Berkhas Kliping Juni 2008 Agraria-Juni 2008

VOLUME VI JUNI 2008

AGRARIA

Berkhas merupakan salah satu media Akatiga yang menyajikan kumpulan berita dari
berbagai macam surat kabar, majalah, serta sumber berita lainnya. Jika pada awal
penerbitannya kliping yang ditampilkan di Berkhas dilakukan secara konvensional, maka
saat ini kliping dilakukan secara elektronik, yaitu dengan men-download berita dari situssitus suratkabar, majalah, serta situs berita lainnya.
Bertujuan untuk menginformasikan isu aktual yang beredar di Indonesia, Berkhas
diharapkan dapat memberi kemudahan kepada pihak-pihak yang berkepentingan dalam
pencarian data atas isu-isu tertentu. Berkhas yang diterbitkan sebulan sekali ini setiap
penerbitannya terdiri dari isu Agraria, Buruh, dan Usaha Kecil.
Untuk memperluas area distribusi, Berkhas diterbitkan melalui 2 (dua) macam media
yaitu media cetakan (hardcopy) serta media online berupa pdf file yang dapat diakses
melalui situs web Akatiga (www.akatiga.or.id).

Da ft a r I si

Pemerintah naikkan subsidi pupuk jadi Rp13 triliun ----------------------------------------------

1


15 Hektare Sawah Indramayu Terancam Kekeringan -------------------------------------------

3

Bangkitlah Pertanianku, Jayalah Negeriku ----------------------------------------------------------

4

Kedaulatan Pangan Dicapai dengan Teknologi----------------------------------------------------

6

Pengeluaran Petani Membengkak---------------------------------------------------------------------

7

Petani Lebih Butuh Pompa Air Dibanding BLT-----------------------------------------------------

8


Petani Keluhkan Harga Rosela Anjlok----------------------------------------------------------------

9

Stok Bulog Cukup buat Enam Bulan ------------------------------------------------------------------ 10
Banyak Petani Tidak Menggarap Lahan akibat Kurang Air------------------------------------- 11
Nilai Tukar Petani Turun 4,93 Persen ---------------------------------------------------------------- 13
Petani Butuh Dana Sertifikasi Lahan ----------------------------------------------------------------- 14
Pupuk Kosong, Petani Terlambat Memupuk ------------------------------------------------------- 15
Sembilan DAS Kritis --------------------------------------------------------------------------------------- 16
Petani Minta Harga Diproteksi -------------------------------------------------------------------------- 17
Harga Beras Bakal Naik ---------------------------------------------------------------------------------- 18
Kemarau Lebih Awal, Petani Tanam Palawija ----------------------------------------------------- 20
TPA Galuga Rusak Sawah ------------------------------------------------------------------------------ 21
Masih Minim, Lahan Terbuka Hijau ------------------------------------------------------------------- 22
Perlu Cadangan Pangan untuk Warga Miskin ----------------------------------------------------- 23
Beras Mahal, Penyaluran Raskin Tersendat ------------------------------------------------------- 24
Ribuan Hektar Sawah di Banten Kekeringan ------------------------------------------------------- 25
Harga Karet Membaik, Para Petani Bergairah ----------------------------------------------------- 26

Hama Tikus Mengganas di Kabupaten Tabanan-------------------------------------------------- 27
100.000 Hektare Sawah Puso -------------------------------------------------------------------------- 28
Ratusan ha Sawah Terancam Kekeringan ---------------------------------------------------------- 29
45 Persen Lahan Jagung Ditanami Hibrida --------------------------------------------------------- 30
Sembilan DAS Kritis Lahan Pertanian Terancam ------------------------------------------------- 32
Alokasi Pupuk Tidak Sesuai dengan Usulan ------------------------------------------------------- 34
Bukan Konsep Pangan, tapi Reforma Agraria ----------------------------------------------------- 35
Petani Kakao Sulsel Sulit Berantas Hama ---------------------------------------------------------- 37
Beri Insentif kepada Petani Organik ------------------------------------------------------------------ 38
12.000 Ha Sawah Kekeringan -------------------------------------------------------------------------- 39

Petani Merugi Jutaan Rupiah --------------------------------------------------------------------------- 41
Petani Protes Penertiban Pupuk oleh Polisi -------------------------------------------------------- 43
Produksi Beras Akan Ditarget -------------------------------------------------------------------------- 44
Kelangkaan Pupuk Akibat Pemakaian Melebihi Dosis ------------------------------------------- 46
Kabupaten Tangerang Kembangkan Padi Organik ----------------------------------------------- 47
Tangerang Jadi Sentra Padi Organik ----------------------------------------------------------------- 48
Bulog Pastikan Mampu Jaga Pangan ---------------------------------------------------------------- 49
Bulog Sulit Serap Beras ---------------------------------------------------------------------------------- 51
Harga Urea Capai Rp 75.000 Per Zak --------------------------------------------------------------- 52

Ratusan Hektar Tanaman Padi Terancam Puso -------------------------------------------------- 54
'Krisis Pangan Indonesia Hanya Sebentar' --------------------------------------------------------- 55
Produksi Padi Sumut Aman ----------------------------------------------------------------------------- 57
4 Komoditas pangan diatur secara khusus --------------------------------------------------------- 58
Depok Hasilkan 5.682 Ton Padi------------------------------------------------------------------------ 60
Pengadaan Bulog Tidak Terganggu ------------------------------------------------------------------ 61
Inspirasi Pembangunan Pertanian Terpadu NTT ------------------------------------------------- 62
Petani Membakar Tanaman Padi ---------------------------------------------------------------------- 64
Kekeringan Meluas ---------------------------------------------------------------------------------------- 66
Krisis Pangan Global dan MDGs----------------------------------------------------------------------- 68
Kekeringan, tetapi Surplus ------------------------------------------------------------------------------- 70
Harga Pupuk Bersubsidi di Atas Harga Eceran Tertinggi --------------------------------------- 71
Kovenan Ekosob dan Soal Pangan ------------------------------------------------------------------- 72
Krisis Pangan dan Solidaritas--------------------------------------------------------------------------- 74
Luas Sawah Kering Menurun --------------------------------------------------------------------------- 76
Pupuk Langka ----------------------------------------------------------------------------------------------- 77
Penjualan Pupuk dengan “Smart Card” Bisa Diterapkan --------------------------------------- 78
Sawah di Konawe Terancam Gagal Panen --------------------------------------------------------- 79
Harga Pupuk Masih di Atas HET----------------------------------------------------------------------- 80
Petani Berharap Pemerintah Perbaiki Irigasi ------------------------------------------------------- 81

Subsidi Tahun 2009 Tergantung Bahan Baku ----------------------------------------------------- 82
BLT untuk 'pahlawan pangan' -------------------------------------------------------------------------- 84
Tanaman Padi Mulai Diserang Hama ---------------------------------------------------------------- 86
Tidak Satu Pun Masalah Petani Tuntas-------------------------------------------------------------- 87
Nilai Tukar Petani Dimutakhirkan ---------------------------------------------------------------------- 88

