PEMBINAAN KARAKTER SISWA MELALUI MATA PELAJARAN PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN :Studi Kasus di SMK Negeri 1 Kota Ternate.

(1)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...i

DAFTAR ISI...ii

A. Latar Belakang ...1

B. Rumusan Masalah...10

C. Tujuan Penelitian...10

D. Manfaat Penelitian...11

E. Definisi Konseptual...12

F. Paradigma Penelitian...17

G. Asumsi Penelitian...19


(2)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Penelitian

Seiring dengan perkembangan ilmu dan teknologi, khususnya teknologi informasi dan komunikasi, telah mengubah tatanan kehidupan warga dunia dari tradisional ke modern. Dunia menjadi terbuka tanpa mengenal batas negara, hal ini merupakan suatu kondisi yang berdampak pada seluruh aspek kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara yang secara langsung maupun tidak langsung mempengaruhi pola pikir, sikap, dan tindakan seluruh masyarakat Indonesia, hal ini dipandang sebagai babak baru dalam kehidupan pembangunan bangsa. Menurut Kenichi Ohmae (Budimansyah,2010:10) mengatakan bahwa:

Perkembangan manusia global, batas-batas wilayah negara dalam arti geografis dan politik relatif masih tetap. Namun kehidupan dalam suatu negara tidak mungkin dapat membatasi kekuatan global yang berupa komunikasi dan informasi, inovasi, industri, dan konsumen yang semakin individualistis. Perubahan dalam segala aspek kehidupan harus disertai adanya visi, misi dan konsep kehidupan ke masa depan, arus perubahan yang dibawa oleh peran globalisasi dunia saat ini, menunjukan bahwa batas-batas antar negara semakin maya.

Dengan demikian maka dapat dikatakan bahwa era globalisasi yang penuh dengan teka-teki kehidupan, menuntut manusia untuk tampil mencapai keunggulan dalam berbagai aspek kehidupan. Bagi bangsa Indonesia, era globalisasi telah merambah masuk dalam sendi-sendi kehidupan berbangsa dan bernegara. Masalah yang dihadapi oleh bangsa kian hari kian berat bahkan semakin kompleks sehingga memerlukan upaya luar biasa untuk mengatasinya. Di tengah kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi dan era demokratisasi, zaman telah menuntut manusia


(3)

Indonesia memiliki kemampuan yang dapat mencapai keunggulan dan tampil menjadi warga negara yang cerdas dan baik (smart and good citizen) pada tataran lokal, nasional, dan global.Oleh karena itu, tepat yang dinyatakan oleh para the founding fathers dalam UUD 1945 bagian Pembukaan alinea ke-4 bahwa negara ini dibentuk

”… untuk mencerdaskan kehidupan bangsa”. Betapa pentingnya penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi dalam berbagai aspek kehidupan demi tercapainya manusia Indonesia yang unggul. Atas dasar itulah, diperlukannya pendidikan karakter, secara imperatif tertuang dalam Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Dalam pasal 3 UU tersebut dinyatakan bahwa:

Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.

Pendidikan adalah aspek terpenting dalam membentuk karakter bangsa. Dengan mengukur kualitas pendidikan, maka dapat dilihat potret bangsa yang sebenarnya, sebab aspek pendidikanlah yang menentukan masa depan bangsa. Salah satu tugas penting dari pendidikan adalah membangun karakter anak didik. “Karakter merupakan standar batin yang terimplementasikan dalam berbagai bentuk kualitas diri. Sehingga karakter diri dilandasi nilai serta cara berpikir berdasarkan nilai tersebut dapat terwujud di dalam perilaku”(Budimansyah, 2010:116).

Berdasarkan hal tersebut diatas, maka lembaga pendidikan merupakan wahana yang dapat berperan penting dalam peningkatan sumber daya manusia (SDM). Oleh


(4)

karena itu, satuan pendidikan mulai pendidikan taman kanak-kanak sampai pada perguruan tinggi sebagai lembaga pendidikan formal perlu berpartisipasi aktif dalam mencapai kecerdasan sebagai warga negara. Dengan upaya peningkatan kecerdasaan kewarganegaraan di setiap lembaga pendidikan, maka ia pun diharapkan dapat menjawab tantangan demi tantangan kehidupan pada era global ini. Agar warga negara memiliki kesiapan dan kesanggupan untuk menjalani perubahan zaman dan tantangan kehidupan serta memiliki jiwa nasionalis dan religius yang tinggi maka setiap warga negara perlu memiliki karakter yang kuat. Dalam hal inilah diperlukan pemberdayaan manusia Indonesia melalui pendidikan karakter yang ditopang dengan kemampuan ekonomi kreatif, kemandirian, dan kewirausahaan. Salah satu unsur di dalamnya pendalaman dan juga implementasi terhadap nilai-nilai Pancasila.

Pendidikan kewarganegaraan yang merupakan salah satu mata pelajaran di sekolah mengemban misi nasional mencerdaskan kehidupan bangsa dalam koridor value education menjadi wahana yang sangat strategis untuk meningkatkan karakter

bangsa, baik melalui strategi intervensi dalam kegiatan kurikuler maupun proses habituasi melalui berbagai kegitan ko dan ekstrakurikuler. Untuk memperkuat misi tersebut maka pendidikan kewarganegaraan harus diperkuat menjadi powerfull learning area, yakni bermakna (meaningfull); terintegrasi (integrated); berbasis nilai

(value besed); menantang (challenging); dan mengaktifkan (activating).

Kalidjernih, (2009:67)menyatakan bahwa “penguatan terhadap nilai nilai Pancasila dan menanamkan nilai-nilai yang baik melalui kegiatan-kegiatan positif dalam pembelajaran guna membentuk sikap dan perilaku generasi muda”. Dalam


(5)

konteks kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara Indonesia, diyakini bahwa nilai dan karakter yang secara legal-formal dirumuskan sebagai fungsi dan tujuan pendidikan nasional, harus dimiliki peserta didik agar mampu menghadapi tantangan hidup pada saat ini dan di masa yang akan datang. Karena itu pembinaan nilai-nilai luhur positif yang bermuara pada pembentukan karakter bangsa yang diperoleh melalui berbagai jalur, jenjang, dan jenis pendidikan, akan mendorong mereka menjadi anggota masyarakat, anak bangsa, dan warga negara yang memiliki kepribadian unggul seperti diharapkan dalam tujuan pendidikan nasional. Oleh karena itu pendidikan karakter perlu dikemas kembali dalam wadah yang lebih komprehensif dan lebih bermakna. Pendidikan karakter perlu direformulasikan dan dioperasionalkan melalui transformasi budaya dan kehidupan sekolah. Untuk itu, dirasakan perlunya membangun wacana dan sistem pendidikan karakter yang sesuai dengan konteks sosial kultural Indonesia yang ber-Bhineka Tunggal Ika dengan nilai-nilai Agama dan Pancasila sebagai sumber nilai dan rujukan utamanya. Ki Hadjar Dewantara (Budimansyah, 2010:51)menyatakan bahwa :

Pendidikan merupakan daya upaya untuk memajukan bertumbuhnya budi pekerti (kekuatan batin, karakter), pikiran (intellect) dan tubuh anak. Bagian-bagian itu tidak boleh dipisahkan agar kita dapat memajukan kesem-purnaan hidup anak-anak kita. Hakikat, fungsi, dan tujuan pendidikan nasional tersebut menyiratkan bahwa melalui pendidikan hendak diwujudkan peserta didik yang secara utuh memiliki berbagai kecerdasan, baik kecerdasan spiritual, emosional, sosial, intelektual maupun kecerdasan kinestetika.

Peran pendidikan sangat strategis karena merupakan pembangunan integrasi nasional yang kuat. Selain itu dipengaruhi faktor politik dan ekonomi, pendidikan juga dipengaruhi faktor sosial budaya, khususnya dalam aspek integrasi dan ketahanan


(6)

sosial. Oleh karena itu, sangat dibutuhkan pendidikan karakter sebagai usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana serta proses pemberdayaan potensi dan pembudayaan peserta didik guna membanguan karakter pribadi dan/atau kelompok yang baik sebagai warga negara. Hal itu diharapkan mampu memberikan kontribusi optimal dalam mewujudkam masyarakat yang brketuhanan yang Maha Esa, berkemanusiaan yang adil dan beradab, berjiwa persatuan Indonesia, berjiwa kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan, dan berkeadilan sosial bagi seluruh rayat Indonesia.

Dalam lingkungan sekolah dikondisikan agar lingkungan fisik dan sosial-kultural sekolah memungkinkan para peserta didik bersama dengan warga sekolah lainnya terbiasa membangun kegiatan keseharian di sekolah yang mencerminkan perwujudan karakter. Dalam kegiatan ko-kurikuler, yakni kegiatan belajar di luar kelas yang terkait langsung pada suatu materi dari suatu mata pelajaran, atau kegiatan ekstra kurikuler, yakni kegiatan sekolah yang bersifat umum dan tidak terkait langsung pada suatu mata pelajaran, perlu dikembangkan proses pembiasaan dan penguatan (reinforcement)dalam rangka pembinaan karakter siswa. Di lingkungan keluarga dan

masyarakat diupayakan agar terjadi proses penguatan dari orang tua/wali serta tokoh-tokoh masyarakat terhadap prilaku berkarakter mulia yang dikembangkan di sekolah menjadi kegiatan keseharian di rumah dan di lingkungan masyarakat masing-masing.Institusi sekolah merupakan salah satu jalur pendidikan yang dipandang efektif menumbuhkan karakter bangsa bagi para peserta didiknya melalui proses pembelajaran. Namun perlu diingat proses pembelajaran yang membangun karakter


(7)

tidak biasa sebagai proses linier layaknya pembelajaran kebanyakan bidang studi yang bersifat transormasi informasi. Pendidikan karakter harus menyatu dalam proses yang mendidik dengan suasana pembelajaran transaksional bukan instruksional. Oleh karena itu perlu dikembangkan metode dan strategi pendidikan karakter yang efektif dapat dilakukan di sekolah.

Dalam kegiatan belajar mengajar di kelas pengembangan karakter dilaksanakan dengan menggunakan pendekatan terintegrasi dalam semua mata pelajaran (embeded approach). Khususuntuk mata pelajaran pendidikan Agama dan pendidikan

kewarganegaraan, karena memang misinya adalah mengembangkan nilai dan sikap maka pengembangan karakter harus menjadi fokus utama yang dapat menggunakan berbagai strategi atau metode pendidikan nilai (value education). Untuk kedua mata pelajaran tersebut karakter dikembangkan sebagai dampak pembelajaran (instructional effects) dan juga dampak pengiring (nurturant effects). Sementara itu untuk mata

pelajaran lainnya, yang secara formal memiliki misi utama selain pengembangan karakter, wajib dikembangkan kegiatan yang memiliki dampak pengiring (nurturant effects) berkembangnya karakter dalam diri peserta didik.

Secara garis besar, pembelajaran karakter di persekolahan dapat diaktualisasikan melalui metode pembelajaran. Sauri (2010: 13) menyebutkan bahwa metode tersebut sebagai berikut:

Pertama; Metode Dogmatik; metode untuk mengajarkan karakter kepada peserta didik dengan menyajikan keseluruhan karakter-karakter yang harus diterima oleh peserta didik apa adanya, Kedua; Metode Dedukatif; adalah proses berfikir dari yang umum ke yang khusus. Dengan kata lain, karakter diajarkan dan diuraikan dari seperangkat kode etik karakter dipahami oleh peserta didik, Ketiga; Metode Induktif; adalah proses berfikir dari yang khusus ke yang umum.


(8)

Artinya krakter diajarkan kepada siswa bermula dari sejumlah kasus-kasus yang terjdai di masyrakat, kemudian ditarik dan diambil kesimpulannya, Keempat; Penggabungan metode Induktif dan Deduktif. Perolehan ilmu pengatetahuan, tidak akan terlepas dari proses berfikir yang induktif dan deduktif. Penggabungan metode berfikir induktif dan deduktif akan membentuk proses berfikir yang kuat, dan berusaha agar kebenaran dapat dicapai seoptimal mungkin. Penggabungan kedua metode ini memiliki kesamaan dengan metode subyetivisme dan obyektivisme.

