NILAI-NILAI KECERDASAN SPIRITUAL DALAM BUKU FIHI MA FIHI KARYA JALALUDDIN RUMI

  

NILAI-NILAI KECERDASAN SPIRITUAL

DALAM BUKU FIHI MA FIHI

KARYA JALALUDDIN RUMI

SKRIPSI

  

Diajukan untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

  Oleh :

  

NIM : 111-13-270

JURUSAN TARBIYAH

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN

  

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGRI (IAIN)

SALATIGA

  2017

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING

  Lamp. : - Hal : Naskah Skripsi

  Andrean Odiansyah Irawan Kepada Yth. Dekan FTIK IAIN Salatiga Di Tempat Assalamu’alaikum Wr. Wb.

  Setelah meneliti dan mengadakan perbaikan seperlunya, maka bersama ini kami kirimkan naskah skripsi saudara : Nama : Andrean Odiansyah Irawan NIM : 111 13 270 Fakultas : Tarbiyah dan Ilmu Keguruan Jurusan : Pendidikan Agama Islam Judul : Nilai-Nilai Kecerdasan Spiritual dalam Buku Fihi Ma Fihi

  Karya Jalaluddin Rumi Dengan ini kami mohon kepada Bapak Dekan FTIK IAIN Salatiga agar skripsi saudara tersebut di atas segera dimunaqosahkan. Demikian agar menjadi perhatian.

  Wassalamu’alaikumWr. Wb.

  Salatiga, 6 September 2017 Pembimbing Drs. Djuz’ an, M. Hum NIP. 19611024 198903 1002 Jl. Lingkar Salatiga Km. 2 Telepon: (0298) 6031364 Salatiga 50716 Website: tarbiyah.iainsalatiga.ac.id Email: tarbiyah@iainsalatiga.ac.id

  SKRIPSI

  KARYA JALALUDDIN RUMI DISUSUN OLEH Andrean Odiansyah Irawan

NIM: 111 13 270

  Telah dipertahankan di depan Panitia Dewan Penguji Skripsi Jurusan Pendidikan Agama Islam, Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Salatiga, pada tanggal 29 September 2017 dan telah diterima sebagai bagian dari syarat–syaratuntuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd.).

  Susunan Panitia Penguji Ketua Penguji : Mufiq, M. Phil __________________ Sekretaris Penguji :Drs. Djuz’ an, M. Hum __________________ Penguji I : Dra. Urifatun Anis, M.PdI __________________ Penguji II : Dra. Ulfah Susilowati, M.Si __________________

  Salatiga, 2Oktober 2017 DekanFTIK IAIN Salatiga Suwardi, M. Pd.

  NIP. 19670121 199903 1 00

PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN ﷽

  Saya yang bertanda tangan dibawah ini: Nama : Andrean Odiansyah Irawan NIM : 111 13 270 Jurusan : Pendidikan Agama Islam (PAI) Fakultas : Tarbiyah dan Ilmu Keguruan (FTIK) Judul : Nilai-Nilai Kecerdasan Spiritual Dalam Buku Fihi Ma Fihi karya Jalaluddin Rumi

  Menyatakan bahwa skripsi yang saya tulis ini benar–benarmerupakan hasil karya saya sendiri, bukan jiplakan dari karya tulis orang lain. Pendapat atau temuan orang lain yang terdapat dalam skripsi ini dikutip atau dirujuk berdasarkan kode etik ilmiah.

  Demikian deklarasi ini dibuat oleh penulis untuk dapat dimaklumi.

  Salatiga, 2Oktober 2017 Penulis Andrean Odiansyah Irawan NIM: 111 13 270 MOTTO

  

ٌﺪﯾِﺪَﺸَﻟ ﻰِﺑاَﺬَﻋ ﱠنِإ ْﻢُﺗ ْﺮَﻔَﻛ ﻦِﺌَﻟ َو ۖ ْﻢُﻜﱠﻧَﺪﯾ ِزَ َﻷ ْﻢُﺗ ْﺮَﻜَﺷ ﻦِﺌَﻟ

  "Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu” (QS Ibrahim:7)

PERSEMBAHAN

  Syukur Alhamdulillah terurai dari sanubari atas karunia dan rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang sederhana ini penulis persembahkan untuk orang–orang yang telah memberikan kisah kasih tentang makna dan semangat hidup serta langkah bijak dalam meniti kehidupan. Skripsi ini penulis persembahkan kepada :

  1. Bapak dan Ibuku tercinta Bapak Supardi dan Ibu Endang Supriyati serta Adikku tersayang Anita Berliana Rahma dan seluruh keluargaku yang selalu melengkapi kehidupanku dalam segala hal. Selalu memberikan kasih sayang, semangat, dan do’a yang tiada henti, sehingga skripsi ini bisa penulis selesaikan.

  2. Almamaterku tercinta IAIN Salatiga.

  3. Teman-teman seperjuangan angkatan 2013 IAIN Salatiga.Teman-teman KKL, teman-teman PPL dan teman-teman KKN.

  4. Seluruh kaum muslimin dan muslimat yang senantiasa menuntut ilmu, dan seluruh pembaca yang telah mendo’akan dan memberi semangat yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.

KATA PENGANTAR

  Assalamualaikum wr.wb Dengan menyebut nama Allah Swt yang Maha Pengasih lagi Maha

  Penyayang, segala puji dan syukur kehadirat Allah Swt, yang telah memberikan rahmat, taufik serta hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini tanpa halangan suatu apapun. Shalawat serta salam senantiasa tercurah terhadap Nabi agung Muhammad Saw, kepada keluarga, sahabat dan pengikutnya yang selalu setia dan menjadikannya suri tauladan bagi umat manusia dari zaman kegelapan menuju zaman terang benderang serta yang selalu kita nanti-nantikan syafaatnya besok di yaumil qiyamah.

  Penulis menyadari sepenuhnya bahwa dalam penyusunan skripsi ini tidak sedikit halangan, hambatan, gangguan dan kesulitan yang dihadapi. Namun berkat bantuan, bimbingan dan motivasi berbagai pihak yang telah berkenan membantu dan memberikan dorongan baik moril maupun materiil penulis menyelesaikan skripsi ini. Oleh karena itu penulis mengucapkan terimakasih yang tak terhingga kepada :

  1. Bapak Dr. H. Rahmat Hariyadi, M.Pd., selaku Rektor IAIN Salatiga

  2. Bapak Suwardi, M.Pd., selaku Dekan Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan

  3. Ibu Siti Rukhayati, M.Ag., selaku Ketua Jurusan Pendidikan Agama Islam

  4. Ibu Rr. Dewi Wahyu Mustika Sari, M.Pd., selaku pembimbing akademik

  5. Bapak Drs. Djuz’an, M. Hum., selaku pembimbing yang telah membimbing dalam penulisan skripsi ini.

  6. Bapak Supardi dan Ibu Endang Supriyati, selaku orang tua penulis yang telah memberikan do’a restunya dan memberikan dorongan kepada penulis untuk menyelesaikan skripsi ini.

