Efek hepatoprotektif ekstrak metanol herba seledri (Apium graveolens L.) pada tikus betina galur wistar terinduksi karbon tetraklorida - USD Repository

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

EFEK HEPATOPROTEKTIF EKSTRAK METANOL HERBA SELEDRI
(Apium graveolens L.) PADA TIKUS BETINA GALUR WISTAR
TERINDUKSI KARBON TERTRAKLORIDA

SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.)
Program Studi Farmasi

Oleh :
Bretha Celia Saragih
NIM : 158114098

FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
2019

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI


EFEK HEPATOPROTEKTIF EKSTRAK METANOL HERBA SELEDRI
(Apium graveolens L.) PADA TIKUS BETINA GALUR WISTAR
TERINDUKSI KARBON TERTRAKLORIDA

SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.)
Program Studi Farmasi

Oleh :
Bretha Celia Saragih
NIM : 158114098

FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
2019

i


PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

ii

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

iii

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

HALAMAN PERSEMBAHAN

Keep calm because hard work never
fails
“Janganlah hendaknya kamu kuatir tentang apapun juga, tetapi
nyatakanlah dalam segala hal keinginanmu kepada Allah dalam doa dan
permohonan dengan ucapan syukur”
(Filipi 4:6)
“Your positive action combined with positive thinking results in success”

Shiv Khera

Kupersembahkan karya ini untuk:
Tuhan Yesus Kristus,
yang selalu mendampingi, menyertai dan memberkati setiap langkahku
Kedua orang tua tercinta,
Bapak Edy Thomas Saragih dan Mamah Yustina Kuswirati
Adikku tersayang,
Bernadus Frederick Saragih
Almamaterku
Universitas Sanata Dharma

PRAKATA

iv

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Puji syukur penulis haturkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas
limpahan Rahmat dan Kasih-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi

berjudul “Efek Hepatoprotektif Ekstrak Metanol Herba Seledri (Apium graveolens
L.) pada Tikus Betina Galur Wistar Terinduksi Karbon Tertraklorida” dengan
lancar dan selalu dimudahkan dalam setiap prosesnya, sebagai salah satu syarat
untuk menyelesaikan studi serta dalam rangka memperoleh gelar Sarjana Farmasi
(S.Farm) Strata Satu pada Program Studi Farmasi Fakultas Farmasi Universitas
Sanata Dharma.
Terselesaikannya skripsi ini tidak terlepas dari bantuan banyak pihak,
sehingga pada kesempatan ini dengan segala kerendahan dan ketulusan

hati

penulis menghaturkan terima kasih yang sebesar-besarnya bagi semua pihak yang
telah memberikan bantuan moril maupun materil baik langsung maupun tidak
langsung dalam penyusunan skripsi ini hingga selesai, terutama kepada yang saya
hormati:
1. Ibu Dr. Yustina Sri Hartini, Apt., selaku Dekan Fakultas Farmasi
Universitas Sanata Dharma
2. Ibu drh. Sitarina Widyarini, M.P.,Ph.D., selaku dosen pembimbing atas
bimbingan, dukungan, perhatian, pengertian, ilmu dan waktu yang telah
diberikan kepada penulis untuk mendampingi penulis dari awal

penyusunan proposal, penelitian hingga penyusunan naskah skripsi.
3. Ibu Phebe Hendra, M.Si., Ph.D., Apt., selaku dosen penguji atas segala
masukan, kritik dan saran yang sangat membangun dan bermanfaat dalam
proses penyusunan skripsi.
4. Dr. Erna Tri Wulandari, M.Si., Apt, selaku dosen penguji atas segala
masukan, kritik dan saran yang sangat membangun dan bermanfaat dalam
proses penyusunan skripsi.
5. Damiana Sapta Candrasari, M.Sc., selaku Kepala Laboratorium Fakultas
Farmasi yang telah memberikan izin penggunaan laboratorium untuk
mendukung berjalannya penelitian ini.

v

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

6. Bapak Heru Purwanto, Bapak Kayatno, Bapak Yohanes Wagiran, Bapak
Lilik, Bapak Suparlan sekalu laboran di laboratorium Fakultas Farmasi
atas semua bantuan dan dukungannya selama proses penelitian.
7. Kedua orang tuaku yang tercinta Bapak Edy Thomas Saragih dan Ibu
Yustina Kuswirati atas segala dukungan, doa, penguatan, arahan, nasehat

dan semangat

yang sudah diberikan kepada penulis dari awal proses

hingga akhir.
8. Adikku tersayang Bernadus Frederick Saragih atas semangat, dukungan
dan doanya.
9. Sepupuku tersayang Ursulla Ratna Pangesti atas dukungan, semangat serta
tenaga yang telah diberikan selama proses penelitian berjalan.
10. Teman-teman seperjuangan skripsi “Herba Seledri” Paulina (BuLin), Inge,
dan Ariel atas dinamika, dukungan, doa, semangat, kerja keras, kerja sama
yang selama ini telah terjalin sehingga dapat bersama-sama menyelesaikan
penelitian ini dengan baik.
11. Sahabat- sahabatku yang tercinta

Gitta, Paulina (BuLin), Utin, Inge,

Wisnu, Aldo, Krisna, Clara (Mak Cik), Hana, Mbak Noni atas doa,
dukungan, semangat, energi positif yang selalu diberikan dari awal hingga
akhir proses penelitian.

12. Teman-teman FSMC 2015 atas kebersamaan dan dinamika selama
perkuliahan di Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma.

vi

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

vii

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

viii

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL............................................................................................ i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ................................................. ii
HALAMAN PENGESAHAN ............................................................................iii
HALAMAN PERSEMBAHAN ........................................................................ iv

PRAKATA .......................................................................................................... v
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ........................................................... vii
LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA
ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS .........................................viii
DAFTAR ISI ...................................................................................................... ix
DAFTAR TABEL .............................................................................................. xi
DAFTAR GAMBAR ........................................................................................ xii
DAFTAR LAMPIRAN ....................................................................................xiii
ABSTRAK ....................................................................................................... xiv
ASBTRACT ........................................................................................................ xv
PENDAHULUAN ............................................................................................. 1
METODE PENELITIAN .................................................................................... 4
Bahan ....................................................................................................... 4
Alat ............................................................................................................ 4
Tahapan Penelitian .................................................................................... 5
Pengumpulan dan Determinasi Tanaman........................................ 5
Penetapan Kadar Air ....................................................................... 5
Pembuatan Ekstrak Metanol Herba Seledri .................................... 6
Kromatografi Lapis Tipis (KLT) .................................................... 6
Pembuatan Larutan (CCl4) 50% ..................................................... 7

Uji Pendahuluan Waktu Pencuplikan Darah ................................... 7
Penetapan Dosis EMHS .................................................................. 7

ix

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Pengelompokkan Hewan Uji........................................................... 8
Pengujian Kadar ALT ..................................................................... 8
Pengumpulan dan Analisis Data .................................................... 9
HASIL DAN PEMBAHASAN ........................................................................... 9
Determinasi, Penetapan Kadar Air dan Rendemen Ekstraksi .................. 9
Kromatografi Lapis Tipis ...................................................................... 10
Uji Pendahuluan Waktu Pencuplikan Darah .......................................... 11
Pengaruh Pemberian EMHS Terhadap Kadar ALT pada Tikus Betina
Galur Wistar Terinduksi Karbon Tetraklorida ...................................... 14
Kontrol CMA-Na ................................................................................... 16
Kontrol Karbon Tetraklorida (CCl4) ...................................................... 17
Kontrol Dosis EMHS ........................................................................... 17
Kelompok Perlakuan EMHS ................................................................. 18

KESIMPULAN ................................................................................................. 22
SARAN ............................................................................................................ 22
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................... 22
LAMPIRAN ...................................................................................................... 25
BIOGRAFI PENULIS ...................................................................................... 47

x

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

DAFTAR TABEL
Tabel I.