Purkey dan Novak (Budimansyah, 2010:99) mengatakan bahwa ‘konteks mikro pengembangan karakter merupakan latar utama yang harus difasilitasi bersama olehpemerintah daerah dan kementrian pendidikan nasional’. Dengan demikian terjadi proses sinkronisasi antara pengembangan nilai-karakter secara psiko-pedagogis di kelas dan di lingkungan sekolah, secara sosio-pedagogis di lingkungan sekolah dan masyarakat, dan pengembangan karakter secara sosial-kultural nasional. Untuk itu sekolah perlu difasilitasi untuk dapat mengembangkan budaya sekolah (school culture). Pengembangan budaya sekolah ini perlu menjadi bagian integral dari

pengembangan sekolah sebagai entitas otonom seperti dikonsepsikan dalam managemen berbasis sekolah (MBS). Dengan demikian “setiap satuan pendidikan secara bertahap dan sistemik ditumbuh-kembangkan menjadi sekolah-sekolah yang dinamis dan maju”. (Budimansyah,2010:99).

Berdasarkan hal tersebut diatas, maka dapat disimpulkan bahwa pendidikan seharusnya diarahkan untuk mengembangkan kemampuan siswa dalam memperoleh pengetahuan dan memecahkan problema kehidupan dengan arif, kreatif, dan bertanggung jawab. Sebab melalui pendidikan terdapat berbagai cara mengintergrasikan nilai-nilai karakter ke dalam mata pelajaran seperti melalui: (1)


(9)

mengungkapkan nilai-nilai yang ada dalam mata pelajaran, (2) pengintegrasian langsung nilai-nilai karakter menjadi bagian terpadu dari mata pelajaran, (3) menggunakan perumpamaan dan membuat perbandingan dengan kejadian-kejadian serupa dalam hidup para siswa, (4) mengubah hal-hal negatif menjadi nilai positif, (5) mengungkapkan nilai-nilai melalui diskusi, (6) menggunakan cerita untuk memunculkan nilai-nilai yang baik, (7) menceritakan kisah hidup orang-orang besar, (8) menggunakan lagu-lagu dan musik untuk mengintegrasikan nilai-nilai, (9) menggunakan drama untuk melukiskan kejadian-kejadian yang berisikan nilai-nilai, (10) menggunakan berbagai kegiatan seperti kegiatan pelayanan dan,(11) field tripdan klub-klub atau kelompok kegiatan untuk memunculkan nilai-nilai kemanusiaan, yang diimplementasikan dalam proses pembinaan karakter siswa.

Pendidikan kewarganegaraan di sekolah diarahkan untuk membentuk sikap dan kepribadian siswa yang mencakup aspek kognitif, afektif, dan psikomotor secara utuh dan integral. Karena itu, Pendidikan kewrganegaraan diarahkan untuk mewujudkan kepribadian siswa, yakni pribadi yang beriman dan bertakwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa, demokratis, dan tanggung jawab. Kepribadian yang baik merupakan perilaku atau sikap yang dihasilkan dari dorongan dari hati nurani. Ia bukan hanya hasil dari pengetahuan dan pemahaman, tetapi lebih jauh diperoleh melalui penghayatan yang menjelma menjadi pengamalan dalam bentuk sikap (attitude) dan perilaku (behaviour) .Sejalan hal tersebut, maka Budimasyah, (2002:56) mengatakan bahwa Pendidikan Kewarganegaraan sebagai salah satu bidang studi yang memiliki tujuan “How to Develop Better Civics Behaviours” membekali siswa untuk


(10)

mengembangkan penalarannya disamping aspek nilai dan moral, banyak memuat materi sosial. PKn merupakan salah satu dari lima tradisi pendidikan IPS yakni citizenship transmission, saat ini sudah berkembang menjadi tiga aspek PKn

(Citizenship Education), yakni aspek akademis, aspek kurikuler dan aspek sosial budaya.

Dengan demikian maka dapat dikatakan bahwa pendidikan kewarganegaraan sebagai wahana untuk mengembangkan kemampuan, watak dan karakter warganegara yang demokratis dan bertanggung jawab dalam rangka mempersiapkan peserta didik menjadi warga negara yang memiliki komitmen kuat dan konsisten untuk mempertahankan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Komitmen yang kuat dan konsisten terhadap prinsip dan semangat kebangsaan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara yang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.

Pembinaan karakter siswa melalui PKn di SMK Negeri 1 kota Ternate diarahkan pada penanaman nilai-nilai kedisiplinan, kejujuran, tanggung jawab, toleransi, dan kerjasama yang baik pada diri siswa sesuai dengan tujuan PKn. Di lingkungan SMK Negeri 1 kota Ternate, cerminan pribadi siswa dapat dilihat dalam bentuk tampilan lahiriah, misalnya cara berpakaian, beribadah, berorganisasi, kepemimpinan, dan musyawarah mufakat dalam pengambilan keputusa, untuk sementara dapat dijadikan sebagai tolok ukur karakter yang sudah terbentuk.

Hal ini sebagaimana yang diungkapkan oleh Lickona (Q Ness dan Hambali, 2008:99) bahwa:

Pedidikan karakter adalah untuk membentuk kepribadian seseorang melalui pendidikan budi pekerti yang hasilnya terlihat dalam tindakan nyata seseorang,


(11)

yaitu tingkah laku yang baik, jujur, bertanggung jawab, menghormati hak orang lain, kerja keras.

Berdasarkan pada visi SMK Negeri 1 kota Ternate yaitu menjadi SMK unggul dalam prestasi yang dilandasi iman dan taqwa serta menghasilkan tamatan yang mampu bersaing pada Tingkat Nasional dan global.Untuk memaksimalkan visi dari SMK Negeri 1 kota Ternate maka disinilah mata pelajaran PKn menjadi sangat penting untuk menjadi pijakan dalam pembinaan karakter siswa, mengingat tujuan akhir dari PKn tidak lain adalah terwujudnya prilaku yang cerdas dan baik. Tentu saja pembinaan karakter ini tidak hanya diemban oleh PKn, tetapi juga oleh pelajaran-pelajaran lain secara bersama-sama. Meskipun demikian, PKn dapat dijadikan basis yang langsung berhubungan dengan pembinaan karakter siswa, terutama karena hampir semua materi PKn sarat dengan nilai-nilai karakter. Di samping itu, aktivitas beragam kegiatan di sekolah yang merupakan bagian dari PKn yang dapat dijadikan sarana untuk membiasakan siswa memiliki karakter yang baik.

Oleh karena itu harus ada upaya yang bisa dilakukan untuk pembinaan karakter siswa di SMK Negeri 1 kota Ternate di antaranya adalah dengan memaksimalkan fungsi mata pelajaran PKn di sekolah. Pendidikan kewarganegaraan dapat dijadikan basis untuk pembinaan karakter siswa. Guru PKn bersama-sama para guru yang lain serta semua warga sekolah dapat merancang berbagai aktivitas sehari-hari bagi siswa di sekolah yang diwarnai nilai-nilai kedisiplinan, demokratis, dan bertanggung jawab. Dengan cara ini, siswa diharapkan terbiasa untuk melakukan aktivitas-aktivitas tersebut yang berkaitan dengan tata tertib sekolah, sehingga pada akhirnya dapat membentuk karakter siswa yang cerdas dan baik.


(12)

Berdasarkan pertimbangan pada rumusan latar belakang di atas penulis tertarik untuk melakukan penelitian yang dituangkan dalam bentuk tesis dengan judul “Pembinaan Karakter Siswa Melalui Pendidikan Kewarganegaraan ” (Studi Kasus Di SMK Negeri 1 Kota Ternate).

B. Rumusan Masalah

Dengan memperhatikan uraian dan penjelasan pada latar belakang masalah di atas, maka yang menjadi persoalan inti dalam penelitian ini, dikemas dalam suatu rumusan masalah sebagai berikut :

1. Bagaimanakah proses pembinaan karakter siswa dalam pembelajaran PKn di SMK Negeri 1 kota Ternate?

2. Apa yang menjadi faktor penghambat dalam proses pembinaan karakter siswa melalui PKn di SMK Negeri 1 kota Ternate?

3. Bagaimanakah hasil dari pembinaan karakter siswa melalui PKn di SMK Negeri 1 kota Ternate?

4. Upaya apa saja yang dilakukan dalam pembinaan karakter siswa melalui PKn di SMK Negeri 1 kota Ternate?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini secara umum adalah untuk mengetahui pembinaan karaktersiswa melalui mata pelajaran pendidikan kewarganegaraan di SMK Negeri 1 kota Ternate. Sedangkan secara khusus, penelitian ini bertujuan:

1. Untuk mengetahui proses pembinaan karakter siswa dalam pembelajaran PKn di SMK Negeri 1 kota Ternate.


(13)

2. Untuk mengetahui faktor penghambat dalam proses pembinaan karakter siswa melalui PKn di SMK Negeri 1 kota Ternate.

3. Untuk mengetahui hasil pembinaan karakter siswa melalui PKn di SMK Negeri 1 kota Ternate.

4. Untuk mengetahui upaya apa saja dalam pembinaan karakter siswa melalui PKn di SMK Negeri 1 kota Ternate.

D. Manfaat Penilitian

Penelitian ini dapat bermanfaat baik secara teoritis maupun praktis. Secara teoritis penelitian ini diharapkan dapat:

1. Memperkuat konsep dasar pembinaan karakter siswa SMK Negeri 1 kota Ternate melalui mata pelajaran pendidikan kewarganegaraan.

2. Mendorong tema-tema baru penelitian, khususnya penelitian tentang pendidikan karakter di sekolah.

3. Mendukung hasil penelitian yang sebelumnya sehingga dapat memperkaya khasanah ilmu yang dikaji.

Secara praktis, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat-manfaat sebagai berikut:

1. Bagi lembaga pendidikan di kota Ternate, khususnya SMK Negeri 1 kota Ternate dapat menjadi masukan dalam melakukan pembinaan karakter siswa di sekolah. 2. Sebagai salah satu rujukan bagi pihak yang berwewenang dalam meningkatkan

kualitas warga didik sebagai subjek pembangunan bangsa dan negara dalam pembinaan karakter siswa.


(14)

3. Sebagai pedoman praktis bagi para guru, dalam melaksanakan pembinaan karakter siswa di sekolah dalam proses pembelajaran baik secara kuriluler maupun ekstrakurikuler.

Pada akhirnya penelitian ini akan mengahasilakn standar konseptual teoritis empiris pembinaan karakter siswa melalui PKn di SMK Negeri 1 kota Ternate dan pihak-pihak yang memiliki hubungan sebagai pengambil keputusan dan penentu kebijakan serta penataan sumber daya manusia melalui pembinaan karakter.

E. Definisi Konseptual

Untuk tidak terjadi kesimpangsiuran mengenai pengertian dari judul diatas, maka perlu diuraikan defenisi opersional sebagai inti dari substansi kajian penelitian ini sebagai berikut:

1. Pembinaan

Bina, membina artinya mengusakan lebih baik, mengupayakan agar sedikit lebih maju atau sempurna; membangun, mendirikan perintah negara’. Pembina, alat yang dipakai untuk membina; pembangunan, alat yang dipakai untuk membangun; orang yang melakukan pembinaan. Pembinaan diartikan sebagai ‘penyempurnaan, proses, cara, perbuatan membina; Pembinaan watak; pembangunan manusia sebagai pribadi dan makluk sosial melalui pendidikan, organisasi, pergaulan, ideology, dan agama’(Kamus Besar Bahasa Indonesia, 1995:110).

2. Karakter Siswa

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (1995:445), istilah “karakter berarti sifat-sifat kejiwaan, akhlak atau budi pekerti yang membedakan seseorang dari yang lain;


(15)

tabiat, watak”.“Karakter dapat didefenisikan sebagai nilai-nilai kebajikan (tahu nilai kebajikan, mau berbuat baik,dan nyata berkehidupan baik) yang terpateri dalam diri dan terejawantahkan dalam prilaku” (Budimansyah, 2010:23). Sedangkan menurut Q-Anees & Hanbali (2008: 1) bahwa “karakter adalah lautan, tak terselami dan tak data diintervensi. Hal ini memperkuat bahwa karakter aan membedakan seseorag dengan yang lain”.

