PENGEMBANGAN NILAI-NILAI KECERDASAN SPIRITUAL DALAM IBADAH PUASA PERSPEKTIF TASAWUF SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Kewajiban dan Melengkapi Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd)

  

PENGEMBANGAN NILAI-NILAI KECERDASAN

SPIRITUAL DALAM IBADAH PUASA PERSPEKTIF

TASAWUF

SKRIPSI

  

Diajukan Untuk Memenuhi Kewajiban dan Melengkapi Syarat

Guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

(S.Pd)

  

Oleh:

NOVIA HANDAYANI

NIM: 111-12-057

  

JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN

  

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)

SALATIGA

2016

  

MOTTO

Segala sesuatu ada zakatnya (penyuciannya), sedangkan zakat jiwa adalah

berpuasa. Dan berpuasa merupakan separuh kesabaran.

  

(HR. IbnuMajjah)

ىِف ىَلاَعَت ِالله ِءاَقِلِب ٌدْوُعْوَم َوُهَو َنْوُمِئاَّصلا َّلَِا ُهُلُخْدَي َلَ ُناَّيَّرلا ُهَل ُلاَقُي ٌباَب ِةَّنَجْلِل

ِهِمْوَص ِءاَزَج

  

Di surga ada pintu bernama Rayyan . Hanya orang-orang yang berpuasa saja

yang dapat masuk pintu itu. Selain orang yang berpuasa tidak ada yang dapat

memasukinya.

(HR. Bukhari dan Muslim)

  

PERSEMBAHAN

  Alhamdulillah dengan izin Allah SWT skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik. Skripsi ini saya persembahkan untuk:

  1. Kedua orang tuaku Moh Batal Aidi dan Umi Hanik yang tidak pernah lelah memberikan dukungan dan doa kepada penulis sehingga saat ini penulis dapat merasakan kesempatan mengenyam pendidikan yang tidak bias dirasakan semua orang, penulis persembahkan skripsi ini sebagai bukti ketulusan dan bakti penulis.

  2. Kakek nenekku Damsuri Jamal dan Siti Romlah yang tak henti hentinya mengirimkan doa untuk penulis, serta adik-adikku Selma Aulia dan Muhammad Hildan R yang selalu memberikan doa, semangat, dan tawa kebahagiaan dalam mengarungi perjalanan hidup.

  3. Akhi Ikhsan Dany F yang senantiasa memberikan support, doa serta bantuan dalam bentuk apapun.

  4. Sahabat kampusku Eryn Febriana, Ika Tyas Andini, Fajri Rahmatul, Nur Latifah, Risky Septia, yang telah setia menemani dan menjalin persahabatan yang utuh.

  5. Teman-temanku pendidik di MINU Siti Hajar yang selalu memberikan semangat , motivasi dan doa, serta ustadh Zafir dan ustadhah Evi yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk mencari pengalaman dalam mengabdi di MINU Siti Hajar.

  6. Teman-temanku PAI B banyak kenangan yang kita lalui bersama dalam keadaan suka maupun duka.

  7. Dan semua yang telah hadir dalam hidupku yang senantiasa mengajarkanku bagaimana menjadi pribadi yang lebih baik dan telah memberikan lukisan indah di setiap hari-hariku serta memberikan dukungan serta motivasinya yang tidak bisa saya sebutkan satu persatu.

KATA PENGANTAR

  Puji syukur senantiasa penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga bisa menikmati indahnya Islam di dunia ini. Sholawat serta salam selalu tercurahkan pada junjungan Nabi Agung Muhammad SAW yang telah membimbing manusia dari zaman kegelapan hingga zaman yang terang benderang dan yang selalu dinantikan syafaatnya di hari kiamat kelak. Puji syukur penulis panjatkan, sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir skripsi dengan judul “PENGEMBANGAN NILAI-

NILAI KECERDASAN SPIRITUAL DALAM

  IBADAH PUASA PERSPEKTIF TASAWUF.”

  Alhamdulillah proses perjuangan dalam penyusunan skripsi ini telah penulis lalui dengan baik. Tidak aka penggambaran lain yang dapat penulis utarakan selain ucapan syukur yang tiada tara kepada Allah SWT kerena hanya atas ridho dan pertolongan-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan baik.

  Penyusunan skripsi ini tidak lepas dari bantuan dan dukungan dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih yang tulus dan ikhlas kepada:

  1. Rektor Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Salatiga Bapak Dr. Rahmat Hariyadi, M.Pd.

  2. Dekan Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan Bapak Suwardi, M.Pd.

  3. Ketua Jurusan Tarbiyah Pendidikan Agama Islam Ibu Siti Rukhayati, M.Ag.

  4. Bapak Jaka Siswanta, M.Pd selaku dosen pembimbing akademik.

  5. Dosen pembimbing Bapak Drs. Ahmad Sulthoni, M.Pd, selaku dosen pembimbing skripsi yang telah ikhlas mencurahkan pikiran dan tenaganya serta pengorbanan waktunya dalam upaya membimbing penulis skripsi ini.

  6. Seluruh dosen dan karyawan IAIN Salatiga yang telah banyak membantu selama kuliah hingga menyelesaikan skripsi ini.

  7. Keluargaku yang telah mencurahkan pengorbanan dan doa restu yang tiada henti bagi keberhasilan studi penulis.

  8. Semua pihak yang ikut serta memberikan bantuan dan motivasi dalam penulisan skripsi ini.

  Akhirnya penulishanya bias berdoa, semoga amal dan kebaikan semua pihak dapat diterima oleh Allah sebagai amal sholeh dan mendapatkan balasan sebaik-baiknya.

  Tidak ada sesuatu yang sempurna di dunia ini melainkan Dia yang Maha Sempurna. Oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan kepada semua pihak untuk memberikan kritik dan saran dalam penulisan skripsi ini. Penulis berharap semoga tulisan ini mempunyai nilai guna dan manfaat bagi penulis khusunya dan bagi pembaca umumnya.

  Salatiga, 26 September 2016

  Penulis NoviaHandayani NIM. 111-12-057

  

ABSTRAK

  Handayani, Novia. 2016. Pengembangan Nilai-Nilai Kecerdasan Spiritual dalam

  Ibadah Puasa Perspektif Tasawuf. Skripsi. Fakultas Tarbiyah dan Ilmu

  Keguruan. Jurusan Pendidikan Agama Islam. Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Salatiga.Pembimbing: Drs. Ahmad Sulthoni, M.Pd.