Hasil uji kromatografi lapis tipis (KLT) ........................................... 11

Tabel II. Purata kadar ALT ± SE pada jam ke-0, 24 dan 48 setelah pemberian
CCl4 dengan dosis 2 mL/kgBB ......................................................... 12
Tabel III. Hasil uji post hoc kadar ALT setelah pemberian CCl4 2 mL/kgBB
pada jam ke-0, 24 dan 48. ................................................................. 12
Tabel IV. Pengaruh EMHS terhadap kadar ALT pada tikus betina galur Wistar

terinduksi karbon tetraklorida ........................................................... 15
Tabel V. Hasil uji post hoc kadar ALT kelompok perlakuan ......................... 15

xi

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Hasil elusi KLT EMHS .................................................................. 11
Gambar 2. Diagram batang aktivitas serum ALT pada jam ke-0, 24 dan 48
setelah pemberian CCl4 dengan dosis 2 mL/kgBB......................... 13
Gambar 3. Diagram batang pengaruh pemberian EMHS terhadap kadar ALT
pada tikus betina galur Wistar CCl4...................................................................... 16
Gambar 4. Herba seledri segar ....................................................................... 29
Gambar 5. Herba seledri setelah dikeringkan ................................................ 29
Gambar 6. Serbuk simplisia herba seledri...................................................... 29
Gambar 7. Proses maserasi ............................................................................ 29
Gambar 8. Ekstrak kental herba seledri ......................................................... 30
Gambar

9. Ekstrak metanol herba seledri setelah dilarutkan dalam CMC-Na
1% .............................................................................................. 27

Gambar 10. Pemeliharaan hewan uji .............................................................. 31
Gambar 11. Pemberian ekstrak metanol herba seledri secara peroral ............. 31
Gambar 12. Proses pemejanan karbon tetraklorida secara intraperitoneal ...... 32
Gambar 13. Proses pencuplikan darah melalui sinus orbitalis ....................... 32
Gambar 14. Kadar air serbuk herba seledri replikasi pertama ........................ 45
Gambar 15 Kadar air serbuk herba seledri replikasi kedua. ........................... 45
Gambar 16. Kadar air serbuk herba seledri replikasi ketiga ........................... 46

xii

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Surat keterangan pengambilan herba seledri dari CV Merapi
Herba Farma ............................................................................... 25
Lampiran 2. Surat keterangan determinasi herba seledri oleh Bagian Biologi
Farmasi Fakultas Farmasi Universitas Gajah Mada .................... 26
Lampiran 3. Surat Pengesahan Medical and Research Ethics Committee
(MHREC) ....................................................................................... 27
Lampiran 4. Surat keterangan analisa data di pusat kajian CE&BU Fakultas
Kedokteran Universitas Gajah Mada ........................................... 28
Lampiran 5. Dokumentasi ekstraksi hebra seledri ............................................ 29
Lampiran 6. Dokumentasi perlakuan pada hewan uji ....................................... 31
Lampiran 7. Hasil analisis data secara statistik terhadap kadar ALT pada uji
pendahuluan waktu pencuplikan darah hewan uji ....................... 33
Lampiran 8.Hasil analisis data secara statistik terhadap kadar ALT pada
kelompok kontrol dan perlakuan ................................................. 36
Lampiran 9. Perhitungan konversi dosis untuk manusia ................................. 42
Lampiran 10. Perhitungan penetapan peringkat dosis ekstrak metanol herba
seledri ....................................................................................... 43
Lampiran 11. Perhitungan persen hepatoprotektif ............................................ 44
Lampiran 12. Perhitungan kadar air serbuk herba seledri................................. 46

xiii

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan informasi mengenai efek
hepatoprotektif pemberian ekstrak metanol herba seledri (Apium graveolens L.)
(EMHS) pada tikus betina galur Wistar terinduksi karbon tertraklorida (CCl4)
dengan melihat penurunan aktivitas ALT serta untuk mengetahui dosis efektif
yang dapat menghasilkan aktivitas hepatoprotektif pemberian EMHS. Penelitian
ini merupakan penelitian eksperimental murni dengan rancangan acak lengkap
pola searah. Digunakan 30 ekor tikus betina galur Wistar yang dibagi rata ke
dalam 6 kelompok secara acak. Kelompok I diberi CCl4 dosis 2,0 mL/kgBB (i.p).
Kelompok II diberi CMC Na 1% dengan dosis 20 mL/kgBB (p.o, selama 6 hari).
Kelompok III diberi dosis tertinggi EMHS yaitu 600 mg/kgBB (p.o, selama 6
hari). Kelompok IV-VI diberi EMHS dengan dosis bertingkat yaitu 150, 300 dan
600 mg/kgBB (p.o, selama 6 hari) setelah itu diinduksi CCl4 dosis 2,0 mL/kgBB
secara intraperitoneal pada hari ke tujuh dengan sekali pemberian. Sampel darah
didapatkan melalui sinus orbitalis mata untuk kemudian dilakukan pengujian
terhadap kadar ALT, pengambilan darah kelompok I dilakukan pada hari kedua;
kelompok II dan III pada hari ketujuh dan kelompok IV-VI pada hari kedelapan.
Pada penelitian ini juga dilakukan uji Kromatografi Lapis Tipis (KLT) yang
bertujuan untuk mengidentifikasi keberadaan senyawa flavonoid jenis apiin yang
terdapat pada EMHS, dimana apiin merupakan senyawa yang diduga dapat
berperan sebagai agen hepatoprotektor. Fase diam yang digunakan berupa
selusola dan untuk fase gerak digunakan campuran toluen, butanol, asam asetat
dan air, dimana deteksi apiin dilakukan dengan sinar UV366 dan juga cat
sitroborat.
Hasil yang didapatkan menunjukkan adanya aktivitas hepatoprotektif pada
ketiga peringkat dosis yaitu 150, 300 dan 600 mg/kgBB berturut-turut 82, 90 dan
98%. Dosis efektif dari EMHS adalah 600 mg/kgBB. Hasil yang diperoleh dari
uji KLT terhadap EMHS menyatakan bahwa EMHS terbukti mengandung
senyawa flavonoid jenis apiin yang diduga dapat berperan sebagai agen
hepatoprotektor hal ini ditunjukkan dengan adanya perpendaran pada sinar UV 366
dan perhitungan Rf yang mendekati Rf teoritis apiin. Berdasarkan hasil tersebut
dapat disimpulkan bahwa EMHS memiliki efek hepatoprotektif dengan
menurunkan kadar ALT pada tikus betina galur Wistar terinduksi karbon
tetraklorida.

