KORELASI TINGKAT RELIGIUSITAS DENGAN DISIPLIN KERJA PADA KARYAWAN YAYASAN YATIM MANDIRI CABANG SURABAYA.

(1)

KORELASI TINGKAT RELIGIUSITAS DENGAN DISIPLIN KERJA PADA KARYAWAN YAYASAN YATIM MANDIRI CABANG

SURABAYA

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Memperoleh Gelar Sarjana dalam Program Strata Satu (S-1) Pada Program Studi Psikologi

MOH ANTOSO Nim. B07210076

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI

FAKULTAS PSIKOLOGI DAN KESEHATAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL

SURABAYA 2015


(2)

(3)

(4)

(5)

INTISARI

Moh Antoso, Nim. B07210076. Korelasi Tingkat

Religiusitas dengan Disiplin Kerja pada Karyawan Yayasan Yatim Mandiri Cabang Surabaya. Skripsi Program Studi Psikologi Fakultas Psikologi dan Kesehatan UIN Sunan Ampel Surabaya.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui Korelasi Tingkat Religiusitas dengan Disiplin Kerja pada Karyawan Yayasan Yatim Mandiri Cabang Surabaya. Hipotesis yang diajukan adalah ada korelasi antara tingkat religiusitas dengan disiplin kerja pada karyawan Yayasan Yatim Mandiri Cabang Surabaya. Metode yang digunakan adalah metode penelitian kuantitatif dengan jenis penelitian korelasi (hubungan). Metode pengambilan sampel yakni menggunakan teknik sampling jenuh, yaitu semua populasi yang berjumlah 35 orang. Teknik dalam analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis Uji Korelasi Spearman dengan bantuan program SPSS Versi 16.0.

Hasil pengujian dengan analisis statistik Uji Korelasi Spearman bahwasannya ada hubungan positif yang signifikan antara religiusitas dengan disiplin kerja, dengan nilai korelasi 0,428, nilai siginifikansi sebesar 0,01 < 0,05 dan Ha diterima. Kesimpulan dalam penelitian ini yaitu ada korelasi (hubungan) positif yang signifikan antara religiusitas dengan disiplin kerja pada karyawan Yayasan Yatim Mandiri Cabang Surabaya. Kata kunci: Disiplin Kerja, Religiusitas


(6)

ABSTRACT

Antoso, Moh. (2015). Level of religiousness correlation

with discipline employees work in Yayasan Yatim Mandiri The Branch of Surabaya.

This research aims to understand the level of religiousness correlation with discipline of work on employees Yayasan Yatim Mandiri The Branch of Surabaya. Hypothesis proposed is there any correlation between the level of religiousness with discipline of work on employees Yayasan Yatim Mandiri the branch of surabaya . Methods used is quantitative research method with the kind of research correlation ( relations). The sampling method used saturated sampling technique, specifically all the population of 35 people. Techniques in data analysis used in this research is the analysis of Spearman correlation test with SPSS version 16.0. Techniques in data analysis used in this research is the analysis of Spearman correlation test with SPSS version 16.0.

The results of testing in the statistical analysis spearman correlation that there is a positive relationship between a significant religiousness work with discipline , with 0,428 correlation value , the value of siginificantion 0.01<0.05 and Ha accepted .Conclusion in this research, there are correlation of a significant positive between religiousness with discipline on employees work in Yayasan Yatim Mandiri Surabaya Branch. Key words: Work Discipline , Religiousness


(7)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ...i

HALAMAN PERSETUJUAN... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

PERNYATAAN KEASLIAN ... iv

PERSEMBAHAN... v

MOTTO ... vi

KATA PENGANTAR... vii

ABSTRAK ... ix

DAFTAR ISI ... x

DAFTAR TABEL ... xii

DAFTAR GAMBAR... xiii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiv

BAB I PENDAHULUAN... 1

A. Latar belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 13

C. Tujuan Penelitian ... 13

D. Manfaat Penelitian ... 23

E. Keaslian Penelitian ... 14

BAB II KAJIAN PUSTAKA ... 21

A. Disiplin Kerja... 21

1. Pengertian Disiplin Kerja... 21

2. Indikator Disiplin Kerja ... 25

3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Disiplin Kerja... 26

B. Religiusitas ... 29

1. Pengertian Religiusitas ... 29

2. Dimensi Religiusitas ... 33

3. Faktor-Faktor Religiusitas... 37

C. Hubungan Religiusitas dengan Disiplin Kerja ... 38

D. Kerangka Teoritik ... 41

E. Hipotesis ... 44

BAB III METODE PENELITIAN ... 45

A. Rancangan Penelitian ... 45

B. Identifikasi Variabel ... 45

C. Defenisi Operasional ... 46

D. Populasi, sampel dan teknik sampling ... 47

E. Teknik Pengumpulan Data ... 48

1. Pembuatan Blue Print ... 49

2. Uji Validitas & Reliabilitas ... 52


(8)

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 61

A. Hasil Penelitian ... 61

1. Persiapan dan Pelaksanaan Penelitian ... 61

2. Deskripsi Hasil Penelitian ... 63

B. Pengujian Hipotesis ... 67

C. Pembahasan ... 69

BAB V PENUTUP... 75

A. Kesimpulan ... 75

B. Saran ... 75

DAFTAR PUSTAKA... 79


(9)

DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 : Blue Print Skala Disiplin Kerja ... 50

Tabel 3.2 : Blue Print Skala Religiusitas ... 51

Tabel 3.3 : Sebaran Item Valid dan Gugur Skala Disiplin Kerja ... 54

Tabel 3.4 : Sebaran Item Valid Berdasarkan Dimensi Disiplin Kerja ... 55

Tabel 3.5 : Sebaran Item Valid dan Gugur Skala Religiusitas ... 56

Tabel 3.6 : Sebaran Item Valid Berdasarkan Dimensi Religiusitas ... 57

Tabel 3.7 : Test Of Normality ... 59

Tabel 3.8 : Kriteria Penilaian Korelasi... 60

Tabel 4.1 : Data Karyawan Yatim Mandiri ... 64


(10)

DAFTAR GAMBAR


(11)

1

BAB I PENDAHULUAN

A.Latar Belakang Masalah

Perubahan-perubahan yang terjadi dalam dunia usaha mengharuskan perusahaan untuk merespon segala perubahan dengan upaya yang optimal. Pasar menjadi semakin luas, peluang ada dimana-mana, namun sebaliknya persaingan menjadi semakin ketat dan sulit diprediksikan. Kondisi ini menuntut perusahaan untuk menciptakan keunggulan kompetitif agar mampu bersaing secara berkesinambungan.

Dalam persaingan ini masalah kualitas sumber daya manusia merupakan salah satu hal yang paling penting untuk diperhatikan, karena sumber daya manusia merupakan salah satu asset yang menentukan maju mundurnya suatu industri/perusahaan. Suatu perusahaan dituntut untuk dapat menghasilkan suatu pekerja yang benar-benar kompeten dan dapat diandalkan pada segala bidang, dimana dalam proses pelaksanaannya tidak tertutup kemungkinan adanya konflik antar kepentingan bagi perusahaan maupun pekerja itu sendiri sehingga konflik itu dapat mempengaruhi perilaku kerja seseorang yang akan berakibat pada pekerjaannya. Sehingga dengan begitu kedisiplinan dalam bekerja sangat dibutuhkan demi tercapainya hasil kinerja yang maksimal dalam sebuah perusahaan.

Disiplin diri sangat diperlukan sebagai usaha untuk membentuk perilaku sedemikian rupa sehingga sesuai dengan peran – peran yang ditetapkan


(12)

2

(Hurlock, 1993). Disiplin menurut Hurlock (1993) secara terminologi berasal dari kata “disceple” yang berarti seorang yang belajar secara suka rela mengikuti seorang pemimpin. Lebih lanjut Hurlock mengatakan bahwa disiplin merupakan suatu proses dari latihan atau belajar yang berkaitan dengan pertumbuhan dan perkembangan seseorang. Harmby (Saidan, 1996) mengatakan bahwa disiplin adalah latihan kebiasan–kebiasan, khususnya latihan pikiran dan sikap untuk menghasilkan pengendalian diri, mentaati peraturan yang berlaku dengan penuh kesadaran diri. Disiplin selalu dihubungkan dengan cara – cara pengendalian tingkah laku. Schaefer (1996) mengemukakan bahwa disiplin mempunyai dua tujuan jangka pendek dan jangka panjang. Tujuan jangka pendek dari disiplin adalah menbuat individu menjadi terlatih dan terkontrol, sedangkan tujuan jangka panjangnya adalah untuk perkembangan pengendalian dan pengarahan diri sendiri (self control and self direction).

Rahmat (1989) mengemukakan bahwa ada dua aspek kedisiplinan, yaitu: Keteraturan terhadap peraturan, yaitu adanya ketaatan atau kepatuhan terhadap peraturan dan kebiasaan, baik peraturan tertulis maupun tidak tertulis; Tanggung jawab, yaitu bersikap jujur atas segala perbuatan dan berani menanggung resiko terhadap sanksi-sanksi yang sudah ditetapkan.

Warsanto (1985) menyatakan disiplin mengandung tiga aspek, yaitu: Sikap taat dan tertib; Pengetahuan tentang sistem aturan perilaku, norma, kriteria standar, sehingga menimbulkan kesadaran pentingnya ketaatan untuk


(13)

3

mencapai keberhasilan; Perilaku yang menunjukkan kesungguhan untuk menaati segala apa yang diketahui secara cermat.

Kata disiplin hampir tidak akan pernah dijumpai di dalam Al Qur’an dan Al Hadits. Namun demikian Islam sangat kaya dengan ajaran yang mendorong umatnya untuk berperilaku dan menjunjung tinggi kedisiplinan. Konsep taqwa, amanah, istiqomah, menghargai waktu, taat dan tanggung jawab adalah sebagian ajaran yang mendukung pencapaian perilaku disiplin.

Syafi’i Ma’arif (mantan ketum PP Muhammadiyah 1998-2005) dalam makalahnya “Konsep Islam Tentang Disiplin dan Disiplin Kehidupan”, menegaskan bahwa Islam menekankan pada disiplin pribadi. Melalui disiplin pribadi inilah sebenarnya disiplin sosial dapat ditegakkan. Kedisiplinan yang dituntut oleh Islam adalah disiplin dalam kehidupan manusia pada suatu kerangka kerja besar yang tidak hanya berorientasi dunia namun sekaligus akhirat. (Karya ilmiah Roby Darisandi, www.academia.edu/6150164/kir)

Dalam pada itu Ma’arif melihat ada dua prinsip dalam Al Qur’an yang dapat dijadikan dasar bagi pengembangan disiplin dalam rangka mengemban tugas pembangunan kemanusiaan dan masyarakat secara jujur dan bertanggungjawab. Kedua prinsip tersebut yang pertama adalah Taqwa, bila ayat-ayat Al Qur’an yang berkaitan dengan konsep taqwa dikaji dan dipertimbangkan secara cermat, akan sampai pada suatu kesimpulan bahwa karena suatu perbuatan/tindakan adalah bagian dari manusia, maka penilaian yang riil dan efektif terhadap tindakan yang dipakai terletak di luar dirinya. Karena itu taqwa hanya akan memiliki arti dalam suatu konteks sosial.


(14)

4

Dengan taqwa memungkinkan orang mampu membedakan antara yang baik dan buruk sehingga mendorong manusia untuk berusaha senantiasa mengerjakan yang pertama sembari menghindari yang kedua. Taqwa memberikan dasar yang kokoh untuk menumbuhkan kesungguhan dan kejujuran dalam diri manusia.

Lebih lanjut menurut Ma’arif orang yang benar-benar bertaqwa pasti memiliki tingkat kedisiplinan, sebab manusia yang bertaqwa sadar betul bahwa hanya dengan kedisiplinan yang tingi tanggung jawab kemanusiannya dapat dikerjakan sebaik-baiknya. Tanggungjawab tersebut dalam rangka merealisasikan makna hubungannya dengan Tuhan, masyarakat dan alam semesta, yaitu menciptakan sebuah kehidupan manusia yang bermoral.

Yang kedua yaitu Istiqomah, prinsip ini mengandung konsekuensi pada sikap lurus, jujur, konsisten dan disiplin dalam membela dan melaksanakan suatu pendirian yang diyakini benar dan baik. Kurang lebih ada 10 kata kerja aktif yang menggambarkan fungsi prinsip istiqomah dalam Al-Qur’an. Misalnya surat Ha Mim al-Sajdah ayat 30 yang artinya “Maka berpalinglah kamu dari mereka dan tunggulah, sesungguhnya mereka juga menunggu”.