  7. Kepada semua pihak yang telah membantu penulis dan yang mungkin tidak dapat penulis sebutkan satu per satu.

  Akhirnya penulis berharap, semoga jasa dan bantuan yang telah diberikan menjadi amal baik dan mendapat balasan dari Allah Swt. Dalam penyusunan skripsi ini, Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna. Hal ini dikarenakan keterbatasan dari segala aspek yang dimiliki oleh penulis sendiri.

  Untuk itu, kritik dan saran terbuka luas dan selalu penulis harapkan. Semoga hasil penelitian ini dapat berguna bagi penulis serta para pembaca pada umumnya.

  Amin.

  Salatiga, 6 September 2017 Andrean Odiansyah Irawan NIM 111 13 270

ABSTRAK

  Irawan, Andrean Odiansyah. 2017. Nilai-nilai Kecerdasan Spritual Dalam Buku Fihi Ma Fihi Karya Jalaluddin Rumi . Skripsi. Jurusan Pendidikan Agama Islam. Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan Institut Agama Islam Negeri Salatiga. Pembimbing: Drs. Djuz’ an, M. Hum Kata kunci: Nilai-nilai Kecerdasan Spiritual.

  Sebagai seorang pujangga cinta Jalaluddin Rumi adalah salah satu tokoh yang sangat populer di dunia Islam, melalui puisi dan syair dia mengungkapan dengan segala kekaguman diri dan hakikat cinta. Dengan semangat baru melalui kekuatan perasaan dapat mengendalikan akal dan nafsu hal inilah yang menjadikan rasa cinta penulis terhadap karya beliau. Jalaluddin Rumi adalah seorang tokoh besar sufi, dia lahir di Balkh, sekarang Afganistan, pada tahun 604 H/ 1027 M. Ayahnya, baha’ Walad, adalah seorang da’i terkenal, ahli fiqh sekaligus Sufi, yang menempuh jalan rohani sebagaimana Ahmad Ghazzali, saudara muhamad Ghazzali yang juga seorang Sufi terkenal.Salah satu kitabnya adalah Fihi Ma Fihi, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana kecerdasan spiritual menurut Jalaluddin Rumi dalam kitab Fihi Ma Fihi. Pertanyaan yang ingin dijawab melalui penelitian ini adalah: (1)Sejauh manakah Nilai Kecerdasan Spiritual dalam kitab Fihi Ma Fihikarya Jalaluddin Rumi dibutuhkan dalam memahami moralitas Islam, (2) Analisis konsep nilai-nilai kecerdasan spiritual dalam buku Fihi Ma Fihi, dan (3) Bagaimanakah relevansi nilai-nilai kecerdasan spiritual dalam buku Fihi Ma Fihi dengan konteks perkembangan pendidikan terhadap peserta didik

  Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian kepustakaan (library research).Sumber data primer adalah Buku Fihi Ma Fihi, sumber sekundernya adalah buku-buku lain yang bersangkutan dan relevan dengan penelitian.

  Adapun teknis analisis data menggunakan metode Content Analysis (Analisis Isi). Temuan penelitian ini, menunjukkan bahwa nilai-nilai pendidikan Spiritual yang ada dalam buku Fihi Ma Fihi karya Jalaluddin Rumi sangat relevan dengan kehidupan sekarang, berisi kumpulan materi perkuliahan, refleksi dan komentar yangmembahas masalah sekitar akhlak dan ilmu-ilmu Irfan yang dilengkapi dengan tafsiran atas al- Qur’ an dan Hadis. Buku ini juga menyelipkan berbagai analogi, hikayat sekaligus komentar Jalaluddin Rumi dengan memakai redaksi yang biasa digunakan sehari-hari.

  DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL .......................................................................................... i HALAMAN PERSETUJUAN ........................................................................... ii HALAMAN PENGESAHAN ........................................................................... iii HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN .................................... iv HALAMAN MOTTO ....................................................................................... v HALAMAN PERSEMBAHAN ........................................................................ vi KATA PENGANTAR ..................................................................................... vii ABSTRAK ......................................................................................................... ix DAFTAR ISI ...................................................................................................... x

  BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang .............................................................................. 1 B. Rumusan Masalah ......................................................................... 7 C. Tujuan Penelitian .......................................................................... 7 D. Kegunaan Penelitian ...................................................................... 8 E. Penegasan Istilah ........................................................................... 9 F. Metode Penelitian ....................................................................... 11 G. Sistematika Penulisan .................................................................. 12 BAB II BIOGRAFI DAN KARYA JALALUDDIN RUMI A. Riwayat Hidup Jalaluddin Rumi ................................................. 14 B. Beberapa Karya Jalaluddin Rumi ................................................ 21

  BAB III DESKRIPSI PEMIKIRAN JALALUDDIN RUMI TENTANG KECERDASAN SPIRITUAL DALAM BUKU FIHI MA FIHI A. Pengertian Nilai Kecerdasan Spiritual ......................................... 37 B. Pemikiran Jalaluddin Rumi tentang Nilai Kecerdasan Spiritual dalam Buku Fihi Ma Fihi .............................................. 40 BAB IV ANALISIS KONSEP NILAI-NILAI KECERDASAN SPIRITUAL DALAM BUKU FIHI MA FIHI DAN RELEVANSINYA DALAM KONTEKS PERKEMBANGAN PENDIDIKAN TERHADAP PESERTA DIDIK A. Analisis Konsep Nilai-Nilai Kecerdasan Spiritual dalam Buku Fihi Ma Fihi dalam Konteks Kehidupan ............................ 52 B. Relevansi Nilai-Nilai Kecerdasan Spiritual dalam Buku Fihi Ma Fihi dengan Konteks Perkembangan Pendidikan Terhadap Peserta Didik ............................................. 61 BAB V PENUTUP A. Kesimpulan ................................................................................... 71 B. Saran ............................................................................................. 73 DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN-LAMPIRAN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kecerdasan spiritual merupakan kecerdasan dalam menyelesaikan berbagai persoalan serta memahami makna yang terkandung di dalamnya

  yaitu untuk memposisikan perilaku hidup dalam arti yang luas, kecerdasan yang mensifati sebuah keadaan tertentu untuk menjadikan seseorang berpikir danbertindak secara lebih bijakketika mengambil sebuah keputusan.Dengan hasil kesempurnaan yang di wujudkan dalam arti kesucian jiwa, pemahaman ilmu, dan kemulyaan akhlak, adapun kecerdasan spiritual sebuah kemampuan esoterik yang diberikan Tuhan kepada manusia. Adapun langkah manusia untuk memahami kemampuan tersebut harus melewati berbagai fase dalam hidup, hingga terwujud kehidupan yang berkualitas.Tapi semua itu harus dilakukan dengan tekad yang kuat dan tak luput dari petunjuk agama.