Kata Kunci: Apium graveolens L., hepatoprotektif, karbon tertraklorida, ALT

xiv

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

ABSTRACT
The purpose of this research was to obtain information about
hepatoprotective effect of administration methanol extract of celery herb (Apium
graveolens L.) in female Wistar rats induced by carbon tertrachloride (CCl4) by
monitoring the decrease of ALT activity and also to find the effective dose that
can produce hepatoprotective activity of EMHS. This research is a pure
experimental study with single factor completely randomized design . Thirty rats
were used and divided into 6 groups randomly. Group I was given a CCl4 2 mL/
kgBW (i.p). Group II was given CMC Na 1% 20 mL/ kgBW (p.o, for 6 days).
Group III was given the highest dose of EMHS which is 600 mg /kgBB (p.o, for 6
days). Group IV-VI were given EMHS 150, 300 and 600 mg / kg (p.o, for 6 days)
and intraperitoneal induction of CCl4 2 mL/kgBW on the seventh day. Blood
sample was obtained by sinus orbitasil, then measurement of ALT serum activity
were perfomed. Group II and III on seventh day; group I on second day; group
IV,V and VI on eighth day. In this study also carried out Thin Layer
Chromatography (TLC) test which aims to identify the presence of apiin in
EMHS. Apiin is a compound that is thought to have a hepatoprotector effect. The
stationary phase used is celusola and for the mobile phase a mixture of toluene,
butanol, acetic acid and water was use. The detection of apiin was carried out with
UV366 and also sitroborate.
The results showed that there were hepatoprotective activity in all three
dose ratings, 150, 300 and 600 mg/kgBW respectively 82, 90 and 98%. The
effective dose of EMHS is 600 mg/kgBW. The results obtained from the TLC test
state, that EMHS is proven to contain apiin compound which is thought to be able
to act as a hepatoprotector agent as indicated by the presence of UV366 rays and Rf
calculations that approximate with the theoretical Rf of apiin. Based on these
results it can be concluded that EMHS has a hepatoprotective effect by reducing
ALT levels in Wistar female rats induced by carbon tetrachloride.

Key Word: Apium graveolens L., hepatoprotective, carbon tertrachloride , ALT

xv

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

PENDAHULUAN
Hati merupakan organ terbesar yang ada di dalam tubuh, berkontribusi
sekitar 2 persen dari total berat badan. Hati memiliki fungsi utama yaitu
penyimpanan, metabolisme dan biosintesis (Guyton and Hall, 2016). Organ hati
juga berperan dalam menjalankan fungsi detoksifikasi, hal tersebut yang
menjadikan hati sangat rentan untuk menjadi sasaran utama ketoksikan suatu
senyawa kimia dan berpotensi untuk mengalami kerusakan (Sujono et al., 2015).
Paparan masyarakat terhadap zat radikal bebas semakin hari semakin
meningkat, kondisi ini dapat menyebabkan timbulnya berbagai macam penyakit
salah satunya kerusakan pada organ hati.

Non-alcoholic fatty liver diaease

(NAFLD) atau sering disebut dengan perlemakan hati merupakan salah satu jenis
kerusakan hati yang dapat terjadi akibat paparan zat radikal bebas secara
berlebihan. Sampai saat ini NAFLD masih menjadi perhatian khusus di negara
maju maupun berkembang seperti Indonesia. Diketahui bahwa angka kejadian
NAFLD di Asia mencapai 25% (Fan et al., 2017) dan prevalensi NAFLD di
Indonesia mencapai angka 30%, dimana angka ini menunjukkan hasil yang lebih
tinggi dibandingkan dengan Korea Selatan (18%) dan Malaysia (17%)
(Moghaddasifar et al., 2016).
Karbon tetraklorida (CCl4) merupakan salah satu senyawa kimia yang
dapat menginduksi kerusakan hati karena dapat menghasilkan senyawa radikal
bebas saat dimetabolisme oleh hati. CCl4 dapat menyebabkan peroksidasi lipid
sehingga mengganggu homeostasis Ca2+, dan akhirnya menyebabkan kematian sel
(Werdhasari, 2014).
Berdasarkan data mengenai tingginya prevalensi NAFLD di Indonesia,
maka diperlukan suatu senyawa yang dapat berperan sebagai penangkal radikal
bebas

atau

antioksidan

yang

akan

melindungi

hati

dari

kerusakan

(Hepatoprotektor). Hepatoprotektor adalah senyawa atau zat yang berkhasiat
melindungi sel hati terhadap pengaruh zat toksik yang dapat merusak hati (Astuti
et al., 2016). Sampai saat ini belum ada obat yang bekerja secara optimal sebagai

1

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

hepatoprotektor, walaupun sudah ada, khasiat penyembuhannya belum sempurna
dan memiliki efek samping yang cukup berbahaya. Oleh karena itu, hingga saat
ini terus dilakukan penelitian guna menemukan agen hepatoprotektor yang dapat
bekerja secara optimal dan aman (Khofiyah et al., 2014).
Dewasa

ini

banyak

sekali

penelitian

yang

dilakukan

terkait

pengembangan atau penemuan obat-obat baru yang berasal dari tanaman herbal,
hal ini disebabkan karena tanaman herbal dianggap sebagai sumber pengobatan
yang aman dan memiliki efek samping yang kecil jika dibandingkan dengan obatobatan kimia (Al-Asmari et al., 2017). Salah satu tanaman herbal Indonesia yang
memiliki potensi untuk dijadikan sebagai agen hepatoprotektor adalah seledri
(Apium graveolens L.) (Yao et al., 2010). Tanaman seledri mengandung senyawa
flavonoid yang dikenal memiliki aktivitas sebagai antioksidan (Kooti et al., 2014).
Pada penelitian sebelumnya telah dilakukan uji untuk untuk melihat
aktivitas antioksidan dari daun seledri. Hasil dari

penelitian tersebut

menunjukkan bahwa flavonoid jenis apiin yang didapatkan dari ekstrak etanol
daun seledri memiliki aktivitas antioksidan yang luar biasa dan telah dievaluasi
secara in vitro maupun in vivo (Li et al., 2013). Flavonoid pada tanaman seledri
dapat ditemukan pada bagian batang, daun serta akar dari tanaman seledri dimana
apigenin dan juga apiin merupakan jenis flavonoid yang banyak ditemukan pada
tanaman seledri (Kolarovic et al., 2010).
Flavonoid yang terdapat di dalam tanaman seledri dapat dijadikan sebagai
sebagai agen hepatoprotektor karena memiliki aktivitas sebagai antioksidan yang
dapat melindungi hati dari kerusakan akibat paparan radikal bebas. Mekanisme
antioksidan flavonoid sehingga dapat berperan sebagai agen hepatoprotektor yaitu
dengan menangkap Reactive Oxygen Species (ROS) secara langsung, mencegah
regenerasi ROS dan secara tidak langsung dapat meningkatkan aktivitas
antioksidan. Flavonoid merupakan senyawa yang paling efektif sebagai scavanger
spesies reaktif, misalnya super dioksida, radikal peroksil, dan peroksinitrit dengan
cara mentransfer atom H+ ( Hardiningtyas et al., 2014)

