STRATEGI PEMBINAAN KARAKTER PATRIOTIK MELALUI PASKIBRAKA :Studi Kasus Paskibraka Kota Bandung.

(1)

STRATEGI PEMBINAAN KARAKTER PATRIOTIK

MELALUI PASKIBRAKA

(

Studi Kasus Paskibraka Kota Bandung

)

Tesis

Diajukan untuk Memenuhi Sebagian dari Syarat untuk Memenuhi Gelar Magister Pendidikan

Program Studi Pendidikan UMUM/NILAI

Oleh

TENDI KUSMAWAN

NIM. 1005043

SEKOLAH PASCASARJANA (SPs)

UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA

BANDUNG

TAHUN 2013


(2)

DISETUJUI DAN DISAHKAN OLEH PEMBIMBING:

Pembimbing I,

Prof. Dr. H. Dasim Budimansyah., M.Si. NIP. 19620316 1988031003

Pembimbing II,

Prof. Dr. H. Sudardja Adiwikarta., MA NIP. 130056594

Diketahui oleh

Ketua Jurusan/Program Studi Pendidikan Umum,

Prof. Dr. H. Dasim Budimansyah, M.Si. NIP. 19620316 1988031003


(3)

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis dengan judul “Strategi Pembinaan Karakter Patriotik Melalui Paskibraka (Studi Kasus Paskibraka Kota Bandung)” beserta seluruh isinya adalah benar-benar asli karya saya sendiri, dan bukan atau bebas dari plagiarisme yang bertentangan dengan etika keilmuan yang berlaku dalam masyarakat ilmiah. Atas pernyataan ini, saya siap menanggung resiko/sangsi yang dijatuhkan kepada saya apabila kemudian ditemukan adanya pelanggaran terhadap etika keilmuan dalam tesis ini, atau ada klaim dari pihak lain terhadap keaslian tesis ini.

Bandung, Januari 2013 Yang membuat pernyataan,


(4)

ABSTRAK

Tesis ini berjudul: Strategi Pembinaan Karakter Patriotik melalui Paskibraka (Studi Kasus Paskibraka Kota Bandung)

Penelitian ini berlatar belakang dari adanya kecemasan sebagian masyarakat tentang perilaku pada anak muda saat ini, seperti prilaku keseharian yang berimplikasi negatif, dari mulai cara berpakain, bangga dengan produk luar negeri, kurangnya daya juang, mudah putus asa, bergaya kebarat-baratan, tawuran, terlibat narkoba, geng motor, seks bebas. Pembinaan Paskibraka Kota Bandung menjadi bagian untuk turut andil dalam menanamkan (inculcation) karakter patriotik pada generasi muda saat ini.

Tujuan penelitian untuk mendapat gambaran tentang karakter patriotik pada anggota Paskibraka melalui program pembinaan dengan peran, usaha, dan pemahaman para instruktur dan pelatih, materi kurikulum serta metode pelatihan yang digunakan dalam menanamkan karakter patriotik pada Paskibraka.

Pada penelitian ini metode yang akan digunakan adalah deskriptik analitik dengan pendekatan kualitatif yang menfokuskan pada proses pembinaan Paskibraka Kota Bandung dalam menanamkan karakter patriotik pada seluruh anggota.

Metode pengumpulan data pada penilitian ini adalah pengamatan langsung, wawancara, dan study dokumentasi. Analisis data dalam penelitian ini dilakukan dalam rangkaian kegiatan yang meliputi mengatur, mengurutkan, mengelompokkan, koding dan mengkatagorikan. Sedangkan Untuk memperoleh validitas data dalam penelitian ini bertumpu pada 4 hal, yaitu derajat kepercayaan (credibility), keteralihan (transferrability), kebergantungan (dependability) dan kepastian (confirmability).

Hasil penelitian ini menunjukan bahwa proses pembinaan karakter patriotik melalui Paskibraka berdasarkan rumusan masalah dan tujuan peneltian adalah 1) Pembinaan Paskibraka syarat dengan nilai-nilai yang bersumber dari pendidikan agama dan budaya bangsa; 2) penanaman karakter patriotik dilakukan dengan penekanan pada materi peraturan baris berbaris (PBB), lipat bentang bendera, dinamika kelompok, kepemimpinan, dan komunikasi; 3) Implementasi dari karakter patriotik melalui proses pengibaran dan penurunan duplikat bedera pusaka serta perlakuan terhadap simbol-simbol negara; 4) kendala-kendala yang dihadapi dalam pembinaan berupa miskoordinasi dan aggaran biaya; 5) Prestasi yang diperoleh selain kemampuan teknis pengibaran bendera juga soft skills berupa kemampuan berbicara di depan umum sangat meningkat dirasakan oleh seluruh anggota

Pada akhir penelitian, peneliti merekomendasikan kepada instansi terkait dan kepada pemerintah agar membantu pihak panitia pelaksana pembinaan baik moril atau materil untuk mengembangkan karakter Patriotik, dan kepada peneliti selanjutnya agar melakukan penelitian yang dapat mengungkapkan permasalahan di atas lebih luas dan komprehensif.


(5)

ABSTRACT

The title of this thesis is Strategy of Founding The Patriotic Character Through

Paskibraka (A Case Study at Paskibaraka Bandung).

Background of this research is from the presence of thoughtfulness from some people about youth behavior recently, such as their daily behavior which has negative implication, start from the way they dressed, prefer to use overseas products, less of struggle, westernized style, dealing with drugs, motorcycle gangs, free sex. Founding of Paskibraka Bandung become a part which has contribution to inculcation Patriotic Character to youth generation nowadays.

The aim of this research is to get the description about patriotic character at members of Paskibraka through Founding Program with role, effort, and understanding of the coach and instructor, curriculum material, and exercise method which is used by the coach in founding patriotic character in Paskibraka.

This research use Analytic Descriptive Method with Qualitative Approach, which focused to the process of founding the Paskibraka Bandung in inculcation patriotic character to all members.

Collecting data method in this research is by direct observation, interview, and documentary study. Data analysis in this research has done in several activities including managing, sorting, grouping, coding, and categorizing. Meanwhile, the data validity based on 4 elements, those are credibility, transferability, dependability, and confirmability.

The result of this research showed that the process of patriotic character founding to Paskibraka based on problem formulation and the aim of this research are 1) Paskibraka founding contain values which is sourced from religious and nation culture education; 2) patriotic character founding has done with emphasizing to the marching rules, fold and unfold the flag, group dynamics, leadership, and communication; 3) Implementation of patriotic character through the process of raising and lowering the heritage flag and their treatment of state symbols; 4) Obstacles that faced during the process of founding such as incoordination and budget; 5) the achievement that all members get from the founding program are not only the technical skill in raising the flag but also the soft skills such as a great improvement of the capability in public speaking.

At the end of this research, researcher recommended the stakeholder and government to help the committee of founding program not only morally, but also materially to develop patriotic character, and for the next researcher should be able to reveal the problem above in more comprehensive and broad.


(6)

DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN ………... i

LEMBAR PERNYATAAN ………... ii

KATA PENGANTAR ……… iii

UCAPAN TERIMA KASIH ………... v

ABSTRAK ………. ix

DAFTAR ISI ………. xi

DAFTAR TABEL ……….... xiv

DAFTAR GAMBAR ……….. xv

DAFTAR LAMPIRAN ………. Xvi BAB I PENDAHULUAN ………. 1

A. LATAR BELAKANG MASALAH ...……… 1

B. PERMASALAHAN ……… 12

C. FOKUS PENELITIAN ……… 14

D. PERTANYAAN PENELITIAN ……… 14

E. TUJUAN PENELITIAN ……… 15

F. MANFAAT PENELITIAN ……… 16

BAB II STRATEGI PEMBINAAN KARAKTER PATRIOTIK MELAUI PASKIBRAKA ... 18

A. DEFINISI KONSEPTUAL ……… 18

B. KONSEP DASAR PENDIDIKAN KARAKTER ……… 19

1. Pengertian dan Hakikat Pendidikan Karakter ……… 19

2. Komponen-Komponen Pendidikan Karakter ……… 22

3. Tujuh Karakter Utama ……… 25

4. Implementasi Pendidikan Karakter 5. Karakter Privat dan Publik ……… ... 33 35 C. KARATER PATRIOTIK ... 36


(7)

D.

b. Ciri-Ciri Karakter Patriotik KONSEP SOFSKILL

... ...

41 52

E. KONSEP PEMBINAAN DAN PENGAJARAN ……….. 56

a. Pengertian dan Hakikat Pembinaan... 56

b. Pemahaman Konsep Teori Belajar... 59

c. Pengertian Pembelajaran ... 66

d. Model Pembelajaran ... 67

F. PENDIDIKAN UMUM ……… 69

a. Pengertian dan Hakikat Pendidikan Umum ……… 69

b. Enam Makna Esensial Pendidikan Umum... ... 72

c. Tujuan Pendidikan Umum ……… 75

G. H. I. d. Kedudukan Pendidikan Umum KONSEP DASAR PENDIDIKAN NILAI 1. Pengertian Nilai 2. Tahapan Strategi Pengembangan Belajar Nilai PENELITIAN TERDAHULU PARADIGMA PENELITIAN ... ... ... ... ... ... 76 80 80 83 85 91

BAB III METODE PENELITIAN ………. 95

A. METODE DAN PENDEKATAN PENELITIAN ……… 95

a. Metode Penelitian ………. 95

b. Pendekatan Penelitian ………. 97

B. INSTRUMEN PENELITIAN ……… 99

C. SAMPLING DAN SATUAN KAJIAN ……… 101

D. TEKNIK PENGUMPULAN DATA ……… 102

E. TAHAPAN-TAHAPAN PENELITIAN ……… 108

F. VALIDISASI DAN REALIBILITAS DATA ………. 112

BAB IV DATA LAPANGAN DAN PEMBAHASAN ……….... 117

A. GAMBARAN UMUM ……… 117


(8)

C. D.

PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN... ANALISA TEMUAN MAKNA DAN MASALAH ...

137 177

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI ……… 180

A. KESIMPULAN ………... 180

B. REKOMENDASI ……… 182

DAFTAR PUSTAKA ……… 185

RIWAYAT HIDUP ……… 190


(9)

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1. Kekuatan dan kelemahan Teori Belajar ...61

Tabel 2.2 Teori Belajar...64

Tabel 2.3 Model Pembelajaran...66

Tabel. 4.1 Jadwal Pemusatan dan Latihan Paskibraka ...120

Tabel 4.2. Matrik kesesuaian nilai-nilai/karakter dalam pembinaan Paskibraka Kota Bandung ………...125


(10)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Grand Disain Pembangunan Karakter Banggsa 2010 2025...32

Gambar 2.2: Kontek Mikro Pendidikan Karakter...35

Gambar 2.3 Paradigma Penelitian. ………..92


(11)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran1. Foto-foto Kegiatan Penelitian...192

Lampiran 2. SK Pengangkatan Pembimbing Tesis...196

Lampiran 3. Surat Permohonan Izin Penelitian kepada PPI Kota Bandung...198

Lampiran 4. Surat Keterangan Telah Melaksanakan Penelitian di Paskibraka Kota Bandung...199

Lampiran 5. Pedoman Wawancara ...200

Lampiran 6. Data Hasil wawancara...206


(12)

BAB I PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Para pendiri bangsa (founding fathers) memiliki keyakinan bahwa potensi yang dimiliki oleh para pemuda, di masa depan akan mengantarkan bangsa ini berdiri sejajar dengan bangsa-bangsa lain di dunia. Bangsa ini memiliki segala pra-syarat untuk menjadi besar dalam menata kehidupan dan peradaban manusia.

