukan hakikat masalah yang dihadapi. Yang dikira hakikat itu pada dasarnya bersifat modern dan revolusioner sekaligus. ‘Modern’, karena melintasi penggolongan sempit, ‘Revolusioner’, karena menolak cara-cara lama yang lambat-laun, cara-cara politik Etis.

  Walaupun demikian, karena baru menemukannya, baik sifat modern maupun revolusioner itu cenderung diyakini tanpa melewati ujian kenyataan.

  Melintasi pertolongan sempit dapat berarti percaya pada pertolongan dari dunia internasional. Keanggotaan dalam Pan-Islamisme dan Comintern merupakan wujudnya. Menolak cara-cara Politik Etis bisa berarti kekerasan. Kerusuhan PKI- Sarekat Ra’jat merupakan pantulannya. Bahwa sintesa dari keduanya, yang menjelma dalam faham kebangsaan Perhimpunan Indonesia (PI) di Nederland,

  1 pada awalnya masih sukar lepas dari internasionalisme dan radikalisme.

  Sekitar tahun 1927 dan runtuhnya negara jajahan Belanda oleh Jepang pada tahun 1942, kebangkitan nasional mulai bergaya kurang semarak. Dalam masalah politik, gerakan anti-penjajahan melanjutkan langkah-langkah yang tidak menghasilkan apa-apa. Rezim Belanda memasuki tahapan yang paling menindas dan paling konservatif (bersikap mempertahankan keadaan) dalam sejarahnya pada abad XX. Rakyat daerah pedesaan tidak lagi memainkan peranan politik yang aktif karena dikecewakan oleh pengalaman mereka dengan SI dan PKI pada tahun-tahun sebelumnya dan juga karena, mulai tahun 1930 dan seterusnya mereka lebih disibukkan dengan usaha untuk mengatasi masa-masa sulit yang ditimbulkan karena depresi.

  Akan tetapi ada beberapa aspek masa itu yang menyiapkan pengguna peristiwa-peristiwa yang akan terjadi setelah tahun 1942. Pertama, semua harapan bagi terjalinnya kerjasama dengan Belanda benar-benar sudah hancur, sehingga satu-satunya taktik yang dimungkinkan untuk masa mendatang hanyalah perlawanan terhadap Belanda. Kedua, perpecahan-perpecahan yang mendalam di kalangan elite Indonesia yang sangat kecil jumlahnya umumnya tidak

1 Parakitri T Simbolon. 1995. Menjadi Indonesia, Jakarta: Kompas,

  mengalahkan kesepahaman bahwa tujuan utama upaya politik adalah pembentukan negara Indonesia yang merdeka. Dengan demikian, nasionalisme menempati posisi ideologis yang paling berpengaruh. Ketiga, demi kepentingan persatuan yang maksimal di antara kelompok-kelompok budaya, agama, dan ideologi di Indonesia, maka ide nasionalis ini menolak naluri-naluri Pan-Islam dan pembaharuan dari para pemimpin Islam perkotaan, dengan mengambil suatu posisi yang secara konfensional disebut ‘sekuler’ tetapi yang dalam praktik sering dilihat sebagai anti-Islam oleh para pemimpin Islam. Dengan demikian Islam didesak pada posisi politik yang terkucil yang dengan perkecualian-perkecualian yang jarang terjadi, ditempatinya hampir sepanjang abad XX. Keempat, adanya kesadaran di antara para pemimpin agama bahwa mereka menghadapi banyak tantangan yang sama dan mempunyai suatu komitmen yang sama pada agama mereka, mengurangi pertentangan-pertentangan sengit antara kaum muslim modernis dan tradisional serta membawa kedua kelompok tersebut lebih dekat satu sama lain. Yang terakhir, tokoh-tokoh yang muncul sebagai pemimpin- pemimpin Indonesia pada masa itu sangat penting karena, betapapun ketidakberhasilan mereka saat itu, mereka ditakdirkan menjadi generasi pertama dalam sejarah Indonesia untuk memimpin seluruh kepulauan Indonesia sebagai bangsa yang bersatu dan merdeka.