Selanjutnya dalam surat Hud ayat 112 yang artinya “Maka tetaplah kamu pada jalan yang benar, sebagaimana yang diperintahkan kepadamu dan juga orang yang telah taubat beserta kamu dan janganlah kamu melampaui batas, sesungguhnya Dia Maha Melihat apa yang kamu kerjakan”. Allah memerintahkan kepada Nabi agar beliau bersikap Istiqomah. Dari ayat tersebut tampak bahwa Nabi harus menjalankan disiplin komando dari Allah


(15)

5

untuk suksesnya suatu tugas yang dipikulkan kepadanya. Selain dua hal sebagaimana dikemukakan Ma’arif di atas, masih banyak prinsip lain yang mendukung terbentuknya perilaku disiplin. Konsep taat bagi kaum muslim umpamanya, merupakan media disiplin dari yang sangat bermakna. Kewajiban menjalankan sholat pada waktu yang telah ditentukan, sholat tepat pada waktunya (‘ala waqtiha), merupakan perwujudan sikap Islam agar kaum muslimin menghargai waktu, menunaikan tugas sesuai dengan ketentuan yang telah digariskan.

Dalam Islam sikap amanah merupakan prinsip yang mendasari munculnya tanggung jawab. Rasulullah menegaskan bahwa salah satu sifat orang munafik aadalah mereka yang tidak amanah. Seorang muslim yang memiliki sifat amanah inilah yang akan mampu menegakkan prinsip-prinsip kedisiplinan. Muslim yang demikian tidak akan mudah terpengaruh oleh hal-hal yang dapat menyimpang dari sikap dan sifat kedisiplinan.

Islam juga kaya akan ajaran moral. Setiap muslim diharuskan berperilaku etis moralis dalam kehidupan sehari-hari. Beberapa ajaran akhlak/moral yang terdapat di dalam Al Qur’an di antaranya : keramah-tamahan dan kebajikan, amanah atau kepercayaan, berlaku benar dan jujur, taat, tanggung jawab, dan masih banyak lainnya. Itulah beberapa prinsip ajaran Islam yang mendukung terbentuknya sikap dan perilaku disiplin bagi umat manusia. (Karya ilmiah Roby Darisandi, www.academia.edu/6150164/kir)


(16)

6

Al-Khayyath (1994) mengemukakan bahwa seorang pekerja yang mempunyai komitmen terhadap agamanya, tidak akan melupakan etika kerja yang diajarkan oleh agamanya yaitu bekerja yang jujur, baik budi, tidak semena – mena terhadap orang lain serta bertanggung jawab penuh terhadap tugas yang diberikan kepadanya. Dalam hal ini iman dan taqwa tidak sama dengan religius, tetapi iman dan taqwa merupakan bagian dari religius itu sendiri, sehingga dapat dikatakan bahwa religiusitas dapat mempengaruhi kedisiplinan.

Matdarwan (1986) mengemukakan bahwa religius berarti melaksanakan dengan sangat teliti atau dapat pula dirartikan menyatukan diri. Disamping istilah religi sering pula dalam masyarakat digunakan istilah lain, seperti agama (Bahasa Indonesia), dien (Bahasa Arab) atau religion (Bahasa Inggris). Meskipun masing-masing mempunyai terminologis sendiri-sendiri akan tetapi dalam arti terminologis dan teknis yang berbeda akan tetapi semua istilah tersebut berartikan makna yang sama (Anshari, 1987).

Ahli psikologi dan sosiologi yang banyak mengungkapkan pandangan-pandangannya teori religiusitas adalah Glok & Stark, disamping Allport dan James. Menurut Glock dan Stark (Robertson, 1988; Ancok &Soroso, 1994; Astuti, 1999; Nashori, 1999), ada lima macam dimensi keberagamaan, yaitu dimensi keyakinan (the ideological dimention, religious belief), dimensi peribadatan atau praktik agama (the ritualistic dimention, religious practice), dimensi penghayatan (the experiental dimention, religious feeling), dan


(17)

7

dimensi pengalaman (the consequential dimention, religious effect) dan dimensi pengetahuan agama (the intellectual dimention, religious knowledge).

Religiusitas oleh McDaniel dan Burnett (dalam Vittel, 2009) didefinisikan sebagai kepercayaan kepada Tuhan disertai dengan komitmen untuk mengikuti prinsip-prinsip yang diyakini ditetapkan oleh Allah. Gagasan bahwa religuisitas seseorang (kereligiusan) dapat memengaruhi penilaian individu, keyakinan dan perilaku dalam berbagai situasi, akan muncul menjadi intuitif (Singh, 2005). Religiusitas memiliki pengaruh baik pada sikap dan perilaku manusia (Weaver dan Agle, 2002). Delener (1994) juga mengungkapkan bahwa religiusitas merupakan nilai penting dalam struktur kognitif individu yang dapat mempengaruhi perilaku individu.

Sarwono (1999) mengatakan bahwa faktor agama mempengaruhi perilaku seseorang, termasuk kedisiplinan. Seseorang yang memiliki religiusitas yang tinggi akan berperilaku atau bersikap sesuai dengan pertimbangan nilai-nilai agama yang diyakininya, yang akhirnya akan tercermin dalam perwujudan sikap disiplin.

Darajad (1997) mengatakan bahwa agama mempunyai peranan penting dalam pembinaan kedisiplinan. Apabila dihadapkan pada suatu dilema, seseorang akan menentukan sikap berdasarkan pertimbangan-pertimbangan nilai-nilai moral dan kedisiplinan yang diterapkan pada dirinya dan datang dari agama. Seseorang akan tetap memegang prinsip moral yang telah tertanam dalam hati nuraninya dalam kondisi dan posisi apapun. Nilai-nilai


(18)

8

agama yang telah terintegrasi dalam hatinya mampu menuntun sikap maupun perilaku seseorang tersebut.

Nashori dan Mucharam (2002) menyatakan bahwa keimanan dan keyakinan seseorang terhadap agamanya mampu mewujudkan perilaku dan sikap yang mencerminkan penghayatan dan pengamalan terhadap ajaran agamanya, salah satunya adalah kedisiplinan. Ini bisa dilihat dari ajaran Islam itu sendiri seperti sholat, puasa, zakat dan haji yang waktunya sudah ditentukan dan tidak bisa ditawar. Misalnya dalam sholat yang sudah Allah tetapkan waktu pengerjaaanya mengajarkan kepada kita untuk disiplin juga dalam hal lain serta menghargai waktu dengan memanfaatkan sebaik-baiknya. Allah memerintahkan kepada manusia agar bersungguh-sungguh dalam mengerjakan suatu urusan dan ketika selesai segera berganti dengan aktivitas lain yang bermanfaat. Sebagaimana firman Allah dalam surat al-insyirah ayat 7-8 yang berbunyi:

ۡﻏﺮ اذﺈ

ۡﺐﺼ ﭑ

Artinya : Maka apabila kamu telah selesai (dari sesuatu urusan), kerjakanlah dengan sungguh-sungguh (urusan) yang lain.

Kita juga bisa cermati ajaran disiplin dalam perintah shalat jamaah. Kewajiban shalat wajib lima waktu selama sehari semalam sangat dianjurkan untuk dikerjakan secara berjamaah. Menurut keterangan Rasulullah SAW, nilai pahala shalat wajib secara berjamaah adalah dua puluh tujuh derajat dibanding shalat sendirian. Shalat jamaah jelas membutuhkan disiplin. Karena, umumnya


(19)

9

setelah azan berkumandang yang diikuti dengan iqamah. Dengan demikian, jika ingin mengikuti shalat jamaah, maka kita harus segera meninggalkan kesibukan setelah mendengar azan. Shalat jamaah di masjid atau langgar itu dikerjakan tepat waktu. Kalau kita masih saja ruwet dengan segala tetek bengek dunia, sementara azan sudah berkumandang, dipastikan kita akan ketinggalan, atau malah tidak mendapati shalat jamaah sama sekali.

Sedangkan menurut H. Sulaiman Rasyid (1995) mengemukakan bahwa hikmah melaksanakan sholat adalah mendidik manusia untuk berdisiplin dengan tugasnya didalam waktu-waktu tertentu. Hal ini sesuai dengan firman Allah dalam Surat Al-Angkabut ayat 45 :

ۡ

ۡ إ ﻲ وأ ٓﺎ

ﺐ ۡ

ﻗأو

ةﻮ ﱠﺼ

ﱠنإ

ةﻮ ﱠﺼ

ﻰﮭۡ

ءٓﺎﺸ ۡ ۡ

و

ﺮ ۡ

ﺮ ۡ ﺬ و

ﱠہ

و ﺮﺒ ۡ أ

ﱠہ

ۡﺼ ﺎ ۡ

ن

Artinya : Bacalah apa yang telah diwahyukan kepadamu, yaitu Al Kitab (Al Quran) dan dirikanlah shalat. Sesungguhnya shalat itu mencegah dari (perbuatan-perbuatan) keji dan mungkar. Dan sesungguhnya mengingat Allah (shalat) adalah lebih besar (keutamaannya dari ibadat-ibadat yang lain). Dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan.

Selain dari itu, Rosul juga menganjurkan pada ummatnya untuk sholat di awal waktu, seperti haditsnya yang berbunyi “Afdhaalussholaati Fii Awwali Waqtiha”. Ini menunjukkan bahwa Islam memang memperhatikan tentang kedisiplinan.


(20)

10

Sholat menjadi tolak ukur bagi setiap muslim, sebab kata Rosul Sholat adalah tiang agama. Jadi, setinggi apapun tingkat religius seseorang jika tanpa sholat yang benar maka sia-sialah hidupnya di dunia maupun besok di akhirat. Sehingga dengan begitu bisa kita simpulkan bahwa muslim yang taat dan benar sholatnya maka pasti dia juga taat akan ajaran-ajaran yang lainnya seperti yang telah dijelaskan dalam Al-Quran di atas. Dan jika sudah taat pada ajaran agama dapat dikatakan bahwa dia adalah pribadi yang memiliki religiusitas yang tinggi, dan pastinya akan berimplikasi pada kehidupannya termasuk salah satunya yaitu kedisipilinan dalam bekerja.

Mu’allim (2004) menjelaskan bahwa mengenai rumusan dinamika psikologi yang terjadi dalam pengaruh nilai-nilai shalat terhadap profesionalisme kerja salah satunya adalah nilai-nilai kedisiplinan, seseorang yang dengan baik menjaga shalatnya, akan terinternalisasi dalam dirinya nilai-nilai disiplin. Hal ini karena shalat mempunyai nilai-nilai-nilai-nilai kedisiplinan yang terletak pada waktu, menjaga kesucian, dan menjaga dari yang membatalkan shalat, bahkan lebih dalam lagi, menjaga hati yang dapat membatalkan shalat. Nilai-nilai kedisiplinan ini akan membentuk individu yang mempunyai kedisiplinan yang tinggi dalam sikap dan perilakunya. Dalam konteks profesionalisme kerja ia akan disiplin dalam waktu dan peraturan-peraturan yang telah ditetapkan bersama. Bagi karyawan, contoh perilaku ini dapat dilihat pada kesesuaian waktu kerja dengan jadwal yang telah ditetapkan.

Disiplin kerja merupakan derajat pencapaian tujuan organisasi, baik secara implisit maupun eksplisit, yaitu seberapa jauh rencana dapat


(21)

11

dilaksanakan dan seberapa jauh tujuan dapat tercapai (Soegiyono, 2001:23). Apabila disiplin kerja karyawan kurang optimal tentunya tujuan tidak akan tercapai secara maksimal sesuai harapan yang sudah direncanakan oleh sebuah perusahaan atau lembaga organisasi.