  Kata kunci:Nilai, Kecerdasan Spiritual, Puasa, dan Tasawuf

  Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengembangan nilai-nilai kecerdasan spiritual dalam ibadah puasa prespektif tasawuf. Adapun rumusan masalah yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah 1) Bagaimanakah konsep kecerdasan spiritual?, 2) Bagaimanakah konsep puasa perspektif tasawuf?, 3) Bagaimanakan pengembangan kecerdasan spiritual dalam ibadah puasa perspektif tasawuf? Penelitianinimenggunakanmetodelibrary research ya itu penelitian dimana objek penelitiannya digali dengan cara membaca, memahami serta menelaah buku-buku, kitab-kitab tafsir serta sumber-sumber yang berkenaan dengan permasalahan yang ada. Adapun teknik pengumpulan datanya menggunakan metode dokumentasi, yaitu mencari data mengenai hal-hal atau variable berupa buku, catatan, surat kabar, note tulen, agenda dan lain-lain. Sedangkan analisis datanya menggunakan metode deskriptif dan metode induktif. Penelitian ini menunjukkan bahwa kecerdasan spiritual adalah kemampuan untuk memberi makna ibadah terhadap setiap perilaku dan kegiatan melalui langkah- langkah dan pemikiran yang bersifat fitrah menuju manusia seutuhnya dan memiliki pola pemikiran tauhid serta berprinsip hanya karena Allah. Kecerdasan spiritual merupakan kecerdasan ruhani, maka takwa adalah efek dari kecerdasan ruhani itu. Untuk mengembangkan kecerdasan spiritual dapat dilakukan dengan melaksanakan ibadah salah satunya adalah puasa. Akan tetapi puasa yang dapat menumbuhkan kecerdasan spiritual bukan hanya puasa yang sekedar dilakukan oleh fisik manusia hanya dengan menahan makan, minum dan hubungan sekdalam waktu yang ditentukan (makna Fiqih), namun lebih dari itu puasa yang dapat menumbuhkan kecerdasan spiritual adalah puasa yang melibatkan hati, dan menjaga segala nafsu yang mengajak kepada kemaksiatan dan dianggap batal puasanya apabila sedikit saja hati lalai kepada Allah (makna Tasawuf).

  

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ……………………………………………………...... i

HALAMAN BERLOGO …………………………………………………... ii

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING………………………….. iii

HALAMAN PENGESAHAN KELULU

  SAN…………………………..... iv

HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN ………………….. v

MOTTO …………………………………………………………………...... vi

PERSEMBAHAN…………………………………………………………... vii

KATA PENGANTAR ……………………………………………………... ix

ABSTRAK ………………………………………………………………….. xi

DAFTAR ISI ……………………………………………………………….. xii

  BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

  1 B. Rumusan Masalah

  11 C. Tujuan Penelitian

  12 D. Manfaat Penelitian

  12

  E. Definisi Operasional

  13 F. Metode Penelitian

  15 G. Sistematika Penelitian

  18 BAB II KECERDASAN SPIRITUAL A.

  20 Kecerdasan Spiritual 1.

  20 Pengertian Kecerdasan Spiritual 2.

  22 Indikator Kecerdasan Spiritual 3.

  27 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kecerdasan Spiritual 4.

  30 Langkah Mengembangkan Kecerdasan Spiritual 5.

  39 Manfaat Kecerdasan Spiritual

BAB III IBADAH PUASA PERSPEKTIF TASAWUF A.

  40 Ibadah Puasa 1.

  40 Pengertian Ibadah 2.

  41 Macam-macam Ibadah 3.

  43 Tujuan Ibadah 4.

  44 Pengertian Puasa a.

  44 Puasa dalam Aspek Fiqih b.

  47 Puasa dalam Aspek Tasawuf B.

  54 Perbedaan Puasa Fiqih dan Tasawuf C.

  56 Dimensi Puasa 1.

  56 Dimensi Spiritual

  59 3. Dimensi Sosial

2. Dimensi Moral

  61 D. Syarat, Rukun, Sunah, Dan Hal yang Membatalkan Puasa dalam Aspek

  Fiqih 63 1.

  Syarat Puasa 63 2.

  Rukun Puasa 64 3.

  Sunah Puasa 66 4.

  Hal yang Membatalkan

  68 E. Macam-macam Puasa

  69 F. Hikmah dan Rahasia Puasa

  72 BAB IV PENGEMBANGAN NILAI-NILAI KECERDASAN SPIRITUAL

  60 4. Dimensi Jasmani

DALAM IBADAH PUASA PERSPEKTIF TASAWUF A.

  Memiliki Visi 83 2.

  Autentik 84 3.

  Memiliki Kesadaran yang Tinggi

  85 4. Merasakan Kehadiran Allah

  88 5. Cinta dan kasih sayang untuk mencerahkan eksistensi terhadap manusia tanpa kebencian

  90 6. Memiliki Kualitas Sabar

  92 7. Berdzikir dan Berdoa

  94

  76 B. Indikator Kecerdasan Spiritual dalam Ibadah Puasa Perspektif Tasawuf 82 1.

  Nilai Kecerdasan Spiritual dalam Puasa

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan

  98 1. Konsep Kecerdasan Spiritual

  98 2. Konsep Puasa Perspektif Tasawuf

  99 3. Pengembangan Kecerdasan Spiritual dalam Ibadah Puasa Perspektif

  Tasawuf

  99 B. Saran-saran

  100

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN

  1. Daftar Riwayat Hidup

  2. Daftar SKK

  3. Nota Pembimbing Skripsi

  4. Lembar Konsultasi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap manusia yang diciptakan Allah dengan bekal berupa

  potensi. Potensi inilah yang membedakan antara manusia dengan makhluk lain. Allah memberikan potensi kepada manusia meliputi beberapa kategori, diantaranya adalah potensi yang berkaitan dengan kecerdasan intelektual (IQ), kecerdasan emosional (EQ), kecerdasan spiritual (SQ), dan kecerdasan emosional spiritual (ESQ). Potensi berupa kecerdasan intelektual inilah yang menjadikan manusia memahami akan suatu ilmu pengetahuan, atau singkatnya kecerdasan intelektual adalah kecerdasan yang berkaitan dengan aspek kognitif.

