PENGGUNAAN JASA PENAGIH HUTANG (AGENCY PENAGIH) DALAM PENAGIHAN HUTANG KARTU KREDIT DI BANK BNI CABANG DENPASAR.

(1)

i

SKRIPSI

PENGGUNAAN JASA PENAGIH HUTANG (

AGENCY

PENAGIH) DALAM PENAGIHAN HUTANG KARTU

KREDIT DI BANK BNI CABANG DENPASAR

NI AYU PUTU MERY ASTUTI

NIM. 1203005137

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS UDAYANA

DENPASAR

2016


(2)

ii

PENGGUNAAN JASA PENAGIH HUTANG (

AGENCY

PENAGIH) DALAM PENAGIHAN HUTANG KARTU

KREDIT DI BANK BNI CABANG DENPASAR

Skripsi ini dibuat untuk memperoleh Gelar Sarjana Hukum

Pada Fakultas Hukum Universitas Udayana

NI AYU PUTU MERY ASTUTI

NIM. 1203005137

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS UDAYANA

DENPASAR

2016


(3)

iii

Lembar Persetujuan Pembimbing

SKRIPSI INI TELAH DISETUJUI

PADA TANGGAL : 02 MEI 2016

PEMBIMBING I

Dr. I Wayan Wiryawan, SH., MH.

NIP. 19550306 198403 1 003

PEMBIMBING II

Dr. Dewa Gde Rudy, SH., M.Hum.

NIP. 19590114 198601 1 001


(4)

iv

SKRIPSI INI TELAH DIUJI

PADA TANGGAL : 17 JUNI 2016

Panitia Penguji Skripsi

Berdasarkan Surat Keputusan Dekan Fakultas Hukum Universitas Udayana

Nomor : 179/UN14.1.11/PP.05.02/2016 Tanggal : 19 Mei 2016

Pembimbing I

: Dr. I Wayan Wiryawan, SH., MH.

(………)

NIP. 19550306 198403 1 003

Pembimbing II : Dr. Dewa Gde Rudy, SH., M.Hum.

(……….……...)

NIP. 19590114 198601 1 001

Anggota

: Dr. I Ketut Westra, SH., MH.

(………)

NIP. 19580917 198601 1 002

: A.A. Sri Indrawati, SH., MH.

(……...………

.)

NIP. 19571014 198601 2 001

: Suatra Putrawan, SH., MH.

(……...………..)


(5)

v

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadapan Ida Sang Hyang Widhi Wasa atas

segala rahmat dan karunia-Nya

penulisan skripsi yang berjudul “

PENGGUNAAN

JASA PENAGIH HUTANG (

AGENCY

PENAGIH) DALAM PENAGIHAN

HUTANG KARTU KREDIT DI BANK BNI CABANG DENPASAR

” ini, dapat

terselesaikan. Penulisan skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk dapat

memperoleh gelar Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Udayana.

Penulis berharap semoga skripsi ini memenuhi kriteria salah satu syarat untuk

memperoleh gelar Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Udayana.

Penulisan skripsi ini terselesaikan atas bantuan dari berbagai pihak baik

langsung maupun tidak langsung. Oleh karena itu, melalui kesempatan yang baik

ini penulis mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada :

1.

Bapak Prof. Dr. I Made Arya Utama, SH., M.Hum., Dekan Fakultas Hukum

Universitas Udayana;

2.

Bapak Dr. Gde Made Swardhana, SH., MH., Pembantu Dekan I Fakultas

Hukum Universitas Udayana;

3.

Ibu Dr. Ni Ketut Sri Utari, SH., MH., Pembantu Dekan II Fakultas Hukum

Universitas Udayana;

4.

Bapak Dr. I Gede Yusa, SH., MH., Pembantu Dekan III Fakultas Hukum

Universitas Udayana;

5.

Bapak Dr. I Wayan Wiryawan, SH., MH., selaku Dosen Pembimbing I,

Pembimbing Akademik, dan sekaligus Ketua Bagian Hukum Bisnis yang


(6)

vi

telah sabar memberikan bimbingan, petunjuk, saran dan motivasi kepada

penulis dalam menyelesaikan penulisan skripsi ini;

6.

Bapak Dr. Dewa Gde Rudy, Dosen Pembimbing II yang telah sabar dan

meluangkan waktunya untuk membimbing penulis menyelesaikan penulisan

skripsi ini;

7.

Bapak dan Ibu Dosen Fakultas Hukum Universitas Udayana yang telah

memberikan ilmu pengetahuan selama kuliah kepada penulis;

8.

Bapak dan Ibu Staf Laboratorium Hukum, Perpustakaan, dan Tata Usaha

Fakultas Hukum Universitas Udayana;

9.

Bapak Made Dwi Januartawan, selaku SPV Collection Card BNI LNC

Denpasar yang telah memberikan informasi terkait penulisan skripsi ini;

10.

Kepada kedua orang tua saya, I Gusti Ketut Mudia dan Suparti, yang telah

memberikan doa dan dukungan kepada penulis untuk menyelesaikan skripsi

ini;

11.

Kepada saudara terdekat penulis, Raditya Ari, Andrias Sapto Nugroho, Wika,

Diaz, dan Varo yang selalu memberikan dukungan semangat kepada penulis

untuk menyelesaikan skripsi ini;

12.

Kepada sahabat-sahabat penulis Pepi, Andirini, Anastasia, Tiara (PANAT),

Suksma, Widya, Luqman, Agus Indra, yang senantiasa memberikan dukungan

dan doa dari jauh. Sahabat YOLO (Rangga, Adel, Jerry, Idon, Esbe, Genta,

Mogek Ai, Ciras, Diska, Noving, Cida, Rahde), BAPER (Cipar, Monique,

Adel, Vita, Esbe), teman-teman KKN Kaliakah terutama Tofan, Kael,


(7)

vii

Moleng, Arya, Rai, Lyming, dan Ulan yang selalu menemani penulis dalam

susah maupun senang;

13.

Kepada teman-teman penulis dalam organisasi tercinta SCIL: Ce There, Kak

Aldo, Kak Diah, Kak Stephany, Kak Nanda, Kak Alit, Kak Wahyu, Kak

Wahyuni, Dewi Lestari, Gunggus Surya, Dwi Krisna Arjati, Yuda, Keke,

Rina, Utik, Alia, Andri Sena, Desak Putri, Fendi, Genia, Cynfeb, Vica, Anja,

dan SCILers yang tidak dapat disebutkan satu persatu. Teman-teman kelas C

Renatha, Deno, Krisna Adhi, Moje, Alin, Anggiana DC, Gek Linda, Dayu

Padma, Elsye, Theresia Adelina, dll. yang telah berjuang bersama-sama

menempuh ilmu;

14.

Teman-teman penulis lainnya seperti Bima, Gek In, Boldes, Mitha Rosa,

Nanda, Lolita Dyandra, Kak Hima, Keanu, Agung Wedantha, Sabo dan

rekan-rekan angkatan 2012 yang telah menumbuhkan tali persahabatan yang tak kan

terlupa.

Penulis menyadari sepenuhnya masih banyak kekurangan dalam penulisan

hasil penelitian ini. Dengan kerendahan hati, penulis menghargai dan menerima

kritik dan saran demi kesempurnaan skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat

bermanfaat, baik sebagai bahan bacaan maupun untuk pengetahuan bagi yang

memerlukan.

Denpasar, 02 Mei 2016


(8)

viii

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN SAMPUL DALAM ... i

HALAMAN PRASYARAT GELAR SARJANA ... ii

HALAMAN PERSERTUJUAN PEMBIMBING ... iii

HALAMAN PENGESAHAN PENGUJI ... iv

KATA PENGANTAR ... v

DAFTAR ISI ... viii

HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN ... xii

ABSTRAK ... xiii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang Masalah ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 5

1.3 Ruang Lingkup Masalah ... 6

1.4 Orisinalitas Penelitian ... 6


(9)

ix

1.5.1 Tujuan Umum ... 9

1.5.2 Tujuan Khusus ... 9

1.6 Manfaat Penelitian ... 10

1.6.1 Manfaat Teoritis ... 10

1.6.2 Manfaat Praktis ... 10

1.7 Landasan Teoritis ... 11

1.7.1 Asas Mengikatnya Kontrak (

Pacta Sun Servanda

) ... 11

1.7.2 Teori Kewenangan ... 12

1.7.3 Teori Penegakan Hukum ... 13

1.8 Hipotesis ... 14

1.9 Metode Penelitian ... 15

1.9.1 Jenis Penelitian ... 15

1.9.2 Jenis Pendekatan ... 16

1.9.3 Sifat Penelitian ... 16

1.9.4 Data dan Sumber Data ... 17

1.9.5 Teknik Pengumpulan Data ... 18


(10)

x

1.9.7 Teknik Pengolahan dan Analisis Data ... 19

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI

AGENCY

PENAGIH

DAN

KARTU KREDIT ... 21

2.1

Agency

Penagih

...

21

2.1.1 Pengertian

Agency

Penagih ... 21

2.1.2 Sejarah Munculnya

Agency

Penagih ... 22

2.1.3 Tugas dan Wewenng

Agency

Penagih... 24

2.1.4 Pengaturan Mengenai

Agency

Penagih Dalam Sistem Perbankan

... 24

2.2 Kredit dan Kartu Kredit ... 27

2.2.1 Pengertian Kredit ... 27

2.2.2 Pengertian Kartu Kredit ... 34

2.2.3 Perkembangan Kartu Kredit di Indonesia ... 37

2.2.4 Manfaat dan Kerugian Kartu Kredit ... 39

2.2.5 Penagihan Hutang Kartu Kredit ... 42

BAB III PENERAPAN PENGGUNAAN JASA

AGENCY

PENAGIH DALAM

PENAGIHAN HUTANG KARTU KREDIT OLEH BANK BNI

CABANG DENPASAR ... 51


(11)

xi

3.1 Pemberian Wewenang Oleh Bank BNI Kepada

Agency

Penagih Dalam

Penagihan Hutang Kartu Kredit ... 51

3.2 Mekanisme Penagihan Hutang Kartu Kredit yang Diterapkan Oleh

Bank BNI LNC Denpasar ... 54

BAB IV UPAYA YANG DAPAT DILAKUKAN ATAS TINDAKAN

AGENCY

PENAGIH YANG MELAWAN HUKUM ... 59

4.1 Upaya Hukum yang Dapat Ditempuh Nasabah Apabila Tindakan

Agency

Penagih Melawan Hukum ... 59

4.2 Penerapan Sanksi Terhadap

Agency

Penagih

yang Melanggar Ketentuan

Perundang-Undangan... 79

BAB V PENUTUP ... 88

5.1 Simpulan ... 88

5.2 Saran ... 89

DAFTAR PUSTAKA ... 91

RINGKASAN


(12)

xii

SURAT PERNYATAAN KEASLIAN

Dengan

ini

penulis

menyatakan

bahwa

Karya

Ilmiah/Penulisan

Hukum/Skripsi ini merupakan hasil karya asli penulis, tidak terdapat karya yang

pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi

manapun, dan sepanjang pengetahuan penulis juga tidak terdapat karya atau

pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh penulis lain, kecuali yang secara

tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Apabila Karya Ilmiah/Penulisan Hukum/Skripsi ini terbukti merupakan

duplikasi ataupun plagiasi dari hasil karya penulis lain dan/atau dengan sengaja

mengajukan karya atau pendapat yang merupakan hasil karya penulis lain, maka

penulis bersedia menerima sanksi akademik dan/atau sanksi hukum yang berlaku.

Demikian Surat Pernyataan ini saya buat sebagai pertanggungjawaban

ilmiah tanpa ada paksaan maupun tekanan dari pihak manapun juga.