Yayasan Yatim Mandiri Cabang Surabaya merupakan lembaga nirlaba yang berkhidmat dan concern pada upaya memandirikan anak-anak yatim dan yatim piatu melalui pengelolaan Zakat, Infaq, Sedekah dan Wakaf (ZISWAF). Lokasi kantor cabang Surabaya yaitu di Jl. Bendul Merisi 1/2A Surabaya. Dari beberapa informasi dan data yang didapat baik itu dari hasil survey dan wawancara seluruh karyawan mulai dari pimpinan hingga bawahannya masalah displin kerjanya cukup baik. Ini bisa dilihat dari ketaatan seluruh karyawan terhadap peraturan yang ada dalam yayasan, tanggung jawab terhadap pekerjaan, dan kedisiplinan mengenai waktu jam kerja. Jarang atau bahkan tidak pernah ada karyawan yang telat dalam jam kerja baik itu jam datang ataupun jam pulang kerja. Adapun jam kerja di yayasan ini yaitu dari jam 08.00 sampai 16.40 WIB. Disamping itu karena yayasan ini adalah yayasan yang berlandaskan islamiyah maka dalam kesehariannya khususnya setiap pagi sebelum jam kerja dimulai seluruh karyawan diwajibkan ikut ngaji rutin Al-Qur’an dan dilanjutkan membaca al-maksurat bersama, lalu terakhir yaitu sholat Dhuha secara berjamaah. Sehingga dengan begitu meskipun jam kerja dimulainya jam 08.00 pagi akan tetapi datangnya karyawan ke kantor paling lambat jam 07.45, karena dari jam 07.45-08.00 adalah waktunya ngaji bersama. Begitulah dalam kesehariannya yang berjalan di yayasan Yatim


(22)

12

Mandiri Cabang Surabaya ini. Dan bagi mereka yang datangnya lebih dari jam 07.45 maka akan dikenai sanksi pengurangan gaji.

Jumlah karyawan seluruhnya di Yayasan Yatim Mandiri Cabang Surabaya yaitu sebanyak 35 orang. Mengenai latar belakang pendidikan karyawan sangat bervariasi, namun rata-rata lulusan strata 1 (S1). Dan pastinya, karena ini adalah yayasan islam maka seluruh karyawannya beragama islam.

Melihat beberapa pemaparan di atas ini sangatlah menarik untuk mencari informasi mengenai apa yang telah terjadi di Yayasan Yatim Mandiri Cabang Surabaya khusunya dalam hal masalah disiplin bekerja. Sebagai peneliti sangat tertarik untuk mengangkat topik antara disiplin kerja dengan religiusitas karyawan. Meskipun kemungkinannya yang menyebabkan disiplin kerja di yayasan ini adalah aturan-aturan dan sanksi yang diterapkan sehingga para karyawan disiplin, namun ada kemungkinan juga yang mempengaruhi mereka disiplin terhadap peraturan adalah tingkat religiusitas yang dimiliki, bukan karena takut pada sanksi. Mengacu pada teorinya (Sarwono, Nashori, Mucharam, dan Darajat) yang mengatakan bahwa agama/religious adalah salah satu faktor yang mempengaruhi dan mewujudkan seseorang menjadi disiplin. Dalam hal ini peneliti ingin mencari sebuah fakta atau informasi mengenai apakah ada korelasi antara tingkat religiusitas yang dimiliki karyawan dengan kedisiplinan kerja yang telah tereliasasikan di yayasan Yatim Mandiri Cabang Surabaya. Maka dari itu sangat penting sekali untuk membuktikan dan melakukan penelitian dengan judul “Korelasi Tingkat


(23)

13

Relegiusitas Dengan Disiplin Kerja Pada Karyawan Yayasan Yatim Mandiri Cabang Surabaya”.

B.Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah dari penelitian ini yaitu apakah ada korelasi tingkat religiusitas terhadap disiplin kerja pada karyawan Yayasan Yatim Mandiri Cabang Surabaya?

C.Tujuan Penelitian

Untuk mengetahui korelasi antara tingkat religiusitas dengan disiplin kerja pada karyawan Yayasan Yatim Mandiri Cabang Surabaya.

D.Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis :

Menambah khasanah pengetahuan dalam psikologi, terutama bagi perkembangan kajian Psikologi Industri dan Organisasi.

2. Manfaat praktis :

Hasil Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dan refrensi bagi Yayasan Yatim Mandiri Cabang Surabaya khusunya dan seluruh cabang umumnya, sebagai acuan untuk mengatasi atau mengurangi ketidakdisiplinan karyawan dalam kaitannya dengan religiusitas, sehingga pada ahkirnya lembaga atau yayasan akan dapat melakukan peningkatan disiplin kerja di lemabaga atau yayasan.


(24)

14

Penelitian terdahulu tentang tingkat religiusitas dan disiplin kerja di Indonesia memang sudah pernah dilakukan, namun masih tidak seberapa banyak. Penelitian terdahulu lebih banyak fokus pada pengaruh religiusitas terhadap etika berbisnis, kewirausahaan, stress kerja, dan prestasi kerja, dll. Untuk mendukung penelitian ini maka di bawah ini dicantumkan beberapa penelitian terdahulu yang bisa dijadikan sebagai bandingan :

1. Penelitian yang dilakukan oleh Erni Dwi Octaviani, Amrizal Rustam & Rohmatun dari Fakultas Psikologi Universitas Islam Sultan Agung (UNISSULA) Semarang & Fakultas Psikologi Universitas Gadjah Mada Yogjakarta (2011) dengan judul Hubungan antara Religiusitas dengan Kedisiplinan pada Anggota Polri. Hasil analisis data diperoleh nilai korelasi rxy = 0,747 dengan p = 0,000 (p < 0,01). Hal ini menunjukkan hubungan positif yang sangat signifikas antara religiusitas dengan kedisiplinan pada anggota POLRI, artinya makin tinggi religiusitas anggota POLRI, maka makin tinggi kedisiplinan anggota POLRI, sebaliknya makin rendah religiusitas anggota POLRI makin rendah pula kedisiplinan anggota POLRI. 2. Penelitian yang dilakukan oleh Roby Darisandi dengan judul Pengaruh Tingkat Religiusitas Siswa Terhadapa Perilaku Disiplin Peserta Didik SMA Negeri 3 Prabumulih. Hasil ini menunjukkan bahwa banyak peserta didik yang religiusnya tinggi tetapi kurang disiplin dalam mengatur waktu yang tepat untuk belajar sedangkan peserta didik yang religiusnya rendah ragu dan bingung tentang penerapan religiusitas terhadap perilaku.


(25)

15

3. Penelitian yang dilakukan oleh Ahmad Syafiq dan Hepi Wahyuningsih dari Fakultas Psikologi & Ilmu Sosial Budaya Universitas Islam Indonesia (2008) dengan judul Hubungan Antara Religiusitas Dengan Etos Kerja Islami Pada Dosen Di Universitas Islam Indonesia Yogyakarta. Hasil analisis data penelitian dengan komputer menggunakan program SPSS 12.0 for Windows, menunjukkan koefisien korelasi secara umum (R) sebesar 0.415 dengan koefisien detrminasi (R Square) sebesar 0.172. Hasil korelasi Sperman Rho sebesar 0.354 dengan p =0.016 (p<0.05) pada uji satu ekor. Hal ini menunjukkan bahwa ada hubungan antara religiusitas dengan etos kerja islami pada dosen. Selain itu ditemukan pula ada hubungan antara religiusitas dimensi ibadah, dimensi penghayatan dan dimensi pengamalan dengan etos kerja islami. Sedangkan penelitian ini juga menemukan bahwa tidak ada hubungan antara religiusitas dimensi aqidah dan dimensi pengetahuan dengan etos kerja islami.

4. Penelitian yang dilakukan oleh Fauzan mahasiswa Fakultas Ekonomi Universitas Kanjuruhan Malang (2011) dengan judul Pengaruh Religiusitas Terhadap Etika Berbisnis. Penelitian ini bertujuan menguji pengaruh religiusitas. Jenis penelitian adalah survei. Populasinya adalah para pemilik rumah makan Padang di Kota Malang. Teknik pengambilan sampelnya adalah simple random sampling. Penelitian ini menggunakan metode analisis regresi linear berganda. Hasil analisis menunjukkan bahwa semua variable independen secara simultan berpengaruh positif dan signifikan terhadap variabel dependen. Secara parsial, dimensi ritual/syari’ah dan


(26)

16

konsekuensi/akhlaq berpengaruh positif dan signifikan terhadap etika berbisnis. Dimensi ideologi/akidah berpengaruh negatif dan tidak signifikan terhadap etika berbisnis. Dimensi intelektual/ilmu berpengaruh positif dan tidak signifikan terhadap etika berbisnis. Dimensi religiusitas yang paling dominan mempengaruhi etika berbisnis adalah konsekuensial/akhlaq.

5. Penelitian yang dilakukan oleh Fauzan (2005) Alumni Magister Manajemen Universitas Islam Indonesia dan Trias Setiawati dari Fakultas Ekonomi Universitas Islam Indonesia dengan judul Pengaruh Religiusitas Terhadap Prestasi Kerja Pegawai Negeri Sipil (Pns) Alumni Dan Bukan Alumni Pesantren Di Kantor Depag Kota Malang. Penelitian ini berhasil membuktikan: (1) Secara bersama-sama, Religiusitas memiliki pengaruh yang signifikan terhadap Prestasi Kerja Pegawai Negeri Sipil (PNS) alumni dan bukan alumni pesantren yang berkarya di Kantor Departemen Agama Kota Malang. Namun jika dilihat dari masing-masing dimensi, maka hanya ada tiga dimensi yang secara signifikan mempengaruhi Prestasi Kerja Pegawai Negeri Sipil (PNS) Kantor Departemen Agama Kota Malang, yaitu, dimensi Keyakinan, Pengamalan (Akhlaq), dan Pengalaman (Penghayatan), (2) Bahwa antara santri dan non santri dalam prestasi kerja memiliki perbedaan, dan (3) bahwa antara santri dan non santri memang memiliki perbedaan dari sisi-sisi religiusnya.

6. Penelitian yang dilakukan oleh Sutarmi Madyaningsih (2013) dari Fakultas Tarbiyah Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN) Salatiga dengan judul Pengaruh Ketekunan Shalat Terhadap Kedisiplinan Siswa Kelas III,


(27)

17

IV, V dan VI SD Negeri Kajoran 2 Kecamatan Kajoran Kabupaten Magelang. Temuan penelitian menunjukkan bahwa ketekunan shalat berpengaruh terhadap kedisiplinan siswa SD Negeri Kajoran 2 Kabupaten Magelang. Hal tersebut dapat dilihat dari hasil penelitian yang menunjukkan bahwa ketekunan shalat siswa tergolong dalam kategori sangat tinggi sebanyak 10 siswa dengan interval skor antara 28-30 sebesar (25%), tergolong dalam kategori tinggi sebanyak 20 siswa dengan interval skor antara 25-27 sebesar (50%), dan dalam kategori sedang sebanyak 10 siswa dengan interval skor antara 22-24 sebesar( 25%). Sedangkan kedisiplinan siswa tergolong dalam ketegori sangat tinggi sebanyak 16 siswa dengan interval skor antara 26-30 sebesar (40%), dalam kategori tinggi sebanyak 21 siswa dengan interval skor antara 21-25 sebesar (52,5%), dan dalam kategori sedang sebanyak 3 siswa dengan interval skor antara 16-20 sebesar (7,5%). Harga chi kuadrat hitung (15, 404) lebih besar dari harga chi kuadrat tabel dengan db= 4 dan taraf signifikansi 5% (9,488 atau 9,49) dan 1% (13, 277 atau 13,3).

7. Penelitian yang dilakukan oleh Nur Ahmad (2002) dari Fakultas Dakwah Institut Agama Islam Negeri Sunan Kalijaga Jogjakarta dengan judul Hubungan Antara Pelaksanaan Sholat dan Shodaqoh dengan Disiplin Kerja Karyawan Perusahaan Jenang Mubarok Kudus. Dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara variable pelaksanaan sholat dan shodaqoh dengan disiplin kerja, semakin


(28)

18

intensifnya rutinitas melakukan sholat dan shodaqoh maka akan semakin tinggi tingkat disiplin kerja karyawan dalam melaksanakan karyawannya. 8. Penelitian yang dilakukan oleh Aries Susanty dan Sigit Wahyu Baskoro

Program Sudi Teknik Industri, Universitas Diponegoro dengan judul Pengaruh Motivasi Kerja Dan Gaya Kepemimpinan Terhadap Disiplin Kerja Serta Dampaknya Pada Kinerja Karyawan (studi kasus pada PT. PLN (persero) APD Semarang). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa motivasi dan gaya kepemimpinan memiliki dampak positif yang signifikan terhadap disiplin kerja dan kinerja karyawan. Namun, penelitian ini tidak dapat membuktikan bahwa motivasi memiliki dampak positif yang signifikan terhadap kinerja karyawan. Berdasarkan kondisi yang terjadi dilapangan, penelitian ini menghasilkan rekomendasi untuk perbaikan pekerjaan di masa depan yang berkaitan dengan motivasi, gaya kepemimpinan, disiplin kerja, dan kinerja karyawan.

