DHU-ALQARNAIN DALAM ALQURAN : STUDI PENAFSIRAN AYAT-AYAT TENTANG DHU-ALQARNAIN MENURUT PARA MUFASIR.

(1)

DHU-ALQARNAIN DALAM ALQURAN

(Studi Penafsiran Ayat-Ayat tentang Dhu-alqarnain Menurut Para Mufasir)

Skripsi :

Disusun untuk memenuhi tugas akhir guna memperoleh gelar sarjana strata satu (S-1) dalam Ilmu Alquran dan Tafsir

Oleh:

MUJAHIDATUL FIRDAUSI NUZULA (E83212122)

PRODI ILMU ALQUR’AN DAN TAFSIR JURUSAN ALQUR’AN DAN HADIS FAKULTAS USHULUDDIN DAN FILSAFAT UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL

SURABAYA 2016


(2)

(3)

(4)

(5)

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Sebagai sivitas akademika UIN Sunan Ampel Surabaya, yang bertanda tangan di bawah ini, saya:

Nama : Mujahidatul Firdausi Nuzula

NIM : E83212122

Fakultas/Jurusan : Ushuludin dan Filsafat / Alqur’an dan Hadis

E-mail address : Fairy.veenuz@gmail.com

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada Perpustakaan UIN Sunan Ampel Surabaya, Hak Bebas Royalti Non-Eksklusif atas karya ilmiah :

Sekripsi Tesis Desertasi Lain-lain (………)

yang berjudul :

Dhu-alqarnain Dalam Alquran (Suti penafsiran ayat-ayat tentang Dhu-alqarnain Menurut Pendapat Para Mufasir)

beserta perangkat yang diperlukan (bila ada). Dengan Hak Bebas Royalti Non-Ekslusif ini Perpustakaan UIN Sunan Ampel Surabaya berhak menyimpan, mengalih-media/format-kan, mengelolanya dalam bentuk pangkalan data (database), mendistribusikannya, dan menampilkan/mempublikasikannya di Internet atau media lain secara fulltext untuk kepentingan

akademis tanpa perlu meminta ijin dari saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis/pencipta dan atau penerbit yang bersangkutan.

Saya bersedia untuk menanggung secara pribadi, tanpa melibatkan pihak Perpustakaan UIN Sunan Ampel Surabaya, segala bentuk tuntutan hukum yang timbul atas pelanggaran Hak Cipta dalam karya ilmiah saya ini.

Demikian pernyataan ini yang saya buat dengan sebenarnya.

Surabaya, 1 September 2016

Penulis

(Mujahidatul Firdausi Nuzula)

x

KEMENTERIAN AGAMA

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL SURABAYA

PERPUSTAKAAN

Jl. Jend. A. Yani 117 Surabaya 60237 Telp. 031-8431972 Fax.031-8413300 E-Mail: perpus@uinsby.ac.id


(6)

ABSTRAK

Mujahidatul Firdausi Nuzula, Dhulqarnain dalam Alquran

Fokus masalah yang akan diteliti adalah Siapakah sosok Dzulkranain dalam Alquran menurut pandangan mufasir. Dalam skripsi ini penulis berusaha meneliti tentang sosok Dhulqarnain. Dhulqarnain merupakan sebuah nama yang dicatat dalam Alquran sosok yang memiliki banyak keunggulan dan bahkan meninggalkan bekas yang tidak terlupakan namun sosok ini banyak sekali menjadi perdebatan dikalangan ulama maupun sejarawan, penulis ingin menyingkap sosok tersebut menurut kacamata para mufasir, sehingga menghasilkan suatu titik temu dan menghilangkan kebingungan dikalangan umat Islam, selain itu penulis juga ingin menyingkap ibrah yang yang terkandung dalam cerita tersebut sehingga bisa menjadi teladan dan diamalkan oleh pembaca Alquran khususnya masyarakat Muslim.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif melalui kajian literature-literatur yang terkait dengan topik Dzulkarnaian (Library Research). Data yang dihimpun melalui kajian literature tersebut kemudian dianalisis berdasarkan prosedur dalam metode tahlili dengan merujuk pada karya-karya tafsir Alquran yang terkait dengan topik Dhulqarnain.

Dari penelitian ini ditemukan jawaban bahwa ada empat yang paling masyhur dikalangan para Mufasir mengenai sosok ini, namun penulis menyimpulkan sosok yang paling pas dengan sosok Dhulqarnain adalah seorang Raja Persia yang bernama Kursyi, karena dilihat dari penafsiran yang menyatakan bahwa penaklukan penaklukan yang dilakukan oleh raja Kursyi dari Timur ke Barat sesuai dengan yang dijelaskan di dalam ayat Alquran.


(7)

DAFTAR ISI

SAMPUL DALAM ... i

PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

PERNYATAAN KEASLIAN ... iv

MOTTO ... v

PERSEMBAHAN ... vi

PEDOMAN TRANSLITERASI ... vii

KATA PENGANTAR ... ix

ABSTRAK ... xi

DAFTAR ISI ... xii

BAB I : PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah………1

B. Identifikasi Masalah………..5

C. Rumusan Masalah……….7

D. Tujuan Penelitian………..7

E. Kegunaan Penelitian……….7

F. Telaah Pustaka……….8

G. Metode Penelitian………11

BAB II : KISAH-KISAH DALAM ALQURAN A. Pengertian Kisah Dalam Alquran……….12

B. Gaya penuturan Kisah Alquran………16

C. Tujuan Kisah-Kisah Dalam Alquran………18


(8)

BAB III : SOSOK DZULQARNAIN DALAM ALQURAN

A. Ayat dan Terjemah………..24

B. Asbabun Nuzul………26

C. Penjelasan Dzulqarnain Perspektif Para Mufasir…………....30 D. Ibrah daam Kisah Dzulqarnain………63

BAB IV : PENUTUP

A. Kesimpulan ……….71

B. Saran………71


(9)

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Dalam Alquran, terdapat beberapa tema pokok yang mendapat perhatian lebih, di antaranya yaitu tentang Allah (teologis), alam semesta (kosmologis), kisah-kisah, hari kebangkitan dan pembalasan, serta edukasi dan tashri’. Di antara tema-tema tersebut, tema tentang kisah-kisah merupakan pembicaraan yang paling luas di dalam Alquran dibandingkan dengan tema-tema lainnya.

Kisah-kisah Alquran mengandung banyak tuntunan keagamaan yang pada hakikatnya adalah subtansi diturunkannya agama Islam kepada manusia. Tuntunan-tuntunan tersebut pun banyak dimensi dan ragamnya. Tuntunan tersebut berupa prinsip-prinsip akidah, moral dan prilaku, dan tuntunan ibadah. Semua tuntunan tadi tidak sekadar diperlihatkan, tapi Alquran juga membimbingnya dan menunjukkan hal-hal yang bertentangan dan melanggar prinsip-prinsip agama Islam.1

Kisah merupakan salah satu metode Alquran untuk menyampaikan pesan moral dan sejarah, mempunyai daya tarik yang kuat bagi jiwa dan dapat menggugah kesadaran menusia untuk beriman kepada Allah, dan berbuat sesuai dengan tuntunan ajaran kitab suci Alquran2. Sebagai produk wahyu, kisah

1M. A. Khalafullah, Alquran Bukan “Kitab Sejarah” (Jakarta: Paramadina, 2002), 159.

2Aqil Husain Muhammad dan Masykur Hamim, I’jaz Alquran dan Metodologi tafsir (Semarang: Dian Utama , 1994), 6. 1


(10)

2

Alquran diyakini sebagai peristiwa yang benar-benar terjadi, yang harus dipelajari dan diteladani karena kisah dalam Alquran penuh pandangan dan ibrah.3

Kisah dalam Alquran jika ditinjau dari sisi terminolognya, masih diperselisihkan oleh beberapa ulama secara redaksional, meskipun secara substansial tidak jauh berbeda. Sebut saja misalnya, Manna’ Khalil al-Qattan yang memfokuskan suatu kisah khusus mengungkapkan peristiwa-peristiwa masa lalu, sedangkan Abdul Jalal memasukkan ke dalam kisah peristiwa masa kini, maupun kisah yang akan datang.