  Adapun kecerdasan emosional adalah kecerdasan yang berkaitan dengan emosi manusia seperti inisiatif, ketangguhan, optimisme dan kemampuan beradaptasi. Kecerdasan inilah yang menjadi bekal seseorang dalam menjalin hubungan dengan manusia yang lain seperti misalnya dalam hal pekerjaan. Kemudian makna kecerdasan spiritual adalah kecerdasan yang berkaitan erat antara hubungan manusia dengan Tuhan, atau singkatnya kecerdasan yang berkaitan dengan perjalanan rohani manusia. Sedangkan kecerdasan emosional spiritual adalah penggabungan antara kecerdasan emosi dan kecerdasan rohani manusia. Toto Tasmara (2001:5) menyebut kecerdasan spiritual dengan kecerdasan ruhaniah.

  Beliau menjelaskan bahwasanya kunci dari kecerdasan ruhaniah berada pada hati nurani. Kemudian mampu menanggapi bisikan nurani kita tersebut dengan memberdayakan dan mengarahkan seluruh potensi qalbu.

  Tentu saja tidak cukup hanya dengan mendengarkan hati nurani, tetapi adalah menyatakan bisikan tersebut dengan keyakinan. Karena, nurani tidak bisa kita bohongi, kecuali kita menyaksikan hati yang terasa pedih bertambah sakit karena sikap penghianatan yang kita lakukan. Seorang yang cerdas ruhaniah itu akan menunjukkan rasa tanggung jawabnya dengan terus-menerus berorientasi pada kebajikan. Kecerdasan ruhaniah sangat erat kaitannya dengan cara dirinya mempertahankan prinsip lalu bertanggung jawab untuk melaksanakan prinsip-prinsipnya itu dengan tetap menjaga keseimbangan dan melahirkan nilai manfaat yang berkesuaian. Mereka yang cenderung memiliki kecerdasan spiritual rendah akan cenderung mudah putus asa, tidak bersemangat, dan akhirnya akan mengahiri keputus asaan tersebut dengan cara yang instan, tanpa lebih jauh berfikir tentang akibat dari perbuatannya tersebut.

  Dari beberapa kecerdasan yang telah dijelaskan diatas sedikit akan diuraikan beberapa hal yang dapat dilakukan untuk mengembangkan potensi spiritualitas diantaranya dengan menjalankan prinsip rukun Islam kelima prinsip tersebut merupakan landasan atau jalan manusia dalam mendekatkan diri kepada Allah. Rukun Islam ini mencakup 5 aspek ibadah yakni Syahadat, Shalat, Puasa, Zakat dan Haji. Adapun hadits yang berkaitan dengan kelima rukun Islam tersebut adalah sebagai berikut:

  َ ََص ََجق ََذَْٖش

  َََُّثََُٗ ِاللهَََٔىِثَ َلَْ َُْث ََُْثًََُ َلَْصِ ْلَْثَ:ٌَََّيَصَََِْٗٔٞيَػَُاللهَ َّوَصَِاللهَ ُهُْ٘صَسَ َه َ َُص َََٗ ِاللهَ ُهُْ٘صَسَ ثًذَََّحٍُ

  ََّجُحَصََٗ َُجَعٍََسَ ًَ َُْ٘صَصََٗ َرَجَمَزَّىثَ َِٜصْؤُصََٗ َر َلََّصْىث ٌََِْٞق َ ََشَْٞذْىث ًَلَِْٞذَصََِْٔٞىِثََشْؼَطَض َْصثَُِِث

  Artinya:

  Rosulullah bersabda “Islam adalah menyaksikan bahwa tiada Tuhan yang berhak disembah dengan sebenarnya kecuali Allah dan sesungguhnya

  َ Muhammad adalah pesuruh Allah dan

  melaksanakan sholat dan menunaikan zakat dan melakukan puasa pada bulan Ramadhan serta berhaji ke Baitullah jika mampu menuju jalannya (HR Bukhari Muslim) .”

  Berkaitan dengan hadits diatas jelas bahwa disebut sebagai orang Islam apabila sudah membaiat diri untuk menyembah Allah dan tidak menyekutukanNya, serta mempercayai Rosul Muhammad sebagai utusanNya (syahadat). Kemudian menunaikan shalat, dalam hal ini shalat yang termasuk dalam hadits diatas adalah shalat 5 waktu atau shalat maktubah yakni (isya‟, subuh, dhuhur, asar dan maghrib) dan hukumnya adalah wajib bagi setiap hamba Allah yang telah bersyahadat dan baligh.

  Sedangkan untuk menyempurnakan pahalanya seseorang dapat melaksanakan shalat-shalat sunah seperti shalat tahajud, shalat duha, shalat witir, shalat hajat dll.

  Selanjutnya adalah zakat, zakat berarti memberikan sebagian harta yang kita miliki untuk diberikan kepada orang yang berhak menerimanya, dengan tujuan untuk mengajarkan diri kita peduli terhadap sesama karena pada dasarnya harta yang diberikan oleh Allah terdapat sedikit bagian untuk yang lain. Dan jika tidak dikeluarkan akan menjadi penyakit untuk diri seorang hamba.

  Kemudian yang keempat adalah puasa, puasa pada hakekatnya adalah ibadah yang amat tinggi kedudukannya di sisi Allah, karena ibadah ini merupakan penerapan sifat ihsan seorang hamba. Kemudian rukun Islam yang terakhir adalah menunaikan haji, dan rukun Islam yang kelima ini diwajibkan bagi hamba yang mampu. Apabila kelima aspek ibadah tersebut telah dijalankan dengan sempurna dalam artian tidak lain hanya untuk mencari keridhoan Allah serta dijalankan dengan memperhatikan ketentuan-ketentuan, syarat dan rukun yang menjadi batasan maka akan tampak pada diri seorang hamba kedekatan dengan Tuhannya.