2

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Pada penelitian kali ini digunakan metanol sebagai pelarut dalam proses
pembuatan ekstrak herba seledri. Metanol

merupakan pelarut

polar yang

diketahui efektif dalam mengekstrak senyawa-senyawa yang bersifat polar, seperti
flavonoid, fenolik dan saponin (Nimah et al., 2012). Berdasarkan penelitian
sebelumnya telah dilakukan identifikasi dengan melakukan uji skrinning fitokimia
terhadap ekstrak metanol biji seledri dan menunjukkan bahwa di dalam ekstrak
metanol biji seledri terkandung senyawa flavonoid, saponin, tanin dan steroid hal
ini membuktikan bahwa metanol terbukti dapat melarutkan senyawa flavonoid (
Din et al., 2015). Selain itu terdapat penelitian lain yang menyatakan bahwa
ekstrak metanol daun seledri terbukti memiliki aktivitas antioksidan yang terkuat
yang telah diuji dengan menggunakan metode DPPH, dimana nilai IC50 ekstrak
metanol daun seledri dicapai dengan konsentrasi yang terendah dibandingkan
dengan ektraksi dengan pelarut etil asetat, air dan juga butanol (Jung et al., 2011).
Berdasarkan hal tersebut pelarut metanol diharapkan dapat menyari flavonoid
yang terkandung di dalam herba seledri secara optimal sehingga dapat dihasilkan
efek hepatoprotektif dari EMHS yang juga maksimal.
Sampai saat ini penelitian mengenai bukti ilmiah terkait efektivitas dan
khasiat seledri sebagai agen hepatoprotektor belum banyak dilaporkan terutama di
Indonesia. Oleh karena itu, perlu dilakukan penelitian untuk mengkaji efek
pemberian EMHS terhadap aktivitas enzim Aspartat Aminotransaminase (ALT),
yaitu jenis enzim yang paling sering dihubungkan dengan kerusakan hati.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui sejauh mana herba seledri dapat
melindungi hati hewan uji dari kerusakan akibat CCl4, dan mendapatkan data
mengenai dosis yang dapat menghasilkan aktivitas hepatoprotektif dari herba
seledri dalam bentuk ekstrak metanol, melalui pemeriksaan enzim ALT. Pada
penelitian ini digunakan tiga peringkat dosis ekstrak seledri yaitu 150, 300 dan
600 mg/KgBB. Pemilihan dosis didasarkan pada hasil penelitian Abdou et al.
(2012) dimana pemberian ekstrak etanol seledri pada dosis 300 mg/kgBB yang
diadministrasikan secara oral pada hewan uji tikus menunjukkan adanya aktivitas
antioksidan yang signifikan dari seledri dengan mengurangi aberasi kromosom,
kelainan sperma dan meningkatkan jumlah dan pola pita DNA sebagai kontrol.
3

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Selain efek antioksidan seledri juga dinyatakan memiliki efek hepatoprotektif
yang signifikan dengan menyesuaikan kembali efek toksik CCl4 pada total
protein, DNA, dan konten RNA. Mengacu dari hasil penelitian yang telah
dilakukan dimana pada penelitian tersebut digunakan dosis ekstrak etanol seledri
sebesar 300 mg/KgBB maka pada penelitian ini EMHS dibuat menjadi tiga
peringkat dosis yaitu 150, 300 dan 600 mg/KgBB
METODE PENELITIAN
Penelitian ini merupakan jenis penelitian eksperimental murni dengan
rancangan acak lengkap pola searah. Penelitian dilakukan dengan memberikan
EMHS dengan 3 peringkat dosis yaitu, 150, 300 dan 600 mg/KgBB selama 6 hari
dan dianalisa untuk mengetahui pengaruhnya terhadap kadar ALT pada tikus
betina galur Wistar yang terinduksi CCl4.
Bahan
Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah tikus betina galur
Wistar umur 2-3 bulan dengan berat badan 150-250 g yang diperoleh dari LPPT
Unit II UGM dan telah memperoleh persetujuan etik dari Medical and Research
Committee,

Fakultas

Kedokteran

Universitas

Gajah

Mada

Ref:

KE/FK/1295/EC/2018 (Lampiran 3), herba seledri yang diperoleh dari CV Merapi
Farma Herbal, Yogyakarta, metanol, CMC-Na, akuades, karbon tetraklorida, olive
oil, dan reagen ALT (Diasys®),
Alat
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah spectrophotometer
Microlab-300, timbangan analitik (Mettler Toledo®), pisau, gelas ukur, gelas
beaker, labu ukur, pipet tetes, tabung eppendorf, sendok, corong, maserator
(Indotest Multi Lab®), batang pengaduk, kertas saring, , mortir, stamper, cawan
porselen, oven (Memmert®), rotary evaporator (Buchi®), corong Buchner, spuit
injeksi oral dan intraperitonial, pipa kapiler.

4

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Tahapan Penelitian
Pengumpulan dan Determinasi Tanaman
Herba seledri yang akan digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari CV
Merapi Farma Herbal, Yogyakarta kriteria herba yang dipilih yaitu herba yang
berwarna hijau, segar, tidak berlubang, dan usia panen 3-4 bulan. Determinasi
dilakukan dengan mencocokkan ciri-ciri yang dimiliki tanaman yang akan
dideterminasi dengan ciri-ciri yang berada pada buku acuan. Proses determinasi
dan verifikasi herba seledri dilakukan oleh determinator di bagian Biologi Farmasi
Fakultas Farmasi Universitas Gajah Mada.
Penetapan Kadar Air
Penetapan kadar air dilakukan di Laboratoriun Formulasi Teknologi Sediaan
Farmasi Universitas Sanata Dharma dengan menggunakan alat Moisture balance.
Sebelum digunakan pastikan Moisture balance dalam keadaan normal dan
tersedia arus listrik, atur kedudukan alat dengan menyesuaikan sekrup penyangga,
pastikan posisi titik water pass terletak dibagian tengah lingkaran, setelah itu
nyalakan alat. Ketika alat sudah menyala kemudian atur suhu pemanasan yang
akan digunakan, suhu yang akan digunakan pada penelitian adalah 120oC. Ketika
suhu untuk pemanasan sudah diatur selanjutnya masukkan pan untuk meletakkan
sampel lalu tekan tombol zero, setelah itu masukkan sebanyak 5 gram sampel
serbuk simpilia herba seledri ke dalam pan. Setelah sampel dimasukkan kemudian
alat ditutup dan pemanasanpun dimulai, dibutuhkan waktu sekitar 30 menit
hingga proses selesai. Proses penetapan kadar air dilakukan sebanyak 3 kali
replikasi. Berdasarkan Farmakope Herbal Indonesia menyatakan bahwa serbuk
simplisia seledri yang baik memiliki kadar air ≤ 10% (Depkes RI, 2010).
Penetapan kadar air pada serbuk simplisia penting untuk dilakukan karena
merupakan salah satu parameter nonspesifik guna menjamin mutu dan kualitas
dari suatu bahan uji.