Dari kedua definisi di atas, penulis berpendapat bahwa kisah dalam Alquran adalah kisah yang mengungkapkan berita tentang peristiwa ataupun kejadian yang terkait dengan suatu ummat, maupun hal ihwal para Nabi. Demikian pula, suatu fragmen atau potongan-potongan dari berita-berita tokoh atau ummat terdahulu juga bisa dikategorikan sebagai kisah dalam Alquran.4

Sebagaimana kisah-kisah naratif dalam karya sastra, kisah-kisah sebagai bagian dari Alquran merupakan sebuah struktur, yang merupakan unsur-unsur bersistem, dan antar sistem tersebut saling berhubungan timbal balik. Hal ini menunjukkan bahwa struktur kisah merupakan penanda tersendiri. Kisah kisah dalam Alquran menceritakan tentang peristiwa-peristiwa yang telah terjadi, baik tentang perjalanan para nabi dan rasul, umat-umat, cerita tentang penciptaan alam maupun yang lain. Kehadiran kisah-kisah tersebut memiliki faedah tersendiri.

3Bey Arifin, RangkaianCerita dalam Alquran, (Bandung:Al-Ma’arif, 1995). 5.

4Syihabuddin Qalyubi, Stilistika Alquran; Pengantar Orientasi Studi Alquran (Yogyakarta: Titian Ilahi Press, 1997), 66.


(11)

3

Salah satunya adalah untuk menarik perhatian orang-orang atau masyarakat ketika Alquran diturunkan.

Kisah-kisah di dalam Alquran berbeda dengan cerita atau dongeng pada umumnya, karena karakteristik yang terdapat pada masing-masing kisah. Fenomena kisah-kisah dalam Alquran yang diyakini kebenarannya sangat erat kaitannya dengan sejarah. Menurut Al-Shuyuti kisah dalam Alquran sama sekali tidak dimaksudkan untuk mengingkari sejarah lantaran sejarah dianggap salah dan membahayakan Alquran. Kisah-kisah dalam Alquran merupakan petikan-petikan dari sejarah sebagai pelajaran bagi umat manusia5

Kisah dalam Alquran mempunyai keunikan dan kesitimewaan dalam dua hal pokok. Pertama, memperhatikan aspek kebenaran dan faktualitas (waqi’iyah) bukan sekedar imajinasi. Kedua, memperhatikan sasaran dan tujuan dari pemaparan kisah tersebut. Alquran tidak menarasikan kisah dalam konteks sebagai karya sastra, tidak pula untuk menjelaskan cerita-cerita orang terdahulu, atau sebagai hiasan dan ornamen sebagaimana dilakukan oleh para sejarawan dan juru kisah . akan tetapi, tujuan dari kisah-kisah dalam Alquran adalah keikut sertaan dengan gaya-gaya atau metode lain yang di manfaatkan Alquran untuk mewujudakan target dan tujuan-tujuan religious dan edukatif, yang mana kisah Qur’ani ini termasuk diantara gaya atau metode terpentingnya.6

Sesuatu yang menarik dalam pembahasan ini adalah kisah-kisah dalam Alquran jarang sekali dikaji karena di anggap sebagian orang hanya sebatas kisah

5Ahmad Ash-Shirbas}i>, Sejarah Tafsir Alquran, alih bahasa Tim Pustaka Firdaus (Jakarta : Tim Pustaka Firdaus, 1985) 127.

6Muhammad Hadi Ma’rifat, Kisah-Kisah Alquran Antara Fakta dan Metafora, ter Azam Bakhtiar, (tt: Citra, 2013), 33.


(12)

4

yang tidak ada manfaatnya bagi kehidupan sehari-hari. Padahal dengan mempelajari kisah, di situ akan banyak ditemukan keistimewaan yang sebelumnya belum pernah digali sekaligus dapat mengambil pelajaran dan hikmah setelah mempelajarinya.

Salah satu di antara kisah tersebut adalah kisah Dhu-alqarnain. Alquran menyebutkan bahwa Dhu-alqarnain adalah seorang raja yang diberi Tuhan kekuasaan dan kedudukan yang kuat serta alat-alat dan perlengkapan yang diperlukannya. Perjalanannya dari Timur ke Barat ditujukan untuk menegakkan keadilan, melindungi rakyat yang lemah, menghukum orang yang bersalah dan memberikan bantuan kepada orang-orang yang beriman dan mengerjakan perbuatan baik. Dia seorang yang beriman kepada Tuhan Yang Maha Esa dan mempercayai hari akhirat untuk menerima pembalasan yang wajar. Dia yang membangun dinding besi untuk menahan suatu kaum dari serangan yang dilakukan oleh bangsa Ya’juj wa Ma’juj.7

Alquran mendeskripsikan sosok Dhu-alqarnain dengan kesan yang mengindikasikan kesalehan, keimanan dan keyakinan pada Allah; bahwa dia tahu benar mengenai perintah dan perhatian-Nya dalam perilaku sosial politik yang dia jalankan, dalam rangka menegakkan kalimat Allah dimuka bumi dengan power, kebijaksanaan dan manajemen baik yang Allah anugerahkan kepadanya.8

Sejauh ini, sudah ada beberapa ulama yang mencoba menyingkap siapakah sosok Dhu-alqarnain yang di Alquran disebutkan dalam surat al-Kahfi ayat 83-98 itu. Namun belum ada yang menjelaskan secara pasti tentang sosok yang paling

7Fachruddin HS, Ensiklopedia Alquran (Jakrta: Rineke Cipta, 1992), 644. 8


(13)

5

sesuai dengan narasi Alquran tentang sosok Dhu-alqarnain tersebut. Ada empat pandangan terpopuler dalam menunjukkan siapa sejatinya sosok Dhu-alqarnain itu.9

Perbedaan pendapat seputar sosok Dhu-alqarnain ini tidak hanya terjadi dikalangan para ilmuwan dan sejarawan Muslim, tapi juga menjadi perdebatan yang semakin melebar dan meluas dikalangan sejarawan barat. Dalam penulisan ini, penulis akan mencoba meneliti dan menguak sosok Dhu-alqarnain dengan meneliti dari sundut pandang para Mufasir, dengan harapan penulisan ini bisa menjelaskan sosok Dhu-alqarnain dengan jelas dan sesuai dengan isi kandungan Alquran sehingga dapat menjadi ibrah bagi pembacanya sesuai dengan tujuan dari kisah-kisah yang diceritakan dalam Alquran.

B. Identifikasi Masalah

Untuk mengantisipasi segala bentuk interpretasi yang keliru terhadap maksud yang terkandung dalam judul penelitian ini, penulis menganggap perlu memberikan batasan terhadap permasalahan diatas.

Uraian singkat pada latar belakang di atas, mengerucut pada pembahasan tentang seorang Dhu-alqarnain. Pada pembahasan di atas telah dijelaskan bahwa Sosok Dhu-alqarnain adalah seoramg yang menimbulkan banyak sekali penafsiran yang berbeda dikalangan Mufassir maupun sejarawan.

Kisah Dhu-alqarnain merupkan salah satu kisah dalam Alquran yang menggabungkan antara ilmu dan amal, antara hukum dan keadilan, antara ucapan

9Hadi Ma’rifat, Kisah kisah.., 33


(14)

6

dan dan perbuatan, antara pendapat dan musyawarah, antara hukum dan aturan hukum, antara kesabaran dan hikmah, antar kekuasaan dan kehormatan, antara kekuatan rohani dan kekuatan materi. Kisah yang menggabungkan karasteristik seseorang penguasa yang adil dan ilmuwan yang beramal disamping kewiraan ketakwaan dan rasa takutnya kepada Allah. Ia tokoh yang mendorong ditegakannya nilai-nilai keadilan ditengah-tengah masyarakat dan semua yang berada dalam kekuasaannya.

Ia menggunakan kekuatan yang telah dimudahkan Allah untuknya dalam membangun dan memperbaiki. Penaklukan yang berhasil dilakukannya tidak dipergunakan untuk menekan orang-orang yang tidak berdaya. Ia mengetahui situasi dan kondisi rakyat di barat dan di timur. Ia rela hati memikul beban dalam perjalanan untuk bisa mengabdi pada masyarakat, meninjau kondisi masyaratakat serta menyebar semangat dan cinta bekerja agar kehidupan mereka menjadi lebih baik. Ini semua menjadi bukti perhatian dan keinginannya yang kuat untuk menunjukkan kemasyarakatnya kejalan yang benar.10

Hal yang menjadi pokok permasalahan yaitu tentang sosok yang dimaksud oleh Alquran sebagai seseorang yang diberi julukan “Dhu-alqarnain” yang dalam Alquran diceritakan bahwa diberi kekuasaan oleh Allah di muka bumi, dan telah diberikan kepadanya jalan untuk mencapai segala sesuatu dan dia bisa membentengi manusia dari Ya’juj wa Ma’juj. Siapakah sebenarnya seseorang tersebut dan bagaimana para mufassir menafsirkan ayat tersebut? Dan

10Hisham Thalibah, Ensiklopedia Mukjizat Alquran dan Hadis, (tt, PT. Sapta Sentosa). 162.