  Taufik Abdullah dalam tulisannya ”Pahlawan dalam Perspektif Sejarah” (Prisma, No.7,1976), menjelaskan supaya dapat menghargai jasa para pahlawan secara wajar dan benar, tidak hanya ”dikenang tetapi tidak relevan”. Hal yang wajar jika masyarakat membutuhkan kehadiran pahlawan karena hal itu menjadi kebutuhan manusia untuk mengidentifikasi atau menetapkan identitas diri dengan suatu norma, ikatan simbol. Akan tetapi, simbol manakah dari seseorang pribadi kuat yang bisa dijadikan cermin cita-cita sekaligus pandu perjuangan hidup kita,

  2

  baik sebagai perorangan, kelompok, maupun bangsa ?. Persoalan dapat dikaji lebih mendalam dan permasalahan bisa lebih jelas bila menghadapi pertanyaan semacam itu. Lalu bagaimana dengan seseorang yang memberikan gelar pahlawan nasional kepada Sjahrir ? Tokoh itu, yang oleh seorang tokoh politik lain dan bahkan seorang sejarawan-sebelum meneliti dengan baik mempertanyakan apakah dia ’pahlawan atau penghianat’, adalah Sukarno. Taufik Abdullah menduga, Sjahrir mungkin hanya akan tersenyum sinis sambil geleng-geleng kepala dan berkata : ”Bangsaku!”

  Atas dasar pemikiran Taufik Abdullah di atas, Sutan Sjahrir tidak hanya ditempatkan dalam kedudukannya sebagai pahlawan nasional yang resmi menjadi penghuni Kalibata, tetapi melihat relevansi negarawan dan seorang Sjahrir yang pernah menjadi nahkoda pertama republik yang baru bertolak dan langsung dihantam oleh badai dan topan, dalam sikapnya terhadap kebudayaan

  3 pembentukan bangsa.

  Y.B. Mangunwijaya berpendapat bahwa fungsi dan jasa Sjahrir adalah menjadi pemikir dan nahkoda pertama yang tenang dan harus menjawab tuntutan

2 Yanto Basri dan Retno Suffatni (ed). 2004. Sejarah Tokoh Bangsa, Yogyakarta: Lkis. hal 71.

  4

  wajibnya; melihat jauh ke depan, bahkan bagaikan melalui radar . Ia merupakan pelengkap paling tepat dan vital di kala itu dalam diri Sukarno-Hatta. Kalau Sukarno menyalakan energi mesin diesel yang dahsyat, penggerak bahtera yang sedang terancam, maka Sjahrir merupakan nahkoda yang berpikir dingin, tokoh yang bersih dari noda kolaborasi Jepang dan revolusioner. Hal ini diakui hampir seluruh pemimpin rakyat ketika itu, termasuk Sukarno-Hatta dan para pelopor pemuda, kecuali yang berhaluan komunis atau yang percaya kerja fasis karena

  5 mereka sudah punya resep tersendiri.

  Sjahrir menjadi pemimpin, seperti ketua KNIP dan Badan Pekerja, tidak diperoleh dengan merebut dari tangan orang lain, tetapi karena kepercayaan para pemuda saat itu. Sjahrir memahami bahwa situasi sudah berubah dan karena itu ia menerima daulat pemuda-pemuda. Sikap ini sering kali ditafsirkan sebagai ’kebimbangan’. Padahal, untuk memahami situasi dunia internasional maka sikap ini merupakan keniscayaan karena yang dibutuhkan adalah tokoh non-Jepang murni. Begitu ia masuk sidang langsung menjadi ketua baru dengan suara mayoritas.

  Peristiwa tersebut menjelaskan bahwa Sjahrir sebagai aktivis kemerdekaan selama zaman Jepang diakui para pemuda. Aksi-aksinya di bawah tanah yang memaksanya harus bersembunyi dan sering kali bertindak di bawah empat mata telah menghasilkan efek politik praktis, paling tidak di kalangan pemuda terkemuka dan Sukarno-Hatta. Kepercayaan yang begitu besar dan hampir tanpa

4 Radar adalah alat (yang memakai gelombang radio) untuk mendeteksi jarak, kecepatan, dan arah benda yang bergerak atau benda yang diam.