  Menurut Al-Jamil (1992: 11- 12) petunjuk-petunjuk agama mengenai berbagai kehidupan manusia, yang berkaitan dengan tingkah laku manusia nampak amat ideal dan agung. Islam mengajarkan kehidupan yang dinamis dan progresif, menghargai akal fikiran melalui pengembangan ilmu pengetahuan dan tekhnologi, bersikap seimbang dalam memenuhi kebutuhan material dan spiritual senantiasa mengembangkan kepedulian sosial, menghargai waktu, bersikap terbuka, demokratis, mencintai kebersihan, mengutamakan persaudaraan, berakhlak mulia, dan sikap-sikap positif lainnya.

  Dengan kata lain, petunjuk agama sertakesadaran yang dimiliki manusia memiliki peran yang kuat, untuk meningkatkan potensi yang diberikan Tuhan secara khusus tersebut yakni kecerdasan spiritual, untuk menanggulangi kemerosotan akhlak. Adapun menurut (Nata, 2003: 126) gejala kemerosotan akhlak tersebut dewasa ini bukan saja menimpa kalangan dewasa, melainkan juga telah menimpa kalangan pelajar tunas-tunas muda, orang tua, ahli didik, dan mereka yang berkecimpung dalam bidang agama dan sosial banyak mengeluhkan sebagian perilaku dari pelajar yang berperilaku nakal, keras kepala, mabuk-mabukan, tawuran, pesta obat-obatan terlarang, bergaya hidup yang berlebih-lebihan, di Eropa, Amerika, dan sebagainya.

  MenurutAkbar (1989: 13),hari demi hari dunia menjadi semakin penuh dengan kekerasan. Saya berani mengatakan, semakin banyak orang yang tak mempedulikan Tuhan. Secara sederhana disebabkan manusia tidak sepenuhnya memahami dirinya sendiri dan alasan mengapa dia diciptakan di atas dunia, sedemikian rupa halnya hingga setiap orang dari kita mau mencari petunjuk dan pengetahuan dan memberikannya kepada orang lain di sekitar kita. Jika tidak demikian maka kita akan membutakan orang dalam kegelapan.

  Dengan tanpa mengingkari berbagai kemajuan dan keberhasilannya eksistensialisme dan positivisme telah melahirkan manusia yang tidak sempurna, pincang, hanya berorientasi kekinian duniawiyah, mengingkari spritualitas dan agama. Manusia yang tidak sempurna selanjutnya menghasilkanperubahan dalam sosial budaya baik yang terjadi secara evolusi atau revolusi. Setiap perubahan yang tidak dilandasi oleh pegangan hidup dan tujuan hidup yang kuat akan menimbulkan krisis. Sebab hilangnya keyakinan dan ketidaktentuan dalam proses perubahan akan mengakibatkan ketidakpastian, ketidakpastian menyebabkan kesangsian, kebimbangan melahirkan kegelisahan dan akhirnya memunculkan rasa ketakuan.(Gazalba, 1983 : 251- 252).

  Sehinggabanyak manusia mulai bersikap pragmatis, mudah emosional, suka berbohong, dan selalu berkeluh kesah. Melihat realitas ini, maka pekerti manusia yang mengalami kemerosotan tersebut layak dibenahi atau dibentuk kembali. (Khaelany, 2014: 191).

  Dari permasalahan ini penulis mencoba mendeskripsikan secara umum mengenai kecerdasan spiritual bagaimana mengembangkan dirinya secara utuh mampu bersikap fleksibel dan mudah menyesuaikan diri dengan lingkungan, memiliki tingkat kesadaran yang tinggi, mampu menghadapi penderitaan dan rasa sakit, mampu mengambil hikmah dalam setiap kejadian yang berharga dari sebuah kegagalan, serta pada akhirnya membuat seseorang mengerti akan makna hidup.

  Dengan pemahaman kecerdasan spiritual, orang dapat mengetahui makna kehidupan sesungguhnya. Disamping itu juga, ia dapat memposisikan dirinyadalamsetiap keadaan. Orang yang berbekal kecerdasan spiritual memamahami bagaimana mengendalikan kehendak nafsu manusia yang menyeret kepada hal- hal negatif yang merugikan, serta mengetahui setiap batas mana yang baik dan batas mana yang buruk. Sehingga dapat bahagia serta selamat dalam mengarungi bahtera kehidupan tak terkecuali kelak di akhirat, yang tentunya semua itu juga bersumber pada hati setiap manusianya.

  Terlepas dari semua itu menurut Arsmtrong(1996: 225),hati manusia adalah tempat perubahan pasang surut yang konstan. Hati adalah organ intuisi supra-rasional berbagai Realitas Transenden yang berhubungan dengan manusia. Hati adalah sekat antara dunia ini dan akhirat nanti. Ini tempat jiwa rendah nafsu yang merosokan berhadapan dengan ruh yang merindukan. Perang antara dua kekuatan ini adalah untuk menguasai hati manusia yang sangat berharga. Di bawah kesesatan sang penyesat setan, nafsu menghendaki hati agar terjerembab dalam relung kejahilan. Akan tetapi, ruh yang berasal dari Allah, mengerahkan tarikan kuat pada hati untuk berusaha membimbingnya menuju Pengetahuan tantang Allah. Semakin bersih hati disucikan, semakin mudah ia menerima tarikan ruh samawi yang tak terkalahkan ini. Hati adalah pusat suci manusia karena ia adalah “tempat” yang mengandung Allah. Mengawasi dan mencermati hati adalah bagian dari perjuangan spiritual dalam perjalanan kembali. Orang- orang yang sudah melangkah jauh dalam menempuh jalan spiritual tidak akan pernah membiarkan penjarah memasuki hati suci mereka. Hati manusia paripurna adalah Singgasana Ilahi yang dikelilingi oleh berbagai hakikat spiritual.Kecerdasan spiritual sangat diperlukan untuk menemukan samudera kebijaksanaan yang terdapat dalam makna kehidupan serta mengimplementasikannyadalam menggapai hidup yang lebih berkualitas.

  Karena tarbiyah rohani pada manusia sangat dibutuhkan untuk mengarahkan manusia mencapai hakikat dari sebuah penciptaan serta mengikuti apa yang dikehendaki Allah, Tuhan semesta dan jagat raya ini.