(15)

7

apa pelajaran yang terkandung dalam kisah tersebut? Kemudian untuk itu diangkatlah sebuah penelitian yang berkonsentrasi terhadap surat al-Kahfi ayat 83-98.

C. Rumusan Masalah

1. Bagaimana pendapat para mufasir mengenai siapakah sosok Dhu-alqarnain?

2. Bagaimana pesan yang terkandung dalam kisah Dhu-alqarnain?

D. Tujuan Penelitian

1. Untuk menjelaskan pendapat mufasir mengenai Dhu-alqarnain

2. Untuk menjelaskan pesan yang terkandung dalam kisah Dhu-alqarnain

E. Kegunaan Penelitian

Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini meliputi beberapa hal yaitu: 1. Secara teoritis, penelitian ini dapat memberi sumbangsih wawasan khazanah

keilmuan tafsir dan penelitian sejenis.

2. Secara praktis, penelitian ini dapat merubah paradigma berfikir terhadap kajian kisah-kisah Alquran yang lebih kontekstualis dan sesuai dengan pemikiran zaman modern.

F. Telaah Pustaka

Beberapa karya penafsiran bercorak ilmiah baik dalam bentuk buku maupun penelitian ilmiah belum ditemukan adanya pembahasan yang mirip


(16)

8

dengan penelitian ini, namun ada satu karya yang membahas Dhu-alqarnain dalam Alquran namun secara umum ditinjau dari kajian perbandingan agama ada satu karya yang membahas ini yaitu : Dhu-alqarnain Dalam Alquran dan Alexander The Great dalam Bibel karya Taufik yaitu skripsi pada bidang perbandingan agama fakultas Ushuluddin UIN Sunan Kalijaga pada tahun 2009. Skripsi ini menggunakan metode komparatif yaitu membandingan sosok Dhu-alqarnain dalam Alquran dengan Dhu-Dhu-alqarnain versi bible.

Karya di atas mempertegas bahwa belum ada yang membahas secara spesifik tentang kisah Dhu-alqarnain dengan bersumber pada pendapat para mufasir dengan menggunakan metode tahlili dan dari pengamatan yang telah dilakukan belum ditemukan adanya skripsi yang membahas penafsiran pada ayat tersebut.

Kesimpulan dari skripsi di atas adalah bahwa belum ada pembuktian secara pasti tentang sosok Dhu-alqarnain. Di sana dijelaskan bahwa antara Dhu-alqarnain dan Alexander the Great merupakan orang yang berbeda Dhu-Dhu-alqarnain adalah seorang mukmin sedangkan Alexander the Great adalaha penyembah berhala.

G. Metodologi Penelitian 1. Model Penelitian

Penelitian ini menggunakan model metode penelitian kualitatif, yaitu sebuah metode penelitian yang berlandaskan inkuiri naturalistik atau alamiah,


(17)

9

perspektif ke dalam dan interpretatif.11 Inkuiri naturalistik adalah pertanyaan dari diri penulis terkait persoalan yang sedang diteliti, yaitu tentang indikasi adanya pemahaman terhadap surat al-Kahfi ayat 83-98 yang terkait dengan seorang yang bernama Dhu-alqarnain.

Perspektif ke dalam merupakan sebuah kaidah dalam menemukan kesimpulan khusus yang semulanya didapatkan dari pembahasan umum yang pada penelitian ini berupa penyebutan kata Dhu-alqarnain yang berarti yang mempunyai dua tanduk, sedangkan interpretatif adalah penterjemahan atau penafsiran yang dilakukan untuk mengartikan maksud dari suatu kalimat, ayat, atau pernyataan, dengan kata lain penterjemahan terhadap obyek bahasan, yang dalam penelitian ini berupa uraian beberapa mufassir tentang surat al-Kahfi ayat 83-98.

2. Jenis Penelitian

Penelitian ini termasuk dalam penelitian non-empirik yang menggunakan jenis penelitian dengan metode library research (penelitian kepustakaan) serta kajiannya disajikan secara deskriptif analitis, oleh karena itu berbagai sumber data yang digunakan dalam penelitian ini berasal dari bahan-bahan tertulis baik berupa literatur berbahasa Indonesia, Inggris maupun Arab yang dimungkinkan mempunyai relevansi yang dapat mendukung penelitian ini.

3. Metode Penelitian

Metode penelitian deskriptif, yaitu penelitian yang bersifat menggambarkan dan menguraikan sesuatu hal menurut apa adanya atau karangan

11Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif (Bandung : Remaja Rosdakarya, 2002), 2.


(18)

10

yang melukiskan sesuatu. Metode tersebut dapat digunakan untuk memperoleh wacana tentang siapakah sosok Dhu-alqarnain dalam ranah studi tafsir surat al-Kahfi ayat 83-98.

Pendeskripsian ini digunakan oleh penulis dalam memaparkan hasil data-data yang diperoleh dari literatur kepustakaan, baik literatur yang membahas tentang otopsi forensik, kajian seputar ilmu tafsir, serta hasil-hasil penafsiran beberapa ulama terhadap surat al-Kahfi ayat 83-98.

4. Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data pada penelitian ini menggunakan metode dokumentasi, yaitu mencari dan mengumpulkan berbagai data berupa catatan, buku, kitab, dan lain sebagainya, yang berhubungan dengan hal-hal atau variable terkait penelitian berdasarkan konsep-konsep kerangka penulisan yang sebelumnya telah dipersiapkan.

5. Metode Analisis Data

Semua data yang terkumpul, baik primer maupun sekunder diklasifikasi dan dianalisis sesuai dengan sub bahasan masing-masing. Selanjutnya dilakukan telaah mendalam atas data-data yang memuat tentang siapakah sosok Dhu-alqarnain dalam perekaman kejadian dalam tafsir surat al-Kahfi ayat 83-98 dengan menggunakan metode tafsir tahlili. Metode tafsir tahlili adalah sebuah metode tafsir Alquran yang memaparkan segala aspek yang terkandung didalam yang ditafsirkan itu serta menerangkan makna-makna yang tercakup didalamnya, sesuai dengan keahlian dan kecenderungan mufasir yang menafsirkan ayat-ayat tersebut. Kemudian ayat-ayat tersebut dikorelasikan dan dijelaskan hubungan


(19)

11

antara ayat satu dengan ayat lain. Disamping itu juga diteliti mengenai latar belakang turunnya ayat tersebut dan dalil-dalil dari rasul para sahabat, dan tabi’in.

6. Sumber Data

Data yang diambil dalam penelitian ini bersumber dari dokumen perpustakaan yang terdiri dari dua jenis sumber yaitu primer dan sekunder:

Sumber pimer adalah rujukan utama yang akan dipakai yaitu

1. Alquran dan Terjemahnya terbitan Diponegoro

2. Tafsir Fi Z}ila>l al-Qur’an, karya Sayyid Quthub 3. Tafsiral-Misbah karya M. Quraish Shihab. 4. Tafsir al-Azhar karya Hamka.

5. Al-Qur’an dan Tafsirnya, Kementrian Agama RI 6. Tafsir al-Mizan karya Thabathaba’i

Sumber sekunder sebagai rujukan pelengkap, antara lain :

a. Kisah-kisah Alquran Antara Fakta dan Metafora karya H.M Ma’rifat. b. Kisah – Kisah Alquran Pelajaran dari Orang-Orang dahulu karya Dr.


(20)

12

BAB II

KISAH-KISAH DALAM AL-QUR’AN

A. Definisi Kisah-kisah Alquran

Salah satu cara Alquran mengantar manusia menu jalan yang dikehendaki oleh Allah adalah melalui kisah-kisah. Kata kisah terambil dari bahasa Arab Qis}s}ah, kata ini seakar dengan kata Qas}s}a.1 Banyak definisi tentang qas}as}

Alquran. Secara bahasa kata yang dirangkai dari huruf qaf, s}ad, dan s}ad menunjukkan makna “mengikutkan sesuatu kepada sesuatu yang lain. Jadi, apabila dihubungkan dengan kabar-kabar Alquran, maka qas}as} adalah cerita-cerita Alquran tentang keadaan umat-umat dan para nabi-nabi terdahulu, serta kejadian-kejadian nyata lain. Kabar-kabar itu dinamakan qas}as} karena orang yang mengabarkan menuturkan kisah-kisah itu secara bertuntun sedikit demi sedikit.2

Dalam muqaddimah tafsir al-Tahrir wa Tanwir, qas}as} didefinisikan sebagai kabar suatu peristiwa atau kejadian yang ghaib (tidak diketahui/tidak dialami) oleh audien yang dituju atau orang yang menerima kabar atau pendengar cerita.3 Dengan demikian, peristiwa yang terjadi di zaman Rasulullah Saw dan realita kehidupan di zaman itu, walaupun terekam dalam Alquran, tidak dapat dikategorikan ke dalam kisah-kisah Alquran bagi orang-orang yang hidup pada masa turunnya wahyu. Misalkan peperangan antara muslimin kafir dan kafir

1M.Quraish Shihab, Kaidah Tafsir (Tanggerang: Lentera Hati, 2013) 326.