  sikap hati-hati dalam situasi kritis sepanjang bulan Oktober-November 1945 menentukan segala-galanya bagi masa depan bangsa, tentu mempunyai landasan moral dan rasional yang sangat kuat. Intuisi (daya atau kemampuan mengetahui) para pemimpin muda dan tua merasa bahwa pada situasi saat itu Sjahrir merupakan orang tepat tidak hanya sebagai pengganti Sukarno-Hatta, tetapi pelengkap ”triumvirat de facto” Sukarno-Hatta. Intuisi mereka murni, tidak tercemar sedikit pun oleh pandangan politik kotor, ambisi pribadi, atau permainan klik ketika para pejuang sudah masuk ke berbagai kota lagi, dan perjuangan membawa sekian petualang untuk saling berebut hasil pada tahun-tahun pertama 1945-1950. Sebelum itu, para pemimpin rakyat terpengaruh oleh ide manifes politik Sjahrir, Perjuangan Kita, yang terbit pada bulan Oktober 1945. Saat itu mereka hanya mengenal keikhlasan untuk menyelamatkan republik yang baru tiga bulan terbebas dari teror penjajah maupun tendensi anarkis dari Indonesia sendiri yang membalas teror dengan teror. Selama bulan Oktober-November 1945 semangat yang bersemboyan ”Merdeka atau Mati” sudah dirasakan begitu ironisnya, namun tidak memberikan garansi keberhasilan suatu revolusi. Akal sehat menyadari bahwa yang dibutuhkan hanya ”merdeka atau hidup”.

  Kenyataan tersebut menunjukkan bahwa justru para pemuda mendukung Sjahrir, meski Perjuangan Kita sarat dengan kritik keras terhadap mereka. Ini menunjukkan bahwa Sjahrir memiliki sesuatu yang bersendi fondasi kuat, tidak lapuk oleh kekosongan untuk menghasut ketika itu, tetapi segar, muda, bijaksana, menjangkau jauh ke depan tanpa melupakan situasi yang mendesak, meyakinkan semua. Manifes Perjuangan Kita mengerutkan dahi hampir setiap pemimpin dan pelopor, terutama mereka yang bekerja sama dengan Jepang karena menjadi sasaran kritiknya.

6 Hanya Sjahrir satu-satunya pemimpin yang mempunyai konsep

  dasar yang bijaksana dan strategis, konsisten, dan menyeluruh, tentang apa yang harus dikerjakan dalam menghadapi lautan api teror Belanda dan dunia internasional. Bahkan, pandangannya begitu jauh sehingga jika kita sekarang- sekian puluh tahun sesudah 1945-membaca ulang tulisan-tulisan Sjahrir, maka hampir setiap kalimat bisa langsung kita gunakan, seolah-olah tulisan tersebut tidak ditulis waktu itu, tetapi sekarang, dan bukan hanya tertuju kepada bangsa Indonesia, melainkan setiap penguasa negara-negara berkembang bekas koloni. Kepada Belanda ia menulis :

  ”...tanah tumbuh untuk segala ekstrimisme nasionalistis adalah situasi kompleks rasa minder, sosial, dan rohani dari orang-orang Indonesia, rasa dendam terhadap sikap ras yang memandang ke bawah pada jutaan kaum tertindas. Kenyataan itu tidak bisa dihilangkan oleh politik kesejahteraan apa pun dan oleh politik Etis apa pun. Penghargaan ’dari hati yang berkenan’ semacam itu terhadap daya-daya kebangunan rakyat yang pada tumbuh hanya membawa kebencian, karena merupakan permainan atas kompleks- kompleks minder orang-orang Indonesia. Itu sudah disadari oleh orang-orang seperti Snouck Hurgronje dan Hazeu. Dasar rasa dendam terhadap kaum penindas hanya dapat lenyap dengan jalan iklas memberi harga diri kepada orang-orang Indonesia. Dan itu hanya bisa terjadi bila ada perubahan fundamental dalam sikap jiwa penguasa kulit putih terhadap orang-orang Indonesia, suatu perubahan sikap berkenan sang bapak yang jauh lebih bijaksana terhadap si anak yang terbukti mulai bersemi prakarsa kerja dan kecerdasannya, ke arah penghormatan yang sejati.”

  7 Kata-kata tersebut mencerminkan seorang negarawan yang bijaksana,

  yang tidak hanya berlaku untuk pejabat-pejabat Belanda, tetapi juga untuk setiap pemerintah bangsa bekas koloni, terutama orang yang mengira bahwa hanya

6 Ibid. hal 78-79.

  dengan ”politik kesejahteraan” rakyat akan terpesona untuk berterima kasih melihat pembangunan-pembangunan fisik, stabilitas ekonomi, dan sebagainya, seperti pemikiraan Belanda sebelum Perang Dunia II dan sesudahnya yang mencoba membangun politik Etis untuk bangsa Indonesia. Ada sesuatu yang lebih dalam pada permasalahan bangsa Indonesia, dan itu secara tajam dapat dilihat oleh Sjahrir.