  Sejalan dengan permasalahan di atas, tulisan ini akan mencoba mencarikan solusi untuk mengatasi polemik kehidupan dengan berbagai fenomena yang terjadi, dengan memfokuskan kajian-kajian pada tasawuf Islam.Salah seorangulama dan penyair sufi yang mengkajitasawuf Islam secaramendalamadalah Jalaluddin Rumi. Beliau seorang ulama besar, sufi, dan juga seorang penyair. Bersama Syaikh Hisamudin pula, Rumi mengembangkan Thariqat Maulawiyah atau jalaliyah. Thariqat ini di Barat dikenal dengan nama The WhirlingDvishes (para Darwisy yang berputar- putar). Nama itu muncul karena penganut Thariqat ini melakukan tarian berputar-putar, yang diiringi oleh gendang dan suling, dalam dzikir mereka untuk mencapai ekstase. Atau yang sering kita sebut tarian Darwish.

  ). Dan beliau telah memberikan sumbangan karya dari bidang tasawuf Islam, yaitu Fihi Ma Fihi diterjermahkan ke bahasa Indonesia untuk mempermudah dalam memahami buku ini oleh Abdul Latif.

  Di antara buku-bukutasawuf, yang penulis pilih ialah buku “Fihi ma Fihi”sebagai kajian skripsi ini, yang penyampaiannya berbentuk prosa.

  Kebanyakan pembahasan dalam setiap pasal- pasalnya merupakan jawaban dan tanggapan atas bermacam pertanyaan dalam konteks dan kesempatan yang berbeda-beda.berisi tentang kumpulan materi perkuliahan, refleksi dan komentar yang membahas masalah sekitar akhlak yang dilengkapi dengan tafsiran atas al-Qur’an dan Hadis. Ada juga beberapa pembahasan yang uraian lengkapnya dapat ditemukan dalam kitab Matsnawi. Seperti halnya diwan Matsnawi, buku ini menyelipkan berbagai analogi, hikayat sekaligus komentar Maulana Rumi. Selain itu, buku ini bisa membantu kita untuk memahami pemikiran beliau dan menyingkap maksud-maksud ucapannya dalam berbagai karya lainnya. (Rumi,terj.Latif, 2015: 18).

  BukuFihi ma Fihiadalah salah satu masterpiece. Memuat ceramah- ceramah yang Rumi sampaikan dihadapan murid-muridnya pada berbagai kesempatan. Rumi membedakan sudut pandang spiritual untuk menjawab persoalan-persoalan yang dihadapi para murid dan orang-orang terdekatnya.

  Sebuah pendidikan agar kita menjalani hidup sesuai dengan kehendak pencipta. ).Merupakan bagian dari ilmu tasawuf Islam yang perlu dimengerti serta , akan kita dapati sebuah dunia yang sejuk, damai, ramah. Seolah-olah berbagai bentuk kekerasan, kekejaman, serta wabah pengkafiran enggan untuk menampakan diri didalam karyanya.

  Sehubungan dari latar belakang di atas penulis tertarik untuk mengkaji beberapa hal yang berkaitan dengan pemikiran, metode, dan nilai-nilai aplikasi kecerdasan spiritual Jalaluddin Rumi dalam bukuFihi Ma Fihi karyanya, karena menurut penulis hal itu sangat penting dalam kehidupan.Di samping itu penulis berharap dapat memberikan inspirasi lembaga pendidikan formal dan non formal, untuk mengembangkan pembelajaran Fihi Ma Fihi dengan rujukan karya Jalalludin Rumi yang berisi tentang petuah- petuah sufistik.

B. Rumusan Masalah

  Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah :

  1. Bagaimanakah Nilai Kecerdasan Spiritual dalam buku Fihi ma Fihi karya Jalaluddin Rumi dibutuhkan dalam moralitas Islam?

  2. Bagaimanakah Konsep Nilai Kecerdasan Spiritual yang digunakan Jalaluddin Rumi dalam buku Fihi Ma Fihi ?

  3. Bagaimanakah Relevansi Nilai Pendidikan Spiritual pada buku Fihi Ma Fihi dalam konteks perkembangan pendidikan terhadap peserta didik?

  C. Tujuan Penelitian Tujuan dalam penelitian ini adalah:

  1. Mengetahui bagaimana Nilai Kecerdasan Spiritual dalam buku Fihi ma Fihi karya Jalaluddin Rumi dibutuhkan dalam memahami moralitas Islam.

  2. Mengetahui Konsep Nilai Kecerdasan Spiritual yang digunakan Jalaluddin Rumi dalam bukuFihi Ma Fihi.

  3. Mengetahui relevansiNilai Kecerdasan Spiritual dalam buku Fihi Ma Fihi dalam konteks perkembangan pendidikan terhadap peserta didik.

  D. Kegunaan Penelitian a. Secara Teoritis Penelitian tentang kecerdasan spiritual ini diharapkan sebagai pendidikan rohani dan memperbaiki karakter bangsa terutama bagi kaum muda. Selain itu diharapkan juga dapat merambah pengetahuan dan pengalaman bagi saya pribadi, teman-teman, dan bagi semua yang membacanya. Serta memberikan kontribusi dalam upaya peningkatan pengetahuan tentang kajian kecerdasan spiritual dan juga pengetahuan tentang ilmu tasawuf Islam. Sehingga dapat dimengerti dan dipahami bagaimana proses kecerdasan spiritual. Dengan demikian diharapkan setiap pribadi dalam keadaan tertentu mengambil petuah serta pelajaran hidup dari Jalaluddin Rumi untuk diimplementasikan dalam perilaku kehidupan manusia menuju kebahagian dunia dan akhirat.

  b. Secara Praktis Sebagai sumbangan fikiran dalam bentuk tulisan yang berbentuk ilmiah bagi lembaga IAIN Salatiga guna dimanfaatkan oleh berbagai pihak yang memerlukannya khususnya bagi umat Islam dalam rangka memahami kecerdasan spiritual, sebagai tujuan utuk memperbaiki moralitas manusia yang terkadang tak menentu. Dan penelitian ini diharapkan dapat menambah khazanah ilmu pengetahuan bagi penulis dan mahasiswa jurusan Pendidikan Agama Islam (PAI) IAIN Salatiga khususnya dan mahasiswa jurusan lainnya dan para pembaca pada umumnya.

  Untuk menghindari kekeliruan penafsiran dan kesalah pahaman, maka penulis kemukakan pengertian dan penugasan judul proposal ini sebagai berikut:

  1. Pengertian Nilai Kecerdasan Spiritual Kecerdasan spiritual (SQ) merupakan pengetahuan akan kesadaran diri, makna hidup, tujuan hidup, atau nilai-nilai tertinggi dalam hidup.

