Praktik penggemblakan dalam novel Gemblak: Tragedi Cinta Budak Homoseks karya Enang Rokajat Asura : suatu pendekatan sosiologi sastra - USD Repository

  

PRAKTIK PENGGEMBLAKAN

DALAM NOVEL GEMBLAK: TRAGEDI CINTA BUDAK HOMOSEKS

KARYA ENANG ROKAJAT ASURA

(SUATU PENDEKATAN SOSIOLOGI SASTRA)

  

Tugas Akhir

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

Memperoleh Gelar Sarjana Sastra Indonesia

Program Studi Sastra Indonesia

  

Oleh

Petrus Purwanto

NIM : 084114006

PROGRAM STUDI SASTRA INDONESIA

  

JURUSAN SASTRA INDONESIA, FAKULTAS SASTRA

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA

Januari 2012

KATA PENGANTAR

  Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Allah atas kasih, cinta, berkat, rahmat, dan tuntunan-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir ini. Penulis menyadari bahwa tugas akhir ini tidak akan terselesaikan tanpa rahmat dan bimbingan-

  Nya. Tugas akhir ini berjudul “Praktik Penggemblakan dalam Novel

  

Gemblak: Tragedi Cinta Budak Homoseks karya Enang Rokajat Asura (Suatu

  Pendekatan Sosiologi Sastra)”. Tugas akhir ini ditulis guna memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Sastra Indonesia pada Program Studi Sastra Indonesia, Jurusan Sastra Indonesia, Fakultas Sastra, Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

  Tugas akhir ini tidak akan terwujud tanpa adanya kebaikan, bantuan, baik secara material maupun spiritual dari berbagai pihak. Kebaikan, bantuan, dan dukungan tersebut senantiasa hadir dalam kehidupan penulis, terutama saat menjalani perkuliahan di Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

  Sehubungan dengan tersusunnya tugas akhir ini, penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada berbagai pihak yang telah membantu dan memperlancar proses penulisan tugas akhir ini.

  1. Susilowati Endah Peni Adji, S.S., M.Hum., selaku dosen pembimbing I, terima kasih atas bimbingan, masukan, kesabaran, motivasi, serta semangat

  2. Prof. Dr. I. Praptomo Baryadi, M.Hum., selaku dosen pembimbing II, terima kasih atas bimbingan, masukan, kesabaran, motivasi, serta semangat yang selama ini telah diberikan kepada penulis.

  3. Drs. Hery Antono, M.Hum., selaku Kaprodi Sastra Indonesia dan atas dorongan, semangat, dan petunjuk yang tidak pernah henti diberikan kepada penulis.

  4. Dra. Fr. Tjandrasih Adji, M.Hum., Drs. Fx. Santosa, M.Hum., Drs. B.

  Rahmanto, M.Hum., dan Y.B. Margantoro (dosen tamu, redaktur senior

  Bernas Jogja ), atas ilmu dan perkuliahan yang telah diberikan kepada penulis selama menempuh perkuliahan di Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

  5. Kedua orang tuaku, Bapak Aloysius Tugimin Hardi Suharjo dan Ibu Elisabeth Sukinem Hardi Suharjo. Terima kasih atas doa, pengorbanan, dan kasih sayang yang tak ternilai harganya.

  6. Kakakku Christina Widyaningsih. Terima kasih atas dukungan dan bantuannya selama ini.

  7. Kakak iparku Agustinus Widodo. Terima kasih atas dukungan dan bantuan netbook demi terselesaikannya tugas akhir ini.

  8. Keluarga besarku dan saudara-saudaraku. Terima kasih telah memberi dukungan, semangat, motivasi, dan doanya untuk menjadi orang sukses.

  9. Teman-temanku angkatan 2008 Sastra Indonesia. Terima kasih atas

  10. Terima kasih untuk seluruh staf dan karyawan Universitas Sanata Dharma, lebih-lebih karyawan Perpustakaan Universitas Sanata Dharma yang telah melayani dengan baik selama penulis menempuh perkuliahan dan dalam pencarian buku-buku referensi.

  Penulis menyadari masih banyak kekurangan pada pembuatan tugas akhir ini. Untuk itu, saran dan kritikan yang membangun demi hasil yang lebih baik sangat penulis harapkan agar semakin membuka wahana pemikiran penulis berkaitan dengan tugas akhir ini.

  

HALAMAN PERSEMBAHAN

Untuk menjadi orang baik yang sukses, ada harga yang harus kita bayar.

  Semua itu demi impian kita dan orang-orang yang kita cintai.

  Iman, pengharapan, dan kasih. Iman menjadikan segalanya mungkin. Kasih menjadikan segalanya mudah. Pengharapan menjadikan segalanya berhasil.

  Demikianlah tinggal ketiga hal ini, yaitu iman, pengharapan, dan kasih, dan yang paling besar di antaranya ialah kasih (1 Korintus, 13: 13).