Pendidikan karakter hendaknya dimulai dari usia taman kanak-kanak. Hasil studi yang dilakukan Schweinhart (Megawangi, 2009: 75) menujukan bahwa ‘pengalaman anak-anak di masa taman kanak-kanak dapat memberikan pengaruh positif terhadap perkembangan anak selanjutnya’. Pendidikan karakter harus terus dilanjutkan sampai pada tingkat SLTA dan pergurua tinggi. Pembentukan karakter siswa perlu dilakukan secara menyeluruh dan mendapat dukungan semua komponen warga sekolah, menurut Berman (Megawangai, 2009 :82) bahwa ‘iklim sekolah yang kondusif dan kerterlibatan kepala sekolah dan para guru adalah faktor penentu dari ukuran keberhasialan intervensi pendidikan karakter di sekolah’. Dukungan sarana dan prasarana sekolah, hubungan antara siswa, serta tingkat kesadaran kepala sekolah dan guru juga turut menyumbang bagi keberhasialan pendidikan karakter ini, disamping kemampuan guru sendiri (melalui motivasi, kreatifitas dan kepemimpinannya) yang mampu menyampaikan konsep karakter pada anak didik dengan baik.

Pendidikan karakter dalam konteks mikro, berpusat pada satuan pendidikan secara holistik. Satuan pendidikan merupakan sektor utama yang secara optimal memanfaatkan dan memberdayakan semua lingkungan belajar yang ada untuk


(16)

menginisiasi, memperbaiki, menguatkan, dan menyempurnakan secara terus menerus proses pendidikan karakter di satuan pendidikan. Pendidikan yang akan melakukan upaya sungguh-sungguh dan senantiasa menjadi garda depan dalam upaya pembentukan karakter manusia Indonesia yang sesungguhnya. Pengembangan karakter dibagi dalam empat pilar, yakni kegiatan belajar mengajar di kelas, kegiatan keseharian dalam bentuk pengembangan budaya satuan pendidikan, kegiatan ko-kurikuler dan/atau ekstra ko-kurikuler, serta kegiatan keseharian di rumah dan masyarakat.

Berdasarkan hal tersebut di atas, dapat disimpulkan bahwa pembentukan karakter siswa dapat dilakukan dengan keterpaduan untuk menghayati dan melaksanakan nilai-nilai dasar individu yang dijiwai melalui olah hati, olah pikir, olah raga, olah rasa, dan olah karsa.

3. Pendidikan Kewarganegaraan

Pada tahun 1900-an, muncul istilah “civic education” sebagai istilah baru, yang juga digunakan secara bertukar pakai dengan istilah “citizenship education”. Menurut Mahoney (Budimansyah, 2010: 109) “civic education” merupakan suatu proses pendidikan yang mencakup proses pembelajaran semua mata pelajaran, kegiatan siswa, proses administrasi, dan pembinaan dalam upaya mengembangkan prilaku warganegara yang baik. Dilain pihak, Allen (1960: 11) melihat “citizenshipeducation” lebih luas lagi, yakni sebagai produk dari keseluruhan program pendidikan persekolahan, dimana mata pelajaran “civics” merupakan unsure yang paling utama dalam upaya mengembangkan warga negara yang baik.


(17)

Menurut Cogan (1999: 4) mengatakan bahwa (civic education), “the fundational course work in school designed to prepare young citzen for an active role

in thinr andult lives”, atau satu mata pelajaran dasar di sekolah yang dirancang untuk

mempersiapkan warga negara muda, agar kelak setelah dewasa dapat berperan aktif dalam masyarakat. Pendidikan kewarganegaraan (civic education) merupakan mata pelajaran yang memfokuskan pada pembetukan diri yang beragam dari segi agama, sosio-kultural, bahasa, dan suku bangsa untuk menjadi warga negara Indonesia yag cerdas, trampil, dan berkarakter yang diamanatkan oleh Panccasila dan UUD 1945 (Depdiknas, 2003 : 7)

Kalidjernih, (2010: 130) dalam kamus studi kewarganegaraan: perspektif sosiologikal dan politika mengatakan bahwa:

Pendidikan kewrganegaraan adalah pendidikan pengembangan karakteristik-karakteristik seseoarang warga negara melalui pengajaran tentang peraturan-peraturan dan institusi masyarakat dan negara. Empat aspek yang lazim yang menjadi perhatian utama pendidikan kewarganegaraan adalah hak dan kewajiban, tanggung jawab, partisipasi dan identitas dalam relasi negara dan wargangara.

Pendidikan kewarganegaraan memiliki keterkaitan erat dengan pendidikan nilai. Pendidikan nilai menyentuh berbagai pemasalahan yang menyangkut preferensi personal ke dalam suatu kategori yang disebut nilai-nilai , yang dibatasi sebagai petunjuk umum untuk prilaku yang memberi batasan langsung kepada kehidupan. Sementara pendidikan kewarganegaraan membawa misi dan berbicara tentang nilai moral dan norma (aturan). Sebagaimana pendapat Djahiri (2004: 3) yang mengatakan bahwa:

orang yang tidak mengenal perangkat tatanan nilai moral, norma, dan tidak/jarang dibelajarkan potensi afektualnya, sulit diminta untuk menjadi


(18)

manusia bermoral. Visi pendidikan nilai moral di samping membina, menegakkan, dan mengembangkan tatanan NMNr (Nilai-Moral-Norma) luhur adalah juga pencerahan diri dan kehidupan manusia secara kaffah dan berakhlak mulia, serta kehidupan masyarakat madani

Pendidikan kewarganegaraan menurut Branson (1999:4) harus mencakup tiga komponen, yaitu civic knowledge (pengetahuan kewarganegaraan), civic skills (keterampilan kewarganegaraan), dan civic disposition (watak-watak kewarganegaraan). Pendidkan kewarganegaraan sebagai wahana transformasi demokrasi konstitusional telah beberapa kali mengalami perubahan nama sejalan dengan perkembangan dan pasang surutnya perjalanan politik bangsa Indonesia (Wahab, 2001: 31).

Kerr (1999:3) pendidikan kewarganegaraan (civics education) dilihat dari suatu domain pendidikan yang bersifat multi dimensional dan tersebar secara programatik dalam keseluruhan tatanan kurikulum. Disamping itu yang dilakukan David Kerr, (1999:5-7), mengidentifikasi adanya suatu “citizenship education continuum” MINIMAL dan MAKSIMAL, citizenship education pada titik Minimal ditandai oleh; think, exclusive, elitist, civic education, formal, content led, knowledge based,

didactive transmission, easier to achieve and measure in practice. Pada titik Minimal

ini dapat dilihat bahwa jati diri citizenship education, didefinisikan secara sempit, hanya mewadahi aspirasi tertentu, bentuk pengajaran kewarganegaraan, bersifat formal, terikat oleh isi, berorientasi pada pengetahuan, menitiberatkan pada proses pengajaran dan hasil mudah diukur.Sedangkan bersifat Maksimal ditandai oleh: “thick, inclusive, activist, citizenship education, participative, proses-lad, value-based,


(19)

Maksimal jati diri citizenship education, didefinisikan secara luas; sebagai aspirasi dan melibatkan berbagai aspirasi dan melibatkan berbaga unsur masyarakat, kombinasi pendekatan formal dan informal, dilabel “citizenship education” menitiberatkan pada partisipasi siswa melalui pencarian isi dan proses interaktif didalam maupun diluar kelas, hasilnya lebih sukar dicapai dan diukur karena kompleksnya hasil belajar.

Dengan demikian, melalui pendidikan kewarganegaraan diyakini perlu mengusung tujuan yang mengembangkan kompetensi kewarganegaraan dan kualitas pribadi yang bernilai sebagai warga negara, berbudaya kewarganegaraan yang baik menuju terbentuknya kepribadian yang mantap dan mandiri, memiliki rasa tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan, serta membentuk peserta didik menjadi manusia yang memiliki rasa kebangsaan dan cinta tanah air.

F. Asumsi Penelitian

Untuk memahami asumsi dari penelitian tentang pembinaan karakter siswa melalui pendidkan kewarganegaan, maka peneliti akan memberikan arah untuk merancang seluruh tahapan penelitian. Gambaran ini meskipun hanya berupa perngkat dalam penelitian ini, namum bisa memberikan arah yang lebih jelas kepada masalah yang akan diteliti.

Peran dan fungsi pendidikan kewaraganegaraan sangat strategis mengingat proses pembudayaan masyarakat demokratis bukan hanya mengandung unsur knowladge dan skills melainkan mengandung unsur dispotition dan character (watak).

Pembentukan masyarakat demokrasi adalah proses pembentukan kebiasaan berpikir, kebiasaan dari hati serta pembentukan watak yang tidak dapat diwariskan atau


(20)

diturunkan secara generik. Dalam hal ini peran pendidikan kewarganegaraan dituntut harus mampu melakukan transformasi dan pembelajaran dengan tujuan pembentukan warga negara yang baik.

Oleh karena itu, perlu adanya paradigma baru dalam pembelajaan pendidikan kewarganegaraan. Pendidikan kewarganegaraan dewasa ini bukan hanya mengajarkan patriotisme dan nasinalisme semata, tetapi lebih jauh lagi menanamkan nilai-nilai hidup yang berkembang dalam masyarakat, bangsa, dan negara. Siswa juga harus memiliki pemahaman bahwa manusia itu bukan hanya mahluk individu tetapi juga sebagai mahluk sosial yang tidak terlepas dengan manusia lain di dunia ini. Seiring dengan terjadinya perubahan pada era reformasi saat ini, maka perlu adanya penegasan dan penajaman makna pendidikan kewarganegaraan agar dapat diimplementasikan dalam kehidupan sehari-hari. Dengan demikian maka, penguatan konsep yang beroriantasi pada tuntutan nilai-nilai dan keyakinan yang berkembang dalam masyarakat yang pada akhirnya bermuara pada nilai-nilai moral dan keyakinan dalam konteks berbangssa dan bernegara.

Pembinaan karakter siswa SMK Negeri 1 kota Ternate melalui pendidikan kewarganegaraan menjadi sangat penting. Dikatakan penting karena karakter mempunyai makna atau nilai yang sangat mendasar untuk mempengaruhi segenap pikiran,tindakan, dan perbuatan setiap insan manusia dalam kehidupan bermasyaraakat, berbangsa, dan bernegara. Karakter sebagai tabiat, sifat-sifat kejiwaan, akhlak atau budi pekerti merupakan hal yang sangat penting dalam kehidupan sekolah sebagai upaya untuk membentuk karakter siswa melalui nilai-nilai


(21)

yang hidup dan berkembang dalam kehidupan masyarakat dewasa ini. Pengertian karakter dikemukan oleh Budimansyah, (2010:23) yakni:

Karakter merupakan nilai-nilai kebajikan (tahu nilai kebajikan, mau berbuat baik,dan nyata berkehidupan baik) yang terpateri dalam diri dan terjawantahkan dalam prilaku.Karakter secara koheren memancarkan dari hasil olah pikir, olah hati, olah rasa, dan olah karsa serta olah raga yang mengandung nilai,kemampuan, kapasitas moral, dan ketegaran dalam menghadapi kesulitan dan tantangan.

Dalam desain induk pembangunan karakter bangsa menjelaskan bahwa karakter individu yang dijiwai oleh sila-sila Pancasila dapat dikemukan sebagai berikut:

(a) karakter yang bersumber dari olah hati, antara lain beriman dan bertakwa, jujur, amanah, adil, tertib, taat aturan, bertanggung jwab, berempati, berani mengambil resiko, pantang menyerah, rela berkorban, dan berjiwa patriotik; (b) karakter yang bersumber dari olah pikir antara lain cerdas, kritis, kreatif, inovatif, ingin tahu, produktif, beroriantasi pada ipteks, dan reflektif; (c) karakter yang bersumber pada olah raga/kinestetika antara lain bersih dan sehat, sportif, tangguh, andal, berdaya tahan, bersahabat, kooperatif, determinatif, kompetatif, ceria, dan gigih; (d) karakter yang bersumber dari olah rasa dan karsa antara lain kemanusiaan, saling menghargai, gotong royong, kebersamaan, ramah, hormat, toleran, peduli, mengutamakan kepentingan umum, cinta tana air (patritis), bangga menggunakan bahasa dan produk Indonesia, dinamis, kerja keras, dan beretos kerja.(Pemerintah RI, 2010: 22).