Denpasar, 02 Mei 2016

Yang menyatakan,

(Ni Ayu Putu Mery Astuti)

NIM. 1203005137


(13)

xiii

ABSTRAK

Pada umumnya, penggunaan istilah

Agency

Penagih dalam dunia

perbankan bukanlah hal yang baru. Penggunaan jasa

Agency

Penagih bukan hanya

diterapkan di Indonesia, diluar negeri pun juga jasa ini dipakai untuk menagih

hutang-hutang debitur yang menumpuk, termasuk pada salah satu bank terbesar di

Indonesia yaitu BNI. Penggunaan jasa

Agency

Penagih dianggap sah selama dalam

proses penagihannya dilakukan dengan tata cara yang tidak melawan hukum.

Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian empiris, yakni

pendekatan masalah yang diteliti dengan sifat hukum yang nyata atau sesuai

kenyataan yang hidup di dalam masyarakat. Penelitan hukum empiris pada

hakikatnya meneliti hukum dalam penerapannya di kehidupan masyarakat.

Agency

Penagih adalah pihak ketiga yang menghubungkan antara kreditur

dengan debitur dalam hal penagihan hutang kartu kredit. Penagihan tersebut hanya

dilakukan apabila kualitas tagihan kredit yang dimaksud telah termasuk dalam

kategori kolektibilitas diragukan, macet, dan bermasalah.

Agency

Penagih

ini

muncul ketika suatu bank tidak ingin memilih jalur hukum perdata hanya untuk

menagih hutang debiturnya sehingga pihak bank lebih memilih penagihan dengan

melalui pihak ketiga. Namun, tidak sedikit tindakan para

Agency

Penagih

yang

dikaitkan dengan tindakan ancaman bahkan kekerasan terhadap para nasabah.

Walaupun belum ada peraturan khusus yang mengatur secara rinci mengenai

Agency

Penagih dalam sistem perbankan di Indonesia, namun BNI mengikuti

standarisasi tata cara penagihan yang terdapat dalam Peraturan Bank Indonesia

Nomor 14/2/PBI/2012 Tentang Perubahan Atas Peraturan Bank Indonesia Nomor

11/11/PBI/2009 Tentang Penyelenggaraan Kegiatan Alat Pembayaran dengan

Menggunakan Kartu (APMK)

juncto

Surat Edaran Bank Indonesia Nomor

14/20/DPNP Perihal Prinsip Kehati-hatian bagi Bank Umum yang Melakukan

Peyerahan Sebagian Pelaksanaan Pekerjaan kepada Pihak Lain.


(14)

xiv

ABSTRACT

In general, the use of term Collection Agency is not a new thing in banking.

The use of it services not only applied in Indonesia, even in some foreign countries

the service is also used to charge the debtor’s debts, which are pilling up,

including one of the largest bank in Indonesia, named BNI. The usage of a

Collection Agency can be considered as lawful if only the process is done in

manner, which is not against the law.

The method used is the method of empirical research; the approach to

examined the problems by real legal nature or according realities of life in the

community. Research examines empirical law essentially law in its application in

public life.

Collection Agency is a third party that connects between the creditor and

debtor in the case of credit card debt collection. Billing is only done if the quality

of credit bill has been categorized as doubtful, jams, and problematic. Collection

Agency arises when a bank does not want to choose the path of civil law only to

collect the debt the debtor so that the banks prefer billing by a third party.

However, many actions of the Collection Agency that is associated with the actions

of threats and violence against customers. Although there are no specific

regulations governing the details of the Collection Agency in the banking system in

Indonesia, but BNI follow standardized procedures for billing contained in Bank

Indonesia Regulation Number 14/2 / PBI / 2012 on Amendment to Bank Indonesia

Regulation Number 11/11 / PBI / 2009 on the Implementation of Activity Based

Payment Instrument Card (APMK) in conjunction with Bank Indonesia Circular

Letter No. 14/20 / DPNP Concerning Precautionary principle for Banks

Performing Submission Most Implementation Work to Others.


(15)

1

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Di era globalisasi saat ini, perbankan memiliki peran yang sangat penting dalam rangka mencapai tujuan nasional meningkatkan taraf hidup masyarakat. Setiap negara mempunyai rencana ekonomi jangka panjang yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan masyarakatnya. Perbankan merupakan salah satu sektor ekonomi yang peranaannya sangat besar dalam mendukung aktivitas dan pelaksanaan pembangunan dalam rangka mewujudkan tujuan pembangunan nasional.

Pengertian Bank dalam Pasal 1 ayat (2) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan (selanjutnya disebut UU Perbankan) adalah:

“Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak.” Peran bank dalam mendukung kegiatan perekonomian cukup besar karena Bank memberikan jasa dalam lalu lintas peredaran uang.1 Bank dengan aktivitasnya juga merupakan urat nadi perekonomian nasional.

Salah satu jenis layanan jasa perbankan yang cukup klasik ialah memberi kredit kepada nasabahnya.2 Pada hakekatnya pemberian kredit didasarkan atas kepercayaan, yang berarti bahwa pemberian kredit adalah pemberian kepercayaan       

1.

Hermansyah, 2011, Hukum Perbankan Nasional Indonesia, Kencana, Jakarta, h.7.

2.


(16)

2 oleh Bank sebagai pemberi kredit, dimana prestasi yang diberikan benar-benar sudah diyakini akan dapat dibayar kembali oleh penerima kredit sesuai dengan syarat yang telah disetujui bersama.3 Kepercayaan terhadap calon debitur adalah hal yang paling penting dalam pemberian kredit terhadap calon debitur. Dana yang akan diberikan pada calon debitur harus dipastikan akan digunakan sesuai dengan tujuan dan akan dikembalikan lagi kepada Bank sesuai jangka waktu dalam perjanjian yang telah disetujui.

Dalam bahasa latin kredit disebut “Credere” yang artinya percaya. Maksudnya, si pemberi kredit percaya kepada si penerima kredit, bahwa kredit yang disalurkan pasti akan dikembalikan sesuai perjanjian.4 Namun pemberian kredit ini beresiko dan berpengaruh cukup besar bagi tingkat kesehatan Bank.

Dalam pemberian kredit, resiko yang paling sering dijumpai adalah keadaan dimana nasabah sudah tidak dapat menyanggupi pembayaran dari sebagian atau seluruh kewajibannya kepada pihak Bank. Hal ini dikarenakan penggunaan kartu kredit untuk pengeluaran yang tidak diperlukan. Masyarakat tentunya harus tetap berhati-hati pada penggunaan kartu kredit agar akhirnya tidak menyulitkan pembayarannya. Kredit bermasalah atau kredit bermasalah dapat terjadi dikarenakan nasabah atau debitur melanggar unsur pemberian kredit yang diberikan oleh Bank atau kreditur, yaitu:5

1) “Kepercayaan, keyakinan pemberi kredit bahwa kredit yang diberikan (baik berupa uang, barang atau jasa) akan benar-benar diterima kembali di masa yang akan datang sesuai jangka waktu kredit.

       3.

Thomas Suyatno, et. Al., 1999, Dasar-Dasar Perkreditan, PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, h. 44.

4.

Kasmir, 2005, Dasar-Dasar Perbankan, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, h.101.

5.


(17)

3 2) Kesepakatan, yaitu kesepakatan antara si pemberi kredit dengan si

penerima kredit yang dituangkan dalam suatu perjanjian dimana masing-masing pihak menandatangani hak dan kewajibannya masing-masing-masing-masing. 3) Jangka waktu, masa pengembalian kredit yang telah disepakati bersama.

Jangka waktu tersebut dapat berupa jangka waktu yang pendek, menengah, ataupun jangka panjang.

4) Resiko, adanya suatu tenggang waktu pengembalian akan menyebabkan suatu resiko tidak tertagihnya/macet pemberian kredit.

5) Balas jasa, keuntungan atas pemberian suatu kredit atau pembiayaan yang dikenal sebagai bunga Bank konvensional atau bagi hasil untuk Bank Syariah.”

Apabila debitur tidak dapat mengembalikan uang kepada Bank seperti yang telah diperjanjikan, pihak Bank memerlukan usaha yang besar untuk menagih hutang. Salah satu jasa yang dipergunakan Bank untuk menagih hutang adalah melalui jasa Agency Penagih. Agency Penagih adalah pihak ketiga yang menghubungkan antara debitur dan kreditur yang bertugas menagih hutang terhadap kredit bermasalah. Hal ini tercantum dalam Pasal 17B Peraturan Bank Indonesia Nomor 14/2/PBI/2012 Tentang Perubahan Atas Peraturan Bank Indonesia Nomor 11/11/PBI/2009 Tentang Penyelenggaraan Kegiatan Alat Pembayaran Dengan Menggunakan Kartu, yaitu:

(1) “Dalam melakukan penagihan Kartu Kredit, Penerbit wajib mematuhi pokok-pokok etika penagihan utang Kartu Kredit.

(2) Penerbit Kartu Kredit wajib menjamin bahwa penagihan utang Kartu Kredit, baik yang dilakukan oleh Penerbit Kartu Kredit sendiri atau menggunakan penyedia jasa penagihan, dilakukan sesuai dengan ketentuan Bank Indonesia serta peraturan perundang-undangan yang berlaku.

(3) Dalam hal penagihan utang Kartu Kredit menggunakan jasa pihak lain sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Penerbit wajib menjamin bahwa: a. kualitas pelaksanaan penagihannya sama dengan jika dilakukan sendiri

oleh Penerbit;

b. pelaksanaan penagihan utang Kartu Kredit hanya untuk utang Kartu Kredit dengan kualitas tertentu.

(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai pokok-pokok etika penagihan utang Kartu Kredit sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan kualitas utang Kartu Kredit yang penagihannya dapat dialihkan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf b, diatur dengan Surat Edaran Bank Indonesia.”


(18)

4 Adapun ketentuan lebih lanjut mengenai jasa Agency Penagih diatur dalam Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 14/20/DPNP Perihal Prinsip Kehati-hatian bagi Bank Umum yang Melakukan Penyerahan Sebagian Pelaksanaan Pekerjaan kepada Pihak Lain.

Jadi, Agency Penagih bukanlah merupakan karyawan dari Bank tersebut namun Agency Penagih merupakan pihak ketiga diluar Bank yang diberi kuasa oleh pihak Bank dalam menagih hutang debitur yang mengalami kredit bermasalah. Permasalahan yang banyak muncul dewasa ini adalah tindakan Agency Penagih dalam menagih hutang yang menjurus ke tindakan melawan hukum yang dilakukan kepada debitur. Tindakan-tindakan inilah yang membuat debitur was-was dan lebih berhati-hati dalam melakukan kredit.

Seperti kasus yang dialami oleh Bank Negara Indonesia (BNI) pada Tahun 2014 silam. Seorang nasabah BNI menuntut ganti kerugian material dan imaterial kepada bank BUMN itu sebesar Rp 7.284.000.000 atas tindakan Agency Penagih nya dalam menagih hutang yang menggunakan kekerasan. Kejadian pemukulan bermula saat seseorang bernama Agustinus mendatangi BNI untuk mengonfirmasikan tagihan kartu kredit milik kakaknya. Agustinus mendatangi bank, lantaran mendapatkan tagihan kartu kredit via telepon pada awal Maret 2014 lalu. Saat itu Agustinus kaget dengan tagihan, sebab kakaknya sudah melunasi tagihan kartu kredit pada 28 Februari 2013. Saat menagih via telepon, pihak bank menyampaikan adanya tunggakan sebesar Rp 5 juta. Dan pihak bank lagi-lagi menjanjikan pelunasan jika pihak kakak Agus mau membayar Rp1,9 juta. Lantaran enggan membayar, Agustinus datang ke bank untuk konfirmasi dan


(19)

5 meminta surat pelunasan. Sesampainya di bank dan bertemu pihak bank, terjadi percekcokan karena Agus meminta surat pelunasan dari pihak bank. Pada saat korban hendak pulang, ia dihampiri oleh seseorang pemilik agensi Agency Penagihyang bekerja sama dengan bank tersebut. tiba-tiba ia dianiaya dan dipukul di bagian pipinya hingga ia terluka pada rahangnya.