Hak Asasi Petani dan Reforma Agraria -------------------------------------------------------------- 90
Masalah Pertanian Akan Selalu Muncul ------------------------------------------------------------- 92
Petani Sulit Dapat Pupuk--------------------------------------------------------------------------------- 93
Sedimentasi Irigasi Jeuram Makin Parah------------------------------------------------------------ 94
Petani Mengeluh Harga Benih Naik 90 Persen ---------------------------------------------------- 95
Atasi Kelangkaan Pupuk di Bengkulu ---------------------------------------------------------------- 96
Harga Pupuk Nonsubsidi Meningkat Tajam -------------------------------------------------------- 97
Petani Sebaiknya Beralih ke Pupuk Organik ------------------------------------------------------- 98
Tanaman Padi Dibiarkan ---------------------------------------------------------------------------------100
Prabowo: Petani Harus Sejahtera ---------------------------------------------------------------------102
Bendungan Kayu Ini untuk Menyelamatkan Sawah Kami...------------------------------------103
Petani Majalengka Gagal Panen -----------------------------------------------------------------------105

Bisnis I ndonesia


Senin, 02 Juni 2008

Pe m e r int a h na ik k a n subsidi pupuk j a di Rp1 3 t r iliun
JAKARTA: Pemerintah akhirnya menaikkan subsidi pupuk dari Rp7,6 triliun pada 2007
menjadi Rp13 triliun atau hampir dua kali lipatnya, tetapi pelaksanaannya menunggu proses
yang sedang berlangsung.
Mentan Anton Apriyantono mengatakan kenaikan subsidi pupuk tersebut merupakan
kompensasi kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) belum lama ini. "Pemerintah sudah
setuju terhadap rencana kenaikan subsidi," katanya seusai melakukan panen padi bantuan
pemerintah pascabanjir di Sragen, pekan lalu.
Namun, lanjutnya, realisasinya masih harus menunggu persetujuan dari lembaga DPR,
sampai saat ini rencana kenaikan subsidi Rp13 triliun itu masih dalam pembahasan di tingkat
legislatif.
Anton berharap para wakil rakyat segera meloloskan pengajuan kenaikan subsidi pupuk bagi
petani.
Dia menyebutkan pemerintah memahami kesulitan petani sehubungan dengan kenaikan
BBM yang tidak bisa dihindari itu. Karena itu pemerintah segera meluncurkan kenaikan
subsidi pupuk yang besarannya hampir mencapai dua kali lipat.
Dirut PT Pupuk Sriwidjaja Dadang Heru Kodri mengatakan lonjakan harga bahan baku

(amoniak dan fospat) semakin membebani produsen dan menyebabkan harga pokok
penjualan (HPP) ikut naik.
"Untuk mempertahankan harga eceran tertinggi (HET) perlu ada tambahan subsidi sesuai
dengan kenaikan harga-harga bahan baku. Saat ini dibahas di tim pupuk di bawah koordinasi
Deputi Menko Perekonomian," katanya melalui pesan singkat kepada Bisnis.
Dadang menambahkan pekan ini masih dilaksanakan koordinasi untuk mengoptimalkan
beban negara dengan kondisi korporasi. Saat ini, alokasi subsidi pupuk yang ditetapkan
dalam APBN-P 2008 hanya Rp7,8 triliun, sedangkan BUMN pupuk membutuhkan alokasi
subsidi tahun ini minimal menjadi Rp15 triliun, seiring dengan biaya produksi yang melonjak.
Dirut PT Petrokimia Gresik (Petrogres) Arifin Tasrif mengatakan kenaikan bahan baku sangat
memberatkan produsen, sebab perusahaan harus mendanai dahulu modal kerja.
Tagih pemerintah
"Modal kerja meningkat sangat drastis sekitar tiga atau empat kali lipat dari yang biasa.
Untungnya kami didukung sumber pendanaan yang kuat, tentunya nanti akan kami tagih ke
pemerintah," katanya, seusai mengikuti Penandatanganan Pakta Integritas di lingkungan
Pusri Holding, akhir pekan lalu
Menurut dia, Petrogres sudah mendapat dukungan pendanaan dari sejumlah perbankan
nasional, untuk menutupi tambahan modal kerja yang membengkak.
Sayangnya, Arifin enggan menjelaskan secara detail nama bank dan besaran kredit yang
diterima perusahaan.

HET pupuk subsidi, katanya, sudah ditetapkan pemerintah dan mencari tambahan
pendanaan dari pihak luar merupakan konsekuensi atas biaya produksi yang terus
membengkak.

Berkhas

1

Volume VI Juni 2008

Bisnis I ndonesia

Senin, 02 Juni 2008

Arifin menjelaskan tidak ada kenaikan harga pupuk subsidi, kecuali harga pupuk nonsubsidi
yang diperkirakan dinaikkan sekitar 90%-95% dari harga internasional. "Ya, segera akan kita
sesuaikan bulan depan untuk pupuk nonsubsidi."
Saat ini, harga pupuk di pasar internasional mencapai US$434 per ton yang dipicu kenaikan
harga bahan baku amoniak yang melonjak 115% menjadi US$475 per ton, sejak Januari
2008. (endot.brilliantono@bisnis.co.id/siti.munawaroh@bisnis.co.id)

Oleh Endot Brilliantono & Siti Munawaroh
Bisnis Indonesia

Berkhas

2

Volume VI Juni 2008

Jurnal Nasional

Senin, 02 Juni 2008

Ekonomi - Keuangan - Bisnis Jakarta | Senin, 02 Jun 2008

1 5 H e k t a r e Sa w a h I ndr a m a y u Te r a nca m Ke k e r inga n
by : Wahyu Utomo
AREA pertanian seluas 12 hingga 15 ribu hektare di Kabupaten Indramayu, Jawa Barat
diperkirakan mengalami kekeringan.
Ketua Kontak Tani Nelayan Andalan (KTNA), Winarno Tohir di Kabupaten Indramayu, akhir

pekan ini mengungkapkan, lahan persawahan yang terancam kekeringan itu umumnya
tersebar di tujuh kecamatan di kawasan pantai utara. “Gejala-gejala (ancaman kekeringan)
itu sekarang sudah ada,” katanya di sela pemberian bantuan pompa air oleh produsen
minuman berenergi PT Bintang Toejoeh kepada petani Indramayu.
Winarno mengatakan, 15 ribu hektare sawah yang terancam kekeringan itu merupakan
sawah tadah hujan yang setiap tahun memang mengalami kekurangan air.
Menurut dia, kekeringan terparah yang melanda persawahan di Indramayu terjadi dua tahun
lalu, sedangkan pada 2007 seluas lebih dari 15 ribu hektare. “Tahun ini kalau musim
kemarau kering bisa lebih besar lagi, tapi kalau musim kemarau basah bisa lebih kecil (yang
kekeringan),” katanya.
Saat ini dari 200 ribu hektare lahan pertanian di Indramayu 77 ribu hektare merupakan sawah
beririgasi teknis, 65 ribu hektare sawah yang mendapatkan aliran air dari Waduk Jatilihur dan
Bendung Rentang.
Sedangkan sisanya, merupakan sawah tadah hujan yang sangat potensial mengalami
kekeringan setiap tahun.
Menurut dia, satu-satunya harapan untuk mengatasi kekeringan di Indramayu yakni
pemerintah segera merealisasikan rencana pembangunan Waduk Jatigede.
Sementara Deputy Director Marketing Bintang Toejoeh, Hokiano mengatakan, melalui
program "Joss Berbagi" pihaknya telah menyiapkan dana ratusan juta untuk membantu
petani dan nelayan di empat provinsi yakni DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, dan

Yogyakarta.
Untuk bulan Mei, pihaknya memberikan bantuan kepada para petani di Kabupaten Indramayu
berupa pompa air sebanyak 18 unit. “Diharapkan bantuan pompa air ini mampu menolong
petani mengatasi kekeringan memasuki musim kemarau,” katanya seperti dilansir Antara.
Selain itu, dengan mesin pompa yang baru bisa meningkatkan efisiensi penggunaan BBM
sehingga menekan ongkos produksi petani.
Selain Indramayu, dalam waktu dekat perusahaan itu bersama KTNA akan menyalurkan
bantuan mesin pompa air untuk petani Kabupaten Gunung Kidul Yogyakarta. Sedangkan
untuk kebutuhan nelayan dan petani di daerah lain hingga saat ini masih dilakukan
pendataan oleh KTNA. “Jenis peralatan maupun infrastruktur yang kami serahkan
disesuaikan dengan kebutuhan petani dan nelayan setempat yang disampaikan KTNA
daerah bersangkutan,” kata Hokiano.