  Sejalan dengan eksistensi manusia yang diciptakan oleh Allah swt. tak lain adalah untuk mengabdikan diri atau beribadah kepada Allah Swt. sebagaimana diterangkan dalam Q.S. Az-Zariyat ayat 56 :

  ََ ) ٘ٙ ( َ َ َُشۡقَيَخ َ ََٗ ََِِّجۡىٱ َُُِٗذُذ ۡؼَِٞىَ َّلِْإ ََشِّ ۡلۡٱ جٍََٗ

  Artinya:

  ”Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada- Ku”

  Dari ayat diatas dijelaskan bahwasanya manusia hukumnya wajib untuk mengabdi kepada Allah dengan menjalankan apa yang diperintahkan Allah serta menjauhkan diri dari apa yang dilarangNya. Keterangan tersebut diperkuat dengan QS. Al-Imron ayat 104 yang berbunyi:

  َ َ َ َ ََََْٖۡٝٗ ُِنَضۡىَٗ

ََِِػََُ ۡ٘ َِفُٗش ۡؼََۡىٱ َِدََُُٗشٍُۡؤََٝٗ ََٚىِإََُُ٘ػ ۡذََٝٞزٍَُّأَ ٌُۡنٍِّْ

  َ ِشَنَُْۡىٱ َِشَۡٞخۡىٱ ََ ) ٔٓٗ َ( ََُُ٘حِيۡفَُۡىٱ ٌَََُُٕلِتَٰٓ َىُْٗأَٗ

  Artinya:

  “Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yangmenyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma´ruf dan mencegah dari yang munkar; merekalah orang-orang yang beruntung.”

  Sedangkan jalan yang dapat dilakukan sebagai bukti pengabdian diri kepada Allah Swt. adalah dengan melaksanakan salah satu rukun Islam yang telah diuraikan diatas, diantaranya adalah ibadah puasa, sebagaimana dijelaskan diatas puasa merupakan ibadah yang sifatnya rahasia. Sebagaimana Husein Bahreisj (1992:206) menjelaskan bahwa puasa merupakan satu rahasia pribadi antara hamba dengan Tuhannya.

  Kembali mengacu pada pengertian sebelumnya bahwa kecerdasan spiritual berhubungan dengan perjalanan rohani manusia. Adapun pengembangan kecerdasan ini dapat dilakukan dengan media satu diantaranya adalah puasa. Karena puasa merupakan bagian dari ibadah yang dapat menghubungkan diri seorang hamba dengan Tuhannya. Apabila seseorang itu berpuasa dengan sebenar-benarnya maka ia akan mendapatkan petunjuk Allah akibat taat yang dialaksanakan. Dalam puasa itu tidak diperlukan seorang pengawas, sebab puasa kaitannya dengan sifat ihsan.

  Rosulullah bersabda yang artinya: ”ihsan adalah engkau beribadah

  

kepada Allah seolah-lah engkau melihat-Nya jika engkau tidak dapat

melihat- Nya maka rasakan bahawa Allah melihatmu”.

  Dalam tarjamah kitab I hya‟ Ulumuddin karangan imam Al-Ghazali (1982:85) menerangkan bahwa ibadah puasa mendapat keistimewaan dengan kekhususan nisbat kepada Allah ta‟ala dari seluruh rukun-rukun Islam karena Allah Ta‟ala telah berfirman dalam apa yang diceritakan oleh Nabi saw:

  

َِٙزْجَثَجََّثََِْٗٚىََُِّّٔجَفًَِجَِّٞصىثَ َّلِْثٍَفْؼِظٍَزَةَآَِِؼْذَصََٚىِثَجَِٖىجَغٍَْثٍَشْشَؼِدٍَزََْضَحَُّوُم

َِِٔد

  Yang artinya:

  “Setiap kebaikan itu dengan sepuluh kelipatannya sampai tujuh ratus kelipatan kecuali puasa, sesungguhnya puasa itu untuk-K u dan aku membalasnya” (H.R Al Bukhari

  Muslim). Allah menyempurnakan pahala orang yang berpuasa secara sempurna dan membalasnya dengan balasan yang tak terkira, maka tidak masuk dibawah dugaan dan perkiraan. Dan pantas dengan keadaan demikian itu karena puasa hanya untuk-Nya dan dimuliakan dengan penisbatan kepada-Nya meskipun seluruh ibadah itu baginya, sebagaimana dimuliakan Baitullah (Ka‟bah) dengan menisbatkan kepada diriNya.

  Sedangkan seluruh bumi ini milikNya karena dua makna yaitu (Al- Gozhali, 1982:89): 1.

  Bahwasanya puasa itu mencegah dan meninggalkan. Puasa itu sendiri rahasia yang padanya tidak ada amal yang dipersaksikan. Seluruh amal dan ketaatan itu disaksikan dan dilihat oleh makhluk sedangkan puasa hanya dilihat oleh Allah Swt, karena puasa itu amal didalam batin dengan semata-mata kesabaran.

2. Bahwasannya puasa itu memaksa musuh Allah Swt. karena perantaraan syaitan, semoga mendapat kutukan Allah adalah syahwat.

  Syahwat itu hanyalah makan dan minum sebagaimana sabda rosul yang artinya :

  “Sesungguhnya syaitan itu berjalan pada anak Adam (manusia) seperti jalannya darah, maka persempitlah jalanya dengan lapar”.

  Dan akan datang keutamaan lapar didalam kitab “Rakus terhadap makanan dan pengobatannya” dari Rubu‟ muhlikat (hal-hal yang membinasakan amal) sebagaimana telah dikutip oleh Ismail dalam tarjamah Imam al-Ghozali (1982:90). Ketika puasa secara khusus itu mencegah Syaitan dan menutup jalan-jalan yang ditempuhnya dan menyempitkan tempat-tempat jalannya, maka puasa itu berhak mendapat kekhususan dengan dinisbatkan kepada Allah Swt. Syahwat merupakan tempat permainan syaitan, maka selama syahwat itu subur maka kerugian mereka tidak akan pernah terputus, dan selama mereka ragu-ragu maka tidak terbuka bagi hamba itu akan kekuasaan Allah Swt dan ia terhalang dari bertemu denganNya.

  Dari segi ini, puasa merupakan pintu ibadah dan perisai. Dijelaskan oleh Nasruddin Razak (1996:206) bahwa puasa yang dilakukan dengan sebenar-benarnya puasa adalah suatu latihan mental dan fisik mendidik manusia berakhlak mulia, menciptakan insan berwatak, dengan demikian menciptakan kesehatan rohani. Dari buku fiqih karangan Wahbah al-Zuhayly (1996:84-85) menjelaskan pengertian puasa secara syara‟, bahawasannya puasa berarti menahan diri dari hal-hal yang membatalkannya dengan niat yang dilakukan oleh orang-orang yang bersangkutan pada siang hari mulai terbit fajar sampai terbenamnya matahari. Yang berarti secara fiqih puasa diartikan secara praktik saja dengan memperhatiakn rukun, syarat, sunah dan hal-hal yang perlu diperhatikan supaya puasa tidak batal.

