Berkhas Kliping April 2008 Agraria-April 2008

VOLUME VI APRIL 2008

AGRARIA

Berkhas merupakan salah satu media Akatiga yang menyajikan kumpulan berita dari
berbagai macam surat kabar, majalah, serta sumber berita lainnya. Jika pada awal
penerbitannya kliping yang ditampilkan di Berkhas dilakukan secara konvensional, maka
saat ini kliping dilakukan secara elektronik, yaitu dengan men-download berita dari situssitus suratkabar, majalah, serta situs berita lainnya.
Bertujuan untuk menginformasikan isu aktual yang beredar di Indonesia, Berkhas
diharapkan dapat memberi kemudahan kepada pihak-pihak yang berkepentingan dalam
pencarian data atas isu-isu tertentu. Berkhas yang diterbitkan sebulan sekali ini setiap
penerbitannya terdiri dari isu Agraria, Buruh, dan Usaha Kecil.
Untuk memperluas area distribusi, Berkhas diterbitkan melalui 2 (dua) macam media
yaitu media cetakan (hardcopy) serta media online berupa pdf file yang dapat diakses
melalui situs web Akatiga (www.akatiga.or.id).

Da ft a r I si

Pemerintah Tak Ekspor Beras --------------------------------------------------------------------------

1


Daulat Pangan ----------------------------------------------------------------------------------------------

2

Petani Cirebon Terjerat, Petani Papua Menikmati ------------------------------------------------

4

Berbahaya Bagi Pengadaan Beras di Jabar --------------------------------------------------------

5

Pengadaan Pangan di Jabar Naik ---------------------------------------------------------------------

6

Panen Raya, Harga Beras Tinggi ----------------------------------------------------------------------

8


Ekspor Beras, Baru Bisa Dilakukan 2009 ----------------------------------------------------------- 11
Jago Impor Mau Ekspor Beras ------------------------------------------------------------------------- 12
Aksi Mogok Petani Sudah 20 Hari --------------------------------------------------------------------- 13
Harga Beras Tinggi Jadi Bom Waktu ----------------------------------------------------------------- 15
Petani Simpan Gabah------------------------------------------------------------------------------------- 17
Petani Sangat Dirugikan---------------------------------------------------------------------------------- 19
Reforma Agraria untuk Perangi Kemiskinan -------------------------------------------------------- 21
Harga dan Ketersediaan Beras di Cirebon Stabil ------------------------------------------------- 22
Petani Percepat Tanam ---------------------------------------------------------------------------------- 23
Irigasi Komering Ditingkatkan --------------------------------------------------------------------------- 24
Jangan Tunda Kenaikan HPP Gabah ---------------------------------------------------------------- 25
Hasil Panen Hendak Dijual ke Mana? ---------------------------------------------------------------- 27
Petani Siap Berutang karena Gagal Panen --------------------------------------------------------- 28
Petani Ubi Kayu Dapat Kredit Rp 11 Miliar---------------------------------------------------------- 29
Petani Tebu Sayangkan Sikap Pemerintah --------------------------------------------------------- 30
Pupuk Bersubsidi Kembali Langka di Sumut ------------------------------------------------------- 31
Ribuan Ha Padi di Jambi Puso ------------------------------------------------------------------------- 32
Cermati Penyelundupan Beras ------------------------------------------------------------------------- 33
3.900 Ha Padi Kalsel Terendam ----------------------------------------------------------------------- 35

Petani Keluhkan Hama Keong Mas ------------------------------------------------------------------- 36
Jangan Gegabah Ekspor Beras ------------------------------------------------------------------------ 37
Pemerintah Evaluasi HPP Beras----------------------------------------------------------------------- 38
Pengadaan Beras Bulog Sempat Tersendat ------------------------------------------------------- 40
Libatkan Pemda Kelola Stok Beras ------------------------------------------------------------------- 41
Wapres Jusuf Kalla: Indonesia Tak Akan Kesulitan Pangan ----------------------------------- 42
Harga Beras dan Perilaku Petani ---------------------------------------------------------------------- 44

Mewaspadai Ketidakadilan Harga Beras ------------------------------------------------------------ 46
Petani Bisa Menggadaikan Hasil Panen ------------------------------------------------------------- 48
Masalah Pangan Makin Pelik --------------------------------------------------------------------------- 49
Kapitalisasi Pertanian Padi ------------------------------------------------------------------------------ 50
Ketahanan Pangan Rapuh------------------------------------------------------------------------------- 53
Ketahanan Pangan, Pelajaran pada Awal Abad XXI --------------------------------------------- 56
Cukupkah Lahan Pertanian Kita?---------------------------------------------------------------------- 58
Produk Petani di Sungai Belida Naik ----------------------------------------------------------------- 60
Kartu Ajaib Ubah Nasib Petani ------------------------------------------------------------------------- 61
Statistik, Cadangan dan Ekspor Beras --------------------------------------------------------------- 64
Petani Butuh Lindungan ---------------------------------------------------------------------------------- 66
Harga Gabah dari Petani Mulai Terdongkrak Naik------------------------------------------------ 67

Krisis Pangan Bisa Picu Bom Waktu ----------------------------------------------------------------- 68
Petani Berhadapan dengan Kekuasaan ------------------------------------------------------------- 70
Pemerintah Segera Keluarkan Peraturan Ekspor Beras ---------------------------------------- 73
Terserang Tikus, Petani Gagal Panen --------------------------------------------------------------- 74
Harga Pangan tak Terkendali --------------------------------------------------------------------------- 75
Kelangkaan Pupuk di Sumut ---------------------------------------------------------------------------- 77
Bulog Sumut Hentikan Distribusi Raskin------------------------------------------------------------- 79
Ekspor Beras Harus Ijin ---------------------------------------------------------------------------------- 80
Padi Melimpah, Harga Turun --------------------------------------------------------------------------- 82
Menyiasati krisis pangan dunia ------------------------------------------------------------------------- 83
Bulog Belum Berpikir Ekspor Beras ------------------------------------------------------------------- 85
Filipina Alokasikan Satu Miliar Dolar AS Untuk Beras ------------------------------------------- 86
Jangan Ekspor Beras ------------------------------------------------------------------------------------- 87
Petani Mengeluh Harga Beras Rendah -------------------------------------------------------------- 89
Kuasa Modal dan Reforma Agraria ------------------------------------------------------------------- 90
Petani Teh Harapkan Tambahan Pupuk------------------------------------------------------------- 92
Jangan Ekspor Beras, meski Stok Aman ------------------------------------------------------------ 93
Naikkan Harga Gabah ------------------------------------------------------------------------------------ 94
Ketika Petani Tak Merasakan Manisnya Hasil Panen ------------------------------------------- 96
Presiden Janji Naikkan HPP ---------------------------------------------------------------------------- 97

Diharapkan, Tapanuli Segera Surplus Beras ------------------------------------------------------- 99
3.500 Hektar Sawah di Jawa Tengah Masih Tergenang Banjir -------------------------------101

