NILAI-NILAI PENDIDIKAN TASAWUF DALAM BUKU MUSYAWARAH BURUNG (MANTIQ AL- TAYR) KARYA FARIDUDDIN ATTAR SKRIPSI

  

NILAI-NILAI PENDIDIKAN TASAWUF

DALAM BUKU MUSYAWARAH BURUNG ( MANTIQ AL-

TAYR) KARYA FARIDUDDIN ATTAR

  

S K R I P S I

  Diajukan untuk Memenuhi Kewajiban dan Melengkapi Syarat guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd.)

  

Disusun Oleh

MUHAMMAD FARIDUDDIN

111 12 027

JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN (FTIK)

  

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)

SALATIGA

2017

  

MOTTO

“Dunia ini dianyam oleh miliaran kehidupan, Setiap benang

melintasi benang yang lain.

  

Apa yang disebut dengan Filsafat hanya sebuah pergerakan kecil

dari sehelai benang.

  

Jika kau bisa menerjemahkan Setiap benang yang merajutnya,

Masa depan akan sepenuhnya bisa terbaca semudah

Matematika.”

  

PERSEMBAHAN

Skripsi yang sederhana ini penulis persembahkan kepada: Ayahku Muhammad Islami dan Ibuku Siti Amroh yang

   memberikan segalanya, tanpa jerih payah dan kasih sayang darinya tak akan pernah mampu kuberada dalam keadaan yang sebaik ini.

   Islamiyah, M.Ag. yang telah memberikan pengarahannya hingga titik akhir pembuatan skripsi ini.

  Seluruh dosen IAIN Salatiga, Khususnya Dra. Djami‟atul

   memberikan warna-warni dalam kehidupanku dan semoga dan bagas kewaran bersama kalian. kawilujengan

  Seluruh teman-teman angkatan 2012 terima kasih telah

  Teman-teman Ponpes Al-Islah, bersama kalian aku tempuh

   masa muda untuk belajar kedewasaan Dan kepada pembaca yang menyempatkan mengutip ataupun

   menjadikan tulisan ini menjadi berguna.

KATA PENGANTAR

  Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas limpahan rahmat dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini, meskipun dalam wujud yang sederhana dan jauh dari sempurna. Sholawat dan salam Allah Swt, semoga senantiasa terlimpahkan kepada Sang Penyempurna akhlak manusia dan yang selalu kuucap namamu sebagai bentuk kerinduan yang tak ada hentinya.

  Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini tidak akan dapat diselesaikan tanpa dukungan dan bantuan dari berbagai pihak. Untuk itu penulis menyampaikan terima kasih yang sedalam-dalamnya kepada: 1.

  Bapak Dr. H. Rahmat Hariyadi, M.Pd. selaku Rektor IAIN Salatiga 2. Bapak Suwardi, M.Pd. selaku Dekan Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan IAIN Salatiga.

  3. Ibu Siti Rukhayati, M.Pd. selaku Ketua Jurusan PAI IAIN Salatiga 4.

  Ibu Dra. Djami‟atul Islamiyah, M.Ag. selaku Dosen Pembimbing yang telah berkenan secara ikhlas dan sabar meluangakan waktu serta mencurahkan pikiran dan tenaganya untuk memberi bimbingan dan pengarahan yang sangat berguna sejak awal proses penyusunan dan penulisan hingga terselesaikannya skripsi ini.

  5. Seluruh Dosen Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan Jurusan PAI IAIN Salatiga yang telah berkenan memberikan ilmu pengetahuan ketarbiyahan kepada penulis dan pelayanan hingga studi ini dapat selesai.

  

ABSTRAK

  Fariduddin Muhammad. 2017. Nilai-Nilai Pendidikan Tasawuf dalam Buku Musyawarah Burung (Mantiq Al-Tayr) Karya Fariduddin Attar .

  Skripsi. Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan. Jurusan Pendidikan Agama Islam. Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Salatiga. Pembimbing : Dra. Djami‟atul Islamiyah, M.Ag.

  

Kata Kunci: Buku Musyawarah Burung (Mantiq Al-Tayr), Pendidikan Tasawuf.

  Penelitian yang berjudul Nilia-Nilai Pendidikan Tasawuf dalam Buku Musyawarah Burung (Mantiq Al-Tayr) karya Fariduddin Attar ini dimaksudkan untuk menggali nilai-nilai pendidikan tasawuf dalam buku musyawarah burung (Mantiq Al-Tayr). dari segi judulnya buku ini memang tidak secara eksplisit memuat tentang tasawuf, namun sesungguhnya isi dari buku ini mengandung nilai pendidikan tasawuf secara alegoris. Dalam konteks sekarang nilai pendidikan tasawuf menjadi sangat penting di tengah kemajuan teknologi dan informasi yang semakin canggih dan global untuk di aplikasi dalam kehidupan sekarang kususnya kaum remaja.

  Pokok permasalahan dalam dalam skripsi ini adalah: 1) Bagaimana nilai- nilai pendidikan tasawuf yang terkandung dalam buku Musyawarah Burung (Mantiq Al-Tayr) karya Fariduddin Attar? 2) Bagaimana relevansi nilai-nilai pendidikan tasawuf dalam buku Musayawarah Burung (Mantiq Al-Tayr) karya Fariduddin Attar dengan Konteks sekarang?

  Mengingat kajiannya merupakan penelitian literarur/studi pustaka

  

(library research) maka metode yang digunakan adalah Metode Hermeneutika

Teks dan Metode Content Analysis (Analisis Isi). Data yang terkumpul akan

  dianalisi, dipelajari dan dideskripsikan. Selanjutnya memberikan gambaran, penjelasan, dan diuraikan.

  Hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa nilai-nilai pendidikan tasawuf dalam buku Musyawarah Burung (Mantiq Al-Tayr), Seperti nilai pendidikan Tauhid, ajaran tentang kewaspadaan terhadap tipu daya dunia, hakikat penciptaan manusia, tujuan hidup manusia, Ajaran tentang Zuhud, mahabbah,

  ma‟rifat,

istighna , faqir dan fana. Sementara relevansi nilai-nilai pendidikan tasawuf yang

  terkandung dalam buku Musyawarah Burung (Mantiq Al-Tayr) dalam konteks sekarang, Misalnya seperti aplikasi zuhud dalam koteks kehidupan sekarang, zuhud bisa kita aplikasikan dalam kehidupan kita tanpa harung menggunakan metode-metode seperti orang-orang pada zaman dahulu, Selain zuhud konsep- konsep seperti

  ma‟rifat dan mahabbah juga sangat relevan dalam konteks

  kekinian. Kosep

  ma‟rifat misalnya dapat lebih mendekatkan pengenalan diri kita

  kepada Allah dalam arti yang sesungguhnya. Demikian juga dengan konsep

  

mahabbah juga sangat relevan baik secara vertikal maupun secara horisontal

ditengah kondisi masayarakat yang serba plural.

  DAFTAR ISI

  HALAMAN JUDUL ................................................................................. i HALAMAN BERLOGO .......................................................................... ii HALAMAN DEKLARASI ....................................................................... iii PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN ................................................ iv HALAMAN NOTA PEMBIMBING ........................................................ v HALAMAN PENGESAHAN ................................................................... vi MOTTO .................................................................................................... vii PERSEMBAHAN ..................................................................................... viii KATA PENGANTAR .............................................................................. ix ABSTRAK ................................................................................................ xi DAFTAR ISI ............................................................................................. xii DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................. xiv

  BAB I PENDAHULUAN A.

  1 Latar Belakang Masalah ................................................

  B.

  6 Rumusan Masalah .........................................................

  C.

  6 Tujuan Penelitian ..........................................................

  D.

  7 Manfaat Penelitian ........................................................

  E.

  8 Metode Penelitian .........................................................

  F.

  11 Penegasan Istilah ...........................................................

  G.

  15 Sistematika Penulisan ...................................................

  BAB II BIOGRAFI FARIDUDDIN ATTAR A. Biografi Fariduddin Attar .............................................

  17 B. Karya Sastra Fariduddin Attar ......................................

  22 BAB III DESKRIPSI PEMIKIRAN A. Isi Buku Musyawarah Burung (Mantiq Al-Tayr) Secara Umum ................................................................

  26 B. Nilai-Nilai Pendidikan Tasawuf dalam Buku

  Musyawarah Burung (Mantiq Al-Tayr) Dengan Konteks Sekarang .........................................................

  38 BAB IV PEMBAHASAN A.

  Analisis Terhadap Nilai-Nilai Pendidikan Tasawuf Dalam Buku Musyawarah Burung (Mantiq Al- Tayr ) .............................................................................

  55 B. Relevansi Nilai-Nilai Pendidikan Tasawuf Dalam

  Buku Musyawarah Burung (Mantiq Al-Tayr) Dengan Konteks Sekarang ............................................

  93 BAB V PENUTUP A. Kesimpulan ...................................................................

  96 B. Saran .............................................................................

  97 DAFTAR PUSTAKA

DAFTAR LAMPIRAN

  Lampiran 1 Daftar Riwayat Hidup Lampiran 2 Surat Pembimbingan dan Asisten Pembimbingan Skripsi Lampiran 3 Lembar Konsultasi Skripsi Lampiran 4 Daftar SKK Lampiran 5 Pernyataan Publikasi Skripsi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sastra bukanlah sekedar budaya tulis dan rangkaian kata-kata yang

  tersusun dari beberapa bait, tetapi sastra adalah keindahan dan budaya kelembutan, sastra adalah salah satu refleksi dari naluri manusia untuk mencari kelembutan dan keindahan (estetika). karena Tuhan sendiripun menyampaikan kitab suci Al Quran dengan bahasa sastra, kalimat-kalimat Rasulullah sendiripun juga indah, bagai mana jadinya bila melakukan sholat tanpa rasa khusuk dan banyak pertanyaan yang biasa anda teruskan sendiri.

  Tingkat sastra dalam Al-Quran begitu tinggi dan indahnya, bahkan Allah SWT juga pernah memberi tantangan kepada manusia dan jin dalam Al Quran, Allah berfirman:

  ِهِهْثِم ِب َنىُتْؤَي بَن ِنَآْسُمْنا اَرَه ِمْثِمِب اىُتْؤَي ْنَأ ىَهَع ُهِجْناَو ُسْوِإْنا ِتَعَمَتْجا ِهِئَن ْمُل اًسيِهَظ ٍضْعَبِن ْمُهُضْعَب َنبَك ْىَنَو Artinya: “katakanlah, sesungguhnya jika manusia dan jin berkumpul untuk membuat yang serupa Al-Quran ini, niscaya mereka tidak dapat membuat yang serupa dengan dia, sekalipun sebagian mereka menjadi pembantu bagi sebagian yang lain.” (Al-Isra‟: 88).

  Nuansa keindahan (estetik) dan kelembutan selau tercermin disetiap zaman dan kebudayaan masing-masing bangsa, Esteika dalam tradisi Islam dapat dikatakana sebagai jalan kerohanian, bentuk-bentuk yang berhubungan denga spiritualitas dan religiusitas. Sebagaimana puisi- puisi pujian kepada Nabi Muhammad SAW, sebab yang di ungkap ialah hakikat perjalanan rohani manusia menuju kebenaran yang tertinggi yaitu Tauhid (Hadi, 2004:44).

  Sastra sufi adalah sastra yang berasal dari ungkapan pengalaman religiusitas sang pelaku suluk (pelaku tasawuf), seperti ungkapan kerinduan seorang hamba kepada kekasih-Nya. Jalaluddin Rumi menulis dalam sajak mistiknya:

  Dengar alunan pilu seruling bambu Sayu sendu nadanya menusuk kalbu Begitulah ia sejak bercerai dari batang pohon rimba Dadanya sesak di penuhi cinta dan kepiluan

  Api cintalah yng membakar diriku Anggur cintalah yang memberiku cinta mengawan

Inginkah kautahu bagaimana pencinta luka?