  Sedangkan kaitannya dengan tasawuf imam Al-Gazhali (1982:98) membagi tingkatan puasa menjadi tiga yakni puasa umum, puasa khusus dan puasa khususul khusus. Adapun pengertian puasa umum adalah menahan perut dan kemaluan dari menunaikan kebutuhan sebagaimana hal ini berkaitan dengan fiqih. Adapun puasa khusus adalah menahan pandangan penglihatan, lidah, tangan, kaki, dan seluruh anggota badan dari dosa-dosa. Adapun puasa khususul khusus adalah puasa hati dari cita- cita yang rendah dan fikiran-fikiran duniawi, dan mencegah hati dari apa yang selain Allah Swt. secara keseluruhan, puasa inilah tingkat para nabi, shiddiqqien dan orang-orang yang didekatkan kepada Allah.

  Jika diringkas pengertian puasa secara tasawuf berarti puasa yang dapat mengarahkan hati seseorang menuju Allah, serta pensucian batin untuk mendekatkan diri kepada Allah dan tidak ada lagi baginya dunia yang menarik selain untuk beribadah mencari ridho dari Allah Swt. Jadi secara fiqih puasa berorientasi kepada praktek fisik dan secara tasawuf puasa berorientasi pada pensucian batin dari segala sesuatu yang mengarah pada selain Allah. Allah pun berfirman dalam QS Al-Baqarah ayat 183 tentang ibadah puasa, yang bunyinya:

  َ َ َ َ جََُّٖٝؤَٰٓ َٝ َ ٌُۡنَّيَؼَىَ ٌُۡنِيۡذَقٍَِِ ََِِٝزَّىٱ ًَُجَِّٞصىٱ ٌَُُنَۡٞيَػَ َخ ََِِٝزَّىٱ ََٚيَػَ َخِضُمَجَََم َِضُمَْثٍَُْ٘ثَء

  ََ ) ٔ٨ٖ ( ََُُ٘قَّضَص Artinya:

  “Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa”

  Dari ayat diatas nampak jelas bahwa ibadah puasa merupakan salah satu ibadah yang diwajibkan oleh Allah untuk hambaNya dengan tujuan bagi seorang hamba untuk dapat mencapai derajat ketaqwaan. Nasruddin Razak (1996:204) menjelaskan bahwa taqwa adalah suatu sikap mental yang tumbuh atas dasar jiwa tauhid dan berkembang dengan ibadah-ibadah yang dilakukan kepada Allah Swt. jadi taqwa adalah buah dari ibadah. Akan tetapi derajat ketaqwaan dapat diperoleh seorang hamba apabila seseorang yang menjalankan puasa dengan memperhatikan hal-hal yang menjadikan sempurna puasanya serta menjauhkan diri dari hal-hal yang sifatnya makruh bahkan haram dilakukan ketika puasa. Sehingga dengan puasa yang sempurna, seseorang akan dapat mencapai derajat ketakwaan. Allah SWT berfirman dalam QS. Al-Hujurat ayat 13:

  َ َُسجَّْىٱ َ جََُّٖٝؤَٰٓ َٝ ََُِّإَ ْثَُٰٓ٘فَسجَؼَضِىَ َوِةَٰٓجَذَقََٗجٗدُ٘ؼُشَ ٌُۡن َْۡيَؼَجََٗ َٚغُّأََٗ ٖشَمَرٌٍََُِِّن َْۡقَيَخَجَِّّإ ََ ) ٖٔ ( َ َ

  َََّللّٱ ََِّللّٱ َ ٞشِٞذَخٌٌَِٞيَػ ََُِّإَ ٌُۡن ىَقۡصَأ ََذِْػَ ٌُۡنٍََش ۡمَأ

  Artinya:

  “Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal- mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling takwa diantara kamu. Sesunggu hnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal”.

  Ayat di atas merupakan ayat yang menjelaskan bahwa setiap manusia berkedudukan sama akan tetapi yang membedakan satu dengan yang lain adalah ketaqwaannya. Membahas mengenai ketaqwaan sesungguhnya tidak ada indikasi yang dapat membedakan ciri-ciri orang yang bertaqwa dan tidak, karena yang dapat menilai hanyalah Allah Swt.

  Karena nilai ketaqwaan letaknya adalah di dalam hati manusia, kemudian di tunjukkan melalui sikap ibadah yang dikerjakan. Melalui ketaqwaan inilah orang akan sadar terhadap kebutuhan manusia yang harus imbang antara kebutuhan jasmani dan rohani manusia. Kebutuhan fisik dengan cara mengatur porsi makan, minum, juga terpenuhinya perihal sandang dan tempat tinggal. Sedangkan berkaitan dengan rohani yang bisa dilakukan adalah dengan menjalankan ibadah-ibadah yang sifatnya mahdoh maupun ghoiru mahdoh.

  Melalui firman Allah tentang puasa di atas maka ibadah puasa merupakan salah satu cara menumbuhkan ketaqwaan atau istilah dalam pendidikan umumnya adalah kecerdasan spiritual. Karena mengacu pada pengertian sebelumnya yang menyatakan kecerdasan spiritual adalah kecerdasan yang berkaitan dengan perjalanan rohani seorang hamba menuju Tuhannya. Dalam hal ini ketaqwaan merupakan sifat rohani seorang hamba yang ditunjukkan dengan perilaku ibadah yang dikerjakan.