9. Penelitian yang dilakukan oleh Jhon Nasyaroeka dengan judul Pengaruh Gaya Kepemimpinan Terhadap Disiplin Kerja Karyawan Pt Bentoel Prima Bandar Lampung. Berdasarkan hasil penelitian Gaya kepemimpinan berpengaruh positif terhadap disiplin kerja karyawan PT. Bentoel Prima Bandar Lampung. Hal ini membuktikan dari hasil perhitungan korelsi Product Moment, yaitu didapat r hitung sebesar 0,75 dengan r table sebesar 0,339 (n=34) pada taraf signifikan 5% dan r tabel sebesar 0, 436 dengan taraf signnifikan 1%. Dengan hasil r hitung lebih besar dari r tabel ini maka nyata gaya kepemimpinan berpengaruh terhadap disiplin kerja karyawan.


(29)

19

Dengan demikian hipotesis diterima. Dan dari hasil perhitungan dengan menggunakan rumus koefisien penentu (KP) diperoleh hasil sebesar 53,29%. Sedangkan faktor-faktor lain di luar gaya kepemimpinan pengaruhnya sebesar 46,71%. Dengan demikian, gaya kepemimpinan pada PT. Bentoel Prima Bandar Lampung mempunyai pengaruh yang besar terhadap disiplin kerja karyawan.

10. Penelitian yang dilakukan oleh Putri Apriliatin, Harlina Nurtjahjanti, S.Psi., M.Si, Ahmad Mujab M., S.Psi Fakultas Psikologi Universitas Diponegoro dengan judul Hubungan Antara Persepsi Terhadap Kompensasi Dengan Disiplin Kerja Awak KA PT. Kereta Api Indonesia (persero) Daerah Operasi V Di Lingkungan Stasiun Besar Purwokerto. Hasilnya yaitu ada hubungan positif antara persepsi terhadap kompensasi dengan disiplin kerja awak KA. Semakin positif persepsi pegawai terhadap kompensasi, maka semakin tinggi disiplin kerja pegawai. Sebaliknya, semakin negatif persepsi pegawai terhadap kompensasi maka semakin rendah pula disiplin pegawai. Persepsi terhadap kompensasi subjek menunjukkan kategori tinggi sementara disiplin kerja subjek pada saat penilitian juga berada pada posisi tinggi. Sumbangan efektif variabel persepsi terhadap kompensasi pada disiplin kerja pegawai sebesar 25.7% sedangkan 74,3% lainnya dipengaruhi oleh faktor-faktor lain yang tidak dibahas dalam penelitian ini.

Dari penelitian-penelitian terdahulu maka penelitian ini berbeda dengan penelitian sebelumnya. Meskipun telah ada penelitian tentang


(30)

20

“Religiusitas dan Kedisiplinan Pada Anggota POLRI”, namun dalam penelitian ini terdapat perbedaan pada subjek penelitian. Penelitian terdahulu mengunakan subjek anggota POLRI yang notabennya memang dituntut untuk disiplin karena adalah penegak hukum dan sekaligus juga aparat negara, sedangkan pada penelitian ini subjeknya adalah karyawan swasta di Yayasan Yatim Mandiri Cabang Surabaya. Penelitian ini juga berdasarkan fakta masalah yang ada di yayasan yakni disiplin kerjanya para karyawan cukup baik, sehingga peneliti menfokuskan penelitian dengan judul ”Korelasi Tingkat Relegiusitas Dengan Disiplin Kerja Pada Karyawan Yayasan Yatim Mandiri Cabang Surabaya”.


(31)

21

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A.Disiplin Kerja 1. Pengertian

Kata disiplin menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah ketaatan (kepatuhan) kepada peraturan (tata tertib dan sebagainya). Kata disiplin berasal dari bahasa Latin “disciplina” yang berarti latihan atau pendidikan kesopanan dan kerokhanian serta pengembangan tabiat. As. Munandar (Bahrodin, 2007:23), disiplin adalah bentuk ketaatan terhadap aturan, telah ditetapkan. Sun Tzu (Bahrodin, (2007:23) segala macam kebijaksanaan itu tidak mempunyai arti apabila tidak didukung dengan disiplin para pelaksanaannya. Disiplin kerja guru menurut Ali Imron (1995:183) adalah suatu keadaan tertib dan teratur yang dimiliki oleh guru dalam bekerja di sekolah, tanpa ada pelanggaran - pelanggaran yang merugikan baik secara langsung maupun tidak langsung terhadap dirinya, teman sejawatnya dan terhadap sekolah secara keseluruhan. Siswanto Sastrohadiwiryo (2005:291) mendefinisikan disiplin kerja sebagai suatu sikap menghormati, menghargai, patuh, dan taat terhadap peraturan-peraturan yang berlaku, baik yang tertulis maupun tidak tertulis serta sanggup menjalankannya dan tidak mengelak untuk menerima sanksi-sanksinya apabila ia melanggar tugas dan wewenang yang diberikan kepadanya.


(32)

22

Menurut Simamora (1997), disiplin adalah prosedur yang mengoreksi atau menghukum bawahan karena melanggar peraturan atau prosedur. Disiplin kerja adalah suatu alat yang digunakan para manajer untuk berkomunikasi dengan karyawan agar mereka bersedia untuk mengubah suatu perilaku serta sebagai suatu upaya untuk meningkatkan kesadaran dan kesediaan seseorang menaati semua peraturan perusahaan dan norma- norma sosial yang berlaku (Rivai, 2004). Hasibuan (2004) berpendapat bahwa kedisiplinan adalah kesadaran dan kesediaan seseorang menaati semua peraturan perusahaan dan norma-norma social yang berlaku. Kerlinger dan Pahazur (Marjono 2007:7), mengemukakan, umumnya disiplin yang baik terdapat apabila seeorang datang ke kantor dengan teratur dan tepat waktu, apabila mereka berpakaian serba baik pada tempat pekerjaannya, apabila mereka menggunakan bahan-bahan dan perlengkapan dengan hatihati, apabila mereka menghasilkan jumlah dan kualitas pekerjaan yang memuaskan dan mengikuti cara - cara kerja yang ditentukan.

Sondang P. Siagian (dalam Fathoni, 2006:126) mengatakan bahwa kedisiplinan adalah fungsi operatif keenam dari Manajemen Sumber Daya Manusia. Kedisiplinan ini merupakan fungsi operatif Manajemen Sumber Daya Manusia yang terpenting, karena semakin baik disiplin karyawan, semakin tinggi prestasi kerja yang dapat dicapainya. Tanpa disiplin karyawan, yang baik, sulit bagi organisasi perusahaan mencapai hasil yang optimal. Kedisiplinan adalah kesadaran dan kesediaan seseorang menaati semua


(33)

23

Disiplin adalah sikap kesediaan dan kerelaan seseorang untuk mematuhi dan mentaati norma-norma peraturan yang berlaku di sekitarnya. (Singodimedjo, 2000:86) dan menurut Beach disiplin mempunyai dua pengertian. Arti yang pertama, melibatkan belajar atau mencetak prilaku dengan menerapkan imbalan atau hukuman. Arti kedua lebih sempit lagi, yaitu disiplin ini hanya bertalian dengan tindakan hukuman terhadap pelaku kesalahan. (Beach, 1980:57). Disiplin menurut Moenir adalah suatu bentuk ketaatan terhadap aturan, baik tertulis maupun tidak tertulis, yang telah ditetapkan (Moenir, 2000:94). Moenir berpendapat bahwa dalam pelaksanaan tugas/pekerjaan disiplin terdiri atas dua jenis disiplin, yaitu disiplin waktu dan disiplin perbuatan. Kedua jenis disiplin tersebut merupakan kesatuan yang tak dapat dipisahkan serta saling mempengaruhi. Disiplin waktu tanpa disertai disiplin kerja tidak ada artinya, dengan kata lain tidak ada hasil sesuai dengan ketentuan organisasi. Sebaliknya disiplin kerja tanpa didasari dengan disiplin waktu tidak ada manfaatnya. Oleh karena itu usaha pendisiplinan tidak dapat dilakukan separuh-separuh melainkan harus serentak kedua-duanya (Moenir, 2000:95-96).

Disiplin menurut Atmosudirjo adalah :

a. Suatu sikap mental (state of mind, mental attitude) tertentu yang

merupakan sikap taat dan tertib sebagai hasil dari pada latihan dan pengendalian pikiran dan watak oleh pribadi secara teratur;

b. Suatu pengetahuan tingkat tinggi tentang sistem aturan-aturan perilaku,

sistem atau norma-norma kriteria dan standar sekaligus keseluruhan dan kesadaran bahwa ketaatan akan aturan, kriteria standar struktur dan


(34)

24

sistem organisasi tersebut itu adalah syarat mutlak untuk mencapai keberhasilan;

c. Sikap kelakuan (behavior) yang secara wajar menunjukkan kesungguhan

hati, pengertian kesadaran untuk mentaati segala apa yang diketahui itu secara cermat dan tertib (Atmosudirjo, 1987).

Disiplin diri sangat diperlukan sebagai usaha untuk membentuk

perilku sedemikian rupa sehingga sesuai dengan peran – peran yang ditetapkan (Hurlock, 1993). Disiplin menurut Hurlock (1993) secara terminologi berasal dari kata “disceple” yang berarti seorang yang belajar secara suka rela mengikuti seorang pemimpin. Lebih lanjut Hurlock mengatakan bahwa disiplin merupakan suatu proses dari latihan atau belajar yang berkaitan dengan pertumbuhan dan perkembangan seseorang. Harmby (Saidan, 1996) mengatakan bahwa disiplin adalah latihan kebiasan – kebiasan, khususnya latihan pikiran dan sikap untuk menghasilkan pengendalian diri, mentaati peraturan yang berlaku dengan penuh kesadaran diri. Disiplin selalu dihubungkan dengan cara – cara pengendalian tingkah laku. Schaefer (1996) mengemukakan bahwa disiplin mempunyai dua tujuan jangka pendek dan jangka panjang. Tujuan jangka pendek dari disiplin adalah menbuat individu menjadi terlatih dan terkontrol, sedangkan tujuan jangka panjangnya adalah untuk perkembangan pengendalian dan pengarahan diri sendiri (self control and self direction).

Rahmat (1989) mengemukakan bahwa ada dua aspek kedisiplinan, yaitu: a. Keteraturan terhadap peraturan, yaitu adanya ketaatan atau


(35)

25

tidak tertulis; b. Tanggung jawab, yaitu bersikap jujur atas segala perbuatan dan berani menanggung resiko terhadap sanksi-sanksi yang sudah ditetapkan.

Warsanto (1985) menyatakan disiplin mengandung tiga aspek, yaitu: a. Sikap taat dan tertib; b. Pengetahuan tentang sistem aturan perilaku, norma, kriteria standar, sehingga menimbulkan kesadaran pentingnya ketaatan untuk mencapai keberhasilan; c. Perilaku yang menunjukkan kesungguhan untuk menaati segala apa yang diketahui secara cermat.

2. Indikator Disiplin Kerja

Menurut Soejono (2000), indikator dari disiplin kerja adalah sebagai berikut :

a. Ketepatan waktu

Para pegawai datang ke kantor tepat waktu, tertib dan teratur, dengan begitu dapat dikatakan disiplin kerja baik.

b. Menggunakan peralatan kantor dengan baik

Sikap hati-hati dalam menggunakan peralatan kantor dapat mewujudkan bahwa seseorang memiliki disiplin kerja yang baik, sehingga peralatan kantor dapat terhindar dari kerusakan.

c. Tanggung jawab yang tinggi

Pegawai yang senantiasa menyelesaikan tugas yang dibebankan kepadanya sesuai dengan prosedur dan bertanggung jawab atas hasil kerja, dapat pula dikatakan memiliki disiplin kerja yang baik.


(36)

26

d. Ketaatan terhadap aturan kantor

Pegawai memakai seragam kantor, menggunakan kartu tanda pengenal/identitas, membuat ijin bila tidak masuk kantor, juga merupakan cerminan dari disiplin yang tinggi.

3. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Disiplin Kerja

Menurut Hasibuan (2000,) menjelaskan bahwa banyak faktor yang mempengaruhi tingkat kedisiplinan karyawan pada suatu organisasi, diantaranya adalah:

a. Tujuan dan kemampuan

Tujuan yang akan dicapai harus jelas dan ditetapkan secara ideal serta cukup menantang bagi kemampuan karyawan. Tujuan (pekerjaan) yang dibebankan kepada karyawan harus sesuai dengan kemampuan karyawan yang bersangkutan, agar karyawan bekerja dengan sungguh-sungguh dan disiplin dalam mengerjakannya.

b. Teladan pimpinan

Teladan pimpinan sangat menentukan kedisiplinan karyawan karena pemimpin dijadikan teladan dan panutan oleh para bawahannya. Pemimpin harus memberi contoh yang baik, berdisiplin baik, jujur, adil serta sesuai kata dan perbuatan.

c. Balas jasa

Balas jasa (gaji dan kesejahteraan) ikut mempengaruhi kedisiplinan karyawan karena balas jasa akan mempengaruhi kepuasan dan kecintaan karyawan terhadap perusahaan atau pekerjaannya.


(37)

27

d. Keadilan

Keadilan dijadikan dasar kebijaksanaan dalam pemberian balas jasa atau hukuman yang merangsang terciptanya kedisiplinan karyawan yang baik.

e. Pengawasan melekat (Waskat)

Waskat (pengawasan melekat) penting dilakukan atasan untuk mewujudkan kedisiplinan karyawan. Atasan secara aktif mengawasi perilaku, gairah kerja dan prestasi bawahan serta memberikan petunjuk sehingga karyawan mendapat perhatian, bimbingan dan pengarahan dari atasannya.

f.Sanksi atau hukuman

Berat-ringannya sanksi yang akan diterapkan ikut mempengaruhi baik buruknya kedisiplinan karyawan. Sanksi hukuman yang berat akan membuat karyawan takut untuk melanggar peraturan-peraturan perusahaan. Hal ini akan membuat sikap dan perilaku indisipliner karyawan akan berkurang. Contoh sanksi hukuman menurut Robbins (1996, h.93) dapat berupa: ancaman untuk menunda kenaikan gaji, ancaman untuk memberikan penilaian kerja yang tidak memuaskan atau menahan suatu promosi.

g. Ketegasan

Penting untuk memiliki seorang atasan yang adil, berani dan tegas untuk menindak karyawan yang telah melanggar aturan. Atasan semacam ini akan disegani dan diakui kepemimpinannya oleh bawahan.


(38)

28

h. Hubungan kemanusiaan

Hubungan kemanusiaan yang harmonis diantara sesama karyawan ikut menciptakan kedisiplinan pada suatu perusahaan.

Menurut Helmi (1996) faktor-faktor yang mempengaruhi disiplin kerja yaitu:

a. Faktor kepribadian

Disiplin kerja terjadi karena karyawan mempunyai sistem nilai-nilai pribadi yang menunjang tinggi kedisiplinan. Nilai-nilai-nilai yang menunjang disiplin yang diajarkan atau ditanamkan orang tua, guru, dan masyarakat akan dijadikan sebagai kerangka acuan bagi penerapan disiplin di tempat kerja. Dalam taraf ini individu mempunyai kesadaran diri untuk berbuat sesuatu sesuai dengan aturan yang semestinya.

b. Faktor lingkungan

Lingkungan kerja mempengaruhi disiplin kerja karena lingkungan dalam organisasi yang menciptakan lingkungan kultural dan sosial tempat berlangsungnya kegiatan organisasi. Kondisi lingkungan tersebut dapat juga menjadi penyebab timbulnya perilaku yang melanggar disiplin atau aturan yang telah ditetapkan.Berdasarkan pandangan Helmi (1996, h.37) tersebut menunjukkan bahwa faktor yang tidak berasal dari kepribadian individu dapat dimasukkan dalam faktor lingkungan. Mencakup faktor ini diantaranya adalah gaya kepemimpinan yang diterapkan oleh suatu organisasi atau perusahaan. Pada dasarnya disiplin


(39)

29

kerja akan timbul ketika karyawan merasakan adanya perhatian dari perusahaan dalam melibatkan karyawan didalamnya.

B.Religiusitas 1. Pengertian

Kata religi berasal dari bahasa latin religio yang akar katanya adalah religere yang berarti mengikat (Gazalba, 1985). Matdarwan (1986) mengemukakan bahwa religere berarati melaksanakan dengan sangat teliti atau dapat pula dirartikan menyatukan diri. Disamping istilah religi sering pula dalam masyarakat digunakan istilah lain, seperti agama (Bahasa Indonesia), dien (Bahasa Arab) atau religion (Bahasa Inggris). Meskipun masing-masing mempunyai terminologis sendiri-sendiri akan tetapi dalam arti terminologis dan teknis yang berbeda akan tetapi semua istilah tersebut berartikan makna yang sama (Anshari, 1987).

Pada dasarnya agama merupakan suatu system yang terdiri dari berbagai aspek. Menurut Hurlock agama terdiri dari dua unsur : keyakinan terhadap ajaran agama, dan pelaksanaan ajaran-ajaran. Dalam kajiannya, agama bagi Durkheim sebagaimana dikutip oleh Jalaluddin Rahmat, dapat dibedakan dalam dua hal : belief dan pracyice. Lebih jauh Jalaluddin Rahmat menerangkan bahwa aspek yang pertama lebih jauh menekankan pada ajaran dalam bentuk teks, baik yang tertulis yang menjadi sumber rujukan bagi pemeluk agama. Aspek kedua, merupakan keberagamaan (religiosity), yaitu : perilaku yang bersumber baik secara langsung meupun tidak langsung kepada nash agama.


(40)

30

Menurut Amin Abdulah, religiusitas (religiosity) atau keberagamaan manusia pada umumnya adalah bersifat universal, infinite (tidak terbatas, tidak bersekat), transhistoris (melewati batas pagar historisitas- kesejarahan manusia). Namun religiusitas yang demikian mendalam abstrak, pada hakekatnya tidak dapat dipahami dan tidak dapat dinikmati oleh manusia tanpa sepenuhnya terlihat dalam bentuk ungkapan religiusitas yang kongkret, terbatas, terikat, historis, terkurung oleh ruang dan waktu tertentu secara subyektif. Maka itu penelitian-penelitian empirik untuk mengungkap fenomena keberagamaan seseorang atau sekelompok masyarakat dengan pendekatan antropologis (psikologi, sosiologi, sejarah) menjadi perlu adanya.

Glock dan Stark (Ancok dan Saroso, 1994) berpendapat bahwa dimensi

religiusitas terdiri dari: a. Ritual involvement (keterlibatan ritual), mencakup

kewajiban ritual individu dalam agamanya, mencakup perilaku pemujaan, ketaatan dan hal-hal yang harus dilakukan orang untuk menunjukkan komitmen terhadap agama yang dianutnya, misalnya: upacara-upacara, sembahyang,

puasa, haji dan lain-lain; b. Ideological involvement (keterlibatan ideologi),

berkaitan dengan tingkatan sejauh mana individu menerima hal-hal yang bersifat dogmatik di dalam agama masing–masing, misalnya dalam agama

Islam diyakini adanya hari akhir; c. Intellectual involvement (keterlibatan

intelektual), mengacu pada harapan bahwa orang– orang beragama paling tidak memiliki sejumlah minimal pengetahuan mengenai dasar keyakinan, kitab suci dan tradisi–tradisi serta sejauh mana seseorang tersebut tergerak hatinya


(41)

31

agamanya; d. Experiental involvement (keterlibatan pengalaman), berkaitan

dengan perasaan-perasaan, persepsi, dan sensasi yang dialami dan dirasakan. Tingkah laku ini menujukkan apakah seseorang mempunyai sesuatu yang spektakuler yang merupakan keajaiban yang datangnya dari Tuhan, maka hal ini akan nampak dalam tingkah lakuya, misalnya: merasa dekat dengan Tuhan, merasa takut berbuat dosa, merasa doanya dikabulkan, diselamatkan oleh

Tuhan dan sebagainya; e. Consequental involvement (keterlibatan

konsekuensi), mengacu pada identifikasi akibat – akibat keyakinan keagamaan, praktek pengalaman dan pengetahuan seseorang dari hati ke hati. Tingkah laku seseorang konsekuen dengan ajaran agamanya dengan menjauhi apa yang dilarang oleh agamanya.

Anggasari (dalam Hidayah Marsal, 2008) membedakan antara istilah religi atau agama dengan istilah religiusitas. Agama atau religi menunjuk pada aspek formal yang berkaitan dengan aturan-aturan dan kewajiban-kewajiban, sedangkan religiusitas menunjuk pada aspek yang dihayati oleh individu. Hal ini selaras dengan pendapat Dister (dalam Hidayah Marsal, 2008) yang mengartikan religiusitas sebagai keberagaman, yang berarti adanya unsur internalisasi agama itu dalam diri individu. Lindridge (2005) menyatakan bahwa religiusitas dapat diukur dengan kehadiran lembaga keagamaan dan pentingnya agama dalam kehidupan sehari-hari.

Religiusitas oleh McDaniel dan Burnett (dalam Vittel, 2009) didefinisikan sebagai kepercayaan kepada Tuhan disertai dengan komitmen untuk mengikuti prinsip-prinsip yang diyakini ditetapkan oleh Allah.


(42)

32

penilaian individu, keyakinan dan perilaku dalam berbagai situasi, akan muncul menjadi intuitif (Singh, 2005). Religiusitas memiliki pengaruh baik pada sikap dan perilaku manusia (Weaver dan Agle, 2002). Delener (1994) juga mengungkapkan bahwa religiusitas merupakan nilai penting dalam struktur kognitif individu yang dapat mempengaruhi perilaku individu.

Dister (1989) mengartikan religiusitas sebagai keberagamaan, yang berarti adanya unsur internalisasi agama ke dalam diri seseorang. Lebih lanjut, Dister mengemukakan bahwa religiusitas adalah keadaan dimana seseorang merasakan dan mengakui adanya kekuatan tertinggi, yang menaungi kehidupan dan hanya kepada-Nya bergantung dan berserah diri. Muhammad (2003) mendefinisikan religiusitas sebagai rasa penghayatan, pengamalan, pengalaman dan keterikatan yang dimiliki individu terhadap apa saja yang diajarkan agama dan didasari oleh iman.

Menurut Otto (Darajad, 1997) didalam religiusitas ada dua hal yang perlu diketahui kesadaran agama (religion consiousness) yaitu bagian dari segi agama yang hadir atau terasa didalam pikiran dan dapat di uji melalui introspeksi atau aspek mental dari aktivitas beragama dan pengalaman beragama (religion experience) yakni unsur – unsur yang membawa pada keyakinan yang dihasilkan oleh sebuah tindakan.

Feifel dan Nogy (Muhammad, 2003) mengemukakan beberapa aspek religiusitas, yaitu: a. Religious self yaitu seberapa orang meyakini ajaran agamanya; b. Intrinsic religious motivaion yaitu seberapa jauh orang mempunyai dorongan dari dalam untuk semakin dekat dengan Tuhannya; c.


(43)

33

Belief in god yaitu seberapa besar keyakinan terhadap Tuhan yang mengatur alam semesta dan kehidupan manusia; d. Importance of religious yaitu seberapa jauh ajaran agama dipakai sebagai patokan dalam segala aspek kehidupan; e. Belief in life after death yaitu seberapa jauh kepercayaan adanya kehidupan setelah kematian.

Rumusan dimensi religi oleh Nashori dan Mucharam (2002) dirumuskan mempunyai keseusuaian yang sama dengan Islam, antara lain: a. Dimensi akidah yang menyangkut keyakinan dan hubungan manusia dengan Tuhan, malaikat, para nabi dan sebagainya; b. Dimensi ibadah yang menyangkut frekwensi, intensitas pelaksanaan ibadah yang telah ditetapkan, misalnya shalat, zakat, puasa dan haji; c. Dimensi amal yaitu yang menyangkut bagaimana tingkah laku seseorang dalam kehidupan bermasyarakat. Misalnya menolong orang lain, membela orang yang lemah dan sebagainya; d. Dimensi ikhsan yaitu menyangkut pengalaman dan perasaan tentang kehadiran Tuhan dalam kehidupannya, misalnya perasaan dekat dengan Allah, perasaan pernah diselamakan oleh Allah, perasaan doa- doanya dikabulkan oleh Allah dan sebagainya; e. Dimensi ilmu yaitu menyangkut pengetahuan seseorang tentang ajaran agamanya, misalnya pengetahuan fiqih, tauhid dan sebagainya.