Dengar, dengar alunan seruling bambu

  Jalaluddin Rumi (Bagir, 2016: 4) Dalam tradisi sufi estetika lebih jauh di kaitkana dengan metafisika dan jalan kerohanian yang mereka tempuh di jalan ilmu tasawuf. Para sufi berpendapat bahwa semua karya yang baik, mestilah dapat dirujuk pada ayat-ayat Al-Quran, dan tidak jarang puisi-puisi mereka sebenarnya merupakan tafsir spiritual terhadap ayat-ayat Al-Quran yang di transformasikan ke dalam bahasa figurasi puisi (Hadi, 2004:38).

  Segala bentuk keindahan dapat dijadikan sarana menuju pengalaman religius, sesuai dengan cara seseorang menanggapi keindaha.

  Dalam tradisi islam estetika juga menjelma menjadi ekpresi solidaritas sosial dan sejarah, sebagai mana di manifestasikan dalam karya-karya yang tergolong sastra adab, sejarah, epik, hikayat orang suci, kisah rakyat jelata, kisah didaktik dan cerita binatang seperti musyawarah burung (Mantiq Al-Tayar), atau karya-karya yang tergolong pelipur lara.

  Renungan estetikus muslim tentang keindahan estetis (zahir) juga dapat disikap melalui tamsil-tamsil yang mereka gunakan dalam menggambarkan tahap-tahap perjalanan rohani (suluk) yang mereka tempuh menuju Yang Satu. Karena perjalanan itu merupakan perjalanan naik dari alam kewujudan yang lebih tinggi, maka digunakan tamsil perjalanan mendaki puncak gunung. sering pula digunakan tamsil penerbangan burung menuju puncak gunung yang tinggi seperti dalam Musyawarah Burung (Mantiq Al-Tayr). Burung merupaka tamsil bagi roh yang senantiasa diusik kerinduan kepada asal usul kerohaniannya di alam ketuhanan (Hadi, 2004:45).

  Namun demikian, dalam penulisan ini, penulis akan membatasi diri pada bentuk-bentuk ekspresi yang berhubungan dengan spiritualitas dan religiusitas serta nilai-nilai pendidikan tasawuf dalam buku sastra Musyawarah Burung (Mantiq Al-Tayr) karya Fariduddin Attar.

  Musyawarah Burung (Mantiq Al-Tayr) karya Fariduddin Attar Sebuah puisi prosa dalam bait-bait bersajak, karya ini terdiri dari 4000 syair lebih yang dianggap sebagai tulisan paling berwawasan luas dan menjadi masterpiece terpenting puisi sufi, juga sebagai sastra sufistik yang diakui secara global. Masterpiece Fariduddin Attar ini mempunyai kekuatan untuk berbicara kepada pelaku tasawuf itu sendiri maupun orang awam.

  Musyawarah Burung (Mantiq Al-Tayr) menceritakan penerbangan burung-burung mencari raja diraja mereka yang bernama Simurgh (Raja Burung) yang berada di puncak gunung Qaf yang sangat jauh dari tempat mereka berada, perjalanan itu dipimpin oleh Hudhud, burung kesayangan Nabi Sulaiman a.s. yang melambangkan guru sufi yang telah mencapai tingkat makrifat yang tinggi. Sedangkan burung-burung melambangkan jiwa atau roh manusia yang gelisah disebabkan kerinduannya kepada hakikat ketuhanan. Simurgh (Raja Burung) sendiri merupakan lambang diri hakikat mereka dan sekaligus lambang hakikat ketuhanan. Perjalanan itu melalui tujuh lembah, yang merupakan lambang tahap-tahap perjalanan sufi menuju cinta Ilahi. Dalam tiap tahap (maqam) seseorang penempuh jalan akan mengalami keadaan-keadaan jiwa/ rohani (ahwal, kata jamak dari hal). Uraian keadaan rohani yang disajikan Attar menarik karena menggunakan kisah-kisah perumpamaan. Pada akhir cerita Attar menyatakan bahwa ternyata hanya tiga puluh ekor burung yang mencapai tujuan dan Simurgh (Raja Burung) tidak lain ialah hakikat diri mereka sendiri (Hadi, 2004:137).

  Dalam buku Musyawarah Burung (Mantiq Al-Tayr) karangan Fariduddin Attar di gambarkan secara simbolik bahwa jalan kerohanian dalam ilmu tasawuf ditempuh melalui tujuh lembah (wadi), yaitu :lembah pencarian (talab), cinta (

  „isyq), makrifat (ma‟rifah), kepuasan hati

  (istighna), keesaan (tauhid), ketakjuban (hayrat), kefakiran (faqr) dan hapus (fana ‟). Namun Attar menganggap bahwa secara keseluruhan jalan tasawuf itu sebenarnya merupakan jalan cinta, dan keadaan-keadaan rohani yang jumlahnya tuju itu tidak lain adalah keadaan-keadaan yang bertalian dengan cinta. Misalnya ketika seseorang memasuki lembah pencarian. Cintalah sebenarnya yang mendorong seseorang melakukan pencarian. Adapun kepuasan hati, perasaan atau keyakinan akan keesaan Tuhan, serta ketakjupan dan persatuan mistik merupakan tahapan keadaan berikutnya yang di capai di jalan cinta.

  Dari uraian di atas, penulis ingin lebih jauh mengkaji tentang nilai pendidikan tasawuf pemikiran Fariduddin Attar melalui sebagian karyanya yaitu buku Musyawarah Burung (Mantiq Al-Tayr) yang di dalamnya terdapat beberapa uraian tentang pendidikan tasawuf. Untuk itu, penulis mencoba untuk menyusun sebuah skripsi yang berjudul: Nilai-Nilai

  

Pendidikan Tasawuf dalam Buku Musyawarah Burung ( Mantiq Al-

Tayr) Karya Fariduddin Attar, dengan harapan semoga dapat memberikan kontribusi dan manfaat bagi penulis dan umumnya bagi pembaca.

B. Rumusan Masalah

  Langkah selanjutnya setelah penegasan istilah adalah perumusan pokok permasalahan yang akan dikaji. ”permasalahan yang paling baik apabila permasalahan itu datang dari diri sendiri, karena hal itu didorong oleh adanya kebutuhan untuk memperoleh jawabannya”. Pokok permasalahan pengkajian dalam hal ini sebagai berikut.