Saat ini publik sering memperdebatkan perilaku sebagian remaja kita yang dipandang kurang memiliki karakter patriotik. Hal ini dapat kita lihat dari prilaku kesehariannya, seperti cara berpakaian, bangga dengan produk luar negeri, kurangnya daya juang, mudah putus asa, bergaya kebarat-baratan, tawuran, terlibat narkoba, geng motor, dan seks bebas. Ini menjadi keprihatinan berbagai kalangan, mengingat di tangan merekalah masa depan bangsa dan negara ini akan dipimpin.

Remaja adalah sosok yang penuh energi, ketika energi ini tidak disalurkan dalam kegiatan-kegiatan yang positif, maka energi itu akan merusak dirinya. Soedarsono (2010: 6) mengatakan bahwa “krisis yang semula merupakan krisis identitas akan menjadi lebih dalam karena menyangkut masalah hati nurani yang mencerminkan adanya krisis karakter”. Senada dengan itu Latif (2011: 117) mengatakan bahwa” krisis karakter dan moralitas yang melanda suatu bangsa dapat mengarah pada kebangkrutan bangsa yang bersangkutan”. Munculnya dekadensi moral pada sebagian pemuda kita adalah salah satu bentuk adanya


(13)

kesalahan dalam penanganan remaja. Sadar atau tidak, adanya penyimpangan perilaku remaja sebagai akibat dari berbagai faktor yang mempengaruhinya.

Kusmayadi (2010: 4) mengatakan, ”kecerdasan interpersonal adalah kemampuan yang berhubungan dengan kesadaran dan pengetahuan dirinya sendiri, dapat memahami kekuatan dan kelemahan diri sendiri, dan mampu memotivasi dirinya sendiri serta melakukan disiplin diri”. Orang-orang yang memiliki kecerdasan interpersonal cenderung sangat menghargai nilai (aturan-aturan), etika (sopan santun) dan moral. Gerakan dalam membina para pemuda dengan memperhatikan potensi kecerdasan yang dimilikinya untuk melahirkan generasi yang tangguh penting untuk dilakukan.

Para pakar dan praktisi pendidikan sepakat bahwa untuk mengubah suatu bangsa adalah salah satunya dengan pendidikan.

Secara etimologis, pendidikan dimaknai sebagai usaha sadar yang terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memilki kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara (pasal 1 UU no. 20 tahun 2003).

Dengan pendidikan, diharapkan generasi muda dapat mewujudkan cita-citanya agar kelak dapat menampilkan watak dan karakter bangsa yang diharapkan mampu menjadi pemimpin yang mumpuni. Secara yuridis formal pasal 3 UU No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional menggariskan tujuan dan fungsi dari pendidikan nasional sebagai berikut:

Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membetuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada


(14)

Tuhan YME, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.

Tujuan pendidikan nasional di atas harus menjadi rujukan dalam membina atau menyelenggarakan pendidikan di berbagai jenjang dan tingkatan pendidikan. Dengan demikian semua pihak memilki tanggung jawab dan harus berupaya sebaik mungkin dalam merealisasikan fungsi dan tujuan tersebut.

Pada hakikatnya pendidikan karakter bertujuan untuk membentuk sebuah kepribadian yang “kaaffah”, yaitu adanya kesesuaian antara kata dan perbuatan, bermoral, jujur, tangguh, ulet, disiplin, patriotik, kerja keras, cinta damai dan menghargai kearifan lokal. Pendidikan adalah kata kunci untuk membentuk sebuah kepribadian. Internalisasi nilai-nilai dalam setiap kegiatan pembelajaran adalah satu bentuk kegiatan agar nilai-nilai tersebut meresap dan menjadi bagian dalam dirinya. Guru sebagai tenaga profesional harus menjadi garda terdepan dalam membangun gerakan ini, sebab di tangan guru cita-cita mulia ini akan terwujud. Oleh karena itu guru harus memahami betul hakikat pendidikan karakter bangsa ini.

Apabila kita perhatikan penyimpangan perilaku yang terjadi, harus menjadi perhatian semua pihak dalam menjaga moralitas bangsa. Dari kajian awal, dapat diidentifikasi adanya berbagai faktor penyebab perilaku kurangnya jiwa patriotik pada sebagian remaja kita, yaitu: (1) strategi pembinaan karakter patriotik belum dilaksanakan secara optimal dan masih bersifat transfer ilmu pengetahuan dan keterampilan; (2) banyaknya tanyangan di televisi yang menstimulasi perilaku sebagian remaja ke arah pragmatisme materialistis; dan (3)


(15)

kurang optimalnya waktu di sekolah dalam internalisasi nilai pada siswa (termasuk jiwa patriotik).

Umar (2011: 105) mengatakan, “keteladanan dalam pendidikan merupakan bagian yang sangat penting karena pada dasarnya adalah mempengaruhi anak didik melalui kata-kata maupun sikap-sikap”. Saat ini remaja kita butuh sosok idola, figur dari seseorang yang memiliki sikap yang sama antara kata dan perbuatan. Pentingnya keteladanan dalam pembinaan remaja guna pembentukan karakter adalah menjadi mutlak diperlukan. Dengan suguhan tayangan media elektronik setiap hari, boleh jadi banyak tokoh yang sering muncul dan menjadi idola mereka, banyaknya tayangan yang tidak mendidik dan jauh dari pembinaan karakter patriotik, bisa jadi faktor ini akan membetuk watak dan perilaku sebagian remaja kita semakin jauh dari moralitas.

Dalam masalah ini, Kesuma, dkk (2011: 9) secara tegas menyebutkan tujuan pendidikan karakter di sekolah sebagai berikut:

1. Menguatkan dan mengembangkan nilai-nilai kehidupan yang dianggap penting dan perlu sehingga menjadi kepribadian/kepemilikan peserta didik yang khas sebagaimana nilai-nilai yang dikembangkan;

2. Mengoreksi prilaku peserta didik yang tidak bersesuaian dengan nilai-nilai yang dikembangkan oleh sekolah;

3. Menbangun koneksi yang harmoni dengan keluarga dan masyarakat dalam memerankan tanggungjawab pendidikan karakter secara bersama.

Melihat dari tujuan pendidikan karakter yang digambarkan di atas, maka perlu adanya suatu kajian ke arah strategi pembinaan agar nilai-nilai yang sudah dikembangkan dapat diinternalisasikan dengan baik. Proses strategi pembinaan ini


(16)

akan berdampak cukup kuat apabila proses internalisasi ini diberikan pada setiap jenjang pendidikan. Tanggung jawab terhadap perkembangan perilaku remaja tidak bisa mengandalkan hanya dari satu pihak saja melainkan harus melibatkan semua komponen dari mulai keluarga, masyarakat dan sekolah. Strategi pembinaan ini sangat penting karena mengingat sekitar dua puluh tahun ke depan mereka akan memegang tanggung jawab dan peranan penting dalam menentukan kelangsungan bangsa dan negara ini. Pada tataran implementasi, transformasi dan internalisasi nilai-nilai pada siswa tidak hanya cukup melalui proses interaksi di kelas saja, akan tetapi harus banyak dikembangkan di luar kelas melalui wadah ekstrakurikuler dan kegiatan kepemudaan. Kegiatan ini akan banyak memberikan pengaruh positif terhadap pembentukan karakter pada siswa.

Sejarah membuktikan bahwa setiap perubahan banyak dimotori oleh gerakan pemuda, pemuda memiliki peranan yang penting dalam keberlangsungan kehidupan berbangsa dan bernegara ini. Dengan potensi dan energi yang dimiliki oleh pemuda, maka harapan dan cita-cita bangsa ke depan akan terwujud dengan baik. Untuk itu upaya-upaya pembinaan terhadap remaja harus dilakukan secara berkesinambungan..

Nilai-nilai yang harus diajarkan di sekolah juga tersirat dalam pandangan Lickona yang dikemukakan oleh Kesuma, dkk. (2011: 63), tentang pendidikan karakter di sekolah mencakup dua prinsip sebagai berikut ini:

1. Terdapat nilai-nilai yang bermanfaat secara objektif, disepakati secara universal yang harus diajarkan sekolah-sekolah di tengah masyarakat yang plural; dan


(17)

2. Sekolah-sekolah hendaknya tidak hanya memapari para siswa dengan nilai-nilai tersebut, tetapi juga membantu mereka memahami, menginternaliasi, dan bertindak berdasarkan nilai-nilai tersebut. Yang dimaksud dengan nilai di sini adalah nilai moral dan nonmoral. Nilai-nilai moral seperti kejujuran, tanggungjawab, ketidakmemihakan mengandung kewajiban. Kita merasa wajib memenuhi janji, membayar hutang, menyayangi anak, dan tidak memihak dalam menangani suatu perkara. Nilai moral mengatakan apa yang harus dilakukan.

Dari uraian di atas dapat kita lihat bahwa betapa pentingnya internalisasi nilai-nilai dalam proses belajar mengajar di sekola, karena sekolah adalah tempat di mana terjadi sebuah perubahan dalam diri setiap siswa dan proses pembentukan karakter juga terjadi di sini. Keluarga, sekolah, dan masyarakat memiliki andil yang besar dalam proses pembentukan karakter pada setiap anak. Apabila tiga lingkungan tertata dengan baik, maka proses internalisasi nilai-nilai dapat berjalan dengan optimal.

Character Quality Standards dalam Majid dan Andayani (2011: 109) merekomendasikan 11 prinsip untuk mewujudkan pendidikan karakter yang efektif, sebagai berikut:

1. Mempromosikan nilai-nilai dasar etika sebagai basis karakter

2. Mengidentifikasi karakter secara komprehenshif supaya mencakup pemikiran, perasaan, dan perilaku

3. Menggunakan pendekatan yang tajam, proaktif, dan efektif untuk membangun karakter.

4. Menciptakan komunitas sekolah yang memiliki kepedulian

5. Memberi kesempatan kepada siswa untuk menunjukan perilaku yang baik

6. Memiliki cakupan terhadap kurikulum yang bermakna dan menantang yang menghargai semua siswa, membangun karakter mereka, dan membantu mereka untuk sukses.

7. Mengusahakan tumbuhnya motivasi dari diri para siswa.

8. Memfungsikan seluruh staf sekolah sebagai komunitas moral yang berbagi tanggung jawab untuk pendidikan karakter dan setia kepada nilai dasar yang sama.

9. Adanya pembagian kepemimpinan moral dan dukungan luas dalam membangun inisiatif pendidikan karakter.


(18)

10. Memfungsikan keluarga dan anggota masyarakat sebagai mitra dalam usaha membangun karakter.

11. Mengevaluasi karakter sekolah, fungsi staf sekolah sebagai guru-guru karakter, dan manifestasi karakter positif dalam kehidupan siswa. Dengan merujuk pada 11 prinsip kualitas pengembangan karakter di atas, maka harus ada penanganan yang komprehensif dalam menangani pembinaan remaja atau generasi muda bangsa ini. Tidak cukup hanya dengan lingkungan sekolah saja, melainkan berbagai lini, seperti organisasi kepemudaan dan karang taruna.