2. Dimensi Religiusitas

Menurut Glock (dalam Tina Afiatin, 1998) mengatakan bahwa terdapat lima dimensi dalam religiusitas, yaitu:


(44)

34

a. Religious Belief (The Ideological Dimension)

Religious belief (the idiological dimension) atau disebut juga dimensi keyakinan adalah tingkatan sejauh mana seseorang menerima hal-hal yang dogmatik dalam agamanya, misalnya kepercayaan kepada Tuhan, malaikat, surga dan neraka. Meskipun harus diakui setiap agama tentu memiliki seperangkat kepercayaan yang secara doktriner berbeda dengan agama lainnya, bahkan untuk agamanya saja terkadang muncul paham yang berbeda dan tidak jarang berlawanan. Pada dasarnya setiap agama juga menginginkan adanya unsur ketaatan bagi setiap pengikutnya. Adapun dalam agama yang dianut oleh seseorang, makna yang terpenting adalah kemauan untuk mematuhi aturan yang berlaku dalam ajaran agama yang dianutnya. Jadi dimensi keyakinan lebih bersifat doktriner yang harus ditaati oleh penganut agama. Dimensi keyakinan dalam agama Islam diwujudkan dalam pengakuan (syahadat) yang diwujudkan dengan membaca dua kalimat syahadat, Bahwa tidak ada Tuhan selain Allah, dan nabi Muhammad itu utusan allah. Dengan sendirinya dimensi keyakinan ini menuntut dilakukannya praktek- praktek peribadatan yang sesuai dengan nilai-nilai Islam (Ancok dan Suroso, 1995).

b. Religious Practice (The Ritual Dimension)

Religious practice (the ritual dimension) yaitu tingkatan sejauh mana seseorang mengerjakan kewajiban-kewajiban ritual dalam agamanya. Unsur yang ada dalam dimensi ini mencakup pemujaan,


(45)

35

kultur serta hal- hal yang lebih menunjukkan komitmen seseorang dalam agama yang dianutnya. Wujud dari dimensi ini adalah prilaku masyarakat pengikut agama tertentu dalam menjalankan ritus-ritus yang berkaitan dengan agama. Dimensi praktek dalam agama Islam dapat dilakukan dengan menjalankan ibadah shalat, puasa, zakat, haji ataupun praktek muamalah lainnya (Ancok dan Suroso, 1995)

c. Religious Feeling (The Experiental Dimension)

Religious Feeling (The Experiental Dimension) atau bisa disebut dimensi pengalaman, adalah perasaan-perasaan atau pengalaman yang pernah dialami dan dirasakan. Misalnya merasa dekat dengan Tuhan, merasa takut berbuat dosa, merasa doanya dikabulkan, diselamatkan oleh Tuhan, dan sebagainya. Ancok dan Suroso (1995) mengatakan kalau dalam Islam dimensi ini dapat terwujud dalam perasaan dekat atau akrab dengan Allah, perasaan bertawakal (pasrah diri dalam hal yang positif) kepada Allah. Perasaan khusyuk ketika melaksanakan shalat atau berdoa, perasaan tergetar ketika mendengar adzan atau ayat-ayat Al Qur’an, perasaan bersyukur kepada Allah, perasaan mendapat peringatan atau pertolongan dari Allah.

d. Religious Knowledge (The Intellectual Dimension)

Religious Knowledge (The Intellectual Dimension) atau dimensi pengetahuan agama adalah dimensi yang menerangkan seberapa jauh seseorang mengetahui tentang ajaran-ajaran agamanya, terutama yang ada di dalam kitab sucinya atau dimensi pengetahuan agama adalah


(46)

36

dimensi yang menerangkan seberapa jauh seseorang mengetahui tentang ajaran-ajaran agamanya, terutama yang ada di dalam kitab suci manapun yang lainnya. paling tidak seseorang yang beragama harus mengetahui hal-hal pokok mengenai dasar-dasar keyakinan, ritus-ritus, kitab suci dan tradisi. Dimensi ini dalam Islam menunjuk kepada seberapa tingkat pengetahuan dan pemahaman muslim terhadap ajaran-ajaran agamanya terutama mengenai ajaran pokok agamanya, sebagaimana yang termuat di dalam kitab sucinya (Ancok dan Suroso, 1995)

e. Religious Effect (The Consequential Dimension)

Religious effect (the consequential dimension) yaitu dimensi yang mengukur sejauh mana prilaku seseorang dimotivasi oleh ajaran-ajaran agamanya dalam kehidupan sosial, misalnya apakah ia mengunjungi tetangganya sakit, menolong orang yang kesulitan, mendermakan hartanya, dan sebagainya.

3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Religiusitas

Thouless (2000), membedakan faktor-faktor yang mempengaruhi sikap keagamaan menjadi empat macam, yaitu :

1) Pengaruh pendidikan atau pengajaran dan berbagai tekanan social

Faktor ini mencakup semua pengaruh sosial dalam perkembangan keagamaan itu, termasuk pendidikan dari orang tua, tradisi-tradisi sosial, tekanan dari lingkungan social untuk menyesuaikan diri dengan berbagai pendapat dan sikap yang disepakati oleh lingkungan itu.


(47)

37

2) Faktor pengalaman

Berkaitan dengan berbagai jenis pengalaman yang membentuk sikap keagamaan. Terutama pengalaman mengenai keindahan, konflik moral dan pengalaman emosional keagamaan. Faktor ini umumnya berupa pengalaman spiritual yang secara cepat dapat mempengaruhi perilaku individu.

3) Faktor kehidupan

Kebutuhan-kebutuhan ini secara garis besar dapat menjadi empat, yaitu : (a). kebutuhan akan keamanan atau keselamatan, (b). kebutuhan akan cinta kasih, (c). kebutuhan untuk memperoleh harga diri, dan (d). kebutuhan yang timbul karena adanya ancaman kematian.

4) Faktor intelektual

Setiap individu berbeda-beda tingkat religiusitasnya dan dipengaruhi oleh dua faktor yaitu internal dan eksternal. Faktor internal yang dapat mempengaruhi religiusitas seperti adanya pengalaman-pengalaman emosional keagamaan, kebutuhan individu yang mendesak untuk dipenuhi seperti kebutuhan akan rasa aman, harga diri, cinta kasih dan sebagainya. Pengaruh eksternalnya seperti pendidikan formal, pendidikan agama dalam keluarga, tradisi-tradisi social yang berlandaskan nilai-nilai keagamaan, tekanan-tekanan lingkungan sosial dalam kehidupan individu.


(48)

38

C.Hubungan Antara Religiusitas dengan Disiplin Kerja

Al-Khayyath (1994) mengemukakan bahwa seorang pekerja yang mempunyai komitmen terhadap agamanya, tidak akan melupakan etika kerja yang diajarkan oleh agamanya yaitu bekerja yang jujur, baik budi, tidak semena – mena terhadap orang lain serta bertanggung jawab penuh terhadap tugas yang diberikan kepadanya. Dalam hal ini iman dan taqwa tidak sama dengan religius, tetapi iman dan taqwa merupakan bagian dari religius itu sendiri, sehingga dapat dikatakan bahwa religiusitas dapat mempengaruhi kedisiplinan.

Sarwono (1999) mengatakan bahwa faktor agama mempengaruhi perilaku seseorang, termasuk kedisiplinan. Seseorang yang memiliki religiusitas yang tinggi akan berperilaku atau bersikap sesuai dengan pertimbangan nilai-nilai agama yang diyakininya, yang akhirnya akan tercermin dalam perwujudan sikap disiplin.

Darajad (1997) mengatakan bahwa agama mempunyai peranan penting dalam pembinaan kedisiplinan. Apabila dihadapkan pada suatu dilema, seseorang akan menentukan sikap berdasarkan pertimbangan-pertimbangan nilai-nilai moral dan kedisiplinan yang diterapkan pada dirinya dan datang dari agama. Seseorang akan tetap memegang prinsip moral yang telah tertanam dalam hati nuraninya dalam kondisi dan posisi apapun. Nilai-nilai agama yang telah terintegrasi dalam hatinya mampu menuntun sikap maupun perilaku seseorang tersebut.


(49)

39

Nashori dan Mucharam (2002) menyatakan bahwa keimanan dan keyakinan seseorang terhadap agamanya mampu mewujudkan perilaku dan sikap yang mencerminkan penghayatan dan pengamalan terhadap ajaran agamanya, salah satunya adalah kedisiplinan. Ini bisa dilihat dari ajaran Islam itu sendiri seperti sholat, puasa, zakat dan haji yang waktunya sudah ditentukan dan tidak bisa ditawar. Misalnya dalam sholat yang sudah Allah tetapkan waktu pengerjaaanya mengajarkan kepada kita untuk disiplin juga dalam hal lain serta menghargai waktu dengan memanfaatkan sebaik-baiknya. Allah memerintahkan kepada manusia agar bersungguh-sungguh dalam mengerjakan suatu urusan dan ketika selesai segera berganti dengan aktivitas lain yang bermanfaat. Sebagaimana firman Allah dalam surat al-insyirah ayat 7-8 yang berbunyi:

ۡﻏﺮ اذﺈ

ۡﺐﺼ ﭑ

Artinya : Maka apabila kamu telah selesai (dari sesuatu urusan), kerjakanlah dengan sungguh-sungguh (urusan) yang lain.

Kita juga bisa cermati ajaran disiplin dalam perintah shalat jamaah. Kewajiban shalat wajib lima waktu selama sehari semalam sangat dianjurkan untuk dikerjakan secara berjamaah. Menurut keterangan Rasulullah SAW, nilai pahala shalat wajib secara berjamaah adalah dua puluh tujuh derajat dibanding shalat sendirian. Shalat jamaah jelas membutuhkan disiplin. Karena, umumnya shalat jamaah dikerjakan bersama-sama di masjid atau langgar tidak lama setelah azan berkumandang yang diikuti dengan iqamah. Dengan demikian,


(50)

40

kesibukan setelah mendengar azan. Shalat jamaah di masjid atau langgar itu dikerjakan tepat waktu. Kalau kita masih saja ruwet dengan segala tetek bengek dunia, sementara azan sudah berkumandang, dipastikan kita akan ketinggalan, atau malah tidak mendapati shalat jamaah sama sekali.

Sedangkan menurut H. Sulaiman Rasyid (1995) mengemukakan bahwa hikmah melaksanakan sholat adalah mendidik manusia untuk berdisiplin dengan tugasnya didalam waktu-waktu tertentu. Hal ini sesuai dengan firman Allah dalam Surat Al-Angkabut ayat 45 :

ۡ

ۡ إ ﻲ وأ ٓﺎ

ﺐ ۡ

ﻗأو

ةﻮ ﱠﺼ

ﱠنإ

ةﻮ ﱠﺼ

ﻰﮭۡ

ءٓﺎﺸ ۡ ۡ

و

ﺮ ۡ

ﺮ ۡ ﺬ و

ﱠہ

و ﺮﺒ ۡ أ

ﱠہ

نﻮ ۡﺼ ﺎ ۡ

Artinya : Bacalah apa yang telah diwahyukan kepadamu, yaitu Al Kitab (Al Quran) dan dirikanlah shalat. Sesungguhnya shalat itu mencegah dari (perbuatan-perbuatan) keji dan mungkar. Dan sesungguhnya mengingat Allah (shalat) adalah lebih besar (keutamaannya dari ibadat-ibadat yang lain). Dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan.

Selain dari itu Rosul juga menganjurkan pada ummatnya untuk sholat di awal waktu, seperti haditsnya yang berbunyi “Afdhaalussholaati Fii Awwali Waqtiha”. Ini menunjukkan bahwa Islam memang memperhatikan tentang kedisiplinan.

Sholat menjadi tolak ukur bagi setiap muslim, sebab kata Rosul Sholat adalah tiang agama. Jadi, setinggi apapun tingkat religius seseorang jika tanpa sholat yang benar maka sia-sialah hidupnya di dunia maupun besok di akhirat.


(51)

41

Sehingga dengan begitu bisa kita simpulkan bahwa muslim yang taat dan benar sholatnya maka pasti dia juga taat akan ajaran-ajaran yang lainnya seperti yang telah dijelaskan dalam Al-Quran di atas. Dan jika sudah taat pada ajaran agama dapat dikatakan bahwa dia adalah pribadi yang memiliki religiusitas yang tinggi, dan pastinya akan berimplikasi pada kehidupannya termasuk salah satunya yaitu kedisipilinan dalam bekerja.