  Kecerdasan ini berupa kemampuan mengelola “suara hati “ sehingga terekspresikan secara tepat dan efektif, yang memungkinkan kita bekerja sama dengan lancar menuju sasaran yang lebih luas dan bermakna (Nasution, 200:4).

  Ari Ginanjar menyatakan bahwa kesadaran spiritual adalah kemampuan untuk memberi makna spiritual terhadap pemikiran, perilaku dan kegiatan, serta mampu menyinergikan IQ, EQ, dan SQ secara komprehensif (Ginanjar,2007:47).

  Yang dimaksud kecerdasan spiritual adalah kecerdasan untuk menghadapi dan memecahkan masalah persoalan makna dan nilai, menempatkan perilaku dan hidup dalam konteks makna yang lebih luas dan kaya, dan menilai bahwa tindakan atau jalan hidup seseorang lebih bermakna dibandingkan dengan yang lain, kecerdasan spiritual adalah landasan yang diperlukan untuk memfungsikan IQ dan EQ secara efektif.

  Bahkan, kecerdasan spiritual (SQ) merupakan kecerdasan tertinggi kita (Zohar, 2001:4).

  Kecerdasan spiritual adalah ketika menghadapi persoalan dalam hidupnya, tidak hanya dihadapi dan dipecahkan dengan rasional dan emosional saja, tetapi ia menghubungkannya dengan makna kehidupan secara spiritual. Dengan demikian, langkah-langkahnya lebih matang dan bermakna dalam kehidupan. (Muhaimin,2014:37).

  Menurut Khalil A Khavari kecerdasan spiritual sebagai fakultas dimensi non material kita atau jiwa manusia. Ia menyebutnya sebagai intan yang belum terasah dan dimiliki oleh setiap manusia. Kita harus mengenali seperti adanya, menggosoknya sehingga mengkilap dengan tekad yang besar, menggunakannya menuju kearifan, dan untuk mencapai kebahagian yang abadi. (Zohar,2001:27 ).

  2. Jalaluddin Rumi Beliau adalah seorang tokoh besar Sufi, dia lahir di Balkha, sekarang Afganistan, pada 6 Rabi’ul Awal 604 H atau 30 September 1207

  M. Ayahnya, Bahauddin, tetapi nama yang lebih masyhur baha’ Walad, adalah seorang da’i pemberi fatwa, ahli fiqh sekaligus salah satu guru tarekat al-Kubrawiyah (pengikut Najmuddin al-Kubra).(Rumi,terj.Latif, 2015: 4).

  3. BukuFihi Ma Fihi BukuFihi Ma Fihi merupakan bagian tasawuf Islam yang perlu dipahami secara detail. Yang penyampaiannya berbentuk prosa.

  Kebanyakan pembahasan dalam setiap pasal- pasalnya merupakan jawaban dan tanggapan atas bermacam pertanyaan dalam konteks dan kesempatan yang berbeda-beda. berisi tentang kumpulan materi perkuliahan, refleksi dan komentar yang membahas masalah sekitar akhlak yang dilengkapi dengan tafsiran atas al- Qur’an dan Hadis. Ada juga beberapa pembahasan yang uraian lengkapnya dapat ditemukan dalam kitab Matsnawi. Seperti halnyaMatsnawi, kitab ini menyelipkan berbagai analogi, hikayat sekaligus komentar Maulana Rumi. Selain itu, kitab ini bisa membantu untuk memahami pemikiran beliau dan menyingkap maksud-maksud ucapannya dalam berbagai kitab lainnya. (Rumi,terj.Latif, 2015: 18).

F. MetodePenelitian

  1. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang penulis lakukan adalah penelitian kepustakaan (library research), karena yang dijadikanobjekkajianadalahhasilkaryatulis yang merupakanhasilpemikiran.

  2. Sumber Data Karenajenispenelitianiniadalahpenelitiankepustakaan (library research), maka data yang diperolehbersumberdariliteratur. Adapun yang menjadi sumber data primer adalah bukuFihi Ma Fihi karya Jalaluddin Rumi.

  Kemudian yang menjadi sumber data sekunder diantaranya adalah buku tasawuf Islam, buku keimanan ilmu tauhid, dan buku-buku lain yang bersangkutan dengan obyek pembahasan penulis.

  3. Teknik Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data yang penulis lakukan dalam penelitian ini adalah dengan mencari dan mengumpulkan buku yang menjadi sumber data primer yaitu buku Fihi Ma Fihi dan sumber data sekunder yaitu buku tasawuf Islam, buku keimanan ilmu tauhid, Ensiklopedi dan buku relevan lainnya. setelah data terkumpul maka dilakukan penelaahan secara sistematis dalam hubungannya dengan masalah yang diteliti, sehingga diperoleh data dan informasi untuk bahan penelitian.

  4. Teknik Analisis Data Dalam menganalisis data yang ada, penulis menggunakan metode

  Content Analysis ( Analisis Isi). MenurutWeber sebagaimana dikutip oleh Soejono dalam bukunya yang berjudul: Metode Penelitian suatu Pemikiran dan Penerapan, adalah: “metodologi penelitian yang memanfaatkan seperangkat prosedur untuk menarik kesimpulan yang benar dari sebuah buku atau dokumen”. (Soejono, 2005: 13). Dengan teknik analisis ini penulis akan menganalisis terhadap makna atau pun isi yang terkandung dalam ulasan-ulasan buku Fihi Ma Fihi dan kaitannya dengan nilai- nilai kecerdasan spiritual.

G. Sistematika Penulisan

  Untukmemberikankesanruntutnyapembahasandanmemberikanyang penulisjabarkandalamskripsiini, makadisusunlahpembahasandalamsuatusistematikasebagaiberikut:

  Bab Pertama. Pendahuluan, menguraikantentang : latarbelakangmasalah, rumusanmasalah, tujuan penelitian, kegunaan penelitian, penegasanistilah, metode penelitian, dansistematikapenulisansebagaigambaranawaldalammemahamiskripsiini.

  Bab Kedua. Biografi dan pemikiran Jalaluddin Rumi menguraikan tentang; Biografi Jalaluddin Rumi yang meliputi riwayat kelahiran, perjalanan karirnya. Selainitudalambabinijugamembahastentang karya-karyanya.

  Bab Ketiga. Deskripsi pemikiran Jalaluddin Rumi dalam buku Fihi Ma Fihi.

  Bab Keempat. Pembahasan nili-nilai kecerdasan spiritual dalam buku Fihi Ma Fihi serta menguraikanrelevansi dengan konteks perkembangan pendidikan terhadap peserta didik.

  Bab kelima.Penutup, menguraikankesimpulandan saran.