1.2. Rumusan Masalah

  Untuk mengetahui secara mendalam tentang Sutan Sjahrir, Sosialisme, dan Perjuangan Kemerdekaan Indonesia, maka skripsi ini akan membahas pokok permasalahan sebagai berikut :

  1. Bagaimanakah latarbelakang riwayat hidup dan sosio-historis sosialisme kerakyatan Sutan Sjahrir ?

2. Bagaimanakah perjuangan Sutan Sjahrir dalam kemerdekaan Indonesia ? 3.

  Sejauh mana dampak atau pengaruh Sutan Sjahrir pasca kemerdekaan Indonesia ?

1.3. Tujuan

  Tujuan dari skripsi yang berjudul Sutan Sjahrir, Sosialisme, dan Perjuangan Kemerdekaan Indonesia adalah sebagai berikut :

  • - Akademis

  Untuk melihat sejauh mana sosilisme kerakyatan Sutan Sjahrir menjadi landasan perjuangan kemerdekaan. Penulisan skripsi ini menganalisa pemikiran Sjahrir mengenai sosialisme kerakyatan. Tekanan dan juga hambatan yang dialami oleh Sjahrir dalam usahanya mewujudkan nilai-nilai sosialisme kerakyatan juga akan dijelaskan dalam penelitian ini.

  • - Praktis

  Secara praktis penulisan skripsi ini hendak memperkaya bangsa Indonesia akan pemikiran sosialisme kerakyatan Sutan Sjahrir dan menguraikan upaya- upaya Sjahrir dalam memperjuangkan kemerdekaan Indonesia. Sjahrir yang selama ini ditempatkan dalam posisi yang salah padahal Sjahrir memiliki peranan yang penting dalam mencapai kemerdekaan Indonesia.

1.4. Manfaat Penelitian - Teoretis

  Skripsi ini diharapkan dapat berguna khususnya untuk keilmuan sejarah supaya dapat mengetahui bagaimana perjuangan Sutan Sjahrir untuk menerapkan sosialisme kerakyatan serta bagaimana perjuangannya untuk mencapai kemerdekaan Indonesia. Skripsi ini juga diharapkan agar dapat memberikan sebuah cara pandang baru dan juga menambah pemahaman masyarakat akan besarnya peran Sjahrir di dalam negara Indonesia.

  • - Praktis

  Dalam konteks praktis, penulisan ini diharapkan dapat memberikan informasi serta pemahaman yang baru mengenai sejarah Indonesia terutama mengenai sejarah seorang tokoh yaitu Sutan Sjahrir. Skripsi ini diharapkan dapat menambah wawasan dan ilmu pengetahuan mengenai perjuangan politik, lebih khususnya perjuangan politik Sutan Sjahrir dan diharapkan dapat dimanfaatkan sebagai bahan pelengkap dalam pengajaran sejarah.

1.5. Landasan Teori

  Teori sangat dibutuhkan pada saat melakukan penelitian untuk mempertajam permasalahan-permasalahan yang dikaji. Pada penelitian skripsi yang berjudul Sutan Sjahrir, Sosialisme, dan Perjuangan Kemerdekaan Indonesia, teori yang dipergunakan adalah teori politik milik Miriam Budiardjo.

  Dalam teori tersebut membahas mengenai ; 1) tujuan dari kegiatan politik, 2) cara- cara mencapai tujuan itu, 3) kemungkinan-kemungkinan dan kebutuhan yang ditimbulkan oleh situasi politik tertentu, 4) kewajiban-kewajiban yang diakibatkan oleh tujuan politik itu. Konsep-konsep yang dibahas dalam teori politik mencakup antara lain, masyarakat, kelas sosial, negara, kekuasaan, kedaulatan, hak dan kewajiban, kemerdekaan, lembaga-lembaga negara, perubahan sosial,

  8 pembangunan politik, modernisasi, dan sebagainya.