Berdasarkan Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 14/20/DPNP Perihal Prinsip Kehati-hatian bagi Bank Umum yang Melakukan Penyerahan Sebagian Pelaksanaan Pekerjaan kepada Pihak Lain, tindakan Agency Penagih Bank BNI dalam kasus diatas sudah melawan hukum dengan menggunakan jalur kekerasan. Hal ini tidak sesuai dengan prinsip kehati-hatian yang diterapkan dalam penagihan hutang, sehingga dikatakan layak bahwa pihak Bank bertanggung jawab atas kejadian yang menimpa nasabahnya. Berdasarkan hal-hal yang telah diuraikan diatas, penulis tertarik mengangkat topik ini untuk diteliti dengan judul

“PENGGUNAAN JASA PENAGIH HUTANG (AGENCY PENAGIH)

DALAM PENAGIHAN HUTANG KARTU KREDIT DI BANK BNI CABANG DENPASAR”.

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang masalah diatas, maka penulis merumuskan beberapa rumusan masalah sebagai berikut:

1. Bagaimana penggunaan jasa Agency Penagih dalam penagihan hutang kartu kredit di Bank Negara Indonesia cabang Denpasar?


(20)

6 2. Upaya apa yang dapat dilakukan oleh nasabah BNI apabila tindakan

Agency Penagih tidak sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku?

1.3. Ruang Lingkup Masalah

Dalam penulisan skripsi ini, penulis akan membatasi ruang lingkup penulisannya agar pembahasan dalam skripsi ini lebih terarah. Penulis akan menitik beratkan pada pelaksanaan Agency Penagih sebagai jasa penagih utang di Bank BNI cabang Denpasar dalam penagihan hutang kartu kredit. Apakah sudah sesuai dengan peraturan yang berlaku atau kah masih terjadi penyimpangan.

1.4. Orisinilitas Penelitian

Penulisan mengenai penggunaan jasa penagih hutang (Agency Penagih) dalam penagihan hutang kartu kreditpernah ditulis oleh beberapa penulis. Namun, substansi pembahasannya tidaklah sama dengan pembahasan yang terdapat di dalam skripsi ini. Berikut tabel indikator pembeda untuk membedakan penulisan skripsi ini dengan penulis sebelumnya:

Tabel I

Nomor Peneliti Judul Rumusan Masalah

1. Dea Batari 1006736500, Fakultas Hukum Program Pascasarjana Universitas Indonesia tahun 2012 dengan

1. Bagaimanakah

pengaturan mengenai penggunaan jasa Debt


(21)

7 judul “Aspek Hukum Penggunaan

Jasa Debt Collector” dalam Penagihan Hutang Kartu Kredit dalam Sistem Perbankan (Studi Kasus: Citibank)”

Collector dalam sistem perbankan?

2. Bagaimanakah

penerapan dan penegakan peraturan mengenai penggunaan jasa Debt Collector oleh Citibank?

2. I Gede Tommy

Guntara

1003005048, Fakultas Hukum Universitas Udayana tahun 2014 dengan judul “Kewenangan Debt Collector Dalam Penagihan Kredit Bermasalah Oleh Bank”.

1. Pakah yang menjadi dasar pengaturan pihak Bank memberikan kewenangan kepada Debt Collector untuk menagih kredit bermasalah?

2. Apakah Bank

bertanggung jawab atas perlakuan tidak baik oleh Agency

Penagih dalam menangani kredit


(22)

8

bermasalah serta bagaimana

pertanggung jawaban pihak bank terhadap debitur apabila medapatkan tindak kekerasan dan perampasan terhadap

Debt Collector?

Tabel II

Nomor Peneliti Judul Rumusan Masalah

1. Ni Ayu Putu Mery Astuti

1203005137, Fakultas Hukum Universitas Udayana tahun 2015 dengan judul “Penggunaan Jasa Penagih Hutang (Agency Penagih) Dalam Penagihan Hutang Kartu Kredit Di Bank BNI Cabang Denpasar”.

1. Bagaimana

penggunaan jasa Agency Penagih dalam penagihan hutang kartu kredit di Bank Negara Indonesia cabang Denpasar?

2. Upaya apa yang dapat dilakukan oleh nasabah BNI apabila tindakan


(23)

9

Agency Penagih tidak

sesuai dengan ketentuan

perundang-undangan yang berlaku?

Dapat dilihat dalam tabel diatas, bahwa terdapat perbedaan pokok bahasan yang penulis buat mengenai penggunaan jasa penagih hutang (Agency Penagih) dalam penagihan hutang kartu kredit dengan yang dibuat oleh penulis sebelumnya. Penulis menggunakan metode penelitian hukum empiris dengan Bank BNI cabang Denpasar sebagai lokasi penelitian penulis.

1.5. Tujuan penelitian

1.5.1. Tujuan Umum

Secara umum, penulisan skripsi ini bertujuan untuk memberikah pemahaman mengenai penggunaan jasa penagih hutang (Agency Penagih) dalam penagihan hutang kartu kredit khususnya yang terapkan dalam Bank BNI.

1.5.2. Tujuan Khusus

Adapun tujuan khusus yang ingin dicapai melalui pembahasan dalam penulisan skripsi ini adalah:

1. Memberikan pengertian mengenai kredit bermasalah serta pengaturan yang diterapkan oleh Bank Negara Indonesia (BNI) mengenai penggunaan jasa penagih hutang (Agency Penagih) dalam hal penagihan hutang


(24)

10 transaksi kartu kredit yang disesuaikan dengan ketentuan dalam perundang-undangan.

2. Memberikan pengetahuan mengenai upaya yang dapat dilakukan oleh nasabah BNI apabila tindakan Agency Penagih tidak sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.

1.6. Manfaat Penelitian

Di dalam setiap penulisan suatu karya ilmiah, selalu ada manfaat yang dapat diambil oleh pembacanya dari penelitian yang telah dilakukan oleh penulis. Manfaat dari penulisan terbagi atas manfaat teoritis dan manfaat praktis.6 Manfaat teoritis memberikan kontribusi bagi pengembangan ilmu hukum. Sedangkan manfaat praktis memberikan kontribusi untuk keperluan praktek.

1.6.1. Manfaat Teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi dalam pengembangan ilmu hukum khususnya hukum Perbankan. Sehingga dapat menunjang pelaksanaan pembangunan nasional dalam meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan stabilitas nasional ke arah peningkatan kesejahteraan rakyat.

1.6.2. Manfaat Praktis

Penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan bagi masyarakat mengenai penggunaan jasa Agency Penagih dalam menjalankan tugasnya.       

6.

Fakultas Hukum Universitas Udayana, 2013, Pedoman Pendidikan Fakultas Hukum Universitas Udayana, Udayana Press, Denpasar, h. 79.


(25)

11 Masyarakat sebagai nasabah bank patutnya mengetahui bahwa dalam suatu perjanjian kredit apabila terjadi masalah dalam pembayaran kredit tersebut maka pihak Bank akan menindak tegas dengan menggunakan jasa Agency Penagih sebagai penagih hutang. Sehingga apabila terjadi kesewenang-wenangan perilaku Agency Penagih terhadap nasabah, nasabah dapat megajukan keberatan terhadap tindakan Agency Penagih yang kurang berkenan.

1.7. Landasan Teoritis

Untuk membahas suatu permasalahan dalam hukum diperlukan teori-teori dan asas sebagai landasan dalam penyelesaian suatu permasalahan. Begitu pula dalam penyelesaian masalah penelitian ini. Diperlukan beberapa teori dan asas yang dapat mendukung penyelesaian masalah yang meliputi:

1.7.1. Asas Mengikatnya Kontrak (Pacta Sun Servanda)

Setiap orang yang membuat kontrak, dia terikat untuk memenuhi kontrak tersebut karena kontrak tersebut mengandung janji-janji yang harus dipenuhi dan janji tersebut mengikat para pihak sebagaimana mengikatnya undang-undang.7 Di Indonesia, dalam penerapan hukum kontraknya menganut asas ini sebagaimana diatur dalam Pasal 1338 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata: “Semua persetujuan yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya”. Dalam perjanjian kredit, perjanjian yang telah dibuat antara pihak Bank dengan nasabah bersifat mengikat. Sehingga, apa yang sudah       

7.

Ahmadi Miru, 2010, Hukum Kontrak Perancangan Kontrak, Rajawali Pers, Jakarta, h. 4-5.


(26)

12 diperjanjikan haruslah dipenuhi dengan segala kewajibannya. Apabila nasabah wanprestasi tehadap perjanjian kredit tersebut, maka pihak Bank akan menindak tegas dalam penagihan hutang nasabahnya dengan menggunakan jasa penagih hutang (Agency Penagih).

1.7.2. Teori Kewenangan

Teori kewenangan mengaitkan sumber kewenangan dari pemerintah dalam hal melakukan perbuatan hukum yang berhubungan dengan hukum publik ataupun hukum privat. Menurut Philipus M. Hadjon, wewenang (bevoegdheid) dideskripsikan sebagai kekuasaan hukum (rechtsmatch). Jadi dalam konsep hukum publik, wewenang berkaitan dengan kekuasaan.8 Kewenangan adalah sebagai hak untuk menjalankan satu atau lebih fungsi manajemen, yang meliputi pengaturan (regulasi dan standarisasi), pengurusan (administrasi) dan pengawasan (supervisi) atau suatu urusan tertentu.9

Indroharto mengemukakan 3 (tiga) macam kewenangan yang bersumber dari peraturan perundang-undangan, meliputi:10

a. Atribusi

Atribusi adalah pemberian kewenangan oleh pembuat undang-undang kepada suatu organ pemerintahan, baik yang sudah ada maupun yang baru. Lembaga yang berkompeten memberikan wewenang atribusi yaitu MPR sebagai pembentuk konstitusi dan DPR yang bersama-sama pemerintah       

8.

Philipus M. Hadjon, 1997, Tentang Wewenang, Yuridika, h. 1.

9. Ganjong, 2007, Pemerintahan Daerah Kajian Politik dan Hukum, Bogor, h. 93. 10.

Ridwan HR., 2008, Hukum Administrasi Negara, Raja Grafindo Persada, Jakarta, h. 104.


(27)

13 melahirkan suatu undang-undang. Di tingkat daerah yaitu DRPD dan pemerintah daerah yang melahirkan pemerintah daerah.

b. Delegasi

Delegasi adalah penyeraha wewenang oleh organ pemerintah kepada organ pemerintah yang lain. Di dalam delegasi mengenal suatu “penyerahan” dimana kewenangan A selanjutnya diserahkan untuk menjadi kewenangan B. Kewenangan tersebut selanjutnya menjadi tanggung jawab penerima wewenang.

c. Mandat

Dalam mandat tidak terjadi pemberian wewenang maupun pelimpahan wewenang. Mandat terjadi ketika organ pemerintahan mengizinkan kewenangannya dijalankan oleh orang lain atas namanya.

Jasa penagih hutang (Agency Penagih) berwewenang menjalankan tugasnya berdasarkan delegasi yang diberikan oleh pihak Bank yang menggunakan jasanya. Sehingga, apabila terjadi tindakan sewenang-wenang yang dilakukan oleh Agency Penagih maka tanggung jawab sepenuhnya berada di pihak Agency Penagih, hanya saja tanggung jawab terhadap nasabah tetap berada di pihak Bank.

1.7.3. Teori Penegakan Hukum

Teori penegakan hukum menurut Satjipto Rahardjo adalah suatu proses untuk mewujudkan keinginan-keinginan hukum (yaitu pikiran-pikiran badan pembuat undang-undang yang dirumuskan dalam peraturan-peraturan hukum)


(28)

14 menjadi kenyataan.11 Keberhasilan penegakkan hukum dipengaruhi oleh beberapa faktor yang merupakan esensi serta tolak ukur dari efektivitas penegakkan hukum. Faktor-faktor tersebut antara lain:12

a. Hukum (Undang-Undang).

b. Penegak hukum, yakni pihak-pihak yang membentuk mupun menerapkan hukum.

c. Sarana atau fasilitas yang mendukung penegakan hukum.. d. Masyarakat, yakni dimana hukum itu diterapkan.

e. Faktor kebudayaan, yakni sebagai hasil karya cipta dan rasa yang didasarkan pada karsa manusia di dalam pergaulan hidup.