5

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Pembuatan Ekstrak Metanol Herba Seledri
Herba seledri dicuci dengan menggunakan air mengalir dan dipotong kecil-kecil,
kemudian dikeringkan menggunakan oven dengan suhu 40oC setelah kering
dilakukan penggilingan hingga didapatkan serbuk simplisia herba seledri dan
dilakukan penggayakan mengguakan ayakan 40 mesh. Hal ini dilakukan untuk
memperkecil ukuran partikel simplisia sehingga kontak serbuk simplisia dengan
pelarut menjadi semakin besar, dan proses penyarian dapat berjalan secara
maksimal (Cam and Hissil, 2010). Metode ekstraksi yang digunakan adalah
maserasi, maserasi dipilih karena merupakan metode ekstraksi yang cocok untuk
senyawa yang tidak tahan terhadap panas seperti flavonoid (Pothitirat et al.,
2009). Proses maserasi dimulai dengan memasukkan 400 g simplisia herba seledri
kedalam maserator, tambahkan 4 liter pelarut metanol. Rendam selama 6 jam
sambil sesekali diaduk, kemudian diamkan selama 18 jam. Ulangi proses
penyarian sekurang-kurangnya dua kali, Setelah itu dilakukan penyaringan hingga
didapatkan filtrat dan dipekatkan dengan rotary vacuum evaporator pada suhu
50°C, kemudian didapatkan ekstrak kental herba seledri. Hitung rendemen yang
diperoleh yaitu presentase bobot (b/b) antara rendemen dengan bobot serbuk
simplisia yang digunakan dengan penimbangan (Depkes RI, 2010).
Kromatografi lapis Tipis (KLT)
Kromatografi Lapis Tipis (KLT) dilakukan untuk mengidentifikasi
keberadaan senyawa flavonoid yaitu apiin pada EMHS. Berdasarkan Farmakope
Herbal Indonesia identifikasi apiin pada seledri dapat dilakukan dengan
menotolkan 20 µL sampel EMHS pada lempeng KLT yang sudah dilapisi dengan
fase diam berupa selulosa, kemudian lempeng dielusi dengan eluen berupa
campuran Toluene, 1-butanol, asam asetat, air dengan perbandingan 2:2:1:5 (v/v).
Ketika dicampur eluen akan memisah dan membentuk dua lapis cairan, untuk
identifikasi apiin pada EMHS digunakan lapis atas untuk proses elusi. Setelah
elusi selesai lempeng diangin-anginkan hingga kering setelah itu, lempeng
disemprot dengan menggunakan Sitroborat LP. Hasil positif akan menunjukkan
perpendaran berwarna hijau kekuningan pada sinar UV dengan panjang

6

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

gelombang 365 nm dan ketika dilakukan penghitungan nilai Rf akan
menghasilkan nilai Rf sebesar 0,30 sesuai dengan nilai Rf teoritis yang spesifik
terhadap senyawa apiin. Nilai Rf didapatkan melalui penghitungan jarak yang
ditempuh sampel dibagi dengan jarak yang ditempuh eluen (Depkes RI, 2010).
Pembuatan Larutan Karbon Tetraklorida Konsentrasi (CCl4) 50%
Larutan

CCl4

konsentrasi

50%

dibuat

dengan

cara

melarutkan CCl4 dalam olive oil dengan perbandingan volume 1 : 1 (Janakat and
Al-Merie, 2002).
Uji Pendahuluan Waktu Pencuplikan Darah
Pada penelitian ini digunakan CCl4 sebagai agen untuk menginduksi
kerusakan hati. Dosis CCl4 yang digunakan adalah 2 mL/kgBB dan diberikan
secara intraperitoneal. Hal ini didasarkan pada penelitian sebelumnya dimana
dosis dan cara pemberian tersebut terbukti dapat menyebabkan efek hepatotoksik
tanpa menyebabkan kematian pada hewan uji (Janakat and Al-Merie, 2002).
Waktu pencuplikan darah ditetapkan dengan menggunakan 5 ekor tikus
yang diinduksi CCl4 dengan dosis 2 mL/kgBB. Sampel darah dari tikus diambil
melalui sinus orbitalis, dimana pencuplikan darah dilakukan pada 3 waktu yang
berbeda yaitu pada jam ke 0, 24 dan 48 setelah induksi CCl4. Waktu dimana
terjadi kenaikan kadar ALT tertinggi dipilih sebagai waktu pencuplikan darah
tikus yang telah terinduksi CCl4.
Penetapan Dosis EMHS
Berdasarkan hasil penelitian Abdou et al. (2012) pemberian ekstrak etanol
seledri pada dosis 300 mg/kgBB yang diadministrasikan secara oral pada hewan
uji tikus menunjukkan adanya aktivitas seledri sebagai antioksidan yang
signifikan. Mengacu dari hasil penelitian yang telah dilakukan

dimana pada

penelitian tersebut digunakan dosis ekstrak etanol seledri sebesar 300 mg/KgBB
maka pada penelitian ini EMHS akan dibuat menjadi tiga peringkat dosis yaitu
150, 300 dan 600 mg/KgBB. Berikut penghitungan tiga peringkat dosis:

7

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Dosis 300 mg/kgBB dinaikkan dan diturunkan sebanyak 2 kali
300 mg/kgBB : 2 = 150 mg/kgBB
300 mg/kgBB x 2 = 600 mg /kgBB
Sehingga didapatkan tiga peringkat dosis yaitu 150, 300 dan 600 mg/kgBB.
Pengelompokkan Hewan Uji
Jumlah hewan uji yang digunakan pada penelitian ini berjumlah 30 ekor
tikus betina galur Wistar yang dibagi rata ke dalam 6 kelompok secara acak.
Kelompok I diberi CCl4 dosis 2,0 mL/kgBB (i.p). Kelompok II diberi CMC Na
1% dengan dosis 20 mL/kgBB (p.o, selama 6 hari). Kelompok III diberi dosis
tertinggi EMHS yaitu 600 mg/kgBB (p.o, selama 6 hari). Kelompok IV-VI diberi
EMHS dengan dosis bertingkat yaitu 150, 300 dan 600 mg/kgBB (p.o, selama 6
hari) setelah itu diinduksi CCl4 dosis 2,0 mL/kgBB secara intraperitoneal pada
hari ke tujuh dengan sekali pemberian. Sampel darah diapatkan melalui sinus
orbitalis mata untuk kemudian dilakukan pengujian terhadap kadar ALT,
pengambilan darah kelompok I dilakukan pada hari kedua; kelompok II dan III
pada hari ketujuh dan kelompok IV-VI pada hari kedelapan.
Pengujian Kadar ALT
Pengujian kadar ALT dilakukan berdasarkan metode fotometri enzimatik.
Sampel darah yang telah didapatkan akan disentrifuge dengan kecepatan 12.000
rpm selama 2 menit atau 4000 rpm selama 15 menit. Serum hasil sentrifugasi
dimasukkan ke dalam tabung untuk diukur kadar ALTnya. Pengukuran kadar
ALT dilakukan menggunakan Spectrophotometer Microlab-300 dan pengukuran
ini dilakukan di Laboratorium Penelitian dan Pengujian Terpadu (LPPT)
Universitas Gadjah Mada. Pengukuran kadar ALT dilakukan dengan mencampur
100 µL serum dengan reagen mix 1000 µL hingga homogen. Reagen mix
merupakan campuran dari reagen 1 (TRIS, L-Alanine, LDH) dan 2 (2Oxoglutarae dan NADH) yang memiliki perbandingan 4:1, sehingga digunakan
reagen 1 sebanyak 800 µL dan reagen 2 sebanyak 200 µL. Setelah serum dan