Dalam penilitian ini dapat penulis rumuskan dua postulat yang berfungsi sebagai landasan pendirian dalam penilitian ini :

1. Pendidikan kewarganegaraan adalah pendidikan yang menitik beratkan pada penanaman nilai-nilai moral, maka pembentukan dan pembinaan karakter siswa merupakan salah satu tugas yang diemban oleh guru pendidikan kewarganegaraan 2. Pembentukan karakter siswa dimulai dengan pembinaan nilai-nilai yang luhur


(22)

kewarganegaraan melaluiproses habituasi prilaku dan moral siswa dengan menekankan pada pentingnya tiga komponen karakter yang baik, yaitu: (a) moral knowing atau pengetahuan moral, (b) moral feeling perasaan moral, dan (c) moral

action atau perbuatan moral. Lickona(Megawangi 2009: 108).

G. SISTEMATIKA PENULISAN

Adapun sistematika penulisan akan dibahas dalam 5 bab. Bab pertama berisi latar belakang masalah, rumusan masalah,tujuan penelitian, manfaat, kegunaan penelitian, paradigma, dan asumsi penelitian. Bab ke dua, menguraikan kerangka konseptual (conceptual framework) atau tinjauan teoritis tentang konsep pendidikan kewarganegaraan dengan sub-sub bagiannya, yaitu: Pengertian kewarganegaraan, pengertian pendidikan kewarganegaraan, tujuan pendidikan kewarganegaraan, dan ruang lingkup pendidikan kwarganegaraan; Komponen-komponen pembelajaran pendidikan kewarganegaraan terdiridari, materi, metode, media, sumbar, dan evaluasi pembelajaran pendidikan kewarganegaraan; Konsep pendidikan karakter yang meliputi pengertian, tujuan pendidikan karakter, visi pendidikan karakter, dan prinsip-prinsip pendidikan karakter; Pengembangan karakter siswa di sekolah meliputi memahami karakter siswa, upaya guru dalam pembinaan karakter siswa, membangun karakter siswa melalui nilai, membangun karakter siswa melalui pembelajaran, dan ekstrakurekuler. Bab ke tiga memuat tentang metodologi penelitian yang digunakan dalam penelitian, terdiri atas pendekatan, metode, dan teknik pengumpulan data. Teknik pengumpulan data meliputi: observasi, wawancara, studi dokumentasi,dan snow ball sampling; teknik analisa data meliputi analisa sebelum di lapangan, analisa


(23)

selama di lapangan, penyajian, redupsi, dan penarikan kesimpulan; lokasi dan subyek penelitian. Bab ke empat akan menguraikan temuan dan hasil penelitian, deskripsi hasil wawancara, dan pembahsan hasil peneltian. Bab ke lima akan dirumuskan kesimpulan dan rekomendasi penelitian.


(24)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Metode Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode studi kasus (case study). Menurut Nasution, (2008:27) Case Study adalah bentuk penilitian yang mendalam tentang suatu aspek lingkungan sosial termasuk manusia didalammnya. Case study dapat dilakukan terhadap seseorang individu, kelompok individu, segolonganmanusia, lingkungan hidup manusia atau lembaga sosial.

Lincoln dan Guba (Mulyana, 2002:201) mengemukakan bahwa keistimewaan studi kasus meliputi hal-hal berikut:

1. Studi kasus merupakan sarana utama bagi penelitian emik, yakni menyajikan pandangan subjek yang diteliti.

2. Studi kasus menyajikan uraian menyeluruh yang mirip dengan apa yang dialami pembaca dalam kehidupan sehari-hari.

3. Studi kasus merupakan sarana efektif untuk menunjukkan hubungan antara peneliti dan responden.

4. Studi kasus memungkinkan pembaca untuk menemukan konsistensi internal yang tidak hanya merupakan konsistensi gaya dan konsistensi faktual tetapi juga keterpercayaan (trustworthiness).

5. Studi kasus memberikan “uraian tebal” yang diperlukan bagi penilaian atau transferabilitas.

6. Studi kasus terbuka bagi penilaian atas konteks yang turut berperan bagi pemaknaan atas fenomena dalam konteks tersebut.

B. Teknik Pengumpulan Data

Dalam penilitian kulitatif, untuk memperoleh data dan informasi secara akurat dan representatif, dibutuhkan teknik pengumpulan data yang dipandang tepat, dimana peneliti sebagai instrumen utama, yang menyatu dengan sumber data dalam situasi yang alami (natural setting). Pengumpulan data harus dilakukan secara integratif,


(25)

sehingga akan memperoleh keutuhan data yang diperoleh dari lapangan. Informasi atau data yang diperoleh fakta yang dilaporan dalam bentuk naratif dan digambarkan secara kronologis sehingga melahirkan suatu deskripsi.Data dan informasi yang dikumpulkan peneliti menggunakan beberapa teknik penelitian, yaitu sebagai berikut : 1. Observasi partisipatif

Kegiatan observasi ini dilakukan untuk mencatat/merekam semua peristiwa yang saling berkaitan satu sama lain, seperti ditegaskan Nasution (1996:58) bahwa dalam observasi kita tidak hanya mencatat suatu kejadian/peristiwa, akan tetapi juga segala sesuatu/sebanyak mungkin hal-hal yang di duga ada kaitannya.Oleh karena itu dengan melakukan observasi secara langsung, tujuan dari metode studi kasus dalam penelitian ini diharapkan akan bisa mengungkap fakta-fakta secara lebih mendalam dan leluasa, karena kajian mengenai pembinaan karakter siswa melalui pendidikan kewarganegaraan di SMK Negeri 1 Kota Ternate, merupakan hal yang bersifat privasi karena itu perlu pendekatan secara personal dengan mengamati perilaku mereka secara langsung.

Observasi merupakan kegiatan pengamatan terencana yang dimaksud untuk memperoleh data yang dapat dikontrol validitas dan reliabilitasnya. Dalam kegiatan observasi ini, peneliti langsung turun ke lapangan untuk mengamati perilaku dan aktivitas individu-individu di lokasi penelitian. Dalam observasi ini, peneliti mencatat baik dengan cara terstruktur maupun semistruktur aktivitas-aktivitas yang terjadi di lokasi penelitian. Observasi yang dilakukan dalam penelitian ini bertujuan untuk


(26)

melihat secara langsung fenomena pembinaan karakter siswa melalui pendidikan kewarganegaraan di SMK Negeri 1 Kota Ternate.

Observasi yang dilakukan ini bermaksud untuk memperoleh data yang langsung dari lapangan. Observasi ini juga bertujuan untuk merasakan kondisi riil pada saat penelitian dan dapat langsung melakukan pencatatan terhadap semua fenomena dari objek yang diteliti.Observasi yang dilakukan oleh peneliti ialah observasi secara terbuka, artinya diketahui oleh responden karena sebelumnya telah mengadakan survey terhadap responden dan kehadiran peneliti di tengah-tengah responden atas izin responden. Seperti dalam melakukan observasi kelas, peneliti meminta izin dan membuat janji waktu yang tepat dengan guru sehingga proses pengamatan atas sepengetahuan guru bersangkutan.

Moleong (2007: 174-175) sejalan dengan pendapat Guba dan Lincoln memberikan alasan sebagai berikut: (a) teknik pengamatan ini didasarkan atas pengalaman secara langsung. Pengalaman langsung merupakan alat yang ampuh untuk mengetes suatu kebenaran. Jika suatu data yang diperoleh kurang meyakinkan, biasanya peneliti ingin menanyakannya kepada subjek, tetapi karena ia hendak memperoleh keyakinan tentang keabsahan data tersebut, jalan yang ditempuhnya adalah mengamati sendiri yang berarti mengalami langsung peristiwanya; (b) teknik pengamatan juga memungkinkan melihat dan mengamati sendiri, kemudian mencatat perilaku dan kejadian sebagaimana yang terjadi pada keadaan sebenarnya; (c) pengamatan memungkinkan peneliti mencatat peristiwa dalam situasi yang berkaitan dengan pengetahuan proporsional maupun pengetahuan yang langsung diperoleh dari


(27)

data; (d) sering terjadi ada keraguan pada peneliti, jangan-jangan pada data yang dijaringnya ada yang keliru atau bias. Kemungkinan keliru itu terjadi karena kurang dapat mengingat peristiwa atau hasil wawancara, adanya jarak antara peneliti dan yang diwawancarai, ataupun karena reaksi peneliti yang emosional pada suatu saat. Jalan yang terbaik untuk mengecek kepercayaan data tersebut ialah dengan jalan memanfaatkan pengamatan; (e) teknik pengamatan memungkinkan peneliti mampu memahami situasi-situasi yang rumit. Situasi yang rumit mungkin terjadi jika peneliti ingin memperhatikan beberapa tingkah laku sekaligus. Jadi, pengamatan dapat menjadi alat yang ampuh untuk situasi-situasi yang rumit dan untuk perilaku yang kompleks; (f) dalam kasus-kasus tertentu di mana teknik komunikasi lainnya tidak dimungkinkan, pengamatan dapat menjadi alat yang sangat bermanfaat.

Di samping itu, observasi ini juga bertujuan untuk mengamati proses intrakurikuler dan ekstrakurikuler yang berkenaan dengan pembinaan karakter siswa melalui pendidikan kewarganegaraan, serta mengamati lingkungan fisik sekolah sehingga diharapkan hasil observasi kemudian dapat menjawab permasalahn yang dirumuskan sebelumnya.

Observasi yang digunakan peneliti bermanfaat untuk recheck atau triangulasi tentang pembinaan karakter siswa melalui pendidikan kewarganegaraan dan observasi ini memungkinkan peneliti menarik inferensi (kesimpulan) ihwal makna dan sudut pandang responden, kejadian, peristiwa, atau proses yang diamati. Alwasilah (2009: 155) mengatakan bahwa lewat observasi ini, peneliti akan melihat sendiri pemahaman yang tidak terucap (tacit understanding), bagaimana teori digunakan langsung (theori


(28)

in use) dan sudut pandang responden yang mungkin tidak tercungkil lewat wawancara

atau survai. Dalam penelitian ini, peneliti melakukan pencatatan terhadap setiap fenomena yang ditemukan di lokasi penelitian. Selanjutnya catatan hasil observasi dihubungkan dengan hasil wawancara yang dilakukan peneliti dengan Kepala Sekolah, guru, dan siswa SMK Negeri 1 Kota Ternate.

Hasil observasi berupa data mengenai keadaan lapangan, deskripsi kegiatan-kegiatan, serta deskripsi tempat dilaksanakannya kegiatan-kegiatan. Hasil observasi ini menggambarkan, (a) kondisi obyektif yang ada di SMK Negeri 1 Kota Ternate; dan (b) implementasi pembinaan karakter siswa melalui melalui pendidikan kewarganegaraan di SMK Negeri 1 Kota Ternate.

2. Wawancara

Wawancara yang dilakukan dengan responden yang jumlahnya relatif terbatas ini memiliki tujuan agar peneliti memungkinkan mengadakan kontak secara langsung hingga mendapatkan data dan informasi mendalam. Proses wawancara ini dilakukan dalam situasi dan suasana yang wajar (natural setting). Dalam wawancara dengan informan, peneliti memberikan keleluasaan kepada responden untuk menjawab segala pertanyaan, sehingga memperkuat data-data melalui pengamatan. Wawancara dilakukan secara tidak terstruktur dan menggunakan pedoman wawancara.