Banyak terjadi kasus-kasus melawan hukum yang dilakukan para Agency Penagih dalam penagihan hutang. Sehingga diperlukannya teori penegakkan hukum untuk membatasi tingkah laku Agency Penagih agar tidak berperilaku sewenang-wenang.

1.8. Hipotesis

Dengan memperhatikan uraian tersebut diatas, maka hipotesis dari permasalahan yang dibahas dalam skripsi ini adalah sebagai berikut:

1. Bahwa setiap perjanjian kredit yang dilakukan oleh nasabah dengan suatu Bank memiliki batas akhir pembayaran yang telah ditentukan sebelumnya.       

11.

Satjipto Rahardjo, 1983, Masalah Penegakkan Hukum, Sinar Baru, Bandung, h. 24.

12.

Soerjono Soekanto, 1983, Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Penegakkan Hukum, raja Grafindo Persada, Jakarta, h. 5.


(29)

15 Pihak nasabah harus membayarnya sesuai dengan waktu yang telah ditentukan oleh Bank.

2. Bahwa Bank memiliki jasa penagih hutang yang sering disebut Agency Penagih. Agency Penagih bertugas untuk menagih hutang kepada nasabah Bank yang telah jatuh tempo. Namun dalam pelaksanaannya, banyak Agency Penagih yang menagih hutang dengan cara yang kurang berkenan seperti pada kasus Bank BNI sehingga pihak nasabah merasa dirugikan.

1.9. Metode Penelitian

Dalam setiap penelitian yang bersifat ilmiah harus menggunakan suatu metode penelitian tertentu agar penelitian tersebut dapat memenuhi syarat dari suatu karya ilmiah. Metode penelitian yang digunakan dalam skripsi ini melalui beberapa tahap, diantaranya:

1.9.1. Jenis Penelitian

Sebagai suatu karya ilmiah dan mendapatkan hasil ilmiah, maka dalam penulisan ini dipergunakan metode pendekatan masalah secara empiris.13 Artinya pendekatan masalah yang diteliti dengan sifat hukum yang nyata atau sesuai kenyataan yang hidup di dalam masyarakat. Dalam penelitian hukum empiris, hukum dikonsepkan sebagai suatu gejala empiris yang dapat diamatii di dalam

       13.

H. Hilman Hadikusuma, 1995, Metode Pembuatan Kertas Kerja atau Skripsi Ilmu Hukum, Cet. I, Mandar Maju, Bandung, h. 62.


(30)

16 kehidupan nyata.14 Penelitan hukum empiris pada hakikatnya meneliti hukum dalam penerapannya di kehidupan masyarakat.

1.9.2. Jenis Pendekatan

Pada umumnya, penelitian hukum memiliki 7 jenis pendekatan yakni: Pendekatan Kasus (The Case Approach), Pendekatan Perundang-Undangan (Statue Approach), Pendekatan Fakta (Fact Approach), Pendekatan Analisis Konsep Hukum (Analitical And Conseptual Approach), Pendekatan Frasa (Words And Phrase Approach), Pendekatan Sejarah (Historical Approach), Dan Pendekatan Perbandingan (Comparative Approach).15

Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini memakai 4 (empat) cara pendekatan, yaitu Pendekatan Kasus (Case Approach), Pendekatan Perundang-Undangan (Statue Approach), Pendekatan Fakta (Fact Approach), Dan Pendekatan Analisis Konsep Hukum (Analitical And Conseptual Approcah).

1.9.3. Sifat Penelitian

Sifat penelitian yang digunakan dalam penyusunan skripsi ini adalah penelitian yang bersifat deskriptif yaitu penelitian secara umum yang bertujuan menggambarkan sifat-sifat individu, keadaan, gejala, atau kelompok tertentu, atau untuk menentukan ada atau tidaknya hubungan suatu gejala dengan gejala yang lain dalam masyarakat. Dimana dalam skripsi ini yang diteliti adalah pengaturan mengenai penggunaan jasa Agency Penagih yang diterapkan oleh Bank BNI dalam menjalankan tugasnya untuk mengatasi kredit bermasalah.

       14.

Fakultas Hukum Universitas Udayana, Loc.cit.

15.


(31)

17 1.9.4. Data dan Sumber Data

Dalam penelitian hukum empiris ada 2 (dua) jenis penelitian, yaitu: 1. Data Primer

Data primer adalah data asli yang diperoleh dengan mengadakan penelitian langsung di lapangan dari sumber pertama, dari sumber asalnya yang pertama yang belum diolah dan diuraikan orang lain.16 Data primer dalam skripsi ini diperoleh dari Bank BNI.

2. Data Sekunder

Data sekunder adalah data yang diperoleh melalui penelitian kepustakaan (library research) yaitu dengan mengkaji bahan-bahan bacaan yang ada kaitannya dengan permasalaha, yang diperoleh dari buku-buku, peraturan perundang-undangan, majalah, artikel, serta dokumen-dokumen resmi dari pemerintah.17

Jenis data sekunder yaitu:

a. Bahan hukum primer, yaitu bahan hukum yang diperoleh dari sumber hukum yang mengikat berupa perundang-undangan yang berkaitan dengan penelitian dalam skripsi ini, meliputi:

1. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata;

2. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan;

      

16. H. Hilman Hadikusuma, Loc.cit. 17.

Amiruddin dan Zaenal Asikin, 2006, Pengantar Metode Penelitian Hukum, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, h.30.


(32)

18 3. Peraturan Bank Indonesia Nomor:14/02/PBI/2012 tentang Perubahan

Peraturan Bank Indonesia Nomor:11/11/PBI/2009 tentang Penyelenggaraan Kegiatan Alat Pembayaran dengan Menggunakan Kartu;

4. Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 14/20/DPNP Perihal Prinsip Kehati-hatian bagi Bank Umum yang Melakukan Penyerahan Sebagian Pelaksanaan Pekerjaan kepada Pihak Lain.

b. Bahan hukum sekunder, diperoleh dari literatur (buku-buku), jurnal, karya tulis, dan artikel yang memberikn penjelasan mengenai bahan hukum primer.

c. Bahan hukum tersier, merupakan bahan hukum yang bersifat non hukum yang digunakan untuk menjelaskan baik dari bahan hukum primer maupun bahan hukum sekunder. Dalam penelitian ini, bahan hukum tersier yang digunakan adalah kamus (kamus hukum dan Kamus Besar Bahasa Indonesia) dan ensiklopedia.

1.9.5. Teknik Pengumpulan Data

Dalam penelitian ini, teknik pengumpulan data yang dipergunakan adalah sebagai berikut:

1. Teknik Studi Dokumen

Teknik studi dokumen merupakan teknik yang lazim dilakukan dalam penelitian hukum normatif maupun empiris. Teknik studi dokumen dilakukan terhadap bahan-bahan hukum yang berkaitan dengan pokok permasalahan yang dibahas dalam skripsi ini.


(33)

19 2. Teknik Wawancara (Interview)

Teknik wawancara merupakan teknik yang biasa dilakukan dalam penelitian hukum empiris. Teknik wawancara dilakukan kepada informan atau responden dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang dirancang untuk memperoleh jawaban-jawaban yang berkaitan dengan penelitian. Dalam hal ini, diadakan wawancara langsung kepada pihak Bank BNI. 1.9.6. Teknik Penentuan Sampel Penelitian

Teknik penentuan sampel penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik Non Probability Sampling. Teknik ini berperan sangat penting bagi peneliti dalam penentuan pengambilan sampel. Ada 4 (empat) bentuk teknik Non Probability Sampling, yaitu:

a) Quota Sampling b) Accidental Sampling c) Purposive Sampling d) Snowball Sampling

Bentuk sampel yang digunakan penulis dalam penelitian ini adalah bentuk Purposive Sampling, dimana penarikan sample dilakukan berdasarkan tujuan tertentu. Sampel dipilih dan ditentukan oleh penulis, dimana pemilihan sampel berdasarkan pertimbangan bahwa sampel telah memenuhi kriteria, sifat-sifat, atau karakteristik tertentu yang merupakan ciri utama dalam populasinya.

1.9.7. Teknik Pengolahan dan Analisis Data

Penulisan skripsi ini menggunakan pengolahan dan analisis data yang bersifat analisis kualitatif. Analisis kualitatif dalam hal ini data yang dikumpulkan


(34)

20 adalah data naturalistik yang terdiri atas kata-kata (narasi), data sulit diukur dengan angka, berwujud kasus-kasus sehingga tidak dapat disusun ke dalam suatu struktur klasifikasi, hubungan antar variabel tidak jeas, sampel bersifat probabilitas, dan pengumpulan data menggunakan pedoman wawancara dan observasi.


(35)

  21

BAB II

TINJAUAN UMUM MENGENAI AGENCY PENAGIH DAN

KARTU KREDIT

2.1. Agency Penagih

2.1.1. Pengertian Agency Penagih

Agency Penagih pada umumnya dikenal dengan sebutan “Debt Collector” yang berasal dari bahasa Inggris yaitu “debt” dan “collector”. “Debt” berarti hutang dan “collector” berarti pengumpul, sehingga Debt Collector dapat dikatakan sebagai pengumpul hutang atau penagih hutang. Namun istilah Debt Collector dianggap mencerminkan kriteria penagihan yang mengutamakan tindakan kekerasan dan dianggap tidak pantas digunakan pada bank-bank besar di Indonesia. Pihak BNI sendiri menyebutnya dengan sebutan “Agency Penagihan”. Agency Penagih adalah pihak ketiga yang menghubungkan antara kreditur dengan debitur dalam hal penagihan hutang kartu kredit. Penagihan tersebut hanya dilakukan apabila kualitas tagihan kredit yang dimaksud telah termasuk dalam kategori kolektibilitas diragukan, macet, dan bermasalah.18 Penggunaan jasa Agency Penagih biasanya terkait dengan hutang piutang yang telah memasuki kriteria kredit macet.

Pada dasarnya tidak ada peraturan perundang-undangan yang khusus mengatur tentang Agency Penagih di Indonesia, namun dalam Peraturan Bank Indonesia Nomor 14/2/PBI/2012 dan Surat Edaran Bank Indonesia       

18.

Masrudi Muchtar, 2013, Debt Collector Dalam Optik Kebijakan Hukum Pidana,


(36)

22 No.14/20/DPNP Perihal Prinsip Kehati-hatian bagi Bank Umum yang Melakukan Penyerahan Sebagian Pelaksanaan Pekerjaan Kepada Pihak Lain mengatur mengenai tata cara pelaksanaan alih daya, termasuk salah satunya kegiatan penagihan hutang oleh Perusahaan Penyedia Jasa (PPJ) yaitu pihak ketiga yang secara umum masyarakat lebih mengenal dengan sebutan Agency Penagih.

Prinsip kerja Agency Penagih adalah bekerja berdasarkan kuasa dari kreditur dalam penagihan hutang. Pasal 1792 KUHPerdata menyebutkan bahwa: “Pemberian kuasa adalah suatu perjanjian dengan mana seseorang memberikan memberikan kekuasaan kepada seorang lain, yang menerimanya utnuk atas namanya menyelenggarakan suatu urusan”. Hal tersebut mengartikan bahwa Agency Penagih sebagai pihak ketiga bekerja atas kuasa dari bank yang bersangkutan dalam hal penagihan hutang. Sehingga pekerjaan Agency Penagih dianggap sah selama dalam proses penagihannya dilakukan dengan tata cara yang tidak melawan hukum.

2.1.2. Sejarah Munculnya Agency Penagih

Pada umumnya, penggunaan istilah Agency Penagih dalam dunia perbankan bukanlah hal yang baru. Penggunaan jasa Agency Penagih bukan hanya diterapkan di Indonesia, diluar negeri pun juga jasa ini dipakai untuk menagih hutang-hutang debitur yang menumpuk.