Ekspor Beras dan Harga Pembelian Pemerintah -------------------------------------------------100
Kenaikan HPP di Atas Inflasi----------------------------------------------------------------------------104
Petani Deklarasikan Nagari Organik ------------------------------------------------------------------106
Petani Nikmati Harga Gabah----------------------------------------------------------------------------107
Petani Damar Keluhkan Dominasi Pedagang Besar ---------------------------------------------109
Penyerapan Beras Turun Drastis ----------------------------------------------------------------------110
Bulog Waspadai Praktik Penyelundupan ------------------------------------------------------------112
Bulog Sulit Dapatkan Beras Petani--------------------------------------------------------------------114
Dilema Harga Beras ---------------------------------------------------------------------------------------116
Kenaikan HPP Tidak Naikkan Daya Beli Petani ---------------------------------------------------119
HPP Gabah dan Beras Naik ----------------------------------------------------------------------------121
HKTI Tolak HPP Baru -------------------------------------------------------------------------------------122
Kebijakan Harga Gabah ----------------------------------------------------------------------------------124
Panen Bawang di Brebes, Harga Anjlok -------------------------------------------------------------125
Harga Beras Pecahkan Rekor Baru-------------------------------------------------------------------126
Momentum Kebangkitan Pertanian Indonesia?----------------------------------------------------128
Petani Pun Terjerat Harga Pangan--------------------------------------------------------------------132

Petani Bergulat Sendiri -----------------------------------------------------------------------------------133
Harga Beras Masih Normal------------------------------------------------------------------------------135
Para Petani Karawang Mencoba Pola Tabela -----------------------------------------------------136
Petani Indramayu Belum Menikmati Harga Baru --------------------------------------------------137
Petani Merusak Lahan Perkebunan Sawit ----------------------------------------------------------139
Kelangkaan Pupuk Masih Berlanjut -------------------------------------------------------------------140
HPP Naik, Bulog Tetap Tidak Bisa Beli Beras -----------------------------------------------------141
Irigasi Rusak, Sawah Sulit Air --------------------------------------------------------------------------142
Petani Dibebani Ongkos Karung -----------------------------------------------------------------------144
Petani Pantura Jateng Kekurangan Urea------------------------------------------------------------145
Wapres : Belum Saatnya Sulsel Ekspor Beras ----------------------------------------------------146
Wapres Jusuf Kalla Janjikan Petani Lebih Diperhatikan ----------------------------------------147
Berpihaklah kepada petani!------------------------------------------------------------------------------148

Jurnal Nasional

Selasa, 01 April 2008

Ekonom i | Jakart a | Selasa, 01 Apr 2008 21: 01: 45 WI B


Pe m e r int a h Ta k Ek spor Be r a s
PEMERINTAH tidak mengekspor beras tahun ini. Ekspor akan dilakukan tahun depan
dengan syarat cadangan beras nasional sudah melebihi 3 juta ton.
"Tahun ini kita memperkuat stok dulu," kata Menteri Pertanian Anton Apriyantono sebelum
mengikuti rapat tentang ketahanan pangan di Kantor Kepresidenan, Selasa (1/4).
Menteri Pertanian mengatakan, ekspor dapat dilakukan jika stok beras pada Badan Urusan
Logistik (Bulog) melebihi 3 juta ton. "Itu aturan yang kami buat. Jadi tidak menutup 100
persen, hanya saja perkuat dulu stok dalam negeri."
Anton mengatakan Bulog harus menyerap produksi beras dalam negeri sebesar-besarnya.
"Dan hanya Bulog yang diizinkan untuk melakukan ekspor," ucapnya.
Direktur Utama Bulog Mustafa Abubakar mengatakan, stok beras saat ini di atas 1,25 juta
ton. Sedangkan, akhir tahun lalu stok beras Bulog 1,6 juta ton. "Saat ini ketahanan stok beras
bisa hingga 3-4 bulan ke depan," kata Mustafa.
Menurut Mustafa, jika nanti ekspor dilakukan, maka dua syarat harus dipenuhi. Pertama, stok
beras di Bulog minimal 3 juta ton. Kedua, neraca beras harus surplus dimana kebutuhan
rakyat per bulan 2,6 juta ton.
Mengenai kemungkinan surplus atau tidak, Mustafa belum dapat memastikan karena
ketidakpastian pertanian yang sangat tergantung dengan cuaca.
Mustafa menyatakan, penyerapan beras Bulog saat ini lancar. "Sekarang sudah sekitar 340
ribu ton per hari ini. Dan itu saya kira termasuk lancar dan bagus, terutama Jawa Timur,

Sulawesi Selatan, Jawa Tengah, dan Jawa Barat," ujarnya.
Dia memperkirakan, petani dapat menghasilkan 61 juta ton gabah atau setara 37 juta ton
beras pada 2008. Sampai saat ini dia menilai produksi beras masih aman, meskipun ada
bencana alam seperti banjir yang merugikan petani.
Menteri Perdagangan Mari Elka Pangestu mengatakan, diperlukan izin ekspor untuk
beberapa beras dan benih tipe khusus.
"Kalau ingin melakukan ekspor beras khusus itu nanti kita tentukan berdasarkan kualitas, tapi
harus tetap rekomendasi Departemen Pertanian. Izin dikeluarkan dari Departemen
Perdagangan, intinya kita yang mengatur ekspor beras," katanya. Sally Piri

Berkhas

1

Volume VI April 2008

Kompas

Selasa, 02 April 2008


D a ula t Pa nga n
Selasa, 1 April 2008 | 00:43 WIB
Oleh Khudori
Krisis pangan menjalar ke mana-mana, termasuk Indonesia. Keadaan kelebihan pasokan
tidak lagi terjadi, sebaliknya dunia kini ditandai kelebihan permintaan.
Kondisi haus pangan dipicu booming ekonomi China dan India (Chindia) yang populasinya
hampir sepertiga penduduk dunia. Pertumbuhan ekonomi hampir dua digit, mensyaratkan
pemenuhan pangan dan energi dalam jumlah besar. Selain itu, pemanasan global membuat
produksi pangan sering gagal.
Cadangan yang menipis, instabilitas geopolitik, dan gaya hidup enggan berubah membuat
tekanan pada energi fosil kian kuat. Untuk menyiasati harga minyak yang lebih dari 100 dollar
AS per barrel, banyak negara berlomba memproduksi energi alternatif (biofuel). Produk
pangan (jagung, kedelai, gandum, tebu) yang semula untuk melayani perut kini dikonversi
menjadi bahan bakar.
Kedaulatan pangan
Kondisi haus pangan ini memicu lonjakan harga, yang menurut FAO (2007), sifatnya tidak
temporer tetapi lebih permanen.
Menyiasati kondisi ini, negara-negara penghasil pangan mengurangi ekspor, lebih
mengutamakan bagi konsumsi dalam negeri. Langkah sejumlah negara produsen utama
beras (Vietnam, Thailand, India, dan China) menghentikan ekspor tak lain guna