2

Nur Faizin M, 10 Tema Kontroversial ‘Ulumul Qur’an (Kediri: AZHAR RISALAH, 2011) 156.

3Musa Syahrin Lasin,


(21)

13

Quraisy, namun bagi kaum muslimin, setelah generasi kenabian, peristiwa-peristiwa seperti itu tidak dapat dianggap sebagai kisah Alquran. Kisah yang seperti ini memiliki fungsi ganda, sebagai petunjuk dan arahan bagi para sahabat saat itu dan sebagai peringatan bagi kaum muslimin secara umum sepanjang zaman.4

Imam al-Razi pernah mendefinisikan qas}as} sebagai kumpulan-kumpulan perkataan – perkataan yang memuat petunjuk yang membawa manusia kepada hidayah agama Allah Swt. Dan menunjukan kepada kebenaran serta memerintahkan untuk mencari sebuah keselamatan. Jelas definisi ini termasuk definisi yang mengedepankan fungsi atau tujuan daripada sebuah definisi atas sebuah terminologi.5

Ahmad Khalafullah dalam desertasinya, pernah menetapkan teori-teori seni bercerita ke dalam Alquran. Menurutnya, seni berkisah terbagi menjadi beberapa gaya. Diantaranya, pertama, bentuk histori (laun tarikhi) yang melibatkan pelaku-pelaku sejarah yangnyata dan kejadian yang faktual. Kedua, bentuk penggambaran (laun tamtsili) yang memperbolehkan untuk mengambil tokoh-tokoh khayalan dan fiktif dan kejadian-kejadiannya tidak harus faktual. Ketiga, bentuk legenda (laun usthuri) yang dibangun diatas dongeng-dongengan legendaris kemasyarakatan. Kisah bentuk ini biasanya ditemukan dalam masyarakat primitive yang mempercayai mitos-mitos.6

4

Ibid,. 173 5 Ibid., 6 Ibid.,


(22)

14

Manna al-Khalil al-Qat}t}an mendefinisikan qis}as}ul quran sebagai pemberitaan Alquran tentang hal ihwal umat-umat dahulu dan para nabi, serta peristiwa-peristiwa yang terjadi secara empiris. Dan sesungguhnya Alquran banyak memuat peristiwa-peristiwa masa lalu, sejarah umat-umat terdahulu, negara, perkampungan dan mengisahkan setiap kaum dengan cara s}urat al-nathiqah (artinya seolah-olah pembaca kisah tersebut menjadi pelaku sendiri yang menyaksikan peristiwa itu).7

Dari definisi-definisi qas}as} yang disebutkan diawal, dapat dilihat bahwa definisi-definisi tersebut lebih mengacu pada arti lingustik kalimat qas}as} atau definisi-defini yang terpaku kepada tujuan disebutkannya kisah-kisah dlm Alquran yakni sebagai tauladan. Melihat qas}as} Alquran melalui berbagai pendekatan dan teori-teori seni berkisah adalah pandangan yang lebih komprehensif daripada hanya melihatnya sebagai kisah-kisah yang memang lebih mendekati sebuah nasihat dan arahan. Akan tetapi, tanpa menafikan misi dan tujuan kisah-kisah Alquran itu diceritakan.8

Ditemukan dari penggunaan kata qis}s}ah dalam Alquran, bahwa objek yang dikisahkan dapat berkaitan dengan:\

1. Sesuatu yang benar-benar terjadi di dunia nyata, seperti peristiwa yang diceritakan Nabi Musa kepada Nabi Syu’aib (QS. Al-Qas}as} (28): 25, Ghafir (40):78, al-Nisa>’ (4):164)

7

Manna’ Khalil al-Qaththan, Mabahits fi Ulumul Quran, (tt Masyurah al-Asyr, 1073). 306.

8


(23)

15

2. Sesuatu yang terjadi tidak di alam nyata (empiris) tapi dalam benak melalui mimpi, seperti pesan Nabi Ya’qub kepada putra beliau Nabi Yusuf:































5. Ayahnya berkata: "Hai anakku, janganlah kamu ceritakan mimpimu itu kepada saudara-saudaramu, Maka mereka membuat makar (untuk membinasakan) mu. Sesungguhnya syaitan itu adalah musuh yang nyata bagi manusia."

3. Sesuatu yang bukan peristiwa tapi tuntunan dan ajaran, seperti firman-Nya:









































57. Katakanlah: "Sesungguhnya aku berada di atas hujjah yang nyata (Al Quran) dari Tuhanku, sedang kamu mendustakannya. tidak ada padaku apa (azab) yang kamu minta supaya disegerakan kedatangannya. menetapkan hukum itu hanyalah hak Allah. Dia menerangkan yang sebenarnya dan Dia pemberi keputusan yang paling baik".

Atau seperti firman-Nya dalam QS al-Nahl ayat 118 yang berbunyi:















































118. dan terhadap orang-orang Yahudi, Kami haramkan apa yang telah Kami ceritakan dahulu kepadamu, dan Kami tiada Menganiaya mereka, akan tetapi merekalah yang Menganiaya diri mereka sendiri.


(24)

16

B. Gaya Penuturan Kisah Alquran

Alquran selalu menempatkan cerita-cerita sejarah pada tempat yang terbaik dan paling sesuai dengan konteksnya. Maka tak aneh jika gaya pemaparan ceritanya berbeda dengan buku-buku cerita yang lain. Penceritaan dalam Alquran tidak selalu runtut mengikuti aturan alur akur atau plot maju (kecuali pada surat Yusuf), tidak juga runtut mengikuti urutan surat-surat. Gaya Alquran dalam penceritaanya lebih menyerupai gaya khutbah (ceramah-ceramah). Pembagian alur cerita disesuaikan dengan kebutuhan audience (mukhatab). Namun cerita-cerita tersebut saling melengkapimembentuk kesatuan cerita-cerita yang berhunungan. Gaya pengungkapan semacam ini akan lebih mengenai sasaran dan lebih dekat kepada tercapainya misi sebuah cerita. Di sinilah kisah Alquran memiliki dualism karakteristik, sebagai al-burhan (memberikan bukti dan dalil) sekaligus sebagai at-tibyan (memberi penjelasan dan penyejuk).9

Gaya penuturan kisah-kisah Alquran Alquran dapat diringkas antara lain sebagai berikut:

Pertama: memilih penggalan-penggalan kisah yang memuat pelajaran dan tauladan. Alquran tidak memuat sejarah dengan maknanya dengan komperhensif. Oleh sebab itu Alquran tidak mengisahkan semua hal yang berhubungan dengan

9 Nur Faizin M, 10 Tema..,165


(25)

17

seorang tokoh secara keseluruhan, akan tetapi hanya secara ringkas dan memilih peristiwa-peristiwa yang mengandung teladan, nasihat dan pelajaran penting.

Kedua: menuturkan sebuah kisah dalam berbagai tempat. Sudah maklum bahwa Alquran adalah kitab yang diturunkan secara gradual selama 22 tahun lebih, sesuai kasus-kasus yang sedang terjadi atau sesuai tuntunan kondisi waktu itu. Fenomena ini juga didapatkan dalam dalam kesatuan eksternal kisah Alquran. Apabila ingin mendapatkan sebuah kisah Alquran secara utuh, maka terlebih dahulu seluruh ayat-ayat Alquran harus dieksplorasi. Tidak ada satupun cerita Alquran yang dikisahkan secara utuh dalam satu surat kecuali cerita Yusuf, Nuh, dan Al-Fiil.

Ketiga, kisah Alquran adalah hakikat dan bukan khayalan atau cerita fiktif. Abu Zahrah menegaskan hal ini, begitu juga pandangan mayoritas ulama Islam. Berbeda dengan Ahmad Khalfullah dan pendukungnya yang memperbolehkan adanya bentuk cerita penggambaran (laun tamthili) serta bentuk cerita legenda (laun usthuri) dalam kisah-kisah Alquran meskipun tanpa mengingkari tujuan penuturan kisah Alquran.