D.Kerangka Teoritik

Kerlinger dan Pahazur (Marjono 2007:7), mengemukakan, umumnya disiplin yang baik terdapat apabila seeorang datang ke kantor dengan teratur dan tepat waktu, apabila mereka berpakaian serba baik pada tempat pekerjaannya, apabila mereka menggunakan bahan-bahan dan perlengkapan dengan hatihati, apabila mereka menghasilkan jumlah dan kualitas pekerjaan yang memuaskan dan mengikuti cara - cara kerja yang ditentukan.

Sondang P. Siagian (dalam Fathoni, 2006:126) mengatakan bahwa kedisiplinan adalah fungsi operatif keenam dari Manajemen Sumber Daya

Manusia. Kedisiplinan ini merupakan fungsi operatif Manajemen Sumber Daya

Manusia yang terpenting, karena semakin baik disiplin karyawan, semakin tinggi prestasi kerja yang dapat dicapainya. Tanpa disiplin karyawan, yang baik, sulit bagi organisasi perusahaan mencapai hasil yang optimal. Kedisiplinan adalah kesadaran dan kesediaan seseorang menaati semua peraturan perusahaan dan norma-norma sosial yang berlaku.

Syafi’i Ma’arif (mantan ketum PP Muhammadiyah 1998-2005) dalam makalahnya “Konsep Islam Tentang Disiplin dan Disiplin Kehidupan”,


(52)

42

pribadi inilah sebenarnya disiplin sosial dapat ditegakkan. Kedisiplinan yang dituntut oleh Islam adalah disiplin dalam kehidupan manusia pada suatu kerangka kerja besar yang tidak hanya berorientasi dunia namun sekaligus akhirat. (Karya ilmiah Roby Darisandi, www.academia.edu/6150164/kir)

Sarwono (1999) mengatakan bahwa faktor agama mempengaruhi perilaku seseorang, termasuk kedisiplinan. Seseorang yang memiliki religiusitas yang tinggi akan berperilaku atau bersikap sesuai dengan pertimbangan nilai-nilai agama yang diyakininya, yang akhirnya akan tercermin dalam perwujudan sikap disiplin.

Darajad (1997) mengatakan bahwa agama mempunyai peranan penting dalam pembinaan kedisiplinan. Apabila dihadapkan pada suatu dilema, seseorang akan menentukan sikap berdasarkan pertimbangan-pertimbangan nilai-nilai moral dan kedisiplinan yang diterapkan pada dirinya dan datang dari agama. Seseorang akan tetap memegang prinsip moral yang telah tertanam dalam hati nuraninya dalam kondisi dan posisi apapun. Nilai-nilai agama yang telah terintegrasi dalam hatinya mampu menuntun suikap maupun perilaku seseorang tersebut.

Nashori dan Mucharam (2002) menyatakan bahwa keimanan dan keyakinan seseorang terhadap agamanya mampu mewujudkan perilaku dan sikap yang mencerminkan penghayatan dan pengamalan terhadap ajaran agamanya, salah satunya adalah kedisiplinan. Sedangkan menurut H. Sulaiman Rasyid (1995) mengemukakan bahwa hikmah melaksanakan sholat adalah


(53)

43

mendidik manusia untuk berdisiplin dengan tugasnya didalam waktu-waktu tertentu.

Mu’allim (2004) menjelaskan bahwa mengenai rumusan dinamika psikologi yang terjadi dalam pengaruh nilai-nilai shalat terhadap profesionalisme kerja salah satunya adalah nilai-nilai kedisiplinan, seseorang yang dengan baik menjaga shalatnya, akan terinternalisasi dalam dirinya nilai-nilai disiplin. Hal ini karena shalat mempunyai nilai-nilai-nilai-nilai kedisiplinan yang terletak pada waktu, menjaga kesucian, dan menjaga dari yang membatalkan shalat, bahkan lebih dalam lagi, menjaga hati yang dapat membatalkan shalat. Nilai-nilai kedisiplinan ini akan membentuk individu yang mempunyai kedisiplinan yang tinggi dalam sikap dan perilakunya. Dalam konteks profesionalisme kerja ia akan disiplin dalam waktu dan peraturan-peraturan yang telah ditetapkan bersama. Bagi karyawan, contoh perilaku ini dapat dilihat pada kesesuaian waktu kerja dengan jadwal yang telah ditetapkan.

Dari pemaparan di atas maka dalam penelitian ini dapat digambarkan kerangka teoritik mengenai pengaruh religiusitas terhadap disiplin kerja pada karyawan sebagai berikut :

.

Gambar 1 : Hubungan antara Religiusitas dengan Disiplin Kerja

E.Hipotesis


(54)

44

Hipotesis merupakan dugaan sementara yang kemungkinan benar atau juga salah. Hipotesis tersebut akan ditolak jika ternyata salah dan akan diterima jika fakta-fakta benar. Oleh karena itu, pada penelitian ini penulis akan mengajukan hipotesis sebagai berikut :

Ha : Terdapat korelasi antara tingkat religiusitas dengan disiplin kerja pada karyawan Yayasan Yatim Mandiri Cabang Surabaya.

Ho : Tidak terdapat korelasi antara tingkat religiusitas dengan disiplin kerja pada karyawan Yayasan Yatim Mandiri Cabang Surabaya.


(55)

45

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A.Rancangan Penelitian

Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan melalui survei, yang dilakukan dengan mengajukan pertanyaan pada responden. Metode survei dalam penelitian dilakukan dengan menggunakan instrument penelitian berupa kuesioner yang terdiri dari beberapa aitem-aitem yang mewakili variable independen (religiusitas) dan dependen (disiplin kerja) (Arikunto, 2000).

Sedangkan jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini yaitu korelasional. Menurut Kuncoro (2003) penelitian korelasional ini merupakan penelitian yang dimaksudkan untuk mengukur tingkat kedekatan hubungan antar variabel-variabel. Metode tersebut digunakan dengan tujuan mengetahui hubungan antara variabel independen (religiusitas) terhadap dependen (disiplin kerja) pada karyawan Yayasan Yatim Mandiri Cabang Surabaya.

B.Identifikasi Variabel Penelitian

Identifikasi variable ini adalah pernyataan eksplisit mengenai apa dan bagaimana fungsi masing-masing variable yang kita perhatikan (Azwar (2003).

Dalam hal ini ditetapkan oleh peneliti bahwa dalam penelitian ini terdiri dari dua variabel, yaitu Variabel Bebas (X) adalah Religiusitas dan Variabel Tergantung (Y) adalah Disiplin Kerja.


(56)

46

C.Definisi Operasional

Definisi operasional dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Disiplin Kerja

Disiplin kerja adalah suatu sikap menghormati, menghargai, patuh, dan taat terhadap peraturan-peraturan yang berlaku, baik yang tertulis maupun tidak tertulis serta sanggup menjalankannya dan tidak mengelak untuk menerima sanksi-sanksinya apabila ia melanggar tugas dan wewenang yang diberikan kepadanya.

2. Religiusitas

Religiusitas adalah internalisasi nilai-nilai agama dalam diri seseorang. Internalisasi di sini berkaitan dengan kepercayaan terhadap ajaran-ajaran agama baik di dalam hati maupun dalam ucapan. Kepercayaan ini kemudian diaktualisasikan dalam perbuatan dan tingkah laku sehari-hari. D.Populasi

Populasi adalah gabungan dari seluruh elemen yang berbentuk peristiwa, hal atau orang yang memiliki karakteristik yang serupa yang menjadi pusat perhatian seorang peneliti karena itu dipandang sebagai sebuah semesta penelitian (Ferdinand, 2006).

Populasi adalah keseluruhan penduduk atau individu yang dimaksudkan untuk diteliti. Populasi dibatasi sebagai jumlah penduduk atau individu yang paling sedikit memiliki satu sifat yang sama (Hadi, 2000).


(57)

47

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh karyawan yang bekerja di Yayasan Yatim Mandiri Cabang Surabaya yang berjumlah sebanyak 35 karyawan dengan ciri-ciri sebagai berikut :

a. Terdiri dari Pria dan wanita. b. Usia 20 sampai dengan 56 tahun.

c. Jenjang pendidikan minimal SMA/SMK sampai jenjang perguruan tinggi. Jadi jumlah subjek yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah seluruh karyawan Yayasan Yatim Mandiri Cabang Surabaya yang berjumlah 35 karyawan.

E.Teknik Pengumpulan Data

Menurut Sugiyono (2011) kuesioner merupakan teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan cara memberi seperangkat pertanyaan atau pernyataan tertulis kepada responden untuk dijawabnya. Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan instrument penelitian berupa kuesioner yang terdiri dari beberapa aitem-aitem yang mewakili variable independen (Religiusitas) dan dependen (Disiplin Kerja) (Arikunto, 2000).

Kuesioner dalam penelitian ini dibuat dengan menggunakan skala likert. Penskalaan metode likert ini merupakan metode penskalaan pernyataan sikap yang menggunakan distribusi respons sebagai dasar penentuan nilai skalanya. Selain itu penskalaan model likert tidak memerlukan kelompok panel penilai sebab nilai skala tersebut tidak ditentukan oleh derajat favourabelnya, tapi ditentukan berdasarkan distribusi respon setuju atau tidak. Skala likert yaitu


(58)

48

dengan pemberian bobot nilai jawaban dari (1) Sangat Tidak Setuju sampai dengan (5) Sangat Setuju.

Adapun petunjuk skoring yang digunakan sebagai berikut: untuk pernyataan yang Favorable: Skor 1 untuk jawaban sangat tidak setuju, skor 2 untuk jawaban tidak setuju, skor 3 untuk jawaban kurang setuju, skor 4 untuk jawaban setuju dan skor 5 untuk jawaban sangat setuju. Sedangkan Untuk pernyataan Unfavorable: Skor 1 untuk jawaban sangat setuju, skor 2 untuk jawaban setuju, skor 3 untuk jawaban kurang setuju, skor 4 untuk jawaban tidak setuju dan skor 5 untuk jawaban sangat tidak setuju.

Berhubung dalam peneltian ini ada dua variable, maka kuisioner atau skalanya juga dibuat dalam dua macam yaitu skala religiusitas dan skala disiplin kerja. Adapun jumlah aitem masing-masing skala yaitu berjumlah 30 aitem yang terdiri dari favorable dan unfavorable. Namun dalam penyusunan kuisioner atau skala ada beberapa langkah yang harus dilakukan oleh peneliti, diantaranya adalah sebagai berikut :

1. Pembuatan Blue Print

Dalam penelitian kuantitatif diperlukan skala sebagai alat ukur variable. Ketika membuat skala pembuatan blue print akan memudahkan penskoran. Blue Print skala disajikan dalam bentuk table yang memuat uraian komponen-komponen atribut yang harus dibuat aitemnya, proporsi aitem dalam masing-masing komponen, dan dalam kasus yang lebih lengkap memuat juga indikator-indikator perilaku dalam setiap komponen. Dalam penulisan aitem, blue print akan memberikan gambaran mengenai isi


(59)

49

skala dan menjadi acuan serta pedoman bagi peneliti untuk tetap berada dalam lingkup ukur yang benar, sehingga blue print akan mendukung validitas isi skala (Azwar 2010).

Skala penelitian ini disusun berdasarkan teori yang ada, yaitu untuk skala disiplin kerja mengacu pada indikator teorinya Soejono, sedangkan skala religiusitas mengacu pada dimensi teorinya Glock dan Stark. Dari indikator atau dimensi itulah disusun blue print sebagai berikut :


(60)

50

Tabel 3.1

Blue Print Skala Disiplin Kerja

No. Dimensi Indikator

Item

Jml %

F UF

1. Menggunakan peralatan kantor dengan baik Hati-hati dalam menggunakan peralatan kantor

4, 30 11 3 10 %

Menjaga dan merawat

peralatan kantor

15, 28 22 3 10 %

2. Ketepatan waktu Tepat waktu ketika berangkat dan pulang kerja 3, 5, 18, 25 6, 13,

21 7 23.3 %

Menyelesaikan

tugas tepat waktu

24, 27 2 3 10 %

3. Ketaatan pada

peraturan

Menaati

peraturan yang berlaku

1, 7, 12, 19 4 13,3 %

Jika tidak masuk kerja selalu ijin

23, 29 10 3 10 %

4. Tanggung jawab yang tinggi Tidak pernah meninggalkan pekerjaan sebelum diselesaikan

16, 20 26, 8 4 13.3 %

Tertib dan teratur dalam bekerja

14, 17, 9 3 10 %


(61)

51

Tabel 3.2

Blue Print Skala Religiusitas

No. Dimensi Indikator

Item

Jml %

F UF

1. Keyakinan (Aqidah)

Pengakuan

adanya Allah 20, 17 14 3 10 %

Percaya pada

yang ghaib 9, 26 16 3 10 %

2. Ibadah (praktek agama)

Menjalankan kewajiban dalam agama

10, 29 8 3 10 %

Menjalankan anjuran dalam agama

(sunnah)

19, 23 12 3 10 %

3.