BAB II BIOGRAFI DAN KARYA ILMIAH JALALUDDIN RUMI A. RIWAYAT HIDUP JALALUDDIN RUMI Beliau adalah seorang lelaki bernama Muhamad, dan mendapat julukan Jalaluddin. Murid-murid dan para sahabatnya memanggil beliau dengan pnggilan Maulana (Tuanku) yang searti dengan kata Khawaja dalam bahasa

  Persia, Sebuah penghargaan maknawi dan sosial. Kata Maulana sendiri adalah terjamahan dari bahasa Persia Khudawanda Kar, yang mana julukan ini pertama kali diberikan oleh ayahnya. Dalam literatur Persia modern, dia dikenal dengan sebutan Mevlevi. Terkadang disematkan pula julukan Rumi atau Maulana Rumi karena dia hidup di sebuah negeri Romawi, tepatnya di daerah Asia kecil atau Anatolia yang saat ini lebih dikenal dengan sebutan Turki, sementara tempat tinggal ayah dan ibunya berada di kota Konya. Di negara Barat, dia dikenal dengan sebutan Rumi. (Rumi,terj.Latif, 2015: 4).

  Rumi dilahirkan pada tanggal 6 Rabiul Awal 604 H sama dengan 30 September 1207 M di Balkh, Afganistan sekarang. Ketika itu wilayah tersebut merupakan bagian dari wilayah kerajaan Khwarizmi yang beribu kota di Bukhara, Transoksiana. Ayah Rumi, Muhamad ibn Husyain al- Khatibi alias Bahauddin Walad, adalah seorang ulama terkemuka dari Balkh, Afganistan sekarang. Pada abad ke-12 dan 13 M Balkh merupakan bagian dari wilayah kerajaan Khwarizmi, di Transoksiana Asia Tengah, dengan ibu kotanya Bukhara. Pada tahun 1210 M, sebelum Khwarizmi diserbu tentara Jengis Khan Bahauddin Walad bersama keluarganya meninggalkan Balkh alasan yang jelas. Ada yang mengatakan disebabkan persoalan politik. Raja Khawarizmi ketika itu, Muhamad Khawarizmi-syah, menentang keberadaan thariqat kubrawiyah yang dipimpin oleh Bahauddin Walad. Pendapat lain yang tidak sedap karena Bahauddin Walad kuatir terhadap serbuan tentara Mongol yang ketika itu telah menghampiri wilayah kerajaan Khwarizmi.

  Tetapi pendapat ini tidak didasarkan alasan yang kuat, sebab pasukan Jengis khan pada tahun 1210 M masih bersusah payah menaklukan bagian-bagian utara dari negeri Cina yang merupakan jembatan menuju ke Asia Tengah. (https://info- biografi.blogspot. co.id.).

  Diketahui juga dari beberapa riwayat bahwa Baha’walad sering berdiskusi dan beradu argumentasi dengan pembesar Khawarizmi, bahkan dengan Imam Fakhrurrazi. Beliau pernah berkata: “ Kalian adalah tawanan materai yang tak berharga dan kalian terhalang untuk mencapai hakikat”.

  Namun pergulatan Baha’ walad dengan mereka tidak berlangsung lama dan terputus setelah serangan Mongol mempersempit ruang gerak ayah Rumi di Khurasan. Hingga ia dan keluarganya harus hijrah menuju Asia Kecil, sebuah tempat perlindungan yang dihiasi oleh para ulama, pemikir dan orang- orang bijak. Sampai beberapa tahun sebelum mereka berhijrah, Baha’ Walad tidak menetap di kota Balkh, namun ia lebih sering berpindah-pindah dari satu kota ke kota lain di wilayah Khurasan, seperti Wakhsy, Tirmidz dan Samarkand. (Rumi,terj.Latif, 2015:5).

  Perjalanan panjang ke Konya beserta keluarganya dimulai pada tahun 616 atau 617 H, seiring dengan gempuran tentara Moghul ke kota-kota Khurasan. Sebenarnya dalam perjalanan itu Baha’ Walad hendak melaksanakan ibadah haji ke kota Makkah al-Mukarromah, tetapi niat itu baru terlaksana setalah ia dan keluarganya menetap di Konya. Keluarga Baha’ Walad juga sempat singgah ke kota Naisabur, pasangan dari kota Khurasan, dan disambut oleh Syekh Fariduddin al-Attar, seorang bijak dan penyair besar yang berada di pasar tempat para penjual di kota itu. Ia tinggal di sebuah bilik yang saat ini dikenal dengan apotek. Di sana ia mengobati orang-orang dengan obat racikannya sendiri, disamping itu ia juga sering mengubah syair Irfani dan mengarang berbagai kitab yang berharga. (Rumi,terj.Latif, 2015:5- 6).

  Menurut tradisi nenek moyangnya, Rumi tergolong masih muda ketika mulai mempelajari ilmu-ilmu eksoterik. Dia mempelajari berbagai bidang keilmuan, meliputi tata bahasa Arab, ilmu perpajakan, Al- Qur’ an, fiqih, ushul fiqih, tafsir, sejarah, ilmu tentang doktrin-doktrin atau asas-asas keagamaan, teologi, logika, filsafat, matematika, dan astronomi. Pada saat ayahnya meninggal dunia 9628 H/ 1231 M) dia telah menguasai semua bidang keilmuan tersebut. Namanya ketika itu sudah dapat dijumpai dalam deretan nama-nama ahli hukum Islam. Karena ke ilmuannya tersebut, tidak mengherankan jika pada usia 24 tahun, dia telah meminta untuk menggantikan tugas-tugas ayahnya sebagai pendakwah sekaligus ahli hukum Islam. (Chittick,terj.Ismail dan Nidjam, 2000: 3).

  Sekitar satu tahun setelah wafatnya ayah Rumi, Burhanuddin Tirmidzi, salah seorang murid Bahauddin datang ke Konya untuk memberikan beberapa petunjuk baru kepada Rumi. Atas saran Burhannuddin inilah Rumi meneruskan pendidikannya di Aleppo. Di sini Rumi berdiam di Madrasah Halawiyah dan menerima bimbingan lebih lanjut dari Kama Al-Din bin Al- Azhim. Dari Aleppo, Rumi pindah ke Damaskus dan tinggal di Madrasah Maqdisiyah. Di sini ia memperoleh kesempatan berharga untuk berdiskusi dengan tokoh- tokoh agung seperti Muhyi Al-Din Ibnu ‘Arabi, Sa’ad Al-Din Al-Hanawi, Utsman Al-Rumi, Awhad Al-Din Al- Kirmani dan Sadr Al-Din Al-Qunyawi.( Kartanegara,2004: 5).