Sekolah dipandang sebagai basis dari sebuah perubahan, maka tidaklah keliru apabila banyak pihak yang berharap bahwa pembangunan dan pengembangan karakter remaja akan terwujud. Pembinaan remaja atau pemuda memiliki peranan yang sangat strategis, karena di tangan merekalah ke depannya bangsa ini dipimpin. Sejarah membuktikan bahwa pemudalah yang banyak “menggetarkan dunia”, pemudalah yang banyak membawa perubahan. Maka sangatlah penting dari sejak dini perlunya menginternalisasikan nilai-nilai. Untuk itu sangatlah penting nilai patriotik dimiliki dalam setiap Jiwa bangsa Indonesia. Dengan demikian Bangsa Indonesia dapat berdiri tanpa rasa malu, berani meyuarakan kebenaran, juga dapat berdiri sejajar dengan Bangsa-Bangsa lain di dunia tanpa rasa takut dan memiliki martabat. Sauri (2010: 38) mejelaskan peranan sekolah sebagai berikut:

Peranan sekolah tidak berhenti pada pewarisan pelestarian nilai, tetapi juga menjadi lokomotif atau agen pembaruan masyarakat karena bagaimanapun sekolah merupakan pembinaan manusia yang akan mengisi masa depan masyarakat. Kondisi di masa depan berbeda dengan kondisi dan situasi hari ini. Karena itu, orientasi sekolah adalah orientasi ke masa depan dengan segala perangkat sistem yang harus dimilikinya. Proses pembelajaran tidak berhenti pada penyampaiain materi kurikulum, tetapi


(19)

pengembangan dan reproduksi budaya dan kebiasaan baru yang lebih unggul seyogyanya dilakukan.

Dari pemikiran di atas jelas bahwa peranan sekolah yang memilki fasilitas, kurikulum dan lingkungan yang tertata dengan baik sangat memungkinkan proses pewarisan nilai-nilai berjalan lebih optimal. Dengan demikian proses pembentukan karakter melalui integrasi dengan mata pelajaran akan lebih tepat sasaran dibandingkan dengan lingkungan keluarga dan masyarakat yang membutuhkan Qudwah Al-hasanah (teladan yang baik) dari setiap orang yang berada di lingkungan tersebut. Proses pembiasaan melalui berbagai kegiatan yang positif di sekolah merupakan bagian dari sarana dalam membentuk kepribadian siswa melalui internalisasi dan pananaman (inculcation) nilai-nilai.

Penanaman nilai-nilai bukan dengan doktrin atau dengan informasi yang disampaikan melalui ceramah, karena dengan metode ini upaya yang hendak dicapai tidak dapat tercapai dengan optimal. Pewarisan nilai-nilai ini begitu strategis dalam membangun bangsa ke depan, sebab sebuah peradaban harus terus berkembang dengan membawa perubahan kearah yang lebih baik. Bangsa yang memiliki peradaban maju akan dihormati dan dicatat dalam sejarah peradaban manusia. Bangsa ini membutuhkan sosok patriot-patriot yang mampu berjuang dengan ikhlas, yang bukan hanya berjuang demi kelompok atau golongannya saja sehingga memicu adanya pertengkaran antar anak bangsa. Gambaran perilaku anak bangsa saat ini memang sangat memprihatinkan, perilaku sebagian orang yang “ pragmatis dan hedonis” sudah menjadi bagian kehidupan kita sehari-hari. Dengan demikian perlu sebuah upaya dan strategi pembinaan untuk mengatasi krisis multi dimensi ini dengan penuh arif dan bijaksana. Seperti yang dikemukan


(20)

oleh Giroux (1983: 9) tentang fungsi dari kurikulum tersembunyi sebagai berikut:

The function of this hidden curriculum have been variously identified as the inculcation of values, political socialization, training in obediance and docility, the perpetuation of traditional class structure functions that may be characterized generally as social control

Fungsi kurikulum tersembunyi (hidden curriculum) memiliki aneka ragam untuk diidentifikasi sebagai penanaman nilai-nilai, sosialisasi politik, pelatihan dalam ketaatan dan kepatuhan, kelangsungan fungsi struktur kelas tradisional yang umumnya dapat dicirikan sebagai kontrol sosial. Jelas bahwa pendidikan karakter bukan hanya bertumpu pada satu mata pelajaran tetapi bagaimana dapat berintegrasi dengan mata pelajaran lain, yang mana nilai-nilai tersebut ditanamkan, diinternalisasikan dalam setiap kesempatan bukan hanya pada kegiatan kurikuler melainkan juga pada kegiatan kokulikuler dan ekstrakulikuler.

Kegiatan Paskibraka (Pasukan Pengibar Bendera Pusaka) merupakan bagian dari kegiatan ekstrakurikuler yang melibatkan perwakilan siswa-siswi SMA yang menjadi duta sekolahnya. Kegiatan ini merupakan sarana pembiasaan dalam proses pembentukan karakter patriotik, dan ini termasuk ke dalam hidden curriculum. Pengalaman-pengalaman dalam mencari jati diri setiap individu dapat diperoleh melalui interaksi remaja satu sama lain dalam kegiatan paskibraka yang tidak didapatkan di kelas. Kegiatan ini sangat berharga apabila berjalan sesuai dengan misi yang hendak dicapai, dan strategi yang dibuat berjalan sesuai dengan rencana yang ditetapkan.


(21)

Berdasarkan hal tersebut Budimansyah (2010) dalam Majid dan Andayani (2011: 109-110) berpendapat bahwa pendidikan karakter perlu dikembangkan dengan mendasarkan pada prinsip-prinsip sebagai berikut:

1. Berkelanjutan mengandung makna bahwa proses pengembangan nilai-nilai karakter bangsa merupakan sebuah proses panjang dimulai dari awal peserta didik masuk sampai selesai dari suatu satuan pendidikan. sejatinya, proses tersebut dimulai dari kelas 1 SD atau tahun pertama dan berlangsung paling tidak sampai kelas 9 atau kelas terakhir SMP. Pendidikan karakter bangsa di SMA adalah kelanjutan dari proses yang telah terjadi selama 9 tahun.

2. Melalui semua mata pelajaran, pengembangan diri, dan budaya satuan pendidikan masyarakat bahwa proses pengembangan nila-nilai karakter bangsa dilakukan melalui kegiatan kurikuler setiap mata pelajaran, kulikuler mata pelajaran pendidikan kewarganegaraan dan pendidikan Agama harus melahirkan dampak intruksional (intructional effect) dan dampak pengiring (nurturant effect), sedangkan bagi mata pelajaran lain cukup melahirkan dampak pengiring.

3. Nilai tidak diajarkan, tetapi dikembangkan

Artinya, nilai-nilai tersebut tidak dijadikan pokok bahasan yang dikemukakan seperti halnya ketika mengajarkan suatu konsep, teori, prosedur, ataupun fakta seperti dalam mata pelajaran tertentu.

4. Proses pendidikan dilakukan peserta didik secara aktif dan menyenangkan. Prinsip ini menyatakan bahwa proses pendidikan karakter dilakukan oleh peserta didik bukan oleh guru. Guru menerapkan prinsip “tut wuri handayani” dalam setiap prilaku yang ditunjukkan peserta didik. Prinsip ini juga menyatakan bahwa proses pendidikan dilakukan dalam suasana belajar yang menimbulkan rasa senang dan tidak indoktrinatif.

Dari pandangan di atas, proses penanaman nilai-nilai harus berjenjang dari mulai sekolah dasar sampai tingkat atas dan nilai-nilai harus diintegrasikan dalam semua mata pelajaran. Mata pelajaran agama dan kewarganegaraan memiliki peranan yang strategis dalam proses pengembangan karakter ini. Begitu pun mata pelajaran lain harus memiliki dampak pengiring sehingga proses pengembangan dapat berjalan beriringan dan saling melengkapi satu sama lain. Semua orang sepakat bahwa ilmu tidak bebas nilai, dengan kurikulum yang berlaku saat ini


(22)

sangat tepat nilai-nilai dapat diintegrasikan dalam semua mata pelajaran, dan guru harus mampu mengejawantahkan dalam tataran pelaksanaan di lapangan. Guru bukan lagi sebagai sumber ilmu satu-satunya melainkan bagaimana guru dapat memfasilitasi siswa dalam mengeksplorasi kemampuannya sehingga dapat menemukan jati dirinya sebagai individu yang memiliki karakter luhur. Strategi pembinaan karakter patriotik (pendidikan afektif) termasuk kategori pembelajaran emosional siswa. Pendidikan ini berupaya untuk menanamkan nilai-nilai patriotik ke dalam diri siswa atau remaja.

Paskibraka Kota Bandung merupakan wadah pembinaan generasi muda untuk berkomunikasi, konsultasi dan koordinasi dalam menampung aspirasi anggota Paskibraka satuan (sekolah), di mana Paskibraka memiliki potensi dalam menunjang tercapainya tujuan pendidikan nasional. Dari telaah studi dokumentasi dan studi pendahuluan, terungkap dalam anggaran dasar Paskibraka kota Bandung adanya tujuan pembinaan, antara lain sebagai berikut:

1. Menghimpun dan membina para anggota agar menjadi warga negara Indonesia yang ber pancasila, setia dan patuh pada negara kesatuan republik Indonesia dan menjadi pandu ibu pertiwi.

2. Mengamalkan dan mengamankan Pancasila dan Undang-Undang dasar 1945

3. Membina watak, memelihara dan meningkatkan rasa persaudaraan dan kekeluargaan, persatuan dan kesatuan, mewujudkan kerjasama yang bulat dan jiwa pengabdian kepada bangsa dan negara, memupuk rasa tanggungjawab dan daya cipta yang dinamis serta kesadaran nasional di kalangan para anggota, keluarga sekolah dan masyarakat.

4. Membentuk manusia Indonesia yang mempunyai tiga kualitas pokok yaitu:

a. Memiliki ketahanan jiwa/mental (Tangguh)

b. Memiliki cukup pengetahuan dan kemahiran teknis untuk dapat melaksanakan pekerjaannya (Tanggap)


(23)

Memahami tujuan dari pola pembinaan Paskibraka Kota Bandung tersebut, maka dapat diasumsikan bahwa program pembinaan Paskibraka memiliki nilai fungsional dalam proses pembinaan karakter patriotik. Dari identifikasi awal terhadap program pembinaan Paskibraka dapat terlihat bahwa nilai patriotik ditanamkan jelas dalam kegiatan ini. Seperti terlihat dari silabi yang dikembangkan ada kegiatan awal bela negara, kegiatan baris-berbaris, latihan kepemimpinan, pengetahuan tentang bendera dan lambang negara serta perlakuannya.

Melalui struktur program pembinaan Paskibraka sebagaimana dijelaskan di atas, maka secara konseptual dapat dikatakan bahwa proses pembinaan karakter patriotik melalaui Paskibraka Kota Bandung memiliki peluang yang besar untuk mewujudkannya. Berdasarkan asumsi tersebut, penelitian ini memfokuskan pada upaya bagaimana menganalisis fenomena yang terjadi dalam konteks strategi pembinaan karakter patriotik melalui Paskibraka kota Bandung.

B. PERMASALAHAN

Dari adanya permasalahan yang dipaparkan pada latar belakang di atas, bagaimana implementasi pembinaan Paskibraka, dan sejumlah hambatan serta permasalahan kerap dihadapi oleh pembina dan pelatih dalam menunjang kegiatan pembinaan. Diantaranya sejumlah permasalahan yang ada dapat dirumuskan sebagai berikut:

1. Pendidikan atau pembinaan generasi muda menuntut pencapaian kompetensi secara utuh (holistic) antara taxonomi tujuan pendidikan kognitif, afektif dan


(24)

psikomotor. Dalam rangka mencapai ketiga taxonomi tersebut jangan hanya menitikberatkan pada kegiatan kurikuler saja yang terbatas dalam lingkup kurikulum dengan waktu relatif terbatas tetapi juga harus dilengkapi dengan kegiatan ekstrakurikuler. Dengan demikian sekolah ataupun wadah pembinaan dituntut untuk mampu menyediakan fasilitas seperti tempat dan waktu dalam menunjang pendidikan yang akan melahirkan generasi berkarakter baik.