Debitor yang mengalami permasalahan dalam pembayaran dibagi atas beberapa tingkat permasalahan yang mungkin kriteria ini digunakan di beberapa


(37)

23 bank, yaitu tunggakan 1 sampai dengan 7 hari, 8 sampai dengan 30 hari, 31 sampai dengan 150 hari, dan diatas 150 hari.19

a. Untuk tunggakan 1 sampai dengan 7 hari, biasanya masih melalui Desk Collector yaitu karyawan-karyawan internal perusahaan yang bertugas mengingatkan keterlambatan pembayaran kredit.

b. Untuk tunggakan hari ke-8 hingga hari ke-30, penagihannya dilakukan oleh internal atau field collector.

c. Untuk tunggakan hari ke-31 hingga hari ke-150, penanganan mulai dilakukan oleh problem account officer pada bank yang bersangkutan. Setiap bank penanganannya berbeda-beda, ada yang masih dapat dilakukan sendiri dengan karyawan internal mereka, ada pula yang sudah melimpahkan kuasanya kepada pihak ke-3 yaitu Agency Penagih.

Pelimpahan kuasa tersebut dianggap perlu bagi pihak bank, karena tidak mungkin jumlah karyawan internal yang sangat terbatas harus terus menerus menagih hutang debitur.

Selain itu, Agency Penagih ini muncul ketika suatu bank tidak ingin memilih jalur hukum perdata hanya untuk menagih hutang debiturnya sehingga pihak bank lebih memilih penagihan dengan melalui pihak ketiga. Hotman Paris Hutapea dalam seminar yang berjudul “Problematika Penagihan Utang” di Jakarta pada Kamis, 28 April 2011 silam mengatakan bahwa mahalnya biaya perkara di

       19.

Diakses dari url: http://rynaldo-batubara.blogspot.co.id/2011/11/masih-tentang-debt-collector.html pada hari Minggu, 7 Februari 2016 pukul 17.30 WITA.


(38)

24 pengadilan disbanding total tunggakan nasabah, membuat bank lebih memilih menggunakan jasa Agency Penagih.

2.1.3. Tugas Dan Wewenang Agency Penagih

Peran Agency Penagih dalam penagihan hutang kartu kredit memang dianggap dapat menyelesaikan permasalahan hutang dengan cepat dan efisien. Dan pada praktiknya, tidak sedikit bank yang menggunakan jasa ini dalam penagihan hutangnya. Agency Penagih merupakan pihak ketiga yang diberikan kuasa oleh sebuah bank dalam hal penagihan hutang debiturnya. Sehingga, wewenang dari Agency Penagih hanyalah sebatas apa yang telah dilimpahkan dari bank seperti menagih hutang, melacak keberadaan debitur, sampai dengan tindakan penyitaan barang-barang debitur.

Sedangkan, tugas dari Agency Penagih itu sendiri adalah:20

1. Menangani penunggakan hutang kartu kredit nasabah bank yang bersangkutan;

2. Bekerja secara efektif, cepat, tidak mengulur-ulur waktu dalam penagihan hutang kartu kredit.

3. Menagih sesuai dengan batasan-batasan yang sudah ditetapkan. 2.1.4. Pengaturan Mengenai Agency Penagih Dalam Sistem Perbankan

Hingga saat ini, belum ada peraturan khusus yang mengatur secara rinci mengenai Agency Penagih dalam sistem perbankan di Indonesia, namun Peraturan Bank Indonesia Nomor 14/2/PBI/2012 Tentang Perubahan Atas Peraturan Bank       

20.

Diakses dari url: http://ahliperbankan.com/peran-debt-collector-dalam-penagihan-kredit-macet/ pada hari Minggu, 7 Februari 2016 pukul 18.02 WITA.


(39)

25 Indonesia Nomor 11/11/PBI/2009 Tentang Penyelenggaraan Kegiatan Alat Pembayaran dengan Menggunakan Kartu (APMK) juncto Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 14/20/DPNP Perihal Prinsip Kehati-hatian bagi Bank Umum yang Melakukan Peyerahan Sebagian Pelaksanaan Pekerjaan kepada Pihak Lain, setidaknya mengatur mengenai tata cara penagihan melalui pihak ketiga atau yang biasa disebut Agency Penagih.

Dalam Pasal 17B Peraturan Bank Indonesia Nomor 14/2/2012, disebutkan bahwa dalam penagihan kartu kredit, bank penerbit wajib mematuhi pokok-pokok etika penagihan hutang kartu kredit. Serta penerbit wajib menjamin bahwa penagihan hutang kartu kredit tersebut dilakukan sesuai dengan ketentuan Bank Indonesia serta peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Di dalam BAB IV angka 4 Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 14/20/DPNP, disebutkan beberapa kewajiban bank dalam menerapkan kebijakan dan prosedur mengenai penagihan kredit:

a. Menginformasikan kepada debitur apabila penagihan atas kewajiban debitur telah diserahkan kepada Pihak Penyedia Jasa (PPJ);

b. Memastikan bahwa penagihan kredit oleh PPJ dilakukan dengan cara-cara yang tidak melanggar hukum;

c. Menyusun etika penagihan kredit yang harus dituangkan dalam perjanjian Alih daya;

d. Memastikan bahwa tenaga penagihan telah memperoleh pelatihan yang memadai terkait dengan tugas penagihan dan etika penagihan sesuai dengan ketentuan yang berlaku;


(40)

26 e. Menatausahakan identitas setiap tenaga penagih;

f. Memastikan bahwa dalam melakukan penagihan PPJ mematuhi pokok-pokok etika penagihan kredit yang dimuat dalam perjanjian Alih Daya, antara lain:

1) Penagihan dilarang dilakukan dengan menggunakan ancaman, kekerasan, dan/atau tindakan yang mempermalukan debitur;

2) Penagihan dilarang dilakukan dengan menggunakan tekanan secara fisik maupun verbal;

3) Penagihan dilarang dilakukan pada pihak selain debitur;

4) Penagihan menggunakan sarana komunikasi dilarang dilakukan secara terus menerus yang bersifat mengganggu;

5) Penagihan hanya dapat dilakukan pada pukul 08.00 sampai dengan pukul 20.00 walayah waktu debitur;

6) Penagihan diluar waktu sebagaimana dimaksud pada angka 5) hanya dapat dilakukan atas dasar persetujuan dan/atau perjanjian dengan debitur;

7) Petugas penagih wajib menggunakan kartu identitas resmi yang dikeluarkan oleh Bank, yang dilengkapi dengan foto diri yang bersangkutan; dan

8) Penagihan hanya dapat dilakukan ditempat alamat penagihan atau domisili debitur.

g. Bank wajib memastikan bahwa PPJ juga mematuhi etika penagihan yang ditetapkan oleh asosiasi.


(41)

27

2.2. Kredit dan Kartu Kredit

2.2.1. Pengertian Kredit

Kredit berasal dari bahasa Italia yaitu Credere yang berarti kepercayaan. Hal ini berarti kepercayaan dari kreditur kepada debiturnya bahwa debitur akan mengembalikan pinjaman serta bunganya sesuai dengan waktu atau hal lain yang diperjanjikan oleh kedua belah pihak. Kredit yang berarti “kepercayaan” dalam perspektif hukum dapat berarti:21

1) Bahwa perjanjian kredit oleh bank kepada nasabahnya yang terlebih dahulu dibuatkan suatu perjanjian (hukum perjanjian) tidaklah berarti bank tidak percaya dengan nasabahnya, tetapi perjanjian (kredit) tersebut sengaja dibuat sebagai suatu alat bukti (hukum pembuktian) bagi para pihak apabila terjadi perselisihan di kemudian hari.

2) Bahwa perjanjian kredit yang dibuat antara bank dengan nasabahnya adalah sarana untuk menuangkan segala macam jenis kesepakatan dan persyaratan kredit yang ada, termasuk cara-cara pembayaran bagi nasabahya dalam melaksanakan prestasinya.

Menurut H. Malayu S.P. Hasibuan, kredit adalah semua jenis pinjaman yang harus dibayar kembali bersama bunganya oleh peminjam sesuai dengan perjanjiann yang telah disepakati.22 Kredit adalah kemampuan untuk       

21.

H.R. Daeng Naja, 2005, Hukum Kredit Dan Bank Garansi, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, h. 22.

22.

H. Malayu S.P. Hasibuan, 2011, Dasar-Dasar Perbankan, Sinar Grafika, Jakarta, h. 87.


(42)

28 melaksanakan suatu pembelian atau mengadakan suatu pinjaman dengan suatu janji, pembayaran akan dilaksanakan pada jangka waktu yang telah disepakati.23

Istilah kredit dalam bahasa Belanda yaitu “Vertrouwen” dan dalam bahasa Inggris yaitu “Trust” yang sama-sama berarti kepercayaan. Oleh karena itu prinsip utama dalam pemberian kredit dalam suatu bank adalah prinsip kepercayaan dan prinsip kehati-hatian. Dalam dunia perbankan, setiap pemberian kredit hendaknya menghindari pemberian kredit yang spekulatif dan berisiko tinggi. Sehingga haruslah terlebih dahulu melakukan analisis dari berbagai aspek sebelum pemberian kredit untuk menghindari resiko-resiko yang akan terjadi.

Secara yuridis, ketentuan Pasal 1 butir 12 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 (selanjutnya disebut UU Perbankan) dirumuskan bahwa:

Kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam melunasi hutangya setelah jangka waktu tertentu dengan jumlah bunga, imbalan atau pembagian hasil keuntungan.

Pengertian kredit dalam ketentuan Pasal 1 butir 5 Peraturan Bank Indonesia No.7/2/PBI/2005 tentang Penilaian Kualitas Aktiva Bank Umum adalah:

       23.


(43)

29 Penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdaasarkan persetujua atau kesepakatan pinjam meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga termasuk:

a. Cerukan (overdraft) yaitu saldo negatif pada rekening giro nasabah yang tidak dibayar lunas akhir-akhir hari;

b. Pengambilalihan tagihan dalam rangka kegiatan anjak-piutang; dan c. Pengambilalihan atau pembelian kredit dari pihak lain.

Dalam praktek sehari – hari pinjaman kredit dinyatakan dalam bentuk perjanjian tertulis baik dibawah tangan maupun secara materiil. Dan sebagai jaminan pengaman, pihak peminjam akan memenuhi kewajiban dan menyerahkan jaminan baik bersifat kebendaan maupun bukan kebendaan. Kredit sangat berperan penting bagi peningkatan kegiatan perdagangan dan perekonomian, sehingga dampaknya sangat terasa di masyarakat.

Pemberian kredit bank merupakan suatu perjanjian antara bank dengan dengan nasabah (debitur). Perjanjian tersebut lahir berdasarkan kesepakatan pinjam-meminjam antara bank dengan nasabah yang dalam praktiknya perjanjian ini dinamakan “perjanjian kredit”. Perjanjian kredit yang sebagaimana dimuat dalam pengertian kredit pada Pasal 1 angka 11 UU Perbankan disebutkan bahwa bentuk hubungan hukum antara bank dengan nasabah peminjam dana adalah kesepakatan pinjam-meminjam. Kelahiran pemberian kredit bank itu berdasarkan kepada persetujuan atau kesepakatan pinjam-meminjam (uang) antara bank ssebagai kreditor dan pihak lain nasabah peminjam dana sebagai debitur dalam


(44)

30 jangka waktu tertentu, yang telah disetujui atau disepakati bersama dan pihak peminjam berkewajiban untuk melunasi hutangnya dengan memberikan sejumlah bunga, imbalan, atau pembagian hasil keuntungan.24

Dalam Pasal 1313 KUHPerdata disebutkan bahwa “Perjanjian adalan suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih”. Salim H.S dalam bukunya menjelaskan bahwa perjanjian merupakan hubungan hukum antara subjek hukum yang satu dengan yang lain dalam bidang harta kekayaan, dimana subjek hukum yang lain berkewajiban untuk melaksanakan prestasinya sesuai dengan yang telah disepakatinya.25

Sehingga dapat disimpulkan bahwa perjanjian kredit merupakan perjanjian konsensuil antara debitur dengan kreditur yang melahirkan hubungan hutang piutang dimana debitur berkewajiban membayar pinjaman yang telah diberikan oleh kreditur berdasarkan ketentuan yang telah diperjanjikan dan disepakati oleh kedua belah pihak. Dalam Buku III KUHPerdata, memang tidak diatur sedemikian rupa perihal perjanjian kredit tersebut. Namun, berdasarkan asas kebebasan berkontrak, para pihak dinyatakan bebas untuk menentukan isi dari perjanjian kredit sepanjang tidak bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Dengan sekepakatan kedua belah pihak, maka perjanjian kredit itu lahir dan mengikat para pihak yang membuatnya.