Keempat, retorika yang indah, secara umum retorika Alquran dan pemilihan kata-kata yang tepatdan sesuai adalah salah satu dimensi kemukjizatan Alquran, begitu juga kisah-kisah Alquran secara khusus. Dengan bahasanya yang tepat dan penuh persaan dalam retorika dan kalimat-kalimtanya, Alquran dapat


(26)

18

menghadirkan sebuah kisah yang berabad-abad tahun sialm menjadi sebuah kejadian yang seakan-akan dapat disaksikan mata pada waktu Alquran dibaca.10

C. Tujuan Kisah-Kisah dalam Alquran

Adanya kisah dalam Alquran menjadi bukti yang kuat bagi umat manusia bahwa Alquran sangat sesuai dengan kondisi mereka karena sejak kecil sampai dewasa, taka da orang yang tak suka kepada kisah, apalagi kisah itu mempunyai tujuan ganda, yakni disamping pengajaran dan pendidikan juga berfungsi sebagai hiburan. Alquran sebagai kitab hidayah mencakup kedua aspek itu, bahkan disamping tujuuan yang mulia itu, kisah-kisah tersebut diungkapkan dalam bahasa yang Indah dan menarik, sehingga tak ada orang yang bosan mendengar dan membacanya. Sejak dulu sampai sekarang telah berlalu empat belas abad lebih, kisah kisah Alquran yang diungkapkan dalam bahasa Arab itu mendapat tempat dan hidup dihati umat, padahal bahasa-nahasa lain banyak masuk museum, dan tidak terpakai lagi seperti bahasa Ibrani, latin dan lain lain.11

Pengungkapan yang demikian sengaja Allah buat dengan tujuan yang amat mulia, yakni menyeru umat ke jalan yang benar demi keselamatan dan kebahagiaan mereka di dunia dan akhirat, yang bila dikaji secara seksama, maka diperoleh gambara bahwa dalam garis besarnya tujuan pengungkapan kisah dalam Alquran ada dua macam yaitu tujuan pokok dan tujuan sekunder.

10Nur Faizin M,

10 Tema..,170

11Nashruddin Baidan,


(27)

19

Menurut al-buthi yang dimaksud dengan tujuan pokok ialah merealisir tujuan umum yang dibawa oleh Alquran kepada manusia, yakni menyeru, menunjuki kejalan yang benar agar mereka mendapat keselamatan di dunia dan akhirat, sedangkan yang di maksud dengan tujuan sekunder ialah sebagai berikut:

Pertama, Untuk menetapkan bahwa nabi Muhammad benar-benar menerima wahyu dari Allah bukan berasal dari orang-orang ahli kitab seperti Yahudi dan Nashrani. 12Kisah-kisah Alquran menjadi bukti kenabian (mukjizat) bagaimana mungkin Rasullullah saw yang ummiy dapat menceritakan kisa-kisah umat terdahulu dan cerita yang akan datang jika tidak mendapatkan wahyu dari Allah swt. Meskipun dengan bukti ini ternyata masih banyak orang kafir yang mendustakan kisah-kisah itu, mereka menuduh Rasulullah saw sebagai pembohong, orang gila, pendongen, dan menganggap apa yang mereka miliki lebih baik dari yang di ceritakan Rasulullah saw. Tapi Alquran telah menepis tuduhan-tuduhan itu dengan bukti-bukti kuat dan dalil-dalil yang kokoh.

Allah berfirman:

































120. dan semua kisah dari Rasul-rasul Kami ceritakan kepadamu, ialah kisah-kisah yang dengannya Kami teguhkan hatimu; dan dalam surat ini telah datang kepadamu kebenaran serta pengajaran dan peringatan bagi orang-orang yang beriman.

12 Ibid,.


(28)

20

Mukjizat ini menjadi bukti bagi orang-orang yang sudah beriman sekaligus bagi orang-orang ahli kitab. Orang-orang mukmin percaya bahwa dengan keberadaan Rasulullah Saw yang ummiy namun baliau memiliki pengetahuan tentang kisa-kisah umat terdahulu dan kejadian-kejadian yang akan datang menambah keimanan mereka kepada Rasulullah Saw. Sedangkan orang-prang ahli kitab menemukan mukjizat di dalam Alquran, sebab kisah-kisah Alquran membenarkan sekaligus mengkoreksi kitab-kitab yang termaktub dalam kiatab samawi mereka. Para pemimpin agama dan ahli kitab juga mengetahui bahwa kisah Alquran sesuai dengan kitab mereka sebelum terdistorsi.13

Kedua, penghibur kagalauan hati Rasulullah Saw dan meneguhkan jiwanya dalam mengemban risalah dakwah, karena nabi-nabi pendahulunya pun mengalami fenomena kehidupan yang sama. Dengan kata lain, sebagai motifasi Rasulullah saw dan para da’i pengusung syari’at Islam. Dengan mengetahui kisah-kisah para nabi bersama kaumnya maka mereka akan menemukan ruh baru.

Allah berfirman:





























































25.Dan jika mereka mendustakan kamu, Maka Sesungguhnya orang-orang yang sebelum mereka telah mendustakan (rasul-rasulnya); kepada mereka telah datang rasul-rasulnya dengan membawa mukjizat yang nyata, zubur , dan kitab yang memberi penjelasan yang sempurna.

13Nur Faizin M,


(29)

21

26.Kemudian aku azab orang-orang yang kafir; Maka (lihatlah) bagaimana (hebatnya) akibat kemurkaan-Ku.

Ketiga, merubah pandangan ahli kitab bahwa umat Islam adalah umat yang buta huruf sekaligus menghilangkan kesan bahwa umat Islam adalah umat yang bodoh dan mengoreksi pendapat para ahli kitab yang suka menyembunyikan keterangan dan petunjuk-petunjuk kitab sucinya sebelum diubah dan diganti oleh mereka sendiri.

Keempat, pengungkapan cerita Alquran menggunakan gaya bahasa yang deskriptif dan dialogis. Gaya pengungkapan seperti ini belum pernah dipakai oleh bangsa Arab dalam bahasa sastranya pada waktu itu sehingga bisa dikatakan bahwa Alquran memberikan inovasi baru dalam dunia sastra Arab pada zamannya. Gaya ini juga merupakan bentuk i’jaz Alquran.

Kelima, memberikan pengetahuan tentang syariat umat terdahulu, sehingga keindahan syari’at Islam akan nampak jelas bila dibandingkan dengan syariat mereka. Mungkin ini juga salah satu rahasia Alquran yang jarang sekali menyebutkan pelaku kisah dalam Alquran kecuali hanya menyebutkan sisi-sisi positif yang mengandung teladan saja.

Keenam, mengikuti perjalanan sejarah, baik berupa jatuh-bangunnya peradaban manusia, dan menjelaskan tatanan-tatanan pondasi masyarakat madani


(30)

22

seperti kisah nabi Yusuf a.s sewaktu menjadi pejabat dan kisah para pengawalnya yang menggeledah saudara-saudaranya ketika kehilangan cawan milik kerajaan.14

Ketujuh, menguatkan wahyu yang diterima Nabi Muhammad SAW mengenai kisah-kisah umat terdahulu, sebab tidak ada yang menegtahui kisah tersebut kecuali Allah SWT.15

Allah Berfirman:











































49. itu adalah di antara berita-berita penting tentang yang ghaib yang Kami wahyukan kepadamu (Muhammad); tidak pernah kamu mengetahuinya dan tidak (pula) kaummu sebelum ini. Maka bersabarlah; Sesungguhnya kesudahan yang baik adalah bagi orang-orang yang bertakwa.

Selain hikmah dan faidah-faidah tersebut diatas, masih banyak fungsi atau faidah kisah-kisah Alquran penting yang lain bagi kehidupan umat manusia. D. Macam-macam Kisah dalam Alquran

Kisah-kisah dalam Alquran dapat dibedakan menjadi tiga, yaitu:

1. Kisah para Nabi yang memuat dakwah mereka kepada kaumnya, mukjizat-mukjizat yang ada pada mereka, sikap para penentang, perkembangan dakwah dan akibat-akibat yang diterima orang-orang yang mendustakan

14Nur Faizin M, 10 Tema.., 171


(31)

23

para Nabi. Seperti kisah Nabi Nuh, Nabi Ibrahim, Nabi Musa, Nabi Harun, Nabi Isa, Nabi Muhammad dan lain sebagainya dari nabi dan rasul.

2. Kisah-kisah yang berkaitan dengan kejadian-kejadian umat-umat terdahulu dan tentang orang-orang yang tidak dapat dipastikan kenabiannya, seperti kisah orang-orang yang ke luar dari kampung halaman mereka, sedang mereka beribu-ribu (jumlahnya) karena takut mati, kisah Thalut, Jalut, dua putra Adam, As}hab al-Kahfi, Zulqarnain, Qarun, As}hab al-Sabt, Maryam, As}hab al-Ukhdud, as}hab al-fiil dsb.