2. Strategi pembinaan yang tepat, penting dilakukan sehingga tujuan yang ingin dicapai dalam pembentukan karakter patriotik paskibraka dapat terwujud

3. Implementasi penanaman karakter patriotik dalam proses pembinaan menjadi bagian penting dari proses pembinaan, sehingga instruktur dan pelatih dituntut dapat menjalankan program kegiatan dan merencanakan latihan dengan baik.

4. Upaya-upaya dalam meningkatkan pembinaan karakter patriotik dan kendala-kendala yang muncul harus menjadi perhatian dalam rangka terus meningkatkan strategi pembinaan.

5. Pada pembinaan paskibraka, dampak dari proses penanamkan karakter patriotik harus terlihat jelas perbedaan antara yang memperoleh pembinaan dengan yang tidak, sehingga menjadi acuan dalam proses pembinaan.

Berdasarkan permasalahan-permasalahan di atas, pola pembinaan paskibraka Kota Bandung yang memiliki fungsi sangat strategis hendaknya benar-benar dapat dimanfaatkan sebagai wadah pembinaan karakter secara holistik. Melalui kegiatan pembinaan paskibraka, tujuan pendidikan dan pembinaan harus


(25)

dapat dicapai secara seimbang dalam rangka membangun karakter bangsa yang unggul.

C. FOKUS PENELITIAN

Berangkat dari latar belakang dan permasalahan penelitian sebagaimana dijelaskan di atas, maka peneltian ini akan mengkaji tentang bagaimana proses pembinaan paskibraka Kota Bandung dapat memiliki karakter patriotik. Setting penelitian memfokuskan pada fenomena yang terjadi dalam proses kegiatan pembinaan dan pelatihan sebagai wahana untuk membangun karakter dan nilai patriotik paskibraka kota Bandung. Atas dasar itulah, maka penelitian ini bersifat satudi kasus, Maxfield (1930) dalam Nazir (1999: 66), menjelaskan bahwa “studi kasus” (case study) adalah penelitian tentang status subjek penelitian berkenaan dengan suatu fase spesifik atau khas dari keseluruhan personalitas”. Subjek penelitian dalam studi kasus, bisa saja individu, kelompok, lembaga, maupun masyarakat. Tujuan dari studi kasus adalah untuk memberikan gambaran secara mendetail tentang latar belakang, sifat-sifat serta karakter-karakter yang khas dari kasus, ataupun status dari individu yang kemudian dari sifat-sifat khas di atas akan dijadikan suatu hal yang bersifat umum.

D. PERTANYAAN PENELITIAN

Untuk menjabarkan fokus pada penelitian ini sebagaimana dijelaskan di atas, maka dirumuskan pertanyaan penelitian sebagai berikut:

1. Karakter seperti apa yang ingin dibangun oleh pembina, instruktur dan pelatih dalam merumuskan strategi pembinaan paskibraka Kota Bandung?


(26)

2. Bagaimana penanaman karakter patriotik dilakukan dalam pembinaan paskibraka Kota Bandung?

3. Bagaimana implementasi strategi pembinaan karakter patriotik melalui paskibaraka?

4. Apa yang menjadi kendala-kendala dan upaya apa yang dilakukan oleh pembina, instruktur dan pelatih dalam menerapkan strategi pembinaan karakter patriotik melalui paskibraka?

5. Bagimana perbedaan sikap atau perilaku anggota paskibraka dengan siswa lainnya di sekolah maupun di masyarakat setelah mengikuti pembinaan?

E. TUJUAN PENELITIAN

1. Tujuan Umum

Secara umum penelitian ini bertujuan untuk mengungkap makna-makna tentang fenomena yang terjadi berkaitan dengan proses strategi pembinaan karakter patriotik melalui Paskibraka Kota Bandung, sehingga pada akhirnya dapat dijadikan pedoman pembinaan kegiatan paskibraka dalam membangun karakter bangsa.


(27)

Secara khusus, penelitian ini bertujuan untuk mengungkapkan dan menganalisis data-data empiris mengenai:

a. Karakter dan nilai rujukan yang digunakan pembina, instruktur dan pelatih dalam merumuskan program pembinaan dan pelatihan paskibraka.

b. Karakter dan nilai-nilai yang terkandung dalam kegiatan pembinaan paskibraka melalui internalisasi karakter patriotik.

c. Implementasi program strategi pembinaan karakter patriotik melalui paskibraka.

d. Kendala yang dihadapi oleh pembina, intruktur dan pelatih dalam strategi pembinaan karakter patriotik melalui paskibraka.

e. Setelah selesai mengikuti pembinaan anggota Paskibraka memiliki karakter patriotik yang kuat.

F. MANFAAT PENELITIAN

1. Manfaat Teoritis

Dalam kerangka kajian teoritis, hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan bahan kajian ke arah pengembangan pendidikan nilai dalam strategi pembinaan karakter patriotik melalui paskibraka pada setting pembinaan paskibraka kota Bandung. Temuan-temuan empirik dari penelitian ini juga, dapat dijadikan sebagai bahan untuk merumuskan konsep-konsep mengenai strategi pembinaan karakter patriotik bagi remaja sebagai salah satu acuan dalam


(28)

merumuskan konsep-konsep yang berhubungan dengan model pendidikan nilai dalam setting paskibraka.

2. Manfaat Praktis

Dalam tataran praktis, hasil penelitian ini diharapkan memberikan manfaat sebagai berikut:

a. Bagi pembina paskibraka, dapat dijadikan sebagai bahan masukan dalam merumuskan program pembinaan, khususnya yang berkaitan dengan program pembinaan paskibraka yang memberikan kontribusi positif bagi pembentukan karakter patriotik anggota paskibraka.

b. Bagi pelatih, dapat dijadikan sebagai bahan kajian untuk melakukan refleksi ke arah perumusan strategi internalisasi nilai dalam pembentukan karakter patriotik pada kegiatan paskibraka.

c. Bagi sekolah, dapat dijadikan sebagai pedomam praktis dan kajian komparasi dalam upaya strategi pembinaan siswa dalam setting sekolah.

d. Bagi pengembangan Body Of Knowlegde (kerangka ilmu) Pendidikan Umum, khususnya berkaitan dengan pengembangan prinsip-prinsip dasar pembinaan paskibraka sebagai wahana pembentukan karakter dan jiwa patriotik di oraganisasi Paskibraka.


(29)

BAB III

METODE PENELITIAN

A. METODE PENELITIAN DAN PENDEKATAN PENELITIAN a. Metode Penelitian

Pada penelitian ini metode yang akan digunakan adalah deskriptik analitik dengan pendekatan kualitatif. Sebagaimana yang diungkapkan oleh Creswell (1998: 15) bahwa: ―Qualitative research in an inquiry process of understanding based on distinct methodological traditions of inquiry that explore a social or human problem. The researcher builds of informants, and conducts the study in a natural setting”. Dikuatkan oleh David William (Moleong, 2007: 5) menyebutkan bahwa istilah kualitatif adalah pengumpulan data pada satu latar ilmiah, dengan menggunakan metode alamiah dan dilakukan oleh orang atau peneliti yang tertarik secara ilmiah. Pendekatan kualitatif didasarkan atas fenomenologis yang pada dasarnya bertujuan memperoleh pemahaman dan pengertian tentang perilaku manusia ditinjau dari aktor perilaku manusia itu sendiri. Fenomenologis mempelajari pengalaman manusia dalam kehidupan yang mempercayai bahwa kebenaran itu akan terungkap melalui proses interaksi dan menyelami perilaku pada setiap manusia atau kelompok manusia, sehingga pada akhirnya akan memperoleh kesimpulan tentang apa yang penting, dinamis dan berkembang.

Selanjutnya Bogdan dan Biklen (1982: 5) mendefinisikan metode kualitatif sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati.


(30)

Pendekatan ini diarahkan pada latar individu secara holistic (utuh), sejalan dengan pendapat Nasution (1982: 5) bahwa ―penelitian kualitatif pada hakikatnya adalah mengamati orang dalam lingkungan hidupnya, berinteraksi dengan mereka, berusaha memahami bahasa lisan dan tafsiran mereka tentang dunia sekitarnya‖.

Dalam implementasinya, metode-metode deskriftif tidak hanya terbatas hanya sampai kepada interpretasi dan penyusunan data, akan tetapi meliputi analisa dan interpretasi tentang arti data itu. Sebab itulah, maka dapat dilakukan sebuah penelitian kualitatif.

Ciri-ciri pendekatan kualitatif, dikuatkan oleh Bogdan dan Biklen (1982: 27-29), Yaitu: (1) sumber data dalam penelitian kualitatif ialah situasi wajar atau natural dan peneliti merupakan instrumen kunci; (2) riset kualitatif bersifat deskriptif; (3) riset kualitatif lebih memperhatikan proses ketimbang hasil atau produk semata; (4) peneliti kualitatif cenderung menganalisa data secara induktif; (5) makna merupakan soal esensial bagi pendekatan kualitatif.

Selain ciri-ciri di atas, dapat ditambahkan pula sesuai dengan pendapat Nasution (1988: 9-12) sebagai berikut: (1) Mengutamakan data langsung atau first hand; (2) Triangulasi; (3) Menonjolkan rincian konstektual; (4) subjek yang diteliti dipandang berkedudukan sama dengan peneliti; (5) Mengutamakan perspektif emic; (6) Verifikasi, termasuk kasus negatif; (7) Sampling purposif; (8) Menggunakan audit trail; (9) Partisipasi tanpa mengganggu; (10) Mengadakan analisis awal sejak penelitian; (11) desain penelitian tampil dalam proses penelitian.


(31)

Berdasarkan ciri-ciri diatas, peneliti dapat berkomunikasi secara langsung dengan subjek yang diteliti serta dapat mengamati mereka sejak awal sampai akhir proses penelitian. Fakta atau data itulah yang kemudian akan diberi makna sesuai dengan teori-teori yang terkait dengan fokus masalah yang diteliti. Ini sejalan dengan pandangan Bogdan dan Biklen (1982: 31) yang antara lain mengemukakan bahwa ― pendekatan kualitatif berusaha untuk memahami dan menafsirkan makna tentang suatu peristiwa dan interkasi perilaku manusia dalam situasi tertentu‖. Dengan demikkian, dalam rangka menemukan fakta dan data secara alamiah itulah, yang melandasi peneliti menetapkan untuk menggunakan pendekatan kualitatif terhadap permasalahan yang diteliti.

b. Pendekatan Penelitian

Pemilihan pendekatan kualitatif karena dianggap sangat sesuai dengan masalah yang menjadi fokus penelitian. Selain daripada itu, pendekatan ini memiliki karakteristik yang menjadi kelebihannya. Dan penelitian kualitatif memiliki karakter atau cirri-ciri tersediri dibandingkan dengan jenis penelitian yang lain. Guba dan Lincoln dalam Al Wasilah (2009: 104-107) mengemukakan bahwa, dalam pendekatan kualitatif terdapat 14 karakteristik yakni:

1. Latar alamiah; Secara ontologis suatu objek harus dilihat dalam konteksnya yang alamiah, dan pemisahan anasir-anasirnya akan mengurangi derajat keutuhan dan makna kesatuan objek itu, sebab makna objek itu tidak identik dengan jumlah keseluruhan bagian-bagian tadi.

2. Manusia sebagai alat (instrument); Peneliti menggunakan dirinya sebagai pengumpul data utama. Benda-benda lain selain manusia tidak dapat menjadi instrument karena tidak mampu memahami dan menyesuaikan diri dengan realitas yang sesungguhnya.