       24.

Djoni S. Gazali dan Rachmadi Usman, 2012, Hukum Perbankan, Sinar Grafika, Jakarta, h. 313.

25.

Salim H.S, 2014, Hukum Kontrak Teori & Teknik Penyusunan Kontrak, Sinar Grafika, Jakarta, h. 27.


(45)

31 Pada hakikatnya, bank memiliki prinsip-prinsip dalam pemberian kredit terhadap nasabahnya yang dikenal dengan istilah prinsip 5c, yaitu:

1. Character

Prinsip ini melihat dari segi kepribadian nasabah. Prinsip ini menilai calon nasabah apakah bisa dipercaya dalam menjalani kerjasama dengan bank. Aspek-aspek yang dinilai yaitu kejujuran, kecerdasan, kesehatan, kebiasaan-kebiasaan, dan tempramen.

2. Capacity

Merupakan penilaian berdasarkan bidang usaha dan kemampuan manajerial dari calon debitur. Sehingga bank yakin akan memberikan kredit kepada orang yang tepat dan meminimalisir terjadinya tindakan wanprestasi dari calon debitur. Kalau kemampuan bisnisnya kecil, tentu tidak layak dberikan kredit dalam skala besar. Demikian jika bisnisnya menurun, maka kredit juga semestinya tidak diberikan. Kecuali jika penurunan itu karena kekuangan biaya sehingga dapat diantisipasi bahwa dengan tambahan biaya lewat peluncuran kredit, maka kinerja bisnis tersebut dipastikan semakin membaik.26

3. Capital

Yakni terkait akan kondisi aset dan kekayaan yang dimiliki nasabah yang memiliki usaha. Capital dinilai dari laporan tahunan perusahaan yang dikelola oleh nasabah, sehingga dari penilaian tersebut, pihak bank dapat       

26.

Rachmadi Usman, 2001, Aspek-Aspek Hukum Perbankan di Indonesia, PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, h. 247.


(46)

32 menentukan layak atau tidaknya nasabah tersebut mendapat pinjaman, lalu seberapa besar bantuan kredit yang akan diberikan.

4. Condition

Merupakan kondisi perekonomian yang mempengaruhi debitur pada saat itu. Hal ini meliputi analisis terhadap variable perekonomian mikro, menganalisis naik turunnya keadaan. Apabila keadaan ekonomi memburuk seperti yang terjadi pada krisis ekonomi tahun 1997 atau krisis ekonomi keuangan global tahun 2009, perbankan lebih berhati-hati dalam memberikan kredit investasi maupun kredit konsumtif. Selain kondisi perekonomian, bank juga mempertimbangkan keadaan politik dan pemerintah secara umum karena hal tersebut berdampak pada kondisi ekonomi.27

5. Collateral (Jaminan)

Prinsip ini perlu diperhatikan bagi para nasabah ketika mereka tidak dapat memenuhi kewajibannya dalam mengembalikan pinjaman dari pihak bank. Jika hal demikian terjadi, maka sesuai dengan ketentuan yang ada, pihak bank bisa saja menyita aset yang telah dijanjikan sebelumnya sebagai sebuah jaminan.

Dalam KUHPerdata, tidak terdapat ketentuan yang pasti mengenai bentuk dari suatu perjanjian, artinya suatu perjanjian dapat bersifat tertulis maupun tidak tertulis. Dalam perjanjian kredit juga tidak terdapat ketentuan bahwa perjanjian kredit harus dalam bentuk tertentu. Namun, dalam praktik perbankan, perjanjian       

27.


(47)

33 kredit umumnya dibuat secara tertulis karena perjanjian kredit secara tertulis dianggap aman bagi para pihak. Dengan berbentuk tertulis, perjanjian tersebut bersifat mengikat bagi para pihak dan apabila ada salah satu pihak yang wanprestasi, maka hal itu dapat dipertanggung jawabkan.

Dasar hukum perjanjian kredit dapat dijumpai dalam:28

1. Instruksi Presidium Kabinet Nomor 15/IN/10/66 tentang Pedoman Kebijakan di Bidang Perkreditan tanggal 3 Oktober 1966 juncto Surat Edaran Bank Negara Indonesia Unit I Nomor 2/539/UPK/Pemb. Tanggal 8 Oktober 1966, Surat Edaran Bank Negara Unit I Nomor 2/649/UPK/Pemb. Tanggal 20 Oktober 1966 dan Instruksi Presidium Kabinet Nomor 10/EK/2/1967 tanggal 6 Februari 1967, yang menyatakan bahwa bank dilarang melakukan pemberian kredit dalam berbagai bentuk tanpa adanya perjanjian kredit yang jelas antara bank dan nasabah atau Bank Sentral dan bank-bank lainnya. Dari sini jelaslah bahwa dalam memberikan kredit dalam berbagai bentuk wajib dibuatkan perjanjian atau akad kreditnya. 2. Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia Nomor 27/162/KEP/DIR dan

Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 27/7/UPPB tanggal 31 Maret 1995 tentang Kewajiban Penyusunan dan Pelaksanaan Kebijakan Perkreditan Bank Bagi Bank Umum, yang menyatakan bahwa setiap kredit yang telah disetujui dan disepakati pemohon kredit dituangkan dalam perjanjian kredit secara tertulis.

       28.


(48)

34 2.2.2. Pengertian Kartu Kredit

Kartu kredit merupakan alat pembayaran sebagai pengganti uang tunai yang digunakan untuk berbelanja. Kartu kredit merupakan salah satu fasilitas perbankan yang memudahkan transaksi nasabah. Dengan kemudahan yang diberikan dengan fasilitas kartu kredit tidak jarang banyak nasabah bank yang berminat menggunakan fasilitas ini.

Menurut Kasmir, kartu kredit merupakan kartu plastic yang dikeluarkan oleh bank atau lembaga pembiayaan lainya yang diberikan kepada nasabah untuk dapat dipergunakan sebagai alat pembayaran dan pengambilan uang tunai.29 Dari pengertian yang diberikan oleh Kasmir, dapat disimpulkan bahwa kartu kredit diterbitkan oleh bank atau lembaga pembiayaan lain yang digunakan sebagai alat pembayaran di tempat-tempat tertentu yang mendukung fasilitas tersebut yang tentunya hal ini memudahkan penggunanya. Menurut Dahlan Siamat, kartu kredit atau credit card adalah jenis kartu yang digunakan sebagai alat pembayaran transaksi jual beli barang atau jasa dimana pelunasan atau pembayaranya kembali dapat dilakukan dengan sekaligus atau dengan cara mencicil sejumlah minimum tertentu.30

Secara yuridis, pengertian kartu kredit dicantumkan dalam Pasal 1 angka 4 Peraturan Bank Indonesia Nomor 14/2/PBI/2012 Tentang Perubahan Atas Peraturan Bank Indonesia Nomor 11/11/PBI/2009 Tentang Penyelenggaraan

       29. Kasmir, Op. cit, h. 170. 30.

Dahlan Siamat, 1995, Manajemen Lembaga Keuangan, Intermedia, Jakarta, h. 257.


(49)

35 Kegiatan Alat Pembayaran Dengan Menggunakan Kartu (APMK), yang menyebutkan:

Kartu kredit adalah APMK yang dapat digunakan untuk melakukan pembayaran atas kewajiban yang timbul dari suatu kegiatan ekonomi, termasuk transaksi pembelanjaan dan/atau untuk melakukan penarikan tunai, dimana kewajiban pembayaran pemegang kartu dipenuhi terlebih dahulu oleh acquirer atau penerbit, dan pemegang kartu berkewajiban untuk melakukan pembayaran pada waktu yang disepakati baik dengan pelunasan sekaligus (charge card) ataupun dengan pembayaran secara angsuran.

Dari beberapa pengertia diatas dapat disimpulkan bahwa pada prinsipnya, kartu kredit diciptakan untuk memudahkan nasabahnya dengan cara kerja yang telah diatur oleh Bank Indonesia. Dibandingkan dengan fasilitas kredit lainnya yang ditawarkan di dunia perbankan, kartu kredit merupakan jenis kredit tergolong yang paling mudah. Syarat pembuatannya juga sederhana, yaitu fotokopi KTP, surat keterangan penghasilan, foto, dan surat keterangan lain apabila diperlukan.

Terdapat beberapa jenis kartu kredit yang dapat dilihat dari berbagai sisi antara lain, berdasarkan fungsinya kartu kredit dibedakan menjadi:31

1. Charge Card, merupakan kartu kredit dimana pemegang kartu harus melunasi semua tagihan yang terjadi atas transaksinya sekaligus pada saat jatuh tempo.

       31.

Kasmir, 2013, Dasar-Dasar Perbankan Edisi Revisi, PT. RajaGrafindo Persada, Jakarta, h.199.


(50)

36 2. Kartu Kredit (Credit Card), merupakan kartu kredit dimana pemmegang kartu dapat melunasi penagihan yang terjadi atas dirinya secara cicilan (angsuran) pada saat jatuh tempo. Dalam hal ini, cicilan dapat disesuaikan dengan kemampuan nasabah dan biasanya diatas minimal yang telah ditetapkan.

3. Debit Card, merupakan kartu kredit yang pembayaran atas penagihan nasabah melalui pendebitan rekening nasabah yang ada di bank pada saat membuka kartu kredit. Dengan pendebitan tersebut, maka otomatis rekeing nasabah akan berkurang sejumlah transaksi yang dilakukan dengan kartu kreditnya.

4. Cash Card, merupakan kartu yang berfungsi sebagai alat penarikan tunai pada ATM ataupun langsung pada teller atau kasir bank.

5. Check Guarante Card, merupakan kartu yang digunakan sebagai jaminan dalam penarikan cek dan dapat pula digunakan untuk menarik uang tunai. Ditinjau dari segi jangkauan wilayah penggunaannya, kartu kredit dibagi menjadi 2 jenis yaitu:32

a. Kartu Kredit Lokal, merupakan kartu kredit yang hanya dilakukan dalam suatu wilayah tertentu. Misalnya hanya berlaku disuatu Negara saja. b. Kartu Kredit Internasional, merupakan kartu kredit yang dapat digunakan

di berbagai Negara, tergantung bank yang mengeluarkannya. Contoh: Visa Card, Master Card, dll.

       32.


(51)

37 2.2.3. Perkembangan Kartu Kredit di Indonesia

Perkembangan bisnis kartu kredit di Indonesia kini makin semarak. Hal ini terlihat dari terus bertambahnya jenis kartu kredit yang diterbitkan, meningkatnya jumlah nasabah, dan melonjaknya jumlah kartu kredit beredar maupun nilai transaksinya. Pertumbuhan yang signifikan ini menunjukkan bahwa kartu kredit kini makin populer sebagai alat pengganti uang cash, bahkan telah menjadi bagian dari gaya hidup masyarakat modern di Indonesia. Selain dipicu oleh perkembangan lifestyle masyarakat di kota-kota besar, pertumbuhan bisnis kartu kredit ini juga ditunjang oleh beragamnya program menarik yang ditawarkan perusahaan penerbit, mengikuti selera dan kebutuhan nasabah yang makin bervariasi.

Di Indonesia sendiri, sistem pembayaran dengan kartu kredit mulai dikenal pada awal tahun 1970-an melalui American Express Card. Pada saat itu American

Express Card belum memasuki pasar Indonesia, namun menyediakan fasilitas

kepada para nasabahnya yang memiliki kartu yang diterbitkan diluar Indonesia. Waktu itu sektor pariwisata di Indonesia sedang berkembang dan kedatangan turis-turis asing ke Indonesia membawa kartu kredit sebagai pembayarannya merupakan awal permunculan fasilitas kartu kredit di Indonesia.33

Pada tahun 1974, Master Card membukan afiliasinya di Indonesia. Disusul oleh BCA yang pada tahun 1980 mulai memperkenalkan BCA Card kepada para nasabahnya. Pada tahun 1984 lahirlah License Agreement dari Visa

       33.