3. Kisah-kisah yang berkaitan dengan peristiwa yang terjadi di zaman Rasulullah seperti perang badar, uhud, dalam surat Ali Imran, perang Hunain, perang Tabuk dalam surat Al Taubah, perang Al Ahzab dalam surat Al Ahzab, Hijrah dan Isra’ dan lain sebagainya. Termasuk dalam bagian ini adalah kisah tentang sahabat nabi dan ayat-ayat yang memiliki latar belakang turunnya16

16

Manna’ Khalil al-Qaththan, Mabahith fi Ulum al-Quran, (tt Masyurah al-Asyr, 1073). 306.


(32)

24

BAB III

PENAFSIRAN TENTANG SOSOK

DHU-ALQARNAIN

DAN

IBRAHNYA

Berdasarkan penelusuran yang telah dilakukan penulis, sepengetahuan penulis berikut merupakan penafsiran para mufassir dan tokoh-tokoh lain non mufassir tentang siapakah sosok Dhu-alqarnain yang disebutkan dalam Alquran.

A. Ayat dan Terjemah












































































































(33)

25



















































1



83.Mereka akan bertanya kepadamu (Muhammad) tentang Dhu-alqarnain. Katakanlah: "Aku akan bacakan kepadamu cerita tantangnya".

84.Sesungguhnya Kami telah memberi kekuasaan kepadanya di (muka) bumi, dan Kami telah memberikan kepadanya jalan (untuk mencapai) segala sesuatu,

85.Maka diapun menempuh suatu jalan.

86.Hingga apabila Dia telah sampai ketempat terbenam matahari, Dia melihat matahari terbenam di dalam laut yang berlumpur hitam, dan Dia mendapati di situ segolongan umat Kami berkata: "Hai Dhu-alqarnain, kamu boleh menyiksa atau boleh berbuat kebaikan terhadap mereka. 87.Berkata Dhu-alqarnain: "Adapun orang yang aniaya, Maka Kami kelak akan mengazabnya, kemudian Dia kembalikan kepada Tuhannya, lalu Tuhan mengazabnya dengan azab yang tidak ada taranya.

88.Adapun orang-orang yang beriman dan beramal saleh, Maka baginya pahala yang terbaik sebagai balasan, dan akan Kami titahkan kepadanya (perintah) yang mudah dari perintah-perintah kami".

89.Kemudian Dia menempuh jalan (yang lain).

90.Hingga apabila dia telah sampai ke tempat terbit matahari (sebelah Timur) Dia mendapati matahari itu menyinari segolongan umat yang kami tidak menjadikan bagi mereka sesuatu yang melindunginya dari (cahaya) matahariitu,

91.Demikianlah. dan Sesungguhnya ilmu Kami meliputi segala apa yang ada padanya.

92.Kemudian dia menempuh suatu jalan (yang lain lagi).

93.Hingga apabila dia telah sampai di antara dua buah gunung, dia mendapati di hadapan kedua bukit itu suatu kaum yang hampir tidak mengerti pembicaraan.

94.Mereka berkata: "Hai Dhu-alqarnain, Sesungguhnya Ya'juj dan Ma'juj itu orang-orang yang membuat kerusakan di muka bumi, Maka dapatkah

1QS, Al-Kahfi, 83-98


(34)

26

Kami memberikan sesuatu pembayaran kepadamu, supaya kamu membuat dinding antara Kami dan mereka?"

95.Dhu-alqarnain berkata: "Apa yang telah dikuasakan oleh Tuhanku kepadaku terhadapnya adalah lebih baik, Maka tolonglah aku dengan kekuatan (manusia dan alat-alat), agar aku membuatkan dinding antara kamu dan mereka,

96.Berilah aku potongan-potongan besi". hingga apabila besi itu telah sama rata dengan kedua (puncak) gunung itu, berkatalah Dhu-alqarnain: "Tiuplah (api itu)". hingga apabila besi itu sudah menjadi (merah seperti) api, diapun berkata: "Berilah aku tembaga (yang mendidih) agar aku kutuangkan ke atas besi panas itu".

97.Maka mereka tidak bisa mendakinya dan mereka tidak bisa (pula) melobanginya.

98.Dhu-alqarnain berkata: "Ini (dinding) adalah rahmat dari Tuhanku, Maka apabila sudah datang janji Tuhanku, Dia akan menjadikannya hancur luluh; dan janji Tuhanku itu adalah benar".2

B. Asbab al-Nuzul Ayat Tentang Dhu-alqarnain

Muhammad bin Ishak menyebutkan asbab al-nuzul surat ini. Ia meriwayatkan bahwa diberi tahukan sebuah hadis oleh seorang Syaikh dari Mesir yang datang kepada lebih dari empat puluh tahun lalu, dari Ikrimah, dari Ibnu Abbas, bahwa ia berkata, “ para pemuka Quraish mengutus al-Nadhr ibnul Haris dan Uqbah bin Abi Mu’ith kepada pendeta-pendeta Yahudi di Madinah, “tanyalah kepada mereka tentang Muhammad, gambarkanlah tentang sifat-sifatnya dan beri tahukanlah mereka tentang pernyataan dakwahnya. Karena, mereka adalah Ahlul kitab yang pertama, di tangan mereka ada ilmu tentang para nabi yang tidak kita miliki.3

2

Departemen Agama RI, al-Qur’an dan Terjemahnya (Bandung: Diponegoro, 2012), 302-303.

3

Sayyid Quthb, Fi> Z{ila>l al-Qur’a>n, Ter. As’ad Yasin dkk. Vol. 7, (Jakarta: Gema Insani,


(35)

27

Kemudian keduanya pun bertolak ke Madinah, dan keduanya bertanya kepada pendeta Yahudi di Madinah tentang Rasulullah. Setelah mereka menggambarkan tentang sifat-sifatnya dan memberitahukan kepada mereka tentang pernyataan dakwahnya, keduanya berkata, “wahai para pendeta, sesungguhnya kalian adalah ahli taurat. Kami datang kepada kalian agar memberitahukan perihal teman kami ini. Para pendeta itu menjawab, tanyakanlah kepadanya tentang tiga hal itu, maka yakinlah bahwa beliau seorang nabi yang diutus (Rasul) bila tidak, maka beliau hanya seorang yang mengada-ada, terserah kalian memandangnya sebagai apa.4

Tanyalah kepadanya tentang pemuda-pemuda yang meninggalkan kampung halamannya pada masa lalu, bagaimana cerita tentang mereka? Karena mereka memilki memiliki kisah yang sangat menakjubkan. Tanyakan pula keadaannya tentang seorang pengelana yang mencapai bagian timur dan bagian barat bumi, bagaimana beritanya? Tanyakan juga kepada mereka tentang roh, apa hakikatnya? Bila beliau menjawab kalian dengan jawabannya, maka beliau serang nabi dan ikutilah dia. Tetapi, bila beliau tidak memberikan jawaban kepada kalian, maka beliau hanya seorang yang mengada-ada. Karena itu, putuskanlah sesuatu atasnya sesuai kebijakan kalian.5

Maka kembalilah al-Nadhar dan Uqbah ke makkah sehingga berhadapan dengan Quraisy. Mereka berdua berkata, “wahai kumpulan suku Quraisy, kami datang membawa keputusan yang mengakhiri konflik kalian dengan Muhammad. Para pendeta Yahudi telah menyuruh kami menanyakan kepadanya tentang

4

Sayyid Quthb, Fi> Z{ila>l, 340 5Ibid


(36)

28

beberapa perkara”. Mereka memberitahukan kaumnya perkara-perkara tersebut. Maka, mereka pun berbondong-bondong mendatangi Nabi Muhammad dan bertanya, “wahai Muhammad, beritahukanlah kepada kami (mereka menyebutkan perkara-perkara yang diperintahkan oleh pendeta Yahudi untuk menayakannya), Rasulullah menjawab, „aku akan beritahukan kepada kalian tentang pertanyaan kalian, besok.” Rasulullah tidak mengucapkan InshaAllah, merekapun kembali ke tempat masing-masing.6

Namun selama lima belas hari Rasulullah tidak menerima wahyu apapun dari Allah. Jibril tidak mendatanginya sama sekali. Sehingga goncanglah penduduk Makkah dan mereka berkata,”Muhammad telah menjanjikan jawabannya besok, namun sekarang telah berlalu selama lima belas hari, itu tidak diberi jawaban apa-apaatas pertanyaan yang kita ajukan kepadanya”.7

Rasulullah sangat bersedih dengan tidak turunnya wahyu dan beliau merasa tertekan sekali dengan kata-kata penduduk Makkah. Kemudian datanglah Jibril kepadanya membawa surah Ashab al-Kahfi, di dalamnya terdapat teguran kepada Nabi atas kesedihannya menghadapi kaum Quraisy, berita tetang pemuda-pemuda yang ditanyakan oleh mereka, pengembara itu, dan firman Allah dalam surah al-Isra’ ayat 85.