3. Pemanpaatan pengetahuan non-proporsional: Peneliti naturalistis meligitimasi penggunaan intuisi, perasaan, firasat dan pengetahuan yang lain yang tak terbahaskan (tacit knowledge) selain pengetahuan


(32)

proporsional (proportional knowledge) karena pengetahuan jenis pertama itu banyak dipergunakan dalam peruses interaksi antara peniliti dan responden.

4. Metode-metode kualitatif; peniliti kualitatif memilih metode-metode kualitatif karena metode-metode inilah yang lebih mudah diadaptasikan dengan realitas yang beragam dan saling berinteraksi. 5. Sampel purposif; pemilihan sampel secara purposif atau teoritis

disebabkan peneliti ingin meningkatkan cakupan dan jarak data yang dicari demi mendapatkan realitas yang berbagi-bagai, sehingga segala temuan akan terlandaskan secara lebih mantap karena prosesnya melibatkan kondisi dan nilai lokal yang semuanya saling mempengaruhi.

6. Analisis data secara induktif;

7. Teori dilandaskan pada data di lapangan;

8. Desain penelitian mencuat secara alamiah; Para peneliti memilih desain penelitian muncul, mencuat, mengalir secara bertahap, bukan dibangun di awal penelitian.

9. Hasil penelitian berdasarkan negosiasi; Para peneliti naturalistik ingin melakukan negosiasi dengan responden untuk memahami makna dan interpretasi mereka ikhwal data yang memang diperoleh dari mereka. 10. Cara pelaporan kasus; Gaya pelaporan ini lebih cocok ketimbang cara

pelaporan saintifik yang lazim pada penelitian kuantitatif, sebab pelaporan kasus lebih mudah diadaptasikan terhadap deskripsi realitas di lapangan yang dihadapi para peneliti.

11. Interpretasi idiografik; Data terkumpul termasuk kesimpulannya akan diberi tafsir secara idiografik, yaitu secara kasus, khusus dan konstektual, tidak nomotetis, yakni berdasarkan hukum-hukum generalisasi.

12. Aplikasi tentatif; Peneliti kualitatif kurang berminat (ragu-ragu) untuk membuat klaim-klaim aplikasi besar dari temuannya karena realitas yang dihadapinya bermacam-macam.

13. Batas penelitian ditentukan fokus; Ranah teritorial penelitian kualitatif sangat ditentukan oleh fokus penelitian yang memang mencuat ke permukaan.

14. Kepercayaan dengan kriteria khusus; Istilah-istilah seperti internalvalidity, external validity, reliability dan objectivity kedengaran asing bagi para peneliti naturalistik, karena memang bertentangan dengan aksioma-aksioma naturalistik. Keempat istilah tersebut dalam penelitian naturalistik diganti dengan credibility, transferability, dependability, dan confirmability.

Dalam pelaksanaannya di lapangan pada umumnya persamaan sifat dari segala bentuk penelitian deskriptif digunakan karena masalah yang sedang diteliti merupakan masalah yang sedang berlangsung saat ini atau sekarang.


(33)

Dalam berbagai pengalaman dan penelitiannya, Guba dan Lincoln (Moleong, 2007: 8) mengkaji kembali dan memadukan cirri-ciri penelitian kualitatif yang dilakukannya dengan hasil penelaahan yang ditemukan Bogdan dan Biklen (1982). Dan dalam kajian ini mereka mengupas 11 macam karakteristik kualitatif yaitu sebagai berikut:

1. Latar Alamiah; Konsteksnya alamiah dari suatu keutuhan (entity). Ontology alamiah menghendaki adanya kenyataan-kenyataan sebagai keutuhan yang tidak dapat dipahami dan dipisahkan.

2. Manusia sebagai alat (instrument); Penelitian sendiri atau dengan bantuan orang lain merupakan alat pengumpul data utama.

3. Metode kualitatif; Peneliti menggunakan metode kualitatif yakni pengamatan, wawancara, atau penelaahan dokumen.

4. Analisis data secara induktif;

5. Teori dari dasar (grounded theory); lebih menghendaki arah bimbingan penyusunan teori substantif yang berasal dari data.

6. Deskriptif; Data-data yang dikumpulkan adalah berupa data-data, kata-kata, gambar dan bukan angka-angka.

7. Lebih mementingkan proses dari pada hasil;

8. Adanya batas yang ditentukan oleh fokus; Alasan pertama, batas menentukan kenyataan jamak yang kemudian mempertajam fokus. Kedua, penetapan fokus dapat lebih dekat dihubungkan dengan interaksi antara peneliti dan fokus.

9. Adanya criteria khusus untuk keabsahan data; Penelitian ini meredifikasi validitas, reliabilitas, dan objektivitas dalam versi lain dibandingkan dengan yang lazim digunakan dalam penelitian klasik. 10. Desain yang bersifat sementara;

11. Hasil penelitian dirundingkan dan disepakati bersama.

Dari kedua pendekatan di atas, dalam hal penelitian ini penulis lebih cenderung untuk mengikuti karekteristik yang baru yakni, yang sebelas macam karakteristik.

B. INSTRUMEN PENELITIAN

Dalam penelitian deskriptif-kualitatif peneliti menjadi instrumen utama yang terjun langsung ke lapangan dalam rangka mengumpulkan data dan


(34)

informasi melalui pengamatan langsung (observasi), wawancara, maupun penelaahan dokumen.

Instrumen penelitian yang menjadi perhatian adalah bahwa peneliti terjun langsung ke lapangan menjadi pengamat, pembaca dan penilai situasi serta kondisi proses pelatihan dan pembinaan yang berlangsung pada Paskibraka Kota Bandung, serta bagaimana strategi pembinaan karakter patriotik itu, terprogram dan terencana dalam seluruh aspek pada kegiatan yang dilakukan dalam pelatihan tersebut. Selanjutnya yang dimaksud dengan peneliti sebagai pengamat adalah peneliti tidak sekedar melihat peristiwa dalam situasi pelatihan dan pembinaan yang ada, melainkan memberikan interpretasi dan menganalisa terhadap situasi tersebut. Sedangkan peneliti sebagai pembaca situasi adalah peneliti melakukan analisa terhadap berbagai peristiwa yang terjadi dalam situasi tersebut, dan selanjutnya menyimpulkan hasil penelitian untuk dimaknai.

Maleong (2007: 196-172) menjelaskan ciri-ciri manusia sebagai instrumen yaitu sebagai berikut:

1. Responsif. Manusia sebagai instrument responsif terhadap lingkungan dan terhadap pribadi-pribadi yang menciptakan lingkungan. Sebagai manusia ia bersifat interaktif terhadap orang dan lingkungannya.

2. Dapat menyesuaikan diri.Manusia sebagi instrumen hampir tidak terbatas dapat menyesuaikan diri pada keadaan dan situasi mengumpulkan data.

3. Menekankan kebutuhan. Manusia sebagai instrumen memanfaatkan imajinasi dan kretivitasnya dan memandang dunia ini sebagai suatu keutuhan, jadi sebagai konsteks yang berkesinambungan dimana mereka memandang dirinya sendiri dan kehidupannya sebagai suatu yang riel, benar dan mempunyai arti..

4. Memproses data secepatnya. Memanfaatkan kesempatan untuk mengklarifikasikan dan mengikhtisarkan. Manusia sebagai instrumen memiliki kemampuan lainnya, yaitu kemampuan untuk menjelaskan sesuatu yang kurang dipahami oleh subjek atau responden.


(35)

5. Memanfaatkan kesempatan untuk mencari respons yang tidak lazim dan idiosinkratik. Manusia sebagai instrumen memiliki pula kemampuan untuk menggali informasi yang lain dari yang lain, yang tidak direncanakan semula, yang tidak diduga terlebih dahulu, atau yang tidak lazim terjadi.

C. SAMPLING DAN SATUAN KAJIAN

Dalam teknik sampling penelitian kualitatif tentu akan berbeda dengan penelitian kauantitatif. Dalam penelitian kuantitaif, sampel yang dipilih dari suatu populasi dapat digunakan untuk mengadakan generalisasi. maka, sampel benar-benar akan mewakili ciri-ciri suatu populasi.

Dalam paradigma alamiah, menurut Guba dan Lincoln dalam Moloeng (2007: 7) peneliti memulai dengan asumsi bahwa konteks itu kritis sehingga masing-masing konteks itu ditangani dari segi konteksnya sendiri.

Penelitian kualitatif sangat berkaitan dengan faktor-faktor kontekstual. Sedangkan yang dimaksud sampling dalam penelitian ini adalah untuk mendapatkan sebanyak mungkin data dan informasi dari berbagai macam sumber yang ada. Oleh karena itu, tujuannya bukanlah menitikberatkan pada adanya perbedaan-perbedaan yang nantinya dikembangkan untuk dilakukan generalisasi. Tujuannya antara lain untuk melihat dan merinci kekhususan yang ada dalam ramuan konteks yang unik. Maksud kedua dari sampling adalah menggali data dan informasi yang akan menjadi dasar dalam rancangan dan teori-teori yang muncul. Maka dari itu, pada penelitian kualitatif tidak ada sampel acak, tetapi sampel bertujuan (purposive sample).

Menurut Moleong (2007: 224-225) sampel bertujuan dapat dilihat dan diketahui dari ciri-ciri yang ada sebagai berikut:


(36)

1. Rancangan sample yang muncul, yaitu sampel tidak dapat ditentukan atau ditarik terlebih dahulu.

2. Pemilihan sampel secara berurutan.

3. Penyesuaian berkelanjutan dari sampel. Pada mulanya, setiap sampel dapat sama kegunaannya. Namun, sesudah makin banyak informasi yang masuk dan makin mengembangkan hipotesis kerja maka sampel akan dipilih atas dasar fokus penelitian.

4. Pemilihan berakhir jika sudah terjadi pengulangan.

Maka dari itu, satuan kajian biasanya akan ditetapkan dan juga rancangan penelitiannya. Sedangkan keputusan tentang penentuan sampel, besarnya, dan strategi sampling pada dasarnya bergantung pada penetapan satuan kajian. Biasannya satuan kajian itu bersifat perseorangan, seperti siswa, anggota, atau pasien yang akan dijadikan kajian.

Apabila perseorangan itu sudah ditentukan dan akan dijadikan kajian, maka proses pengumpulan data dan informasi dipusatkan disekitarnya. Sesuatu yang akan dikumpulkan adalah apa yang telah terjadi dalam kegiatannya, apa yang mempengaruhinya, bagaimana perilakunya, dan seterusnya. Dalam konteks penelitian ini, satuan kajiannya adalah instruktur, pelatih dan anggota Paskibraka Kota Bandung, sedangkan sampelnya instruktur, pelatih dan anggota Paskibraka yang menjadi sasaran proses observasi.

D. TEKNIK PENGUMPULAN DATA

Pada penelitian ini, peneliti akan menggunakan empat teknik pada saat proses pengumpulan data yakni observasi, wawancara, dokumentasi dan kajian pustaka.


(37)

a. Tehnik Observasi

Dalam tehnik ini, peneliti akan ikut berperaan serta dalam kegiatan pelatihan di lapangan maupun dalam kelas yang dilakukan atau diikuti oleh semua responden. Peneliti akan ikut berpartisipasi dalam berbagai kegiatan responden tetapi tentunya tidak akan sepenuhnya diikuti. Hal ini tidak lain adalah untuk menjaga suasana kondusif karena kedudukan peneliti sebagai orang diluar sistem (pengamat) dan sebagai orang yang ikut berpartisipasi dalam lingkungan responden. Walaupun ikut berpartisipasi, observasipun dilakukan secara terbuka, maknanya diketahui oleh responden karena sebelumnya telah mengadakan survey pendahuluan terhadap responden yang ada.