8

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

reagen mix homogen, didiamkan selama 1 menit. Kadar ALT diukur pada panjang
gelombang 340 nm.
Pengumpulan dan Analisis Data
Data yang didapatkan pada penelitian ini adalah kadar serum ALT pada tikus
betina galur Wistar. Data dianalisis secara statistik dengan menggunakan “IBM
SPSS Statistics 22 Lisensi UGM” di pusat kajian CE&BU Yogyakarta. Data
tersebut dianalisis menggunakan Shapiro-Wilk untuk mengetahui normalitas pada
masing-masing kelompok. Jika nilai (p>0,05) maka sebaran data dikatakan
normal. Jika data terdistribusi normal dan variasinya sama, dilanjutkan dengan
analisis One Way ANOVA dengan taraf kepercayaan 95% untuk mengetahui
perbedaan dari masing-masing kelompok. Kemudian dilanjutkan uji post hoc
Tukey untuk melihat perbedaan masing-masing kelompok bermakna (p0,05). Bila sebaran tidak normal, dilakukan uji Kruskal-Wallis
dengan

post hoc Mann-Whitney untuk mengetahui kebermaknaan perbedaan

antar kelompok. Perhitungan persen hepatoprotektif terhadap hepatotoksin CCl4
diperoleh dengan rumus:

(Rohman, 2014)
HASIL DAN PEMBAHASAN
Determinasi, Penetapan Kadar Air dan Rendemen Ekstraksi.
Determinasi dilakukan dengan mencocokkan ciri-ciri yang dimiliki
tanaman yang akan dideterminasi dengan ciri-ciri yang berada pada buku acuan.
Bahan determinasi yang digunakan yaitu tanaman seledri segar yang terdiri dari
daun, batang hingga akar. Hasil determinasi menunjukkan bahwa sampel herba
seledri benar merupakan herba seledri yang termasuk ke dalam suku Apiaceae
dengan nama ilmiah Apium Graveolens L.

9

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Penetapan kadar air dilakukan dengan metode gravimetri. Setelah
dilakukan penetapan kadar air sebanyak 3 kali replikasi, dihasilkan rerata kadar
air sebesar 6,62 %. Hasil ini menunjukkan bahwa simplisia herba seledri yang
digunakan sudah sesuai dengan persyaratan mutu serbuk simpilia yang baik sesuai
dengan aturan pada Farmakope Herbal Indonesia yang menyatakan bahwa serbuk
simplisia seledri yang baik memiliki kadar air ≤ 10% (Depkes RI, 2010).
Selain determinasi dan juga penetapan kadar air pada penelitian ini juga
didapatkan total rendemen ekstraksi dari hasil maserasi yang telah dilakukan.
Dimana dari 400 gram serbuk simplisia herba seledri yang digunakan didapatkan
rendemen ekstraksi sebesar 97,3048 g (24 % b/b).
Kromatografi Lapis Tipis
Kromatografi Lapis Tipis (KLT) dilakukan untuk mengidentifikasi
keberadaan senyawa flavonoid yaitu apiin pada EMHS. Identifikasi apiin
dilakukan dengan menotolkan 20 µL sampel EMHS pada lempeng KLT yang
sudah dilapisi dengan fase diam berupa selulosa, kemudian lempeng dielusi
dengan eluen berupa campuran Toluene, 1-butanol, asam asetat, dan air dengan
perbandingan 2:2:1:5 (v/v). Ketika dicampur eluen akan memisah dan membentuk
dua lapisan cairan, identifikasi apiin pada EMHS digunakan lapis atas untuk
proses elusi karena campuran lapis memiliki kepolaran yang hampir sama dengan
senyawa apiin yang bersifat polar sehingga dapat mengelusi senyawa apiin
dengan baik pada proses KLT. Setelah elusi selesai kemudian plat dianginanginkan agar kering, ketika sudah kering kemudian lempeng disemprot dengan
menggunakan Sitroborat LP. Hasil positif yang menyatakan keberadaan senyawa
apiin pada EMHS akan ditunjukkan dengan adanya perpendaran berwarna hijau
kekuningan pada sinar UV dengan panjang gelombang 365 nm dan ketika
dilakukan penghitungan nilai Rf akan menghasilkan nilai Rf sebesar 0,30 sesuai
dengan nilai Rf teoritis yang spesifik terhadap senyawa apiin.
Berdasarkan hasil yang telah didapatkan EMHS dinyatakan terbukti
mengandung senyawa flavonoid berupa apiin,

10

hal ini dibuktikan dengan

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

terjadinya perbendaran berwarna hijau kekuningan pada plat KLT dibawah sinar
UV dengan panjang gelombang 365 nm dan hasil penghitungan Rf dari 4 kali
penotolan dalam satu plat berturut-turut sebesar 0,29; 0,31; 0,31 dan 0,30 dimana
hasil Rf yang didapatkan mendekati Rf teoritis senyawa apiin yaitu 0,30. Hasil
perlakuan KLT ditampilkan pada Tabel I dan Gambar 1.
Tabel I. Tabel hasil uji kromatografi lapis tipis (KLT)
No.
Totolan
1
2
3
4

Fase Gerak

Fase
Diam

Toluene: 1butanol:asa Selulosa
m asetat:Air
(2:2:1:5 v/v)

Pendeteksi

Sitroborat
dan UV
365 nm

Warna Pendaran

Rf

Hijau Kekuningan

0,29

Hijau Kekuningan

0,31

Hijau Kekuningan

0,31

Hijau Kekuningan

0,30

Gambar 1. Hasil elusi KLT EMHS
Keterangan: 1=Totolan 1, 2=Totolan 2, 3= Totolan 3, 4=Totolan 4.
Uji Pendahuluan Waktu Pencuplikan Darah
Karbon tetraklorida (CCl4) merupakan senyawa kimia yang digunakan
untuk menginduksi kerusakan hati pada hewan uji. Dosis CCl4 yang digunakan
dalam penelitian ini adalah 2 mL/kgBB yang diberikan secara intraperitoneal.
Bersasarkan penelitian sebelumya dosis dan juga rute pemberian CCl4 tersebut
11

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

terbukti dapat menyebabkan efek hepatotoksik tanpa menyebabkan kematian pada
tikus (Janakat and Al-Merie, 2002). Steasosis merupakan kerusakan khas yang
ditimbulkan akibat induksi CCl4. Steatosis dapat terjadi karena adanya peroksidasi
lipid akibat paparan radikal bebas yang berasal dari CCl4. Peroksidasi lipid yang
terjadi dapat menyebebkan terjadinya perlemakan hati atau steatosis hal ini
disebabkan karena adanya penurunan sintesis apoprotein di hati sehingga transpor
lemak dari sel hati yang keluar akan berkurang dengan demikian lemak tertimbun
dalam sel-sel hati (Tappi et al., 2013).
Metabolisme CCl4 oleh hati yang diaktifkan oleh enzim sitokrom P450
akan menghasilkan senyawa radikal yaitu berupa triklorometil (CCl3∙) dan
trichloromethylperoxy (CCl3O2∙) yang bersifat sangat reaktif sehingga dapat
menyebabkan terjadinya kerusakan pada hati (Hudgson, 2004). Menurut Dongare
et al. (2013) puncak kenaikan aktivitas serum ALT terjadi pada jam ke-24 dan
akan kembali normal pada jam ke-48 setelah induksi CCl4 diberikan. Hasil
pengukuran kadar ALT setelah induksi CCl4 pada jam ke- 0,24 dan 48
ditampilkan pada Tabel II, Tabel III dan Gambar 2.
Tabel II. Purata kadar ALT ± SE pada jam ke-0, 24 dan 48 setelah pemberian
CCl4 dengan dosis 2 mL/kgBB
Waktu Pencuplikan Darah