Infobank 102, 1988, Kartu Kredit Bukan Sekedar Status Simbol, Yayasan Pinandita, Jakarta, h. 6.


(52)

38

International kepada Bank Duta sebagai bank yang pertama kali ditunjuk sebagai penerbit Visa Card di Indonesia. Bank Duta merupakan pelopor pertama dalam penyediaan fasilitas kartu kredit dengan penagihan dalam mata uang rupiah. Kemudian disusul oleh Bank BII Visa Card yang terbit pada tahun 1988 dan Citibank pada bulan Januari 1989 yang mengeluarkan Citivisa Card. Pesatnya perkembangan kartu kredit di Indonesia, kemudian Menteri Keuangan mengeluarkan Keputusan Menteri Keuangan No. 1251/KMK.013/1988 Tanggal 20 Desember 1988, yang berdasarkan keputusan tersebut ditetapkan bahwa usaha penerbitan kartu kredit dapat dilakukan juga oleh lembaga pembiayaan.

Berdasarkan data yang diperoleh, hingga Oktober 2010 jumlah perusahaan penerbit kartu kredit di Indonesia tercatat ada sebanyak 20 perusahaan; lembaga perbankan masih mendominasi bisnis kartu kredit ini, yaitu sebanyak 19 buah bank, yang terdiri dari 4 bank asing, 1 bank campuran, 11 bank swasta nasional, 3 bank BUMN, dan 1 perusahaan pembiayaan. Sejumlah bank terkemuka sekaligus yang menguasai pangsa pasar bisnis kartu kredit di Indonesia selama ini, di antaranya Citibank, HSBC, BCA, BNI, Bank Mandiri, dan GE Finance. Jika dilihat perkembangannya dalam beberapa tahun terakhir, jumlah seluruh perusahaan penerbit hingga Oktober 2010 tidak berbeda dengan tiga tahun lalu. Pada tahun 2007, jumlah perusahaan penerbit kartu kredit di Indonesia juga tercatat sebanyak 20 perusahaan.

Peningkatan jumlah kartu kredit tersebut di atas berbanding lurus dengan kenaikan jumlah transaksi belanja dengan menggunakan kartu kredit. Total nilai transaksi belanja pada tahun 2006 adalah sebesar Rp. 53,8 triliun sedangkan total


(53)

39 nilai belanja selama tahun 2008 adalah sebesar Rp 103 triliun. Itu berarti bahwa dalam kurun waktu hanya tiga tahun terjadi kenaikan nilai transaksi belanja sebesar 91 %. Sedangkan kenaikan nilai transaksi belanja antara tahun 2006 ke tahun 2007 adalah sebesar 29 % dan kenaikan nilai transaksi belanja dari tahun 2007 ke tahun 2008 adalah sebesar 34 %.34

2.2.4. Manfaat Dan Kerugian Kartu Kredit

Kemunculan kartu kredit pertama kali langsung menjadi suatu fenomena di negeri ini, hingga sekarang pun masih terdapat pro dan kontra mengenai kartu kredit. Terkait adanya pro dan kontra dari kartu kredit, hal itu berarti munculnya kartu kredit telah membawa dampak positif juga negatif. Ada beberapa pihak yang merasa dirugikan akibat keputusan sepihak pihak bank penerbit, ada pula beberapa pihak yang berpendapat bahwa kartu kredit justru menguntungkan pihaknya.

Mengenai manfaat kartu kredit itu sendiri, terdapat manfaat financial maupun non financial. Manfaat tersebut dapat dilihat dalam tabel berikut:35

Pihak Terkait Manfaat

Financial Non Financial

Issuer a. Pendapatan bunga b. Annual Fee

a. Cross selling other product (insurance,

      

34. Flory Santosa, 2009, Pedoman Praktis Menghindari Perangkap Utang Kartu

Kredit, Forum Sahabat, Jakarta, h. 2.

35.


(54)

40

c. Interchange fee

(transaction) d. Other charges/ fee.

dll.)

b. Penggunaan jasa lain oleh card holder.

c. Hubungan dengan

nasabah bank. Card Holder a. Discount harga produk

yang dibeli

b. Utang dengan bunga rendah atau tanpa bunga

c. Mendapat bunga

tabungan.

a. Kenyamanan dan

keamanan bertransaksi

b. Keluwesan cara

pembayaran c. Keleluasaan

bertransaksi di seluruh dunia

d. Menikmati barang yang diinginkan

e. Tersedia dana

cadangan. Acquirer a. Discount rate dari

merchant

b. Fee atas penempatan EDC c. Cash advance fee.

a. Cross selling produk/

jasa layanan perbankan kepada merchant

b. Hubungan bisnis


(55)

41 Merchant a. Omset penjualan dan

keuntungan

b. Meningkatkan cashflow.

c. Bisa lebih kompetitif

d. Pelayanan yang

optimal kepada pelanggan

e. Mengurangi resiko memegang uang tunai.

Principle a. Transaction fee b. Royalty c. License fee

a. Brand product worldwide.

Dengan segala kemudahan yang didapat oleh nasabah dengan menggunakan kartu kredit, tidak heran jika penggunaan kartu kredit makin melonjak. Selain mudah, penggunaan kartu kredit juga praktis dan memberikan rasa aman kepada nasabah sehingga para nasabah tidak perlu was-was membawa uang cash dalam jumlah banyak.

Meski memiliki berbagai keuntungan, ternyata penggunaan kartu kredit juga dapat merugikan penggunanya jika ia tidak bisa mengatur penggunaannya dengan baik. Adapun kerugian yang dialami oleh pihak-pihak yang terlibat dalam kartu kredit, antara lain:36

a) Kerugian bagi bank

       36.


(56)

42 Jika terjadi emacetan pembayaran oleh nasabah yang berbelanja atau mengambil uang maka akan sulit untuk ditagih, mengingat persetujuan penerbitan kartu kredit biasanya dilakukan tanpa jaminan benda-benda berharga sebagaimana layaknya kredit. Bahkan untuk memperoleh kartu kredit hanya dengan jaminan bukti penghasilan saja sudah cukup, sehingga resiko tidak tertagih sangat besar.

b) Kerugian bagi nasabah

Biasanya nasabah agak boros dalam berbelanja, hal ini karena nasabah tidak mengeluarkan uang tunai untuk berbelanja, sehingga kadang ada hal yang tidak perlu dibeli. Kemudian kerugian nasabah juga disebabkan adanya sebagian merchant yang membebankan biaya tambahan untuk setiap kali transaksi.

Dengan adanya manfaat dan juga kerugian yang akan dialami oleh pengguna kartu kredit, maka tentu saja penggun kartu kredit harus lebih pintar mengatur transaksi penggunaannya. Gunakan seperlunya agar terhindar dari hutang-hutang yang menumpuk.

2.2.5. Penagihan Hutang Kartu Kredit

Semua perjanjian kredit memiliki resiko yang tinggi, termasuk pula dalam penggunaan kartu kredit. Penyebab munculnya permasalahan dalam kartu kredit yaitu pemegang kartu kredit gagal memenuhi kewajibannya dalam membayar angsuran pokok beserta bunga yang telah ditentukan. Macetnya pembayaran angsuran ini termasuk dalam kriteria kredit bermasalah.


(57)

43 Penyebab terjadinya kredit macet dapat dilihat dari beberapa faktor, diantaranya:37

a. Faktor internal perbankan yang meliputi kelemahan dalam analisis kredit, kelemahan-kelemahan kredit, agunan, sumber daya alam, teknologi, dan kecurangan petugas bank.

1. Kelemahan dalam analisis kredit.

1) Analisis kredit tidak berdasarkan data akurat. 2) Informasi kredit tidak lengkap.

3) Kredit terlalu sedikit. 4) Kredit terlalu banyak.

5) Jangka waktu kredit terlalu lama. 6) Jangka waktu kredit terlalu pendek. 2. Kelemahan dalam dokumen kredit.

1) Data mengenai kredit tidak didokumentasi dengan baik.

2) Pengawasan atau fisik dokumen tidak dilaksanakan dengan baik. 3) Kelemahan dalam supervise kredit.

1) Bank kurang pengawasan atau usaha nasabah secara continue dan teratur.

2) Terbatasnya data dan informasi yang berkitan dengan penyelamatan dan penyelesaian kredit.

3) Tindakan perbaikan tidak diterapkan secara dini dan tepat waktu. 4) Jumlah nasabah terllu banyak.

       37.


(58)

44 5) Nasabah terpencar.

6) Kecerobohan petugas bank. 1) Bank terlalu kompromi.

2) Bank tidak mempunyai kebijakan perkreditan yang sehat. 3) Petugas bank terlalu menggampangkan masalah.

4) Persaingan antar bank.

5) Pengambilan keputusan yang tidak tepat waktu.

6) Terus memberikan pinjaman pada usaha yang siklusnya menurun. 7) Tidak diasuransikan.

7) Kelemahan kebijaksanaan kredit. 1) Prosedur kredit terlalu panjang 2) Kelemahan bidang agunan.

1) Jaminan tidak dipantau dan diawasi secara baik. 2) Nilai agunan tidak sesuai.

3) Agunan fiktif. 4) Agunan sudah dijual. 5) Pengikatan agunan lemah. 6) Kelemahan sumber daya manusia.

1) Terbatasnya tenaga yang ahli di bidang penyelamatan penyelesaian kredit.

2) Pendidikan dan pengalaman pejabat kredit sangat terbatas.

3) Kurangnya tenaga ahli hukum untuk mendukung pelaksanaan penyelesaian dan penyelamatan kredit.


(59)

45 4) Terbatasnya tenaga ahli utuk analisis kredit.

7) Kelemahan teknologi.

1) Terbatasnya sarana dan prasarana yang berkaitan dengan pekerjaan teknis.

2) Keterbatasan bank dalam hal teknis, seperti: manajemen secara baik, pengawasan secara continue, administrasi yang rapi.

8) Kecurangan petugas bank.

1) Petugas bank terlibat kepentingan pribadi.

2) Disiplin pejabat kredit dalam menerapkan sistem dan prosedur kredit rendah.

b. Faktor internal nasabah yang meliputi: kelemahan karakter nasabah, kemampuan nasabah, musibah yang dialami nasabah, kecerobohan nasabah, dan manajemen nasabah.

1. Kelemahan karakter nasabah.

1) Nasabah tidak mau tau atau memang tidak beritikad baik. 2) Nasabah kalah judi.

3) Nasabah menghilang.

2. Kelemahan kemampuan nasabah.

1) Tidak mampu mengembalikan kredit karena terganggunya kelancaran usaha.

2) Kemampuan usaha nasabah yang kurang. 3) Teknik produksi yang sudah ketinggalan jaman. 4) Kemampuan pemasaran tidak memadai.


(60)

46 5) Pengetahuan terbatas.

6) Pengalaman terbatas. 7) Informasi terbatas.

c. Faktor eksternal seperti situasi ekonomi yang negatif, politik dalam negeri yang merugikan, politik negara lain yang merugikan, situasi alam yang merugikan, dan peraturan pemerintah yang merugikan.

1. Situasi ekonomi yang negatif.

1) Globalisasi ekonomi yang berdampak negatif. 2) Perubahan kurs mata uang.

2. Situasi politik dalam negeri yang merugikan. 1) Pergantian pejabat tertentu.

2) Hubungan diplomatik dengan negara lain. 3) Adanya gejolak sosial.

3. Politik negara lain yang merugikan. 1) Proteksi oleh negara lain.

2) Adanya pemogokan buruh diluar negeri. 3) Adanya perkembangan politik di negara lain.

4) Kebijakan dari industry luar negeri dengan menjatuhkan harga barangnya sehingga memukul harga pokok dalam negeri.