Setiap kegiatan yang dilakukan peneliti di atas, cocok dan sesuai dengan apa yang diungkapkan Moleong (2007: 163) bahwa ―ciri has penelitian kualitatif tidak bisa dipisahkan dari pengamatan berperan serta, namun peran penelitilah yang menentukan keseluruh sekenarionya‖. Selanjunya Bogdan dalam Moleong (2007: 164) menjelaskan bahwa:

Pengamatan berperan serta sebagai penelitian yang bercirikan interaaksi sosial, yang memakan waktu cukup lama antara peneliti dengan subjek dalam lingkungan subjek, dan selama itu data dalam bentuk catatan lapangan dikumpulkan secara sistematik dan berlaku tanpa gangguan.

Dengan demikian, agar hasil observasi ini dapat membantu menjawab dari tujuan penelitian yang telah ditetapkan, maka dalam penelitian ini, peneliti menyesuaikan dengan apa yang diungkapkan oleh Merriam dalam Alwasilah (2006: 215-216) yakni dalam observasi harus ada lima unsur penting sebagai berikut: 1). Latar (setting); 2). Pelibat (participant); 3). Kegiatan dan interkasi


(38)

(activity and interaction); 4). Frekuensi dan durasi (frequency and duration); dan 5). Faktor substil (subtle factors).

Selajutnya Guba dan Lincoln dalam Moleong (2007: 174-175) memberikan beberapa alasan, mengapa dalam penelitian ini pengamatan harus dimanfaatkan sebesar-besarnya. Hal ini dikarenakan dapat memberikan bantuan sebagai berikut:

Pertama, teknik pengamatan ini didasarkan atas pengalaman secara langsung.

Kedua, teknik pengamatan juga memungkinkan melihat dan mengamati sendiri, kemudian mencatat perilaku dan kejadian sebagaimana yang terjadi pada keadaan sebenarnya.

Ketiga, pengamatan memungkinkan peneliti mencatat peristiwa dalam situasi yang berkaitan dengan pengetahuan proporsional maupun pengetahuan yang langsung diperoleh dari data.

Keempat, sering terjadi ada keraguan pada peneliti, jangan-jangan pada data yang dijaringnya ada yang keliru atau bias.

Kelima, teknik pengamatan memungkinkan peneliti mampu memahami situasi-situasi yang rumit.

Keenam, dalam kasus-kasus tertentu dimana teknik komunikasi lainnya tidak dimungkinkan, pengamatan dapat menjadi alat yang sangat bermanfaat‖.

Pada saat melakukan observasi, peneliti mencatat setiap fenomena yang terjadi. Dan pada saat sesampainya di rumah catatan yang telah dibuat pada saat di lapangan, langsung ditranskrif ke dalam catatan lapangan.

Untuk mengkonfirmasi dan menindaklanjuti temuan-temuan dilapangan pada saat pengamatan langsung yang sudah dituangkan ke dalam catatan lapangan, selanjutnya peneliti melakukan proses wawancara terhadap instruktur, pelatih dan anggota Paskibraka.


(39)

b. Tehnik Wawancara

Tehnik wawancara dilakukan dengan mengacu pada instrumen yang telah dibuat (pedoman wawancara), berupa rangkaian pertanyaan yang tidak berstruktur yang dapat dikembangkan terus, baik terhadap instruktur, pelatih maupun anggota Paskibraka. Maka diperoleh data atau informasi yang valid dan akurat. Selain dibuat pertanyaan-pertanyaan sebagai pedoman wawancara, peneliti juga menggunakan tape recorder serta kamera sebagai alat bantu penelitian.

Sedangkan maksud dan tujuan melakukan wawancara, seperti yang dikatakan oleh Guba dan Lincoln dalam Moleong (2007: 186) antara lain sebagai berikut:

Mengkonstruksi mengenai orang, kejadian, organisasi, perasaan, motivasi, tuntutan, kepedulian dan lain-lain kebulatan; merekontruksi kebulatan-kebulatan demikian sebagai yang dialami masa lalu; memproyeksikan kebulatan-kebulatan sebagai yang diharapkan untuk dialami pada masa yang akan datang; memverifikasi, mengubah, dan memperluas informasi yang diperoleh dari orang lain, baik manusia maupun bukan manusia (triangulasi); dan memverifikasi, mengubah, dan memperluas kontruksi yang dikembangkan oleh peneliti sebagai pengecekan anggota.

Selanjutnya Guba dan Lincoln dalam Alwasilah (2006: 195) mengungkapkan ada lima langkah penting dalam melakukan intervieu, yakni: 1) Menentukan siapa yang diinterviu; 2) Menyiapkan bahan-bahan intervieu; 3) Langkah-langkah pendahuluan; 4) Mengatur kecepatan mengintervieu dan mengupayakan agar tetap produktif; dan 5) Mengakhiri intervieu.

Sesuai dengan langkah-langkah yang telah ditetapkan oleh Guba dan Lincoln di atas, maka langkah awal yang dilakukan oleh peneliti adalah menetukan siapa yang akan diwawancara (intervieu).


(40)

Setelah ditetapkan orang yang akan diintervieu, maka selanjutnya peneliti menyusun pedoman wawancara sebagai acuan dalam peraktek wawancara agar terarah kepada fokus penelitian, dan pada pelaksanaannya pertanyaan akan terlontar secara sistematis sesuai dengan pedoman, tetapi tidak jarang ditambahkan beberapa pertanyaan atas fenomena baru yang mencuat.

Dalam pedoman wawancara isinya akan mengacu kepada rumusan masalah, ruang lingkup dan pedoman wawancara berbeda setiap sasaran responden yang diwawancarai.

Teknik pengumpulan data yang akan digunakan adalah: wawancara, observasi partisipatif secara langsung di sekretariat Purna Paskibraka Indonesia, jalan Matraman No 17 Bandung. Sedangkan wawancara akan dilakukan dengan anggota paskibraka, pembina, pelatih dan instruktur (akan dipilih) yang benar-benar mewakili populasi. Selanjutnya wawancara dengan orang-orang tertentu yaitu Dinas Pendidikan Kota Bandung yang mewadahinya. Wawancara akan dilakukan berulang kali sebagai Cross Chek (triangulasi) dan akan direkam menggunakan alat perekam, agar diperoleh data yang valid dan ajeg. Sebelum dilakukan wawancara akan dipersiapkan terlebih dahulu Guiding Quetions yang relavan dengan tema penelitian ini. Data-data lainnya yang juga akan diusahakan yaitu mendapatkan dokumen-dokumen paskibraka, booklet, dan agenda-agenda lainnya di sekretariat Purna Paskibraka Indonesia. Semua data tersebut akan dikumpulkan, dipilih, dan dianalisa. Data yang lain yang sudah penulis kumpulkan adalah: buah buku tentang pendidikan karakter dan artikel, jurnal, dan procending tentang pendidikan karakter. Paskibraka sebagai objek penelitian


(41)

yang dipilih, karena paskibraka adalah adalah siswa-siswi pilihan yang dikirim melalui proses seleksi dan dibina untuk mengenban tugas mengibarkan dupilikat bendera pusaka.

c. Studi Dokumentasi

Studi dokumentasi dalam hal ini tidak lain adalah mengkaji dan mempelajari dokumen-dokumen yang ada kaitannya dengan masalah penelitian.

Sebagaimana yang dikatakan oleh Guba dan Lincoln dalam Alwasilah (2006: 156) menyatakan bahwa:

 Dokumen merupakan sumber informasi yang lestari, sekali pun dokumen tidak lagi berlaku.

 Dokumen merupakan bukti yang dapat dijadikan dasar untuk mempertahankan diri terhadap tuduhan dan kekeliruan interpretasi.  Dokumen itu merupakan sumber data yang relatif mudah dan murah

dan terkadang dapat diperoleh dengan cuma-cuma.

 Dokumen merupakan sumber data yang non reaktif dan alami.

 Dokumen berperan sebagai sumber pelengkap dan memperkaya bagi informasi yang diperoleh lewat intervieu atau observasi‖.

Pada penelitian ini, tehnik dokumentasi dilakukan untuk mengetahui dokumen tentang bagaimana kurikulum dan proses strategi pembinaan karakter patriotik Paskibraka Kota Bandung sebelum penelitian. Dan dokumen tersebut diperoleh dari instruktur dan pelatih Paskibraka Kota Bandung berbentuk silabus, rencana pelatihan (Renlat). Selain itu dokumen yang berhubungan dengan organisasi Paskibraka, diperoleh oleh peneliti dari sekretariat Paskibraka. Dan dokumen lain berasal dari Purna Paskibraka Indonesia kota Bandung yang dianggap mendukung pada pengembangan disiplin dan pembelajaran pendidikan agama Islam, serta kegiatan-kegiatan yang berkaitan dengan strategi pembinaan karakter patriotik Paskibraka Kota Bandung.


(42)

d. Tehnik Studi Pustaka

kajian pustaka dilakukan dalam rangka mengumpulkan data ilmiah dari berbagai literatur yang berhubungan dengan konsep strategi pembinaan karakter patriotik melalui Paskibraka Kota Bandung, kegiatan pembelajaran serta metode penelitian pendidikan.

Untuk mendapatkan data-data ilmiah ini, penulis mengkaji berbagai referensi diantaranya; 1) Perpustakaan Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) Bandung; 2) Perpustakaan Program Studi Pendidikan Umum SPs UPI; 3) perpustakaan Pascasarjana Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) Bandung; 4) Sekretariat Purna Paskibraka Indonesia Kota Bandung; 5) Perpustakaan penulis sendiri; 6) Internet dan sumber lain yang mendukung terhadap penulisan penelitian tesis ini.

E. TAHAPAN-TAHAPAN PENELITIAN

Dalam rangka mendapatkan data secara maksimal, penulis melakukan penelitian dengan beberapa tahapan yaitu melalui: orientasi lapangan , eksplorasi, pencatatan data, dan analisis data.

a. Tahapan Orientasi

Pada tahapan orientasi, awalnya peneliti mengadakan survey ke sekretariat Purna Paskibraka Kota Bandung (PPI), yang diawali dialog dengan instrukrur dan pelatih. Setelah mendapatkan informasi dan izin dari ketua PPI, penulis selanjutnya mengadakan wawancara sederhana tentang strategi pembinaan


(43)

karakter patriotik melalui Paskibraka sebagai wujud internalisasi nilai-nilai dalam pendidikan umum/ nilai.

Dari hasil pendekatan tersebut peneliti mengambil dua unsur responden yaitu Instruktur, pelatih anggota Paskibraka dan Purna Paskibraka Indonesia kota Bandung.

b. Tahapan Eksplorasi

Pada tahapan ini peneliti mulai melakukan kunjungan pada sekretariat dan responden, serta mulai mengenal dekat dengan responden. Selanjutnya meningkat dengan mengamati sekaligus berpartisipasi bersama responden. Sehingga penulis dapat melaksanakan wawancara dengan instruktur, pelatih, anggota Paskibraka dan Purna Paskibraka Indonesia kota Bandung.

Untuk mendukug kelengkapan data, peneliti pun mencari informasi dari responden yang berasal dari anggota Paskibraka yang mewakilinya.

Proses pengamatan dilakukan dengan membuat janji terlebih dahulu dengan instruktur, pelatih anggota Paskibraka dan PPI.

