Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Pelaksanaan Pengembangan Diri Siswa Sekolah Dasar di Wilayah Dabin I Kecamatan Pakis Kabupaten Magelang T2 942009046 BAB I
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Masalah pendidikan merupakan masalah yang
menarik untuk dibicarakan. Hal ini disebabkan
karena masalah pendidikan memuat hal mendasar
menyangkut semua aspek kehidupan. Perubahan
global, perkembangan ilmu dan teknologi, relevansi
pendidikan,
pemerataan
pendidikan
dan
peningkatan mutu dalam menghadapi persaingan
bebas dewasa ini semakin cepat. Dalam upaya
mempersiapkan sumber daya manusia (SDM) yang
tangguh, berkualitas dan mampu bersaing dengan
bangsa lain, pembinaan dan peningkatan mutu
pendidikan harus dimulai sejak usia dini di Taman
Kanak-kanak
(TK)
dan
Sekolah
Dasar
(SD).
Pendidikan anak usia dini di jalur formal di TK dan
SD memiliki peran fundamental. Pada jenjang ini
potensi dasar perilaku sosial, tumbuhnya sifat
mandiri, disiplin dan rasa cinta pada pendidikan
dapat dikembangkan. Undang-undang Nomor 20
tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional
mengamanatkan bahwa setiap warga negara yang
berusia
7
sampai
15
tahun
wajib
mengikuti
Pendidikan Dasar.
Dalam
rangka
meningkatkan
mutu
pendidikan Indonesia, pemerintah terus berupaya
melakukan
berbagai
reformasi
dalam
bidang
1
pendidikan, antaranya adalah dengan ditetapkannya
Peraturan Mendiknas No. 22 tentang Standar Isi
untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah dan
Peraturan
Mendiknas
No.
23
tentang
Standar
Kompetensi Lulusan untuk Satuan Pendidikan Dasar
dan
Menengah.
Untuk
mengatur
pelaksanaan
peraturan tersebut pemerintah mengeluarkan pula
Peraturan Mendiknas No 24 tahun 2006. Dari ketiga
peraturan tersebut memuat beberapa hal penting
diantaranya bahwa satuan pendidikan dasar dan
menengah
mengembangkan
dan
menetapkan
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan Dasar dan
Menengah, yang kemudian dipopulerkan dengan
istilah KTSP. Di dalam KTSP, struktur kurikulum
mencakup tiga komponen yaitu: (1) Mata Pelajaran;
(2) Muatan Lokal dan (3) Pengembangan Diri.
Komponen pertama dalam struktur kurikulum
SD/MI
meliputi
substansi
pembelajaran
yang
ditempuh dalam satu jenjang pendidikan selama
enam tahun mulai Kelas I sampai dengan Kelas VI
yang
disusun
berdasarkan
standar
kompetensi
lulusan dan standar kompetensi mata pelajaran
yang memuat 8 mata pelajaran. Delapan mata
pelajaran tersebut ialah Pendidikan Agama, PKn,
Bahasa Indonesia, Matematika, IPA, IPS, SBK,
Pendidikan Jasmani dan Kesehatan.
Komponen
kedua
adalah
Muatan
Lokal.
Muatan Lokal merupakan kegiatan kurikuler untuk
mengembangkan
kompetensi
yang
disesuaikan
2
dengan ciri khas dan potensi daerah, termasuk
keunggulan daerah, yang materinya tidak dapat
dikelompokkan ke dalam mata pelajaran yang ada.
Substansi muatan lokal ditentukan oleh satuan
pendidikan. Beberapa contoh muatan lokal adalah
Bahasa
Jawa,
Bahasa
Sunda,
Pertanian,
Menganyam Bambu, Baca Tulis Al-Quran, Baca
Tulis
Al-Kitab,
Pendidikan
Lingkungan
Hidup,
Bahasa Inggris dan lain sebagainya.
Komponen ketiga yaitu Pengembangan Diri.