Wawancara digunakan untuk memperoleh data yang tidak bisa diperoleh melalui pengamatan secara visual. Apabila suatu kegiatan dapat diamati, tetapi motif dari kegiatan yang dilakukan itu tidak sepenuhnya dapat diamati, sehingga pada situasi yang seperti itu diperlukan wawancara. Dalam penelitian ini, wawancara diperlukan


(29)

untuk menghimpun data yang bukan berbentuk perbuatan, seperti berupa alasan-alasan, motif-motif, persepsi dan sikap.

Keunggulan dari metode wawancara ini ialah peneliti dapat mengetahui isi pikiran dan hati responden. Sebagaimana yang dijelaskan oleh Nasution (1992: 73) menjelaskan bahwa: “Teknik wawancara terkandung maksud untuk mengetahui apa yang ada dalam pikiran dan hati responden.”

Dengan wawancara ini, diharapkan dapat menjaring sejumlah data verbal mengenai persepsi informan maupun responden tentang dunia empirik yang mereka hadapi. Pemikiran, tanggapan, maupun pandangan yang diverbalisasikan akan lebih mudah dipahami oleh peneliti dibandingkan dengan bahasa tubuh. Sebelum melakukan wawancara, peneliti menyiapkan daftar pertanyaan sebagai pedoman ketika telah berada di lapangan. Daftar pertanyaan disesuaikan dengan alur proses penelitian. Namun daftar pertanyaan tersebut bukanlah sesuatu yang bersifat baku, tetapi dapat mengalami perubahan sesuai situasi dan kondisi di lokasi penelitian. Dalam penelitian ini, peneliti melakukan wawancara secara mendalam dengan subyek penelitian dengan tetap berpegang pada arah, sasaran, serta fokus penelitian.

Alwasilah (2009: 195) sejalan dengan pendapat Lincoln dan Guba menjelaskan bahwa ada lima langkah penting dalam melakukan wawancara, yaitu: (a) menentukan siapa yang akan diinterviu; (b) menyiapkan bahan-bahan interviu; (c) langkah-langkah pendahuluan; (d) mengatur kecepatan mengintervieu dan mengupayakan agar produktif; (e) mengakhiri interviu.


(30)

Berdasarkan langkah-langkah yang dikemukakan Alwasilah di atas, maka langkah awal yang peneliti lakukan ialah menentukan siapa-siapa saja yang akan diwawancara. Hal ini peneliti lakukan, ketika peneliti mengadakan penelitian pendahuluan.

Setelah responden ditentukan, selanjutnya peneliti menyusun pedoman wawancara sebagai acuan dalam mengumpulkan data melalui metode wawancara. Pedoman wawancara juga akan memandu peneliti untuk tidak keluar dari focus penelitian. Sebelum melakukan wawancara, peneliti juga melakukan kesepakatan dengan responden mengenai waktu dan tempat untuk wawancara. Hasil dari wawancara tersebut kadang-kadang dapat dicatat langsung di depan responden, dan kadang-kadang tidak perlu dicatat. Hal ini untuk menghindari kekakuan dan menimbulkan kesan seolah-olah peneliti mencari-cari kesalahan terhadap orang yang diwawancarai. Oleh karena itu peneliti perlu mengetahui hal-hal mana saja yang bisa dicatat secara langsung, dan mana hal-hal yang tidak perlu dicatat secara langsung.

Data yang diperoleh dari wawancara tersebut bersifat verbal dan nonverbal. Data verbal merupakan hasil percakapan atau tanya jawab, sedangkan data nonverbal merupakan bahasa tubuh atau gerak-gerik responden yang diperhatikan oleh peneliti. Wawancara ini dilakukan untuk melengkapi data-data hasil observasi. Wawancara dilakukan terhadap subyek penelitian yang dalam hal ini Kepala Sekolah, Guru, serta Siswa SMK Negeri 1 Kota Ternate. Wawancara yang dilakukan atau diarahkan untuk menanyakan permasalahan-permasalahan seputar pertanyaan penelitian dalam rangka memperjelas data atau informasi yang tidak jelas pada saat observasi.


(31)

Dalam penelitian ini, wawancara dilakukan untuk menggali informasi mengenai pembinaan karakter siswa melalui Pendidikan Kewarganegaraan di SMK Negeri 1 Kota Ternate. Agar peneliti mudah untuk mendapatkan informasi, maka peneliti berusaha membina hubungan baik dengan responden.

3. Dokumentasi

Selain melalui observasi dan wawancara, digunakan studi dokumentasi yang bertujuan untuk mendukung di dalam proses pengungkapan dan pendeskripsian hasil penelitian. Dokumentasi ini diadakan untuk mendapatkan data tertulis dan data yang akurat tentang obyek penelitian. Sekalipun dalam penelitian kualitatif kebanyakan data diperoleh dari sumber data melalui observasi dan wawancara, akan tetapi dokumentasi digunakan juga untuk memperoleh data mengenai historis dan geografis lokasi penelitian, struktur organisasi, serta sarana dan prasarana yang ada di lokasi penelitian. Pengumpulan data melalui dokumentasi ini merupakan sumber yang cukup bermanfaat karena telah tersedia sehingga relatif mudah memperolehnya dan merupakan sumber yang stabil dan akurat sebagai cerminan dari situasi dan kondisi yang sebenarnya dan dapat dianalisis secara berulang-ulang tanpa mengalami perubahan. Dokumentasi ini dimaksudkan sebagai metode pengumpulan data yang akan mengumpulkan data otentik yang bersifat dokumenter yang terdapat di lapangan.

Dokumen-dokumen yang telah diperoleh peneliti dari lokasi penelitian kemudian dianalisis. Guba dan Lincoln (Alwasilah, 2009: 156) memberikan rincian alasan dokumen harus dianalisis, yaitu sebagai berikut: (a) dokumen merupakan sumber informasi yang lestari; (b) dokumen merupakan bukti yang dapat dijadikan


(32)

dasar untuk mempertahankan diri terhadap tuduhan atau kekeliruan interpretasi; (c) dokumen itu sumber data yang alami, bukan hanya muncul dari konteksnya, tapi juga menjelaskan konteks itu sendiri; (d) dokumen itu relatif mudah dan murah dan terkadang dapat diperoleh dengan cuma-cuma; (e) dokumen itu sumber data yang non-reaktif; (f) dokumen berperan sebagai sumber pelengkap dan pemerkaya bagi informasi yang diperoleh lewat interviu atau observasi.

Dokumentasi ini digunakan untuk mencari data dari dokumen resmi, dengan berpegangan pada pedoman dokumentasi yaitu yang memuat garis-garis besar atau kategori informasi yang akan dicari datanya. Metode dokumentasi dalam penelitian ini digunakan untuk melihat data tentang historis dan geografis, struktur organisasi, keadaan guru, dan siswa serta sarana dan prasarana yang ada di SMK negeri 1 Kota Ternate.

Dokumen-dokumen yang ada di lapangan merupakan data yang bersifat stabil dan akurat, dokumen tersebut juga dapat dianalisis secara berulang-ulang tanpa mengalami perubahan. Metode dokumentasi dilakukan untuk memperoleh data yang tidak dapat diobservasi atau tidak bisa didapat informasinya melalui informan karena hal-hal yang ingin diketahui bersifat terlalu detil.

Dokumen dijadikan sebagai salah satu metode pengumpulan data karena dokumen dapat dijadikan sebagai bahan untuk menguji, menafsirkan, bahkan untuk meramalkan suatu kajian. Moleong (2007: 217) menjelaskan bahwa ada beberapa keunggulan dalam menggunakan metode dokumentasi dalam proses pengumpulan data, yaitu: (a) dokumen dan record digunakan karena merupakan sumber yang stabil,


(33)

kaya dan mendorong; (b) berguna sebagai bukti untuk suatu pengujian; (c) keduanya berguna dan sesuai dengan penelitian kualitatif karena sifatnya alamiah, sesuai dengan konteks, serta lahir dan berada dalam konteks; (d) record relatif murah dan tidak sukar diperoleh, tetapi dokumentasi harus dicari dan ditemukan; (e) keduanya tidak relatif sehingga sukar ditemukan dengan teknik kajian isi; (f) hasil pengkajian isi akan membuka kesempatan untuk lebih memperluas tubuh pengetahuan terhadap sesuatu yang diselidiki.

Teknik ini digunakan dalam penelitian sebagai sumber data karena banyak hal. Dokumen sebagai sumber data dapat dimanfaatkan untuk menguji, menafsirkan, bahkan untuk meramalkan. Teknik ini dilakukan dengan cara melihat, menganalisa data-data yang berupa dokumentasi yang berkaitan dan menunjang penelitian. Hal ini dimaksudkan untuk menjaga tingkat validitas data yang nantinya akan dikumpulkan oleh peneliti.

4. Snow ball sampling

Menurut Moleong, (2000:166) agar data dan informasi dapat dikaji secara utuh dan mendalam, penilitih menerapkan teknik snow ball sampling, dengan meminta responden untuk menunjukan responden lain agar dapat menambahkan dan mengklarifikasi data dan informasi yang diterima tentang materi yang diinginkan sudah mencapai titik jenuh. Artinya data dan informasi berulang-ulang dalam materi yang sama pada saat itulah sampel di hentikan.

Keseluruhan tahapan dalam pedoman penilitian ini yang berhasil dikumpulkan, baik dari hasil observasi, wawancara dan dokumentasi dalam pembinaan karakter


(34)

siswa melalui pendidikan kewarganegaraan, disusun secara terstruktur untuk menarik sampel dalam kualitatif dengan dilakukan secara snow ball sampling dimana sampel penilitian akan berubah sesuai dengan kebutuhan penilitian selama dilapangan.

Pertimbangan penting dalam pemilihan sampel ini bahwa seyogyanya bervariasi dilihat dari ciri demografisnya, sehingga hasil-hasilnya tidak menyimpan karena faktor-faktor sosial-ekonomi, gender, atau kepentingan yang tidak relevan, dan diperkaya dengan data-data orang yang berlainan dalam ciri-ciri tersebut.

C. Teknik Analisis Data

Penelitian kualitatif analisis data dilakukan yakni; sejak sebelum memasuki lapangan, selama di lapangan dan setelah di lapangan. Dalam penelitian kualitatif, analisis data lebih difokuskan selama proses di lapangan bersamaan dengan pengumpulan data. Nasution, (1992: 36 ) menyatakan “Analisis telah dirumuskan dan menjelaskan masalah, sebelum terjun kelapangan, dan berlangsung terus sampai penelitian dan hasil penelitian dicapai.

Analisis data merupakan satu tahapan yang sangat penting dalam penelitian, karena memungkinkan peneliti memberikan makna terhadap data yang dikumpulkan. Tujuan utama dari tahap analisis data ialah untuk mempermudah peneliti mengorganisasikan data yang diperoleh dari lapangan. Analisis data yang dilakukan dalam penelitian ini mempunyai dua corak analisis, yaitu melakukan analisis saat mempertajam keabsahan data dan melakukan analisis melalui interpretasi pada data secara keseluruhan.


(35)

Dalam tahap analisis data, juga tidak menutup kemungkinan terjadi reduksi data. Reduksi data ialah pencatatan kembali dalam bentuk uraian dan laporan secara rinci dan sistematis. Hal ini dilakukan untuk menelaah kembali seluruh catatan lapangan yang diperoleh melalui observasi, wawancara, dan dokumentasi, lalu dirangkum, dipilih hal-hal yang pokok dan penting. Data yang direduksi memberi gambaran yang lebih tajam dan jelas tentang hasil pengamatan dan ini juga mempermudah peneliti untuk mencari kembali daya yang diperlukan.

Dalam menganalisis data, terlebih dahulu peneliti memeriksa keabsahana data. Pemeriksaan keabsahan data lapangan dilakukan dengan dua cara, yakni dengan melakukan komparasi data yang diperoleh dari berbagai teknik pengumpulan data, yakni teknik observasi, wawancara, dan dokumentasi. Selain itu, untuk memeriksa keabsahan data juga dapat dilakukan dengan cross check, oleh peneliti kepada informan yang sama atau pun informan yang berbeda berkenaan dengan suatu keterangan yang dipandang penting oleh peneliti. Pemeriksaan dengan pengecekan kembali dilaksanakan bilamana terjadi kontradiksi keterangan antara pernyataan informan yang satu dengan pernyataan informan yang lainnya.