  Tugas akhir ini kupersembahkan Untuk Tuhan Yesus Kristus,

  Allah pencipta segalanya, kedua orang tuaku, dan kampusku Universitas Sanata Dharma Yogyakarta

  

ABSTRAK

Petrus Purwanto. 2012, Praktik Penggemblakan dalam Novel Gemblak: Tragedi

Cinta Budak Homoseks Karya Enang Rokajat Asura (Suatu Pendekatan

Sosiologi Sastra). Tugas Akhir: Program Studi Sastra Indonesia, Jurusan Sastra

Indonesia, Fakultas Sastra, Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

  Tugas akhir ini membahas Praktik Penggemblakan dalam Novel Gemblak karya Enang Rokajat Asura. Penelitian ini memiliki dua tujuan, yakni (1) mendeskripsikan unsur tokoh dan penokohan, alur, dan latar dalam novel Gemblak dengan pendekatan struktural dan (2) mendeskripsikan praktik penggemblakan yang terjadi dalam novel Gemblak dengan menggunakan pendekatan sosiologi sastra.

  Kerangka teori yang digunakan sebagai landasan penelitian adalah teori struktur karya sastra, sosiologi sastra, dan praktik penggemblakan. Penelitian ini menggunakan metode analisis teks dan metode deskriptif dengan teknik pembacaan dan pencatatan (studi pustaka).

  Berdasarkan hasil analisis struktur karya sastra, dapat ditarik kesimpulan bahwa novel Gemblak dibangun oleh unsur tokoh dan penokohan, alur, dan latar yang saling berkaitan. Dalam novel ini, setiap tokoh dibangun dengan karakter tokoh yang lengkap. Dari hasil analisis tokoh dapat diketahui bahwa tokoh utama-protagonis dalam novel ini adalah Sapto Linggo. Dia menjadi inti cerita dari setiap peristiwa yang terjadi dari awal hingga akhir cerita yang menentang praktik penggemblakan. Adapun tokoh antagonis adalah Hardo Wiseso, seorang warok sakti dari Maguan yang melakukan praktik penggemblakan terhadap Sapto Linggo dan adiknya. Tokoh tambahan di sini adalah Lastri, Mak Menuk, Legong Kamplok, Toenggoel, dan Prapto. Penokohan dalam penelitian ini digunakan untuk semakin memperjelas penampilan atau karakter tokoh yang diceritakan.

  Alur yang digunakan dalam penelitian ini terdiri atas tiga tahap, yaitu awal, tengah, dan akhir. Tahapan-tahapan alur ini berfungsi untuk menganalisis permasalahan tokoh terkait praktik penggemblakan yang dialami tokoh serta penyelesaian dari permasalahan yang dialami tokoh. Alur di sini memberi kemudahan penulis dalam memahami praktik penggemblakan yang terjadi.

  Lewat analisis tahapan-tahapan alur, penulis menemukan bahwa alur dalam novel Gemblak berjenis alur maju atau progresif. Dari tingkat kepadatannya, alur ini termasuk alur padat. Fokus permasalahan dalam novel ini terdapat pada diri Sapto Linggo sebagai mantan gemblak yang menolak praktik penggemblakan karena perspektif barunya tentang tradisi.

  Selain menyajikan tokoh dan penokohan, serta alur, Asura juga menyajikan latar cerita yang lengkap, mulai dari latar tempat, latar waktu, hingga latar sosial. Latar tempat dalam novel ini sebagian besar berada di daerah Ponorogo, Jawa Timur Tanjungsari. Latar waktu terjadi sekitar tahun 1982-an yang ditandai dengan kenaikan harga BBM. Waktunya pun relatif singkat, dimulai dari pasangan Sapto dan Lastri yang menanti kelahiran anak pertamanya hingga mempunyai anak. Sedangkan latar sosial dipengaruhi oleh suasana kedaerahan setempat yang terlihat melalui penggunaan bahasanya (Ponorogo, Jawa Timur dan Bandung, Jawa Barat), perbedaan kelas sosial (warok dengan keluarga gemblak), tradisi dan cara berpikir (warok dan orang Ponorogo), dan keadaan tokoh dalam kehidupan sosial masyarakat yang memengaruhi praktik penggemblakan.

  Berdasarkan hasil analisis praktik penggemblakan dalam novel Gemblak karya Asura, peneliti dapat mendeskripsikan menjadi (1) faktor-faktor penyebab praktik penggemblakan, (2) sasaran praktik penggemblakan, (3) cara mendapatkan gemblak, (4) hubungan gemblak dengan warok, (5) fungsi dan tugas gemblak, dan (6) akibat dari praktik penggemblakan. Faktor penyebab praktik penggemblakan dalam novel Gemblak dipengaruhi oleh (1) tradisi, (2) mitos, (3) kemiskinan, (4) pendidikan, (5) dendam, dan (6) legitimasi kekuasaan.

  Asura telah mengungkap tradisi unik (praktik penggemblakan) di daerah Ponorogo, Jawa Timur melalui novel Gemblak. Novel ini merupakan cermin sosial kehidupan masyarakat, hanya saja pengarang (mungkin) kurang memahami tradisi tersebut sehingga sebagai orang luar (Sunda) ia menilai tradisi tersebut adalah tradisi yang keliru atau salah. Melalui tokoh Sapto Linggo yang beragama Islam, tradisi tersebut coba ditentang yang sama halnya dengan keyakinan pengarang. Reog dan warok adalah dua dimensi pembentuk tradisi yang merupakan pertentangan antara Islam dan kejawen. Karya ini menyiratkan pertentangan keyakinan pengarang dengan tradisi di Ponorogo. Alangkah baiknya bila novel ini juga menampilkan segi historis, sosial, budaya, dan masyarakat (tyang ho

  ’e) pendukung tradisi yang disinyalir sudah ada sejak jaman Majapahit.