Rerata ALT ± SE (U/L)

Jam ke-0

42,30 ± 1,76

Jam ke-24

96,50 ± 14,03

Jam ke-48

39,52 ± 5,44

Tabel III. Hasil Uji post hoc kadar ALT setelah pemberian CCl4 2 mL/kgBB
pada jam ke-0, 24 dan 48.
Waktu Pencuplikan Darah

Jam ke-0

Jam ke-0
Jam ke-24
Jam ke-48

BB
BTB

Jam ke-24

Jam ke-48

BB

BTB
BB

BB

Keterangan: BB= Berbeda bermakna (p0,05)

12

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

120

Rerata ALT (U/L)

100
96,5

80
60
40
42,3

39,52

20
0
Jam Ke-0

Jam Ke-24

Waktu Pencuplikan Darah

Jam Ke-48

Gambar 2. Diagram batang aktivitas serum ALT pada jam ke-0, 24 dan 48
setelah pemberian CCl4 dengan dosis 2 mL/kgBB
Radikal bebas triklorometil (CCl3∙) yang dihasilkan akibat metabolisme
CCl4 oleh enzim sitokrom P450 akan membentuk senyawa radikal lain yaitu
trichloromethylperoxy (CCl3O2∙) setelah berikatan dengan O2. Senyawa radikal
trichloromethylperoxy merupakan senyawa radikal yang sangat reaktif yang dapat
merusak

lipid

pada

membran

retikulum

endoplasmik

selain

itu

trichloromethylperoxy juga dapat menyebabkan terjadinya peroksidasi lipid yang
berakibat rusaknya struktur dan fungsi sel serta dapat menyebabkan stress
oksidatif (Hodgson, 2004). Peroksidasi lipid yang terjadi dapat menyebabkan
cedera akut pada hepatosit (Hu et al., 2000). Cedera hepatosit menyebabkan
integritas membran sel rusak dan menyebabkan kebocoran ke sirkulasi darah salah
satunya ALT sehingga mengakibatkan kenaikan konsentrasi ALT pada serum
darah (Khan et al., 2012).
ALT merupakan enzim yang dijadikan sebagai parameter spesifik terjadinya
kerusakan hati. Hal ini disebabkan karena kadar ALT pada hepar lebih tinggi dari
kadar transaminase lainnya seperti AST. Selain itu, enzim ALT bersifat lebih
spesifik karena hanya dapat ditemukan di organ hati saja tidak seperti AST yang
juga dapat ditemukan pada organ jantung dan otot rangka (Kee, 2008). Hasil
analisis statistik menunjukkan perbedaan bermakna (p=0,022) antara kadar ALT
pada jam ke-0 (42,30 ± 1,76) dengan jam ke-24 (96,50 ± 14,03). Kadar ALT pada
jam ke-0 menggambarkan kondisi normal hati hewan uji sebelum pemberian CCl4.

13

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Kenaikan kadar ALT pada jam ke-24 setelah pemberian CCl4 menandakan bahwa
telah terjadi gangguan pada fungsi hati yang menyebabkan pelepasan enzim ALT
ke sirkulasi darah. Untuk memastikan bahwa kenaikan tertinggi kadar ALT terjadi
pada jam ke-24 maka dilakukan pengukuran terhadap kadar ALT pada jam ke-48
setelah pemberian CCl4. Hasil analisis statistik menunjukkan perbedaan bermakna
(p=0,004) antara kadar ALT pada jam ke-24 dengan jam ke-48 (39,52 ± 5,44) dan
perbedaan tidak bermakna (p=0,675) antara kadar ALT pada jam ke-0 dengan jam
ke-48 sehingga dapat dipastikan bahwa kadar ALT pada jam ke-48 sudah kembali
ke kadar normalnya.
Berdasarkan hasil yang telah di dapatkan dapat disimpulkan bahwa jam
ke-24 setelah induksi CCl4 ditetapkan sebagai waktu pencuplikan darah hewan uji
karena, pada jam ke-24 terbukti merupakan waktu dimana terjadi kenaikan
tertinggi kadar ALT setelah induksi CCl4. Oleh karena itu pada perlakuan
kelompok I (kontrol CCl4) pencuplikan darah dilakukan pada hari kedua dan
untuk kelompok IV, V dan VI pencuplikan darah dilakukan pada hari kedelapan.
Pengaruh Pemberian EMHS terhadap Kadar ALT pada Tikus Betina Galur
Wistar Terinduksi Karbon Tetraklorida
Pada penelitian kali ini terdapat 6 kelompok perlakuan yaitu kelompok I
(CCl4), kelompok II (CMC-Na), kelompok III (Kontrol dosis EMHS), kelompok
IV, V dan VI (perlakuan 3 variasi dosis 150, 300 dan 600 mg/kgBB). Parameter
kerusakan hati dilihat melalui kenaikan aktivitas dari enzim ALT. Waktu
pencuplikan darah dilakukan pada jam ke-24 setelah induksi CCl4 berdasarkan
hasil tersebut pengambilan darah perlakuan kelompok I (kontrol CCl4) dilakukan
pada hari kedua dan untuk kelompok IV, V dan VI pencuplikan darah dilakukan
pada hari kedelapan.
Data yang didapatkan pada penelitian ini berupa kadar ALT hewan uji
tikus. Setelah data didapatkan maka dilanjutkan dengan uji statistik, berupa uji
Shapiro-Wilk, One Way ANOVA, Levene Test dan post hoc Tukey. One Way
ANOVA digunakan karena hasil dari pengujian Shapiro-Wilk menunjukkan

14

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

bahwa semua data terdistribusi secara normal, sedangkan post hoc Tukey dipilih
karena hasil dari pengujian Levene Test menunjukkan bahwa variasi dari data
yang ada dinyatakan homogen. Hasil pengukuran kadar ALT ditampilkan pada
Tabel IV, V, dan Gambar 3.
Tabel IV. Pengaruh EMHS erhadap kadar ALT pada tikus betina galur Wistar
Kelompok

Rerata ALT ± SE (U/L)

% Hepatoprotektif
ALT

I

86,72 ± 8,70

II

42,88 ± 2,29

III

33,06 ± 1,15

IV

50,92 ± 1,70

82 %

V

47,26 ± 2,26

90 %

VI

43,58 ± 1,76

98 %

terinduksi karbon tetraklorida
Keterangan: I: Kontrol CCl4; II: Kontrol CMC-Na; III: Kontrol Dosis EMHS;
IV: Dosis EMHS 150 mg/kgBB + CCl4; V: Dosis EMHS 300 mg/kgBB + CCl4;
VI: Dosis EMHS 600 mg/kgBB + CCl4.
Tabel V. Hasil uji post hoc kadar ALT kelompok perlakuan
Kelompok I

II

III

IV

V

VI

I

BB

BB

BB

BB

BB

BTB

BTB

BTB

BTB

BB

BTB

BTB

BTB

BTB

II

BB

III

BB

BTB

IV

BB

BTB

BB

V

BB

BTB

BTB

BTB

VI

BB

BTB

BTB

BTB

BTB
BTB

Keterangan: BB= Berbeda bermakna (p0,05); I: Kontrol CCl4; II: Kontrol CMC-Na; III: Kontrol Dosis EMHS; IV:
Dosis EMHS 150 mg/kgBB + CCl4; V: Dosis EMHS 300 mg/kgBB + CCl4; VI:
Dosis EMHS 600 mg/kgBB + CCl4.