Pada analisis saat mempertajam keabsahan data, dilakukan penyusunan data, yaitu dengan penyusunan kata-kata hasil observasi, wawancara, dan dokumentasi, berdasarkan kategorisasi yang sesuai dengan masalah penelitian. Berdasarkan data yang diperoleh dikembangkan penajaman data melalui penelusuran dan pencarian data selanjutnya. Dalam hal ini, peneliti mencatat data secara apa adanya, tanpa memberikan intervensi dari teori yang terbaca atau paradigma yang dimiliki peneliti


(36)

selama ini. Namun, peneliti tetap berusaha untuk mencari makna inti dari berbagai perilaku dan perbuatan yang tampak. Hal ini dilakukan untuk memahami perilaku tersebut dalam konteks yang lebih luas.

Setelah pemeriksaan keabsahan data, peneliti melakukan analisis data lapangan. Adapun strategi yang ditempuh dalam menganalisa data ini ialah dengan melakukan berbagai usaha merumuskan formulasi yang dipandang mudah untuk disimak dan dibaca oleh peneliti, sehingga setiap komponen yang berminat memahami akan hal itu dapat dengan mudah menginterpretasi data yang telah terkumpul.

Prinsip dasar analisis data lapangan adalah usaha menggolongkan berbagai data ke dalam suatu pola, tema, dan kategori yang tidak hanya dapat memudahkan menginterpretasi melainkan juga memberi kejelasan mengenai makna yang ada pada setiap gejala. Dengan demikian analisis data akan berimplikasi pada penjelasan yang lebih luas pada hasil penelitian dan juga menjadi simpulan penelitian (Nasution, 1992). Selanjutnya Koentjaraningrat (1993: 39) menyatakakan bahwa: “Usaha menafsirkan data akan memberi makna pada analisis dan menjalankan pola atau konsep yang berlangsung secara induktif.”

Peneliti memperhatikan beberapa hal dalam pembuatan catatan lapangan. Hal tersebut seperti yang diungkapkan oleh Moleong (2007: 216-217), yaitu: (1) pencatatan awal, pencatatan ini dilakukan sewaktu berada di latar penelitian dengan jalan menuliskannya hanya dengan kata-kata kunci pada buku nota; (2) pembuatan catatan lapangan lengkap setelah kembali ke tempat tinggal, pembuatan catatan ini dilakukan dalam suasana yang tenang dan tidak ada gangguan. Hasilnya sudah berupa


(37)

catatan lapangan lengkap; (3) apabila waku ke lapangan penelitian kemudian teringat masih ada yang belum dicatat dan dimasukkan dalam catatan lapangan, maka hal itu dimasukkan.

Data yang sudah tertuang dalam catatan lapangan selanjutnya dianalisis untuk kepentingan pengembangan teori. Menurut Moleong (2007: 248) analisis kualitatif adalah upaya yang dilakukan dengan jalan bekerja dengan data, mengorganisasikan data, memilah-milahnya menjadi satuan yang dapat dikelola, mensintesiskannya, menemukan apa yag penting dan apa yang dipelajari, dan memutuskan apa yang dapat diceritakan kepada orang lain.

Pengolahan dan penganalisaan data merupakan upaya menata data secara sistematis. Maksudnya untuk meningkatkan pemahaman peneliti terhadap masalah yang sedang diteliti dan upaya memahami maknanya. Langkah pertama dalam pengolahan data yang sudah dituangkan dalam catatan lapangan adalah membuat koding atas fenomena yang ditemukan, selanjutnya membuat kategorisasi dan pengembangan teori.

Moleong (2007: 248) menjelaskan bahwa proses berjalannya analisis data kualitatif sebagai berikut: (1) mencatat hasil temuan lapangan, dengan cara memberi kode agar sumber datanya tetap dapat ditelusuri; (2) mengumpulkan, memilah-milah, mengklarifikasi, mensintesiskan, membuat ikhtisar, dan membuat indeksnya. Memikirkan agar kategori data itu mempunyai makna, mencari, dan menemukan pola dan hubungan-hubungan, serta membuat temuan-temuan umum.


(38)

Menurut Creswell, (1998:147-150) langkah-langkah yang sering dipakai dalam penelitian kualitatif adalah sebagai berikut :

1. Peneliti memulai dengan suatu deskripsi penuh mengenai pengalaman pribadinya tengtang fenomena tersebut.

2. Peneliti kemudian menemukan pernyataan-pernyataan, tentang bagaimana orang memahami topik yang diteliti, membuat daftar pertanyaan yang signifikan dan memperlakukan semua data secara sama.

3. Pertanyaan-pertanyaan ini kemudian dikelompokan ke dalam ”unit-unit makna”, peneliti membuat daftar unit-unit ini dan kemudian menulis sebuah deskripsi.

4. Peneliti kemudian melakukan refleksi pada deskripsi pribadinya dan menggunakan variasi imajinatif atau deskripsi struktural, mencari semua makna.

5. Peneliti kemudian menyusun suatu deskripsi menyeluruh dari makna dan esensi dari pengalaman tersebut.

Tujuan analisis data yang dilakukan oleh peneliti yakni proses mencari dan menyusun secara sistematis data yang diperoleh dari hasil wawancara, catatan lapangan, dan bahan-bahan lain, sehingga dapat mudah dipahami, dan temuannya dapat diinformasikan kepada orang lain.

Dalam proses menganalisis data dalam penelitian, maka berikut ini peneliti mengunakan alur analisis sebagai berikut :

1. Analisis Sebelum di Lapangan

Penelitian kualitatif telah melakukan analisis data sebelum peneliti memasuki lapangan. Analisis dilakukan terhadap data hasil studi pendahuluan, atau data sekunder, yang akan digunakan untuk menemukan fokus penelitian. Peneliti telah melakukan analisis terhadap beberapa tesis dan hasil-hasil penelitian yang dilakukan


(39)

di berbagai daerah tentang pembinaan karakter siswa. Analisis ini diharapkan dapat memberikan sedikit gambaran tentang masalah yang akan dikaji oleh peneliti.

2. Analisis Selama di Lapangan Model Miles and Huberman

Analisis data selama dilapangan dalam penelitian kualitatif, dilakukan pada saat pengumpulan data berlangsung, dan setelah selesai pengumpulan data dalam periode tertentu. Pada saat wawancara, peneliti sudah melakukan analisis terhadap jawaban yang diwawancarai. Bila jawaban yang diwawancarai setelah dianalisis terasa belum memuaskan, maka peneliti akan melanjutkan pertanyaan lagi, sampai tahap tertentu, diperoleh data yang dianggap kredibel.

Secara sederhana dapat digambarkan analisa penelitian melalui beberapa langkah yaitu: peneliti membuat catatan-catatan hasil observasi baik yang intensif, partisipatif maupun gambaran yang kausal. Catatan ini segera dibuat diskripsi untuk menggambarkan masalah yang diteliti dari penampakan kasat mata baik dari sisi tindakan sosial yang dilakukan maupun dari sisi pengaruh situasi sosial dan lingkungan fisik yang terjadi. Gambaran ini memberikan panduan kepada peneliti krangka analisa untuk melakukan rekonstruksi; membuat kategori dan konsep, melakukan interpretasi dan menjelaskan posisi serta lingkungan yang melengkapinya. Dari deskripsi ini dikaji struktur dalam melandasi, yakini dari pengalaman subyektif (psikologis, idiologis, dan sosial budaya) partisipan penelitian.


(40)

Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari tiga alur kegiatan yang terjadi secara bersamaan, yaitu reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan (Miles dan Huberman: 1992:16-18). Langkah-langkah analisis ditunjukan pada gambar berikut ini.

Gambar 02 :Komponen–komponen analisis data (Miles dan Huberman, 1992 :20)

Kegiatan utama analisis data merupakan proses siklus yang interaktif, Peneliti harus siap bergerak diantara empat ”poros” kumparan itu selama pengumpulan data, selanjutnya bergerak bolak balik diantara kegiatan reduksi, dan penyajian, serta penarikan kesimpulan / verifikasi.

3. Penyajian Data.

Penyajian yang paling sering digunakan pada data kualitatif dalam bentuk teks naratif. Dalam hal ini Miles dan Huberman, (1992) menyatakan “ the most

Pengumpulan data

Reduksi data

Kesimpulan: Penarikan/verifikasi

Penyajian data


(41)

frequent from of display data for qualitative research that in the past been narrative

text” yang paling sering digunakan untuk menyajikan data dalam penelitian kualitatif

adalah dengan teks yang bersifat naratif.

4. Reduksi Data

Setelah data dan informasi diperoleh dari lapangan direduksi, kemudian langkah selanjutnya adalah melakukan reduksi data yaitu menyajikan data secara jelas dan singkat. Penyajian data pertama kali dilakukan bagian demi bagian, kemudian dalam bentuk tabulasi. Selanjutnya disajikan dalam bentuk deskripsi dan interpretasi sesuai data yang diperoleh dari lapangan. Mereduksi data berarti merangkum, melihat hal-hal yang pokok, memfokuskan pada hal-hal yang penting, dicari tema dan polanya. Dengan demikian data yang telah direduksi akan memberikan gambaran yang jelas, dan mempermudah peneliti untuk melakukan pengumpulan data selanjutnya, dan mencarinya bila diperlukan.

Reduksi data merupakan bagian dari analisis yang menajamkan, menggolongkan, mengarahkan, membuang yang tidak perlu, dan mengorganisasi data dengan cara sedemikian rupa hingga kesimpulan-kesimpulan akhir dapat ditarik dan diverifikasi.


(42)

Sebagai langkah akhir proses analisis data adalah penarikan kesimpulan dan verifikasi, hal ini dimaksudkan untuk mencari makna dari data yang dikumpulkan. Kesimpulan ini dirumuskan dalam bentuk pernyataan singkat agar mudah dipahami dengan mengacu kepada tujuan penelitian yang telah ditetapkan. Proses analisis data berlangsung terus-menerus selama kegiatan penelitian dilakukan. Untuk mencapai pada suatu kesimpulan, peneliti berusaha mengumpulkan data sebanyak-banyaknya dan menggali informasi yang lebih mendalam. Kesimpulan yang sudah dirumuskan masih harus terus diverifikasikan secara berulang dan bertahap hingga dapat dirumuskan kesimpulan akhir.

D. Subjek Penelitian dan Sumber data 1. Subyek Penilitian

Dalam penelitian ini, teknik penentuan subyek penelitian dimaksudkan agar peneliti dapat sebanyak mungkin memperoleh yang berkaitan dengan masalah yang dikaji penulis. Meskipun demikian, pemilihan subyek penelitian tidak dimaksudkan untuk mencari yang mengarah pada pengembangan generalissasi, melainkan untuk mencari informasi secara rinci yang sifatnya spesifik yang memberikan citra khas dan unik. Tujuan lain dari penentuan subyek penelitian adalah mengembangkan informasi yang diperlukan sebagai landasan dari desain yang timbul dan teori yang mendasar (grounded theory) yang muncul dari kajian ini (Lincoln Guba, 1985: 201).

Ada beberapa kriteria yang digunakan dalam penetapan subyek penelitian, yakni latar (settings), para pelaku (actors), peristiwa-peristiwa (events), dan proses (process) (Miles dan Huberman, 1984: 56; AlWasilah, 2003: 145-145). Kriteria


(43)

pertama adalah latar, yang dimaksudkan adalah situasi dan tempat berlangsungnya pengumpulan data, yakni wawancara di rumah, wawancara di kantor, wawancara formal dan informal, berkomunikasi resmi, dan berkomunikasi tidak resmi. Kriteria kedua, pelaku yang dimaksud adalah kepala sekolah, guru, siswa, dan komponen terkait lainnya. Kriteria ketiga peristiwa, yang dimaksudkan adalah pandangan, pendapat dan penilaian tentang pembinaan karakter siswa melalui pendidikan kewarganegaraan.

2. Sumber Data

Sumber data dalam penelitian ini dapat dikategorikan sebagai berikut; Pertama, sumber bahan cetak (kepustakaan) yang meliputi: Jurnal, hasil penilitian

terdahulu, buku teks, disertasi, tesis, yang berkaitan dengan masalah pembinaan karakter dalam pendidikan kewarganegaraan, dan degradasi nilai – nilai moral, yang diperoleh melalui jurnal, majalah ilmiah, internet, dll.