  Sutan Sjahrir melibatkan dirinya dalam dunia politik bukan karena ketertarikannya pada jenjang kekuasaan tetapi ia merasa bahwa negara sangat membutuhkan pertolongannya terutama disaat awal kemerdekaan Indonesia. Banyak hal yang telah dilakukan Sjahrir untuk Kemerdekaan Indonesia. Kegiatannya bukan dilakukan dengan hal-hal yang negatif tapi untuk mencapai kemerdekaan yang sesungguhnya terutama menghindari tuduhan bangsa Belanda yang menganggap kemerdekaan Indonesia adalah hadiah dari bangsa Jepang,

8 Miriam Budiardjo. 1977. Dasar-dasar Ilmu Politik, Jakarta: Gramedia.

  Sjahrir menawarkan jalur diplomasi pada pihak Belanda untuk menghindari tindakan kekerasaan yang bisa berakibat buruk bagi bangsa Indonesia..

  Menurut Miriam Budiardjo dalam bukunya yang berjudul Dasar-dasar

  

Ilmu Politik , teori adalah generalisasi (simpulan umum dari suatu kejadian, hal,

  dsb) yang abstrak mengenai beberapa fenomena. Dalam menyusun generalisasi itu teori selalu memakai konsep-konsep. Konsep itu lahir dalam pikiran manusia dan karena itu bersifat abstrak, sekalipun fakta-fakta dapat dipakai sebagai batu loncatan.

  Sejarah politik sangatlah menonjol pada abad ke-19 sebagai abad nasionalisme dan formasi negara nasional di Eropa Barat. Semenjak itu, sejarah perang dan diplomasi sangat menonjol di satu pihak, dan di pihak lain peranan raja, panglima perang, negarawan memegang peranan utama. Tradisi itu masih sangat kuat dewasa ini, dikarenakan adanya anggapan (ataupun teori) bahwa jalannya sejarah terutama ditentukan oleh kejadian politik, perang, serta tindakan tokoh-tokoh politik, militer, dan diplomasi. Hal ini sama dengan teori orang besar,

  9 yang mengatakan bahwa orang besarlah yang menentukan jalannya sejarah.

  Sejarah politik sebagai sejarah politik gaya baru memakai pendekatan ilmu-ilmu sosial dan dengan demikian tidak hanya memperluas cakrawala politik, tetapi juga membuat perspektif politik lebih luas, lengkap dan multidimensional, mencakup interdependensi proses politik dengan jaringan sosial, sistem ekonomi, sistem nilai, dan lain sebagainya.

9 Sartono Kartodirdjo. 1992. Pendekatan Ilmu Sosial Dalam Metodologi

  10 Sejarah politik sebagai sejarah konvensional pada umumnya

  mengutamakan peranan tokoh-tokoh atau orang-orang besar sebagai faktor

  11

  penentu jalannya sejarah. Dengan demikian, dilupakan bahwa peranan seorang pelaku senantiasa terjadi dalam kondisi struktural tertentu, dengan kata lain, proses yang terjadi mencakup aksi pelaku pada hakikatnya merangkai serta membatasi ruang bergeraknya. Peranan merupakan aspek dinamis dari status, sedangkan status tidak lain ialah unsur dari struktur sosial tertentu. Struktur diaktulisasikan lewat atau oleh aktivitas. Struktur kekuasaan menentukan pola distribusi kekuasaan yang menentukan tempat serta ruang lingkup peran yang dijalankan oleh pelaku politik. Peranan pemimpin atau tokoh besar sangat tergantung pada struktur kekuasaan yang ada di dalam masyarakatnya. Untuk menentukan peranan tokoh sejarah dalam proses sejarah perlu diketengahkan masalah seberapa jauh seorang tokoh membentuk proses sejarah ataukah kondisi sosiallah yang menentukan peranan tokoh sejarah.

10 Sejarah Konvensional sama dengan konfensionalisme yaitu 1).

  Pandangan yang menyatakan, konsep-konsep ilmiah dan konstruksi-konstruksi teoritis pada dasarnya merupakan produk-produk persetujuan di antara kaum ilmuan. Persetujuan-persetujuan ini berasal dari pertimbangan-pertimbangan kebiasaan, ketepatan, kesederhanaan; unsur-unsur konvensionalisme ditemukan pada positivisme, pragmatis (bersifat praktis) dan operasionalisme. Paham-paham ini menyajikan pemikiran teoritis sebagai suatu yang subyek dan menerangkan penggunaan beberapa sistem konsep dan konstruksi matematik oleh kaum ilmuan menurut keinginan mencapai pemahaman timbal balik. 2). Kecenderungan untuk memegang teguh kebiasaan. 3) sesuatu yang merupakan tradisi atau kebiasaan. Save M.Dagun. 1997. Kamus Besar Ilmu Pengetahuan, Jakarta; LPKN. hal 532.