Pengamatan selanjutnya dilakukan di lapangan maupun dalam kelas pada saat kegiatan pemusatan pendidikan dan latihan dasar anggota Paskibraka

c. Tahapan Pencatatan Data

Hasil catatan merupakan rekaman hasil observasi dan wawancara, yang dilakukan ketika di lapangan berupa catatan-catatan singkat atau catatan kunci. Setiap kali menemukan infoemasi baru dan mencuat segera dicatat, agar tidak informasi atau data tidak hilang.


(44)

Selanjutnya langkah-langkah penulisan catatan lapangan yang dilakukan oleh peneliti, sebagaimana yang dikatakan oleh Moleong (2006: 216-217) sebagai berikut:

1. Pencatatan awal. Pencatatan ini dilakukan sewaktu berada di latar penelitian dengan jalan hanya menuliskan kata-kata kunci pada buku nota.

2. Pembuatan catatan lapangan lengkap setelah kembali ke tempat tinggal. Pembuatan catatan ini dilakukan dalam suasana yang tenang dan tidak ada gangguan. Hasilnya sudah berupa catatan lapangan lengkap.

3. Apabila sewaktu ke lapangan penelitian kemudian teringat bahwa masih ada yang belum dicatat dan dimasukan dalam catatan lapangan, dan hal itu dimasukan.

d. Tahapan Analisis Data

Analisis data kualitatif merupakan upaya yang dilakukan dengan cara bekerja sesuai dengan data dan informasi yang diperoleh, mengorganisasikan dan mengolah data, memilah-milahnya menjadi satuan yang dapat dikelola, mensintesiskannya, mencari dan menemukan pola, menemukan apa yang diamggap penting, serta menentukan apa yang dapat diceritakan kepada orang lain.

Dari hasil wawancara dan observasi yang telah dituangkan ke dalam catatan lapangan, maka selanjutnya data tersebut diolah dan dianalisa. Pengolahan dan penganalisaan data merupakan bagian dari upaya untuk menata data secara sistematis. Tujuannya antara lain untuk meningkatkan pemahaman peneliti pada berbagai masalah yang sedang diteliti dan upaya memahami maknanya.

Seiddel dalam Moleong (2007: 248) mengatakan bahwa dalam proses melakukan analisis data kualitatif, agar diperhatikan hal-hal sebagai berikut:


(45)

1. Mencatat yang menghasilkan catatan lapangan, dengan hal itu diberi kode agar sumber datanya tetap dapat ditelusuri.

2. Mengumpulkan, memilah-milah, mengklasifikasikan, mengsintesiskan, membuat ikhtisar, dan membuat indeknya.

3. Berfikir dengan jalan membuat agar kategori data itu mempunyai makna, mencari dan menemukan pola dan hubungan-hubungan, serta membuat temuan-temuan umum.

Tahapan selanjutnya adalah analisis data yang menurut Janice Mc Drury dalam Moleong (2007: 248) harus dilanjutkan ke tahap berikutnya yakni: ―a) Membaca/ mempelajari data, menandai kata-kata kunci dan gagasan yang ada dalam data; b) Mempelajari kata-kata kunci itu, berupaya menemukan tema-tema yang berasal dari data;c) Menuliskan model yang ditemukan; dan d) Koding yang telah dilakukan‖.

Melihat paparan di atas, maka proses analisis data dalam penelitian ini akan dikembangkan berdasarkan hasil observasi dan wawancara. Selanjutnya dituangkan dalam catatan lapangan untuk dikategorikan berdasarkan pengkodean yang telah dibuat. Lalu peneliti memilih kategori yang terdapat hubungan dengan fokus penelitian untuk dianalisis dan diberi makna sehingga menghasilkan sebuah teori.

Untuk melihat alur analisis data dalam penelitian ini, dapat dilihat dalam bagan sebagai berikut:


(46)

e. Tahapan Pelaporan

Data yaang telah dilakukan analisa maka kemudian dipadukan dengan teori-teori yang sesuai dengan konsepsi penulis tentang permasalahan yang menjadi fokus penelitian. Proses pemaduan konsepsi penelitian dituangkan pada laporan penelitian yang sistematikanya mengacu pada pedoman penulisan karya tulis ilmiah dari Universitas Pendidikan Indonesia edisi 2011.

Selain itu, dalam rangka menyempurnakan laporan penelitian dilakukan proses bimbingan secara berkelanjutan dengan dosen pembimbing, baik pembimbing I maupun pembimbing II.

F. VALIDISASI DAN REALIBILITAS DATA

Untuk menguji kebenaran secara ilmiahnya serta memiliki nilai keajegan, maka dalam penelitian ini harus dilakukan uji validitas dan reliabilitas atas data yang ditemukan di lapangan.

a. Validasi Data

Sesuai dengan yang dinyatakan Alwasilah (2009: 169) bahwa ―validitas adalah kebenaran dan kejujuran sebuah deskripsi, kesimpulan, penjelasan, tafsiran dan segala jenis laporan‖. Dan apabila ada ancaman terhadap validitas, hanya dapat ditangkis dengan bukti, bukan dengan metode. Karena metode hanyalah alat untuk mendapatkan bukti.

Untuk menguji validitas ini, dapat dilakukan dengan beberapa cara. Pada penelitian ini, peneliti menggunakan teknik-teknik yang disarankan dalam


(47)

Alwasilah (2006: 175-184) yang mengemukakan 14 teknik dalam menguji validitas penelitian sebagai berikut:

1) Pendekatan Modus Operandi (MO); 2) Mencari bukti yang menyimpang dan kasus negatif; 3) Triangulasi; 4) Masukan, asupan atau feedback; 5) Mengecek ulang atau member checks; 6) ―Richdata‖ atau data yang melimpah; 7) Quasi-statistics; 8) Perbandingan; 9) Audit; 10) Observasi jangka panjang (long-term observation); 11) Metode partisipatori (participatory mode of research); 12) Bias penelitian; 13) Jurnal reflektif (reflective Journal); dan 14) Catatan pengambilan keputusan.

Dari keempat belas teknik tersebut, dalam penelitian ini hanya terdapat 5 (lima) teknik yang dianggap dapat mewakili teknik-teknik tersebut yakni: triangulasi, member checks, metode partisipatori, jurnal reflektif dan catatan pengambilan keputusan.

1. Triangulasi

Alwasilah (2006: 175) menyebutkan bahwa ―Triangulasi merupakan teknik yang merujuk pada informasi atau data dari individu dan latar dengan menggunakan berbagai metode‖. Sejalan dengan pendapat itu Moleong (2007: 330) mengungkapkan bahwa ―Triangulasi adalah sebagai teknik pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain‖. Selanjutnya Patton dalam Moleong (2007: 330) menyatakan bahwa triangulasi dapat dicapai dengan jalan sebagai berikut:

―(1) membandingkan data pengamatan dengan data hasil wawancara; (2) membandingkan apa yang dikatakan orang-orang di depan umum dengan apa yang dikatakan orang secara pribadi; (3) membandingkan apa yang dikatakan orang-orang tentang situasi penelitiaan dengan apa yang dikatakannya sepanjang waktu; (4) membandingkan keadaan dengan persfektif seseorang dengan berbagai pendapat dan pandangan orang seperti rakyat biasa, orang berpendidikan menengah dan tinggi, orang berada, orang pemerintahan; (5) membandingkan hasil wawancara dengan isi suatu dokumen yang berkaitan‖.


(48)

2. Member Cheeks atau Mengecek Ulang

Alwasilah (2003; 178) mengatakan bahwa ―Member checks yaitu ―masukan yang diberikan individu yang menjadi responden kita. Sedangkan Moleong (2007: 335) menjelaskan bahwa ―pengecekan dilakukan dengan anggota yang terlibat dalam proses pengumpulan data sangat penting dalam pemeriksaan derajat kepercayaan, yang dicek meliputi data, kategori analisis, penafsiran dan kesimpulan‖.

Member checks dilakukan untuk menghidari adanya salah tafsir terhadap jawaban responden pada saat diintervieu, dan untuk menghindari salah tafsir terhadap perilaku responden ketika diobservasi, serta dalam rangka mengkonfirmasi perspektif emik responden terhadap kegiatan yang sedang berlangsung.

3. Metode Partisipatori

Menurut Alwasilah (2009: 182) mengatakan bahwa dalam metode partisipatori (participatory mode of research) ―Peneliti sejak dini melibatkan partisipan peneliti dalam segala fase penelitian dari konseptualisasi penelitian sampai dengan penulisan pelaporan‖. Maknanya bahwa peneliti akan berpartisipasi langsung dengan melibatkan partisipan-partisipan lain yang mendukung pada setiap tahapan penelitian.

Pada hal ini peneliti terjun langsung ke lapangan, ikut berbaur dengan seluruh peserta pelatihan dan pendidikan dasar anggota Paskibraka kota Bandung, serta meminta beberapa partisipan seperti instruktur, pelatih dan PPI atau


(49)

partisipan lain yang dianggap mendukung terhadap penelitian untuk melibatkan diri dan larut dalam setiap fase-fase penelitian agar hasil dan laporan penelitian mempunyai validitas yang tinggi.

4. Jurnal Reflektif

Seperti yang dikatakan oleh Alwasilah (2009: 183) bahwa ―ini merujuk pada jurnal yang disiapkan peneliti dan diisi setiap saat selama melakukan penelitian. Ini merupakan rekaman pengalaman peneliti yang merupakan bukti otentik bagi yang penasaran dengan hasil-hasil yang dikemukakan peneliti‖. Maknanya peneliti harus membuat jurnal yang disiapkan dalam penelitian dan dicatat setiap kali melaksanakan penelitian dilapangan.

Jurnal refleksi merupakan salah satu bukti otentik penelitian, hal ini diungkapkan Alwasilah (2009: 183) bahwa jurnal refleksi ―ini merupakan rekaman pengalaman peneliti yang merupakan bukti otentik bagi yang penasaran dengan hasil-hasil yang dikemukakan peneliti‖. Peneliti akan merekam semua pengalamannya pada sebuah jurnal sebagai bagian dari bukti fisik yang otentik, dan ini merupakan bukti bahwa penelitian tersebut benar-benar telah dilakukan.

5. Catatan pengambilan keputusan

Alwasilah (2009: 184) mengungkapkan bahwa ―paradigma kualitaif tidak mengenal keputusan a priori, melainkan membiarkan keputusan-keputusan itu mencuat dengan sendirinya dari data secara alamai. Namun demikian peneliti boleh memulai penelitian dengan keputusan-keputusan pendahuluan‖. Ini merupakan bagian peneliti untuk membuat keputusan-keputusan dalam


(50)

tahapan-tahapan dan langkah-langkah penelitian untuk dicatat dengan tertib dan rapi dalam sebuah catatan pengambilan keputusan (Decision Trail).

Ttiga alasan dalam pengambilan keputusan ini, sebagaimana yang dikemukakan Alwasilah (2009: 184) sebagai berikut:

Pertama, firasat, intuisi, insting, reaksi seketika sebagi faktor internal yang terus menerus mendorong saya segera mengambil keputusan, Misalnya saya merasa seorang responden yang sombong, menggurui, dan sok tahu yang tidak mungkin dapat diajak bekerja sama. Saya juga merasa bahwa beberapa pertanyaan tidak selayaknya diajukan pada responden tertentu. Kedua, informasi yang muncul dari interviu dan observasi mempengaruhi pengambilan keputusan. Manakala keteraturan dan konsistensi berakumulasi dalam kategori-kategori, saya berkeyakinan bahwa saya harus mengakhiri interviu dan observasi. Proses debriefing dengan semua debriefer dan konsultasi dengan pembimbing disertasi member saya ilham dan sudut pandang dan menumbuhkan revitalisasi kesadaran saya sebagai peneliti. Ketiga, faktor eksternal seperti jangka beasiswa dan keterbatasan dana membatasi saya untuk melakukan penelitian yang –sebenarnya bisa—lebih ekstensif‖.

b. Realibilitas Data

Alwasilah (2003: 186) mengatakan bahwa ―konsep reliabilitas (reliability) mempunyai pengertian sejauh mana temuan-temuan penelitian dapat direplikasi‖ selanjutnya Guba dan Lincoln dalam Alwasilah (2006: 187) mengungkapkan ―tidak perlu untuk mengeksplisitkan persyaratan reliabilitas. Namun menyarankan penggunaan istilah dependedability atau consistenscy, atau keterhandalan‖.