Berkhas

3

Volume VI Juni 2008

Jurnal Nasional

Senin, 02 Juni 2008

Opini Jakarta | Senin, 02 Jun 2008

Ba ngk it la h Pe r t a nia nk u, Ja y a la h N e ge r ik u
by : Fransiskus Saverius Herdiman
Anton Apriyantono
Yang Maha Kuasa telah mengajarkan kepada kita bahwa di balik kesulitan akan ada
kemudahan seperti telah difirmankan Allah di dalam Al Quran. Ayat inilah yang harus kita
jadikan pegangan dalam menyikapi situasi krisis pangan yang melanda dunia akibat
terjadinya krisis energi. Selain itu kita pun harus ingat akan firman Allah di dalam Al Quran
yang mengatakan bahwa tidak akan berubah nasib suatu kaum sampai kaum itu sendiri yang
berusaha mengubah nasibnya sendiri. Kedua ayat ini seharusnya meyakinkan kita bahwa
apapun kesulitan yang melanda kita asalkan kita mau berusaha mengatasinya maka
kesulitan itu dapat kita atasi karena di balik kesulitan itu ada kemudahan. Di balik krisis ada
hikmah, di balik krisis ada peluang.
Alhamdulilah, kita patut bersyukur kepada Allah SWT bahwa dalam situasi di mana banyak
negara lain mengalami krisis pangan, khususnya krisis beras, Indonesia justru berhasil
mengatasi situasi ini dengan baik yang dicirikan dengan cukupnya pasokan pangan,
khususnya beras di seluruh tanah air. Harga beras di Indonesia juga relatif stabil bahkan BPS
mencatat harga beras di bulan april secara rata-rata justru mengalami penurunan
dibandingkan dengan harganya di bulan Maret. Situasi yang sebaliknya justru terjadi di
negara-negara yang dikenal surplus beras seperti Thailand dan Vietnam di mana harga beras
di kedua negara tersebut naik tajam, bahkan harga beras yang diperdagangkan secara
internasional meningkat tajam akhir-akhir ini sampai lebih dari 2 kali lipat dibanding tahun lalu
yaitu diatas seribu dolar amerika per ton. Di negara-negara tetangga kita juga terjadi
kenaikan harga beras yang tajam seperti di Malaysia dan Filipina, bahkan mengalami
masalah dalam pasokan berasnya.
Stabilnya harga beras dan cukupnya pasokan beras di Indonesia ditengah-tengah situasi
krisis beras di banyak negara, termasuk di Amerika sekalipun yang sudah membatasi jumlah
beras yang boleh dibeli oleh konsumen, menunjukkan bahwa ketahanan pangan di Indonesia
cukup baik. Walaupun demikian, masalah besar yang kita hadapi adalah daya beli
masyarakat, khususnya masyarakat kelas bawah memang sangat terbatas, akibatnya cukup
banyak masyarakat yang kurang mampu membeli beras dengan jumlah yang cukup. Itulah
sebabnya pemerintah memberikan beras raskin sebanyak 15 kg per KK per bulan selama
satu tahun penuh selama tahun 2008 ini dengan harga Rp 1.600 per kg bagi kelompok
masyarakat yang kurang mampu ini. Dengan demikian diharapkan seluruh penduduk
Indonesia tidak mengalami masalah dengan pangan ini, dengan kata lain ketahanan pangan
kita betul-betul kuat.
Begitupun, disadari bahwa masih ada sebagian masyarakat yang mengalami masalah
pangan, oleh karena itu pemerintah bersama masyarakat akan berusaha mengatasinya.
Belum lama ini saya telah menulis surat kepada seluruh gubernur dan bupati agar meminta di
setiap RT (rukun tetangga) tersedia 500 kg beras cadangan untuk keperluan bagi masyarakat
yang kurang mampu membeli beras atau pada saat terjadi kekurangan pasokan. Beras ini
diperoleh bisa melalui iuran ataupun sedekah dari mereka yang mampu. Jika hal ini bisa
dilakukan maka seharusnya tidak akan ada lagi yang mengalami kekurangan pangan karena
kekurangan tersebut dapat dicukupi dari cadangan pangan yang ada di setiap RT ini.
Agaknya kita harus belajar dari masyarakat Baduy yang mana setiap keluarga memiliki
lumbung cadangan pangan (satu bangunan tersendiri) yang berisi gabah sehingga mereka
tidak pernah mengalami masalah kekurangan pangan.

Berkhas

4

Volume VI Juni 2008

Jurnal Nasional

Senin, 02 Juni 2008

Pada sisi lain, krisis energi dan pangan yang melanda dunia dewasa ini memberi berkah
karena hampir semua produk pertanian membaik harganya. Belum pernah terjadi
sebelumnya bahwa harga komoditi pangan sampai perkebunan harganya begitu bagus
seperti sekarang ini, sebut saja harga-harga beras, jagung, kedele, CPO, karet, kakao,
bahkan yang sebelumnya pernah jatuh sekarang membaik seperti cengkeh, kelapa, kopra,
dll. Ini merupakan peluang bagi Indonesia untuk meningkatkan produksi pertanian kita dan
mengambil manfaat dari membaiknya harga produk pertanian ini agar kesejahteraan petani
dapat meningkat.
Di bidang pertanian Indonesia memiliki kelebihan karena kita memiliki sumber daya alam dan
iklim yang mendukung untuk usaha pertanian. Kita juga punya sumber daya manusia yang
handal dan dalam jumlah yang banyak di bidang pertanian karena pertanian sudah menjadi
budaya kehidupan sebagian besar masyarakat Indonesia. Di sisi lain ada permintaan yang
tinggi terhadap produk-produk pertanian di dunia internasional dengan harga yang bagus
pula. Oleh karena itu ini adalah peluang bagi kita untuk membangkitkan sektor pertanian kita
agar mampu memenuhi permintaan dunia tersebut dan mampu menyejahterakan petani serta
masyarakat Indonesia.
Beberapa indikator telah menunjukkan mulai bangkitnya pertanian Indonesia, sebut saja
pertumbuhan sektor pertanian di tiga tahun terakhir, dari tahun 2005 sampai 2007 terus
meningkat dengan angka pertumbuhan diatas 3 persen, hal yang jarang terjadi sebelumnya.
Demikian halnya dengan surplus perdagangan produk pertanian yang semakin besar dengan
angka pertumbuhan yang selalu meningkat pula. Peningkatan produksi pertanian juga
alhamdulilah baik, sebut saja pada tahun 2007 produksi beras meningkat 4.77 persen
dibanding tahun sebelumnya, produksi jagung meningkat 14.4 persen, bahkan beberapa
produk lainnya meningkat di atas angka 5 persen seperti CPO, daging sapi, gula konsumsi,
dll. Tingkat kesejahteraan petani yang ditandai nilai NTP (Nilai Tukar Petani) juga meningkat
terus sejak masa setelah terjadinya kenaikan BBM di bulan oktober 2005. Secara berangsurangsur NTP yang tadinya dibawah 100 setelah kenaikan BBM oktober 2005 terus naik
sehingga menjadi sekitar 108 di bulan Februari 2008. Hal ini menunjukkan bahwa secara
rata-rata tingkat kesejahteraan petani membaik.
Kebangkitan pertanian Indonesia adalah suatu keharusan karena sektor ini adalah sektor
yang paling banyak menyerap tenaga kerja dan berperan dalam ketahanan pangan,
mengurangi kemiskinan dan pengangguran serta peningkatan ekspor dan devisa. Tandatanda bangkitnya pertanian telah ada, yang harus kita lakukan selanjutnya adalah
mempercepat kebangkitan pertanian tersebut dan mempertahankan pertumbuhan pertanian
yang tinggi serta meningkatkan kesejahteraan petaninya.
Menteri Pertanian Kabinet Indonesia Bersatu