12 Suatu determinisme sosial sudah tentu berpendapat bahwa seluruh

  peranan seorang tokoh ditentukan atau dipengaruhi oleh struktur masyarakat, atau paling tidak peranannya dijalankan dalam batas-batas struktural masyarakat, jadi terikat pada suatu keterbatasan. Perlu diakui bahwa kebebasan dalam arti mutlak tidak dapat diberlakukan, tidak lain karena pelaku selalu terikat pada kebudayaan atau kepada zaman. Pelaku tidak dapat sepenuhnya melepaskan diri dari ikatan atau subjektivitas itu, khususnya yang berkaitan dengan pandangan dunia. Perlu diakui bahwa tokoh sejarah sering kali lebih jauh memandang ke depan atau

  13

  berperan sebagai perintis. Perintis atau pelopor sering menuntut perubahan revolusioner sehingga pelaksanaannya menuntut kepribadian atau kepemimpinan yang kuat.

1.6. Tinjauan Pustaka

  Sudah banyak orang yang menulis tentang Sutan Sjahrir, sosialisme dan perjuangan kemerdekaan antara lain; buku yang ditulis oleh Sutan Sjahrir (Sjahrazad) Renungan Indonesia, buku ini merupakan kumpulan dari tulisan- tulisan Sjahrir dari tahun 1934-1938. Di dalam buku ini Sjahrir memaparkan bahwa perjuangan kemerdekaan Indonesia bukan hanya sebagai perjuangan bangsa Indonesia agar dapat melepaskan diri dari penjajahan, tetapi perjuangan

12 Determinisme adalah 1) pandangan yang menyatakan bahwa semua

  kejadian di alam semesta termasuk manusia diatur oleh dan bekerja selaras dengan hukum sebab musabab. 2) hubungan antara dua kondisi di mana kondisi yang satu disebabkan oleh kondisi yang lain. 3) ajaran yang mengatakan bahwa kehendak manusia tidak bebas akan tetapi ditentukan oleh serangkaian kondisi psikis dan fisis. Save M. Dagun. op. cit. hal 170. seluruh manusia modern yang progresif untuk memperoleh keadilan. Di dalam buku ini tidak terlihat bagaimana tahap awal kemunculan sosialisme kerakyatan yang diagung-agungkan oleh Sjahrir, yang dikemudian hari ia anggap bahwa sosialisme kerakyatan tersebutlah yang pantas sebagai landasan awal dalam memerdekakan rakyat Indonesia.

  Buku yang berjudul Sosialisme Indonesia Pembangunan yang ditulis berdasarkan hasil kumpulan dari tulisan-tulisan Sutan Sjahrir yang menguraikan tentang perkembangan sosialisme di Indonesia sejak berdirinya PSI (Partai Sosialis Indonesia). Sosialisme Kerakyatan yang menjadi landasan yang paling baik bagi Sjahrir untuk bangsa Indonesia supaya dapat mensejahterakan rakyat secara merata. Sjahrir juga menjelaskan bagaimana perkembangan sosialisme yang ada di Eropa serta sosialisme yang ingin ia perjuangkan di Indonesia. Dalam buku ini tidak kelihatan bagaimana kiprah perjuangan Sutan Sjahrir dan rakyat Indonesia dalam memperjuangkan kemerdekaan bangsa Indonesia supaya dapat terbebas dari penjajahan.

  Buku yang ditulis oleh H. Rosihan Anwar (ed) yang berjudul Mengenang

  

Sjahrir , yang berisikan kumpulan tulisan atau ungkapan-ungkapan orang-orang

  yang mengenal Sjahrir secara dekat. Mereka menuliskan pendapat mereka mengenai Sjahrir dari semasa Sjahrir kecil sampai ketika Sjahrir dipenjarakan.