  Kemudian Rumi kembali ke Konya menggeluti pelajaran dan memberikan bimbingan spiritual hingga gurunya, Burhannudin wafat. Rumi terus mengajar di Madrasah Khudavandgar yang menarik perhatian murid- murid dari berbagai penjuru. Pada akhir Oktober 1244, sesuatu yang tidak terduga terjadi, pada perjalanan pulang dari Madrasah, Jalaluddin Rumi dengan seseorang yang tidak dikenalnya mengajukan pertanyaan kepadanya, sebuah pertanyaan yang membuat guru besar ini pingsan. Menurut sumber yang dapat dipercaya, orang yang tidak dikenal itu menanyakan kepadanya bahwa antara Muhammad Rasullulah dan Abu yazid Busthomi seseorang Sufi dari Persia, siapa yang lebih agung. (Schimmel,terj. Damono dkk, 2000: 26)

  Peristiwa inilah yang mendorong Rumi meninggalkan ketenaran dan mengubahnya dari seorang teolog terkemuka menjadi seorang penyair mistik. Karena kuatnya pesona kepribadian Syamsuddin Tabriz, Rumi lebih memilih untuk menghentikan aktifitasnya sebagai guru profesional dan pendakwah. Hal ini dilakukan semata-mata demi memperkuat persahabatannya dengan darwish. Bagi Rumi, Syamsuddin Tabriz adalah matahari yang luar biasa, matahari yang mengubah seluruh hidupnya, membuatnya menyala dan membawanya ke dalam cinta yang sempurna (Kartanegara,2004: 6).

  Jalaluddin Rumi dan Syamsuddin Tabriz tidak terpisahkan lagi mereka menghabiskan hari-hari bersama. Menurut riwayat selama berbulan-berbulan mereka dapat hidup tanpa kebutuhan dasar manusia, ketika bersama-sama menuju cinta Tuhan. Hubungan ini menyebabkan rasa ingin tahu dan kecemburuan pada murid Rumi yang telah terputus sepenuhnya dari bimbingan dan diskusi dengan gurunya. Akibatnya, mereka menyerang Syams dengan celaan dan ancaman kekerasan. Hal ini segera dirasakan oleh Syams sehingga ia meninggalkan Rumi setelah tinggal di Konya selama enam belas bulan menuju Damaskus.( Kartanegara,2004: 6).

  Betapa menderitanya Rumi atas kepergian sahabatnya, Syams. Perpisahan ini menyakitkan Rumi dan melukai perasaannya. Namun pada saat inilah dia mulai berubah, dia menjadi seorang penyair, mulai mendengarkan musik, bernyanyi, berputar-putar selama berjam-jam. Dia sendiri tidak tahu apa yang telah terjadi. Dia menulis beberapa surat dan pesan kepada Syams yang ada di Damaskus, dia mengutus anaknya, Sultan Walad untuk meminta Syams kembali ke Konya. (Schimmel,terj. Damono dkk, 2000: 398)

  Dalam perjumpaannya di Konya, mereka saling berpelukan dan saling berlutut di hadapan temannya, sehingga tidak ada yang tahu siapa sang kekasih dan siapa yang terkasih. Keakraban hubungan mereka tumbuh sekali lagi dan begitu meluap-luap sehingga beberapa murid Rumi, dengan bantuan putra Rumi, Alauddin memutuskan untuk mengirimkan Syams ke tempat yang tidak ada jalan kembali. Suatu malam mereka memanggilnya keluar dari rumah Jalaluddin Rumi. Setelah menusuknya mereka membuangnya di sumur dekat itu. Ketika ayahnya tidur, mereka cepat-cepat menguburkan badan Syams yang di ambilnya dari dalam sumur, menutupi kuburan itu dengan semen yang dipersiapkan dengan tergesa-gesa. Sultan Walad mencoba menenangkan kecemasan ayahnya, dengan mengatakan bahwa setiap orang mencari Syams. (Schimmel,terj. Damono dkk, 2000: 398).

  Karena dibakar rasa rindu yang tak tertahankan lagi, Rumi akhirnya memutuskan untuk pergi sendiri ke Damaskus, dengan harapan utuk menemukannya, ia kembali ke Konya dan mengangkat Syaikh Salah Al-Din Fariddun Zarkub, seorang darwis dan tukang emas untuk menjadi Khalifah yang menggantikan Syams.

  Ketika Salah Al-Din wafat, Rumi kemudian menunjuk Sayid Husam Al-Din untuk menggantikannya. Dengan khalifah baru inilah Rumi menemukan sumber inspirasi dalam penulisan Matsnawi. (Kartanegara,2004: 9)

  Segera setelah ia kembali ke Damaskus, Rumi mendirikan thariqot sendiri yang disebut Maulawi, nama yang diambil dari gelar kehormatannya“ Maulana” (Guru kami), yang diberikan oleh para muridnya kepada sang guru tercinta, Rumi. Sementara itu ia masih meneruskan penulisan Matsnawi atas permintaan Husam Al-Din selama lebih dari 15 tahun. Tidak lama setelah pekerjaan itu selesai kesehatan Rumi memburuk dan jatuh sakit. Selama berhari-hari terakhir hidupnya, Syaikh Sadr Al-Din Al- Qunyawi dan sejumlah darwis lainnya mengunjungi Rumi. Dalam salah satu percakapan dengan Rumi, Syaikh Sadr Al-Din mengatakan bahwa semoga Allah segera menyembuhkanmu, kemudian Rumi menjawab, ketika antara yang mencinta dan yang dicinta tinggal sehelai pakaian tipis, tidakkah engkau menginginkan cahaya bersatu dengan cahaya( Kartanegara,2004: 9).

  Dan akhirnya di malam terakhir sebelum beliau meninggal, Rumi terkena demam parah. Namun tak sedikitpun terlihat di wajahnya ada tanda- tanda sakaratul maut. Bahkan beliau masih sempat menyenandungkan lagu- lagu ghazal dan menampakan kebahagiaan di wajahnya. Ia juga melarang para sahabatnya sedih atas kepergiannya.

  “Di malam sebelumnya aku bermimpi Melihat seorang syekh di pelataran rindu Ia menudingkan tangannya padaku” dan berkata: “Bersiap-siaplah untuk bertemu denganku”.

  Konon, syair di atas adalah bait terakhir yang digubah oleh Rumi. Akhirnya pada Ahad, 5 Jumadil Akhir 672 H/ 16 Desember 1237 M di Kunya. ketika siang telah mengumandangkan adzan perpisahan dan senja harinya dua matahari terbenam sekaligus di ufuk Barat, yang salah satunya adalah sang surya Maulana Jalaluddin Rumi. (Rumi,terj.Latif, 2015: 14).

B. BEBERAPA KARYA DAN PEMIKIRAN JALALUDDIN RUMI

  Beliau Jalaluddin Rumi tidak menulis buku dengan cara konvensional sebagaimana orang lain melakukannya. Prosa dan satra Rumi pada saat ini di samping berasal dari karya-karya yang dicatat oleh pengikutnya ketika Rumi menyampaikannya secara lisan dan hasil pendiktean yang kemudian dia periksa lagi seperti dalam Matsnawi dan Diwan, juga karya- karya yang dicatat oleh pengikutnya dari ingatan mereka atau dari catatan-catatan Rumi sendiri setelah kematiannya. (Rumi,terj.Anwar Khalid, 2002: 14-16).

  Setiap pandangan yang diungkapkan oleh Rumi baik dalam puisi- puisinya maupun dalam bentuk prosa, diarahkan untuk mengembangkan kecerdasan spiritual manusia. Kecerdasan spiritual yang dimaksudkan Rumi adalah kecerdasan yang bersumber dari hati nurani yang suci yang mencerminkan sifat-sifat Ilahi. Oleh karena itu kecerdasan spiritual dalam konsep Rumi sangat erat dengan nilai-nilai religius dan perilaku yang mulia.

  Sehingga orang yang memiliki kecerdasan spiritual dalam pandangan Rumi merupakan hamba-hamba Allah yang bertakwa.

  Sebagai ulama serta tokoh Pendidikan yang menguasai berbagai bidang disiplin ilmu keagamaan dan juga merupakan sastrawan serta tokoh tasawuf Islam, karyaJalaluddin Rumitak lepas dari proses perjalanan spritualnya, mencari gurunya Syamsudin Tabriz untuk mendalami tasawuf. Ketika proses pencarian gurunya tersebut, membuat bakatnya sebagai penyair hidup kembali. Maka lahirlah syair-syair yang indah dari tangannya bertemakan cinta dan kerinduan mistikal. Cintanya pada gurunya yang tak kunjung ditemuinya lagi sejak perpisahannya yang terakhir, kini berubah menjadi cinta trandesental, yaitu cinta Ilahiyah. (Kartanegara,2004: 10-11).

  Maka kebanyakan karya tersebut disajikan dalam bentuk prosa atau sastra, sehingga karya-karyanya tidak hanya diminati oleh masyarakat Muslim saja melainkan seluruh umat manusia. Karya-karya yang utama adalah sebagai berikut :

  1. Maqalat- I Syams- I Tabriz (Percakapan Syams Tabriz) Karya ini dianggap sebagai buah persahabatan intim Rumi dan sahabatnya, Syams Al- Din Tabriz. Karya ini berisikan beberapa dialog mistik antara Syams sebagai guru dan Rumi sebagai murid. Sekalipun karya tersebut menjelaskan perihal kehidupan, namun menurut Nicholson lebih jauh lagi ia menerangkan beberapa ide dan doktrin sang penyair. (Kartanegara,2004: 10-11).

  2. Diwan- syamsi-i- Tabriz Diwan adalah semacam sajak-sajak pujian seperti qosidah dalam sastra Arab. Dalam sastra Sufi dan keagamaan yang dipuji ialah sifat, kepribadian, akhlak, dan ilmu pengetahuan yng dimiliki seseorang tokoh. Dalam bunga rampainya ini, Rumi mulai mengungkapkan pengalaman dan gagasannya tentang cinta transendental yang diraihnya pada jalan tasawuf.

  Kitab ini terdiri atas 36.000 bait puisi yang indah, sebagaian besar ditulis dalam bentuk Ghazal. (Rumi,2006: xvii).

  3. Matsnawi-i- Ma’nawi Karangan bersajak tentang makna-makna atau rahasia terdalam ajaran agama. Ini merupakan karya Rumi yang terbesar, tebalnya sekitar

  2000 halaman yang dibagi menjadi 6 jilid. Kitab ini juga disebut Husami- nama ( Kitab Husam). Kitab ini selesai dikerjakan selama 12 tahun sejak dituturkan Rumi kepada Husamaddin. (Rumi,2006: xvii- xviii).

  Menurut Anand Krishna (2001: 21-22), Matsnawi bukanlah sekedar text book, tetapi work book (buku kerja, kerja nyata) bila kita memperlakukan sebagai buku saja, maka kita tidak akan memperoleh apa- apa dari Matsnawi, kecuali hanya mendapatkan beberapa kisah baru saja tapi jika diperlukan sebagai work book, Matsnawi bisa menjadi teman hidup kita dan harus di praktekkan dalam hidup sehari- hari.

  4. Fihi Ma Fihi ( Di dalamnya adalah Apa yang di dalamnya) Karya prosa ini mencakup ucapan-ucapan Rumi yang ditulis oleh putranya yang paling tua, Sultan Walad. Eva de Vitray Meyerovich yang menterjemahkannya ke dalam bahasa perancis, menggambarkannya sebagai karya yang benar-benar menarik, bukan saja untuk memahami pikiran Sang Guru dan Sufisme pada umumnya, tapi juga karena kedalaman dan keunggulan analisis isinya, yang menjadikan inisiasi tentang dirinya sendiri. Seperti Matsnawi,Fihi Ma Fihi sangat bersifat didaktif (pengajaran). (Kartanegara,2004: 12- 13).

  Jalaluddin Rumi dalam karyanya Fihi Ma Fihi yang digunakan sebagai buku-buku rujukan para Sufi ini menjelaskan lebih jauh tentang tiga jenjang yang dilewati manusia.Pada jenjang pertama, manusia menyembah apa saja; manusia, perempuan, uang, anak-anak, bumi tanah atau batu. Kemudian ketika sedikit lebih maju, manusia menyembah Tuhan,” maupun “Aku tidak menyembah Tuhan”. Karena pada tahap ini ia telah melewati tahap yang ketiga. (Shah, 2000: 158).

  5. Ruba’ iyyat Bunga rampai ini terdiri atas 3.318 bait puisi. Melalui kitab ini,

  Rumi memperlihatkan dirinya sebagai salah seorang penyair lirik yang agung, bukan saja dalam sejarah sastra Persia, melainkan juga dalam sejarah satra dunia. (Rumi,2006: xix).

  6. Maktubat (Surat Menyurat) Berisikan 145 surat yang rata-rata sepanjang 2 halaman. Menurut

  William C Chittick. Kebanyakan surat-surat ini ditujukan kepada pangeran-pangeran dan para bangsawan Konya. Namun demikian, surat- surat itu tidak semata-mata berkaitan dengan ajaran spiritual Jalaluddin Rumi, namun termasuk juga surat-surat rekomendasi atau surat-surat yang ditulis atas nama murid atau sahabatnya karena permintaan untuk berbagi tujuan. (Shah, 2000: 13- 14).