mengantisipasi instabilitas harga beras di dunia. Akibat tren ini, negara-negara konsumen
beras, jagung, terigu, dan kedelai akan amat terpukul (International Food Policy Research
Institute, 2007). Solusinya tidak cukup dengan menaik-turunkan tarif perdagangan seperti
fiskal 1 Februari 2008, tetapi harus bersifat jangka panjang dengan mengusung kedaulatan
pangan.
Sejauh ini kedaulatan pangan belum menjadi visi pemerintah. Selama ini, visi pemerintah
tertuang dalam UU No 7/1996 tentang Pangan. Dalam UU itu pembangunan pangan
diletakkan dalam konsep ketahanan pangan (food security). Konsep yang diadopsi dari FAO
itu didefinisikan sebagai kemampuan negara memenuhi kebutuhan pangan (warganya).
Istilah ini menunjuk kondisi terpenuhinya pangan di tingkat rumah tangga, tercermin dari
tersedianya pangan yang cukup, dalam jumlah, mutu aman, merata, dan terjangkau. Di
dalamnya ada empat pilar: aspek ketersediaan (food availibility), aspek stabilitas
ketersediaan atau pasokan (stability of supplies), aspek keterjangkauan (access to supplies),
dan aspek konsumsi pangan (food utilization).
Bergantung impor
Ketahanan pangan tidak menyoal siapa yang memproduksi, dari mana pangan diproduksi,
dan bagaimana pangan tersedia. Yang penting, ada pangan dalam jumlah cukup. WTO
bahkan menyebut ketahanan pangan sebagai ketersediaan pangan di pasar (availability of
food in the market), pangan yang mengabdi kepada pasar. Konkretnya mewujud dalam
beleid ”memanen pangan di pasar” (impor) ketimbang ”memanen di lahan” (menanam

sendiri). Juga tidak dipersoalkan berapa volume impor dan siapa yang paling diuntungkan
dari kebijakan itu: importir kartel atau petani/konsumen miskin?

Berkhas

2

Volume VI April 2008

Kompas

Selasa, 01 April 2008

Presiden Yudhoyono menjelaskan, kenaikan harga pangan merupakan gejala global.
Muslihat ini merupakan wujud konsep ketahanan pangan: memanen pangan di pasar. Dalam
jangka pendek, kebijakan ini bisa menjadi obat kelaparan. Namun, dalam jangka panjang tak
hanya menguras devisa, tetapi mengabaikan aneka sumber daya lokal. Ketika pangan kita
tergantung impor, meski berdaya dalam ekonomi dan militer, secara politik amat rentan. Uni
Soviet hancur karena embargo pangan AS.
Maka, amat perlu adanya kedaulatan pangan. Kedaulatan pangan adalah hak tiap orang,
masyarakat, dan negara untuk mengakses dan mengontrol aneka sumber daya produktif
serta menentukan dan mengendalikan sistem (produksi, distribusi, dan konsumsi) pangan
sendiri sesuai kondisi ekologis, sosial, ekonomi, dan budaya khas masing-masing (Hines,
2005). Pengambilan keputusan dilakukan di level lokal/nasional, bukan di bawah badan
perdagangan internasional (IMF, Bank Dunia, WTO) dan korporasi global. Pangan bukan
komoditas yang sekadar dijual.
Prasyarat ketahanan
Kedaulatan pangan merupakan prasyarat ketahanan. Ketahanan pangan baru tercipta jika
kedaulatan pangan dimiliki rakyat. Dari perspektif ini, pangan dan pertanian seharusnya tak
ditaruh di pasar yang rentan, tetapi ditumpukan pada kemampuan sendiri. Untuk
menciptakan kedaulatan pangan, pemerintah harus menjamin akses tiap petani atas tanah,
air, bibit, dan kredit. Di tingkat nasional, kebijakan reforma agraria, air untuk pertanian, aneka
varietas lokal unggul, dan kredit berbunga rendah harus jadi prioritas. Dalam konteks alam,
petani perlu perlindungan atas aneka kemungkinan kerugian bencana alam, seperti
kekeringan, banjir, dan bencana lain. Negara perlu memberi jaminan hukum bila itu terjadi,
petani tidak terlalu menderita. Salah satu caranya, perlu UU yang mewajibkan pemerintah
mengembangkan asuransi kerugian atau kompensasi kerugian bagi petani atas bencana
alam/hal sejenis.
Dalam lingkup sosial-ekonomi, negara perlu menjamin struktur pasar yang menjadi fondasi
pertanian. Ini harus dikembangkan guna mengatasi struktur pasar yang tidak adil di dalam
negeri dan siasat atas struktur pasar dunia yang tak adil bagi negara berkembang. Pendek
kata, semua yang menambah biaya eksternal petani, menurunkan harga riil produk pertanian
dan struktur yang menghambat kemajuan pertanian, perlu landasan hukum yang kuat
(Pakpahan, 2004). Bagi Indonesia, dengan segenap potensinya, tidak ada alasan untuk tidak
berdaulat dalam pangan.
Khudori Peminat Masalah Sosial-Ekonomi

Berkhas

3

Volume VI April 2008

Kompas

Selasa, 01 April 2008

Pe t a ni Cir e bon Te r j e r a t , Pe t a ni Pa pua M e nik m a t i
H a sil Pa ne n di M a nok w a r i N a ik , H a r ga Be r a s Rp 5 .2 0 0 Pe r Kg
Selasa, 1 April 2008 | 01:12 WIB
Cirebon, Kompas - Petani di Kabupaten Cirebon, Provinsi Jawa Barat, mengaku terpaksa
menjual gabah kering panen Rp 1.800-Rp 1.900 per kilogram akibat terjerat pinjaman pupuk
dari para tengkulak. Sementara petani Manokwari, Provinsi Papua, menikmati hasil panen
karena harga beras lokal produksi mereka mencapai Rp 5.200-Rp 6.000 per kilogram, naik
Rp 500-Rp 700.
Para petani Cirebon mengemukakan tak bisa menjual kepada orang lain dengan harga lebih
baik karena sudah mendapatkan pinjaman pupuk dari tengkulak. Padahal, harga pembelian
pemerintah (HPP) melalui Bulog Rp 2.000 per kilogram.
Damhuri, petani Desa Cempaka, Kecamatan Talun, Cirebon, mengaku tak bisa menghindari
tengkulak karena setiap kali tanam mereka terpaksa membeli pupuk dari tengkulak. ”Kami
beli ke tengkulak Rp 1.500 per kg urea. Meski lebih tinggi dari harga resmi, Rp 1.200 per kg,
kami tetap membeli karena kios-kios biasanya habis,” kata Damhuri, Senin (31/3).
Untuk memupuk lahan 0,5 hektar seperti miliknya, setidaknya Damhuri memerlukan dua
kuintal urea. Artinya mereka harus mengeluarkan Rp 300.000 untuk pemupukan urea saja.
Supardi, petani sedesa dengan Damhuri, mengatakan, petani tak bisa menembus pasar
langsung karena harus melalui tengkulak. ”Meski gabah kondisinya bagus, tetapi tawaran
paling tinggi hanya Rp 1.900 per kg. Petani lain pun larinya ke tengkulak.”
Petani Manokwari
Jamal (41), petani di Satuan Permukiman I Prafi, mengaku hasil panenan musim tanam
pertama ini 130 zak atau setara 3,5 ton beras per hektar. Padahal, tahun lalu hasilnya hanya
90 zak per hektar.
Wayan, petani lain, menjelaskan, beras lokal Manokwari baru mencukupi 50 persen
kebutuhan masyarakat. Pasalnya, luasan panen hanya 5.000 hektar dengan dua kali panen
ditambah luasan sawah tadah hujan 400 hektar.
Kepala Bidang Produksi Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Manokwari Wayan A
Nugroho mengatakan, pengereman suplai beras nonlokal (Bulog dan Jawa/Sumatera)
merupakan kebijakan bupati. Metode ini sudah dilakukan Pemerintah Kabupaten Merauke.
Di Jawa Tengah, penyaluran pupuk urea di Kabupaten Banyumas, selama bulan Maret
hanya 50 persen dari kebutuhan riil petani yang 3.173,7 ton. Untuk bulan selanjutnya,
penyaluran pupuk di Banyumas juga akan semakin diperketat menyusul berkurangnya
pasokan pupuk urea dari PT Pupuk Kujang.
Bambang Tedy S, penghubung kebutuhan pupuk Dinas Pertanian Banyumas, Senin (31/3),
mengatakan, jumlah penyaluran pupuk urea pada bulan Maret ini juga hanya 60 persen dari
kuota pupuk urea bersubsidi yang ditetapkan Gubernur Jateng. (ICH/MDN/NIT/HAN)