  Sjahrir, tema sentral dari kumpulan karangan buku ini adalah seorang tokoh nasional yang telah memberi arah dan isi kepada arus revolusi Indonesia dalam suatu sejarah yang penuh emosi dan juga kekacauan. Sepanjang hidupnya penuh dengan perjuangan dan juga tantangan. Dia menjadi korban oleh orang yang bersikap acuh tak acuh terhadapnya dan yang membencinya, sekaligus menjadi pujaan banyak orang yang mengagumi dan mencintainya. Meskipun demikian di dalam buku ini Rosihan Anwar tidak menulis tentang dampak dari perjuangan Sjahrir dalam menerapkan sosialisme kerakyatannya dan dibuku ini juga hanya menyorot sedikit mengenai sosilisme kerayatan Sutan Sjahrir.

  Buku yang ditulis oleh Rudolf Mrázek yang berjudul Sjahrir ; Politik dan

  

Pengasingan di Indonesia , yang menceritakan biografi Sjahrir. Sjahrir pada

  umumnya dihadirkan dengan segala sesuatu yang terlepas dari semua hal yang berbau tradisional, primordial, atau parokial. Sjahrir hampir tidak pernah menyebutkan kata ‘Minangkabau’, tempat dimana ia berasal. Sjahrir dibesarkan di dalam tradisi Minang, lembaga sekolah Politik Etis kolonial, sosialisasi bersifat mondial (berkaitan dengan seluruh dunia) dengan kaum sosialis semasa ia belajar di Belanda, setidaknya menentukan ”structure of experince”. Sosok Sjahrir sangat dibutuhkan ketika gejolak Revolusi Nasional 1945-1949, hingga Sjahrir ditunjuk sebagai Perdana Menteri Republik Indonesia. Rudolf Mrázek menampilkan secara utuh biografi mengenai Sutan Sjahrir, salah seorang dari the Founding Fathers Republik Indonesia. Di dalam buku yang ditulis oleh Rudolf Mrázek ini tidak begitu tampak awal mulanya pemikiran Sutan Sjahrir yang begitu gigih ingin memperjuangkan sosialisme kerakyatan yang ia anggap paling cocok untuk menjadi landasan bangsa Indonesia. Buku ini cukuplah kongkrit dalam membahas tentang Sjahrir tetapi buku ini tidak membahas sosialisme secara detail.

  Buku yang berjudul Kaum Intelektual dan Perjuangan Kemerdekaan ;

  

Peranan Kelompok Sjahrir yang ditulis oleh J.D. Legge, yang menceritakan bagaimana gigihnya perjuangan kelompok Sjahrir atau anak didik Sjahrir untuk memperoleh kemerdekaan Indonesia. Buku ini memaparkan isu-isu sentral yang digeluti Sjahrir beserta orang-orang yang mendukungnya pada jamannya seperti

  14

  tentang demokrasi dan juga hak-hak asasi manusia, otoritarianisme dan fasisme, sosialisme demokratis dan komunisme, tradisionalisme dan modernisme, juga

  15

  tentang anarkisme dan feodalisme. Dalam buku ini J.D. Legge hanya menuliskan seputaran tentang perjuangan Sjahrir dan kelompoknya dalam keinginan mereka untuk mencapai kemerdekaan tetapi di dalam buku ini tidak tercantum pemikiran sosialisme yang seperti apa yang ingin Sjahrir terapkan di Indonesia serta dampak dari perjuangan Sjahrir dalam keinginannya untuk mewujudkan sosialisme kerakyatan.

  Sudah banyak ulasan dan karya mendalam tentang tokoh Sutan Sjahrir atributnya beragam, mulai dari kontroversial, jauh dari ingar-bingar di atas panggung, dipuja pengagum, hingga dihujat lawan-lawan politiknya. Buku-buku yang telah dicantumkan diatas menjelaskan secara lengkap tentang Sutan Sjahrir.

  Tetapi buku-buku tersebut belum mengungkapkan apa saja yang ingin diperjuangkan oleh Sutan Sjahrir selain Sosialisme Kerakyatan. Dalam memperingati 100 tahun Sutan Sjahrir tanggal 5 Maret 2009, Des Alwi yang merupakan anak angkat Sutan Sjahrir menjelaskan bahwa Sutan Sjahrir memiliki

  14 Otoritarianisme adalah pandangan yang mendukung ketaatan buta

  terhadap otoritas atau kekuasaan atas dasar keyakinan bahwa sumber yang otoriterlah yang sanggup menjamin dan mensahkan ilmu pengetahuan: dianggap menghambat kemajuan karena tidak menyediakan alat konseptual untuk menguji kesalahan atau kebenarannya. Save M. Dagun. op. cit. hal 759.

  15 Anarkisme adalah faham yang menentang setiap kekuatan negara; teori keinginan yang sangat mulia sebelum dia meninggal. Dia ingin mendirikan rumah sakit gratis, mendirikan rumah untuk orang-orang yang tidak mampu serta menginginkan pembayaran pajak dibayar sesuai dengan pendapatan masing- masing masyarakat. Sjahrir berusaha mencari jalan keluar supaya dapat membangun kesejahteraan untuk seluruh rakyat. Sosok Sjahrir sebagai pemikir sekaligus politisi merupakan inspirator bagi bangsa Indonesia. Kematangannya dalam hidup nasional di bidang politik, ekonomi, budaya dan menghidupi ketegangan eksistensial tidak sebagai problem, tetapi sebagai jalan hidup berbangsa dan bernegara, dan hal inilah yang merupakan warisan terbesar dari Sjahrir.

1.7. Metode Penelitian

  Dalam penulisan skripsi ini metode yang dipergunakan adalah metode sejarah. Menurut Louis Gottschalk, ada 5 tahap yang harus dipergunakan untuk dapat merekonstruksi (menyusun kembali) suatu sejarah, yaitu pemilihan topik, pengumpulan sumber, verifikasi (pernyataan), interprestasi (pandangan atau

  16

  pendapat) dan penulisan. Kelima tahap tersebut dipergunakan dalam penulisan skripsi ini, antara lain ;

a. Pemilihan topik

  Tahap awal yang dilakukan pada penulisan skripsi ini adalah pemilihan topik. Pemilihan topik dilakukan karena ketertarikan penulis terhadap riwayat

16 Louis Gottschalk. 1975. Mengerti Sejarah, Yayasan Penerbit

  Universitas Indonesia. hal 34. Lihat juga Kuntowijoyo. 1995. Pengantar Ilmu hidup Sutan Sjahrir, sosialisme kerakyatan, dan perjuangan kemerdekaan Indonesia.

  b. Pengumpulan Sumber

  Pengumpulan sumber dilakukan supaya skripsi ini memperoleh data-data yang akurat (teliti). Pengumpulan sumber diperoleh dengan cara meminjam buku- buku di perpustakaan Universitas Sanata Dharma, meminjam buku dari teman- teman serta mendapat sumber-sumber dari mengikuti seminar yang membahas sedikit mengenai topik. Sumber-sumber yang dipergunakan dalam penulisan skripsi ini adalah sumber primer dan sekunder. Sumber primer merupakan sumber tertulis berupa buku-buku yang memang ditulis oleh Sutan Sjahrir. Sedangkan sumber sekundernya adalah buku-buku yang menulis tentang Sutan Sjahrir yang ditulis oleh para penulis dari Indonesia maupun dari negara lain.

  c. Verifikasi

  Setelah mengetahui secara persis topik yang akan ditulis serta sudah terkumpulnya sumber, tahap selanjutnya adalah verifikasi, atau kritik sumber, atau keabsahan sumber. Verifikasi atau kritik sumber dilakukan supaya penulis dapat mengetahui isi sumber dapat dipercaya atau tidak.

  d. Interpretasi

  Interpretasi yaitu menafsirkan fakta-fakta sejarah yang telah terkumpul dan diuji kebenarannya. Kemudian fakta-fakta tersebut digabungkan menjadi satu supaya dapat diperolehnya rangkaian peristiwa sejarah yang bermakna.

  e. Penulisan

  Tahap selanjutnya adalah penulisan. Dalam penyajian penelitian ini

  17 memuat 3 bagian yaitu : 1). Pengantar, 2). Hasil penelitian, 3). Kesimpulan.

1.8. Sistematika Penulisan

  Penelitian mengenai topik ini dituangkan ke dalam tulisan dengan mengunakan sistematika sebagai berikut :

Bab I Pendahuluan yang memuat latar belakang penelitian dan juga

  permasalahan-permasalahan yang membuat ditulisnya topik skripsi mengenai Sutan Sjahrir.