Berkhas

5

Volume VI Juni 2008

Kompas

Senin, 02 Juni 2008

Pe r t a nia n

Ke da ula t a n Pa nga n D ica pa i de nga n Te k nologi
Senin, 2 Juni 2008 | 00:33 WIB
Makassar, Kompas - Kedaulatan pangan Indonesia hanya bisa diwujudkan lewat
pengembangan teknologi pertanian, baik pertanian organik maupun pertanian nonorganik,
serta reformasi agraria. Sumber daya manusia di bidang pertanian masih menjadi kendala
untuk mengembangkan teknologi pertanian di Indonesia. Cadangan pangan yang memadai
juga penting untuk membangun kedaulatan pangan Indonesia.
Pengamat pertanian, Mohammad Jafar Nafsah, dan Kepala Dinas Pertanian Tanaman
Pangan dan Hortikultura Sulawesi Selatan Lutfi Halide mengemukakan itu dalam stadium
general ”Mewujudkan Indonesia Berdaulat Pangan” Himpunan Mahasiswa Teknik Pertanian
Universitas Hasanuddin, Sabtu (31/5) di Makassar.
Mohammad Jafar Nafsah menyatakan, kedaulatan pangan hanya bisa dicapai dengan
pengembangan teknologi pertanian, akses permodalan bagi petani, dan reformasi agraria.
”Saat ini, pengembangan teknologi pertanian di Indonesia buruk. Sarjana pertanian bisa
bekerja di bidang apa saja dengan baik, kecuali di bidang pertanian. Itulah kenyataan yang
kita hadapi,” kata Jafar.
Jafar mencontohkan kecenderungan petani untuk kembali menggunakan pupuk organik tidak
diimbangi dengan pengembangan teknologi pupuk organik.
”Padahal, jika dilakukan secara konvensional, pemupukan organik membutuhkan enam ton
pupuk hijau dan dua ton pupuk kandang. Pertanyaannya, siapa yang sanggup mengangkut
delapan ton pupuk, sementara memakai pupuk nonorganik cukup beberapa kantung. Hal
seperti itu harus dipikirkan,” kata Jafar.
Jafar juga menekankan perlunya reformasi agraria sehingga setiap petani memiliki luas lahan
yang bisa diolah secara ekonomis. ”Rata-rata lahan yang dimiliki petani di Jawa hanya 0,3
hektar. Luasan itu tidak ekonomis untuk dikelola. Jawa sudah terlalu padat sehingga sulit
melakukan reformasi agraria. Akan tetapi, reformasi sangat mungkin dilakukan di luar Jawa.
Pengembangan teknologi pengolahan pangan juga harus dilakukan,” kata Jafar.
Adapun Lutfi Halide mengatakan, sumber daya manusia yang bekerja di bidang pertanian
masih menjadi kendala pengembangan teknologi pertanian di Indonesia. ”Dahulu pemerintah
membuat sekolah pertanian menengah atas. Akan tetapi, lulusan sekolah itu justru tidak mau
menjadi petani. Hal yang sama terjadi dengan sarjana pertanian dan teknik pertanian,” kata
Lutfi.
Nilai tambah ekonomis hasil pertanian yang dinikmati pertanian juga terlalu kecil sehingga
banyak orang tidak mau menjadi petani.
”Kita harus memikirkan bagaimana agar petani mampu mengemas hasil panenan mereka,”
ujarnya. (row)

Berkhas

6

Volume VI Juni 2008

Kompas

Senin, 02 Juni 2008

Pe nge lua r a n Pe t a ni M e m be ngk a k
Pe t a ni M e m om pa Air 1 - 3 Ka li da la m Se m inggu
Senin, 2 Juni 2008 | 03:00 WIB
Purwakarta, Kompas - Petani sawah tadah hujan di sejumlah desa di Kabupaten Purwakarta,
Jawa Barat, terpaksa mengeluarkan ongkos lebih besar karena tanaman padi mereka mulai
kekurangan air. Petani harus membuat sumur pantek untuk menyedot air sehingga butuh
biaya tak sedikit guna membeli bahan bakar.
Pengeluaran tambahan untuk menyelamatkan tanaman padi agar tidak kekeringan tersebut
menyebabkan ongkos produksi diperkirakan naik dari Rp 3 juta-Rp 3,5 juta menjadi Rp 4,5
juta-Rp 5 juta per hektar. Jumlah itu belum termasuk biaya untuk membeli pestisida guna
mengatasi serangan hama.
Darta (60), petani di Desa Kertamukti, Kecamatan Campaka, Sabtu (31/5), mengatakan,
sejumlah petani di desanya membuat sumur untuk mengairi sawah. Mereka mengeluarkan
biaya Rp 600.000 hingga Rp 1 juta untuk membeli pipa besi dan membayar tenaga penggali
sumur.
”Segala cara harus ditempuh untuk menyelamatkan padi sampai panen tiba. Jika kami
menyerah, sudah pasti tak bisa panen dan modal tanam hilang percuma,” papar Darta.
Petani yang telah memiliki sumur pantek harus mengeluarkan biaya tambahan ratusan ribu
rupiah untuk membeli solar atau bensin. Petani memompa 1-3 kali dalam sepekan dengan
konsumsi bensin atau solar 10-20 liter untuk sekali mengairi satu hektar sawah.
”Jika terlambat menyedot air, sawah akan mengering lagi. Sekali memompa, kami
mengeluarkan biaya Rp 55.000-Rp 120.000 untuk bahan bakar,” tutur Wawan Kurniawan
(29), petani di Desa Benteng. Usia tanaman padi di Purwakarta saat ini 45-60 hari. Menurut
Wawan, hingga masa panen tiba nanti, petani masih harus memompa air 5-10 kali.
Kekeringan di Jawa Barat juga mulai melanda Kabupaten Indramayu dan Cirebon. Di Jawa
Tengah, kekeringan antara lain terjadi di Tegal, Banjarnegara, dan Banyumas. Adapun di
Jawa Timur, tanaman padi di Kabupaten Gresik juga terancam sehubungan dengan
menyusutnya debit air di lima waduk di daerah itu.
Direktur Jenderal Tanaman Pangan Sutarto Alimoeso, Sabtu (31/5) di Sragen, Jawa Tengah,
menyebutkan, Departemen Pertanian mencatat 30 kabupaten rawan kekeringan. Kekeringan
terjadi di daerah yang tiap tahun kekeringan. Saat awal tanam, petani berspekulasi tetap
mendapat air hingga akhir tanam. Padahal, penanaman dilakukan di daerah rawan
kekeringan. (mkn)