Menurut buku “Model dan Contoh Pengembangan
Diri
Sekolah
Dasar”
terbitan
Puskur
Balitbang
Depdiknas, 2007, pengertian Pengembangan Diri
adalah kegiatan pendidikan di luar mata pelajaran
sebagai bagian integral dari kurikulum sekolah/
madrasah. Kegiatan Pengembangan Diri merupakan
upaya pembentukan watak dan kepribadian peserta
didik yang dilakukan melalui kegiatan pelayanan
konseling berkenaan dengan masalah pribadi dan
kehidupan
sosial,
kegiatan
belajar,
dan
pengembangan karir, serta kegiatan ekstrakurikuler
yang
dipilih
sesuai
dengan
kebutuhan
dan
kemampuan sekolah. Untuk satuan pendidikan
khusus,
pelayanan
peningkatan
kebutuhan
konseling
kecakapan
khusus
Pengembangan
Diri
hidup
peserta
yang
menekankan
sesuai
didik.
berupa
dengan
Kegiatan
pelayanan
konseling difasilitasi/dilaksanakan oleh konselor,
dan kegiatan ekstra kurikuler dapat dibina oleh
3
konselor, guru dan atau tenaga kependidikan lain
sesuai dengan kemampuan dan kewenangannya.
Pengembangan Diri yang dilakukan dalam bentuk
kegiatan pelayanan konseling dan kegiatan ekstra
kurikuler dapat mengembangkan kompetensi dan
kebiasaan dalam kehidupan sehari-hari peserta
didik.
Adapun bentuk-bentuk pelaksanaan kegiatan
Pengembangan Diri meliputi kegiatan terprogram
dan tidak terprogram. Kegiatan Pengembangan Diri
terprogram dilakukan perencanaan khusus dalam
kurun waktu tertentu untuk memenuhi kebutuhan
peserta didik secara individual, kelompok, dan atau
klasikal
melalui
penyelenggaraan
layanan
dan
kegiatan pendukung konseling dan kegiatan ekstra
kurikuler. Kegiatan Pengembangan Diri secara tidak
terprogram tidak dilaksanakan tersendiri melalui
kegiatan layanan konseling dan ekstrakurikuler,
tetapi
bisa
merupakan
program
sekolah
dan
dilaksanakan sebagai bentuk kegiatan pembiasaan
yang dapat dilaksanakan sebagai berikut:
a. Rutin, yaitu kegiatan yang dilakukan terjadwal,
seperti: upacara bendera, senam, ibadah khusus
keagamaan bersama, keberaturan, pemeliharaan
kebersihan dan kesehatan diri.
b. Spontan, adalah kegiatan tidak terjadwal dalam
kejadian khusus seperti: pembentukan perilaku
memberi
salam,
membuang
sampah
pada
tempatnya, antri, mengatasi silang pendapat.
4
c. Keteladanan,
adalah
kegiatan
dalam
bentuk
perilaku sehari-hari seperti: berpakaian rapi,
berbahasa yang baik, rajin membaca, memuji
kebaikan dan atau keberhasilan orang lain,
datang tepat waktu.
Berdasarkan
pengamatan
peneliti
selama
beberapa waktu menunjukkan hanya komponen
pertama dan komponen kedua dalam struktur
kurikulum
telah
dijalankan
dengan
baik
oleh
sekolah-sekolah dasar di wilayah Dabin I Kecamatan
Pakis Kabupaten Magelang. Untuk komponen ketiga
yaitu Pengembangan Diri, masih belum berjalan
baik. Hal ini didukung oleh hasil penelitian Yeni Ari
Puspitaningsih
dan Mochamad Nursalim (2008)
tentang salah satu kegiatan Pengembangan Diri
berupa layanan konseling berjudul ”Pelaksanaan
Program Layanan Bimbingan dan Konseling di SD
Muhammadiyah
se-Surabaya”.
Hasil
penelitian
menyatakan bahwa selama tahun ajaran 2008-2009,
SD Muhammadiyah se-Surabaya pada dasarnya
menggunakan bimbingan dan konseling pola 17 plus
yang terdiri dari: enam bidang bimbingan, sembilan
kegiatan layanan, dan lima kegiatan pendukung
namun
dimodifikasi
sedemikian
rupa
sesuai
kebutuhan anak didik. Pelaksanaan layanan BK di
SD Muhammadiyah se-Surabaya ini pada beberapa
sekolah mengalami kendala yaitu latar belakang
pendidikan guru BK bukan dari sarjana ke-BK-an
melainkan dari sarjana psikologi murni dan jurusan
5
lainnya. Tidak adanya jam khusus untuk konselor
memberikan materi di kelas, dialami oleh hampir di
semua sekolah kecuali di SD Muhammadiyah 4 yang
menerapkan jam tatap muka hanya satu bulan
sekali untuk satu jam pelajaran. Perbedaan dalam
ketersediaan sarana dan prasarana serta personel
yang
berkompeten
dibidangnya.
Karakteristik
sekolah mempengaruhi dalam pembuatan program
dan pelaksanaan program layanan BK. Hasil atau
output yang didapatkan juga tidak sama dalam tiap
sekolah. Karakteristik siswa di sekolah masingmasing juga mempengaruhi hasil yang didapatkan.
Hasil penelitian lain oleh Hermansyah (2004)
tentang
Pengembangan
Diri
berjudul
”Strategi
Pendidikan Moral Melalui Kegiatan Ekstrakurikuler
dalam Pembentukan Perilaku Santun pada Diri Siswa
(Studi Kasus di SDN I Karangpawulang Kabupaten
Bandung)” menyebutkan bahwa dalam pembelajaran
ekstrakurikuler SDN I Karangpawulang dihadapkan
pada empat keterbatasan, yaitu (1) terbatasnya
ruangan
dan
fasilitas
lainnya,
(2)
terbatasnya
jumlah pembina kegiatan ekstrakurikuler, (3) masih
terbatasnya
kemampuan
guru
pembina
dalam
merumuskan program kerja ekstrakurikuler secara
sistematis; dan (4) masih terbatasnya anggaran
biaya kebutuhan operasional ekstrakurikuler.
Berdasarkan uraian di atas, peneliti akan
mengungkap tentang Pelaksanaan Pengembangan
Diri Siswa Sekolah Dasar di Wilayah Dabin I
6
Kecamatan Pakis Kabupaten Magelang. Penelitian
ini juga akan mengungkap kendala-kendala dalam
pelaksanaan Program Pengembangan Diri tersebut.
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian tersebut di atas, maka
dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut:
1. Bagaimanakah pemahaman guru dan kepala
sekolah
serta
terhadap
kebijakan
program
pemerintah
Pengembangan
daerah
Diri
siswa
sekolah dasar di wilayah Dabin I Kecamatan
Pakis Kabupaten Magelang?
2. Bagaimanakah
Pengembangan
pelaksanaan
Diri
siswa
program
sekolah
dasar
di
wilayah Dabin I Kecamatan Pakis Kabupaten
Magelang?
3. Apakah yang menjadi kendala-kendala dalam
pelaksanaan Pengembangan Diri siswa sekolah
dasar di wilayah Dabin I Kecamatan Pakis
Kabupaten Magelang?”
C. Tujuan Penelitian
Tujuan
dari
penelitian
ini
adalah
untuk
mengetahui pemahaman guru dan kepala sekolah
serta
kebijakan
pelaksanaan
sekolah
pemerintah
program
dasar
di
daerah
Pengembangan
wilayah
Dabin
I
terhadap
Diri
di
Kecamatan
Pakis Kabupaten Magelang dan kendala-kendala
pelaksanaannya.
7
D. Manfaat Penelitian
Manfaat dari hasil penelitian ini dapat dilihat
dari dua hal yaitu secara teoritis dan secara praktis.
Manfaat
teoritis sebagai sumbangan
khususnya
bagi
manajemen
pengembangan
pendidikan
pelaksanaan
yang
kurikulum.
pemikiran,
ilmutentang
berkaitan
Manfaat
dengan
praktis
dapat
diambil oleh pihak-pihak sebagai berikut:
1. Bagi
para
guru,
sebagai
landasan
untuk
menentukan langkah penyempurnaan diri dalam
rangka
membantu
kepala
sekolah
mengelola
pendidikan dasar.
2. Bagi para kepala sekolah, sebagai pedoman
untuk
menerapkan
program
cara
Pengembangan
pengorganisasian
Diri
yang
akan
dipergunakan di unit kerjanya dalam rangka
mengoptimalkan
fungsi,
peran,
tugas
dan
tanggung jawab para guru.
3. Bagi
para penentu kebijakan (Kepala Dinas
Pendidikan, Kepala Bidang Pendidikan TK-SD,
Kepala UPT Disdikpora di kecamatan) dapat
dipergunakan sebagai acuan untuk peningkatan
mutu pendidikan dasar.