  

ABSTRACT

Petrus Purwanto. 2012, Penggemblakan Practice in Gemblak: Tragedi Cinta

Budak Homoseks by Enang Rokajat Asura (A Sociological Approach to

Literature). A Thesis: Indonesian Letters Study Program, Indonesian Letters

Department, Faculty of Letters, Sanata Dharma University Yogyakarta.

  The thesis discusses the penggemblakan practice in Gemblak, a novel written by Enang Rokajat Asura. This research has two objectives: (1) to describe the character and characterization, plot, and setting of the novel based on the structural approach and (2) to describe the penggemblakan practice which occurred in the novel based on the sociological approach to literature.

  The theories which are applied as the basic foundation of this research are the theories on the structure of literary works, the theory on sociological approach to literature, and penggemblakan practice. This research applies the text analysis method and library method.

  From the result of the analysis of the structure of the novel, it can be concluded that this novel is constructed based on the character and characterization, plot, and setting which are related to each other. In this novel, every character is described by the use of complete figure. From the analysis of the characters, it can be seen that the main protagonist character is Sapto Linggo. He becomes the core of the every event that occurs from the beginning until the end of the story that opposes the practice of penggemblakan. Meanwhile, the antagonist character is Hardo Wiseso, a

  )

  powerful warok (ascetic expert of martial arts, often homosexual from Maguan who conducts the practice of penggemblakan toward Sapto Linggo and his younger brother. Other characters are Lastri, Mak Menuk, Legong Kamplok, Toenggoel, and Prapto. In this research, the characterization is used to clarify the physical appearance and the character of the figures.

  This research is divided into three phases: the beginning, the middle, and the end. These stages are applied to analyze the problems. The stages make it easier for the writer to understand the penggemblakan practice in this novel.

  Based on the analysis of the plot, the writer finds that the novel applies progressive plot. Seen from its density, the plot of this novel is included in the dense plot. The main conflict in this novel occurs in Sapto Linggo, a former gemblak who opposes the penggemblakan practice because of his new perception on tradition.

  Besides presenting about the character and characterization, and plot, Asura also describes complete settings of the story which include the place, time, and social setting. Most of the story takes place in Ponorogo, East Java. The place includes T village, Karang Loh, and Maguan. The story also takes place in Madiun, East Java. Besides East Java, it also takes place in some places in Bandung, West Java. Among is relatively short. It is started from the time when Sapto and Lastri are waiting for the born of their first child until the time when the baby is delivered. The social setting is influenced by the local regional atmosphere which can be seen from the use of the language (Ponorogo, East Java and Bandung, West Java), the different social class (warok and the family of the gemblak), the tradition and the way of thinking (warok and Ponorogo people), and the role of the figures in the social life of the community that influences the penggemblakan practice.

  Based on the analysis of the penggemblakan practice in Gemblak, a novel by Asura, the writer discusses the (1) the factors which cause the penggemblakan practice, (2) the target of penggemblakan, (3) the way to find a gemblak, (4) the relationship between the gemblak and warok, (5) the role and the task of a gemblak, and (6) the effect of penggemblakan practice. The factors that lead to the practice of

  

penggemblakan are influenced by (1) tradition, (2) myths, (3) poverty, (4) education,

(5) revenge, and (6) power legitimation.

  Asura has brought a unique tradition in Ponorogo, East Java, to light through his novel Gemblak, namely penggemblakan. This novel serves to reflect society's social life. As the author is from a different culture (Sundanese), he is (probably) unable to understand the tradition as the people of Ponorogo see it; instead, he considers it to be deviant or wrong. Through the character Sapto Linggo, who is a Muslim, the tradition is dealt with through the eyes of the writer's religion. However, reog and warok are two dimensions of a tradition that contrasts Islam and kejawen. This work shows a distinct conflict between the author's beliefs and the traditions in Ponorogo. It would be nice if this novel also the traditions that he is describing, and as such is to fully show the historical, social, cultural, and societal (

  tyang ho’e:

  society which practices the tradition) context of this tradition, which has existed since the time of the Majapahit Kingdom.

  DAFTAR ISI

  i HALAMAN JUDUL………………………………………………….. ii

  HALAMAN PENGESAHAN PEMBIMBING……………………… HALAMAN PEN iii GESAHAN PENGUJI…………………………..... iv HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN KARYA……………….. HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA IL v MIAH……. K vi ATA PENGANTAR………………………………………………... ix

  HALAMAN PERSEMBAHAN……………………………………… x ABSTRAK…………………………………………………………….

  ABSTRACT

  xii ……………………………………………………………. xiv DAFTAR ISI………………………………………………………......

  1 BAB I PENDAHULUAN……………………………………………..

  1.1 Latar Belak 1 ang Masalah…………………………………..

  5 1.2 Rumusan Masalah………………………………………...

  5 1.3 Tujuan Penelitian…………………………………………..

  5 1.4 Manfaat Penelitian………………………………………....

  6 1.5 Tinjauan Pustaka…………………………………………..