  Berkaitan dengan penjelasan diatas mengenai puasa, sebenarnya puasa merupakan ibadah yang amat mudah untuk dikerjakan, kemudian dengan puasa akan banyak diperoleh hikmah/manfaat. Bahkan ibadah puasa tidak hanya dilakukan oleh umat Islam saja akan tetapi beberapa umat non muslim juga mengerjakan puasa meskipun orientasi mereka berbeda dengan umat muslim pada umumnya. Dengan berpuasa orang tidak membutuhkan modal untuk mendapatkan pahala dari Allah Swt. namun banyak juga orang muslim yang enggan melaksanakan puasa karena beberapa alasan. Mungkin hal itu terjadi karena mereka kurang mengetahui rahasia/hikmah/faedah dibalik ibadah puasa yang amat luar biasa. Berkaitan dengan hal tersebut penulis tertarik untuk melakukan penelitian tentang hikmah ibadah puasa yang kaitannya dengan kecerdasan spiritual dengan mengacu pada ilmu tasawuf, kemudian mengkaji kedua aspek tersebut yaitu kecerdasan spiritual dan puasa prespektif tasawuf secara kritis dan obyektif dengan menggunakan pendekatan ilmiah. Untuk itu penulis membuat skripsi dengan judul : ” PENGEMBANGAN

  NILAI-NILAI KECERDASAN SPIRITUAL DALAM IBADAH PUASA PER SPEKTIF TASAWUF.” B. Rumusan Masalah

  Ada beberapa hal yang menjadi permasalahan dan akan dikaji melalui penelitian ini. Beberapa masalah itu adalah:

1. Bagaimanakah konsep kecerdasan spiritual? 2.

  Bagaimana kosep puasa perspektif tasawuf? 3. Bagaimanakah pengembangan kecerdasan spiritual dalam ibadah puasa perspektif tasawuf?

C. Tujuan Penelitian

  Sesuai dengan rumusan masalah yang dikaji, maka peneliti memiliki tujuan antara lain adalah:

  1. Untuk mengetahui konsep kecerdasan spiritual.

  2. Untuk mengetahui konsep puasa perspektif tasawuf.

  3. Untuk mengetahui pengembangan kecerdasan spiritual dalam ibadah puasa perspektif tasawuf.

D. Manfaat Penelitian

  Setiap pengkajian suatu ilmu pengetahuan diharapkan dapat memberikan informasi baru yang mengandung beberapa manfaat, manfaat bagi yang meneliti maupun khalayak umum. Dalam skripsi ini diharapkan dapat menghasilkan beberapa manfaat baik secara teoritis maupun secara praktis, adapun manfaat penelitian ini adalah: 1.

   Manfaat Teoritik

  Secara teoritis dengan adanya penelitian ini diharapkan dapat: a. Memberikan sumbangan berupa wawasan ilmu pengetahuan Islam khususnya dalam ilmu fiqih dan tasawuf.

  b.

  Dapat menjadi salah satu sumber informasi tentang kecerdasan spiritual secara mendalam.

  c.

  Untuk memberikan masukan terutama kepada setiap diri manusia tentang pentingnya puasa dalam meningkatkan kecerdasan spiritual.

2. Manfaat Praktik

  Secara praktik dengan adanya penelitian ini diharapkan dapat: a. Menambah motivasi kepada setiap muslim untuk lebih giat dalam menjalankan puasa serta lebih berhati-hati dalam menjaga kesempurnaan puasa yang dijalankan.

  b.

  Agar setiap diri manusia menggunakan dan mengembangkan kecerdasannya dengan baik serta dapat menjadi pribadi yang bermakna dengan ibadah yang dijalankan.

  c.

  Memberi kontribusi positif dalam proses kehidupan dengan ibadah puasa yang memiliki fungsi dapat meningkatkan kecerdasan spiritual sebagai pencegahan terhadap gejala penyakit jiwa atau stres dengan memanfaatkan dan memfungsikan kecerdasan spiritual.

E. Definisi Operasional

  Untuk menghindari adanya kemungkinan kesalah pahaman pengertian dan penafsiran dalam istilah yang digunakan dalam judul penelitian, maka penulis perlu menjelaskan istilah-istilah yang terdapat dalam judul ini, antara lain sebagai berikut:

1. Kecerdasan Spiritual

  Kecerdasan spiritual adalah pengetahuan akan kesadaran diri, makna hidup, tujuan hidup atau nilai-nilai tertinggi. Kecerdasan ini berupa kemampuan mengelola “suara hati” sehingga terekspresikan secara tepat dan efektif, yang memungkinkan kita bekerja sama dengan lancar menuju sasaran yang lebih luas dan bermakna. Makna yang dituju dalam kecerdasan spiritual mengacu pada fitrah, kesadaran akan kefitrahan diri atau suara hati itu yang terus mendorong manusia ke arah perubahan yang lebih bermakna dan bernilai (Ahmad Taufiq Nasution, 2009:4). Dari pengertian di atas jelas bahwa kecerdasan spiritual bisa menjadikan manusia lebih kuat dalam memaknai kehidupan.

2. Ibadah puasa perspektif tasawuf

  Menurut bahasa, kata „ibadah berarti patuh (at-tha‟ah), tunduk (al- khudu‟). Ubudiyah artinya tunduk dan merendahkan diri (al-tazallul).

  Menurut Ibn Taimiyah, ibadah berarti merendahkan diri (ad-dzull). Akan tetapi, ibadah yang diperintahkan dalam agama itu bukan sekedar ketaatan atau perendahan diri kepada Allah. Ibadah mengandung pengertian apabila ia mencintai Allah, lebih dari cintanya kepada apa pun dan memuliakanNya lebih dari segala yang lain-Nya.

  Bahkan ia harus meyakini tidak ada yang hak atas cinta dan kepatuhan yang sempurna kecuali Allah SWT, dikutip dari buku karangan Dr.

  Lahmuddin Nasution (1997: 2-3).

  Dalam buku karangan Dr. Yusuf Qardawi (2006:18) menjelaskan pengertian puasa menurut

  syara‟ adalah menahan dan mencegah diri

  secara sadar dari makan, minum, bersetubuh dengan perempuan dan hal-hal semisalnya, selama sehari penuh, yakni dari kemunculan fajar hingga terbenamnya matahari dengan niat memenuhi perintah dan taqarrub kepada Allah SWT. Dalam buku karangan Sokhi Huda (2008:25) yang mengutip pendapat dari Abul Wafa al-Taftazani menjelaskan bahwa tasawuf merupakan usaha mempersenjatai diri dengan nilai-nilai ruhaniyah yang sekaligus menegakkannya pada saat menghadapi kehidupan materialis.

  Dari pengertian di atas ibadah puasa prespektif tasawuf berarti kepatuhan dan ketundukan seorang hamba kepada Tuhannya atas dasar rasa cinta untuk dapat menahan diri dari nafsu serta penyucian batin sebagai jalan untuk mendekatkan diri kepada Allah.