4. Situasi alam yang merugikan.

1) Faktor alam yang berkibat negatif. 2) Habisnya sumber daya alam. 5. Peraturan pemerintah yang merugikan.


(61)

47 1) Membatasi jumlah supermarket atau mall di daerah tertentu. 2) Menutup usaha tertentu untuk melindungi pengusaha kecil.

d. Faktor kegagalan bisnis senantiasa muncul diluar kemampuan para pihak seperti aspek hubungan, aspek yuridis, aspek manajemen, aspek pemasaran, aspek teknis produksi, aspek keuangan, dan aspek sosial ekonomi.

e. Faktor ketidakmampuann manajemen adalah pencatatan tidak memadai, informasi biaya tidak memadai, modal jangka panjang tidak cukup, gagal mengendalikan biaya, overheadcost yang berlebihan, kurangnya pengawasan, gagal melakukan penjualan, investasi berlebihan, kurang menguasai teknis, dan perselisihan antara pengurus.

Dalam pemberian kartu kredit oleh penerbit kartu kredit belum sepenuhnya memperhatikan manajemen resiko pemberian kredit. Perlunya perhatian terhadap aspek kehati-hatian dan aspek perlindungan konsumen dalam penyelenggaraan kegiatan APMK, membuat bank akan selalu melakukan penagihan atas transaksi yang dilakukan. Penagihan tersebut tentunya memiliki standar penagihan yang telah diatur dalam Peraturan Bank Indonesia Nomor 14/2/PBI/2012 serta Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 14/20/DPNP.

Prosedur pembayaran tagihan kartu kredit dirumuskan dalam perjanjian penerbitan kartu kredit, sebagai berikut:38

       38.

Johannes Ibrahim, 2004, Kartu Kredit: Dilematis Antara Kontrak dan Kejahatan,


(62)

48 1) Pemberitahuan tagihan akan dikirim oleh Bank setiap sebulan sekali

kepada pemegang kartu. Pemegang kartu wajib untuk membayar tagihan tersebut seluruhnya atau paling tidak sebesar minimum pembayaran pada tanggal jatuh tempo. Pemberitahuan penagihan akan dilakukan setelah tenggang waku tertentu seperti yang dituangkan dalam perjanjian. Bank penerbit akan menagih kepada pemegang kartu sejumlah transaksi.

2) Bilamana terjadi kesalahan/keberatan terhadap tagihan dalam pemberitahuan tagihan, maka keberatan harus diajukan secara tertulis dalam waktu 15 (lima belas) hari sejak tanggal cetak lembar pemberitahuan tagihan.

3) Segala kerugian yang timbul atas kesalahan/keberatan terhadap tagihan yang pemberitahuannya diterima bank setelah tanggal jatuh tempo adalah tidak sah dan menjadi tanggung jawab pemegang kartu.

4) Besar minimum pembayaran dihitung berdasarkan presentase dan jumlah tagihan yang tercantum pada rekening tagihan, atau sekurang-kurangnya Rp. 50.000,-. Besarnya presentase tersebut ditetapkan oleh bank.

5) Bila pemegang kartu tidak melakukan pembayaran seluruh tagihannya, maka bank akan mengenakan bunga yang besarnya ditetapkan oleh bank dari seluruh tranasaksi yang dilakukan dan atas transaksi berikutnya, yang akan diperhitungkan dalam pemberitahuan tagihan bulan berikutnya.

6) Tagihan atas penggunaan kartu tambahan adalah tanggung jawab sepenuhnya dari pemegang kartu utama dan akan ditagih bersama-sama dalam satu tagihan. Dalam hal pembatalan kartu tambahan oleh kartu


(1)

45 4) Terbatasnya tenaga ahli utuk analisis kredit.

7) Kelemahan teknologi.

1) Terbatasnya sarana dan prasarana yang berkaitan dengan pekerjaan teknis.

2) Keterbatasan bank dalam hal teknis, seperti: manajemen secara baik, pengawasan secara continue, administrasi yang rapi.

8) Kecurangan petugas bank.

1) Petugas bank terlibat kepentingan pribadi.

2) Disiplin pejabat kredit dalam menerapkan sistem dan prosedur kredit rendah.

b. Faktor internal nasabah yang meliputi: kelemahan karakter nasabah, kemampuan nasabah, musibah yang dialami nasabah, kecerobohan nasabah, dan manajemen nasabah.

1. Kelemahan karakter nasabah.

1) Nasabah tidak mau tau atau memang tidak beritikad baik. 2) Nasabah kalah judi.

3) Nasabah menghilang.

2. Kelemahan kemampuan nasabah.

1) Tidak mampu mengembalikan kredit karena terganggunya kelancaran usaha.

2) Kemampuan usaha nasabah yang kurang. 3) Teknik produksi yang sudah ketinggalan jaman. 4) Kemampuan pemasaran tidak memadai.


(2)

46 5) Pengetahuan terbatas.

6) Pengalaman terbatas. 7) Informasi terbatas.

c. Faktor eksternal seperti situasi ekonomi yang negatif, politik dalam negeri yang merugikan, politik negara lain yang merugikan, situasi alam yang merugikan, dan peraturan pemerintah yang merugikan.

1. Situasi ekonomi yang negatif.

1) Globalisasi ekonomi yang berdampak negatif. 2) Perubahan kurs mata uang.

2. Situasi politik dalam negeri yang merugikan. 1) Pergantian pejabat tertentu.

2) Hubungan diplomatik dengan negara lain. 3) Adanya gejolak sosial.

3. Politik negara lain yang merugikan. 1) Proteksi oleh negara lain.

2) Adanya pemogokan buruh diluar negeri. 3) Adanya perkembangan politik di negara lain.

4) Kebijakan dari industry luar negeri dengan menjatuhkan harga barangnya sehingga memukul harga pokok dalam negeri.

4. Situasi alam yang merugikan.

1) Faktor alam yang berkibat negatif. 2) Habisnya sumber daya alam. 5. Peraturan pemerintah yang merugikan.


(3)

47 1) Membatasi jumlah supermarket atau mall di daerah tertentu. 2) Menutup usaha tertentu untuk melindungi pengusaha kecil.

d. Faktor kegagalan bisnis senantiasa muncul diluar kemampuan para pihak seperti aspek hubungan, aspek yuridis, aspek manajemen, aspek pemasaran, aspek teknis produksi, aspek keuangan, dan aspek sosial ekonomi.

e. Faktor ketidakmampuann manajemen adalah pencatatan tidak memadai, informasi biaya tidak memadai, modal jangka panjang tidak cukup, gagal mengendalikan biaya, overheadcost yang berlebihan, kurangnya pengawasan, gagal melakukan penjualan, investasi berlebihan, kurang menguasai teknis, dan perselisihan antara pengurus.

Dalam pemberian kartu kredit oleh penerbit kartu kredit belum sepenuhnya memperhatikan manajemen resiko pemberian kredit. Perlunya perhatian terhadap aspek kehati-hatian dan aspek perlindungan konsumen dalam penyelenggaraan kegiatan APMK, membuat bank akan selalu melakukan penagihan atas transaksi yang dilakukan. Penagihan tersebut tentunya memiliki standar penagihan yang telah diatur dalam Peraturan Bank Indonesia Nomor 14/2/PBI/2012 serta Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 14/20/DPNP.

Prosedur pembayaran tagihan kartu kredit dirumuskan dalam perjanjian penerbitan kartu kredit, sebagai berikut:38

       38.

Johannes Ibrahim, 2004, Kartu Kredit: Dilematis Antara Kontrak dan Kejahatan,


(4)

48 1) Pemberitahuan tagihan akan dikirim oleh Bank setiap sebulan sekali

kepada pemegang kartu. Pemegang kartu wajib untuk membayar tagihan tersebut seluruhnya atau paling tidak sebesar minimum pembayaran pada tanggal jatuh tempo. Pemberitahuan penagihan akan dilakukan setelah tenggang waku tertentu seperti yang dituangkan dalam perjanjian. Bank penerbit akan menagih kepada pemegang kartu sejumlah transaksi.

2) Bilamana terjadi kesalahan/keberatan terhadap tagihan dalam pemberitahuan tagihan, maka keberatan harus diajukan secara tertulis dalam waktu 15 (lima belas) hari sejak tanggal cetak lembar pemberitahuan tagihan.

3) Segala kerugian yang timbul atas kesalahan/keberatan terhadap tagihan yang pemberitahuannya diterima bank setelah tanggal jatuh tempo adalah tidak sah dan menjadi tanggung jawab pemegang kartu.

4) Besar minimum pembayaran dihitung berdasarkan presentase dan jumlah tagihan yang tercantum pada rekening tagihan, atau sekurang-kurangnya Rp. 50.000,-. Besarnya presentase tersebut ditetapkan oleh bank.

5) Bila pemegang kartu tidak melakukan pembayaran seluruh tagihannya, maka bank akan mengenakan bunga yang besarnya ditetapkan oleh bank dari seluruh tranasaksi yang dilakukan dan atas transaksi berikutnya, yang akan diperhitungkan dalam pemberitahuan tagihan bulan berikutnya.

6) Tagihan atas penggunaan kartu tambahan adalah tanggung jawab sepenuhnya dari pemegang kartu utama dan akan ditagih bersama-sama dalam satu tagihan. Dalam hal pembatalan kartu tambahan oleh kartu


(5)

49 utama, tagihan akan tetap menjadi beban kartu utama sebelum bentuk fisik kartu tambahan diterima kembali oleh bank dalam keadaan terpotong menjadi dua.

7) Bila setelah tanggal jatuh tempo pemegang kartu tidak membayar tagihan atau membayar kurang dari minimum pembayaran, maka akan dikenakan denda keterlambatan yang dihitung berdasarkan presentase dari jumlah minimum pembayaran atau sekurang-kurangnya Rp. 25.000,-. Besarnya presentase tersebut akan ditetapkan oleh Bank. Keterlambatan pembayaran tagihan juga dapat menyebabkan penolakan transaksi, dan pemblokiran kartu secara otomatis.

8) Pembayaran dengan cek/bilyet giro dinyatakan efektif setelah cek/cilyet giro berhasil diuangkan oleh Bank. Penolakan cek/bilyet giro dengan alasan apapun akan dikenakan biaya yang besarnya ditetapkan oleh bank. 9) Semua perhitungan bunga dapat berubah sesuai dengan kebijakan Bank

tanpa diperlukan pemberitahuan terlebih dahulu kepada pemegang kartu. 10)Untuk menjamin pelunasan pembayaran seluruh tagihan berkenaan dengan

penggunaan kartu, pemegang kartu berjanji akan mengikatkan diri bahwa harta kekayaannya baik berupa benda bergerak maupun benda tidak bergerak ataupun rekening Bank yang ada ataupun yang akan ada di kemudian hari merupakan suatu jaminan pelunasan kewajiban pemegang kartu kepada Bank dan oleh karenanya Bank diberi hak untuk melakukan tindakan-tindakan sesuai pertimbangan atas benda tersebut.


(6)

50 11)Jika pemegang kartu tidak melakukan kewajiban pembayaran, maka

pemegang kartu dengan ini member hak dan kuasa kepada Bank untuk: a. Mendebet rekening giro/tabungan/deposito atau jenis simpanan lainnya

yang dimiliki pemegang kartu di Bank. b. Mencairkan jaminan yang ada pada Bank.

c. Meminta/melakukan penagihan pembayaran melalui jasa pihak ketiga. d. Memanggil pemegang kartu melalui media massa.

e. Dengan cara-cara lain yang dianggap layak oleh Bank.

Bilamana pemegang kartu akan bepergian lebih dari satu bulan maka pemegang kartu diwajibkan memberi instruksi yang jelas mengenai bagaimana tagihannya akan diselesaikan. Di dalam hal pemegang kartu melalaikan kewajibannya maka segala risiko yang timbul menjadi beban dan tanggungjawab pemegang kartu sendiri, dan dengan ini pemegang kartu membebaskan Bank untuk melakukan segala tindakan hukum yang dianggap baik sesuai dengan pertimbagan Bank sendiri.