  8 1.6 Kerangka Teori………………………………………….....

  1.6.1 Struk 8 tur Karya Sastra…………………………...

  9 1.6.1.1 Tokoh dan Penokohan………………...

  9 1.6.1.1.1 Tokoh………………………..

  11 1.6.1.1.2 Penokohan…………………...

  11

  1.6.1.2 Alur………………………………….…

  13

  1.6.1.3 Latar……………………………………

  14 1.6.1.3.1 Latar Tempat………………...

  15 1.6.1.3.2 Latar Waktu……………….....

  16 1.6.1.3.3 Latar Sosial…………………..

  16 1.6.2 Sosiologi Sastra………………………………….

  18 1.6.3 Praktik Penggemblakan………………………….

  23 1.7 Metode Penelitian…………………………………………..

  23 1.7.1 Pendekatan…………………………………….....

  1.7.2 M 24 etode dan Teknik……………………………… 24 1.8 Sistematika Penyajian……………………………………...

  25 1.9 Sumber Data………………………………………………..

  BAB II ANALISIS STRUKTUR DALAM NOVEL GEMBLAK: TRAGEDI CINTA BUDAK HOMOSEKS KARYA ENANG

  26 ROKAJAT ASURA………………………………………........

  2.1 Tokoh dan Penokohan……………………………………… 26 27 2.1.1 Sapto Linggo……………………………………..

  2.1.5 Toen 54 ggoel……………………………………….

  56 2.1.6 Legong Kamplok………………………………..

  58 2.1.7 Prapto…………………………………………...

  2.2

  63 Alur……………………………………………………….

  2.2

  63 .1 Perkenalan………………………………………

  65

  2.2.2 Pemunculan Konflik……………………………

  68

  2.2.3 Peningkatan Konflik……………………………

  70

  2.2.4 Klimaks…………………………………………

  71 2.2.5 Penyelesaian…………………………………….

  2.3

  73 Latar………………………………………………………

  74

  2.3.1 Latar Tempat……………………………………

  74

  2.3.1.1 Kampung T……………………………

  74 2.3.1.2 Maguan……………………………….

  75 2.3.1.3 Karang Loh…………………………...

  75 2.3.1.4 Madiun………………………………..

  76

  2.3.1.5 Bandung………………………………

  77

  2.3.1.5.1 Jalan Asia Afrika……………

  2.3.1.5.2 Ja

  77 tiroke……………………...

  77

  2.3.1.5.3 Jalan Cikapundung…………

  78 2.3.1.5.4 Tanjungsari………………….

  79 2.3.2 Latar Waktu…………………………………….

  82 2.3.3 Latar Sosial……………………………………..

  86 2.4 Rangkuman……………………………………………….

  BAB III PRAKTIK PENGGEMBLAKAN DALAM NOVEL GEMBLAK: TRAGEDI CINTA BUDAK HOMOSEKS KARYA ENANG ROKAJAT AS

  89 URA……………………..

  89

  3.1 Latar Belakang……………………………………………

  3.2 Praktik Penggemb 89 lakan…………………………………...

  3.2.1 Faktor Penyebab Praktik Pe

  90 nggemblakan………

  90

  3.2.1.1 Faktor Tradisi………………………… 102 3.2.1.2 Faktor Mitos………………………….. 105

  3.2.1.3 Faktor Kemiskinan…………………… 107 3.2.1.4 Faktor Pendidikan…………………….

  3.2.1.

  109 5 Faktor Dendam……………………….

  3.2.1.6 Legitimas 110 i Kekuasaan………………...

  113 3.2.2 Sasaran Praktik Penggemblakan………………... 114 3.2.3 Proses Mendapatkan Gemblak…………………. 119 3.2.4 Hubungan Gemblak Dengan Warok……………. 122 3.2.5 Fungsi dan Tugas Gemblak…………………….. 125 3.2.6 Akibat Praktik Penggemblakan………………….

  138

4.2 Saran………………………………………………………

  DAFTAR PUST 139 AKA………………………………………………...

  Daftar Riwa 141 yat Hidup………………………………………………...

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

  Karya sastra diciptakan oleh pengarang sebagai hasil rekaman kreativitasnya berdasarkan perenungan, penafsiran, penghayatan dan daya imajinasi pengarang terhadap realitas sosial yang dihadapi. Karya sastra merupakan suatu pernyataan atau pengungkapan dunia pengarangnya dan pembacanya yang kompleks dan menyeluruh (Rahmanto, 1988: 12).

  Karya sastra merupakan gambaran tentang suatu realita kehidupan manusia. Karya sastra terdiri dari tiga genre, yaitu prosa, puisi, dan drama. Salah satu contoh prosa yaitu novel. Novel mempunyai dunianya sendiri. Novel lebih mencerminkan gambaran tokoh yang berangkat dari realitas sosial. Sebagaimana pendapat Plato yang kemudian dilanjutkan dengan pendapat Aristoteles (dalam Taum, 1997: 48) dikatakan bahwa sastra bukanlah copy (jiplakan) atas copy

  “universalia” (konsep- konsep umum). Sastra bersifat imajinatif yang berasal dari kenyataan yang terjadi sesungguhnya. Tiruan tersebut tidak semata-mata menjiplak kenyataan melainkan juga menciptakan sesuatu yang baru karena kenyataan itu tergantung juga pada sikap kreatif orang dalam memandang kenyataan. Ada kalanya kita merasakan adanya unsur mimetik (tiruan) dalam novel, namun ada kalanya cerita dalam novel tidak ditulis Asura) merupakan tiruan kenyataan tentang masalah sosial dan kemasyarakatan. Melalui novel Gemblak, Asura mencoba menampilkan tokoh laki- laki yang menjadi mantan gemblak, yaitu Sapto Linggo (selanjutnya ditulis Sapto).