F. Metode Penelitian 1. Jenis Penelitian

  Penelitian ini termasuk dalam penelitian literatur, karena mendasarkan pengertian Iqbal Hasan (2006:5) yang menjelaskan bahwa penelitian kepustakaan/library research adalah penelitian yang dilaksanakan dengan menggunakan literatur (kepustakaan) baik berupa buku, catatan maupun laporan hasil penelitian dan peneliti terdahulu. Dalam hal ini penulis mendasarkan tulisan skripsi ini dengan mengacu pada pendapat para ulama‟ dan ilmuwan.

2. Sumber Data

  Berkaitan dengan jenis penelitian literatur, pengumpulan data pada penulisan ini, penulis menggunakan metode studi pustaka dengan mengacu beberapa sumber yang sesuai dengan topik yang bersangkutan, yakni dibagi dalam dua bentuk sumber diantaranya: a.

   Sumber Primer

  Menurut Winarno Surakhmad (1989:163) sumber primer yaitu data yang langsung dan segera diperoleh dari sumber data penyelidik untuk tujuan khusus itu. Dalam hal ini peneliti mengacu sumber primernya diantaranya adalahAl-

  Qur‟an dan Hadits, tarjamah kitab I hya‟ Ulumuddin karya Al-Ghozali, fiqih puasa karya Yusuf Qardhawi, Hasbi Ash Shiddiqy dengan judul pedoman puasa dan juga buku karangan Ary Ginanjar, Toto Tasmara yang menjelaskan tentang SQ.

b. Sumber Sekunder

  Mengandung arti yakni sumber yang mendukung dan melengkapi sumber data primer. Adapun sumber data sekunder dalam penulisan skripsi ini adalah buku karangan Danah Zohar dan Ian Marshall, serta buku-buku fiqih yang berhubungan dengan ibadah puasa seperti fiqih 1 karya Dr.

  Lahmuddin Nasution, serta pendukung lain yang berhubungan dengan tasawuf.

  3. Teknik Pengumpulan Data

  Untuk pengumpulan data dalam penelitian ini, digunakan metode dokumentasi, yaitu mencari data mengenai hal-hal atau variabel yang berupa catatan, buku, surat kabar, majalah, prasasti, notulen rapat, lengger, agenda dan sebagainya (Suharsimi Arikunto, 2010:274). Karena obyek dalam penelitian ini tentang kecerdasan spiritual dalam ibadah puasa prespektif tasawuf maka penulis memfokuskan kajian untuk menelaah dan memahami pendapat para ulama‟ dan ilmuwan yang ditulis dalam buku untuk dijadikan sebagai bahan penelitian.

  4. Analisis Data

  Dijelaskan oleh Lexy J. Moleong (2009:248) analisis data adalah proses mengorganisasikan dan mengurutkan data ke dalam pola, kategori, dan satuan uraian dasar sehingga dapat ditemukan tema dan dapat dirumuskan hipotesis kerja. Dalam menganalisis penelitian tentang nilai kecerdasan spiritual dalam ibadah puasa prespektif tasawuf penulis menggunakan beberapa metode, diantaranya metode diskriptif analisis dan metode induktif. Metode diskriptif yaitu suatu usaha untuk mengumpulkan dan menyusun data, kemudian diusahakan pula dengan analisa dan interpretasi atau penafsiran terhadap data-data tersebut (Winarno Surakhmad, 1989:139). Sedangkan metode Induktif menurut Sutrisno Hadi (1993:42) adalah metode yang berangkat dari fakta- fakta yang khusus, peristiwa-peristiwa yang kongkret, kemudian dari fakta-fakta atau peristiwa-peristiwa yang kongkret itu ditarik genralisasi-generalisasi yang mempunyai sifat umum. Berdasarkan pengertian tersebut penulis melakukan telaah terhadap pengertian-pengertian yang ada atau berhubungan dengan permasalahan yang dibahas kemudian penulis menarik kesimpulan tentang permasalahan tersebut. Atau singkatnya adalah penarikan kesimpulan dari permasalahan yang bersifat khusus selanjutnya ditarik kesimpulan yang bersifat umum.

G. Sistematika Penulisan

  Untuk mempermudah pembahsan dan memahami isi skripsi ini, maka peneliti menulis skripsi ini secara sistematis. Skripsi ini disusun dalam lima bab, secara sitematis akan dijabarkan sebagai berikut:

  BAB I , dibahas mengenai Pendahuluan yang meliputi Latar Belakang Masalah, Rumusan Masalah, Tujuan Penelitian, Manfaat Penelitian, Definisi Operasional, Metode Penelitian dan Sistematika Penulisan Skripsi. BAB II , dibahas mengenai beberapa hal yang berkaitan kecerdasan

  spiritual diantaranya meliputi pengertian kecerdasan sipritual, indikator kecerdasan spiritual, faktor yang mempengaruhi kecerdasan spiritual, langkah meningkatkan kecerdasan spiritual, serta manfaat kecerdasan sipritual.

  

BAB III, dibahas mengenai ibadah puasa yang meliputi pengertian ibadah,

  macam-macam ibadah, tujuan ibadah, juga mengenai pengertian puasa, dimensi-dimensi puasa syarat dan rukun puasa, sunah- sunah dalam puasa, hal-hal yang membatalkan puasa, macam- macam puasa, serta hikmah puasa.

  

BAB IV, dibahas mengenai analisis tentang kecerdasan spritual dalam

  ibadah puasa perspektif tasawuf yang meliputi nilai kecerdasan spiritual dalam ibadah puasa, serta indikator kecerdasan spiritual dalam puasa perspektif tasawuf.

  

BAB V, Penutup, pada bab ini diuraikan mengenai kesimpulan akhir dari

hasil penelitian dan saran.

Bagian akhir, terdiri dari: Daftar Pustaka, Lampiran-lampiran, Daftar

Riwayat Hidup Penulis.

BAB II KECERDASAN SPIRITUAL A. Pengertian Kecerdasan Spiritual Pada awal abad 20, IQ pernah menjadi isu besar karena pada masa

  itu muncul pendapat bahwa semakin tinggi IQ seseorang maka semakin tinggi pula kecerdasannya. Pada pertengahan tahun 1990-an, Daniel Goleman mempopulerkan penelitian dari banyak neurolog dan psikolog yang menunjukkan bahwa kecerdasan emosional (EQ) sama pentingnya dengan IQ. Menurutnya EQ merupakan persayaratan dasar untuk menggunakan IQ secara efektif. Saat ini akhir abad 20 menunjukkan adanya “Q” jenis ketiga. Gambaran utuh kecerdasan manusia dapat dilengkapi dengan perbincangan mengenai kecerdasan spiritual “SQ”.