Berkhas

4

Volume VI April 2008

Pikiran Rakyat

Selasa, 01 April 2008

Be r ba ha ya Ba gi Pe nga da a n Be r a s di Ja ba r
EKSPANSI para spekulan yang mulai merangsek wilayah Banyumas Jawa Tengah yang
mengiming-imingi harga beras hingga Rp 5.000,00/kg belum memengaruhi pebisnis beras
asal Jawa Barat. Akan tetapi, mereka menilai praktik itu bisa mengancam pasokan ke Jabar.
Pasalnya, produksi beras asal Banyumas, selama ini menjadi salah satu sentra pasokan
beras ke Jawa Barat. Kondisi demikian terkait rantai perdagangan beras lokal, di mana
panenan lokal Jawa Barat sebagian besar dipasok ke Jakarta dan sekitarnya.
"Untuk kebutuhan konsumsi beras Jabar sendiri, para pebisnis biasa memenuhi dari pasokan
asal Jateng, terutama asal Purbalingga, Banyumas, dan Banjarnegara, dengan jalur masuk
dari Ciamis," ujar Ketua Asosiasi Pedagang Komoditas Agro (APKA) Jabar H. Dodi Kusdinar
kepada "PR", di Bandung, Senin (31/3).
Hal senada dikatakan pebisnis beras lainnya, H. Ermaya. Menurut dia, jika stok beras asal
daerah-daerah di Jateng tersebut banyak tersedot ke luar daerah lain, termasuk ekspor,
pasokan ke Jabar akan berkurang. Apalagi, pasokan beras asal Jateng itu berjalan tiap hari
untuk memenuhi kebutuhan Jabar, terutama Bandung dan Priangan.
Diilustrasikan saat paceklik, kenaikan harga beras di Jateng selama ini menjadi salah satu
penyebab melonjaknya harga beras di pasaran Jabar. Sementara itu, untuk mengalihkan asal
pasokan dari sentra produksi pantura ke Bandung dan Priangan, para pebisnis umumnya
kurang tertarik karena ongkosnya lebih mahal," kata Dodi.
Dijelaskan Dodi dan Ermaya, sejauh ini sejumlah pebisnis beras Jabar belum begitu tertarik
menjual beras ke pasar ekspor, walau pemerintah akan mengeluarkan regulasinya pada April
ini. Apalagi, saat ini masih tidak jelas gambaran situasi pasar internasional walau harganya
dikabarkan naik.
Menurut Dodi, masih tidak jelas kualitas, jumlah, harga, serta pesanan beras yang diminta
pasar ekspor ini membuat banyak pebisnis beras tidak mau "berjudi nasib". "Situasi kualitas
gabah dan beras lokal pun sekarang rata-rata kurang bagus karena faktor cuaca. Kami tidak
yakin, ada negara yang meminati membeli produk beras dari Indonesia, dalam kondisi
kualitas seperti sekarang," ujarnya.
Menurut Dodi, ekspor beras bagi Indonesia, khususnya bagi Jabar, saat ini masih sangat
berisiko bagi situasi umum. Sejumlah pebisnis beras berupaya menghindari risiko jika stok
beras untuk pasaran lokal berkurang dan harganya naik.
Bahkan, untuk pengiriman beras antarpulau saja, katanya, sejumlah pebisnis beras saat ini
menghentikan karena situasi yang kurang memungkinkan. Jika dipaksakan pun, secara
hitung-hitungan selisih keuntungan tipis dibandingkan dengan penjualan di pasar lokal.
Faktor lainnya, katanya, adalah masalah cuaca buruk di perairan kita yang belakangan ini
menghambat laju perjalanan kapal-kapal. Kasus pembatalan pengiriman beras antarpulau
sebanyak 600 ton, selama tiga pekan terakhir, menjadi contoh nyata.
"Jika pengiriman beras antarpulau ditunda dalam beberapa waktu ke depan, pasokan beras
di Pulau Jawa diperkirakan akan melimpah selama beberapa waktu ke depan. Jika sudah
demikian, harga beras di Pulau Jawa pun jauh dari kemungkinan naik," ujar Ermaya
menandaskan. (Kodar S./"PR")***

Berkhas

5

Volume VI April 2008

Pikiran Rakyat

Selasa, 01 April 2008

Pe nga da a n Pa nga n di Ja ba r N a ik
M uncul Ba ny a k Usula n t e nt a ng Ke na ik a n H PP t e r ha da p
Ga ba h
CIREBON, (PR).Prognosis pengadaan pangan Bulog Jabar pada tahun 2008 ini naik sebesar 100.000 ton
setara beras. Dari tahun sebelumnya, 260.000 ton, naik menjadi 350.000 ton setara beras.
"Itu prognosis yang dinamis, artinya bila kemampuan bisa lebih besar, pengadaan bisa
tambah banyak," tutur Kabulog Divre Jabar Agusdin Farid di Cirebon, Senin (31/3) kemarin.
Kabulog ke Cirebon untuk memimpin rapat program pengadaan pangan di Bulog Subdivre
Cirebon. Ikut bersama Kabulog, Sekertaris HKTI Pusat Entang Sastraatmaja dan Ketua
KTNA Jabar Oo Sutisna.
Rapat yang dimoderatori Kabulog Subdivre Cirebon Drs. Slamet Subagyo, juga mengundang
mitra kerja (MK). Tim Sosmonev (Sosialisasi monitoring & Evaluasi) ikut dilibatkan, dari BPS
dan KTNA setempat.
Mengenai kenaikan prognosis, menurut Farid, dilakukan untuk lebih memperkuat cadangan
pangan Jabar ataupun nasional. Khusus untuk Jabar, kenaikan juga sebagai perimbangan
dari kebutuhan raskin yang juga meningkat. "Selain itu, di Jabar produksi padi pada panen
rendeng tahun ini kemungkinan lebih tinggi dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Atas
pertimbangan itu, prognosis dinaikan menjadi 100.000 ton," tutur Farid.
Dengan prognosis 350.000 ton, Bulog Jabar mengandalkan sejumlah daerah sentra beras.
Selain Cirebon yang diharapkan bisa menyedot 65.000 ton setara beras, ratusan ribu ton
beras bisa disedot dari Kab Indramayu, Subang, Karawang, dan Ciamis.
"Cirebon, prognosisnya 65.000 ton. Hanya saja, bila potensinya bisa lebih besar, bisa
ditambah sampai 100.000 ton. Untuk LC (letter of credit) tidak masalah, siap kapan saja,"
ungkap Farid.
Usulan kenaikan HPP
Dalam rapat mengemuka, usulan kenaikan harga penjualan pemerintah (HPP), gabah kering
panen (GKP), dan gabah kering giling (GKG). Kenaikan HPP itu untuk memberi keuntungan
lebih optimal kepada petani.
HPP yang berlaku sejak 2007 sudah tidak sesuai. Ketua KTNA Jabar Oo memberi gambaran
kenaikan antara 15 sampai 20 persen.
"Idealnya, GKP dari Rp 2.000,00/kg jadi Rp 2.350,00/kg-Rp 2.500,00/kg. GKG, dari Rp
2.500,00/kg naik Rp 2.800,00/kg-Rp 3.000,00/kg," tuturnya.
Hal senada diungkapkan Sekertaris HKTI Pusat Entang. HKTI mengusulkan ke pemerintah
sejumlah skenario yang diutamakan ialah kenaikan HPP untuk gabah, tetapi harga pembelian
beras (HPB) tetap Rp 4.000.00/kg. "Idealnya, HPP gabah naik, HPB tetap. Itu
menguntungkan petani, tapi tidak memberatkan masyarakat karena harga beras tetap,"
ujarnya.
Soal kenaikan HPP, juga diusulkan para MK Bulog. H. Tholib dari Cirebon, Linda
(Majalengka), H. Dedi (Kuningan), yang meminta pemerintah segera mengeluarkan kebijakan
kenaikan HPP.