  Gambaran Sapto yang ditampilkan oleh Asura dalam novel Gemblak mencerminkan seseorang yang menentang praktik penggemblakan. Penggemblakan adalah praktik homoseksual yang diterima begitu saja, bahkan diakui oleh sebuah masyarakat di daerah Jawa Timur sebagai bagian dari tradisi mereka. Praktik penggemblakan ini dikaitkan dengan ajaran kanuragan yang dipelajari para warok dan melarang berhubungan seks dengan wanita karena hal ini dipercaya dapat menghilangkan kesaktian (Wibowo dalam Fauzanafi, 2005: 79).

  Penggemblakan dalam novel Gemblak adalah sebuah fenomena yang masih terjadi dalam masyarakat Ponorogo. Penggemblakan dilakukan oleh Hardo Wiseso, seorang warok terkenal sakti mandraguna dari Maguan terhadap Sapto dan adiknya, Prapto. Gemblak adalah anak lelaki peliharaan seorang warok untuk mempertahankan kesaktiannya. Tugas utama gemblak adalah melayani kebutuhan seks seorang warok.

  Objek penelitian ini adalah analisis struktur novel Gemblak dan analisis praktik penggemblakan yang terjadi dalam novel Gemblak karya Asura. Novel

  

Gemblak menggambarkan kehidupan seorang mantan gemblak dengan berbagai

  permasalahan karena perspektif barunya tentang tradisi dan budaya yang ada dalam masyarakat Ponorogo. Novel ini memberi gambaran tentang kehidupan gemblak

  Sapto Linggo dianggap sebagai sesuatu yang salah karena tidak sesuai dengan ajaran agamanya.

  Novel Gemblak menghadirkan tokoh Sapto yang pemberani sebagai penentang tradisi masyarakat T yang merestui hubungan sejenis (warok dengan gemblak). Sapto membawa lari Lastri (anak majikan) dan menikahinya tanpa wali. Sapto Linggo tidak bisa menerima kenyataan kalau adiknya pun harus menjadi gemblak. Prapto, adiknya harus menjadi gemblak seorang warok di Maguan, Hardo Wiseso, mertua sekaligus bekas majikan Sapto.

  Keluarga Sapto telah dijadikan pelanggan gemblak. Namun, Sapto sadar bahwa takdirnya harus dan bisa diubah sehingga ia berusaha sekolah. Akhirnya, Sapto menjadi guru. Ia berusaha mengajarkan kebenaran dan rasa percaya diri kepada jiwa murid-muridnya agar selalu menegakkan kebenaran sekalipun pahit. Sapto berharap, murid-muridnya tidak seperti dirinya yang membiarkan kejelekan, sementara tak secuil pun muncul keberanian untuk menentang praktik

  

penggemblakan . Berdasarkan keyakinan agamanya (Islam), hal itu adalah sesuatu

  yang salah dan harus cepat diubah agar tidak terus-menerus berada dalam kubangan kesalahan. Di samping itu, Sapto juga menjadi seorang pengarang yang isinya memperjuangkan penghapusan tradisi penggemblakan yang selama ini pernah dirasakannya.

  Dalam analisis ini, peneliti akan menggunakan pendekatan sosiologi sastra. mungkin pernah, sedang, dan akan terjadi (Ratna, 2004: 338). Karya sastra hidup dalam masyarakat, menyerap aspek-aspek kehidupan yang terjadi dalam masyarakat, sehingga karya sastra juga difungsikan oleh masyarakat. Dengan pertimbangan bahwa karya sastra harus difungsikan sama dengan aspek-aspek kemasyarakatan yang lain, maka satu-satunya cara adalah mengembalikan karya sastra ke tengah-tengah masyarakat, memahaminya sebagai bagian yang tak terpisahkan dengan sistem komunikasi secara keseluruhan (Ratna, 2004: 332).

  Novel merupakan salah satu bentuk karya sastra yang menyuguhkan tokoh- tokoh dan menampilkan serangkaian peristiwa secara tersusun. Sebagai salah satu bentuk karya sastra, novel dibentuk oleh unsur intrinsik dan ekstrinsik. Unsur intrinsik adalah struktur formal yang membangun sebuah karya sastra dari dalam secara koheren. Unsur intrinsik sebuah novel adalah unsur-unsur yang (secara langsung) membangun cerita. Unsur ekstrinsik adalah unsur-unsur yang berada di luar karya sastra tetapi memengaruhi sistem bangun dan organisme karya sastra (Nurgiyantoro, 2005: 23).