15

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

100

Rerata ALT (U/L)

80

86,72

60
50,92
40

42,88

47,26

43,58

33,06
20

0
Kontrol CCL4 Kontrol CMC- Kontrol Dosis Dosis EMHS
Dosis EMHS
Dosis EMHS
Na
EMHS
150 mg/kgBB 300 mg/kgBB 600 mg/kgBB

Kelompok

Gambar 3. Diagram batang pengaruh pemberian EMHS terhadap kadar ALT
pada tikus betina galur Wistar terinduksi CCl4
Kontrol CMC-Na
Kontrol negatif yang digunakan pada penelitian kali ini adalah CMC-Na
dengan konsentrasi 1%. Pengujian terhadap kelompok kontrol CMC-Na bertujuan
untuk mendapatkan gambaran mengenai kondisi normal hati hewan uji. Pada
penelitian ini CMC-Na akan digunakan sebagai pelarut dari EMHS sebelum
diberikan ke hewan uji secara peroral. CMC-Na dipilih karena dalam
penggunaannya dinyatakan tidak berpengaruh terhadap kenaikan kadar ALT dan
menunjukkan gambaran histopatologi hati yang normal dari hewan uji (Kiran et
al., 2012). Hasil penghitungan menujukkan bahwa kadar ALT hewan uji sebesar
42,88 ± 2,29 U/L. Berdasarkan hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa CMC-Na
yang digunakan sebagai kontrol negatif tidak menginduksi kenaikan kadar ALT
pada hewan uji, karena dengan pemberiannya selama 6 hari berturut-turut,
menunjukkan bahwa kadar ALT hewan uji tidak mengalami peningkatan dan
masih dalam kadar yang normal.

16

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Kontrol CCl4
Pada penelitian ini karbon tetraklorida (CCl4) digunakan sebagai agen
hepatotoksik untuk menginduksi kerusakan hati pada hewan uji. CCl4 dilarutkan
dalam olive oil dan dibuat dengan konsentrasi 50% dengan perbandingan 1:1.
Olive oil digunakan sebagai pelarut karena tidak berpengaruh terhadap kenaikan
kadar ALT menunjukkan gambaran histipatologi hati yang normal dari hewan uji
(Huang et al., 2010). Dosis CCl4 yang digunakan dalam penelitian ini adalah 2
mL/kgBB

dan

diberikan

secara

intraperitoneal.

Berdasarkan

penelitian

sebelumnya dosis dan juga rute pemberian CCl4 tersebut terbukti dapat
menyebabkan efek hepatotoksik tanpa menyebabkan kematian pada hewan uji
tikus (Janakat and Al-Merie, 2002).
Berdasarkan hasil uji pendahulian, pencuplikan darah dilakukan pada jam
ke-24 setelah induksi CCl4. Hasil statistik menunjukkan bahwa kelompok kontrol
CCl4 (86,72 ± 8,70 U/L) dinyatakan berbeda bermakna (p=0,000) dengan kontrol
CMC-Na (42,88 ± 2,29 U/L). Kenaikan kadar ALT sebesar 2 kali kadar normal
pada jam ke-24 setelah induksi CCl4 menandakan bahwa CCl4 terbukti dapat
menyebabkan kerusakan akut pada hepar hewan uji sehingga dapat dijadikan
sebagai agen hepatotoksik. Kerusakan organ hati akibat CCl4 diakibatkan oleh
metabolisme CCl4 oleh hati yang diaktifkan oleh enzim sitokrom P450 akan
menghasilkan

senyawa

radikal

yaitu

berupa

triklorometil

(CCl3∙)

dan

trichloromethylperoxy (CCl3O2∙) yang bersifat sangat reaktif sehingga dapat
menyebabkan terjadinya kerusakan pada hati (Hudgson, 2004).
Kontrol Dosis EMHS
Pengujian yang dilakukan terhadap kelompok kontrol dosis EMHS
bertujuan untuk mengetahui pengaruh EMHS terhadap kadar atau aktivitas enzim
ALT setelah perlakuan selama 6 hari berturut-turut. Dosis yang digunakan untuk
kontrol EMHS adalah dosis tertinggi yaitu 600 mg/kgBB. Dosis tertinggi dipilih
karena dianggap dapat mewakili dua peringkat dosis lainnya yaitu 150 dan 300
mg/kgBB. Hasil statistik menunjukkan bahwa perbandingan kontrol dosis EMHS

17

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

(33,06 ± 1,15 U/L) dinyatakan berbeda tidak bermakna (p=0,508) dengan
kelompok kontrol CMC-Na (42,88 ± 2,29 U/L). Berdasarkan hasil tersebut dapat
disimpulkan bahwa EMHS tidak menginduksi kenaikan kadar ALT, karena
dengan pemberian dosis tertinggi dari EMHS yaitu dosis 600 mg/kgBB selama 6
hari berturut-turut terhadap hewan uji menunjukkan bahwa kadar ALT hewan uji
tidak mengalami peningkatan dan masih dalam kadar yang normal. Pemberian
dosis tertinggi dari EMHS tidak menginduksi kenaikan kadar ALT pada hewan uji
karena di dalam EMHS tidak terdapat senyawa yang dapat merusak organ hati
seperti radikal bebas, namun justru di dalamnya terkandung senyawa flavonoid
jenis apiin yang dapat berperan sebagai an

Dokumen yang terkait

Efek hepatoprotektif jangka pendek infusa biji atung (Parinarium glaberimum Hassk) pada tikus jantan galur wistar terinduksi karbon tetraklorida

0 2 66

Efek hepatoprotektif jangka panjang ekstrak etanol 70% biji atung (Parinarium glaberrimum Hassk.) pada tikus jantan galur wistar terinduksi karbon tetraklorida

0 0 52

Efek hepatoprotektif jangka panjang infusa biji atung (Parinarum glaberimum Hassk.) pada tikus jantan galur wistar terinduksi karbon tetraklorida

0 0 63

Efek hepatoprotektif jangka pendek ekstrak etanol 70% biji atung (Parinarium glaberimum Hassk.) pada tikus jantan galur wistar terinduksi karbon tetraklorida

0 0 47

Efek hepatoprotektif jangka pendek ekstrak metanol-air daun macaranga tanarius L. terhadap tikus terinduksi karbon tetraklorida - USD Repository

0 0 104

Efek antihepatotoksik infusa herba mimosa pigra L. terhadap tikus putih jantan galur wistar terinduksi karbon tetraklorida - USD Repository

0 0 143

Efek hepatoprotektif jangka pendek ekstrak metanol biji persea americana mill. terhadap tikus terinduksi karbon tetraklorida - USD Repository

0 0 128

Efek hepatoprotektif infusa daun macaranga tanarius L. pada tikus jantan galur wistar terinduksi karbon tetraklorida - USD Repository

0 0 106

Efek hepatoprotektif pemberian infusa herba mimosa pigra l. selama enam hari pada tikus jantan terinduksi karbon tetraklorida - USD Repository

0 0 136

Efek hepatoprotektif ekstrak etanol daun swietenia mahagoni (l.) jacq. pada tikus jantan galur wistar terinduksi karbon tetraklorida - USD Repository

0 0 112