  Kecerdasan spiritual adalah kecerdasan untuk menghadapi dan memecahkan persoalan makna dan nilai, yaitu kecerdasan untuk menempatkan perilaku dan hidup kita dalam konteks makna yang lebih luas dan kaya, kecerdasan untuk menilai bahwa tindakan atau jalan hidup seseorang lebih bermakna dibandingkan dengan yang lain. SQ adalah landasan yang diperlukan untuk memfungsikan IQ dan EQ secara efektif.

  Bahkan SQ merupakan kecerdasan tertinggi kita (Zohar dan Marshall, 2001:3-4).

  Dalam buku karangan Sudirman (2004:24) yang mengutip pendapat Marsha Sinetar menyatakan bahwa kecerdasan spiritual adalah pemikiran yang terilhami. Kecerdasan ini diilhami oleh dorongan dan efektivitas, keberadaan atau hidup keilahian yang mempersatukan kita sebagai makhluk ciptaan Allah SWT. Sedangkan dalam buku karangan Triantoro (2007:16) yang mengutip pendapat dari Michael Levin yang menjelaskan kecerdasan spiritual adalah sebuah prespektif

  “spirituality is

a perspective” artinya mengarahkan cara berfikir kita menuju kepada

  hakekat terdalam kehidupan manusia, yaitu penghambaan diri pada sang Maha Suci dan Maha Meliputi. Menurut Levin kecerdasan spiritual tertinggi hanya bisa dilihat jika individu telah mampu mewujudkannya dan terefleksi dalam kehidupan sehari-harinya. Artinya sikap-sikap hidup individu mencerminkan penghayatannya akan kebajikan dan kebijaksanaan yang mendalam, sesuai dengan jalan suci menuju pada sang Pencipta. Menurut Akhmad Muhaimin (2010:31) bependapat bahwa kecerdasan spiritual adalah kecerdasan yang mengangkat fungsi jiwa sebagai internal diri yang memiliki kemampuan dan kepekaan dalam melihat makna yang ada di balik sebuah kenyataan atau kejadian tertentu.

  Adapun kecerdasan spiritual menurut Khalil Kavari yang dikutip oleh Danah Zohar dan Ian Marshall (2001:27) adalah fakultas dari dimensi nonmaterial kita-ruh manusia. Inilah intan yang belum terasah yang kita semua memilikinya. Kita harus mengenalinya seperti apa adanya, menggosoknya sehingga berkilap dengan tekad yang besar dan menggunakannya untuk memperoleh kebahagiaan abadi. Seperti kecerdasan lainnya, kecerdasan spiritual dapat ditingkatkan dan juga diturunkan. Akan tetapi kemampuannya untuk ditingkatkan tampaknya tidak terbatas.

  Pendapat lain mengenai kecerdasan spiritual diuraikan oleh Ary Ginanjar (2005:47) sebagaimana berikut, kecerdasan spiritual adalah kemampuan untuk memberi makna ibadah terhadap setiap perilaku dan kegiatan melalui langkah-langkah dan pemikiran yang bersifat fitrah menuju manusia seutuhnya dan memiliki pola pemikiran tauhid serta berprinsip hanya karena Allah. Dari beberapa pengertian di atas kecerdasan spiritual yang di paparkan oleh para ilmuan belum sampai pada nilai-nilai ketuhanan namun lebih kepada otak. Pengertian di atas menunjukkan bahwa spritual berkaitan dengan hati, seiring dengan temuan Got Spot ini baru sampai pada otak manusia dan belum sampai kepada intinya yakni (hati). Namun seiring dengan datangnya pengertian dari Ary Ginanjar diharapkan mampu membuat spiritual yang kering untuk bisa menjadi lebih hidup karena dia memberi makna spiritual dalam setiap pemikiran, perilaku dan tindakan.

B. Indikator Kecerdasan Spiritual

  Menurut Zohar dan Marshall (2001:14), kecerdasan spiritual itu adalah kemampuan seseorang dalam memaknai hidupnya. Ciri-ciri orang yang memiliki kecerdasan spiritual menurut mereka diantaranya adalah: 1.

Dokumen yang terkait

Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-Tugas dan Memenuhi Syarat- Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Hukum

0 2 9

Diajukan untuk Melengkapi Tugas-Tugas dan Memenuhi Syarat- Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Hukum

0 0 11

PERAN WANITA KARIER DALAM MEMBANGUN KELUARGA SAKINAH . (Ditinjau dari Segi Pendidikan Islam) SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Kewajiban dan Melengkapi Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Strata I Dalam Ilmu Tarbiyah

0 0 90

SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Kewajiban dan Melengkapi Syarat Guna Memperoleh Gelar Saijana Strata I Dalam Ilmu Tarbiyah

0 1 118

PENGEMBANGAN PEMBELAJARAN BERBASIS EMOTIONAL SPIRITUAL QUOTION POWER DI MADRASAH TSANAWIYAH NEGERI (MTs N) 1 BANJARNEGARA 20092010 Diajukan Untuk Memenuhi Kewajiban dan Melengkapi Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Strata 1 Dalam Ilmu Tarbiyah

0 1 135

NILAI-NILAI SPIRITUAL DALAM NOVEL SYAHADAT CINTA KARYA TAUFIQURRAHMAN AL-AZIZY SKRIPSI Diajukan Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd)

0 3 168

NILAI- NILAI PENDIDIKAN ISLAM DALAM FILM HAJI BACKPACKER SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Kewajiban dan Melengkapi Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Islam (S.Pd.I) Dalam Ilmu Tarbiyah

0 0 104

NILAI-NILAI SOSIAL DALAM TAFSIR SURAT AT-TAUBAH AYAT 71 DAN RELEVANSINYA TERHADAP PENDIDIKAN ISLAM SKRIPSI Diajukan Guna Memenuhi Kewajiban dan Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

0 1 126

NILAI-NILAI AKHLAK DALAM PERSPEKTIF PENDIDIKAN ISLAM (Kajian Tafsir Surat Al-Hujurat Ayat 11-13) SKRIPSI Diajukan Guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd)

1 1 91

PENDIDIKAN SEPANJANG HAYAT DALAM PERSPEKTIF ISLAM SKRIPSI Diajukan Guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd)

0 0 132