Kedua, sumber responden (human resources), dipilih secara purposive

sampling dan bersifat snow ball sampling. Sumber data pada tahap awal memasuki lapangan dipilih oleh orang yang memiliki power dan otoritas pada situasi sosial atau objek yang diteliti, sehingga mampu “membuka pintu” kemana saja peniliti akan mengumpulkan data. Dengan demikian subjek penelitian yakni terdiri atas: kepala sekolah, guru: siswa, dan komponen terkait lainnya.

Karena bersifat snowball sampling, maka informan yang sengaja ditetapkan oleh peneliti, mungkin saja dapat berkembang di lapangan apabila peneliti menemukan orang yang lebih mengetahui tentang permasalahan yang diteliti. Metode yang


(44)

digunakan dalam penelitian ini adalah metode studi kasus (case study). Menurut Nasution, (2008:27) case study adalah bentuk penilitian yang mendalam tentang suatu aspek lingkungan sosial termasuk manusia didalammnya. Case study dapat dilakukan terhadap seorang individu, kelompok individu, segolongan manusia, lingkungan hidup manusia atau lembaga sosial.

Metode penelitian yang digunakan adalah metode deskriptif analisis kualitatif, yakni metode yang menggambarkan keadaan dan memecahkan masalah yang sedang berlangsung. Metode ini tidak terbatas hanya pada pengumpulan data, tetapi meliputi analisis dan interpretasi terhadap data. Metode kualitatif untuk menunjukan prosedur– prosedur penelitian yang menghasilkan data kualitatif yang berupa ungkapan atau catatan tentang aktivitas yang dapat diobservasi. Pendekatan ini mengarah pada pemahaman atas gejala-gejala secara utuh. Oleh karena itu peneliti harus turun ke lapangan dan mengadakan pengamatan langsung terhadap subyek penelitian. Teknik pengumpulan data penelitian dilaksanakan dengan cara observasi (pengamatan langsung di lapangan), wawancara, dan studi dokumentasi.

E. Paradigma Penelitian

Penelitian pada hakekatnya merupakan suatu upaya untuk menemukan kebenaran atau untuk lebih membenarkan kebenaran. Usaha untuk mengejar kebenaran dilakukan oleh para filosuf, peneliti, maupun oleh para praktisi melalui model-model tertentu. Model tersebut biasanya dikenal dengan paradigma. Paradigma menurut Bogdan dan Biklen (Moleong, 2007: 49) adalah ‘kumpulan longgar dari sejumlah asumsi yang dipegang bersama, konsep atau proposisi yang mengarahkan


(45)

cara berpikir dan penelitian’. Paradigma sebagai ‘cara mendasar untuk mempresepsi, berpikir, menilai, dan melakukan yang berkaitan dengan sesuatu secaa khusus tentang visi relitas’ Harmon (Moleong, 2007: 50).

Menurut Alwasilah (2009: 77) paradigma merupakan sebuah rujukan dan sudut pandang mempunyai dua arti pokok yaitu:

Pertama, seperangkat bentuk yang berbeda-beda dari sebua kata seperti pada ungkapan verb paradigma; sehingga muncullah istilah hubungan paradigmatik atau paradigmatic relationships,kedua, jenis sesuatu, pola, atau model seperti dalam ungkapan a paradigma for others to copy.

Paradigma postpositivistik atau naturalistik melahirkan pendekatan penilitian kualitatif yang cenderung pada peggunaan kata-kata untuk menarasikan suatu fenomena atau gejala. Pada umumnya paradigma ini merupakan sebuah proses ‘memahmi fenomena sosial dengan membedakan, membandingkan, meniru,mengatalogkan dan mengelompokan obyek studi’Miles &Huberman, (Creswell, 2002: 155).

Paradigma merupakan esensi yang menjadi kepercayaan dalam semua kegiatan untuk memperleh kebenaran atau keberhasilan, termasuk kegiatan penilitian, tak mungkin terjadi tanpa merujuk pada paradigma ini. Selain berperan sebagai rujukan dan sudut pandang, paradigma juga berperan sebagai pembatas ruang dan gerak peneliti. Peneliti harus mentaati asas dalam mengikuti kisi-kisi metodologis sesuai dengan paradigma, sehingga ada seperangkat asumsi, teori, konsep, dan proposisi yang berkaitan secara logis yang mengorientasikan seoarang peneliti.


(46)

P K N

Paradigma penelitian yang penulis kembangkan pada penelitian tentang pembinaan karakter siswa melalui pendidikan kewarganegaraan dapat dilihat dalam bagan di bawah ini :

Gambar 03: Paradigma penelitian tentang pembinaan karakter siswa melalui pendidikan kewarganegaraan

Pendidikan kewarganegaraan sebagai wahana untuk mengembangkan kemampuan, watak dan karakter warganegara yang demokratis dan bertanggung jawab dalam rangka mempersiapkan peserta didik menjadi warga Negara yang memiliki komitmen kuat dan konsisten untuk mempertahankan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Komitmen yang kuat dan konsisten terhadap prinsip dan semangat

Output

Input Proses

Perencanaan

Temuan Penelitian

Pembentukan

karakter siswa Kesimpulan Evaluasi

Rekomenda Penguatan

Perilaku

Temuan Penelitian Pelaksanaan

Kondisi karakter siswa dalam budya sekolah (keg/kehidupan

keseharian di sekolah)


(47)

kebangsaan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara yang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.

Dari definisi tersebut, semakin mempertegas pengertian civic education karena bahannya meliputi pengaruh positif dari pendidikan di sekolah, pendidikan di rumah, dan pendidikan di luar sekolah. Jadi, pendidikan kewarganegaraan (Civic Education) adalah program pendidikan yang memuat tentang masalah kebangsaan, kewarganegaraan dalam hubungannya dengan negara, demokrasi, HAM dan masyarakat madani (civil society) yang dalam implementasinya menerapkan prinsip-prinsip pendidikan demokrasi dan humanis.

F. Fokus Penelitian

Fokus penelitian ini diarahkan pada permasalahan tentang pembinaan karakter siswa melalui pendidikan kewarganegaraan. Permasalahannya menjadi jelas jika penelitian ini difokuskan kepada aspek-aspek tertentu dalam sebuah perencanaan penelitian kualitatif. Untuk memperoleh hasil penelitian secara maksimal melalui wawancara, catatan lapangan, dan bahan-bahan lainnya, maka peneliti menentukan aspek-aspek yang diteliti selama dalam proses pengambilan data penelitian di lapangan, untuk itu perlu adanya petunjuk sehingga lebih fokus kepada masalah yang dihadapi oleh peneliti di lapangan dapat terungkap informasinya atau data yang sesuai dengan kebutuhannya. Oleh karena itu, fokus penelitian ini dapat digambarkan melalui tabel sebagai berikut:

Tabel 01: Fokus Penelitian


(48)

Masalah Pokok Pertanyaan Penelitian

Aspek yang diteliti Sumber Data Alat Pengumpulan Data Bagaimanakah pembinaan karakter siswa melalui pendidikan kewarganegaraan di SMK Negeri 1 kota Ternate 1. Bagaimanakah proses pembinaan karakter siswa dalam pembelajaran PKn di SMK Negeri 1 kota Ternate

1.Disiplin 2. Tanggung

jawab 3. Toleransi 4. Kerja sama 5. Jujur Siswa, guru dan kepala sekolah Observasi, wawancara, dan dokumentasi 2. Bagaimanakah upaya pembinaan

karakter siswa di SMK Negeri 1 kota Ternate

1. Keteladanan Guru 2. Pelaksanaan

KBM di kelas 3. Kegiatan Ekstrakurikuler Guru, dan kepala sekolah Observasi, wawancara, dan dokumentasi 3..Bagaimana hasil dalam pembinaan karakter siswa di SMK Negeri 1 kota Ternate 1. Memahami pengatahuan moral 2. Menghyati nilai-niai moral 3. Melaksanakan nilai-nilai moral Guru, siswa dan kepala sekolah Observasi, wawancara, dan dokumentasi

4. Apakah yang menjadi faktor penghambat dalam proses pembinaan karakter Siswa di SMK Negeri 1 kota Ternate ?

1. Lingkungan sekolah 2. Fasilitas saran

prasarana 3. Kegiatan ekstra-

kurikuler Guru, siswa dan kepala sekolah Observasi, wawancara, dan dokumentasi


(49)

BAB V

KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

Dalam bab V ini dikemukakan kesimpulan dan rekomendasi penelitian. Pada bagian kesimpulan dipaparkan tentang intisari hasil penelitian secara keseluruhan. Sedangkan pada bagian rekomendasi diketengahkan beberapa saran dan pendapat yang bersifat membangun untuk perbaikan pembinaan karakter siswa melalui PKn di sekolah.

A. Kesimpukan Umum

Secara umum bahwa di SMK Negeri 1 Kota Ternate telah melakukan pembinaan karakter siswa melalui PKn. Hal ini dibuktikan dengan kegiatan-kegiatan yang diprogramkan oleh SMK Negeri 1 kota Ternate. Pendekatan dan metode pembelajaran PKn di sekolah tersebut bersifat baku, sesuai dengan pokok pembahasandalam materi pembelajaran. Pembelajaran PKn di SMK Negeri 1 kota Ternate tidak hanya mempersiapkan siswa yang paham tentang materi dalam konsep semata, tetapi juga menyiapkan siswa yang mempunyai kesadaran untuk melakukan tindakan disiplin dan ketaatan yang ditentukan di sekolah. Namun pelaksanaan pembinaan karakter siswa melalui PKn tidak terlepas dari hambatan siswa sering tidak mengikuti kegitan yang diprogramkan oleh sekolah dan kurang mendapat perhatian dari orangtua. Untuk mengatasi hambatan tersebut, maka guru PKn di SMK Negeri 1 kota Ternate menggunakan berbagai upaya seperti: keteladanan, nasehat, pembiasaan, kedisiplinan, dan perhatian. Upaya ini juga disertai dengan pembudayaan dan


(1)

secara berkelanjutan. Hal ini dilakukan untuk menopang pembinaan yang dilakukan oleh guru PKn melalui pembelajaran di kelas dan kegiatan siswa lainya di luar kelas.

3. Kepada orangtua siswa SMK Negeri 1 kota Ternate, agar mendukung program pembinaan karakter siswa, karena karakter siswa tidak hanya dipengaruhi oleh lingkungan sekolah, tetapi juga dipengaruhi oleh lingkungan keluarga dan masyarakat.

4. Untuk peneliti berikutnya, agar dapat memperdalam bidang kajian yang terkait dengan pengembangan nilai-nilai dasar untuk membentuk karakter siswa serta mengkaji model-model yang tepat dalam proses pembelajaran.


(2)

DAFTAR PUSTAKA

Alwasilah, A.C. (2009). Pokoknya Kualitatif. Jakarta: PT. Dunia Pustaka Jaya.

AL- Lamri S& Iksan A (2010), Mengembangkan Karakter Bangsa melalui Kegiatan Ekstakurikuler Kepanduan di Sekolah dan Masyarakat, Bandung: Widya Aksara Press.

Agustin. R. (t.th.). Kamus Lengkap Bahasa Indonesia. Surabaya: Serba Jaya.

Albertus, K.D. (2010). Pendidikan Karakter. Jakarta: PT. Gramedia Widiasarana Indonesia.

……… (2009). Pendidik Karakter di Zaman Keblinger. Jakarta: PT. Gramedia Widiasarana Indonesia.

Aryani. & Susatim. (2010). Pendidikan Kewarganegaraan Berbasis Nilai. Bogor:Ghalia Indonesia.

Bakry, M.N. (2010). Pendidikan Kewarganegaraan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Bungin, B. (2005). Analisis Data Penelitian Kualitatif. Jakarta: PT. RajaGrafindo

Persada.

Budimansyah, D. (2010). Pengutan Pendidikan Kewarganegaraan Untuk Membangun Karakter Bangssa, Bandung: Widya Aksara Press.