1. Bagaimana nilai-nilai pendidikan tasawuf yang terkandung dalam buku

  Musyawarah Burung (Mantiq Al-Tayr) karya Fariduddin Attar? 2. Bagaimana relevansi nilai-nilai pendidikan tasawuf dalam buku

  Musayawarah Burung (Mantiq Al-Tayr) karya Fariduddin Attar dengan Konteks sekarang?

C. Tujuan Penelitian

  Sesuai dengan permasalahan di atas, maka tujuan yang hendak diperoleh dalam penulisan skripsi ini sebagai berikut.

  1. Untuk mengetahui nilai-nilai pendidikan tasawuf yang terkandung dalam buku Musyawarah Burung (Mantiq Al-Tayr) karya Fariduddin Attar.

2. Untuk mengetahui relevansi nilai-nilai pendidikan tasawuf dalam buku

  Musayawarah Burung (Mantiq Al-Tayr) karya Fariduddin Attar dengan Konteks sekarang.

D. Manfaat Penelitian

  Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat baik secara teoritis maupun secara praktis, antara lain:

1. Secara Teoritis a.

  Dapat mendiskripsikan konsep nilai-nilai pendidikan tasawuf dalam buku Musyawarah Burung (Mantiq Al-Tayr) karya Fariduddin Attar b. Dapat mendiskripsikan relevansi nilai-nilai pendidikan tasawuf dalam buku Musyawarah Burung (Mantiq Al-Tayr) karya

  Fariduddin Attar.

  c.

  Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi sebagai tambahan wacana dalam metode pendidikan tasawuf bagi dunia pendidikan Islam 2. Secara Praktis a.

  Penelitian ini diharapkan dapat menginformasikan bahwa terdapat banyak pelajaran, hikmah, dan metode pendidikan tasawuf yang dapat dipetik dari buku musyawarah burung (Mantiq Al-Tayr) yang bisa diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.

  b.

  Sebagai bahan pembelajaran bagi penulis serta tambahan pengetahuan sekaligus untuk mengembangkan pengetahuan penulis dengan landasan dan kerangka teoritis yang ilmiah atau pengintegrasian ilmu pengetahuan dengan praktek serta melatih diri dalam research ilmiah.

E. Metode Penelitian 1.

  Jenis Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif yang menggunakan pendekatan kepustakaan (library research), karena semua sumber yang digali adalah bersumber dari pustaka (Hadi, 1990:3). Penelitian kualitatif ini sebagai prosedur penilaian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari seseorang yang dapat diamati. Dalam hal ini objeknya adalah pemikiran tasawuf yang terkandung dalam buku Musyawarag Burung (Mantiq Al-Tayr) karya Fariduddin Attar.

2. Metode Pengumpulan Data

  Metode pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan studi pustaka. Dalam tahapan ini, peneliti berusaha menyeleksi data- data (buku) yang ada relevansinya dengan pendidikan tasawuf dan buku Musyawarah Burung (Mantiq Al-Tayr) karya Fariduddin Attar.

  Sumber Data Primer, yaitu data yang sangat mendukung dan pokok dalam penelitian. Dalam hal ini, peneliti menggunakan buku Musyawarah Burung (Mantiq Al-Tayr).

  Sumber data sekunder, yaitu data yang berorientasi pada data yang mendukung secara langsung maupun tidak langsung yang berkaitan dengan subjek penelitian. Data sekunder yang dimaksud dalam hal ini adalah: a.

  Fariduddin Attar : Tadzkiratul Auliya‟ b.

  Abdul Hadi : Hermeneutika, Estetika, dan Religiusitas Esai-Esai Sastra Sufistik c. Hamka : Tasawuf Perkembangan dan Pemurniannya d. Sa‟id Hawa : Jalan Ruhani e. Harun Nasution : Filsafat dan Mistisme dalam Islam f. Annemarie Schimmel: Dimensi Mistik Dalam Islam dan buku- buku lainya yang ada Relevansinya dengan objek pembahasan penulis.

3. Metode Analisis Data

  Data yang telah terkumpul diolah dengan Metode a.

  Metode Hermeneutika Teks Hermeneutika Teks pada dasarnya merupakan wahana penelitian dengan cara interpretasi (penafsiran) terhadap teks.

  Hermeneutika menurut pandangan kritik sastra ialah sebuah metode untuk memahami teks yang di uraikan dan di peruntutkan bagi penelaah teks karya sastra, apapun bentuknya, berkaitan dengan suatu aktivitas yakni interpretasi (Edraswara, 2013:74).

  Hermeneutika teks dapat diartikan sebagai metode penelitian untuk memahami teks yang diuraikan dengan interpretasi (penafsiran). Karya tokoh diselami untuk menangkap nuansa dan arti yang dimaksudkan tokoh secara khas. Dalam memahami teks, Schleiermacher mengatakan bahwa seorang penafsir harus memperhatikan apa yang disebut dengan

  “Grammatical Hermeneutics” (Hermeneutika Grammatikal). (Al- Mirzanah, Syamsuddin, 2011: ix).

  Dari ungkapan Schleiermacher di atas maka dapat ditarik kesimpulan bahwa “Grammatical Hermeneutics” (Hermeneutika

  Grammatikal) adalah interpretasi yang melihat bahasa hingga pada tingkat tertentu dimana bahasa menentukan pikiran seluruh individu. (Al- Mirzanah, Syamsuddin, 2011: 12-13).

  Semua langkah-langkah ini dimaksud untuk melakukan interpretasi guna menangkap arti, nilai dan maksud pendidikan tasawuf yang terkandung dalam buku Musyawarah Burung (Mantiq Al-Tayr).

  b.

  Metode Content Analysis (Analisis Isi) Metode Content Analysis (analisis isi) menurut Weber sebagaimana di kutip oleh Soejono dalam bukunya yang berjudul: metode penelitian suatu pemikiran dan penerapan, adalah:

  “metode penelitian yang memanfaatkan seperangkat prosedur untuk menarik kesimpulan yang sahih dari sebuah buku atau dokumen”. (Soejono, 2005: 13). Dengan teknik analisis ini penulis akan menganalisis terhadap makna atau pun isi yang terkandung dalam ulasan-ulasan buku Musyawarah Burung (Mantiq Al-Tayr) dan kaitannya dengan nilai-nilai pendidikan tasawuf.