Itu salah satu riwayat, disana ada beberapa riwayat lagi dari Ibnu Abbas berkenan Asbab al-Nuzul ayat tentang roh secara khusus, yang disebutkan oleh al-Aufi. Kaum Yahudi berkata kepada Nabi Muhammad, “wahai Muhammad, beritahukanlah kami tentang roh, bagaimana bisa roh itu di azab yang ada dibadan

6Sayyid Quthb, Fi> Z{ila>l.., 340. 7Ibid.


(37)

29

sedang ia berasal dari Allah?” tidak satupun ayat yang turun kepada rasulullah, maka beliaupun tidak menghiraukan mereka sedikitpun. Sehngga Jibril datang dan bertanya kepadanya, “katakanlah, roh itu termasuk urusan Tuhanku dan tidaklah kamu diberi pengetahuan melainkan sedikit.

Riwayat lain mengatakan Dhu-alqarnain adalah Iskandar, anak Philpus Raja Macedonia, murid dari filusuf terkenal Aristoteles. Sebagai dimaklumi Iskandar Macedonia hidup 333 tahun sebelum Nabi Isa. Wahbah bin Munabbih mengatakan bahwa dia adalah raja. bergelar Dhu-alqarnain, karena dia berkuasa atas barat dan timur, yaitu Rum dan Persia.8

Karena banyaknya riwayat tentang asbab al-nuzul, Sayyid Quthb lebih tertarik hanya membahas teks Alquran yang meyakinkan. Dari teks teks Alquran diketahui bahwa ada pertanyaan tentang Dhu-alqarnain. Sayyid Quthb tidak mengetahui secara pasti siapa yang menanyakannya. Pengetahuan tentang penanyanya tidak menambah apapun dalam petunjuk kisah ini.

C. Deskripsi Sosok Dhu-alqarnain

Para ulama tafsir mempunyai pendapat yang berbeda-beda tentang siapa yang dimaksud dengan Dhu-alqarnain yang secara harfiah berarti pemilik dua tanduk dan siapakah tokoh yang dipuji Alquran ini. Ada yang berpendapat bahwa dia digelar demikian karena rambutnya yang panjang disisir dan digulung sedemikian rupa bagaikan dua tanduk, atau karena dia memakai perisai kepala yang terbuat dari tembaga menyerupai tanduk. Ada juga yang berkata bahwa dia

8Ibid


(38)

30

mencetak uang logam dengan gambar berbentuk dua tanduk yang melambangkan dirinya serupa dengan Amoun, yakni yang dipertuhan oleh orang-orang Mesir kuno.9

Tokoh ini, menurut sementara ulama, adalah Alexander The Great dari Macedonia. Ada juga yang berpendapat bahwa dia adalah seorang penguasa Himyar (Yaman), dengan alasan bahwa penguasa-penguasa Yaman menggunakan kata Dhu pada awal namanya seperti Dhu Nuwas dan Dhu Yazin. Konon, namanya adalah adalah Abu Bakar Ibn Afriqisi. Dia berangkat dengan pasukannya menelusuri Mediteranian, melampaui Tunis dan Maroko, lalu membangun kota di Tunis dan menamainya dengan namanya yaitu Afriqiyah

sehingga seluruh wilayah di benua itu dinamai Afrika sampai kini. Dia juga dinamai Dhu-alqarnain karena dia mencapai wilayah yang dinamai kedua tanduk matahari.10

Dalam kitab Shafwat al-Tafa>sir dijelaskan bahwa dia adalah seorang raja mukmin yang diberi kekuasaan Allah di muka bumi dan berkuasa dengan adil dan berbuat kemaslahatan. Dia hidup pada zaman diantara Nabi Isa dan Nabi Muhammad. Diriwayatkan bahwa raja-raja yang berhasil menguasai dunia ada empat. Dua orang orang mukmin dan orang kafir. Yang Muslim adalah Sulaiman dan Dhu-alqarnain, yang kafir adalah Namrud dan Bukhtunasar.11

9M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah: Pesan, Kesan dan Keserasian al-Qur’a>n, Vol. 7, (Jakarta: Lentera Hati, 2002), 363

10Shihab, Tafsir Al-Misbah.., 367

11Syaikh Muhammad Ali Ash-Shabuni, Shafwat al-Tafasir, ter KH. Yasin, Vol 3 (Jakarta:


(39)

31

Adapula riwayat yang dibangsakan orang kepada Sayyidina Ali sendiri mengatakan bahwa dia memang orang yang gagah, jujur, shalih dan memang mempunyai dua tanduk. Menurut riwayat itu, dipukul tanduknya yang yang sebelah oleh kaumnya lalu dia mati. Tetapi dia hidup kembali, lalu meneruskan perjuangannya dan dipukul orang pula taduknya, lalu mati lagi, kemudian dia dihidupkan Allah kembali.12

Riwayat yang lebih dahsyat yaitu riwayat yang dibawakan oleh Ibnu Luhai’ah, riwayat yang diterima dari Ka’b al-ahba>r, bahwa Dhu-alqarnain itu dalam perjalanan di bukan Tuhan baginya, telah sampai ke bintang Zuhrah (kejora) dan di sana dipacukan kudanya. Seketika cerita itu disampaikan orang kepada Sayyidina Mu’awiyah bin Abu Sufyan, beliau telah berkata: “ itu adalah kebihongan Ka’b al-Ahb>ar saja.13

Banyak dibicarakan juga bawa apakah dia nabi, apakah dia rasul, apakah dia hamba Allah yang salih. Ibnu katsir telah menegaskan dalam tafsirnya banyak sekali dongeng-dongeng Israiliyat dicampur adukkan dalam tafsir tentang Dzulkarnian. Sehingga bila dibaca langsung di dalam Alquran, ceritanya sangat jelas, tetapi setelah di baca penafsiran orang apalagi tafsiran itu yang di bangsakan orang kepada Sayyidina Ali dan Ibnu Abbas, maka akan terasa ada kewajiban untuk menyaring cerita tersebut dengan fikiran yang jernih, dan benar-benar kembali kepada Alquran. Itulah sebabnya Sayyid Quthb tidak mau menyalin sedikitpun cerita atau tafsir-tafsir tentang Dhu-alqarnain tersebut.

12Shihab, Tafsir Al-Misbah.., 367. 13Ibid


(40)

32

Ada empat pandangan terpopuler dalam menunjukkan siapa sejatinya sosok Dhu-alqarnain itu. Pertama. Dhu-alqarnain adalah Alexander The Great , penakluk besar dalam sejarah yang berasal dari Macedonia. Kedua, Dhu-alqarnain adalah seorang raja dari Dinasti Cina. Ketiga, seorang raja Shaleh yang hidup sezaman dengan Nabi Ibrahim as namun tidak dapat dipastikan namanya, dan keempat, Dhu-alqarnain adalah Cyrus the Great (Kursyi), raja agung Persia dari Dinasti Achaemenid.

1. Dhu-alqarnain adalah Alexander The Great

Pandangan sebagian penafsir dan sejarawan yang menilai bahwa Alexander terulang ulang dalam berbagai sumber, Imam Fakhr al-Razi dalam tafsir al-Kabir, dengan alasan orang yang keadaannya seperti ini, yang telah menguasai timur dan barat dan mengunjungi negeri-negeri, tentuah sejarahnya kekal tanpa pernah terhapus ataupun lenyap. Hal ini sesuai dengan surat al-Kahfi ayat 86 dan 90 ayat yang berbunyi:













86. hingga apabila Dia telah sampai ketempat terbenam matahari, Dia melihat matahari terbenam di dalam laut yang berlumpur hitam, dan Dia mendapati di situ segolongan umat Kami berkata: "Hai Dhu-alqarnain, kamu boleh menyiksa atau boleh berbuat kebaikan terhadap mereka.14


(41)

33









90. hingga apabila Dia telah sampai ke tempat terbit matahari (sebelah Timur) Dia mendapati matahari itu menyinari segolongan umat yang Kami tidak menjadikan bagi mereka sesuatu yang melindunginya dari (cahaya) matahari itu.15

Tiada satupun dari raja-raja dunia, yang terekam sejarah, yang dikenal dengan sifat demikian selain Alexander dari Yunani. Tetapi Imam Razi juga mempermasalahkan opini ini, sebab Alexander adalah murid Aristoteles sang filsuf dan mengikuti madzhabnya. Pengagungan oleh Allah kepadanya mengantarkan pada konsekuensi bahwa madzhab Aristoteles adalah hak dan benar, ini tidak dapat dibenarkan. Imam Razi mengatakan, “ini masalah serius”.