Penghayatan

Merasa dekat

dengan Allah 1, 7 2 3 10 %

Bertawakkal

pada Allah 27 21, 24 3 10 %

4. Pengetahuan agama

Memahami pokok-pokok ajaran dasar agama

5 13, 18 3 10 %

Memehami tradisi dalam agama

3, 6 25 3 10 %

5. Pengamalan

Berjiwa sosial 15, 22 28 3 10 %

Menjaga alam

ciptaan-Nya 11 4, 30 3 10 %


(62)

52

2. Uji Validitas dan Reliabilitas a. Uji Validitas

Menurut Sumardi Suryabrata (2005) validitas soal adalah derajat kesesuain antara suatu soal dengan perangkat soal-soal lain. Ukuran soal adalah korelasi antara skor pada soal itu dengan skor pada perangkat soal (item-item correlation) yang biasa disebut korelasi biserial. Jadi semakin tinggi validitas suatu alat ukur, semakin mengena sasarannya dan semakin menunjukkan apa yang sebenarnya diukur.

Validitas alat ukur diuji dengan menggunakan bantuan komputer program statistical package for social sciene (SPSS) versi 16,0 for windows. Adapun penentuan valid atau tidaknya suatu aitem yaitu dengan menggunakan kaidah yang disarankan oleh Saifudin Azwar, yang mengatakan bahwa pemilihan aitem berdasarkan aitem total bisa menggunakan ۖatasan ≥ 0,25. Artinya aitem yang nilai korelasinya lebih besar atau sama dengan 0,25, maka dianggap aitem tersebut sudah valid, dan sebaliknya jika lebih kecil dari 0,25 maka aitem tersebut tidak valid (Azwar, 2002).

b. Uji Reliabilitas.

Reliabilitas dalam penelitian ini akan di ukur dengan menggunakan teknik Cronbach’s Alpha. Penggunaan rumus ini didasarkan pada pertimbangan bahwa rumus alpha ini digunakan untuk mencari reliabilitas instrument yang skornya bukan 1 dan 0, misalnya angket atau soal bentuk uraian.


(1)

77

Dan yang terakhir yaitu berdisiplinlah dimanapun kalian berada baik itu ada atasan ataupun tidak, baik itu ada pelanggaran atau tidak (Ikhlas). Khusus bagi bapak Mutrofin, bapak Khotib, Bapak Tauhid, dan bapak Dadang, yang selama ini diketahui mempunyai religiusitas dan disiplin kerja yang baik diharap kesediaannya untuk menjadi motivator atau teladan bagi yang lainnya supaya mereka juga memiliki sikap religiusitas dan disiplin kerja yang baik.

2. Bagi Yayasan

Bagi yayasan tingkatkanlah dan pertahankanlah program evaluasi kerja rutinnya, ciptakanlah inovasi-inovasi baru yang bisa meningkatkan displin kerja karyawannya. Serta yang terakhir yaitu tetaplah optimis dan semangat untuk kemajuan yayasan ke depan.

3. Bagi Peneliti Selanjutnya

a. Carilah faktor-faktor lain yang belum terungkap mengenai faktor penyebab disiplin kerja.

b. Diharapkan peneliti ini dapat dijadikan sebagai bahan referensi untuk penelitian selanjutnya yang berkaitan dengan tema penelitian yang sama. Peneliti disini menyadari bahwa penelitian ini masih jauh dari sempurna, dan masih banyak sekali kekurangan sehingga diharapkan pada penelitian selanjutnya dapat lebih baik dan lebih sempurna.

c. Bagi peneliti yang tertarik untuk melanjutkan penelitian ini maka dapat melakukan penelitian dengan menggunakan subjek penelitian atau sampel yang berbeda atau penelitian dilaksanakan di tempat yang lain.


(2)

78

d. Bagi peneliti selanjutnya diharapkan lebih teliti lagi dalam menyusun aitem supaya aitem yang disusun validitasnya bagus, karena dalam penelitian ini alat ukurnya masih ada beberapa aitem yang tidak valid. e. Perhatikan dan hati-hatilah diketika menyebarkan skala atau angket,

usahakan subjek mengisi dalam waktu dan kondisi yang tepat sehingga jawaban sesuai harapan (tidak asal jawab ngaur).


(3)

79

DAFTAR PUSTAKA

Ahmad Syafiq, Hubungan Antara Religiusitas Dengan Etos Kerja Islami Pada Dosen Di Universitas Islam Indonesia Yogyakarta. Jurnal Psikologi

Universitas Islam Indonesia, 2008.

Ahyadi. 2005. Psikologi Agama Kepribadian Muslim Pancasila. Bandung: Sinar

Baru Algesindo.

Anastasi, A. (1989). Bidang-Bidang Psikologi Terapan. Jakarta: Rajawali Pres

Anoraga, Pandji. (2006). Psikologi kerja. Jakarta: PT. Rineka Cipta

Ardiansyah, Pengaruh Disiplin Kerja Terhadap Efektifitas Pelayanan Pegawai Pada Kantor Kelurahan Rapak Dalam Kecamatan Loa Janan Ilir Kota Samarinda.eJournal Ilmu Pemerintahan, Volume 1, Nomor 2, 2013.

Aries Susanty, Sigit Wahyu Baskoro, Pengaruh Motivasi Kerja Dan Gaya

Kepemimpinan Terhadap Disiplin Kerja Serta Dampaknya Pada Kinerja Karyawan. Jurnal J@ TI Undip, Vol VII, No 2, Mei 2012.

As’ad, Moh. 2002. Psikologi Industri Edisi Keempat, Cetakan Ketujuh.

Yogyakarta: Penerbit Liberty.

Azwar, Saifuddin. 2012. Penyusunan Skala Psikologi. Yogyakarta: Penerbit

Pustaka Pelajar.

Azwar, Saifuddin. 2010. Reliabilitas dan Validitas. Yogyakarta: Penerbit Pustaka

Pelajar.

Azwar, Saifudin. (2007) . Metode Penelitian, Yogyakarta : Pustaka offset.

Bungin, Burhan. 2003. Metodologi Penelitian Sosial. Surabaya : UNAIR press.

Departemen Pendidikan Nasional. (2002). Kamus Besar Bahasa Indonesia.

Jakarta: Balai Pustaka.

Departemen Agama RI. 2014. Al-Quran dan Terjemahannya. Bandung

Duratun Nasikhah & Dra. Prihastuti, Hubungan antara Tingkat Religiusitas dengan Perilaku Kenakalan Remaja pada Masa Remaja Awal. Jurnal

Psikologi Pendidikan dan Perkembangan Volume 02, No. 01 Februari 2013.


(4)

80

Fauzan, Pengaruh Religiusitas Terhadap Etika Berbisnis (Studi Pada RM.

Padang di Kota Malang). Jurnal Manajemen dan Kewirausahaan,

Vol.15, No. 1, Maret 2011: 53-64.

Fauzan & Trias Setiawati, Pengaruh Religiusitas Terhadap Prestasi Kerja Pegawai Negeri Sipil (Pns) Alumni Dan Bukan Alumni Pesantren Di Kantor Depag Kota Malang. Jurnal SINERGI Edisi Khusus On Human

Resources, 2005.

Febby Indra Firmansyah, Analisis Pengaruh Tingkat Religiusitas Pasien

Terhadap Keputusan Menggunakan Jasa Kesehatan. Skripsi Universitas

Diponegoro Semarang, 2010.

Galuh Amawidyati. 2006. Religiusitas dan Psychological Well-Being Pada Korban Gempa. Jurnal Psikologi, Vol. 34, Hal. 164-176.

Hadi, S. (2000), Analisis butir untuk instrumen Angket, Tes dan skala nilai dengan BASICA .Jakarta : Rineka Cipta.

Hani, T. Handoko. 2001. Manajemen Personalia dan Sumber Daya Manusia.

Yogyakarta: BPFE.

Istiqomah & Aliah B. P. Hasan, Hubungan Religiusitas dan Self Efficacy Terhadap Motivasu Berprestasi Pada Mahasiswa Warga Binaan Lembaga Pemasyarakatan Cipinang Jakarta. Jurnal Psikologi, Vol. IV,

No. 2, Desember 2011.

Iskandar. (2008), Metodologi penelitian Pendidikan dan sosial (Kuantitaif dan kualitatif, Jakarta : Gaung Persada press)

Jalaludin. 2001. Psikologi Agama. Jakarta: PT Rajagrafindo Persada.

Jhon Nasyaroeka, Pengaruh Gaya Kepemimpinan terhadap Disiplin kerja

Karyawan PT Bentoel Prima Bandar Lampung. Jurnal Organisasi dan

Manajemen, Vol.I, No:1 (9-16) Oktober 2011.

Juli Agus Triyono, Hubungan Antara Religiusitas Dengan Kewirausahaan Pada Siswa Kelas Xi Smk Negeri 1 Semarang. Jurnal Psikologi Universitas

Diponegoro Semarang, 2010.

M. Harlie, Pengaruh Disiplin Kerja, Motivasi dan Pengembangan

KarierTerhadap Kinerja Pegawai Negeri Sipil Pada Pemerintah Kabupaten Tabalong di Tanjung Kalimantan Selatan. Jurnal Managemen

& Akutansi, Vol. 11, No. 2, Oktober 2010.

Mangkunegara, A.P. 2006. “Perencanaan dan Pengembangan SDM”. Bandung:


(5)

81

Mangkunegara, A.P. 2007. Evaluasi Kinerja Sumber Daya Manusia, Cetakan

ketiga. Bandung: Penerbit PT Refika Aditama.

Miftah Aulia Andisti & Ritandiyono, Religiusitas Dan Perilaku Seks Bebas Pada Dewasa Awal. Jurnal Psikologi Volume 1, No. 2, Juni 2008.

Muhid, A. (2010). Analisis Statistik SPSS for Windows Cara Praktis Melakukan Analisis Statistik. Surabaya: CV. Duta Aksara.

Muhid, A. dkk. 2012. Buku Panduan Penulisan Proposal Skripsi, Skripsi, dan Artikel. Surabaya : Program Studi Psikologi UIN Sunan Ampel Surabaya.

Nitisemito, A. (1982). Manajemen Personalia. Jakarta: Ghalia Indonesia.

Nur Ahmad, Hubungan Antara Pelaksanaan Sholat dan Shodaqoh dengan

Disiplin Kerja Karyawan Perusahaan Jenang Mubarok Kudus. Skripsi

Fakultas Dakwah Institut Agama Islam Negeri Sunan Kalijaga Jogjakarta. 2002.

Oktariana Indrastuti & Amrizal Rustam, Religiusitas Dan Sikap Terhadap Perilaku Seks Bebas.Jurnal Proyeksi, Vol. 4 (2), 1-14.

Purwanto. 2012. Instrument Penelitian Sosial dan Pendidikan Pengembangan dan Pemanfaatan. Yogyakarta : Pustaka Pelajar.

Rizma Fithri, Korelasi Religiusitas dengan Etos Kerja Pegawai Tetap, Journal of

Indonesia Islam Community Research Qualita Ahsana. Vol. IX. No. 3. Desember 2007.

Roby Darisandi, Korelasi Religiusitas dengan Perilaku Disiplin Remaja SMAN 3

Prabumulih. Karya Ilmiah, diakses di

https://www.academia.edu/6150164/KIR_SMA, 24-11-2014 jam 18.25 Sevilla, Consuelo G. 1993. Pengantar Metodologi Penelitian. Jakarta : UI press.

Sugiono, (2011), Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D, Bandung:

Penerbit Alfabeta.

Suryabrata, S. (2000) pengembangan alat ukur psikologi. Yogyakarta : Andi offset.

Sutarmi Madyaningsih,Pengaruh Ketekunan Shalat Terhadap Kedisiplinan Siswa Kelas III, IV, V dan VI SD Negeri Kajoran 2 Kecamatan Kajoran Kabupaten Magelang. Skripsi Fakultas Tarbiyah Sekolah Tinggi Agama


(6)

82

Tasmara, Toto. 1995. Etos Kerja Pribadi Muslim. Yogyakarta : PT. Dhana Bhakti

Wakaf.

Thouless, H. Robert. 2000. Pengantar Psikologi Agama. Jakarta: PT Rajagrafindo

Persada.