  Peneliti memilih novel Gemblak sebagai objek penelitian karena novel

  

Gemblak merupakan karya sastra yang menampilkan gambaran kehidupan yang

  syarat akan kritik sosial. Kritik sosial disampaikan Asura melalui tokoh Sapto yang menentang tradisi praktik penggemblakan terhadap seorang warok. Selain itu novel tersebut berlatar belakang masyarakat Ponorogo, Jawa Timur yang khas dengan

  1.2 Rumusan Masalah

  Berdasarkan latar belakang masalah tersebut, dalam penelitian ini masalah yang diajukan adalah sebagai berikut.

  1.2.1 Bagaimanakah unsur tokoh dan penokohan, alur, dan latar dalam novel

  Gemblak karya Asura?

  1.2.2 Bagaimanakah praktik penggemblakan yang terjadi dalam novel Gemblak karya Asura dari sudut sosiologi sastra?

  1.3 Tujuan Penelitian

  Berdasarkan rumusan masalah tersebut, penelitian ini bertujuan sebagai berikut: 1.3.1 mendeskripsikan unsur tokoh dan penokohan, alur, dan latar dalam novel Gemblak karya Asura.

  1.3.2 mendeskripsikan praktik penggemblakan yang terjadi dalam novel Gemblak karya Asura dengan menggunakan pendekatan sosiologi sastra.

  1.4 Manfaat Penelitian

  Berdasarkan tujuan penelitian tersebut, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat, baik secara teoretis maupun manfaat secara praktis.

  Secara teoretis, penelitian ini diharapkan dapat menambah dan memperkaya diharapkan dapat membantu pembaca untuk mengetahui dan memahami praktik penggemblakan yang terjadi dalam karya sastra dengan menggunakan pendekatan sosiologi sastra.

1.5 Tinjauan Pustaka

  Novel Gemblak bisa dikatakan sebagai salah satu karya sastra yang belum terkenal. Namun, ide ceritanya sudah lama digarap. Novel ini merupakan pengembangan dari cerita film yang mendapat penghargaan sebagai juara II dalam lomba cerita film dan cerita video Direktorat Pembinaan Film Departemen Penerangan RI 1998/1999 dan beberapa bagiannya telah dipublikasikan di mingguan Nova edisi Maret- Agustus 2002.

  Novel Gemblak telah mengalami evolusi dari ide cerita sebelumnya. Cerita ini pernah dicetak oleh penerbit Tinta, Yogyakarta tahun 2005 dengan judul Toenggoel.

  Novel Gemblak dicetak pertama kali oleh penerbit Edelweis, Depok bulan September 2008.

  Pembahasan yang ditemukan berupa skripsi karya Yusifi Erna tahun 2006, mahasiswa Jurusan Sastra Indonesia, Fakultas Sastra, Universitas Negeri Malang berjudul Menelusuri Makna Novel Toenggoel Karya Eer Asura. Sebagaimana tertulis dalam intisarinya, penelitian Yusifi bertujuan untuk mendeskripsikan makna novel dari aspek semiotik, sebagai berikut.

  Toenggoel meliputi tokoh Sapto Linggo, tokoh Hardo Wiseso, tradisi Gemblak, nafsu dendam, renungan, Toenggoel, gemblak, warok, jimat, dan usus-usus. Dalam analisis semiotik di atas tidak ada pembahasan sosiologi sastra. Sementara, tugas akhir ini diharapkan dapat membahas praktik penggemblakan yang terjadi dalam novel Gemblak dengan menggunakan pendekatan sosiologi sastra.

  Sementara itu, dalam penelusuran melalui internet yang beralamat di http:

  

//padeblogan.com/2009/04/18/tragedi-cinta-budak-homoseks/. ditemukan resensi

  buku Gemblak yang memberikan gambaran tentang gemblak dan warok. Hal ini dapat dilihat pada kutipan berikut.

  Gemblak, jimat & reog adalah tiga hal yang tak dapat dipisahkan dari kehidupan warok. Penggemblakan adalah praktik homoseksual yang diterima begitu saja, bahkan diakui oleh sebuah masyarakat di daerah Jawa Timur sebagai bagian dari tradisi mereka. Seorang warok adalah sosok pemimpin yang disegani dan dapat melindungi warga dengan kesaktian yang dimiliki. Untuk menjaga kesaktian yang dimiliki para warok harus memenuhi sejumlah persyaratan atau laku. Di antaranya dilarang bersetubuh dengan wanita. Untuk kebutuhan biologisnya maka dipeliharalah gemblak, sebagai pelampiasan yang dapat diperlakukan sebagai istri.

  Dari kutipan di atas, jelas bahwa praktik penggemblakan dalam novel

  

Gemblak sudah menjadi tradisi yang sudah diakui masyarakat, sebuah kehidupan

yang erat berhubungan dengan tradisi dalam masyarakat.

  Berdasarkan pembahasan yang diungkapkan di atas, diketahui bahwa tinjauan sosiologi sastra tentang praktik penggemblakan dalam novel Gemblak belum dibahas.

  Oleh sebab itu, peneliti dalam tugas akhir ini akan membahas praktik penggemblakan dengan mengadakan suatu pendekatan sosiologi sastra.

1.6 Kerangka Teori

  Seperti telah diungkapkan dalam latar belakang masalah, novel sebagai salah satu bentuk karya sastra dibentuk oleh unsur intrinsik dan ekstrinsik. Sebuah novel merupakan sebuah totalitas, suatu keseluruhan yang bersifat artistik. Sebagai sebuah totalitas, novel mempunyai bagian-bagian, unsur-unsur, yang saling berkaitan satu dengan yang lain secara erat dan saling menguntungkan (Nurgiyantoro, 2005: 22).

1.6.1 Struktur Karya Sastra Karya sastra memiliki struktur yang terdiri dari bagian-bagian yang bermakna.

  Struktur karya sastra mengacu pada pengertian hubungan antarunsur (intrinsik) yang membentuk kesatuan yang utuh (Nurgiyantoro, 2005: 36).

  Pemahaman terhadap sebuah karya sastra, khususnya novel dapat dilakukan dengan memaparkan struktur novel tersebut. Tujuannya adalah mengetahui fungsi dan keterkaitan berbagai unsur karya sastra yang secara bersama menghadirkan keseluruhan (Nurgiyantoro, 2005: 37).

  Analisis intrinsik dalam penelitian ini difokuskan pada tokoh dan penokohan, alur, dan latar. Hal ini dikarenakan fokus penelitian ini adalah praktik penggemblakan sehingga untuk menganalisisnya perlu terlebih dahulu dianalisis tokoh dan penokohan, alur, dan latarnya.

1.6.1.1 Tokoh dan Penokohan

1.6.1.1.1 Tokoh

  Tokoh menunjuk pada orang atau pelaku cerita. Abrams (dalam Nurgiyantoro, 2005: 165) mengatakan tokoh cerita (character) adalah orang yang ditampilkan dalam suatu karya naratif, yang oleh pembaca ditafsirkan memiliki kualitas moral dan kecenderungan tertentu seperti yang diekspresikan dalam ucapan dan apa yang dilakukan dalam bentuk tindakan. Tokoh merupakan ciptaan seorang pengarang. Jika di dalam kehidupan ini tidak ada plot, tetapi orang-orangnya atau tokoh tertentu pasti ada. Oleh sebab itu, kita cenderung untuk mengharapkan agar orang-orang atau tokoh-tokoh dalam fiksi mirip dengan orang-orang dalam kehidupan yang sesungguhnya (Sayuti, 2000: 68).

  Hubungan antara tokoh fiksi dan manusia nyata bukan merupakan hubungan yang sederhana melainkan hubungan yang kompleks. Oleh sebab itu, dalam menghadapi tokoh-tokoh fiksi kita harus menyadari persamaan-persamaan antara mereka dan manusia sesungguhnya serta menyadari perbedaan-perbedaannya. Dalam kehidupan nyata, manusia dapat menikmati kebebasan sebanyak-banyaknya. Namun, tokoh fiksi tidak pernah dalam posisi yang benar-benar bebas karena hanya bagian dari sebuah keseluruhan artistik (Sayuti, 2000: 69-70).

  Berdasarkan fungsinya tokoh dalam cerita dapat dibedakan menjadi tokoh protagonis dan tokoh antagonis. Tokoh protagonis adalah tokoh yang kita kagumi antagonis atau tokoh lawan adalah tokoh penentang dari tokoh utama dan tokoh protagonis. Tokoh antagonis juga dapat dikatakan sebagai tokoh penyebab terjadinya konflik (Nurgiyantoro, 2005: 178-179).

  Hartoko dan Rahmanto (1986: 14) menjelaskan tokoh adalah pelaku atau aktor dalam sebuah cerita sejauh ia oleh pembaca dianggap tokoh konkret, individual.

  Berdasarkan peran atau tingkat pentingnya tokoh dalam sebuah cerita, tokoh dibedakan menjadi tokoh utama dan tokoh tambahan. Tokoh utama adalah tokoh yang diutamakan penceritaannya dalam novel yang bersangkutan, ia merupakan tokoh yang paling banyak diceritakan, baik sebagai pelaku kejadian maupun yang dikenai kejadian. Tokoh tambahan adalah tokoh yang hanya dimunculkan sekali atau beberapa kali dalam cerita, dan itu pun mungkin dalam porsi penceritaan yang relatif pendek (Nurgiyantoro, 2005: 176).

  Pembedaan antara tokoh utama dan tambahan dengan tokoh protagonis dan antagonis sering digabungkan. Hal ini kemudian memunculkan adanya tokoh utama protagonis, tokoh utama antagonis, tokoh tambahan protagonis, dan seterusnya. (Nurgiyantoro, 2005: 181).

  Dalam penelitian ini yang akan dibahas adalah tokoh utama dan tokoh tambahan yang membentuk cerita, juga tokoh protagonis maupun antagonis, serta tokoh tambahan protagonis. Analisis tokoh digunakan untuk mengetahui sikap, watak, tingkah laku, atau ciri-ciri fisik tokoh secara langsung. Analisis tokoh juga

1.6.1.1.2 Penokohan

  Penokohan adalah pelukisan/ gambaran yang jelas tentang seseorang (tokoh) dalam sebuah cerita. Penokohan memberikan perwujudan dan pengembangan tokoh dalam sebuah cerita. Di sini penokohan dalam sebuah cerita sanggup memberikan gambaran yang jelas kepada pembaca karena mencakup masalah siapa tokoh cerita, bagaimana perwatakan, dan bagaimana penempatan dan pelukisannya dalam sebuah cerita. Penokohan dalam penelitian ini digunakan untuk semakin memperjelas penampilan tokoh yang diceritakan (Nurgiyantoro, 2005: 165-166).