Pandangan demikian kemudian diikuti oleh penafsir-penafsir yang terpengaruh oleh tafsir Imam Razi, diantaranya adalah Nizhamuddin Hasan bin Muhammad Qommi Nasaiburi. Dalam tafsirnya yang berjudul Gharaib al-Quran. Di situ dia mengatakan, „opini paling benar, Dhu-alqarnain adalah Alexander anak Philiphus, namun dia menyebutnya secara salah (dari Romawi). Dia menggunakan argumen yang diajukan oeh Imam Razi, dan menepis problem di atas bahwa tidak seuruh pandangan para fisuf itu bati. Bisa jadi, Alexander

15Ibid


(1)

67

alqarnain dalam menyatukan, mengatur, tolong menolong, serta

merealisasikannya dengan seluruh keompok, potensi dan kekuatannya.69

4. Pemimpin yang Zuhud

Dhu-alqarnain menolak pemberian materi dari kaum yang ia tolong dengan bersikap zuhud terhadap bayaran dan harta, dalam surat Al-Kahfi ayat 95 disebutkan bahwa:















































95. Dhu-alqarnain berkata: "Apa yang telah dikuasakan oleh Tuhanku kepadaku terhadapnya adalah lebih baik, Maka tolonglah aku dengan kekuatan (manusia dan alat-alat), agar aku membuatkan dinding antara kamu dan mereka.70

Dhu-alqarnain tidak mengambil keuntungan dari penaklukannya dengan mengumpulkan harta rampasan dan mengekploitasi individu dan masyarakat. Dia tidak memperlakukan negeri yang ditaklukannya sebagai jajahan dan perbudakan, dan tidak pula menghina martabat penduduknya demi ambisi dan nafsunya. Dia juga membantu masyarakat terbelakang, membebaskan mereka dari segala macam ancaman tanpa imbalan, memberdayakan segala kekuatan yang dianugerahkan Allah untuk membangun, memperbaiki, serta bertahan dari ancaman mush dan merealisaikan kebenaran.71

69H.M Marifat, Kisah kisah Alquran..,, 276

70

Departemen Agama RI, al-Qur’an dan Terjemahnya , 302-303.


(2)

68

Dhu-alqarnain juga menganggap apa yang diberikan Allah kepadanya adalah lebih baik dari pada harta yang diberikan kepadanya. Dari sikap Dhu-alqarnain terhadap kaum itu, dapat disimpulkan bahwa seorang pemimpin harus bersikap zuhud terhadap harta rakyatnya, berlaku bijak terhadap harta harta itu, dan tidak mengambil sedikitpun dari harta tersebut. Ia harus menjaga Negara dan melindungi penduduknya dengan tidak mengambil sepeserpun imbalan maupun harta rakyat maupun Negara.

Seorang pemimpin mempunyai kewajiban untuk melindungi setiap makhluk dalam menjaga dan memperbaiki hak-hak mereka yang berada di bawah kekuasaannya melalui tiga syarat yaitu sebagai berikut:

1. Yang mempengaruhi mereka

2. Memberikan orang yang membutuhkan harta dan membantu mereka 3. Bersikap sama terhadap pemberian diantara mereka sesuai dengan

ukuran yang lazim. Mereka menyerahkan dirinya sebelum menyerahkan harta. Apabila ia bukan orang kaya, harta mereka diambil dari harta tersebut sesuai dengan ukurannya dengan menggunakan harta itu secara baik.


(3)

BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan

Dari sekian penjelasan yang telah dipaparkan dapat disimpulkan beberapa poin sebagai berikut:

1. Para Mufasir mempunyai pandangan yang berbeda-beda mengenai sosok

Dhu-alqarnain, namun, ada empat pendapat yang paling masyhur dari kalangan Mufasir tentang sosok tersebut yang pertama adalah Alexander dari Macedonia yang berpendapat demikian adalah ar-Razi, yang kedua adalah Orang shalih yang hidup semasa dengan Nabi Ibrahim, pendapat ini dikemukakan oleh Buya Hamka dalam tafsir al-Azhar, pendapat ini juga dikemukakan oleh beberapa Muhadisin seperti Imam Bukhari, ketiga adalah Raja Kursyi Al-Fasi seorang raja Persia, pendapat ini menurut penulis adalah yang paling sesuai dengan sosok Dhu-alqarnain karena dilihat dari perjalanan beliau, sifat-sifat beliau dan keimanan beliau sesuai dengan sosok Dhu-alqarnain yang diceritakan dalam Alquran, dan yang keempat adalah seorang raja Cina, pendapat ini dijelaskan dalam tafsir Al-Misbah karya Quraish Shihab.

2. Dalam kisah Dhu-alqarnain juga terdapat banyak ibrah di antaranya yaitu tentang keadilan, rendah hati, dan dia adalah seorang pemimpin yang pantas dijadikan sebagai teladan.


(4)

B. Saran

1. Dalam penelitian ini, penulis kurang melakukan eksplorasi terhadap sumber-sumber tafsir yang yang lain dikarenakan keterbatasan penulis dalam menjangkau literatur-literatur yang berbahasa asing khususnya bahasa Arab. 2. Dari kekurangan-kekurangan yang ada, penulis memohon kritik dan saran

yang sifatnya membangun, demi kesempurnaan karya-karya ilmiah selanjutnya.


(5)

72

DAFTAR PUSTAKA

A. Khalafullah, M, Al-Qur’an Bukan Kitab Sejarah. Jakarta: Paramadina. 2002.

al-Bukhari Muhammad bin Isma’il al-Ja’fi, S{ahi>h al-Bukhari, Vol. 3 Mesir: Da>rt}u>q al-Naja>h}, 1422 H.

Al-Khalidy Shalah, Kisah-Kisah Alquran Pelajaran dari Orang Terdahulu, ter

Setiawan Budi Utomo, vol 2, Jakarta: Gema Insani Press, 2000

Husain Aqil Muhammad dan Masykur Hamim, I’jaz Alquran dan metodologi Tafsir,

Semarang: Dian Utama, 1994.

Arifin Bey, Rangkaian Cerita dalam Alquran, Bandung: Al-Ma’arif, 1995.

Ash-Shirbashi, Sejarah Tafsir Alquran, alih bahasa Tim Pustaka Firdaus, Jakarta:

Tim Pustaka Firdaus, 1985.

Thalibah Hisham, Emsiklopedi Mukjizat Akqyran dan Hadis, tt: Sapta Semtosa, tt.

Baidan Nashruddin, Wawasan Baru Ilmu Tafsir, Yogyakarta:Pustaka Pelajar

Departemen Agama RI, al-Qur’an dan Terjemahnya. Bandung: Diponegoro, 2012.

Kementerian Agama, al-Qur’a>n dan Tafsirnya, Vol. 4. Jakarta: Widya Cahaya 2011.

Fachruddin HS, Ensiklopedia Alquran Jakrta: Rineke Cipta, 1992.

Khalil al-Qaththan, Manna’Mabahits fi Ulumul Quran, tt Masyurah al-Asyr, 1073 Lasin, Musa Syahrin Al-Laalil fi ulum Alquran, Darusy Syuruq : tt.

Ma’rifat H.M, Kisah Kisah Alquran:Antara Fakta dan Metafora, ter, Azam Bahtiar, tt: Citra Griya Aksara Hikmah. 2013.


(6)

73

Moleong, Lexy J, Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosdakarya. 2002.

Faizin Nur M, 10 Tema Kontroversial ‘Ulumul Qur’an Kediri: Azhar Risalah, 2011.

Perpustakaan Nasional RI, Al-Qur’an dan Tafsirnya, Jakarta: Widya Cahaya, vol VI,

13, 2011.

Qalyubi, Syihabuddin, Stilistika Alquran; Pengantar Orientasi Studi Al-Qur’an. Yogyakarta : Titian Ilahi Press, 1997.

Quthb, Sayyid Fi> Z{ila>l al-Qur’a>n, Ter. As’ad Yasin dkk. Vol. 7, Jakarta: Gema

Insani, 2004.

Shihab M. Quraish, Tafsir Al-Misbah Jakarta, Pesan, Kesan dan Keserasian Alquran, Vol 7, Lentera Hati : 2002.

_______________, Kaidah Tafsir, Tanggerang: Lentera Hati, 2013.

Thabataba’i, Muhammad Husain, al-Mi>za>n fi> tafsi>r al-Qur,a>n, vol 13, Beirut: