Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Pelaksanaan Pengembangan Diri Siswa Sekolah Dasar di Wilayah Dabin I Kecamatan Pakis Kabupaten Magelang T2 942009046 BAB IV

(1)

47

BAB IV

PELAKSANAAN DAN HASIL PENELITIAN A. Deskripsi Tempat dan Subjek Penelitian

Penelitian ini melibatkan delapan sekolah dasar di wilayah Dabin I Kecamatan Pakis. Responden dalam penelitian ini 18 orang yang terdiri dari 8 orang kepala sekolah, 8 orang guru, dan 2 orang pengawas TK/SD di wilayah Kecamatan Pakis. Jadi masing-masing kepala sekolah diikutkan sebagai responden, sementara guru diambil masing-masing satu orang dari setiap sekolah dasar berdasarkan pengetahuan terhadap program Pengembangan Diri tersebut atas dasar informasi dari kepala sekolahnya.

Daerah Binaan I (Dabin I) Kecamatan Pakis terdiri dari 9 sekolah dasar yang terbagi dalam 2 gugus sekolah yaitu Gugus Sindoro dan Gugus Sumbing. Anggota Gugus Sindoro adalah SDN Bawang, SDN Rejosari, SDN Daseh, SDN Losari, SDN Wiropati sedangkan anggota Gugus Sumbing terdiri dari SDN Pakis, SDN Banyusidi, SDN Gejayan, dan SDN Krasak. Jumlah total kepala sekolah ada 9 orang dan jumlah total guru ada 85 orang, sedangkan jumlah total siswa ada 1.570 anak. Dari sembilan SD tersebut terdapat satu SD yang tidak dilibatkan dalam penelitian karena jumlah siswanya sangat sedikit pada tahun ajaran 2011/2012.


(2)

48

B. Pelaksanaan Penelitian

Penelitian ini dimulai sejak minggu kedua bulan Januari 2012 dengan melakukan survei awal ke beberapa sekolah. Pengambilan data dimulai sejak minggu kedua Januari 2012 tersebut dan berakhir pada awal bulan Mei 2012. Setelah peneliti menyusun pedoman wawancara, Peneliti melakukan wawancara dengan subjek. Sedangkan untuk pengamatan, dilakukan dengan datang di sekolah-sekolah pada saat jam pelaksanaan kegiatan Pengembangan Diri sesuai jadwal pelajaran pada masing-masing sekolah. Selain itu Peneliti juga melakukan wawancara terhadap beberapa orang siswa untuk mencari informasi tentang pelaksanaan kegiatan Pengembangan Diri di sekolahnya.

Selain melakukan wawancara dan

pengamatan, peneliti juga melakukan studi dokumentasi. Peneliti meminjam dokumen KTSP dari masing-masing sekolah untuk mengetahui apakah Pengembangan Diri sudah dicantumkan di

dalam dokumen KTSP dan bagaimana

pelaksanaannya. Peneliti juga melihat buku catatan prestasi yang diraih siswa pada lomba-lomba yang diadakan baik tingkat kecamatan maupun tingkat di atasnya. Peneliti mencocokkan antara buku catatan prestasi dengan hasil perolehan piala dan piagam. Peneliti juga melihat buku Daftar Kelas milik guru untuk mengetahui himpunan data siswa yang ditulis di sana, seperti identitas diri; potensi dasar:


(3)

49

inteligensi, bakat, minat; identitas keluarga; riwayat kesehatan; nilai hasil belajar; riwayat pendidikan; pekerjaan orang tua/keluarga; catatan prestasti non akademik siswa, catatan perkembangan fisik (berat dan tinggi badan) dan lain-lain. Buku rapor juga menjadi perhatian Peneliti untuk mengetahui bagaimana penilaian Pengembangan Diri siswa ditulis sebagai laporan kepada pihak-pihak yang memerlukan, terutama orang tua siswa.

C. Hasil Penelitian dan Pembahasan

Dalam kegiatan ini Peneliti merangkum hasil wawancara, pengamatan dan studi dokumentasi untuk mengambil data yang diperlukan yaitu

pemahaman subjek tentang pengertian

Pengembangan Diri dan kebijakan pemerintah mengenai Pengembangan Diri, penyususan panduan pelaksanaan Pengembangan Diri, pelaksanaan Pengembangan Diri, dan kendala-kendala dalam pelaksanaannya. Hasil penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Konsepsi tentang Pengembangan Diri di Sekolah

Program Pengembangan Diri dipahami oleh subjek (guru dan kepala sekolah) dalam beberapa versi yang berbeda. Guru dan kepala sekolah masih belum memahami antara konsep Pengembangan Diri dan cara-cara melakukan


(4)

50

Pengembangan Diri. Hanya Pengawas Satuan Pendidikan TK/SD (11%) yang sudah memahami pengertian Pengembangan Diri sesuai yang dimaksud dalam Permendiknas Nomor 22 Tahun 2006 (KTSP). Beberapa pemahaman tersebut tampak pada tabel sebagai berikut:

Tabel 2. Pemahaman Responden terhadap Pengertian Pengembangan Diri

Pengembangan Diri

Sesuai KTSP

Sebagai

Pembia-saan

Sebagai Ekstra-kurikuler

Sebagai Layanan Konseling

f 2 6 10 0

Prosentase 11 33 56 0

Dari tabel di atas dapat diketahui

pemahaman respoden tentang konsep

Pengembangan Diri yaitu:

a. Pengembangan Diri dipahami sebagai kegiatan yang sama dengan pembiasaan (istilah yang digunakan KBK dimana KTSP pembiasaan termasuk dalam kegiatan Pengembangan Diri tidak terprogram). Sebanyak 33% subjek mengatakan Pengembangan Diri sama dengan pembiasaan yang merupakan aktivitas di bawah bimbingan guru yang memungkinkan terbentuknya perilaku siswa yang baik. Aktivitas tersebut diantaranya adalah kebiasaan mengucap salam, cium tangan,


(5)

51

membuang sampah pada tempatnya,

pemeriksaan rambut, gigi dan kuku, menggunakan WC dengan benar, melakukan upacara bendera, senam bersama, berpakaian bersih dan rapi, berbahasa yang baik dan sopan, rajin membaca, dan lain-lain.

b. Pengembangan Diri adalah kegiatan ekstrakurikuler saja. Sebagian besar sebanyak 56% subjek memahami Pengembangan Diri sebagai kegiatan pengembangan bakat dan minat siswa berupa kegiatan Pramuka, seni, dan olah raga prestasi. Subjek dapat menjelaskan sedikit mengapa kegiatan tersebut masuk Pengembangan Diri. Beberapa guru memandang bahwa olah raga masuk dalam Pengembangan Diri karena banyak nilai yang dapat diperoleh dengan kegiatan olah raga prestasi. Misalnya melatih sportivitas, kejujuran, kedisiplinan, kerjasama, dsb. Dalam kegiatan kepramukaan, juga banyak kegiatan yang berkaitan pengembangan kepribadian siswa, misalnya kejujuran, kedisiplinan, toleransi, kerjasama, dsb. Sementara di bidang seni membuat siswa dapat menghargai keindahan, kebudayaan orang lain, dan melatih kedisiplinan juga. c. Tidak ada guru dan kepala sekolah (0%) yang

menyatakan layanan konseling termasuk dalam Pengembangan Diri, akan tetapi mereka


(6)

52

menyatakan bahwa layanan konseling memang merupakan salah satu tugas guru selain mengajar. Menurut mereka, membimbing siswa memang salah satu tugas pendidik (UU Nomor 20 tahun 2003 pasal 39 ayat 2). Subjek kurang menyadari/memahami bahwa salah satu cara Pengembangan Diri siswa adalah dengan kegiatan Layanan Konseling. Konsep layanan konseling seperti dalam buku panduan Pengembangan Diri belum dipahami dengan baik. Menurut hasil wawancara, layanan konseling dipahami sebagian besar subjek secara sempit. Mereka berpendapat bahwa layanan konseling hanya dalam hal memberikan nasehat serta teguran terhadap siswa yang berkelakuan buruk. Kegiatan semacam itulah yang dipahami sebagai kegiatan konseling. Hal ini nampak dari salah satu pernyataan responden sebagai berikut:

“kalau yang namanya bimbingan konseling itu ya kegiatan guru dalam menasehati dan menegur siswa yang melanggar aturan di sekolah saja. Kesalahan siswa di rumah bukanlah tanggung jawab guru di sekolah. Jadi guru hanya bertanggung jawab atas perilaku siswa di sekolah saja”.

Dari pernyataan tersebut nampak sekali pemahaman guru tentang fungsi dan tugas guru sebagai guru bimbingan dan konseling di sekolah


(7)

53

masih sangat terbatas, karena apa yang dilakukan oleh guru baru merupakan salah satu dari layanan konseling. Guru kelas belum mampu melaksanakan kegiatan konseling sebagaimana layaknya konselor seperti yang dimaksud dalam buku Model dan Contoh Pengembangan Diri di Sekolah Dasar (Puskur: 2007), yang meliputi layanan orientasi, layanan informasi, layanan penempatan dan penyaluran, layanan penguasaan konten, konseling perorangan, konseling kelompok, konsultasi, dan layanan mediasi serta kegiatan pendukung berupa aplikasi instrumentasi, himpunan data, konferensi kasus, kunjungan rumah, tampilan kepustakaan, dan alih tangan kasus.

Diantara jenis-jenis layanan konseling tersebut yang sudah dilaksanakan oleh guru adalah kunjungan rumah. Kunjungan rumah itupun hanya dilakukan sesekali ketika ada masalah pada siswa yang dikunjungi. Misalnya siswa tidak masuk beberapa hari tanpa ada ijin, membuat kenakalan yang cukup serius di sekolah, dan sebagainya.

Kebijakan pemerintah daerah Kabupaten Magelang tentang Pengembangan Diri siswa sekolah dasar masih lebih banyak menekankan Program Pengembangan Diri terprogram yang berupa kegiatan ekstrakurikuler. Dukungan tersebut nampak pada even-even yang berupa


(8)

54

lomba pada bidang kepramukaan, olah raga dan seni, serta bidang akademik seperti lomba olimpiade sains dan matematika. Lomba di bidang yang berkaitan dengan layanan konseling belum pernah ada. Perhatian pemerintah daerah untuk mendukung kegiatan layanan konseling, seperti penyediaan konselor pada masing-masing sekolah atau beberapa sekolah, atau sosialisasi penyelenggaraan layanan konseling di sekolah dasar sampai saat ini masih belum ada.

Kebijakan dalam pengembangan kegiatan ekstrakurikuler di wilayah kabupaten Magelang tersebut adalah dengan menyelenggarakan even-even lomba pengembangan bakat minat peserta didik. Dalam satu tahun ajaran, pemerintah daerah menyelenggarakan berbagai even, yaitu Pekan Olahraga Pelajar Daerah (POPDA meliputi berbagai cabang olahraga), Festival dan Lomba Seni Siswa Nasional (FLS2N yang meliputi Lomba Menyanyi Tunggal, Lomba Pidato, Lomba Kriya Anyam, dan Lomba Cipta Cerita Bergambar); Lomba Cipta Seni Pelajar (meliputi Lomba Cipta Baca Puisi, Lomba Cipta Seni Membatik, dan Lomba Seni Lukis); Lomba Macapat, Geguritan, Lomba Mapel (meliputi mapel Bahasa Indonesia, IPA, Matematika dan Pengetahuan Umum); Olimpiade Siswa Nasional (OSN meliputi mapel IPA dan Matematika), Lomba Cerdas Cermat (LCC); Lomba Cipta Karya Ilmiah; Lomba Tata


(9)

55

Upacara; Pesta Siaga; Lomba Tingkat II (LT-II Pramuka Penggalang); Lomba Siswa Teladan; Lomba Mata Pelajaran Agama dan Seni Islami (MAPSI) dan Lomba Dokter Kecil. Dari Dinas

Pariwisata Kabupaten Magelang,

menyelenggarakan Festival Gerak Lagu Dolanan yang merupakan agenda rutin tiap tahun.

Untuk setiap lomba, pemerintah daerah selalu menyertakan petunjuk pelaksanaan (juklak) dan petunjuk teknis (juknis). Apabila sekolah jeli dalam memperhatikan juklak dan juknis tersebut, sebenarnya sekolah sudah bisa membuat perencanaan program Pengembangan Diri terutama untuk kegiatan ekstrakurikulernya. Namun, yang dilakukan sebagian besar sekolah dasar di wilayah Dabin I Kecamatan Pakis selama ini adalah menyelenggarakan pembinaan dan pelatihan menghadapi lomba (yang sebenarnya merupakan salah satu kegiatan Pengembangan Diri) apabila sudah ada undangan lomba di tingkat kecamatan. Alhasil, siswa diorbitkan secara mendadak. Siswa yang akan mengikuti lomba dipilih/ditunjuk atas penilaian guru bahwa siswa tersebut berbakat, dan pembinaan juga hanya satu sampai dua minggu tergantung berapa lama datangnya surat undangan lomba dengan waktu pelaksanaan lomba.


(10)

56

Kadangkala ada beberapa sekolah yang beruntung menemukan siswa-siswa berbakat baik dalam bidang akademik, keolahragaan maupun di bidang seni. Apalagi dari rumah sudah ada pembinaan (diikutkan les oleh orang tuanya atau di masyarakat sekitar terdapat wahana pengembangan bakat seperti adanya perkumpulan seni atau adanya sarana prasarana olahraga). Dengan waktu pembinaan yang relatif singkat, sekolah sudah mampu melahirkan juara-juara di tingkat kecamatan maupun di tingkat lebih atas. Sayangnya keberuntungan ini tidak selalu berpihak setiap tahun di sekolah tersebut sehingga tidak setiap tahun bisa melahirkan juara. Terdapat satu sekolah yang sering menjadi langganan juara di berbagai lomba. Hal ini bukan karena penyelenggaraan program Pengembangan Diri yang baik, namun lebih dikarenakan banyaknya sumber daya siswa (jumlah siswanya banyak) yang memungkinkan banyak pilihan siswa yang berpotensi. Selain itu, keintensifan waktu pembinaan, dan kemampuan sekolah menghadirkan pelatih ahli di bidangnya sehingga mampu mendukung lahirnya juara-juara pada masing-masing lomba.

Berdasarkan tanggapan pihak sekolah atas kebijakan pemerintah berupa lomba-lomba tersebut, nampak bahwa sekolah belum begitu memandang penting atas Program Pengembangan


(11)

57

Diri tersebut. Hal ini terlihat tidak adanya rutinitas pembinaan di sebagian besar sekolah. Sesungguhnya jika sekolah merasa bahwa Pengembangan Diri itu penting bagi bekal siswa dalam meniti kehidupan, penyelenggaraan tidak harus ketika akan ada lomba saja, tetapi rutin terprogram secara baik.

Ada juga guru yang menyatakan bahwa keikutsertaan pada lomba-lomba yang diadakan oleh pemerintah daerah karena adanya keterpaksaan mengikuti. Pihak sekolah malu karena dana BOS yang dapat untuk membiayai kegiatan tersebut sudah tersedia. Dalam hal persiapan lomba inipun tidak semua guru mau menyiapkan secara serius karena keterbatasan kemampuan, pengetahuan, waktu, dan fasilitas. 2. Pelaksanaan Pengembangan Diri Siswa di

Sekolah Dasar

Menurut hasil penelitian sebagaimana terlihat pada tabel di bawah ini, sekolah-sekolah dasar di wilayah Dabin I Kecamatan Pakis rata-rata telah melakukan Program Pengembangan Diri yang tidak terprogram berupa kegiatan rutin: upacara bendera, senam, keberaturan, pemeliharaan kebersihan dan kesehatan diri, sedangkan untuk ibadah khusus keagamaan terutama bagi siswa dan guru muslim belum semua SD melakukan karena keterbatasan


(12)

58

sarana. Baru ada dua SD yang mempunyai mushalla sendiri. Bagi yang belum memiliki, biasanya memanfaatkan ruang di sekolah yang kosong atau ke masjid terdekat. Untuk kegiatan spontan dan keteladanan, semua SD sudah melaksanakannya.

Tabel 3. Bentuk Pelaksanaan Pengembangan Diri Tidak Terprogram

No Nama SD Rutin Spontan Keteladanan

1 Pakis V (sudah

mempunyai mushala)

V V

2 Bawang V (sudah mempunyai

mushala)

V V

3 Rejosari V V V

4 Losari V V V

5 Wiropati V V V

6 Banyusidi V V V

7 Gejayan V V V

8 Krasak V V V

Kegiatan Pengembangan Diri tidak terprogram sudah terlaksana karena konsep kegiatan ini mudah dipahami, mudah dilaksanakan, materinya menyangkut keseharian anak, dan tidak membutuhkan dana yang besar. Cukup dengan nasihat, teguran, keteladan guru dan penyediaan fasilitas seperti tempat pembuangan sampah, alat-alat kebersihan,


(13)

59

slogan-slogan tertulis yang bisa dibuat baik oleh siswa maupun guru, kegiatan tersebut sudah bisa dilakukan.

Pengembangan Diri yang terprogram membutuhkan perencanaan, penyelenggaraan, penilaian, dan pengawasan yang cukup rumit

secara administratif maupun dalam

pelaksanaannya maka sebagian besar SD belum melaksanakan dengan maksimal. Diantara banyak kegiatan Pengembangan Diri yang terprogram tersebut bagian yang dirasa oleh guru dan kepala sekolah sulit dilaksanakan adalah dalam penyusunan rencana program layanan konseling dan ekstrakurikuler. Selama ini memang sekolah telah diakui melaksanakan kegiatan layanan konseling dan ekstra kurikuler, tetapi kegiatan tersebut tidak diprogramkan dengan baik, sekedar berjalan. Dari hasil penelusuran atas pedoman salah satu pelaksanaan program Pengembangan Diri, yaitu pramuka belum ada jadwal program kerja secara rinci. Memang buku pedoman pembinaan kepramukaan sudah ada di masing-masing sekolah tetapi jadwal pencapaian target-target pada masing-masing kegiatan atau pertemuan, tidak ada.

Adapun pelaksanaan kegiatan Program Pengembangan Diri yang terprogram di wilayah Dabin I Kecamatan Pakis adalah sebagai berikut:


(14)

60

a. Pelaksanaan Layanan Konseling dan Layanan Kegiatan Pendukung Konseling

Hasil penelitian tentang layanan konseling dan kegiatan pendukung konseling di sekolah dasar di wilayah Dabin I Kecamatan Pakis dibagi dalam empat hal yaitu perencanaan, pelaksanaan, penilaian, dan pengawasan.

1) Perencanaan

Dalam perencanaan kegiatan layanan konseling, masih terbatas pada pencantuman layanan dalam dokumen KTSP. Dari 8 sekolah di Dabin 1 Kecamatan Pakis yang diteliti, perencanaan program yang disusun secara tahunan, semesteran, bulanan, dan mingguan, bahkan sampai harian belum ada yang menyusun. Akan tetapi semua sekolah telah mencantumkan Pengembangan Diri secara terjadwal pada masing-masing kelas dengan alokasi waktu 2 jam pelajaran (termasuk di dalamnya ekstrakurikuler).

Menurut hasil wawancara, belum tersusunnya program layanan konseling tersebut dikarenakan belum adanya buku pedoman pelaksanaan Pengembangan Diri di sekolah dasar sehingga subjek belum tahu dan belum mampu menyusun


(15)

61

program Pengembangan Diri dengan baik. Dari kenyataaan di atas nampak bahwa

sekolah belum mampu menyusun

perencanaan layanan konseling dan kegiatan pendukungnya dengan baik. Semua sekolah belum menyusun Satuan Layanan (SATLAN), Satuan Pendukung (SATKUNG) dan Laporan Pelaksanaan Program (LAPELPROG) untuk layanan konseling.

Para guru kelas selaku petugas konseling hanya mempunyai semacam laporan kegiatan bimbingan yang dibuat sebagai salah satu syarat administrasi kenaikan pangkat. Isinya berupa catatan kegiatan pembimbingan yang dilakukan. Kebanyakan catatan pembimbingan berisi kenakalan siswa (misalnya menasehati siswa berkelahi, suka mengganggu, tidak mengerjakan PR). Beberapa SD membuat laporan rutin kegiatan tiap bulan kepada kepala sekolah, namun terdapat beberapa SD yang membuatnya secara insidental, kalau ingat saja dan dilaporkan kepada kepala sekolah setahun sekali ketika kenaikan kelas. Pada momen ini biasanya para guru meminta tanda tangan kepala sekolah untuk berbagai administrasi kelas seperti daftar nilai, daftar kelas, buku


(16)

62

bimbingan, buku laporan kenaikan/ kelulusan, dan lain-lain. Ini menunjukkan kurangnya perhatian baik kepala sekolah maupun guru akan pentingnya layanan konseling.

2) Pelaksanaan

Meskipun tertulis dalam dokumen KTSP dan pada jadwal kelas, pelaksanaan Pengembangan Diri di sekolah sangat beragam. Ada sekolah yang menggunakan jam terjadwal untuk kegiatan akademik yang lain, ada sekolah yang menggunakan untuk kegiatan ekstra kurikuler saja, sementara layanan konseling dilakukan insidental pada saat menemukan siswa bermasalah. Berdasarkan hasil wawancara, penggunaan alokasi waktu Pengembangan Diri terjadwal pada masing-masing sekolah dasar di wilayah Dabin I Kecamatan Pakis Kabupaten Magelang dapat dilihat pada tabel berikut.


(17)

63

Tabel 4. Penggunaan Alokasi Waktu untuk Pengembangan Diri

dalam Jadwal Kelas

No Nama SD Alokasi

Waktu Penggunaan

1 Pakis 2 jp hari Sabtu

Kegiatan

ekstrakurikuler 2 Bawang 2 jp hari

Sabtu

Kegiatan

ekstrakurikuler 3 Rejosari 2 jp hari

Sabtu

Kegiatan akademik, kegiatan ekstra kalau akan lomba saja

4 Losari 2 jp hari Sabtu

Kegiatan akademik, kegiatan ekstra kalau akan lomba saja

5 Wiropati 2 jp hari Sabtu

Kegiatan akademik, kegiatan ekstra kalau akan lomba saja

6 Banyusidi 2 jp hari Jumat

Kegiatan akademik, ekstra Pramuka hari Jumat tapi di luar jam reguler, ekstra yang lain kalau akan lomba saja

7 Gejayan 2 jp hari Jumat

Kegiatan akademik, kegiatan ekstra kalau akan lomba saja

8 Krasak 2 jp hari Sabtu

Kegiatan

ekstrakurikuler

Dari hasil wawancara dan pengamatan di delapan sekolah dasar di


(18)

64

wilayah Dabin I Kecamatan Pakis nampak pelaksanaan konseling belum maksimal. Realitas implementasi layanan Konseling di SD di wilayah Dabin I Kecamatan Pakis jauh dari apa yang seharusnya bisa diterapkan di tingkat pendidikan dasar. Semua SD baru melaksanakan sebagian dari bidang layanan konseling dan kegiatan pendukung konseling. Layanan konseling tersebut dilakukan oleh guru kelas biasanya dalam bentuk bimbingan individual dan klasikal. Layanan konseling belum dilakukan secara rutin sesuai jadwal yang ada, yaitu dua jam pelajaran perminggu untuk Pengembangan Diri yang dibagi dalam dua kegiatan yaitu layanan konseling dan kegiatan ekstrakurikuler.

Layanan konseling masih dilakukan secara insidental ketika guru kelas menemukan adanya permasalahan yang terjadi pada seorang atau lebih siswanya, misalnya siswa yang nilainya selalu jelek, siswa yang suka mengganggu, siswa berkelahi, dan lain-lain. Juga ketika siswa menghadapi masa-masa penting seperti saat penyesuaian atau adaptasi dengan lingkungan dan teman yang baru, atau ketika siswa memilih teknologi dan informasi saat ini yang baik dan tepat


(19)

65

untuk usia mereka (bimbingan pribadi-sosial), ketika masa-masa menghadapi ulangan atau ujian (bimbingan belajar) serta masa-masa persiapan memilih sekolah lanjutan yang sesuai (bimbingan karier).

Dapat diambil kesimpulan bahwa sesuai buku pedoman, berbagai jenis layanan Konseling hampir semua sudah dilaksanakan di sekolah dasar di wilayah Dabin I Kecamatan Pakis akan tetapi cakupan materi layanan konseling dan intensitas pelayanannya belum maksimal. Misalnya, pelaksanaan layanan orientasi untuk kelas satu pada saat pertama masuk sekolah sebagai usaha pengenalan lingkungan dan adaptasi. Layanan orientasi kelas I ini hanya dilakukan 1 sampai 3 hari saja pada hari-hari pertama masuk. Materinya rata-rata hanya pengenalan nama gurunya, letak kamar kecil dan perkenalan sesama teman. Sedangkan layanan penguasaan konten pada jenjang kelas VI pada waktu persiapan menjelang Ujian Akhir sekolah, dengan les atau pelajaran tambahan agar memiliki nilai yang baik sehingga dapat memilih sekolah yang diinginkan.


(20)

66

Untuk layanan kegiatan pendukung konseling masih sebagian saja yang terlaksana, seperti aplikasi instrumentasi yang pernah dilakukan di SD-SD di wilayah Dabin I Kecamatan Pakis adalah tes IQ. Tes ini dilakukan oleh pihak luar sekolah, namun kegiatan ini tidak dilaksanakan secara rutin/berkala. Selain itu, terdapat dua SD (itupun hanya pada kelas tertentu) yang sudah melakukan tes sosiometri setiap pergantian tahun ajaran. Hal ini dapat dilihat pada papan pajangan yang ada di dalam kelas. Himpunan data berupa data masing-masing siswa (terdapat dalam buku Daftar Kelas masing-masing guru) sudah ada di semua sekolah. Kunjungan rumah (sebagian kecil guru membuat buku kunjung) juga merupakan kegiatan pendukung yang sudah dilakukan hampir di seluruh SD di wilayah Dabin I Kecamatan Pakis. Untuk kegiatan konferensi kasus, tampilan kepustakaan, dan alih tangan kasus, belum ada SD yang melakukan.

Pada setiap sekolah ditemukan buku bimbingan dan konseling yang digunakan untuk catatan pembimbingan terhadap siswa. Dalam kenyataannya buku tersebut terisi namun tidak rutin dan tidak untuk


(21)

67

setiap siswa. Padahal, setiap siswa pasti memiliki permasalahan meskipun tingkatan kesulitan masalah yang mereka hadapi berbeda-beda. Masih banyak guru di sekolah dasar hanya memperhatikan kemampuan akademik siswa tanpa melihat latar belakang yang dimiliki siswa. Jika ada siswa yang selalu mendapat nilai jelek, yang dilakukan guru adalah melakukan perbaikan nilai melalui remedial test atau remedial teaching saja. Rata-rata guru di wilayah Dabin I Kecamatan Pakis jarang yang melakukan penelusuran terhadap latar belakang atau penyebab masalah siswa tersebut. Atau ketika guru mengetahui latar belakang keluarga seorang siswa yang bermasalah, bukan layanan konseling yang dicoba untuk diberikan oleh guru ataupun pihak sekolah namun terkadang justru terkesan tidak mau tahu atau tidak tahu tindakan apa yang sebaiknya dilakukan.

Keterbatasan layanan konseling terjadi karena guru kelas menyadari kemampuannya yang terbatas sebagai guru yang sekaligus bertugas sebagai pembimbing atau petugas konseling. Guru merasa belum mempunyai pengetahuan yang cukup sebagai seorang konselor.


(22)

68

Hampir semua guru mengusulkan adanya guru khusus yang diangkat untuk hal tersebut. Mereka juga mengusulkan apabila kegiatan konseling harus ditangani oleh guru kelas, pemerintah dihimbau untuk mengadakan training atau workshop yang cukup intensif tentang hal tersebut. Dalam pada itu semua guru juga merasa berat jika tugas tentang pembimbingan layaknya konselor tersebut diserahkan kepada mereka. Mereka mengusulkan agar ada seorang guru bimbingan dan konseling di setiap sekolah.

3) Penilaian

Untuk layanan konseling tersebut, siswa tidak diberikan nilai. Temuan menunjukkan bahwa memang semua SD di Dabin I tersebut belum ada penilaian bagi siswa peserta kegiatan. Tidak ada catatan kemajuan/perkembangan siswa di masing-masing sekolah. Di dalam rapor pun belum ada penilaian untuk layanan konseling seperti dicontohkan dalam buku panduan Model dan Contoh Pengembangan Diri di Sekolah Dasar terbitan Puskur tahun 2007. Pada kolom penilaian Pengembangan Diri, rata-rata kosong (tidak diisi). Hal ini dikarenakan ketidaktahuan guru tentang


(23)

69

cara menuliskan nilai layanan konseling untuk siswa, dan memang dalam memberikan layanan konseling, guru belum melakukan penilaian terhadap siswa yang dibimbing.

Hampir semua guru dan kepala sekolah yang terpikir bagi siswanya adalah bagaimana kegiatan di sekolah dapat mendukung sedemikian rupa sehingga nilai ujian akhir khususnya Ujian Nasional adalah yang terbaik. Dengan kata lain, nilai akademik masih tetap dipandang sebagai hal terpenting oleh pihak guru atau kepala sekolah. Hal ini nampak pada jawaban salah satu guru atas pertanyaan peneliti tentang tidak adanya nilai rapor pada kegiatan Pengembangan Diri di sekolahnya.

“Memangnya harus diisi ya nilai

Pengembangan Diri? Saya belum pernah mengisinya. Lha wong menghitung nilai pelajaran saja kalau pas membuat rapor sudah repot kok. Nggak usah ditambah

kegiatan macam-macam. Yang penting

nantinya anak-anak bisa lulus semua, kalau bisa ya dengan nilai yang baik.”

Penilaian atas pelaksanaan program oleh kepala sekolah juga tidak pernah dilakukan. Sebagian besar guru atau kepala sekolah hampir tidak pernah membicarakan layanan konseling yang


(24)

70

diberikan kepada siswanya. Rata-rata hanya membicarakan kenakalan atau keistimewaan siswanya, akan tetapi tidak sekaligus mencari solusi penanganannya. Evaluasi terhadap keterlaksanaan program layanan kurang diperhatikan. Hal ini terbukti dari penyelenggaraan kegiatan yang tidak begitu banyak perubahan dari waktu ke waktu sehingga tidak nampak perubahan perilaku pada siswa yang mendapat layanan konseling.

4) Pengawasan

Kegiatan pengawasan terhadap layanan konseling di semua SD di wilayah Dabin I Kecamatan Pakis telah dilakukan meskipun kurang intensif. Pengawasan pelaksanaan layanan konseling dan kegiatan pendukung koseling di sekolah dasar dilakukan secara intern oleh Kepala Sekolah dan ekstern oleh Pengawas Tk/SD. Di wilayah Dabin I Kecamatan Pakis, pengawasan terhadap layanan konseling secara langsung jarang dilakukan. Kepala Sekolah maupun Pengawas biasanya hanya membaca hasil laporan guru dalam buku kegiatan bimbingan.


(25)

71

b. Pelaksanaan Layanan Kegiatan

Ekstrakurikuler

Kegiatan ekstrakurikuler sebagai bagian tak terpisahkan dari proses pembelajaran di sekolah tentunya memerlukan dukungan dari

berbagai komponen. Anwar dalam

Hermansyah (2004) mengemukakan beberapa

komponen yang diperlukan dalam

pembelajaran yaitu (1) sumber daya manusia (kepala sekolah, guru, tenaga administrasi, dan siswa), (2) kurikulum dan bahan pembelajaran, (3) sarana dan prasarana, (4) alat bantu belajar, dan (5) sumber-sumber pembiayaan operasional pendidikan.

Kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa ketersediaan komponen-komponen tersebut pada setiap sekolah beragam, namun rata-rata sekolah dasar di wilayah Dabin I Kecamatan Pakis dihadapkan pada empat keterbatasan yaitu: (1) terbatasnya jumlah guru pembina kegiatan ekstrakurikuler, (2) terbatasnya kemampuan guru pembina dalam menyusun program kerja ekstrakurikuler secara sistimatis, (3) terbatasnya ruangan dan fasilitas lainnya, dan (4) masih terbatasnya anggaran dalam membiayai kebutuhan operasional kegiatan ekstrakurikuler. Hal ini terlihat dalam hasil penelitian di bawah ini yang dibagi dalam empat hal berikut ini.


(26)

72

1) Perencanaan

Hasil kajian di Dabin I Kecamatan Pakis menunjukkan bahwa dari 8 sekolah dasar, baru terdapat 2 jenis kegiatan ekstra yang dilakukan oleh sekolah. Kedua jenis kegiatan ekstra tersebut adalah krida yang bentuknya Pramuka, senam dan Paskibra, serta latihan/lomba keberbakatan/prestasi di bidang olahraga, seni dan keagamaan. Hal ini disebabkan eleh keterbatasan kemampuan guru dalam menerjemahkan aspek-aspek kegiatan yang termasuk dalam kegiatan ekstrakurikuler dan terbatasnya jumlah dan kemampuan guru.

Diantara 8 SD tersebut, semua telah menuliskan agenda pada kegiatan ekstrakurikuler dengan baik. Jenis, bentuk dan jadwal kegiatan telah dituangkan dalam KTSP namun dalam pelaksanaannya belum sepenuhnya dijalankan sesuai dengan yang tertulis. Penjadwalan hanya menyangkut penentuan hari saja, sedangkan target-target operasional setiap pertemuan, pelaksana, pembiayaan, dan sarana-prasarana yang dibutuhkan belum ditentukan oleh masing-masing sekolah. Jadi, belum ada SD yang menyusun program kerja operasional untuk masing-masing kegiatan ekstrakurikuler.


(27)

73

2) Pelaksanaan

Semua SD telah mengalokasikan

waktu khusus untuk kegiatan

ekstrakurikuler pada jam Pengembangan Diri. Rata-rata di hari Sabtu dan ada yang di hari Jumat. Pada hari tersebut terdapat tiga SD yang telah menyelenggarakan beberapa kegiatan ekstrakurikuler yaitu drumband untuk kelas 4-6, latihan keberbakatan /prestasi (renang, volley dan bulu tangkis) untuk kelas 1- 6, latihan paskibra, senam dan Pramuka. Sementara itu, SD-SD yang lain mencantumkan waktu khusus kegiatan ekstrakurikuler pada jadwal namun belum melaksanakan sesuai yang tercantum. Rata-rata hanya melakukan kegiatan senam dan latihan Paskibra yang setiap hari Senin selalu digunakan untuk melaksanakan upacara bendera. Kegiatan ekstra tersebut rata-rata diampu oleh guru kelas maupun guru mapel (olahraga dan agama), namun ada dua SD yang sudah mengalokasikan dana khusus untuk mendatangkan pelatih dari luar yaitu pelatih drumband dan pelatih Pramuka.

Untuk jenis kegiatan ekstrakurikuler yang lain seperti karya ilmiah dan seminar/lokakarya/pameran/bazaar belum


(28)

74

ada SD di wilayah Dabin I Kecamatan Pakis yang menyelenggarakannya. Hal ini dikarenakan keterbatasan guru dan kepala sekolah dalam memahami konsep jenis kegiatan tersebut. Misalnya, Guru dan Kepala Sekolah belum memahami secara mantap tentang kegiatan karya ilmiah dan seminar/lokakarya/pameran/bazaar apa yang bisa dilakukan dan cocok untuk anak Sekolah Dasar. Di samping itu juga karena keterbatasan kemampuan guru dan kepala sekolah untuk menyelenggarakan kegiatan tersebut.

Khusus ekstra Pramuka sebagai kegiatan ekstra wajib, ada empat SD yang sudah melaksanakan secara rutin terlepas apakah akan ada lomba atau tidak di bidang tersebut. Sementara, 4 SD yang lain masih melaksanakan secara insidental. Kegiatan ini biasanya dilakukan pihak sekolah manakala ada undangan mengikuti kegiatan lomba, baik tingkat kecamatan atau kabupaten. Kegiatan lomba ini biasanya diadakan pada bulan Januari untuk lomba pesta Siaga, dan bulan Agustus untuk Lomba Tingkat II Penggalang.


(29)

75

Tiap tahun di masing-masing SD selalu mampu meraih prestasi dalam even-even lomba. Ada yang baru mencapai tingkat kecamatan, namun ada yang sudah sampai di tingkat propinsi. Kenyataan ini sangat kontras dengan pelaksanaan kegiatan ekstrakurikuler yang belum maksimal. Ternyata, sebagian besar SD mampu berprestasi karena untuk menghadapi lomba, sekolah memilih beberapa siswa berbakat untuk dilatih secara intensif. Oleh karena hanya siswa-siswi tertentu saja yang mendapat pelatihan, tentu saja ini merugikan bagi sebagian besar siswa di sekolah tersebut karena mereka tidak terlayani bakat dan minatnya.

Dalam mencapai kemenangan, sekolah juga menjalankan strategi dengan membidik cabang-cabang lomba mana yang sekiranya dapat diraih kejuaraannya. Terbukti di almari kantor masing-masing sekolah terpajang piala-piala hasil lomba siswa-siswinya, sedangkan piagam-piagam hanya berupa foto-kopinya karena yang asli diberikan kepada siswa bersangkutan. Prestasi siswa-siswi di masing-masing sekolah dicatat dalam buku catatan prestasi sekolah. Seluruh SD di wilayah


(30)

76

Dabin I Kecamatan Pakis telah membuat buku tersebut karena dibutuhkan dalam akreditasi.

Sebagian besar sekolah dasar di wilayah Dabin I Kecamatan Pakis masih belum mengalokasikan dana khusus penyelenggaraan kegiatan ekstrakurikuler. Baru dua SD yang menganggarkan untuk pembiayaan kegiatan ekstrakurikuler. SD-SD yang lain hanya menganggarkan dana transportasi dan akomodasi lomba.

Tabel 5. Pembiayaan Kegiatan Ekstrakurikuler

No Nama SD Alokasi Dana Penggunaan

1 Pakis Menganggarkan Honor pelatih, biaya kegiatan rutin, sarana prasarana, transportasi dan akomodasi lomba

2 Bawang Menganggarkan Honor pelatih, biaya kegiatan rutin, sarana prasarana, transportasi dan akomodasi lomba

3 Rejosari Menganggarkan transportasi dan akomodasi lomba

4 Losari Menganggarkan transportasi dan akomodasi lomba


(31)

77

No Nama SD Alokasi Dana Penggunaan

5 Wiropati Menganggarkan transportasi dan akomodasi lomba

6 Banyusidi Menganggarkan transportasi dan akomodasi lomba

7 Gejayan Menganggarkan transportasi dan akomodasi lomba

8 Krasak Menganggarkan transportasi dan akomodasi lomba

Anggaran biaya untuk sarana dan prasarana kegiatan ekstrakurikuler biasanya menjadi satu dengan anggaran untuk pembelajaran di kelas. Misalnya, peralatan olahraga. Biasanya alat olahraga digunakan untuk pembelajaran dan juga untuk sarana kegiatan ekstrakurikuler. Meskipun jenis alatnya lengkap, namun kurang dalam jumlah. Rasio jumlah alat dengan jumlah siswa tidak sebanding. Hal ini menunjukkan bahwa alokasi dana yang tersedia untuk kegiatan ekstrakurikuler masih terbatas, belum teranggar secara maksimal.

3) Penilaian

Untuk kegiatan ekstrakurikuler tersebut, siswa tidak diberikan nilai untuk


(32)

78

kegiatan wajib atau kegiatan pilihan/ fakultatif. Temuan menunjukkan bahwa memang semua SD di Dabin I tersebut belum ada penilaian bagi siswa peserta kegiatan. Untuk penilaian keikutsertaan siswa dalam kegiatan ekstrakurikuler maupun catatan kemajuan siswa di masing-masing sekolah, belum ada. Di dalam rapor pun belum ada penilaian untuk Pengembangan Diri seperti dicontohkan dalam buku panduan Model dan Contoh Pengembangan Diri di Sekolah Dasar terbitan Puskur tahun 2007. Pada kolom penilaian Pengembangan Diri, rata-rata kosong (tidak diisi) sebagaimana penilaian layanan konseling. Hal ini juga dikarenakan ketidaktahuan guru tentang cara menuliskan nilai Pengembangan Diri, dan memang dalam menyelenggarakan Pengembangan Diri siswa belum dinilai. 4) Pengawasan

Pengawasan dilakukan oleh guru kelas (jika pelatih dari luar sekolah) dan kadang-kadang oleh kepala sekolah secara langsung terhadap keikutsertaan siswa dalam kegiatan ekstrakurikuler. Guru dan kepala sekolah mengamati langsung jalannya kegiatan, namun tidak ada tindak


(33)

79

lanjut yang memungkinkan terjadi peningkatan mutu layanan maupun mutu prestasi. Kalaupun ada, hanya dalam hal mengintensifkan kegiatan pelatihan jika akan ada lomba. Hal ini dikarenakan keterbatasan dana untuk membiayai kegiatan ekstrakurikuler dan keterbatasan sarana maupun fasilitas yang mendukung. 3. Kendala-kendala dalam Penyelenggaraan

Pengembangan Diri di Sekolah

Berdasarkan hasil wawancara, terdapat kendala-kendala dalam penyelenggaraan program Pengembangan Diri yang meliputi pemahaman terhadap konsep Pengembangan Diri, penyusunan program, dan pelaksanaan program. Kendala-kendala tersebut adalah:

- Tidak adanya panduan pelaksanaan Program Pengembangan Diri di sekolah di wilayah Dabin I Kecamatan Pakis, sehingga baik Kepala Sekolah maupun guru hanya melaksanakan kegiatan Pengembangan Diri sesuai pengetahuan mereka masing-masing. - Kurangnya sosialisasi tentang bagaimana

pelaksanaan Pengembangan Diri. Sementara untuk pembelajaran (mapel dan mulok) lebih sering diberikan.


(34)

80

- Sebagian besar guru tidak memandang penting program Pengembangan Diri secara rutin tetapi lebih mementingkan kegiatan akademik.

- Guru dan Kepala Sekolah merasa beban mengajar dan administrasi sudah terlalu banyak sehingga tidak merasa penting untuk menyusun program Pengembangan Diri.

- Orientasi Pengembangan Diri (khususnya kegiatan ekstrakurikuler) masih pada kepentingan sekolah belum memihak kepada siswa. Kegiatan tidak rutin pun telah membuahkan hasil (prestasi dalam lomba), sehingga sekolah-sekolah merasa kurang perlu bersusah payah menyelenggarakan Pengembangan Diri dengan baik. Alhasil, siswa tidak terbina dengan baik, atau hanya siswa-siswa tertentu saja yang memperoleh pembinaan.

- Sekolah terkendala dalam menentukan jenis kegiatan ekstrakurikuler yang sesuai, tenaga pembimbing, juga sarana prasarana. Sekolah juga merasa repot apabila mengelola kegiatan ekstrakurikuler yang terlalu banyak sesuai bakat dan minat siswa.

- Sekolah belum mampu menganggarkan dana untuk berbagai kegiatan Pengembangan Diri secara rutin, tetapi untuk kegiatan insidental dianggarkan.


(35)

81

Dari hasil penelitian di atas, tentang pemahaman konsep Pengembangan Diri yang beragam, kebijakan pemerintah yang baru mendukung pada salah satu jenis kegiatan Pengembangan Diri, keberagaman pelaksanaan Pengembangan Diri pada masing-masing sekolah serta kendala-kendala dalam pelaksanaan Pengembangan diri, ternyata penyebab paling mendasar adalah tidak adanya buku pedoman di masing-masing sekolah dan kurangnya sosialisai tentang penyelenggaraan Pengembangan Diri dari pemerintah sampai ke tingkat sekolah.

Oleh karena itu, para guru dan kepala sekolah diharapkan proaktif mencari buku pedoman pelaksanaan Pengembangan Diri, bisa dengan cara mengunduh di internet. Pemerintah sebaiknya mensosialisasikan pelaksanaan Pengembangan Diri sampai kepada pelaku di sekolah (dalam hal ini, guru) agar guru mempunyai pemahaman yang benar tentang

Pengembangan Diri sehingga mampu

melaksanakannya dengan baik sesuai pedoman. Dengan pelaksanaan Pengembangan Diri yang baik diharapkan dapat dihasilkan siswa-siswa yang mempunyai bekal baik akdemis maupun non-akademis serta keterampilan hidup dalam menjalani kehidupan di masyarakat. Sekolah juga secara proaktif mau memanfaatkan lingkungan sekitar secara optimal dalam rangka


(36)

82

mendukung pelaksanaan Pengembangan Diri siswa karena keterbatasan-keterbatasan yang dimilikinya. Agar pelaksanaan Pengembangan Diri berjalan maksimal, tidak hanya insidental, diharapkan adanya peningkatan pengawasan dan perhatian dari pihak pemerintah atau penentu kebijakan.


(1)

77

No Nama SD Alokasi Dana Penggunaan

5 Wiropati Menganggarkan transportasi dan akomodasi lomba

6 Banyusidi Menganggarkan transportasi dan akomodasi lomba

7 Gejayan Menganggarkan transportasi dan akomodasi lomba

8 Krasak Menganggarkan transportasi dan akomodasi lomba

Anggaran biaya untuk sarana dan

prasarana kegiatan ekstrakurikuler

biasanya menjadi satu dengan anggaran untuk pembelajaran di kelas. Misalnya, peralatan olahraga. Biasanya alat olahraga digunakan untuk pembelajaran dan juga untuk sarana kegiatan ekstrakurikuler. Meskipun jenis alatnya lengkap, namun kurang dalam jumlah. Rasio jumlah alat dengan jumlah siswa tidak sebanding. Hal ini menunjukkan bahwa alokasi dana yang tersedia untuk kegiatan ekstrakurikuler masih terbatas, belum teranggar secara maksimal.

3) Penilaian

Untuk kegiatan ekstrakurikuler


(2)

78 kegiatan wajib atau kegiatan pilihan/ fakultatif. Temuan menunjukkan bahwa memang semua SD di Dabin I tersebut belum ada penilaian bagi siswa peserta kegiatan. Untuk penilaian keikutsertaan

siswa dalam kegiatan ekstrakurikuler

maupun catatan kemajuan siswa di

masing-masing sekolah, belum ada. Di dalam rapor pun belum ada penilaian

untuk Pengembangan Diri seperti

dicontohkan dalam buku panduan Model dan Contoh Pengembangan Diri di Sekolah Dasar terbitan Puskur tahun 2007. Pada kolom penilaian Pengembangan Diri, rata-rata kosong (tidak diisi) sebagaimana penilaian layanan konseling. Hal ini juga dikarenakan ketidaktahuan guru tentang cara menuliskan nilai Pengembangan Diri, dan memang dalam menyelenggarakan Pengembangan Diri siswa belum dinilai.

4) Pengawasan

Pengawasan dilakukan oleh guru kelas (jika pelatih dari luar sekolah) dan kadang-kadang oleh kepala sekolah secara langsung terhadap keikutsertaan siswa dalam kegiatan ekstrakurikuler. Guru dan

kepala sekolah mengamati langsung


(3)

79

lanjut yang memungkinkan terjadi

peningkatan mutu layanan maupun mutu prestasi. Kalaupun ada, hanya dalam hal mengintensifkan kegiatan pelatihan jika akan ada lomba. Hal ini dikarenakan

keterbatasan dana untuk membiayai

kegiatan ekstrakurikuler dan keterbatasan sarana maupun fasilitas yang mendukung.

3. Kendala-kendala dalam Penyelenggaraan Pengembangan Diri di Sekolah

Berdasarkan hasil wawancara, terdapat kendala-kendala dalam penyelenggaraan program Pengembangan Diri yang meliputi pemahaman

terhadap konsep Pengembangan Diri,

penyusunan program, dan pelaksanaan program. Kendala-kendala tersebut adalah:

- Tidak adanya panduan pelaksanaan Program Pengembangan Diri di sekolah di wilayah Dabin I Kecamatan Pakis, sehingga baik

Kepala Sekolah maupun guru hanya

melaksanakan kegiatan Pengembangan Diri sesuai pengetahuan mereka masing-masing.

- Kurangnya sosialisasi tentang bagaimana

pelaksanaan Pengembangan Diri. Sementara untuk pembelajaran (mapel dan mulok) lebih sering diberikan.


(4)

80

- Sebagian besar guru tidak memandang

penting program Pengembangan Diri secara rutin tetapi lebih mementingkan kegiatan akademik.

- Guru dan Kepala Sekolah merasa beban

mengajar dan administrasi sudah terlalu banyak sehingga tidak merasa penting untuk menyusun program Pengembangan Diri.

- Orientasi Pengembangan Diri (khususnya

kegiatan ekstrakurikuler) masih pada

kepentingan sekolah belum memihak kepada

siswa. Kegiatan tidak rutin pun telah

membuahkan hasil (prestasi dalam lomba),

sehingga sekolah-sekolah merasa kurang

perlu bersusah payah menyelenggarakan

Pengembangan Diri dengan baik. Alhasil, siswa tidak terbina dengan baik, atau hanya siswa-siswa tertentu saja yang memperoleh pembinaan.

- Sekolah terkendala dalam menentukan jenis kegiatan ekstrakurikuler yang sesuai, tenaga pembimbing, juga sarana prasarana. Sekolah juga merasa repot apabila mengelola kegiatan ekstrakurikuler yang terlalu banyak sesuai bakat dan minat siswa.

- Sekolah belum mampu menganggarkan dana

untuk berbagai kegiatan Pengembangan Diri secara rutin, tetapi untuk kegiatan insidental dianggarkan.


(5)

81 Dari hasil penelitian di atas, tentang pemahaman konsep Pengembangan Diri yang

beragam, kebijakan pemerintah yang baru

mendukung pada salah satu jenis kegiatan Pengembangan Diri, keberagaman pelaksanaan Pengembangan Diri pada masing-masing sekolah

serta kendala-kendala dalam pelaksanaan

Pengembangan diri, ternyata penyebab paling mendasar adalah tidak adanya buku pedoman di masing-masing sekolah dan kurangnya sosialisai tentang penyelenggaraan Pengembangan Diri dari pemerintah sampai ke tingkat sekolah.

Oleh karena itu, para guru dan kepala sekolah diharapkan proaktif mencari buku pedoman pelaksanaan Pengembangan Diri, bisa dengan cara mengunduh di internet. Pemerintah

sebaiknya mensosialisasikan pelaksanaan

Pengembangan Diri sampai kepada pelaku di sekolah (dalam hal ini, guru) agar guru mempunyai pemahaman yang benar tentang

Pengembangan Diri sehingga mampu

melaksanakannya dengan baik sesuai pedoman. Dengan pelaksanaan Pengembangan Diri yang baik diharapkan dapat dihasilkan siswa-siswa yang mempunyai bekal baik akdemis maupun non-akademis serta keterampilan hidup dalam menjalani kehidupan di masyarakat. Sekolah

juga secara proaktif mau memanfaatkan


(6)

82 mendukung pelaksanaan Pengembangan Diri siswa karena keterbatasan-keterbatasan yang dimilikinya. Agar pelaksanaan Pengembangan Diri berjalan maksimal, tidak hanya insidental, diharapkan adanya peningkatan pengawasan dan perhatian dari pihak pemerintah atau penentu kebijakan.


Dokumen yang terkait

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Pengembangan Pelayanan Perpustakaan di Sekolah Dasar Negeri Turitempel T2 942014032 BAB IV

0 0 41

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Pelaksanaan Pengembangan Diri Siswa Sekolah Dasar di Wilayah Dabin I Kecamatan Pakis Kabupaten Magelang

0 0 11

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Pelaksanaan Pengembangan Diri Siswa Sekolah Dasar di Wilayah Dabin I Kecamatan Pakis Kabupaten Magelang T2 942009046 BAB I

0 0 8

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Pelaksanaan Pengembangan Diri Siswa Sekolah Dasar di Wilayah Dabin I Kecamatan Pakis Kabupaten Magelang T2 942009046 BAB II

0 1 28

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Pelaksanaan Pengembangan Diri Siswa Sekolah Dasar di Wilayah Dabin I Kecamatan Pakis Kabupaten Magelang T2 942009046 BAB V

0 0 3

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Pelaksanaan Pengembangan Diri Siswa Sekolah Dasar di Wilayah Dabin I Kecamatan Pakis Kabupaten Magelang

0 1 8

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Evaluasi Kinerja Kepala Sekolah SD di Dabin III Kecamatan Selomerto Kabupaten Wonosobo T2 942013018 BAB IV

0 0 36

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Evaluasi Kinerja Kepala Sekolah SD di Dabin III Kecamatan Selomerto Kabupaten Wonosobo T2 942013018 BAB I

0 0 10

T2__BAB IV Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Faktor Kesinambungan Supervisi Akademik Kepala Sekolah SD Di Tegalrejo Magelang T2 BAB IV

0 1 25

T2__BAB IV Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Evaluasi Pelaksanaan Program Sertifikasi Guru Sekolah Dasar Kabupaten Wonosobo T2 BAB IV

0 0 23