Berkhas

7

Volume VI Juni 2008

Suara Pembaruan

Senin, 02 Juni 2008

Pe t a ni Le bih But uh Pom pa Air D iba nding BLT
[JAKARTA] Petani lebih membutuhkan pompa air ketimbang bantuan langsung tunai (BLT) di
saat kekeringan melanda sebagian sawah, terutama di Pulau Jawa saat ini. Untuk
menyelamatkan padi mereka dari ancaman kekeringan, petani terpaksa membeli pompa air
dan menggali sumur pantek untuk mengairi sawah mereka.
Demikian dikatakan Ketua Umum Kontak Tani dan Nelayan Andalan (KTNA), Winarno Tohir
di sela-sela penyerahan bantuan pompa air untuk petani Indramayu dari PT Bintang Toejoe
di Sleman, Indramayu, Minggu (1/6).
Akibat kekeringan, ribuan petani di Indramayu, Cirebon , Subang, Purwakarta, dan Bandung
harus mengeluarkan biaya ekstra untuk mengairi sawah mereka. Biaya untuk penggunaan
bahan bakar minyak saja untuk menggerakkan pompa air mencapai Rp 1 juta-Rp 2
juta/hektare.
Jadi, biaya operasional pertanian membengkak menjadi Rp 4,5-5 juta dibanding saat musim
hujan, yang mencapai Rp 3 juta-3,5 juta/hektare.
Jika petani sudah memiliki pompa dan pipa saluran air, mereka cukup mengeluarkan Rp
180.000-360.000/ minggu untuk mengairi satu hektare sawah. Hingga musim panen nanti,
petani harus mengeluarkan biaya untuk BBM Rp 300.000-600.000 untuk satu hektare sawah.
"Pemerintah gagal mengubah budaya petani di Jawa Barat agar beralih menanam palawija di
musim kering," ujar Winarno.
Sementara itu, Kepala Dinas Pertanian dan Peternakan Indramayu, Apas Fahmi
mengatakan, sekitar 12.000 hektare, atau 10 persen dari total luas sawah di sana 120.000
hektare di Indramayu terancam kekeringan pada awal musim kemarau ini. Untuk mencegah
tanaman agar tidak mengalami puso atau mati, harus menggunakan pompa air.
Menurut Apas, selama ini, air irigasi Indramayu berasal dari dua sumber, yakni Waduk
Jatiluhur dan Bendung Rentang. Sedangkan, seluas 32.000 hektare adalah sawah tadah
hujan yang memang tidak ditargetkan bisa menghasilkan gabah pada musim ini.
Area tadah hujan itulah yang kini terancam kekeringan, seperti di Kecamatan Widasari,
Losarang, dan Kandanghaur.
Kekeringan yang melanda sawah di sebagian Indramayu dan Cirebon serta sebagian sentra
produksi beras di Jawa Tengah dan Jawa Timur, menurut Ketua Kontak Tani Nelayan
Andalan Winarno Tohir, selalu berulang. Seharusnya, dana BLT digunakan untuk
memperbaiki jaringan irigasi agar petani tidak terus kesulitan air. [L-11]

Berkhas

8

Volume VI Juni 2008

Jurnal Nasional

Selasa, 03 Juni 2008

Ekonomi - Keuangan - Bisnis
Jakarta | Selasa, 03 Jun 2008

Pe t a ni Ke luhk a n H a r ga Rose la Anj lok
by : Stevie Saputra
PULUHAN petani rosela yang tersebar di Karesidenan Banyumas mengeluhkan anjloknya
harga rosela kering dalam satu bulan terakhir. Harga bunga rosela kering bulan ini hanya
antara Rp50.000-Rp 70.000, turun drastis dibanding bulan lalu yang mencapai Rp130.000
per kg. Petani tidak tahu jika permintaan rosela tinggi hingga pedagang pengepul seenaknya
menentukan harga.
Seorang petani di Tegalkamulyan Cilacap, Jaeni Abdul Wahab mengatakan, anjloknya harga
karena tindakan para pengepul yang memonopoli. Harga yang ditawarkan hanya Rp50.000
per kg rosela kering jenis ungu. Rosela segar hanya Rp4.000 per kg nonbiji. “Dari
seperempat hektare di satu periode panen, saya hanya mendapat tujuh kuintal rosela basah.
Jika dikeringkan, otomatis bobotnya susut menjadi 90 kg saja. Jika dihitung, saya masih tetap
bisa mendapatkan laba, namun tidak sebesar panen lalu,” katanya kepada Jurnal Nasional,
Senin(2/6).
Dari pengakuan petani, harga yang ditentukan pengepul bervariatif. Rakum, petani di
Jatilawang Banyumas, mengatakan, memasok rosela kering jenis ungu seharga Rp60.000
per kg akhir Mei lalu. Harga ini jauh berbeda dibandingkan awal 2008, berkisar
Rp180.000 per kg.
Di Cilacap, harga hanya Rp50.000 per kg rosela kering atau lebih rendah Rp10.000
dibanding di Banyumas. Petani mengharapkan langkah prorakyat dari pemerintah untuk
mengatasi permasalahan ini baik pembinaan kepada petani untuk meningkatkan kualitas
bunga juga pemasaran.
"Saya mengharapkan ada perhatian dan tindakan dari Bapak Presiden untuk menstabilkan
harga sekaligus membantu pemasaran produk unggulan kami agar bersaing di internasional.
Kami bukan petani yang menekankan kuantitas tapi kualitas hingga tidak mengecewakan
konsumen," ucap Rakum.
Dinas Perindustrian Perdagangan dan Koperasi (Disperindagkop) Kabupaten Cilacap,
Suharyadi mengungkapkan, turunnya harga bunga rosela karena masa panen. Namun,
katanya, tidak tertutup kemungkinan ada ulah pengepul yang menekan harga petani.
“Dalam waktu dekat kami akan dialog dengan petani untuk menetapkan kisaran harga jual
hingga lebih stabil dan tidak dimanfaatkan pengepul,” kata Suharyadi. Steve Saputra

Berkhas

9

Volume VI Juni 2008

Jurnal Nasional

Selasa, 03 Juni 2008

Ekonomi - Keuangan - Bisnis
jakarta | Selasa, 03 Jun 2008

St ok Bulog Cuk up bua t Ena m Bula n
by : Sapariah
PERSEDIAAN beras Perum Bulog sekitar 1,8 juta ton, cukup memenuhi kebutuhan nasional
sampai enam bulan ke depan.
Direktur Utama Perum Bulog Mustafa Abubakar kepada wartawan pekan lalu mengatakan,
penyerapan padi petani sebesar 1,47 juta ton, kontrak 1,57 juta ton. Target pengadaan
sampai akhir Mei 1,6 juta ton.
Sedangkan rencana penyaluran beras sebesar 1,3 juta ton, terealisasi 1,1 juta ton atau 86
persen. Secara keseluruhan, katanya stok Bulog sebanyak 1,8 juta ton. “Setelah ditambah
cadangan beras pemerintah dan carry over tahun lalu, potensi ketahanan pangan nasional
cukup sampai enam bulan ke depan. Juni sampai November aman,” ucapnya.
Pengadaan beras terbesar masih dari Jawa Timur (Jatim) 577 ribu ton, Jawa Tengah (Jateng
) 314 ribu ton, Jawa Barat (Jabar) 220 ribu ton, dan Sulawesi Selatan (Sulsel) 151 ribu ton.
Selain empat daerah penghasil terbesar itu, ada daerah penghasil baru, seperti
Nusa Tenggara Barat (NTB ) 83 ribu ton, Sumatera Selatan (Sumsel) 62 ribu ton. “Enam
daerah ini signifikan menyumbang beras nasional.”
Mengenai kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) terhadap pengadaan beras Bulog, kata
Mustafa, tidak terlalu berpengaruh. Sebab, pembelian Bulog dalam partai besar hingga tidak
terlalu besar. Namun, terhadap biaya operasional Bulog, jelas ada kenaikan. “Yang paling
terasa angkutan beras antarpulau.” Sapariah S

Berkhas

10

Volume VI Juni 2008

Kompas

Selasa, 03 Juni 2008

Ba nya k Pe t a ni Tida k M e ngga r a p La ha n a k iba t
Kur a ng Air
Selasa, 3 Juni 2008 | 01:11 WIB
Cirebon, Kompas - Kekeringan mulai melanda sebagian Pulau Jawa. Untuk mengatasi hal
itu, petani memompa air tanah atau sungai dan menanam palawija. Namun, banyak pula
yang membiarkan lahannya tidak ditanami.
Seperti para petani di bagian utara Kabupaten Cirebon, Jawa Barat. Mereka tidak menggarap
lahan karena kesulitan mendapatkan air. Hal serupa terjadi di Kecamatan Jiken dan Cepu,
Kabupaten Blora, Jawa Tengah. Para petani memilih cara tersebut karena tidak ingin merugi
atau tidak punya modal.
Duliman (43), petani di Desa Pangenan, Kecamatan Pangenan, Kabupaten Cirebon, tidak
ingin beralih ke palawija, seperti timun, jagung, atau cabai, meski tanaman itu tidak
membutuhkan banyak air. ”Petani tidak punya cukup modal untuk menanam. Belum lagi
harus memompa air,” ujarnya, Senin (2/6).
Kepala Seksi Serealia Dinas Pertanian, Perkebunan, dan Peternakan Kabupaten Cirebon
Wasman mengatakan, ada 10 kecamatan yang setiap tahun mengalami kekeringan, antara
lain, Karangsembung, Waled, Gebang, Pangenan, Gegesik, Kapetakan, dan Susukan.
Di Kecamatan Jiken, Blora, areal persawahan yang mengering berada di Desa Nglebur.
Kondisi tanah sawah retak-retak, padi yang baru berumur 1-1,5 bulan tampak kuning.
Kasuwi (49), petani Desa Nglebur, tidak mengairi sawah 0,5 hektarnya karena tidak mampu
membeli bahan bakar untuk pompa diesel.
Sementara itu, Agus (45) berupaya mengairi sawah seluas 1 hektar dengan menyedot air
Kali Nglebur dua kali sehari.
Di Kecamatan Cepu petani Desa Gadon dan Kentong memompa air dari sumur pantek
lantaran padi mereka sudah berumur 70-90 hari.
Sukardi (42), pemilik 2 hektar sawah di Desa Gadon, memperkirakan produksi gabah pada
panen nanti turun, dari 7,5 ton menjadi 4 ton. Setiap hari ia membeli 10 liter solar dengan
harga Rp 6.500 per liter. Hal itu berakibat pada naiknya ongkos produksi, dari Rp 3,5 juta
menjadi Rp 4,5 juta.
Lahan persawahan di Banjarnegara, Jawa Tengah, juga mulai kekeringan. Di Kecamatan
Manadadi dan Banjarmangu, tanaman padi berumur 1-1,5 bulan mulai menguning akibat
kekeringan.
Tamam (50), petani di Desa Medayu, Kecamatan Wanadadi, hanya bisa menunggu giliran
penyedotan air dari sungai ke sawahnya.
Jumlah pompa diesel yang disewakan terbatas. Di sisi lain kekeringan mengancam tanaman
padi mengalami puso.
Atur pola tanam
Di Gunung Kidul, Daerah Istimewa Yogyakarta, yang selalu mengalami kesulitan air saat
musim kemarau, petani telah terbiasa mengatur pola tanam. Sebagian besar petani saat ini
sedang menunggu panen singkong setelah sebelumnya memanen kacang tanah, kedelai,
jagung, dan padi tadah hujan.

Berkhas

11

Volume VI Juni 2008

Kompas

Selasa, 03 Juni 2008

Menurut Kepala Bidang Bina Produksi dan Ketahanan Pangan Dinas Pertanian, Tanaman
Pangan, dan Hortikultura Gunung Kidul Supriyadi, Senin, permintaan ekspor gaplek telah
berdatangan. China, misalnya, memesan 250.000 ton gaplek kering.
Direktur Pengelolaan Air Departemen Pertanian Gatot Irianto, Senin di Jakarta, mengatakan,
teknis budidaya padi saat ini kerap dihadapkan pada isu kekeringan dan kebanjiran. Kedua
bencana berdampak buruk bagi peningkatan kualitas dan produktivitas gabah petani. Namun,
dengan peningkatan teknis budidaya, kerugian akibat kedua bencana itu dapat dihindari.
Teknis budidaya tanaman padi itu, misalnya, dengan system of rice intensification yang
hemat air atau dengan memanfaatkan benih padi varietas unggul yang tahan kekeringan
serta berhemat air dengan sistem gilir giring. (THT/WKM/A08/HAN/HEN/MAS)

Berkhas

12

Volume VI Juni 2008

Kompas

Selasa, 03 Juni 2008

Pe t a ni

N ila i Tuk a r Pe t a ni Tur un 4 ,9 3 Pe r se n
Selasa, 3 Juni 2008 | 01:37 WIB
Palembang, Kompas - Nilai tukar petani Sumatera Selatan April 2008 turun 4,93 persen
dibandingkan dengan nilai tukar petani Maret 2008, dari 133,80 persen menjadi 127,20
persen. Penurunan NTP terjadi akibat turunnya indeks harga yang diterima petani sebesar
4,06 persen, sementara indeks harga yang dibayar naik 0,92 persen.
Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Sumatera Selatan M Haslani Haris saat paparan kepada
wartawan, Senin (2/6), mengatakan, NTP merupakan perbandingan indeks harga yang
diterima petani terhadap indeks harga yang dibayar petani. ”Semakin tinggi NTP, relatif
semakin sejahtera tingkat kehidupan petani,” ujar Haslani.
Indeks harga yang diterima petani menunjukkan perubahan harga komoditas pertanian yang
dihasilkan petani. Komoditas pertanian yang dicakup berasal dari subsektor tanaman bahan
makanan (TBM) dan subsektor tanaman perkebunan rakyat (TPR).
Di Sumatera Selatan, penurunan indeks harga yang diterima petani sebesar 4,06 persen
terjadi sebagai dampak turunnya indeks harga TPR hingga 9,90 persen, sedangkan indeks
harga TBM hanya naik sebesar 0,15 persen.
Komoditas TBM yang mengalami penurunan indeks harga pada April 2008 adalah
subkelompok sayur-sayuran sebesar 0,77 persen dan subkelompok buah-buahan sebesar
0,55 persen. Sebaliknya, subkelompok padi tidak mengalami perubahan indeks dan
subkelompok palawija naik 0,87 persen.
Turunnya indeks harga yang diterima petani tidak diimbangi stabilnya indeks harga yang
dibayar petani. Indeks harga yang dibayar petani pada April 2008 justru naik sebesar 0,92
persen dibandingkan indeks harga yang dibayar Maret 2008. (hln/ita)

Berkhas

13

Volume VI Juni 2008

Kompas

Selasa, 03 Juni 2008

Pungut a n unt uk Ba nt u Pe t a ni Sa w it

Pe t a ni But uh D a na Se r t ifik a si La ha n
Selasa, 3 Juni 2008 | 00:17 WIB
Medan, Kompas - Petani kelapa sawit yang tergabung dalam Asosiasi Petani Kelapa Sawit
Indonesia meminta pemerintah mengembalikan pungutan ekspor minyak kelapa sawit dalam
bentuk pemberian benih bersubsidi. Petani juga meminta pungutan ekspor dikembalikan
dalam bentuk biaya sertifikasi lahan.
Menurut Sekretaris Jenderal Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (Apkasindo) Asmar
Arsyad di Medan, Senin (2/6), jika dana pungutan ekspor minyak kelapa sawit atau crude
palm oil (CPO) dikembalikan ke petani, tingkat produktivitas perkebunan sawit rakyat niscaya
meningkat.
”Kami sebenarnya ingin pungutan ekspor tersebut bisa dikembalikan ke petani dalam bentuk
subsidi benih,” kata Asmar.
Dia mengungkapkan, selain dalam bentuk subsidi benih, pengembalian dana pungutan
ekspor juga bisa digunakan mendirikan waralaba benih sawit bersertifikat.
Dengan demikian, petani-petani sawit yang berada jauh dari tempat produsen benih
bersertifikat tetap bisa mendapatkan benih kualitas unggul.
Selama ini tingkat produktivitas sawit dari petani masih sangat rendah karena faktor bibit
yang dipakai masih asal-asalan. Banyak petani menggunakan bibit hasil hasil produksi
sendiri. Meski biayanya lebih murah, kualitasnya sangat jauh dibandingkan dengan bibit
bersertifikat hasil produksi Pusat Penelitian Kelapa Sawit (PPKS) ataupun perkebunan besar.
Petani, lanjut Asmar, juga meminta dana pungutan ekspor bisa dikembalikan untuk
membantu program sertifikasi lahan. Sertifikasi lahan kebun rakyat selama ini terhambat
karena biayanya dianggap petani cukup mahal.
”Kalau bisa, pungutan ekspor ini dikembalikan ke petani dalam bentuk bantuan biaya
sertifikasi lahan. Sertifikasi lahan ini dibutuhkan petani karena mereka bisa mengagunkan
kebunnya untuk mendapat kredit program revitalisasi perkebunan,” katanya.
Sertifikat lahan
Asmar mengatakan, salah satu penghambat terealisasinya program revitalisasi perkebunan
adalah ketiadaan sertifikat lahan dari petani. Di sisi lain, pihak bank mensyaratkan sertifikat
lahan perkebunan jika mereka ingin mendapat kucuran kredit revitalisasi perkebunan.
”Kalau pungutan ekspor ini dikembalikan untuk membantu petani menyertifikasi lahannya,
paling tidak kan bisa membantu program revitalisasi perkebunan,” ujarnya.
Menurut dia, program revitalisasi perkebunan sawit masih mandek. Janji pemerintah
memberikan kredit dengan subsidi bunga atau berbunga ringan masih belum bisa didapatkan
petani. Selain petani masih belum bisa memenuhi persyaratan sertifikasi lahan, seperti yang
dituntut bank, pemerintah juga menghambat secara birokratis. (BIL)

Berkhas

14

Volume VI Juni 2008

Kompas

Selasa, 03 Juni 2008

Pupuk Kosong, Pe t a ni Te r la m ba t M e m upuk
Selasa, 3 Juni 2008 | 00:58 WIB
PROBOLINGGO, KOMPAS - Sebagian petani di Kabupaten Probolinggo, Jawa Timur,
terlambat memupuk tanaman tembakau. Pasalnya, pupuk ZA bersubsidi yang diperlukan
pada awal musim tanam tidak tersedia.
Sejak akhir Mei, petani tembakau di Kabupaten Probolinggo memulai musim tanam.
Sementara musim panen akan jatuh mulai September hingga November. Adapun jenis
tembakau yang dikembangkan adalah voor oogst.
Berdasarkan pantauan di Kecamatan Besuk, Probolinggo, Senin (2/6), sebagian tanaman
tembakau telah berumur 15 hari. Semestinya, pada umur 10 hari tanaman sudah diberi
pupuk ZA. ”Saya belum bisa memupuk sampai sekarang,” kata Heri (29), petani tembakau.
Menurut Azizah (43), pengecer pupuk di Kecamatan Besuk, pupuk ZA bersubsidi maupun
nonsubsidi kosong sejak dua bulan terakhir. Azizah biasanya menerima pasokan pupuk ZA
dua hari sekali dengan volume 2 ton. Namun, selama dua bulan terakhir ini, ia hanya
menerima 2 ton pupuk ZA sekali, yakni pada Kamis pekan lalu yang langsung ludes dalam
dua jam.
Selalu terjadi
Kepala Bidang Perkebunan Dinas Perkebunan dan Kehutanan Kabupaten Probolinggo Yulis
Setyaningsih, menyatakan, kelangkaan pupuk bersubsidi selalu terjadi di Kabupaten
Probolinggo setiap tahun. ”Saya tidak tahu di mana salahnya,” katanya.
Jika pupuk ZA terlambat diberikan, menurut Yulis, hal itu akan berakibat pada lambatnya
pertumbuhan tanaman tembakau. Akhirnya, kualitas daun tembakau turun.
Berdasarkan data Dinas Perkebunan dan Kehutanan Kabupaten Probolinggo, rencana areal
tembakau musim tanam 2008 adalah 7.335 hektar. Jika dibandingkan dengan rencana luas
areal tembakau tahun lalu, yakni 7.125 ha, terjadi peningkatan rencana luas areal sebesar 3
persen.
Adapun target panen tahun ini adalah 8.800 ton atau sesuai dengan rencana pembelian lima
gudang pabrik rokok di Kabupaten Probolinggo. Namun, target itu lebih kecil dibandingkan
dengan surat edaran dari Dinas Perkebunan Provinsi Jatim yang menetapkan luas areal
tembakau pada 2008 seluas 11.000 ha. Adapun target panennya 14.000 ton.
”Setelah saya konfirmasi ke gudang pabrik rokok, mereka tidak butuh sebanyak itu,” kata
Yulis. (LAS)