……… D (2010), Inovasi Pembelajaran Pendidikan Karakter Bangsa, Bandung: Widya Aksara Press.

………...& Suryadi, K. (2008). PKN dan Masyarakat Multikultur, Bandung: Program Studi Pendidikan Kewarganegaraan, SPs, UPI.

………..& Syaefullah, S. (2006). Pendidikan Nilai Moral dalam Dimensi PKn. Lab PKn FPIPS UPI Bandung.

Black, A, James, & Champion. (1999). Penelitian Sosial, Bandung: Rafika 6Aditama.

Creswell, (1998). Qualitative Inquiry and Research Design: Choosing Among Five Traditions. Thousand Oaks, California: SAGE Publications.

………(1994), Research Design: Qualitative & Quantitative Approaches. Thousand Oaks: Sage Publications, Diterjemahkan Budiman, A. Hastobroto, B.


(3)

& Chrysnanda.(2010), Desain Peneltian: Pendekatan Kualitatif & Kuantitatif. Jakarta: KIK Press.

Djahiri kosasih (2006), Pendidikan Nilai Morak dalam Dimensi Pendidikan Kewarganegaraan, Bandung: Labolaturium Pendidikan Kewarganegaraan FPIS UPI.

Darmadi, H. (2010) Pengantar Pendidikan Kewarganegaraan; Bandung. Alfabeta. Elmubarok, Z. (2008). Membumikan Pendidikan Nilai. Bandung: Alfabeta.

Guba, G.E. & Lincoln, S. (1985). Naturalistic Inquiry, London: SAGE Publications. Kalidjernih, F.K. (2010). Kamus Studi Kewarganegaraan; Prespektif Sosiologikal dan

Politikal. Bandung; Widya Aksara Press.

………(2010). Penulisan Akademik. Bandung: Widya aksara Press

Koesoema A Doni (2010), Pendidikan karakter strategi mendidik anak di era global, Jakarta: Grasindo

Majid, A. & Andayani, D.(2010). Pendidikan Karakter Dalam Prespektif Islam. Bandung: Insan Citra Utama.

Megawangi, R. (2009). Pendidkan Karakter solusi yang tepat untuk membangun bangsa. Jakarta: Indonesia Heritage Fundation.

……….(2009).Menyemai Benih arakter. Jakarta: Indonesia Haritage Fundation.

Miles, M.B. & Huberman, A. (1992). Qualitative Data Analysis. Alih Bahasa Tjejep Rohendi Rohidi. Analisis Data Kualitatif, Jakarta: Universitas Indonesia. Moleong, Lexy. (2007). Metodologi Penelitian Kualitatif, Bandung: Remaja

Rosdakarya.

Mulyana, Deddy,(2002). Metodologi Penelitian Kualitatif (Paradigma Baru Ilmu Komunikasi Dan Ilmu Sosial Lainnya), Bandung: Remaja Rosdakarya.

Mulyana, R. (2004). Mengartikulasikan Pendidikan Nilai. Bandung: Alfabeta. Nasution, S. (1992). Metode Penelitian Naturalistik Kualitatif, Bandung: Tarsito. --- (2008). Metode Research (Penilitian Ilmiah), Jakarta: Bumi Aksara. Nusarastriya Y.H. (2010), Pendidikan Karakter, Pendidikan Berpikir dan Pendidikan


(4)

Rusnaini (2010), Aspirasi Mural di Yogyakarta: Gerakan Sosial Kultural Kewarganegaraan Berbasisi kearifan Lokal untuk Pembangunan Karakter Bangsa, Bandung: Widya Aksara Press

Sapriya & Winataputra. (2003). Pendidikan Kewarganegaraan; Model Pengembangan Materi dan Pembelajaran, Bandung: UPI Labolaturium PKN. Satori, D. & Komariah, A. (2009). Metodologi Penilitian Kualitatif, Bandung:

Alfabeta.

Samho, B. (2005). Internalisasi Sikap dan Perilaku Toleransi Antar Peserta Didik Berbeda Agama Berdasarkan Visi Pendidikan Umum. Tesis pada SPS UPI Bandung: tidak diterbitkan.

Sauri S dan Firmansyah H ( 2010) Meretas Pendidikan Nilai, Bandung: Arfindo Raya.

Soedijarto H (2008), pendidikan yang” mencerdaskan kehidupan bangsa dan memajukan kebudayaan nasional Indonesia”, Jakarta: Kompas

Sugiyono. (2006). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta.

Sumantri, N. (1972) Metode pengajaran Civics, Bandung: IKIP Bandung.

Suryadi A dan Budimansyah D (2004), Pendidikan Nasional Menuju Masyarakat Indonesia Baru, Jakarta: Grasindo

Sudarsono S (2002), Character Bulding Membentuk Watak, Jakarta:Gramedia Syahidin. et al. (2009). Moral dan Kognisi Islam. Bandung: Alfabeta.

Tafsir A. (2009).Pendidikan Budi Pekerti. Bandung: Maestro.

Tim Redaksi Kamus Besar Bahasa Indonesia Departemen Pendidikan Nasional. (2003). Kamus Besar Bahasa Indonesia (Edisi ketiga). Jakarta: Balai Pustaka. Wahidin, S. (2010). Pokok-Pokok Pendidikan Kewarganegaraan. Yogyakarta:

Pustaka Pelajar.

Winataputra Udin S (2008), Pembelajaran PKN di SD, Jakarta: Universitas Terbuka. ...& Budimansyah. (2007). Civic Education: Kontek, Landasan, Bahan Ajar

dan Kultur Kelas. Program Studi Pendidikan Kewarganegaraan, SPs, UPI Bandung.

Wuryana, S. & Syaifullah. (2006). Ilmu Kewarganegaraan (Civic): Bandung: UPI Labolaturium PKN.

Zubaidi dan Lubis M (2009), Evaluasi Pendidikan Nilai perkembangan moral keagamaan Mahasiswa PTAIN, Yogyakarta: Pustaka pelajar


(5)

Makalah

Budimansyah, D. (2009) Membangun Karakter Bangsa di Tengah Arus Globalisasi dan Gerakan Demokratisasi:Pidato Pengukuhan Guru BesarUPI Bandung. Sauri, S.(2009).Pendekatan dan Pendidikan Akhlak Mulia Dalam Pembelajaran”.

Makalah pada Seminar Internasional Prodi Pendidikan Umum/ Nilai SPs UPI, Bandung.

Jurnal:

Aswandi. (2010). Membangun Bangsa Melalui Pendidikan Berbasisis Karakter: Jurnal Pendidikan Karakter. Vol. 2 No. 2 (2010).

Budimansyah, D. (2008). Revitalisasi Pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan

Melalui Prakter Belajar Kewarganegaraan: Jurnal Pendidikan

Kewarganegaraan. Vol. 1 No. 2 (2008).

Hartono. (2008) Mengembangkan Karakter Diri Adap Karsa Tinggi: Jurnal Pendidikan Kewarganegaraan. Vol. 1 No. 2 (2008).

Herman,E.(2010). Pendidikan Nilai Dalam Organisasi Perlu Efektifitas Komonikasi dari Para Aktivis: Jurnal Pendidikan Karakter. Vol. 2 No. 2 (2010).

Majid, A. (2010). Peranan Pendidikan Dalam Upaya Membetuk Karakter Peserta Didik: Jurnal Pendidikan Karakter. Vol. 2 No.2 (2010).

Sapriya. (2008). Prespektif Pemikiran Pakar Tentang Pendidikan Kewarganegaraan dalam Pembangunan Karakter Bangsa (Sebuah Kajian Konseptual-Filosofis Pendidikan Kewarganegaraan dalam knteks Pendidikan IPS): Jurnal Pendidikan Kewarganegaraan. Vol. 1 No. 2 (2008).

Sauri, S. (2010). Membangun Karakter Bangsa Melalui Pembinaan Profesionalisme Guru Berbasis Pendidikan Nilai: Jurnal Pendidikan Karakter. Vol. 2 No. 2 (2010).

Siagian, M. (2009). Pendidikan kewarganegaraan Bervisi Global dengan Paradigma Humanistik: Jurnal Pendidikan Kewarganegaraan volume 2. N0.1 (2008). Tesis dan Desertasi

Makiyah,Maia. (2008) Pembinaan Akhlak Mulia Siswa melalui Proses Pembelajaran PendidikanAgama Islam (Studi Deskriptif Pada Siswa SMK Al-Hurriyah Rengasdengklok Karawang), Tesis pada program pendidikan umum/nilai UPI Bandung: tidak diterbitkan.


(6)

Iryani, M,R. (2008) Kontribusi Pembelajaran Kontektual dalam Pendidikan Kewarganegaraan terhadap Pembentukan Karakter Siswa (Studi Deskribtif Analisis di SMA Negeri 1 Cilaku Kabupaten Cianjur), Tesis pada pendidikan kewarganegaraan UPI Bandung: tidak terbitkan.

Rohayani, Ida: (2009) Pengaruh Proses Pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan terhadap Karakter Manusia Mudah (sutudi diskriptif analisa pada siswa SMA Negeri 3 Bandung), Tesis pada pendidikan kewarganegaraan UPI Bandung: tidak terbitkan.

Sabarudin (2010) Pengaruh Pembelajaran KonsepDemokrasi Berbasis Sketsa Kewarganegaraan terhadap Upaya Membangun Karakter Unggul Siswa (penelitian Quasi-Experimental di SMA Negeri 1 Manggar Belitung Timur) Tesis pada pendidikan kewarganegaraan UPI Bandung: tidak terbitkan.


Dokumen yang terkait

Pendidikan Karakter siswa melalui Pembinaan Kepramukaan di SMP Djojoredjo Pamulang

0 23 181

IMPLEMENTASI PENDIDIKAN KARAKTER MELALUI MATA PELAJARAN PPKn DALAM MENGEMBANGKAN KECERDASAN MORAL SISWA DI SMA NEGERI 1 ONANRUNGGU TAHUN PELAJARAN 2015/2016.

1 3 26

IMPLEMENTASI PENDIDIKAN KARAKTER KURIKULUM 2013 PADA MATA PELAJARAN PRAKARYA DAN KEWIRAUSAHAAN DI SMK NEGERI 9 Implementasi Pendidikan Karakter Kurikulum 2013 Pada Mata Pelajaran Prakarya Dan Kewirausahaan Di SMK Negeri 9 Surakarta Tahun Pelajaran 2015/2

0 3 14

IMPLEMENTASI PENDIDIKAN KARAKTER KURIKULUM 2013 PADA MATA PELAJARAN PRAKARYA DAN KEWIRAUSAHAAN DI SMK Implementasi Pendidikan Karakter Kurikulum 2013 Pada Mata Pelajaran Prakarya Dan Kewirausahaan Di SMK Negeri 9 Surakarta Tahun Pelajaran 2015/2016.

0 3 16

PENANAMAN PENDIDIKAN KARAKTER DEMOKRATIS DAN TOLERANSI SISWA MELALUI PROGRAM BINA KELAS Penanaman Pendidikan Karakter Demokratis Dan Toleransi Siswa Melalui Program Bina Kelas(Studi Kasus Di Smk Negeri 8 Surakarta Tahun Pelajaran 2015/2016).

0 4 17

PELAKSANAAN PENDIDIKAN KARAKTER MELALUI MATA PELAJARAN PKN DI SD NEGERI 1 KUWU KRADENAN GROBOGAN.

0 1 1

Pelaksanaan Pendidikan Karakter Melalui Mata Pelajaran PKn di SD Negeri 1 Kuwu Kradenan Grobogan. ATRIBUT

0 0 17

INTEGRASI NILAI-NILAI PENDIDIKAN KARAKTER DALAM MATA PELAJARAN TATA HIDANG SISWA SMK NEGERI 4 YOGYAKARTA.

1 2 226

BIODATA SISWA PRAKERIN Buku siswa

0 1 11

IMPLEMENTASI PENDIDIKAN KARAKTER DALAM MATA PELAJARAN NORMATIF DAN ADAPTIF DI SMK NEGERI 1 KLATEN TAHUN PELAJARAN 20132014 TESIS

0 1 16