Pada penelitian kualitatif reliabilitas ini sulit dipenuhi karena perilaku manusia kadang-kadang tidak ―ajeg” atau berubah-ubah. Adanya perbedaan dengan penelitian kuantitatif yang berasumsi bahwa reliabilitas dilandaskan pada adanya realitas esa (single reality).


(51)

(1)

2. Pemerintah Daerah

Pertama, agar membantu Dinas Pendidikan dan DISORDA melalui Purna

Paskibraka Indonesia Kota Bandung meningkatkan anggaran pembiyaan untuk pembinaan karakter patriotik dan selalu mengawasi proses pembinaan apakah sudah sesuai dengan tujuan yang telah ditetapan.

Kedua, membantu, dan menfasilitasi seperti sarana dan prasarana lalu

tempat pembinaan yang memadai sehingga proses pembinaan dapat berjalan sesuai dengan tujuan dan arah pembinaan yang telah ditetapkan.

3. Peneliti Selanjutnya

Pertama, karena keterbatasan peneliti dalam mengungkap permasalahan

dan temuan-temuan, maka peneliti menganjurkan agar ada peneliti lain yang berminat untuk melakukan penelitian lebih lanjut, sebagaimana masalah yang dikemukan dalam penelitian ini.

Kedua, disarankan peneliti selanjutnya dapat mengungkapkan permasalahan dan temuan secara lebih komprehensip dan luas. Dengan menggunakan berbagai objek penelitian yang dianggap penting dalam pembinaan terhadap generasi muda yang memiliki kecintaan terhadap bangsa dan tanah airnya..


(2)

DAFTAR PUSTAKA

Al-Qur’an Al-Karim

Abdullah, S. A. (2007). Teori-teori Pendidikan Berdasarkan Al- Qur’an. Jakarta: PT Rineka Cipta.

Al-Attas, S. N. (2003). Filsafat Dan Praktik Pendidikan Islam. Bandung: Mizan Ahmad E.Q.N. (2007). Tafsir Ayat-Ayat Pendidikan. Bandung: Marja

Alwasilah, A.C. (2009). Pokoknya Kualitatif: Dasar-dasar Merancang dan Melakukan Penelitian Kualitatif. Jakarta: Dunia Pustaka Jaya.

Alwisol. (2004). Psikologi Kepribadian. Malang: UMM Press

Arends, R. I (2008). Learning To Teach. (Penterjemah: Helly Prajitno Soetjipto & Sri Mulyatini Soetjipto). Yogyakarta: Pustaka Pelajar

Bahreisy, S & Bahreisy, S. (2004) Terjemah Singkat: Tafsir Ibnu Katsir jilid I. Surabaya: pt. Bina ilmu

Bartens, K. (2002). Etika. Jakarta: PT Gramedia Pustaka

Bogdan, RC & Biklen, S. (1982). Qualitative Research for Education An Introduction to Theory and Methods. Boston: Allyin and Bacon Inc.

Budimansyah, D. (2010). Penguatan Pendidikan Kewarganegaraan Untuk Membangun Karakter Bangsa. Bandung: Widya Aksara Press.

Creswell. J. W. (1998). Qualitative Inquiry and Research, Choosing Among Five Traditions. London: SAGE Publication, Inc

Elfindri, dkk (2011). Softskills Untuk Pendidik: Sofskill.Training@yahoo.Com: Baduose Media

Elmubarok, Z. ( 2009). Membumikan Pendidikan Nilai. Bandung: Alfabeta. Fraenkel, R. J. (1977). How to Teach About Values: An Analytic Approach. USA:

Englewood Cliffs.


(3)

Giroux, H & Purpel, D. (1983). The Hidden Curriculum and Moral Education.USA: McCutchan Publising Corporation.

Hakam, A. K. (2000). Pendidikan Nilai. MKDU PRESS

Hermansyah. (2004). Strategi Pndidikan Nilai Moral Melalui Kegiatan Ekstrakurikuler Dalam Pembentukan Perilaku Santun Pada Diri Anak (Studi Kasus di SDN I Karang Pawulang Bandung) (Tesis). Bandung: PSPU UPI.

Kalidjernih, K.F. (2010). Penulisan Akademik. Bandung: Widya Aksara Press. Kesuma, D. dkk. (2011). Pendidikan Karakter: Kajian Teori dan Praktek di

sekolah. Bandung: PT. Remaja Rosda Karya.

Khalik, N. (2010). Kepemimpinan Kaum Muda. Yogyakarta: Cempaka Putih. Knight, G.R. (2007). Filsafat Pendidikan. (Penterjemah: Mahmud Arif)

Yogyakarta: Gama Media

Klaus, P. (2007). The Hard Truth About Soft Skills. New York: HarperCollins Publishers.

Kusmayadi, I. (2010). Kemahiran Interpersonal untuk Guru. Bandung: Pribumi Latif, Y. (2011). Negara Paripurna: Historis, Rasionalitas, dan Aktualitas

Pancasila. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama

Majid, A & Andayani, D. (2011). Pendidikan Karakter Perspektif Islam. Bandung: PT Remaja Rosda Karya.

Mardawangi (2010). Pembinaan Semangat Nasionalisme Indonesia Dalam Menghadapi Tantangan Kosmopolitanisme Dan Etnisitas Melalui Pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan (Studi Kasus Pada SMP Negeri 1 Entikong, Wilayah Perbatasan Indonesia-Malaisya). (Tesis). Bandung: PSPK UPI.

Moleong, L. J. (2007). Metodologi Penelitian Kualitatif (Edisi Revisi). Bandung: Remaja Rosda Karya.


(4)

Nazir, M. (1999). Metode Penelitian. Jakarta: Ghalia Indonesia.

Permana, D.S. (2010). Implementasi Proses Pembelajaran Pendidikan Kewarganegraan Bagi Pengembangan semangat Bela Negara (Studi Deskriptif di Universitasi Pendidikan Indonesia). (Tesis). Bandung: PSPK UPI.

Phenix, H. P. (1964). Realm of Meaning, A Philoshophy of The Curriculum for Generel Educarion. USA: McGraw-Hill Book Company

Raka, G. (2012). Pendidikan Untuk Menguatkan Nilai-Nilai Kepahlawanan dan Semangat Kebangsaan. Dalam: seminar “Anak, Pahlawan dan Bangsa”

dengan tema “Meneladani Nilai-Nilai Kepahlawanan Dalam Upaya menumbuhkan Rasa Kebangsaan”, 21 April 2012, Ikatan Psikologi Perkembangan Indonesia Jawa barat, Dharma Wanita Persatuan Universitas Padjadjaran Bandung.

Saodah, T. (2009). Internalisasi nilai hukum dalam pembelajaran PKN. (Tesis). UPI Bandung.

Sauri, S. (2010). Meretas Pendidikan Nilai. Bandung: Armico.

Sauri, S. (2006). Pendidikan Berbahasa Santun. Bandung: Genesindo. Sauri, S. (2011). Filsafat Dan Teosafat Akhlak. Bandung. Rizqi Press

Sauri, S. (2011). Filsafat dan Teosafat Ahlak: Kajian Filosofis dan teosofis tentang akhlak, nilai, moral etika, budi pekerti, tatakrama, dan sopan santun. Bandung: Rizqi Press.

Setyo, B. (2012). Syariah Solusi Bangsa Untuk Selamatkan NKRI. Jakarta: Forum Silaturrahim Masyarakat Peduli syariah

Soedarsono, S. (2010). Membangun Kembali Jati Diri Bangsa. Jakarta: Elex Media Komputindo.

Suabuana, C. (2010). Pengembangan Pendidikan Nilai Bela Negara Dalam Pendidikan Kewarganegaraan Pada Perguruan Tinggi Melalui Poject Citizen. Disertasi UPI Bandung.


(5)

Sumantri, E. (2009). Makalah Pendidikan Umum.Bandung: PSPU UPI

Sumantri, E. (2011). Pendidikan Karakter: Nilai Inti Bagi Upaya Pembinaan Kepribadian Bangsa. Bandung: Widaya Aksara Press

Suparlan. (2005). Menjadi Guru Efektif. Yogyakarta: Hikayat

Surya, M. (2004). Psikologi Pembelajaran & Pengajaran. Bandung: Bani Quraisy Syihabuddin. (2012). Pendekatan Profetik: Menggagas Teori Pendidikan Altenatif Untuk Membina Kader Umat (makalah), dalam: Seminar Pendidikan Islam

dengan tema “ Ulama, Pendidikan dan Tantangan Zaman”, 6 Mei 2012, Majelis Ta’dib Dewan Dakwah Islam Indonesia Jawa Barat.

Tafsir, A. (2011). Pendidikan Karakter Perspektif Islam. Bandung: Remaja Rosda Karya.

Undang-undang No. 20 Tahun 2003 tentang SISDIKNAS. Bandung: Fokusmedia Yulaelawati, E (2007). Kurikulum dan Pembelajaran. Jakarta: Pakar Raya

...(2009). Pedoman Pendidikan Akhlak Mulia Siswa. Jakatra: Departemen Pendidikan Nasional. Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah.

(2010). Kebijakan Nasional Pembangunan Karakter Tahun 2010-2025. Pemerintah Republik Indonesia.

...Permendiknas Nomor 39 Tahun 2008 tentang pembinaan kesiswaan

Umar, M & Madjid A 2011,’Pembinaan Nilai Akhlak Mulia pada Mahasiswa

Muslim di Politeknik Pos Indonesia’, Jurnal Penelitian Pendidikan

Umum’, Vol. 1 No. 1 pp. 105.

Zaltman, G & Duncan, R (1977). Strategies For Planned Change. New York: Wiley Interscience

Astriani (http://astriani.wordpress.com/2009/10/23/definisi-patriotisme) (hhtp://aisardi.blogdetik.com/cinta-tanah-air)


(6)

(http://Komfis.wordpress.com/)

(http//:www.scrib.com/mobile/doc/55152479)

(http//:id.shvoong.com/social-science/psikologi/2092973/pengertian-rela berkorban)

(http/:www.scribd.com/mobile/doc/80109304?widt=320

(http/m.kompasiana.com/post/manajemen/2011/06/22/capai-sukses-dari keterampilan-berkomunikasi)

(http:/www.rmbiografi.com/06/2012/kerja-keras-kerja-cerdas-kerja-ikhlas) (http://santyrosnia.wordpress.com/2011/01/01/keuntungan-dan-kerugian-kerja-kelompok)

(http:/faifadhila88.blogspot.com/2012/03/kosmetik.html?m=1) (http:/babydream.blogsome.com/2008/06/12/visioner-adalah)

(http://trisulacaturwijaya.jimdo.com/2011/02/06/kontribusi/?mobile=1) (http://ahmadarafata.blogspot.com/2007/01/menjadi-manusia

pelopor.html/m=1#!)

(http:/aplikasipancasila.blogspot.com/2011/12/keserakahan-iri-dengi-dan-korupsi.html?m=1)

(http://yd2ejg.wordpress.com/2009/05/26/)