Berkhas

15

Volume VI Juni 2008

Pikiran Rakyat

Selasa, 03 Juni 2008

Se m bila n D AS Kr it is
JAKARTA, (PR).Departemen Pertanian (Deptan) mengungkapkan, sebanyak sembilan daerah aliran sungai
yang membentang di 20 kabupaten di tanah air saat ini dalam kondisi kritis, sehingga
dikhawatirkan mengancam lahan pertanian di wilayah tersebut.
Dirjen Pengelolaan Lahan dan Air (PLA) Deptan Hilman Manan di Jakarta, Senin (2/6)
mengatakan, kesembilan DAS tersebut meliputi DAS Ciliwung, DAS Citarum, DAS Cimanuk,
dan DAS Citanduy di Jawa Barat. Selain itu, DAS Bengawan Solo dan DAS Serayu di Jawa
Tengah, DAS Brantas di Jawa Timur, DAS Jeneberang di Sulawesi Selatan, serta DAS
Palung di Nusa Tenggara Timur.
"Dengan kerusakan DAS tersebut, maka setiap musim hujan lahan pertanian di wilayah yang
dilalui sungai-sungai itu mengalami banjir sebaliknya kalau musim kemarau kekeringan,"
katanya.
Oleh karena itu, katanya, mulai 2008 Ditjen PLA memprogramkan perbaikan DAS kesembilan
sungai tersebut dengan target seluas 20.000 hektar (ha) serta dana Rp 30 miliar atau Rp 1,5
miliar/ha. Hilman mengakui, perbaikan DAS tersebut tidak serta merta dirasakan hasilnya,
tetapi baru sekitar 20 tahun bisa dirasakan manfaatnya.
Sementara itu, menyinggung luas kekeringan yang melanda areal pertanian di tanah air,
Ditjen PLA menyatakan, dalam 10 tahun terakhir rata-rata setiap tahun mencapai 200.000 ha
begitu juga persawahan yang terkena banjir sebesar itu.
Dari data yang dikeluarkan Ditjen Tanaman Pangan Deptan, luas areal persawahan yang
terkena kekeringan dari 1992-2007 mencapai 3,56 juta ha atau rata-rata per tahun 22.878 ha,
yang mana dari luas tersebut mengalami puso atau gagal panen 710.277 ton atau sekitar
44.392 ha.
Dampak dari kekeringan selama 16 tahun terakhir yakni kehilangan hasil panen mencapai
6,38 juta ton gabah kering giling (GKG) atau rata-rata 398.948 ton per tahun.
Sedangkan luas areal pertanian yang terkena banjir selama periode yang sama, tercatat 2,97
juta ha atau rata-rata 185.735 ha per tahun yang mana gagal panen atau puso 813.793 ha
atau sekitar 67.811 ha.
Sementara itu, dampak kebanjiran dalam kurun 1992-2007 mengakibatkan kehilangan
produksi sebanyak 6,21 juta ton atau rata-rata 388.607 GKG ton per tahun. (A-34)***

Berkhas

16

Volume VI Juni 2008

Seputar I ndonesia

Selasa, 03 Juni 2008

Pe t a ni M int a H a r ga D ipr ot e k si
Tuesday, 03 June 2008
MEDAN(SINDO) – Serikat Petani Indonesia,Sumatera Utara (Sumut),meminta pemerintah
mengeluarkan kebijakan yangdapatmemproteksiharga jual produk pertanian.
Masalahnya,selama ini petani masih sering dirugikan dengan harga jual produk pertanian
yang tidak sebanding dengan biaya produksi. Kondisi petani kian disulitkan pascakenaikan
harga bahan bakar minyak (BBM). Sekretaris SPI Sumut Purwanto mengatakan hingga saat
ini harga jual produk petani selalu lebih rendah dibandingkan dengan harga yang harus
dibayar petani.
”Kalau dibandingkan dengan biaya kebutuhan petani yang dalam setahun bisa naik tiga kali,
tentu tidak sebanding dengan harga jual produk petani yang hanya naik setahun sekali,”
katanya kepada SINDO kemarin. Dia mengatakan, jika melihat kebijakan yang dikeluarkan
pemerintah selama ini, tidak ada yang berpihak ke sektor pertanian. Kenaikan harga
pembelian pemerintah gabah yang ditetapkan beberapa lalu juga dinilai masih terlalu kecil.
Menurut Purwanto, agar petani terbantu, pemerintah hendaknya segera melakukan
perubahan kebijakan dengan membuka akses permodalan dan produksi, serta
mempermudah pemasaran hasil pertanian. ”Selama ini yang terjadi justru liberalisasi
kebijakan di pertanian jadi proteksi harga tidak ada. Hendaknya ini harus dihapuskan dan
melindungi petani dengan memberikan insentif dan jaminan,” ujarnya.
Sementara itu,Kepala Badan Pusat Statistik Sumut Alimuddin Sidabalok mengatakan, nilai
tukar petani Sumut pada April 2008 tercatat 94,26 poin,naik 0,83% dibanding NTP Maret
2008 yang mencapai 93,49.Indeks harga yang diterima petani pada April naik 2,08%
dibandingkan Maret 2008. ”Subsektor tanaman bahan makanan dan subsektor tanaman
perkebunan rakyat masing-masing mengalami kenaikan 1,90% dan 2,59%, dan indeks harga
yang dibayar petani naik 1,24% bila dibandingkan Maret 2008.
Sementara itu,indeks konsumsi rumah tangga naik 0,91% dan indeks biaya produksi dan
penambahan barang modal pertanian naik 2,38%,”sebutnya. Terkait data itu,Purwanto
berpendapat kenaikan tersebut disebabkan indeks harga hasil produksi pertanian relatif lebih
tinggi dibandingkan kenaikan indeks harga barang dan jasa yang dikonsumsi rumah tangga
maupun untuk keperluan produksi pertanian. (jelia amelida)

Berkhas

17

Volume VI Juni 2008

Suara Pembaruan

Selasa, 03 Juni 2008

H a r ga Be r a s Ba k a l N a ik
Kalau biasanya mereka belanja beras dua kali seminggu, kini hanya tiga kali dalam dua
minggu. Itu yang menyebabkan omzet penjualan berkurang.
[JAKARTA] Harga beras saat ini relatif masih stabil karena kenaikan harga beras sudah
mendahului kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM). Namun harga beras akan mencapai
titik keseimbangan baru pada akhir Juni nanti mengikuti tren kenaikan harga pascakenaikan
harga BBM.
Setelah keseimbangan baru terjadi, sekitar Rp 5.000/kg atau naik Rp 300 dari harga
sekarang, harga beras akan relatif stabil. Demikian rangkuman pendapat pelaku bisnis beras
maupun organisasi petani yang dihubungi SP, Selasa (3/6).
Sekretaris Umum Asosiasi Pedagang Beras Indonesia, Nellys Soekidi mengatakan, untuk
pekan ini belum ter- jadi pergerakan harga yang berarti, karena kenaikan harga beras sudah
mendahului kenaikan harga BBM. Namun, menurut Nellys, kemungkinan besar harga beras
akan kembali mengalami kenaikan pada Juni-Juli 2008, karena pada saat itu beberapa sentra
beras mengalami kekeringan.
Ketua Umum Kontak Tani dan Nelayan Andalan (KTNA) Winarno Tohir, menambahkan,
cepat atau lambat harga beras akan naik dan akan stabil dengan harga keseimbangan baru.
"Harga keseimbangan itu sekitar Rp 5.000/kg, walau harga internasional sudah mencapai
sekitar Rp 10.000/kg," ujar Winarno.
Sementara itu, Ketua Umum Wahana Masyarakat Tani (WAMTI), Agusdin Pulungan
mengatakan, tren penurunan harga beras di beberapa daerah hanya bersifat sementara.
"Saat ini petani terdesak kebutuhan sehingga melepas cadangan berasnya. Setelah itu, akan
terjadi titik harga baru yang relatif stabil," katanya.
Informasi yang dihimpun