F. Penegasan Istilah

  Untuk mengetahui lebih lanjut tentang masalah yang akan peneliti kemukakan dan agar tidak terjadi perbedaan persepsi perlu dijelaskan dan ditegaskan maksud serta batasan-batasan istilah yang digunakan. Adapun istilah-istilah yang perlu ditegaskan pengertiannya di sini adalah sebagai berikut: 1.

  Nilai-nilai Nilai adalah sesuatu yang dipandang baik, disukai, dan paling benar menurut keyakinan seseorang atau kelompok orang sehingga prefensinya tercermin dalam prilaku, sikap, dan perbuatan-perbuatanya (Maslikhah, 2009:106).

  Jadi nilai dapat diartikan sebagai entitas atau inti mutiara dari sebuah hikmah yang berguna bagi manusia.

2. Pendidikan Tasawuf a.

  Pendidikan Pendidikan berasal dari kata didik, kemudian mendapatkan awalan pe- dan akhiran -an yang berarti pengukuhan sikap dan tata perilaku seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewesakan manusia melalui upaya pengajaran, pelatihan, proses, cara dan perbuatan mendidik (Tim Pengembang Ilmu Pendidikan, 2007: 27).

  Ki Hajar Dewantara menyatakan bahwa pendidikan umumnya berarti daya upaya untuk memajukan tumbuhnya budi pekerti (kekuatan batin, karakter), pikiran (intelektual), dan tubuh anak.

  Pendidikan adalah proses bantuan dan pertolongan yang diberikan oleh pendidikan kepada peserta didik atas pertumbuhan jasmani dan perkembangan rohaninya secara optimal (Munib, 2006: 32).

  Jadi Pendidikan adalah upaya untuk membantu mengoptimalkan pertumbuhan peserta didik baik secara Jasmani maupun Rohani.

  b.

  Tasawuf Tasawuf atau sufisme adalah satu cabang keilmuan dalam

  Islam atau secara keilmuan ia adalah hasil kebudayaan Islam yang lahir kemudian setelah Rasulullah SAW wafat.

  Secara Etimologis, kata ini berasal dari bahasa Arab,

  Tashawwafa, Yatashawwafu, Tashawwufan . Ulama berbeda

  pendapat dari mana asal ushulnya. Ada yang mengatakan dari kata “Shuf” (bulu domba), “Shaf” (jernih) dan dari kata “Shuffah” (Suatu tempat di Masjid Nabawi yang di tempati oleh sebagian sahabat Nabi Muhammad SAW). Pemikiran masing masing pihak di latar belakangi obsesinya dan fenomena yang ada pada diri para sufi (Syukur, 2004: 4).

  Secata Terminologis banyak pula dijumpai definisi yang berbeda-beda, diantara rumusan definisi tasawuf yang paling menonjol adalah yang di gagas oleh Ibrahim Basuniy. Dari ribuan definisi itu, dia menggolongkan menjadi tiga bagian, yaitu Al-

  Bidayah, Al Mujahadah, Al-Madzaqat.

  Sudut pandang pertama (Al-Bidayah), mempunyai arti bahwa tujuan awal dari kemunculan tasawuf adalah sebagi manifestasi (perwujutan) dari kesadaran spiritual manusia tentang dirinya sebagai mahluk Tuhan.

  Sudut pandang kedua (Al-Mujahadah) adalah seperangkat amaliah dan latihan dengan cara bersungguh-sungguh untuk memperoleh apa yang selama ini menjadi tujuan utamanya, yaitu berjumpa dengan Allah, atau usaha diri yang sungguh-sungguh agar bias berada sedekat-dekatnya dengan Allah.

  Sudut pandang ketiga (Al-Madzaqat) bisa diartikan sebagai apa dan bagaimana yang dialami dan dirasakan manusia dihadirat Tuhannya. Apa ia melihat Tuhan, merasakan kehadiran Tuhan dalam hatinya, atau ia merasa bersatu dengan Tuhan. Berdasarkan pendekatan ini tasawuf dipahami sebagai al-

  ma‟rifatul haq, yakni

  ilmu tentang hakikat realitas realitas intuitif yang terbuka bagi sufi (Forum Karya Ilmiah Purna Siswa, 2011: 14-15).

  Jadi tasawuf adalah perjalan atau lelaku untuk menyatu kembali kepada Allah, dari Allah yang satu (Ahad) sampai pada penyatuan kembali dengan mahluqnya yaitu (Wahid) Allah yang sudah menyatu, dan dalam istilah Islam dikenal dengan kata

  “Tauhid” secara sederhana dapat dikatakana Ilmu tasawuf adalah ilmu yang menjelaskan tata cara pengembangan rohani manusia dalam rangka usaha mencari dan mendekatkan diri kepada Allah SWT.

  Berdasarkan keterangan di atas dapat kita tari gari bahwa pendidikan tasawuf adalah uapaya untuk menigkatkan pertumbuhan Kecerdasan Emosional, Kecerdasan Intelektual, Kecerdasan Spiritual, untuk mengenali siapa dirinya agar lebih mengenali Tuhanya, mengerti tujuan hidupnya dan mengerti peranya di dalam kehidupan ini.

3. Buku Musyawarah Burung (Mantiq Al-Tayr)

  Musyawarah Burung menceritakan penerbangan burung- burung mencari raja diraja mereka Simurgh (Raja Burung) yang berada di puncak gunung Qaf yang sangat jauh dari tempat mereka berada, perjalanan itu dipimpin oleh Hudhud, burung kesayangan Nabi Sulaiman AS. yang melambangkan guru sufi yang telah mencapai tingkat makrifat yang tinggi. Sedangkan burung-burung melambangkan jiwa atau roh manusia yang gelisah di sebabkan kerinduannya kepada hakikat ketuhanan. Simurgh (Raja Burung) sendiri merupakan lambang diri hakikat mereka dan sekaligus lambang hakikat Ketuhanan.