1.6.1.2 Alur

  Alur sering juga disebut sebagai plot atau jalan cerita. Alur atau plot adalah cerita yang berisi urutan kejadian, namun tiap kejadian itu hanya dihubungkan secara sebab akibat, peristiwa yang satu disebabkan atau menyebabkan terjadinya peristiwa yang lain (Stanton dalam Nurgiyantoro, 2005: 113).

  Dengan demikian, alur merupakan suatu jalur tempat lewatnya rentetan peristiwa yang merupakan rangkaian pola tindak-tanduk yang berusaha memecahkan konflik yang terdapat di dalamnya. Alur atau plot memegang peranan penting dalam sebuah cerita rekaan. Selain sebagai dasar bergeraknya cerita, alur yang jelas akan

  mempermudah pemahaman pembaca terhadap cerita yang disajikan.

  Alur berdasarkan kriteria urutan waktu dibedakan menjadi tiga, yaitu:

  2. Alur mundur atau regresif (flash back) yaitu alur yang terjadi jika dalam cerita tersebut dimulai dari akhir cerita atau tengah cerita kemudian menuju awal cerita.

  3. Alur campuran yaitu gabungan antara alur maju dan alur mundur. Alur ini terjadi bila dalam sebuah novel atau karya sastra secara garis besar plotnya mungkin progresif, tetapi di dalamnya betapa pun kadar kejadiannya sering terdapat adegan- adegan sorot balik. Demikian pula sebaliknya (Nurgiyantoro, 2005: 153-156).

  Selain itu, Nurgiyantoro membagi alur berdasarkan kepadatannya menjadi dua, yaitu:

  1. Alur padat yaitu alur yang ceritanya disajikan secara cepat, peristiwa terjadi secara susul-menyusul dan terjalin erat. Apabila ada salah satu cerita dihilangkan maka cerita tersebut tidak dapat dipahami hubungan sebab akibatnya.

  2. Alur longgar yaitu alur yang peristiwa demi peristiwanya berlangsung dengan lambat (Nurgiyantoro, 2005: 159-160).

  Tasrif (dalam Nurgiyantoro, 2005: 149-150) membagi alur dalam lima tahapan. Kelima tahapan tersebut adalah sebagai berikut.

  1. Perkenalan (penyituasian) yaitu tahap yang merupakan pembukaan cerita, pemberian informasi awal sebagai landasan cerita yang dikisahkan pada tahap berikutnya. Tahap ini berisi pengenalan situasi latar dan tokoh (-tokoh) cerita.

  2. Pemunculan konflik yaitu tahap awal munculnya konflik yang akan

  3. Peningkatan konflik yaitu perkembangan dari konflik sebelumnya. Peristiwa dramatik dari inti cerita semakin mencekam dan menegangkan dengan adanya pertentangan-pertentangan dan masalah antarkepentingan yang tak terhindari.

  4. Klimaks yaitu konflik dari tokoh yang mencapai titik intensitas puncak. Tahap ini biasanya dialami oleh tokoh (-tokoh) utama yang berperan sebagai pelaku atau penderita terjadinya konflik utama.

5. Penyelesaian, yaitu tahap penyelesaian atau jalan keluar dari konflik yang mencapai klimaks dengan mengendorkan ketegangan dan mengakhiri cerita.

1.6.1.3 Latar

  Dalam penelitian ini analisis latar digunakan untuk menganalisis bagaimana tempat-tempat yang dilukiskan dalam novel Gemblak. Latar adalah tempat dan masa terjadinya peristiwa. Latar disebut juga setting merupakan elemen fiksi yang menunjukkan kepada kita di mana dan kapan kejadian-kejadian dalam cerita berlangsung (Sayuti, 2000: 126).

  Menurut Nurgiyantoro (2005: 216), sebuah cerita dibangun oleh unsur latar karena pelukisan latar dapat membantu pembaca dalam memahami jalannya cerita dan keberadaan tokoh sebuah novel. Latar atau setting disebut sebagai landasan tumpu yang menyaran pada pengertian tempat, hubungan waktu, dan lingkungan tempat terjadinya peristiwa-peristiwa yang diceritakan (Abrams via Nurgiyantoro,

  Peristiwa-peristiwa di dalam cerita tentulah terjadi pada suatu waktu atau di dalam suatu rentang waktu tertentu dan pada suatu tempat tertentu. Secara sederhana dapat dikatakan bahwa segala keterangan, petunjuk, pengacuan yang berkaitan dengan waktu, ruang, dan suasana terjadinya cerita dalam suatu karya sastra membangun latar cerita.

  Sebuah cerita dibangun oleh unsur latar karena pelukisan latar dapat membantu pembaca dalam memahami jalannya cerita dan keberadaan tokoh sebuah novel. Latar memberikan pijakan cerita secara konkrit dan jelas untuk memberikan kesan realitas kepada pembaca sehingga bisa menciptakan suasana tertentu yang seolah-olah sungguh ada dan terjadi (Nurgiyantoro, 2005: 217).