8
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Masalah pendidikan merupakan masalah yang
menarik untuk dibicarakan. Hal ini disebabkan
karena masalah pendidikan memuat hal mendasar
menyangkut semua aspek kehidupan. Perubahan
global, perkembangan ilmu dan teknologi, relevansi
pendidikan,
pemerataan
pendidikan
dan
peningkatan mutu dalam menghadapi persaingan
bebas dewasa ini semakin cepat. Dalam upaya
mempersiapkan sumber daya manusia (SDM) yang
tangguh, berkualitas dan mampu bersaing dengan
bangsa lain, pembinaan dan peningkatan mutu
pendidikan harus dimulai sejak usia dini di Taman
Kanak-kanak
(TK)
dan
Sekolah
Dasar
(SD).
Pendidikan anak usia dini di jalur formal di TK dan
SD memiliki peran fundamental. Pada jenjang ini
potensi dasar perilaku sosial, tumbuhnya sifat
mandiri, disiplin dan rasa cinta pada pendidikan
dapat dikembangkan. Undang-undang Nomor 20
tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional
mengamanatkan bahwa setiap warga negara yang
berusia
7
sampai
15
tahun
wajib
mengikuti
Pendidikan Dasar.
Dalam
rangka
meningkatkan
mutu
pendidikan Indonesia, pemerintah terus berupaya
melakukan
berbagai
reformasi
dalam
bidang
1
pendidikan, antaranya adalah dengan ditetapkannya
Peraturan Mendiknas No. 22 tentang Standar Isi
untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah dan
Peraturan
Mendiknas
No.
23
tentang
Standar
Kompetensi Lulusan untuk Satuan Pendidikan Dasar
dan
Menengah.
Untuk
mengatur
pelaksanaan
peraturan tersebut pemerintah mengeluarkan pula
Peraturan Mendiknas No 24 tahun 2006. Dari ketiga
peraturan tersebut memuat beberapa hal penting
diantaranya bahwa satuan pendidikan dasar dan
menengah
mengembangkan
dan
menetapkan
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan Dasar dan
Menengah, yang kemudian dipopulerkan dengan
istilah KTSP. Di dalam KTSP, struktur kurikulum
mencakup tiga komponen yaitu: (1) Mata Pelajaran;
(2) Muatan Lokal dan (3) Pengembangan Diri.
Komponen pertama dalam struktur kurikulum
SD/MI
meliputi
substansi
pembelajaran
yang
ditempuh dalam satu jenjang pendidikan selama
enam tahun mulai Kelas I sampai dengan Kelas VI
yang
disusun
berdasarkan
standar
kompetensi
lulusan dan standar kompetensi mata pelajaran
yang memuat 8 mata pelajaran. Delapan mata
pelajaran tersebut ialah Pendidikan Agama, PKn,
Bahasa Indonesia, Matematika, IPA, IPS, SBK,
Pendidikan Jasmani dan Kesehatan.
Komponen
kedua
adalah
Muatan
Lokal.
Muatan Lokal merupakan kegiatan kurikuler untuk
mengembangkan
kompetensi
yang
disesuaikan
2
dengan ciri khas dan potensi daerah, termasuk
keunggulan daerah, yang materinya tidak dapat
dikelompokkan ke dalam mata pelajaran yang ada.
Substansi muatan lokal ditentukan oleh satuan
pendidikan. Beberapa contoh muatan lokal adalah
Bahasa
Jawa,
Bahasa
Sunda,
Pertanian,
Menganyam Bambu, Baca Tulis Al-Quran, Baca
Tulis
Al-Kitab,
Pendidikan
Lingkungan
Hidup,
Bahasa Inggris dan lain sebagainya.
Komponen ketiga yaitu Pengembangan Diri.
Menurut buku “Model dan Contoh Pengembangan
Diri
Sekolah
Dasar”
terbitan
Puskur
Balitbang
Depdiknas, 2007, pengertian Pengembangan Diri
adalah kegiatan pendidikan di luar mata pelajaran
sebagai bagian integral dari kurikulum sekolah/
madrasah. Kegiatan Pengembangan Diri merupakan
upaya pembentukan watak dan kepribadian peserta
didik yang dilakukan melalui kegiatan pelayanan
konseling berkenaan dengan masalah pribadi dan
kehidupan
sosial,
kegiatan
belajar,
dan
pengembangan karir, serta kegiatan ekstrakurikuler
yang
dipilih
sesuai
dengan
kebutuhan
dan
kemampuan sekolah. Untuk satuan pendidikan
khusus,
pelayanan
peningkatan
kebutuhan
konseling
kecakapan
khusus
Pengembangan
Diri
hidup
peserta
yang
menekankan
sesuai
didik.
berupa
dengan
Kegiatan
pelayanan
konseling difasilitasi/dilaksanakan oleh konselor,
dan kegiatan ekstra kurikuler dapat dibina oleh
3
konselor, guru dan atau tenaga kependidikan lain
sesuai dengan kemampuan dan kewenangannya.
Pengembangan Diri yang dilakukan dalam bentuk
kegiatan pelayanan konseling dan kegiatan ekstra
kurikuler dapat mengembangkan kompetensi dan
kebiasaan dalam kehidupan sehari-hari peserta
didik.
Adapun bentuk-bentuk pelaksanaan kegiatan
Pengembangan Diri meliputi kegiatan terprogram
dan tidak terprogram. Kegiatan Pengembangan Diri
terprogram dilakukan perencanaan khusus dalam
kurun waktu tertentu untuk memenuhi kebutuhan
peserta didik secara individual, kelompok, dan atau
klasikal
melalui
penyelenggaraan
layanan
dan
kegiatan pendukung konseling dan kegiatan ekstra
kurikuler. Kegiatan Pengembangan Diri secara tidak
terprogram tidak dilaksanakan tersendiri melalui
kegiatan layanan konseling dan ekstrakurikuler,
tetapi
bisa
merupakan
program
sekolah
dan
dilaksanakan sebagai bentuk kegiatan pembiasaan
yang dapat dilaksanakan sebagai berikut:
a. Rutin, yaitu kegiatan yang dilakukan terjadwal,
seperti: upacara bendera, senam, ibadah khusus
keagamaan bersama, keberaturan, pemeliharaan
kebersihan dan kesehatan diri.
b. Spontan, adalah kegiatan tidak terjadwal dalam
kejadian khusus seperti: pembentukan perilaku
memberi
salam,
membuang
sampah
pada
tempatnya, antri, mengatasi silang pendapat.
4
c. Keteladanan,
adalah
kegiatan
dalam
bentuk
perilaku sehari-hari seperti: berpakaian rapi,
berbahasa yang baik, rajin membaca, memuji
kebaikan dan atau keberhasilan orang lain,
datang tepat waktu.
Berdasarkan
pengamatan
peneliti
selama
beberapa waktu menunjukkan hanya komponen
pertama dan komponen kedua dalam struktur
kurikulum
telah
dijalankan
dengan
baik
oleh
sekolah-sekolah dasar di wilayah Dabin I Kecamatan
Pakis Kabupaten Magelang. Untuk komponen ketiga
yaitu Pengembangan Diri, masih belum berjalan
baik. Hal ini didukung oleh hasil penelitian Yeni Ari
Puspitaningsih
dan Mochamad Nursalim (2008)
tentang salah satu kegiatan Pengembangan Diri
berupa layanan konseling berjudul ”Pelaksanaan
Program Layanan Bimbingan dan Konseling di SD
Muhammadiyah
se-Surabaya”.
Hasil
penelitian
menyatakan bahwa selama tahun ajaran 2008-2009,
SD Muhammadiyah se-Surabaya pada dasarnya
menggunakan bimbingan dan konseling pola 17 plus
yang terdiri dari: enam bidang bimbingan, sembilan
kegiatan layanan, dan lima kegiatan pendukung
namun
dimodifikasi
sedemikian
rupa
sesuai
kebutuhan anak didik. Pelaksanaan layanan BK di
SD Muhammadiyah se-Surabaya ini pada beberapa
sekolah mengalami kendala yaitu latar belakang
pendidikan guru BK bukan dari sarjana ke-BK-an
melainkan dari sarjana psikologi murni dan jurusan
5
lainnya. Tidak adanya jam khusus untuk konselor
memberikan materi di kelas, dialami oleh hampir di
semua sekolah kecuali di SD Muhammadiyah 4 yang
menerapkan jam tatap muka hanya satu bulan
sekali untuk satu jam pelajaran. Perbedaan dalam
ketersediaan sarana dan prasarana serta personel
yang
berkompeten
dibidangnya.
Karakteristik
sekolah mempengaruhi dalam pembuatan program
dan pelaksanaan program layanan BK. Hasil atau
output yang didapatkan juga tidak sama dalam tiap
sekolah. Karakteristik siswa di sekolah masingmasing juga mempengaruhi hasil yang didapatkan.
Hasil penelitian lain oleh Hermansyah (2004)
tentang
Pengembangan
Diri
berjudul
”Strategi
Pendidikan Moral Melalui Kegiatan Ekstrakurikuler
dalam Pembentukan Perilaku Santun pada Diri Siswa
(Studi Kasus di SDN I Karangpawulang Kabupaten
Bandung)” menyebutkan bahwa dalam pembelajaran
ekstrakurikuler SDN I Karangpawulang dihadapkan
pada empat keterbatasan, yaitu (1) terbatasnya
ruangan
dan
fasilitas
lainnya,
(2)
terbatasnya
jumlah pembina kegiatan ekstrakurikuler, (3) masih
terbatasnya
kemampuan
guru
pembina
dalam
merumuskan program kerja ekstrakurikuler secara
sistematis; dan (4) masih terbatasnya anggaran
biaya kebutuhan operasional ekstrakurikuler.
Berdasarkan uraian di atas, peneliti akan
mengungkap tentang Pelaksanaan Pengembangan
Diri Siswa Sekolah Dasar di Wilayah Dabin I
6
Kecamatan Pakis Kabupaten Magelang. Penelitian
ini juga akan mengungkap kendala-kendala dalam
pelaksanaan Program Pengembangan Diri tersebut.
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian tersebut di atas, maka
dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut:
1. Bagaimanakah pemahaman guru dan kepala
sekolah
serta
terhadap
kebijakan
program
pemerintah
Pengembangan
daerah
Diri
siswa
sekolah dasar di wilayah Dabin I Kecamatan
Pakis Kabupaten Magelang?
2. Bagaimanakah
Pengembangan
pelaksanaan
Diri
siswa
program
sekolah
dasar
di
wilayah Dabin I Kecamatan Pakis Kabupaten
Magelang?
3. Apakah yang menjadi kendala-kendala dalam
pelaksanaan Pengembangan Diri siswa sekolah
dasar di wilayah Dabin I Kecamatan Pakis
Kabupaten Magelang?”
C. Tujuan Penelitian
Tujuan
dari
penelitian
ini
adalah
untuk
mengetahui pemahaman guru dan kepala sekolah
serta
kebijakan
pelaksanaan
sekolah
pemerintah
program
dasar
di
daerah
Pengembangan
wilayah
Dabin
I
terhadap
Diri
di
Kecamatan
Pakis Kabupaten Magelang dan kendala-kendala
pelaksanaannya.
7
D. Manfaat Penelitian
Manfaat dari hasil penelitian ini dapat dilihat
dari dua hal yaitu secara teoritis dan secara praktis.
Manfaat
teoritis sebagai sumbangan
khususnya
bagi
manajemen
pengembangan
pendidikan
pelaksanaan
yang
kurikulum.
pemikiran,
ilmutentang
berkaitan
Manfaat
dengan
praktis
dapat
diambil oleh pihak-pihak sebagai berikut:
1. Bagi
para
guru,
sebagai
landasan
untuk
menentukan langkah penyempurnaan diri dalam
rangka
membantu
kepala
sekolah
mengelola
pendidikan dasar.
2. Bagi para kepala sekolah, sebagai pedoman
untuk
menerapkan
program
cara
Pengembangan
pengorganisasian
Diri
yang
akan
dipergunakan di unit kerjanya dalam rangka
mengoptimalkan
fungsi,
peran,
tugas
dan
tanggung jawab para guru.
3. Bagi
para penentu kebijakan (Kepala Dinas
Pendidikan, Kepala Bidang Pendidikan TK-SD,
Kepala UPT Disdikpora di kecamatan) dapat
dipergunakan sebagai acuan untuk peningkatan
mutu pendidikan dasar.
8