  Perjalanan itu melalui tujuh lembah, yang merupakan lambing tahap-tahap perjalanan sufi menuju cinta Ilahi. Dalam tiap tahap

  (maqam) seseorang penempuh jalan akan mengalami keadaan- keadaan jiwa/ rohani (ahwal, kata jamak dari hal). Uraian keadaan rohani yang di sajikan Attar menarik karena menggunakan kisah- kisah perumpamaan. Pada akhir cerita „Attar menyatakan bahwa ternyata hanya tiga puluh ekor burung yang mencapai tujuan, dan Simurgh (Raja Burung) tidak lain ialah hakikat diri mereka sendiri (Hadi, 2004:137).

G. Sistematika Penulisan

  Sistematika penulisan dalam skripsi ini terdiri dari lima bab yang perinciannya sebagai berikut: Bab I : Pendahuluan, yang terdiri dari: latar belakang masalah, pembatasan dan perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, tinjauan pustaka, metode penelitian dan sistematika penulisan.

  Bab II : Biografi dan Karya Fariduddin Attar, yang terdiri dari: Biografi Fariduddin Attar, dan Beberapa karya sastra Fariduddin Attar. Bab III: Deskripsi Pemikiran, yang terdiri dari: isi buku musyawarah burung (Mantiq Al-Tayr) secara umum, dan nilai-nilai pendidikan tasawuf dalam buku musyawarah burung (Mantiq Al-Tayr) dalam konteks sekarang.

  Bab IV: Analisis Pendidikan Tasawuf, yang terdiri dari: Nilai Pendidikan Tasawuf yang terkandung dalam Musyawarah Burung karya Fariduddin Attar.

  Bab V : Bab ini merupakan bab terakhir yang berisi tentang kesimpulan dari uraian yang telah dijelaskan dan saran-saran.

BAB II BIOGRAFI FARIDUDDIN ATTAR A. Biogarafi Fariduddin Attar Ketiga ahli tasawuf besar Persia seperti Abu Sa‟id, Al-Ansari, dan Sanai yang telah memberi jalan buat kedatangan seorang sufi yang sangat

  mendalam, penyair kecintaan kepada Tuhan dan pengarang yang kaya akan fisualisasinya yang bisa membawa niali-nilai tasawuf dalam bentuk sastra dan puisi. Itulah fariduddin Al-Attar orang Naisabur, yang meninggal di permulaan abad ke-

  Tujuh Hijriyah. Dia digelari orang “Sauthus Salikin”, artinya cemeti orang-orang yang mengerjakan suluk (thoriqot tasawuf). Tidak kurang dari 40 buah rangkaian syair karangan beliau, terdiri dari beribu bait, ada yang pendek dan ada yang panjang. Diantaranya ialah “Kitab Nasehat” (Bandinamah), dan sebuah kitab yang mendalam, bernama Mantiq Al- Tayr (Musyawarah Burung). Buku Musyawarah Burung itulah yang berisi perjalana untuk mencapai perjumpaan dengan khaliknya, dalam tulisan yang sangat indah dan mendalam (Hamka 1984: 178).

  Abdul Hamid bin abu bakr Ibrahim farid ad-din Attar lahir tahun 1145/1146 M. Ada perselisihan mengenai tanggal kelahiran dan kematiannya, tapi beberapa sumber memastikan bahwa ia hidup hampir seratus tahun. Ada cerita yang berbeda tentang kematian Attar. Salah satu cerita yang umum

  17 adalah dia meninggal setelah ditangkap oleh orang Mongol. Suatu hari seorang dating dan menawarkan seribu keping perak untuk membeli Attar.

  Attar mengatakan kepada orang Mongol agar tidak menjual dirinya karena harga itu tidak benar. Orang Mongol menerima kata-kata Attar dan tidak menjualnya. Kemudian, orang lain datang dan menawarkan sekarung jerami untuknya. Attar menasehati orang Mongol untuk menjual dirinya karena harga itu sangat layak. Tentara Mongol itu menjadi sangat marah dan memenggal kepala Attar. Jadi Attar mati untuk mengajarkan sebuah hikmah.

  Attar terkenal sebagai seorang penyair sufi Persia. Fariduddin Attar adalah seorang penyair persi dan sekaligus seorang sufi (mistik). Hidup selama ketidak pastian politik, ia sering menyendiri, menjelajahi alam Allah dan melangkah kejalan-Nya melalui puisi mistiknya. Hanya sedikit mengenai diri Attar yang diketahui dengan pasti. Naman Attar dalam arti harfiahnya (Wangi Mawar) menunjukan bahwa, ia seperti ayahnya, ia peramu obat dan mengikuti panggilan hati seorang dokter. Sumber sejarah Persia menunjukan perbedaan pada tahun kematiannya hingga rentan waktu 43 tahun. Salah satu alasan ketidakpastian ini adalah bahwa, tidak seperti penyair islam lainnya, dia tidak menulis catatan yang menyanjung kehidupan dan kebesarannya sendiri. Hal ini menjadi kelebihan pribadi Attar, tetapi tidak menguntungkan bagi sejarawan. Kebanyakan hanya meyakini fakta bahwa ia lahir di Nishapur, timur laut Persia; ia melewatkan 13 tahun masa mudanya di mashad, dan

  18 menghabiskan sebagian besar hidupnya mengumpulkan puisi mistik sufi lainnya.

  Attar adalah anak dari seorang ahli kimia yang makmur, dan mendapat pendidikan yang sangat baik dalam bahasa Arab. Teosofi dan obat-obatan.

  Dia membantu ayahnya di toko dan kematian ayahnya, membuatnya mengambil alih kepemilikan toko itu. Orang-orang yang membantu di tokonya sering mencurahkan masalah mereka kepada Attar dan ini mempengaruhi dirinya secara mendalam. Akhirnya, ia meninggalkan tokonya dan pergi ke kufah, Mekkah, Damaskus, Turkistan, dan India, bertemu dengan Syeh-syeh sufi dan kembali memperkenalkan ide-ide tasawuf untuk kota kelahirannya Nishapur (Attar, 2015: 362).