Berkhas

6

Volume VI April 2008

Pikiran Rakyat

Selasa, 01 April 2008

"Bila HPP naik, kemampuan kita membeli gabah petani bisa lebih besar. Sekarang kalau
tetap pakai HPP lama, sementara persaingan transaksi gabah makin ketat, bisa-bisa
menghambat kelancaran pengadaan pangan," tutur Tolib.
Menanggapi usul kenaikan HPP, Farid mengatakan, akan menyampaikan ke pemerintah.
Bulog juga berkepentingan atas kenaikan itu, namun semua kembali ke keputusan
pemerintah. (A-93)***

Berkhas

7

Volume VI April 2008

Kompas

Rabu, 02 April 2008

Pa ne n Ra y a , H a r ga Be r a s Tinggi
BPS: D a ya Be li Pe t a ni Te r us M e le m a h
Rabu, 2 April 2008 | 02:55 WIB
Jakarta, Kompas - Panen raya padi tidak membuat harga beras di pasar grosir menurun,
tetapi justru sebaliknya, harga stabil tinggi dan bahkan ada kecenderungan naik. Harga beras
kualitas medium setara IR-64 kelas 3 pada panen raya kali ini merupakan yang tertinggi
dalam sejarah perberasan nasional.
Hari Selasa (1/4), harga beras kualitas medium di Pasar Induk Beras Cipinang, Jakarta—
yang menjadi barometer pergerakan harga beras nasional—seharga Rp 4.300 per kilogram.
Dibandingkan dengan pekan pertama Maret 2008, memang terjadi penurunan harga sebesar
Rp 250. Namun, harga Rp 4.300 itu hampir setara dengan harga beras dengan kualitas sama
pada puncak masa paceklik tahun 2006.
Catatan Kompas menunjukkan, dalam dua tahun berturut-turut, yakni 2006 dan 2007,
disparitas harga beras saat musim panen raya dengan musim paceklik berkisar Rp 1.300
hingga Rp 1.600 per kilogram. Dengan asumsi disparitas yang sama, ini berarti pada musim
paceklik 2008/2009 harga beras kualitas medium akan menembus harga Rp 5.900 per
kilogram.
Tingginya harga beras di dalam negeri saat ini seakan terus mengikuti meroketnya harga
pangan dunia sejak tahun 2007 yang dampaknya merata hampir di seluruh belahan bumi:
mulai dari Amerika Utara, Benua Afrika, Asia Tengah dan Tenggara, hingga ke Benua
Australia.
Harga beras bahkan sudah menembus 745 dollar per ton di wilayah Asia. Demikian pula
harga-harga komoditas lain, seperti produk susu, minyak nabati, biji-bijian dan kacangkacangan, gula, serta produk daging.
Kondisi ini, menurut Organisasi Pangan dan Pertanian Dunia (FAO), telah memicu
serangkaian kekacauan sosial dan politik, di negara-negara miskin, terutama di Benua Afrika.
Di Indonesia, bakal tingginya harga beras pada musim paceklik 2008 akan berdampak
sangat serius terhadap stabilitas politik, mengingat mulai awal 2009 pesta demokrasi tengah
dimulai dan pemilu tinggal menghitung bulan.
Permintaan meningkat
Para pedagang di Pasar Induk Beras Cipinang (PIBC) menjelaskan, masih tingginya harga
beras karena permintaan beras antarpulau meningkat sejak beberapa hari ini. ”Hari Selasa
pukul 10.00 ini saja beras di PIBC sudah enggak ada karena banyak dijual antarpulau,” kata
Billy Haryanto, pedagang sekaligus pemasok.
Permintaan terhadap beras yang meningkat tajam terjadi di wilayah Batam, Bangka,
Pontianak, dan Pekanbaru yang bukan merupakan produsen beras.
Data dari PT Food Station Tjipinang Jaya yang merupakan BUMD beras di DKI Jakarta
menunjukkan bahwa pasokan beras ke PIBC pada Maret 2008 sebanyak 52.760 ton atau
rata-rata 2.198 ton per hari. Namun, penjualan beras dari PIBC juga tinggi, mencapai 45.051
ton atau 1.877 ton per hari.
Begitu pula sejak awal Maret lalu permintaan beras untuk antarpulau terus meningkat. Pada
3 Maret 2008 beras yang dijual antarpulau hanya 176 ton, sepekan kemudian naik menjadi
253 ton, dan pada akhir Maret 356 ton. Dalam sebulan, beras yang dijual antarpulau dari
PIBC mencapai 4.416 ton.

Berkhas

8

Volume VI April 2008

Kompas

Rabu, 02 April 2008

Direktur Utama PT Food Station Tjipinang Jaya (FSTJ) Sjamsul Hilataha mengatakan, para
pedagang beras akan berusaha memenuhi permintaan dari pembeli mana pun. Kalau harga
beras antarpulau bagus dan permintaan besar, beras pasti akan mengalir ke sana.
Meski begitu, Sjamsul mengaku tidak khawatir dengan kondisi harga beras saat ini meskipun
pada kenyataannya masih relatif tinggi. ”Kalau pemerintah tanggap, seharusnya Bulog
digerakkan untuk membeli beras langsung dari petani, jangan dari pedagang atau tengkulak,”
katanya.
Daya beli petani melorot
Di tengah meroketnya harga pangan dunia terutama beras, petani di sebagian provinsi di
Indonesia tetap menjadi kelompok yang terpinggirkan. Paling tidak, itulah yang dicatat Badan
Pusat Statistik (BPS) tentang menurunnya daya beli petani yang tercermin pada nilai tukar
petani (NTP) pada Januari 2008.
Deputi Kepala BPS Bidang Statistik Distribusi Ali Rosidi menjelaskan, dari 23 provinsi yang
dipantau, 11 provinsi mengalami penurunan NTP. Sejumlah 11 provinsi lainnya mengalami
kenaikan NTP, sedangkan data dari satu provinsi tidak masuk. NTP menunjukkan daya tukar
dari produk pertanian dengan kebutuhan konsumsi dan biaya produksi petani.
Secara umum, NTP pada Januari 2008 naik 0,04 persen dibandingkan dengan NTP
Desember 2007. Sementara inflasi di daerah pedesaan Indonesia pada bulan Januari itu
tercatat sebesar 2,21 persen, jauh lebih tinggi dari inflasi nasional yang Januari lalu sebesar
1,77 persen.
Sementara inflasi pedesaan relatif tinggi, upah riil buruh tani pada Januari 2008 dibandingkan
dengan Januari 2007 secara nasional hanya naik 0,16 persen. Di Pulau Jawa, upah riil buruh
tani bahkan turun 0,04 persen, sedangkan di luar Jawa terdapat kenaikan upah riil 0,43
persen.
BPS juga menghitung penurunan harga gabah pada di tingkat petani pada Maret 2008
dibandingkan dengan Februari 2008. ”Hal ini dipengaruhi kondisi musim panen raya,” ujar Ali.
Penurunan harga terjadi pada semua kualitas gabah. Pada kualitas gabah kering giling
(GKG) terhitung sebesar 6,28 persen, kualitas gabah kering panen (GKP) merosot 15,31
persen, sedangkan gabah kualitas rendah turun 10,97 persen.
Tidak akan ekspor beras
Menteri Pertanian Anton Apriyantono menegaskan, meskipun harga beras di luar negeri
cukup tinggi, pemerintah tahun ini dipastikan tidak akan mengekspor beras. Pemerintah baru
akan mengekspor beras pada tahun depan ketika cadangan beras nasional sudah melebihi 3
juta ton di gudang Perum Bulog.
Menurut Anton yang berbicara selepas rapat terbatas soal ketahanan pangan yang dipimpin
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, Selasa, sekarang ini stok beras nasional masih jauh
dari angka 3 juta ton, yaitu sekitar 1,25 juta ton. Kalaupun target 3 juta ton tahun ini bisa saja
tercapai, ekspor belum bisa dilakukan. Sebab, stok beras masih digunakan untuk
mengantisipasi jika terjadi sesuatu, seperti bencana alam ataupun untuk beras rakyat miskin
(raskin).

Berkhas

9

Volume VI April 2008

Kompas

Rabu, 02 April 2008

Rapat terbatas juga dihadiri sejumlah menteri, di antaranya Menteri Koordinator
Perekonomian Boediono, Menteri Perdagangan Mari Elka Pangestu, dan Direktur Utama
Perum Bulog Mustafa Abubakar. ”Tahun ini kita memperkuat stok nasional dulu. Namun, kita
tetap menyiapkan aturan-aturan untuk ekspor beras,” ujar Anton.
Sejumlah pengamat dan kalangan juga meminta pemerintah menunda hasrat mengekspor
beras.
”Bangsa ini masih membutuhkan cadangan beras dalam jumlah besar, apalagi masih banyak
rakyat yang membutuhkan bantuan makanan,” ujar Ketua Fraksi Partai Keadilan Sejahtera
Mahfudz Siddiq. (HAR/MAM/JOY/DAY/MAS)

Berkhas

10

Volume VI April 2008

Pikiran Rakyat

Rabu, 02 April 2008

Ek spor Be r a s, Ba r u Bisa D ila k uk a n 2 0 0 9
JAKARTA, (PR).Indonesia tidak akan melakukan ekspor beras pada tahun 2008 ini, sekalipun harga beras di
luar negeri cukup tinggi. Ekspor baru akan dilakukan tahun 2009 mendatang jika cadangan
beras nasional yang dimiliki sudah melebihi 3 juta ton.
Hal itu dikatakan Menteri Pertanian Anton Apriantono sebelum rapat terbatas soal ketahanan
pangan, yang dipimpin Presiden Susilo Bambang Yudhoyono di Kantor Presiden, Jakarta,
Selasa (1/4). Rapat tersebut dihadiri sejumlah menteri, di antaranya Menteri Perdagangan
Marie Elka Pangestu dan Dirut Perum Bulog Mustafa Abubakar.
"Kita sebenarnya belum merencanakan ekspor tahun ini, baru bisa kemungkinan pada tahun
depan. Jadi pada tahun ini kita memperkuat stok nasional dulu," ungkapnya menjelaskan.
Stok beras masih digunakan, katanya untuk mengantisipasi jika terjadi sesuatu seperti
bencana alam atau pun untuk beras rakyat miskin (raskin).
Kalau pun saat ini terjadi kelebihan hasil panen, katanya, Perum Bulog harus menyerap hasil
panen tersebut sebanyak-banyaknya guna mengantisipasi berbagai hal. "Ekspor bisa saja
dan tidak tertutup tahun ini. Asalkan stoknya lebih dari 3 juta ton," tutur Anton menambahkan.
Sementara itu, Perum Badan Urusan Logistik (Bulog) sendiri, seperti dikatakan Direktur
Umum Perum Bulog Mustafa Abubakar, belum berencana untuk melakukan ekspor beras
dan memfokuskan untuk pemenuhan kebutuhan beras dalam negeri. Pihaknya akan tetap
mengamankan stok beras nasional karena perkembangan iklim saat ini belum menentu.
"Kalau ekspor beras belum kita lakukan, kita utamakan dulu kebutuhan dalam negeri,
walaupun Bulog diizinkan untuk ekspor. Kita masih mencermati perkembangan iklim ke
depan karena kita belum tahu, meski terdapat kemajuan, kita harus tetap hati-hati,"
ungkapnya memaparkan.
Ia menambahkan, saat ini stok beras nasional rata-rata harus mencapai 1,25 juta ton dan
tidak boleh kurang dari jumlah itu. Pada akhir tahun lalu stok beras mencapai 1,6 juta ton
sehingga saat ini persediaan beras masih aman hingga tiga sampai empat bulan yang akan
datang.
Mustafa menyatakan, bila ada rencana untuk melakukan ekspor beras, setidaknya ada dua
hal yang harus dipenuhi yang pertama stok beras di Bulog harus mencapai tiga juta ton dan
yang kedua neraca beras bulanan nasional harus surplus. "Setiap bulan kebutuhan rakyat
mencapai 2,6 juta ton," ucapnya menjelaskan. (A-34/dtc)***

Berkhas

11

Volume VI April 2008

Suara Pembaruan

Rabu, 02 April 2008

Ja go I m por M a u Ek spor Be r a s
Negara kita sudah lama menjadi jagoan impor berbagai komoditas pangan, termasuk beras.
Rakyat tampak adem ayem loh jinawi, walaupun itu hanya nina bobok karena beras harus
diimpor dan disubsidi. Kondisi nyaman itu sebenarnya bagaikan bom waktu. Selain
kebutuhan semakin meningkat karena jumlah penduduk yang terus bertambah, harga di
pasaran internasional juga cenderung terus naik.
Mengimpor memang cara termudah. Selama ada uang, kita bisa membeli. Namun, menjadi
sangat berbahaya jika barangnya tidak ada. Di dalam negeri, pejabat Departemen Pertanian
selalu gembar-gembor produksi beras surplus, padahal lahan persawahan terus berkurang,
pupuk langka, bencana mengakibatkan gagal panen, produktivitas jeblok, kualitas gabah
anjlok.
Sementara itu, pejabat Departemen Perdagangan dan Perum Bulog selalu menyatakan
produksi beras kurang dan harus impor. Faktanya, setiap tahun kita mengimpor beras. Inilah
contoh paling bodoh yang dilakukan pejabat kita. Bangsa ini dibiarkan bergantung pada
beras sebagai makanan pokok, tapi lambat mengembangkan teknologi, memperluas lahan,
dan memberdayakan petani.
Keasyikan mengimpor membuat negara ini terlena. Harga beras di pasar internasional naik
tinggi. Negara-negara produsen beras, seperti Vietnam, Mesir, India, dan Tiongkok mulai
menahan beras mereka karena kebutuhan di dalam negeri meningkat, sedangkan produksi
tak sesuai prediksi. Mereka menaikkan harga ekspor, bahkan Tiongkok tak mau melepas
berasnya untuk mengamankan stok di dalam negeri.
Kita tentu tidak bisa memaksa mereka melepas stok berasnya. Saat ini, harga beras medium
di pasar internasional sudah mencapai US$ 550 sampai US$ 750 per ton bergantung
kualitasnya, atau rata-rata Rp 5.400 per kilogram. Lalu, mau dijual dengan harga berapa di
dalam negeri? Kalau disubsidi, berarti harus disiapkan anggaran sangat besar karena kita
mengimpor berkisar satu juta ton per tahun.
Itu hanya hitung-hitungan orang awam yang melihat kondisi perberasan kita saat ini. Namun,
jika hal itu menjadi kenyataan, sungguh sebuah ironi dan malapetaka. Sebuah negeri agraris
yang subur ternyata harus terus-menerus mengimpor beras dan sangat bergantung pada
negara lain, baik jumlah maupun harganya. Sementara petani sendiri dibiarkan merana
karena harga gabahnya rendah, tak sesuai dengan biaya yang harus dikeluarkan.
Dalam beberapa hari terakhir, kita dikejutkan munculnya niat mengekspor beras yang
didukung oleh para petinggi negeri ini. Entah tidak memahami, bodoh, sok tahu, atau
memang ada kepentingan bisnis, tiba-tiba saja para petinggi itu meminta Perum Bulog
memanfaatkan peluang harga beras yang tinggi di pasar internasional mengekspor beras
untuk mengeruk untung.
Pemerintah memang akhirnya tidak mengizinkan Perum Bulog mengekspor beras tahun ini.
Alasannya, stok harus mencapai tiga juta ton. Sementara kebutuhan beras untuk rakyat
miskin (raskin) sekitar 2,6 juta ton atau 300.000 ton per bulan. Bayangkan apa yang terjadi
jika kita jadi mengekspor beras dan kemudian juga mengimpor beras karena stok pemerintah
menipis, dan di pasar domestik beras langka diikuti harga yang tinggi.
Rakyat sebenarnya tak perlu teori- teori di awang-awang yang tak tentu arah, pernyataan
surplus atau untung dan rugi. Bagi mereka, yang penting beras tersedia sepanjang waktu
dengan harga terjangkau, karena sebagian dari mereka sudah tak sanggup lagi membeli
beras. Rakyat kecil memang harus disubsidi agar tak terjadi kemarahan besar di seantero
negeri.

Berkhas

12

Volume VI April 2008

Kompas

Kamis, 03 April 2008

ARGEN TI N A

Ak si M ogok Pe t a ni Suda h 2 0 H a r i
Kamis, 3 April 2008 | 00:55 WIB
Buenos Aires, Rabu - Presiden Argentina Cristina Fernandez mengecam aksi mogok para
petani Argentina yang hingga Selasa (1/4) lalu memasuki hari ke-20. Aksi mogok para petani
ini mengingatkan kejadian serupa pada tahun 1976 yang menimbulkan kerusuhan dan
berakhir dengan aksi kudeta militer.
Berbicara di hadapan lebih dari 20.000 pendukungnya yang berkumpul di luar istana
kepresidenan di Buenos Aires, Fernandez mendesak para petani mengakhiri aksi mogok dan
tindakan memblokade ratusan jalan raya di negara Amerika Latin itu. Para petani ini mogok
menolak kenaikan pajak ekspor, termasuk ekspor produk pertanian.
”Apakah bagus jalan raya diblokade sehingga membuat pangan tak bisa dipasok ke pasar?”
ujar Fernandez dalam nada marah. Ia menambahkan, taktik menekan seperti itu tidak bisa
efektif di era demokrasi.
Aksi mogok para petani Argentina sudah memasuki hari ke-20 pada Selasa lalu. Mereka
memblokade 300 jalan raya dan sudah berlangsung berminggu-minggu menghambat
pasokan produk pertanian ke kota-kota.
Rak-rak di pasar serba ada kosong dan menghambat ekspor produk-produk kunci. Aksi ini
menimbulkan krisis terbesar bagi Fernandez sejak dia berkuasa pada Desember 2007 lalu.
Aksi mogok petani, terutama petani kecil, Argentina ini sebagai ungkapan penolakan dekrit
presiden 11 Maret lalu yang menaikkan pajak ekspor kedelai dari 35 persen menjadi 45
persen. Fernandez juga menerapkan pungutan baru bagi produk pertanian ekspor lainnya
untuk menekan inflasi.
Fernandez menegaskan, para petani telah menyebabkan ”kelangkaan pangan” seperti pada
tahun 1976 yang membawa tragedi terburuk pada Argentina. Kondisi ini mengundang aksi
kudeta dan pemerintahan diktator militer selama tujuh tahun.
Perempuan presiden ini menuduh petani melakukan kampanye melalui media lokal guna
meraih dukungan dari seluruh Argentina. ”Saya tak pernah melihat serangan yang begitu
hebat kepada pemerintahan dalam periode yang pendek, penuh penghinaan,” ujar
Fernandez.
Pidato Fernandez di depan 20.000 pendukungnya ini menandai perseteruan sengit
pemerintah dan petani. Penegasan ini sehari setelah pemerintahan Fernandez menawarkan
konsesi yang menguntungkan kepada sedikitnya 62.000 petani kecil, termasuk subsidi
transportasi, kredit bagi petani susu, dan keringanan pajak bagi petani kedelai berskala kecil.
Kelompok petani mengatakan, mereka belum segera mengeluarkan pernyataan menanggapi
Fernandez. Mereka baru membuat pernyataan pada Rabu waktu setempat, tanggal akan
diputuskan apakah akan terus mogok.
Alfredo De Angelis, pemimpin aksi mogok yang berhaluan keras, mengecam tuduhan
presiden bahwa petani bersekutu dengan militer dalam aksi mogok tahun 1976 yang berakhir
dengan aksi kudeta sebulan kemudian. ”Kami bukan sebuah komplotan kudeta,” ujarnya dari
lokasi memblokade jalan raya di timur laut ibu kota Buenos Aires.
Hari Selasa, Menteri Dalam Negeri Argentina Florencio Randazzo mengingatkan bahwa
pemerintah kian khawatir dengan aksi protes ini. ”Tidak ada alasan bagi masyarakat di
pedesaan untuk terus mogok,” ujarnya.

Berkhas

13

Volume VI April 2008

Kompas

Kamis, 03 April 2008

Namun, para pelaku pemogokan mengatakan, mereka tak akan membiarkan kelangkaan
produk berlanjut. Mereka selalu membiarkan mobil, bus, dan truk yang membawa produk
nonpertanian lewat. (Reuters/AFP/ppg)

Berkhas

14

Volume VI April 2008

Kompas

Kamis, 03 April 2008

Ke t a ha na n Pa nga n

H a r ga Be r a s Tinggi Ja di Bom W a k t u
Kamis, 3 April 2008 | 01:47 WIB
Jakarta, Kompas - Tingginya harga beras pada musim panen raya kali ini akan menjadi bom
waktu bagi stabilitas sosial, ekonomi, dan politik bangsa. Karena itu, pemerintah harus
menyiapkan langkah antisipasi.
Demikian rangkuman pendapat yang disampaikan Ketua Umum Perhimpunan Ekonomi
Pertanian Indonesia (Perhepi) Rudi Wibowo, pengamat masalah pertanian dari Universitas
Gadjah Mada M Maksum, dan guru besar Fakultas Pertanian Universitas Satya Wacana
Sony Heru Priyanto, Rabu (2/4) di Jember, Yogyakarta, dan Salatiga.
”Prioritas yang seharusnya dilakukan pemerintah adalah membuka luas kesempatan kerja
dan meningkatkan daya beli masyarakat,” kata Rudi.
Selama ini pemerintah salah mengambil kebijakan guna mencari solusi terhadap ancaman
kenaikan harga pangan dengan memberikan berbagai subsidi.
Maksum mengatakan, tingginya harga beras saat ini amat dipengaruhi kenaikan harga beras
dunia. ”Ini sebuah konsekuensi logis dari open market,” katanya.
Masalah serius negara ini karena gagal memberantas kemiskinan sehingga daya beli
masyarakat sangat rendah. ”Kita telah terjebak dengan prinsip yang dibangun negara, yakni
romantisisme beras murah. Pemerintah memberantas kemiskinan dengan memurahmurahkan harga beras,” kata Maksum.
”Orientasi negara soal pangan selama ini salah arah, bukan meningkatkan daya beli orang
miskin, tapi memaksa harga pangan murah agar terjangkau,” katanya.
Menurut Rudi, peningkatan daya beli bisa dilakukan dengan menggenjot pembangunan
infrastruktur publik di pedesaan dengan melibatkan sebanyak mungkin orang untuk bekerja.
Cara ini akan efektif mendongkrak pendapatan masyarakat dari pada memberikan subsidi.
Dengan harga beras kualitas medium di tingkat grosir yang saat ini Rp 4.300 per kg, harga di
tingkat konsumen bisa mencapai Rp 4.600 per kg.
Mengacu asumsi bahwa disparitas harga beras saat panen raya dan musim paceklik Rp
1.300-Rp 1.600 per kg, harga beras pada musim paceklik 2008/2009 di tingkat konsumen
bisa di atas Rp 6.000.
Sementara itu, Deputi Menteri Koordinator Perekonomian Bidang Pertanian dan Kelautan
Bayu Krisnamurthi mengatakan, pemerintah terus mengkaji kemungkinan naiknya harga
pembelian pemerintah untuk gabah dan beras. ”Belum ada keputusan final,” katanya.
Zonasi perdagangan
Sony Heru Priyanto mengatakan, Indonesia mulai mengalami kegagalan pasar beras yang
ditandai dengan tingginya disparitas harga antara gabah dan beras maupun asimetri
informasi antara petani dan pedagang.
Menurut Sony, pemerintah melalui Bulog harus bisa memainkan peranan dengan membuat
zonasi perdagangan beras sehingga bisa menekan biaya transaksi dan transportasi.
Dalam kunjungan di beberapa sentra beras di Jateng, Sony menemukan selisih harga yang
sangat jauh. Gabah kering panen dari petani ada yang dijual seharga Rp 1.400, padahal
harga beras di pasaran bisa menembus Rp 5.000 per kilogram.

Berkhas

15

Volume VI April 2008

Kompas

Kamis, 03 April 2008

Selisih harga yang bisa berkali lipat ini, kata Sony, bukan disebabkan biaya produksi, tetapi
didominasi oleh biaya distribusi. Beras dari Jawa Tengah bisa berpindah beberapa kali ke
Jawa Timur, bahkan hingga Kalimantan. Begitu pula beras dari Jatim bisa berpindah lokasi
beberapa kali. Ini membuat biaya transportasi menjadi lebih tinggi, ditambah lagi setiap kali
transaksi ada pertambahan harga karena setiap pedagang ambil untung.
”Ini tidak efisien karena perputaran beras bisa sampai tiga kali. Bulog bisa memainkan
peranan dengan membuat zonasi perdagangan di sentra-sentra pertanian. Beras dari satu
sentra didistribusikan ke wilayah yang minus beras yang berada di dekatnya,” kata Sony.
Dinikmati pedagang
Harga beras yang cukup tinggi pada musim panen raya saat ini lebih banyak dinikmati
pedagang grosir. Sebaliknya, harga gabah di tingkat petani justru melemah, seperti lazim
terjadi ketika memasuki musim panen raya.
Data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan, harga rata-rata semua kualitas gabah di
tingkat petani turun. Harga gabah kering giling (GKG) pada Maret 2008 turun sebesar 6,28
persen dibandingkan Februari 2008. Harga rata-rata GKG di tingkat petani sebesar Rp 2.624
per kg, sedangkan di tingkat penggilingan sebesar Rp 2.713 per kg.
Untuk kualitas gabah kering panen (GKP) pada Maret 2008, penurunan harga terjadi sebesar
15,31 persen dibandingkan harga Februari 2007.
Harga rata-rata GKP di tingkat petani sebesar Rp 2.149 per kg, sementara harga GKP di
tingkat penggilingan Rp 2.202 per kg. Harga rata-rata kualitas GKG dan GKP selama Maret
lalu ini masih di atas harga pembelian pemerintah sebesar Rp 2.575 per kg untuk GKG dan
Rp 2.035 per kg untuk GKP di penggilingan.
Namun, pengamatan BPS menunjukkan, transaksi harga gabah di tingkat penggilingan yang
berada di bawah harga pembelian pemerintah naik tajam pada Maret 2008 karena pengaruh
musim panen raya. (MDN/EGI/ITA/GAL/MAS/DAY)

Berkhas

16

Volume VI April 2008

Kompas

Kamis, 03 April 2008

Pe t a ni Sim pa n Ga ba h
D i Ja w a Ba r a t H a r ga Ga ba h Sa a t Pa ne n Ra ya Re la t if Te t a p
Kamis, 3 April 2008 | 01:19 WIB
Jantho, Kompas - Harga jual gabah kering panen yang semakin turun membuat petani
enggan melepas gabah ke pasaran. Harga jual saat ini tidak cukup untuk modal musim
tanam yang akan datang. Petani di Nanggroe Aceh Darussalam memilih menyimpan hasil
panen dan menunggu hingga harga jual gabah membaik.
Beberapa petani yang ditemui di Desa Lampuja, Keca