  Awalmula perjalanan Attar menjadi seorang sufi menurut Dawlatshah, suatu hari Attar sedang duduk dengan seorang kawannya di muka pintu kedainya, ketika seorang darwis datang mendekat, singgah sebentar, mencium bau wangi, kemudian menarik nafas panjang dan menangis. Attar mengira darwis itu berusaha hendak membangkitkan belas kasihan mereka, lalu menyuruh darwis itu pergi. Darwis itu berkata, "Baik, tak ada satu pun yang menghalangi aku meninggalkan pintumu dan mengucapkan selamat tinggal pada dunia ini. Apa yang kupunyai hanyalah khirka yang lusuh ini. Tetapi aku sedih memikirkanmu, Attar. Mana mungkin kau pernah memikirkan maut dan meninggalkan segala harta duniawi ini?" Attar menjawab bahwa ia berharap akan mengakhiri hidupnya dalam kemiskinan dan kepuasan sebagai seorang

  19 darwis. "Kita tunggu saja," kata darwis itu, dan segera sesudah itu ia pun merebahkan diri dan mati.

  Peristiwa ini menimbulkan kesan yang amat dalam dihati Attar sehingga ia meninggalkan kedai ayahnya, menjadi murid Syaikh Bukn-ud-din yang terkenal, dan mulai mempelajari sistem pemikiran Sufi, dalam teori dan praktek. Selama tiga puluh sembilan tahun ia mengembara ke berbagai negeri, belajar dipermukiman-permukiman para syaikh dan mengumpulkan tulisan- tulisan para Sufi yang saleh, sekalian dengan legenda-legenda dan cerita- cerita. Kemudian ia pun kembali ke Nisyapur di mana ia melewatkan sisa hidupnya. Konon ia memiliki pengertian yang lebih dalam tentang alam pikiran Sufi dibandingkan dengan siapa pun di zamannya. Ia mengarang sekitar dua ratus ribu sajak dan banyak karya prosa. Ia hidup sebelum Jalal- uddin Rumi. Ditanya siapa yang lebih pandai di antara keduanya itu, seorang Sufi mengatakan, "Rumi membubung ke puncak kesempurnaan bagai rajawali dalam sekejap mata; Attar mencapai tempat itu juga dengan merayap seperti semut. Rumi mengatakan, "Attar ialah jiwa itu sendiri."

  Garcin de Tassy menuturkan bahwa dalam tahun 1862 Nicholas Khanikoff menemukan sebuah batu nisan di luar Nisyapur, yang didirikan antara tahun 1469 dan 1506 (sekitar dua ratus lima puluh tahun sepeninggal Attar). Di situ terukir inskripsi dalam bahasa Parsi. Terjemahan Tassy atas inskripsi itu ke dalam bahasa Perancis dapat diterjemahkan pula sebagai berikut:

  20

  Allah Kekal Dengan nama Allah Yang Pengasih Yang Pengampun Di sini di taman Adn bawah, Attar menebarkan wangi pada jiwa

orang-orang yang paling sederhana.

  Inilah makam seorang yang begitu mulia sehingga debu yang terusik

kakinya akan merupakan kollirium di mata langit; makam syaikh Farid Attar

yang terkenal, yang menjadi ikutan orang-orang suci; makam penebar wangi

yang utama dengan nafasnya yang mengharumi dunia dari Kaf ke Kaf.

  Di kedainya, sarang para malaikat, langit bagai botol obat semerbak

dengan wangi sitrun. Bumi Nisyapur akan terkenal hingga hari kiamat karena

orang yang termasyhur ini.Tambang emasnya terdapat di Nisyapur sebab ia

dilahirkan di Zarwand di wilayah Gurgan. Ia tinggal di Nisyapur selama

delapan puluh dua tabun, dan tiga puluh dua tahun dari waktu itu

dilewatkannya dalam ketenangan. Dalam usia yang sudah amat lanjut ia

dikejar-kejar pedang pasukan tentara yang menelan segalanya. Farid tewas

di zaman Hulaku Khan, terbunuh sebagai syahid dalam pembantaian besar-

besaran yang terjadi ketika itu … Semoga Tuhan Yang Maha Tinggi

mempersegar jiwanya! Tingkatkanlah, o Rabbi, kebajikannya.

  Makam orang yang mulia ini terletak di sini dalam wilayah

pemerintahan Syah Alam, Seri Baginda Sultan Abu Igazi Hussein

  21

  Selebihnya, inskripsi itu menyatakan pujian terhadap Sultan. Agaknya tak ada catatan tertulis dewasa ini tentang bagaimana, bila, dan di mana dia meninggal dan dikuburkan. (Attar, 2015: 175-176).

B. Karya Sastra Fariduddin Attar

  Setelah itu Attar kembali ke Nisapur, di mana ia melewatkan sisa hidupnya. Konon ia memiliki pengertian yang lebih dalam tentang alam pikiran sufi dibandingkan dengan siapa pun di zamannya. Ia menulis sekitar 200.000 sajak, 114 buku, termasuk masterpiece-nya, Musyawarah Burung.

  Semasa hidupnya, selain menulis Musyawarah Burung, ia juga menulis prosa yang tak kurang tenarnya; Kenang-Kenangan Para Sufi dan Buku Bijak Bestari. Musyawarah Burung yang ditulis dalam gaya sajak alegoris ini, melambangkan kehidupan dan ajaran kaum sufi.

  Kendati Attar merupakan salah seorang guru sufi besar dalam literatur klasik, dan pengilham Rumi, dongeng dan ajaran-ajaran guru-guru Sufi dalam karyanya Kenang-Kenangan Para Sufi, harus menunggu hampir tujuh setengah abad untuk diterjemahkan dalam bahasa Inggris.

  Attar hidup sebelum Jalaluddin Rumi. Ketika ditanya siapa yang lebih pandai di antara keduanya itu, seorang menjawab, “Rumi membubung ke puncak kesempurnaan bagai rajawali dalam sekejap mata. Attar mencapai tempat itu juga dengan merayap seperti semut. Padahal Rumi sendiri berkata, “Attar ialah jiwa itu sendiri.”

  22 Ajaran-ajaran Attar banyak disertai gambaran-gambaran biografi, fabel, pepatah dan apologi, yang tidak hanya mengandung ajaran moral tetapi kiasan-kiasan yang menggambarkan tentang tahap-tahap khusus perkembangan manusia. Misalnya dalam Musyawarah Burung, ia membuat sketsa tahap-tahap individual dalam kesadaran manusia, meski hal ini direpresentasikan sebagai kejadian terhadap individu yang berbeda atau terhadap suatu komunitas seluruhnya. Attar menggunakan tema suatu 'perjalanan' atau 'pencarian' sebagai analogi dari tahap-tahap keberhasilan jiwa manusia dalam mencari kesempurnaan.

  Tradisi-tradisi sufisme menegaskan bahwa karya Attar sangat penting, karena dengan membaca secara keseluruhan akan membantu menegakkan struktur sosial dan standar etika Islam. Sementara seleksi-seleksi khususnya mengandung materi inisiator yang tersembunyi oleh bagian-bagian teologikal yang berat.

  Karya sastra Attar baik dalam lirik-lirik ataupun dalam banyak karya epiknya, Attar menunjukan bakat yang mengagumkan sebagai ahli cerita, ciri ini juga terlihat dalam koleksi biografinya tentang para wali, tadzkiratul auliya. Baginya biografi merupakan alat untuk mengisahkan cerita-cerita tentang guru-gurunya yang terhormat, bakat keahlian bercerita dan bahkan bakat dramanya diperlihatkan dengan indahnya dalam tadzkiratul auliya‟.

  Banyak kisah dari tadzkiratul auliya‟ di selipkan ke dalam karya puisi‟Attar

  23 pula. Memang, semua bukunya merupakan gudang kisah dan cerita yang hidup.

  Hellmut Ritter yang memusatkan perhatiannya kepada buku besarnya

  Das Meer der Seele

  , Untuk menuliskan mistisisme dan seni persajakan „Attar, membedakan tiga tahap dalam kehidupan penyairan itu. (Das Meer der Seele, adalah karya lengkap tentang „Attar dan juga tentang masalah-masalah pemikiran dan puisi sufi, buku ini sanggat di perlukan oleh setiap orang yang mempelajari secara serius edisi karya- karya „Attar).

  Periode pertama, ia adalah pujangga dalam bercerita, Mantiq Al-Tayar „Musyawarah Burung-Burung‟, Ilahiname „kisah raja dan enam putranya‟ dan

  Musibatname

  „buku tentang penderitaan‟. Dalam periode kedua bentuk- bentuk lahiriah mulai menghilang dan anafora-anafora makin lama menjadi makin panjang. „Attar seringkali begitu bergairah dalam menulis sehingga ia berusaha memberikan rahasia illahi dengan rangkaian pengucapan yang berulang-ulang atau kata-kata yang identik; ia terbawa hanyut, karena kemabukannya, dari penalaran yang logis. Khas untuk periode ini bahwa pahlawan dalam Ushturname- sebuah sajak yang berpusat disekitar toko pemain boneka

  • – bunuh diri dalam kegairahan mistik. Gagasan yang dulu pernah tersebar luas bahwa „Attar menjadi orang syiah yang alim dalam periode ketiga dalam hidupnya tidak dapat dipertahankan lebih lama lagi; karya-karya yang menunjukkan kecenderungan syiah yang kuat yang dulu

  24 pernah di perkirakan karya dia sekarang dapat di katakana ditulis oleh penyair lain dengan nama yang sama (Schimmel, 1985: 385-386).

  25

BAB III DESKRIPSI PEMIKIRAN A. Isi Buku Musyawarah Burung (Mantiq Al-Tayr) Secara Umum Terbangnya burung-burung dengan sayap-sayap mereka

  merupakan simbol dari jiwa (Ruh) manusia yang sedang melakukan perjalanan spiritual. Bahkan Al-Quran sendiri juga berbicara tentang peran burung-burung sebagai pasukan intelejen dan sebagai bahasa pengantar untuk menyampaikan rahasia wahyu Allah kepada Nabi Sulaiman AS. Buku Mantiq Al-Tayr biasa diterjemahkan menjadi Musyawarah Burung adalah kisah alegori tentang perjuangan dan cobaan jiwa yang harus dihadapi seorang muslim untuk mencapai pencerahan spiritual. Buku ini berisi kumpulan fable, kisah jenaka, dan berbagai kisah dalam sebuah kisah, yang semuanya membentuk kisah tunggal tentang pencarian spiritual yang dipimpin oleh Burung Hud- hud yang melambangkan guru atau pembimbing spiritual.

  Secara simbolik, Mantiq Al-Tayr menggambarkan bahwa jalan kerohanian dalam ilmu Tasawuf ditempuh melalui tujuh lembah (wadi), yaitu: lembah pencarian (talab), cinta (`isyq), makrifat (ma`rifah), kepuasan hati dan kebebasan (istighna), keesaan (tawhid), ketakjuban dan kebingungan (hayrat), kefakiran (faqr) dan hancur (fana`). Namun Attar menganggap bahwa secara keseluruhan jalan tasawuf itu sebenarnya merupakan jalan cinta, dan keadaan-keadaan rohani yang jumlahnya tujuh itu tidak lain adalah keadaan-keadaan yang bertalian dengan cinta (Hadi, 2004: 137).

  Dalam hal ini ketika seseorang memasuki lembah pencarian. Cintalah sebenarnya yang mendorong seseorang melakukan pencarian. Adapun kepuasan hati, perasaan atau keyakinan akan keesaan Tuhan, serta ketakjuban dan persatuan mistik (wahdatul wujud) merupakan tahapan keadaan berikutnya yang dicapai dalam jalan cinta. Satu persatu lembah-lembah itu memiliki kriteria-kriteria khas tersendiri.

  Mantiq Al-Tayr karangan Fariduddin Attar ini secara umum

  terdiri dari tiga bab, adapun penejelasan secara keseluruhan sebagai berikut: