Ayat jihad dalam al Qur’an: telaah penafsiran ayat-ayat jihad menurut penafsiran ulama radikal dan moderat.

(1)

AYAT

JIHA<D

DALAM AL-

QUR’AN

(Telaah Penafsiran Ayat-Ayat

Jiha>d Menurut

PenafsiranUlama

Radikal dan Moderat)

Skripsi:

DisusununtukMemenuhiTugas Akhir Guna Memperoleh Gelar Sarjana Strata Satu (S-1) dalam Ilmu Ushuluddin dan Filsafat.

Oleh:

MUHAMMAD AFIF E73213134

PRODI ILMU AL-

QUR’AN DAN TAFSI

R

FAKULTAS USHULUDDIN DAN FILSAFAT

UNIVERSITASISLAM NEGERI SUNAN AMPEL

SURABAYA

2017


(2)

AYAT

JIHA<D

DALAM AL-

QUR’AN

(Telaah Penafsiran Ayat-Ayat

Jiha>d Menurut

PenafsiranUlama

Radikal dan Moderat)

Skripsi:

Diajukan kepada

Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya Untuk memenuhi Salah Satu Persyaratan

dalam Menyelesaikan Program Sarjana Strata Satu (S1) Ilmu (Jurusan/program study)

Oleh:

MUHAMMAD AFIF E73213134

PRODI ILMU AL-

QUR’AN DAN

TAFSIR

FAKULTAS USHULUDDIN DAN FILSAFAT

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL

SURABAYA

2017


(3)

(4)

(5)

(6)

(7)

ABSTRAK

Nama : Muhammad Afif

Nim : E73213134

Judul : Ayat jiha<d dalam al-Qur’an (Telaah penafsiran ayat-ayat jiha>d menurut penafsiran ulama radikal dan moderat).

Jihad merupakan istilah yang sangat mulia dalam Islam. Tidak tanggung-tanggung, Allah akan menganugerahi surga yang bisa dimasuki tanpa hisab bagi orang yang shahid dalam rangka berjihad di jalan Allah. Namun sayang, istilah jihad ini sering kali dimonopoli dan dipahami secara tekstual oleh sekelompok tertentu. Dari sinilah peristiwa-peristiwa kekerasan sering terjadi di dunia dengan mengatasnamakan sebagai jihad dalam Islam demi tegaknya agama Allah. Jihad adalah melakukan segala usaha dan berupaya sekuat tenaga serta menanggung segala kesulitan dalam memerangi musuh dan menahan agresinya. Jihad juga memiliki arti mencurahkan segenap upaya di jalan Allah untuk melawan keburukan dan kebatilan. Dimulai dengan jihad terhadap keburukan yang ada di dalam diri dalam bentuk hawa nafsu dan godaan setan, dilanjutkan dengan melawan keburukan di sekitar masyarakat dan berakhir dengan melawan keburukan di manapun sesuai kemampuan. Jihad juga melibatkan aktifitas hati berupa niat dan keteguhan, aktifitas lisan berupa dakwah dan penjelasan, aktifitas intelektual berupa pemikiran dan ide serta aktifitas tubuh berupa perang dan lain sebagainya. Pada dasarnya ada persamaan persepsi mengenai pemaknaan jihad menurut kedua kelompok, baik moderat maupun radikal. Pada dasarnya, baik faham Moderat maupun faham Radikal mengakui adanya penshariatan jihad

difa>’i. Bahkan hampir seluruh umat Islam meyakini dishariatkannya jihad difa>’i

ini. Namun faham Moderat lebih menekankan jihad difa>’i, sedangkan faham Radikal tampaknya lebih cenderung ke jihad t}ala>bi. Penelitian ini ditulis untuk mengkaji tentang penafsiran ayat-ayat jihad menurut faham Radikal, penafsiran ayat-ayat jihad menurut faham Moderat dan implementasi penafsiran ayat-ayat Jihad menurut kedua faham di atas dalam kehidupan masyarakat. Penelitian ini merupakan penelitian pustaka (library research) dengan pendekatan normative-kualitatif. Sedang tipe penelitiannya bersifat deskriptik-analitik, yakni penelitian yang memaparkan sejumlah data untuk kemudian dianalisis sedemikian rupa secara ilmiah guna mendapatkan kesimpulan yang valid dan dapat dipertanggung-jawabkan.


(8)

DAFTAR ISI

COVER... i

SAMPUL DALAM... ii

PERSETUJUAN PEMBIMBING... iii

PERNYATAAN KEASLIAN... iv

PENGESAHAN TIM PENGUJI... v

MOTTO... vi

PERSEMBAHAN... vii

KATA PENGANTAR... viii

ABSTRAK... xi

DAFTAR ISI... xii

PEDOMAN TRANSLITERASI... xiv

BAB I : PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah... 1

B. Identifikasi Masalah... 8

C. Rumusan Masalah... 8


(9)

E. Kegunaan Penelitian... 9

F. Telaah Pustaka... 10

G. Metodologi Penelitian... 11

1. Jenis Penelitian………... 11

2. Sumber Data………... 12

3. Teknik Analisa Data... 13

BAB II : TINJAUAN UMUM TENTANG MAKNA JIHAD A. Definisi jihad…………... 15

B. Macam-macam jihad... 18

C. Pandangan ulama tentang jihad... 22

D. Penafsiran ayat-ayat jihad... 27

BAB III : TELAAH PENAFSIRAN AYAT JIHAD A. Penafsiran ayat jihad menurut faham radikal... 34

B. Penafsiran ayat jihad menurut faham moderat... 48

C. Implementasi penafsiran ayat-ayat jihad... 68

BAB IV : PENUTUP A. Kesimpulan... 73

B. Saran-Saran... 75


(10)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Jihad merupakan istilah yang sangat mulia dalam ajaran Islam. Tidak tanggung-tanggung, Allah telah menjanjikan surga yang bisa dimasuki tanpa hisab bagi orang yang meninggal shahid dalam rangka berjihad di jalan Allah. Namun sayang, istilah jihad ini sering kali dimonopoli dan dipahami secara tekstual oleh sekelompok tertentu. Dari sinilah peristiwa-peristiwa kekerasan sering terjadi di dunia dengan mengatasnamakan sebagai jihad dalam Islam demi tegaknya agama Allah.

Sebagai akibatnya muncullah citra buruk terhadap Islam, dilabeli sebagai penebar teror hingga dibatasinya gerakan dakwah oleh pemerintah. Mereka para pelaku kekerasan sering kali mengaitkan tindakan tersebut atas dasar landasan agama Islam, yaitu jihad.

Teks ayat-ayat suci Alquran yang membicarakan tentang tema jihad, penegakan hukum shariat maupun isu khilafah memang menjadi tema besar kelompok fundamental ini. Slogan kembali kepada Alquran dan Sunnah, pelabelan “Kafir” terhadap orang-orang yang tidak sepaham dan teriakan “Allahu Akbar” selalu menggema di setiap gerakan, aksi, maupun demo yang digelar. Beberapa ayat yang berbicara tentang jihad sering disampaikan melalui khutbah, ceramah, dan orasi di masjid-masjid maupun di tempat umum. Kemudian


(11)

2

disebarkan pula buletin di masjid-masjid dan kampus, serta penyebaran paham keagamaan, ujaran kebencian dan isu politik melalui media massa, baik cetak maupun online. Beberapa ayat tentang tema jihad dan peperangan itu seperti firman Allah swt dalam Qs. al-Baqarah: 190-191.







“Dan perangilah di jalan Allah orang-orang yang memerangi kamu, (tetapi) janganlah kamu melampaui batas.”











“Dan bunuhlah mereka di mana saja kamu jumpai mereka, dan usirlah mereka dari tempat mereka telah mengusir kamu (Mekkah); dan fitnah itu lebih besar dari bahayanya pembunuhan.”

Inilah ayat yang pertama turun tentang perang, menurut al-Rabi’dan Anas ra1 ayat ini, yang berasal dari periode Madinah, juga merupakan ayat perang pertama yang akan dijumpai bila membuka kitab suci Alquran dari muka.

Teks ayat tersebut jelas sekali merupakan perintah Allah swt untuk memerangi orang-orang kafir yang dengan sengaja melakukan tindakan pengusiran dan memerangi terhadap orang-orang mukmin. Menurut Quraish Shihab, ayat 190 surat al-Baqarahini berbicara tentang waktu, kapan diizinkannya peperangan dimulai oleh kaum Muslimin. Ia dapat dimulai saat ada musuh yang menyerang.2

1

Al-T{abari, Ja>mi’ al-Baya>n ‘fi> Ta’wi>l Alqura>n, (Beiru>t: Mu’assasah al-Risa>lah, 2000), 561. 2Quraish Shihab, Ayat-Ayat Fitnah. (Tangerang: Lentera Hati, 2008), 65.


(12)

3

Namun tidak semua sarjana tafsir meyakini bahwa ayat tersebut sebagai ayat yang pertama. Rashi>d Rid}a dalam tafsi>r al-Mana>r menyatakan: Sebuah riwayat dari Abu> Bakr al-Siddiq ramenyatakan bahwa ayat yang mula-mula turun tentang perang adalah Qs. al-Hajj: 39-40.3





“Diizinkan (berperang) bagi mereka (kaum Muslimin) yang diperangi, karena mereka teraniaya.”







“Mereka yang diusir dari kampung halaman sendiri tanpa alasan yang benar, kecuali karena mereka berkata: Tuhan kami (hanyalah) Allah.”

Banyaknya tafsir yang menjelaskan tentang ayat-ayat perang seperti di atas adalah sebagai respon kaum muslimin dan reaksi mereka terhadap tindakan semena-mena yang dilakukan oleh kaum kafir. Semua sejarawan sepakat, dalam kehidupan rasulullah saw di Mekah, perang dilarang. Hal itu dicerminkan oleh banyak ayat Alquran pada masa itu, yang tidak sekalipun berbicara tentang perang melainkan justru pendekatan yang lunak. Seperti firman Allah swt dalam Qs. Fus}s}ila>t: 34.







3


(13)

4

“Dan tidaklah sama kebaikan dan kejahatan. Tolaklah (kejahatan) dengan cara yang lebih baik, maka tiba-tiba orang yang antaramu dan antara dia ada permusuhan seolah-olah telah menjadi teman yang sangat setia.”

Pokok masalah dalam ayat-ayat perang seperti di atas yang menjadi landasan berpikir ekstrim kaum fundamentalis –selain karena pemahaman tekstual- tampaknya juga dipengaruhi oleh tulisan beberapa mufasir. Sebutlah tafsir klasik karya Zamakhshari. Ia mengikuti sebuah pendapat dari Ibn Zaid yang menyatakan bahwa ayat perang dalam surat al-Baqarah:190 di atas terhitung sebagai ayat yang mansu>kh, dihapuskan hukumnya dengan ayat lain Qs. al-Taubah: 36.





“Dan perangilah para mushrik keseluruhan sebagaimana mereka

memerangi kamu keseluruhan.”

Zamakhshari, karena teori na>sikh-mansu>kh ini mengemukakan beberapa pendapat, diantaranya adalah peperangan yang dilakukan oleh rasulullah saw adalah peperangan terhadap semua orang kafir:

“Karena mereka semuanya melawan umat muslimin dan bermaksud

memerangi. Jadi mereka berada dalam hukum perang, baik mereka berperang maupun tidak.”4

Selain karena kontroversi na>sikh-mansu>kh dan perbedaan pandangan antara mufasir mengenai pemberlakuan perang melawan kaum kafir, ayat perang dalam Qs. al-Baqarah: 190 di atas menyinggung kata fitnah. Kata ini memiliki

4Zamakhshari, Al-Kasha>f, jilid I


(14)

5

beberapa pengertian yang tidak satupun menyangkut arti “tuduhan palsu” seperti yang sering dipahami, yang bahasa Arabnya adalah buhta>nan (Qs. [4]: 20, 112, 156; Qs. [24]: 16, dan Qs. [60]: 12). Asal kata fitnah bermakna tindakan mendekatkan emas kepada api untuk mendapatkan kemurniannya.5 Kemudian berkembang menjadi semua yang merupakan sarana pengujian. Karena itu fitnah

biasanya dimaknai sebagai cobaan, ujian, atau bencana apapun (termasuk kecamuk batin) yang hakikatnya adalah ujian. Dalam ayat ini fitnah punya beberapa penafsiran. Pertama shirik, seperti pendapat Qata>dah, al-Rabi’ dan al-D{aha>k. Sedangkan Ibn Zaid mengartikan fitnah sebagai bencana kekafiran.6

Penggunaan makna-makna tersebut memicu pemahaman yang ekstrim bahwa memerangi orang-orang kafir merupakan perintah dari Allah swt untuk menghindarkan kemushrikan dan kekufuran yang sejatinya kedua hal tersebut lebih besar bahayanya. Belum lagi kata “fitnah” itu disebut kembali dalam ayat berikutnya (Qs. 2: 193) yang memerintahkan umat muslimin untuk melakukan peperangan sampai tidak ada fitnah lagi dan ketaatan hanya semata-mata untuk Allah swt.

Pandangan para mufasir tentang penafsiran ayat-ayat perang seperti di atas tentu tidak berlebihan jika melihat konteks di masa mereka hidup dan dimana mereka tinggal. Namun yang sering menjadi problem masyarakat muslim adalah memahami penafsiran mereka tanpa mengesampingkan konteks yang meliputi pola pemikiran mereka yang tentunya juga sangat dipengaruhi oleh kultur, sosial budaya dan iklim politik. Karena kesulitan ini, sehingga memahami ayat Alquran

5Al-Alu>si, Tafsi>r Ru>h al-Maa>ni, (Kairo: Da>r al-Hadi>th

, 2005), 160. 6

Al-T{abari, Ja>mi’ al-Baya>n ‘fi Ta’wi>l Alquran, juz III, Cet. Ke-2. (Beiru>t: Mu’assasah al-Risa>lah, 2000), 565.


(15)

6

maupun tafsir lebih cenderung kepada pemahaman tekstual ayat dan redaksional tafsir semata. Maka tidak heran jika Islam yang sejatinya diproklamasikan sebagai agama rahmatan li al-„a>lami>n malah justru menghadirkan wajah yang menakutkan dari para pemeluknya. Islam yang hakikatnya bermakna damai, tentram, aman, berserah diri dan sebagainya, namun sebagian pemeluknya justru menghalalkan segala cara untuk mencapai tujuannya.

Sebagaimana dimaklumi bersama bahwa ayat-ayat yang mengajarkan perdamaian dan toleransi pada umumnya turun sebelum nabi Muhammad saw hijrah atau masuk dalam periode makiyah. Sementara ayat perang (yang biasa disebut ayat qita>l atau ayat saif) turun pada fase setelah hijrah atau madaniyah. Adanya kesan kontradiktif antara ayat damai dan ayat perang ini pada umumnya oleh para ulama klasik diselesaikan dengan metode na>sikh-mansu>kh, dimana ayat damai dinyatakan sebagai ayat yang hukumnya telah di-mansu>kh oleh ayat perang.

Terdapat perbedaan penafsiran dalam memaknai ayat jihad menurut faham radikal dan moderat sebagaimana berikut:

Definisi Jihad menurut faham radikal adalah: “Mencurahkan segenap kemampuan untuk mencapai apa yang dicintai Allah Azza wa Jalla dan menolak semua yang dibenci Allah.” Faham radikal memandang jihad dapat diaplikasikan melalui tangan, hati, dakwah, hujjah, lisan, ide dan aturan serta aktivitas positif yang mencakup segala bentuk usaha lahir dan batin yang bisa dikategorikan sebagai ibadah. Menurut faham radikal langkah awal yang mesti dilakukan dalam


(16)

7

upaya membersihkan kotoran-kotoran duniawi adalah memberantas kekafiran, karena kekafiran merupakan induk dari kejahatan.

Sedangkan jihad dalam pandangan faham moderat tidak hanya bermakna peperangan. Jihad menurutnya bisa bermakna “kesungguhan” dan

“menyampaikan hujjah.” Sebuah konsep yang mencakup semua aspek kehidupan.

Kontekstualisasi dari konsep jihad ini bisa diwujudkan dalam beragam aktivitas sosial yang terkait dengan problematika masyarakat dewasa ini. Seperti problem kemiskinan, persoalan kesehatan, masalah pendidikan, kesenjangan sosial dan lain-lain.

Berdasarkan perbedaan pandangan diantara ulama mengenai penafsiran ayat-ayat jihad sebagaimana di atas, penulis merasa perlu untuk mengkaji penafsiran ayat-ayat terkait jihad dari perspektif faham radikal dan moderat. Adapun yang dimaksud penafsiran faham radikal dan moderat disini adalah pemikiran ulama dan intelektual yang biasa dijadikan rujukan oleh kelompok radikal yang fundamental dan kelompok moderat yang teleran. Dari persoalan perbedaan penafsiran tersebut, akan dibahas secara detil dalam penelitian ini.


(17)

8

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan uraian dari latar belakang di atas maka dapat diidentifikasi masalah dalam penelitian ini sebagaimana berikut:

1. Makna jihad dalam Alquran.

2. Kandungan beberapa ayat jihad dalam Alquran. 3. Penafsiran ayat jihad dalam pandangan ulama.

4. Perbedaan pendapat mengenai na>sikh dan mansu>kh dalam ayat jihad. 5. Implementasi jihad terhadap kehidupan sosial.

6. Hubungan antara jihad, terorisme dan radikalisme.

C. Rumusan Masalah

Dari identifikasi masalah di atas, maka dapat dirumuskan masalah yang akan di bahas, sebagai berikut:

1. Bagaimana penafsiran ayat-ayat jihad menurut faham radikal? 2. Bagaimana penafsiran ayat-ayat jihad menurut faham moderat?

3. Bagaimana implementasi penafsiran ayat-ayat jihad menurut kedua faham di atas dalam kehidupan sosial?


(18)

9

D. Tujuan Penelitian

Dari rumusan masalah di atas, maka tujuan dari penelitian ini adalah:

1. Untuk mengkaji penafsiran ayat-ayat jihad menurut faham radikal. 2. Untuk mengkaji penafsiran ayat-ayat jihad menurut faham moderat.

3. Untuk mengetahui secara mendalam implementasi penafsiran ayat-ayat jihad menurut kedua faham di atas dalam kehidupan sosial.

E. Kegunaan Penelitian

Adapun manfaat yang dapat diperoleh dari penelitian ini adalah:

1. Secara teoritik, Penelitian ini diharapkan mampu memberikan sumbangsih pemikiran bagi pengembangan ilmu Ushuluddin pada umumnya dan Ilmu Alquran dan Tafsir pada khususnya serta menjadi rujukan penelitian berikutnya.

2. Secara praktis, Penelitian ini diharapkan mendorong penelitian-penelitian lain tentang disiplin ilmu yang digali dari kedua sumber hukum Islam yakni Alquran dan hadis.


(19)

10

F. Telaah Pustaka

Sudah ada beberapa tulisan yang berbicara tentang jihad, baik berupa buku, artikel maupun penelitian (jurnal, skripsi dan tesis). Adapun tulisan-tulisan tersebut diantaranya adalah, sebagai berikut:

1. Studi tentang jihad dalam Alquran menurut al-Maraghi dan ibn Katsir,

Harnoto, Skripsi, IAIN Sunan Ampel Surabaya. Penelitian ini membahas tentang jihad menurut penafsiran ulama, yaitu: al-Maraghi dan ibn Katsir. 2. Konsep jihad fisik dalam Alquran: Suatu kajian tafsir tematik; M.

Burhanudin Hidayatullah, Skripsi, IAIN Sunan Ampel Surabaya. Penelitian ini membahas tentang konsep jihad secara fisik menurut teks suci Alquran.

3. Pandangan Hamka tentang konsep jihad dalam tafsir al-Azhar, Slamet Pramono, Skripsi, IAIN Sunan Ampel Surabaya. Penelitian ini membahas tentang konsep jihad menurut pandangan Hamka dalam tafsir al-Azhar. 4. Relevansi pemikiran tafsir jihad M. Quraish Shihab dalam tafsir

al-Misbah, Moh Cholil, Skripsi, IAIN Sunan Ampel Surabaya. Penelitian ini membahas tentang relevansi penafsiran ayat jihad menurut pemikiran Quraish Shihab dalam tafsir al-Misbah.

5. Teologi perdamaian dalam tafsir jihad; Wasid, IAIN Sunan Ampel Surabaya. Penelitian ini membahas tentang penafsiran ayat jihad dari sudut pandang teologi.


(20)

11

6. Tafsir jihad: Menyingkap tabir fenomena terorisme global, Zulfi Mubaraq, IAIN Sunan Ampel Surabaya. Penelitian ini membahas tentang penafsiran ayat jihad dari fenomena terorisme secara global.

7. Jihad dalam Alquran: Suatu kajian dengan pendekatan tafsir maudhui,

Abu Bakar, IAIN Sunan Ampel Surabaya. Penelitian ini membahas tentang makna jihad dalam Alquran dari pendekatan tafsir maudhui.

8. Konsep jihad menurut M. Quraish Shihab dalam tafsir al-Misbah dan kaitannya dengan materi pendidikan agama Islam, Mambaul Ngadhimah, IAIN Sunan Ampel Surabaya. Penelitian ini membahas tentang konsep jihad menurut penafsiran M. Qurasih Shihab dan kaitannya dengan materi pendidikan agama Islam.

Secara umum, tulisan-tulisan tersebut lebih banyak membahas tentang jihad dari tinjauan pemikiran tokoh dan karya tafsir tertentu, belum sama sekali menyentuh problematika ayat-ayat jihad menurut penafsiran kelompok radikal dan moderat.Celah kosong inilah yang penulis manfaatkan untuk mengisinya.

G. Metodologi Penelitian 1. Jenis Penelitian

Dalam upaya memperoleh gambaran yang jelas, rinci serta analisis dan sistematis atas permasalahan ini, penelitian ini memakai jenis penelitian kepustakaan (library research). Library research, yaitu penelitian yang dilaksanakan dengan menggunakan literatur (kepustakaan), baik berupa buku, catatan maupun laporan hasil penelitian dari peneliti terlebih dahulu.


(21)

12

2. Sumber Data

Sumber data yang penulis gunakan berupa literatur yang terdiri dari hasil karya tulis kepustakaan, penelitian dan berbagai macam jenis dokumen yang biasanya terangkum dalam buku, jurnal, penelitian, tesis, dan karya-karya tulis lainnya.

a. Sumber Data Primer

Karena topik pembahasan pada penelitian ini adalah konsep jihad dalam pandangan faham radikal dan moderat, maka yang menjadi sumber data primer penulis dalam penelitian ini adalah kitab-kitab tafsir dan kitab yang membahas tentang jihad menurut pandangan kedua faham tersebut, seperti:

1. Al-T{abari, Ja>mi’ al-Baya>n fi Ta’wi>l Alqura>n. 2. Bisri Musthafa, Tafsi>r al-Ibri>z.

3. Sayyid Qut}b, Tafsi>r fi Z{ila>l Alqura>n.

4. Ibnu Taimiyyah, Al-Siya>sah al-Shar’iyyah fi Is}la>h} al-Ra>’i wa al-Ra>’iyyah. b. Sumber Data Sekunder

Adapun yang menjadi data sekunder dalam penelitian ini adalah kitab-kitab dan buku-buku ataupun tulisan-tulisan orang lain yang memiliki keterkaitan dengan pembahasan yang akan dikaji oleh penulis. Di antaranya adalah:

1. Al-Alu>si, Tafsi>r Ru>h al-Ma‘a>ni.

2. Rashi>d Rid}a>, Muh}ammad,Tafsi>r al-Mana>r. 3. Zamakhshari, Al-Kasha>f.


(22)

13

5. Ibnu al-Qayyim Al-Jauziyah,Mukhtas}arZa>d al-Ma‘a>d.

6. Abdul Waha>b al-Sha’ra>ni, Kita>b al-Mi>za>n.

7. Fauza>n bin S{a>lih al-Fauza>n, I‘a>nah al-Mustafi>d Bi Sharh} Kitab al-Tauh}i>d. 8. H}asan al-Banna, Risa>lah al-Jihad.

9. Kitab-kitab klasik dan kontemporer serta sumber data lain yang berkaitan dengan pembahasan yang akan dikaji.

3. Teknik Analisa Data

Penelitian ini termasuk penelitian pustaka (library research) dengan pendekatan normative-kualitatif. Sedang tipe penelitiannya bersifat deskriptik-analitik, yakni penelitian yang memaparkan sejumlah data untuk kemudian dianalisis sedemikian rupa secara ilmiah guna mendapatkan kesimpulan yang valid dan dapat dipertanggung-jawabkan.

Data yang diambil dari studi kepustakaan disusun secara sistematis kemudian diseleksi untuk diklasifikasi menurut kualitas kebenarannya dengan menganalisis secara normatif guna menemukan jawaban permasalahan penelitian.

Dari data yang diperoleh kemudian dianalisa secara kualitatif dengan menggunakan beberapa metode, yaitu metode deskriptif-analitis, eksplanatori, induktif dan deduktif. Berikut akan kami jabarkan penjelasan metodenya:

a. Deskriptif-analitis, metode ini digunakan untuk menggambarkan sifat suatu keadaan yang sedang atau telah berjalan pada saat penulis mengumpulkan atau memeriksa sebab-sebab dari gejala tertentu, kemudian dianalisis untuk


(23)

14

mengetahui makna yang dikandung oleh istilah-istilah yang digunakan secara konsepsional, sekaligus mengetahui penerapannya dalam praktik.7

b. Eksplanatori, metode penelitian ini bertugas menerangkan tentang kondisi-kondisi yang mendasari terjadinya suatu teori atau peristiwa,8 lebih jelasnya peneliti mengembangkan konsep dan menghimpun fakta. Dari data tersebut peneliti menjelaskan hubungan kausal (sebab-akibat) antara variabel-variabel melalui pengujian hipotesa (dugaan sementara).

c. Induktif, yaitu sebuah proses analisa yang bertitik tolak dari pola pikir yang khusus, untuk kemudian diambil konklusi yang bersifat umum. Metode ini digunakan untuk menganalisis suatu informasi, sistemisasi, serta generalisasi empiris dari pengkajian tentang konsep jihad menurut faham radikal dan moderat menuju penerapannya.

d. Deduktif, yaitu pola pikir yang menggunakan proses analisa yang berpangkal dari visi dan misi suatu pemikiran yang bersifat umum, untuk diaplikasikan dalam penentuan permasalahan yang berbentuk detail atau khusus. Metode ini digunakan untuk menarik suatu kesimpulan yang masih bersifat umum ke dalam suatu kesimpulan yang mengarah pada penafsiran faham radikal dan moderat tentang konsep jihad yang bersifat khusus.

7

Johny Ibrahim, Teori dan Metode Penelitian Hukum Normatif, cet. Ke-2, (Malang: Bayumedia, 2006), 310.

8


(24)

BAB II

TINJAUAN UMUM TENTANG MAKNA JIHAD

Penelitian ini akan mengawali pembahasan dengan definisi jihad. Baik secara etimologi maupun terminologi. Terlebih karena sebagian orang seringkali menyamakan antara jihad dengan qita>l. Padahal secara bahasa dan shariat jihad dan qita>l maknanya berbeda. Qita>l adalah bentuk mas}dar dengan wazn (timbangan) fi‘a>ldari qa>tala-yuqa>tilu-qita>lan-muqa>talan dan bentuk mushta>q dari kata qatala-yaqtulu-qatlanyang berarti menghilangkan jiwa orang lain.

A. Definisi Jihad

Jihad dalam konteks bahasa Arab, makna harfiahnya adalah “usaha”, “upaya sungguh-sungguh”, atau “perjuangan”.1

Kata jihad itu sendiri berasal dari bahasa Arab al-Jiha>d. Kata ini berakar pada kata al-Juhd atau al-Jahd. Jihad merupakan isim mas}dardari kata kerja ja>hada-yuja>hiduyang berarti mencurahkan segala kemampuan untuk bekerja dalam menegakkan kebenaran yang diyakini berasal dari Tuhan.

Dalam kamus Lisa>n al-‘Arab disebutkan al-Jahd: al-Mashaqqah (kesulitan). Sedangkan al-Juhd: al-T{a>qahyang berarti kemampuan dan kekuatan.2 Senada dengan keterangan di atas, secara etimologis, terma jihadberasal dari arti

1

Bernard Lewis, The Political Language of Islam, alih bahasa: Ihsan Ali-Fauzi, Bahasa Politik Islam. (Jakarta: PT. Gramedia, 1994), 104.

2Muhammad Ibn Makram Ibn Manz}ur, Lisa>n al-Ara>b.

(Beirut: Dar Al-Fikr, Vol III, 1994), 133-134.


(25)

16

kata juhdatau jahdyang mengandung arti dalam bahasa Arabmashaqqatdan ta‘b (kesulitan dan kelelahan). 3 Dengan demikian, upaya jihadpada umumnya, kalau tidak semuanya, dalam pelaksanaannya mengandung resiko kesulitan dan kelelahan.

Menurut al-Laith sebagaimana dikutip oleh M. Guntur Romli dan A. Fawaid Sjadzili, al-Juhddan al-Jahd memiliki satu arti yaitu segala sesuatu yang diusahakan seseorang dari penderitaan dan kesulitan (ma> ja>hada al-Insa>n min marad}in wa amrin sha>qin).4 Sementara al-Azhari, Ibn al-Kathir dan al-Farra menyebut makna lain dari jihad yaitu al-Gha>yah (tujuan) dan al-Jidd (kesungguh-sungguhan).

Dalam Mu‘jam alfa>z} Alquran, jihad artinya mengerahkan segala tenaga untuk mengalahkan.5 Keterangan tentang jihad di dalam Alquran berarti mencurahkan kemampuan untuk menyebarkan dan membela dakwah Islam. Dengan demikian, bisa diartikan bahwa sebenarnya jihad memiliki arti kesungguhan (al-Jidd) dalam mengerahkan kemampuan dan kekuatan (badhl

al-Wus‘i wa al-T{a>qah) untuk mencapai tujuan (bulu>gh al-Gha>yah) dalam kondisi menderita dan sulit (min marad}in wa amrin sha>qin).

3

Harifuddin Cawidu, Konsep Kufur dalam Alquran: Suatu Kajian Teologis dengan Pendekatan Tafsir Tematik. (Jakarta: Bulan Bintang, 1991), 216.

4

Selengkapnya dalam Moh. Guntur Romli dan A. Fawaid Sjadzili, Dari Jihad Menuju Ijtihad. (Jakarta: LSIP, 2004), 3.

5

Komisi Bahasa Arab (Majma’ al-Lughah al-Arabiyah), Mu’jam Alfaz} Alquran al-Karim (1/226), terbitan al-Haiatul Ammah lil Kitab. Sebagaimana dikutip al-Qard}a>wi dalam Fiqh Jihad, 3.


(26)

17

Dalam al-Munjid, jihad adalah bentuk isim mas}dardari fi‘il jahada, artinya mencurahkan kemampuan.6 Ibnu Manz}ur dalam Lisa>n al-„Arab menulis, jihad ialah memerangi musuh, mencurahkan segala kemampuan dan tenaga, berupa kata-kata, perbuatan, atau segala sesuatu yang dimampui.7 Sedang menurut Quraish Shihab kata jihad diambil dari kata jahd, yang berarti letih atau sukar. Karena jihad memang sulit dan menyebabkan keletihan. Jihad juga bisa bermakna juhd, yang berarti kemampuan. Jihad memang menuntut kemampuan dan harus sebesar kemampuan. Pengertian ini nampak dalam Qs. al-Taubah: 79.





















(Orang-orang munafik itu) yaitu orang-orang yang mencela orang-orang mukmin yang memberi sedekah dengan sukarela dan (mencela) orang-orang yang tidak memperoleh (untuk disedekahkan) selain sekedar kemampuannya, maka orang-orang munafik itu menghina mereka. Allah akan membalas penghinaan mereka itu,

dan untuk mereka azab yang pedih. (Qs. al-Taubah: 79).8

Dari kata yang sama, masih mengutip Quraish Shihab, tersusun ucapan

jahida bi al-rajulyang artinya “seseorang sedang mengalami ujian”. Terlihat bahwa kata ini mengandung makna ujian dan cobaan, hal yang wajar jihad memang merupakan ujian dan cobaan bagi kualitasseseorang. Makna kebahasaan tersebut terlihat dalam ayat:

6

Abu Louis Ma’lu>f, al-Munjid Fi Lughah Wal A’lam, Da>r al-Masyriq. (Beiru>t, 1986), 106, dikutip oleh Muhammad Chirzin dalam Jihad Dalam Perspektif Alquran. (Yogyakarta: Mitra Pustaka, 1997), 11.

7Abu Manz}ur, Lisa>n Arab al-Muhit}, juz I, Dar lisan Arab, tt, h.521. Dikutip oleh Chirzin dalam

Jihad Dalam Perspektif Alquran, 12. 8


(27)

18









“Apakah kamu mengira bahwa kamu akan masuk surga, padahal belum nyata bagi Allah orang yang berjihad di antaramu dan belum nyata orang-orang yang sabar”. (Qs. Ali Imran:142).9

Sedang secara terminologi, para ulama fiqh pada umumnya mendefinisikan jihad sebagai perang. Sayyid Sa>biq, misalnya, dalam bukunya

Fiqh Sunah mendefinisikan jihad sebagai melakukan segala usaha dan berupaya sekuat tenaga serta menanggung segala kesulitan dalam memerangi musuh dan menahan agresinya.10 Kata jihad dalam Alquran terulang 41 kali dengan beragam bentuknya.11

Dalam hukum Islam, jihad mempunyai makna yang sangat luas, yakni segala bentuk usaha maksimal untuk penerapan ajaran Islam dan pemberantasan kejahatan serta kezaliman, baik terhadap diri sendiri maupun dalam lingkup masyarakat. Ulama fiqh biasanya membagi jihad menjadi tiga bentuk yaitu;

Pertama, jihad memerangi musuh nyata (orang-orang Kafir). Kedua, jihad melawan setan. Ketiga, jihad melawan diri sendiri.

B. Macam-Macam Jihad

Menurut al-Ra>ghib al-Isfiha>ni dalam Mufrada>t Alfaz} Alquran, jihad terdiri atas; jihad melawan musuh yang nyata, jihad melawan setan, dan jihad melawan

9 Ibid., 10

Sayyid Sa>biq, Fiqh Sunah, jilid 4. (Jakarta, Pena Pundi Aksara, 2006), 1. 11


(28)

19

hawa nafsu. Tiga macam jihad ini terdapat dalam Alquran surat Hajj: 38, al-Taubah:41, dan al-Anfa>l: 72.12

Ibn al-Qayyim al-Jauziyah, seorang ulama terkemuka klasik, Ia membagi jihad secara global menjadi empat tingkatan: Jihad terhadap diri sendiri, Jihad melawan godaan setan, Jihad memerangi orang-orang kafir, dan jihad terhadap orang-orang munafik. Kemudian keempat tingkatan jihad ini dipecah lagi menjadi 13 tingkatan.

Jihad terhadap diri sendiri terbagi menjadi empat. Pertama, berjihad terhadap diri sendiri untuk mempelajari kebaikan, petunjuk dan agama yang benar. Kedua, berjihad terhadap diri sendiri untuk mengamalkan ilmu yang sudah didapat. Ketiga, berjihad terhadap diri sendiri untuk mendakwahkan dan mengajarkan ilmu kepada orang lain. Keempat, berjihad terhadap diri sendiri dengan kesabaran ketika mengalami kesulitan dan siksaan ketika berdakwah.

Jihad melawan setan ada dua tingkatan. Pertama, berjihad dengan membuang segala kebimbangan dan keraguan dalam keimanan. Kedua, berjihad melawan setan dengan menahan keinginan berbuat kerusakan dan memenuhi shahwat yang dibisikkan setan.

Sedang jihad memerangi orang-orang kafir dan munafik terbagi menjadi empat tingkatan. Pertama berjihad dengan hati. Kedua, berjihad dengan lisan. Ketiga, berjihad dengan harta. Keempat, berjihad dengan jiwa.

Kemudian jihad melawan kezaliman dan kefasikan terbagi menjadi tiga tingkatan. Pertama, berjihad dengan kekuatan jika memiliki kemampuan untuk

12Al-Ra>ghibal-Isfiha>ni, Mufrada>t alfaz} Alquran, 208. Dikutip oleh Yazi>d bin Abd al-Qa>dir Jawa>z dalam Kedudukan Jihad dalam Syariat Islam. (Bogor: Pustaka al-Taqwa, 2007), 16.


(29)

20

melakukannya. Jika tidak mampu maka berjihad dengan lisannya. Jika masih tidak mampu maka berjihad dengan hati.13 Tingkatan dan macam-macam jihad yang dikemukakan oleh Ibnu Qayyim tersebut memiliki argumentasi dan dalil dari Alquran dan sunah.

Berkenaan dengan jihad melawan hawa nafsu Allah berfirman:













Dan Aku tidak membebaskan diriku (dari kesalahan), Karena Sesungguhnya nafsu itu selalu menyuruh kepada kejahatan, kecuali nafsu yang diberi rahmat oleh

Tuhanku. Sesungguhnya Tuhanku Maha Pengampun lagi Maha penyanyang. (Qs.

Yusuf: 53).











Dan jiwa serta penyempurnaannya (ciptaannya), Maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan) kefasikan dan ketakwaannya. Sesungguhnya beruntunglah orang yang mensucikan jiwa itu, Dan Sesungguhnya merugilah orang yang

mengotorinya. (Qs. Al-Syam: 7-10).

Dalil yang berkenaan jihad melawan setan adalah:







“Sesungguhnya setan itu adalah musuh bagimu, Maka anggaplah ia musuh(mu), Karena Sesungguhnya setan-setan itu hanya mengajak golongannya supaya mereka menjadi penghuni neraka yang menyala-nyala.” (Qs. Fa>t}ir: 6).

13Ibn al-Qayyim al-Jauziyah, Mukhtas}ar Za>dul Maa>d. Ringkasan Muh}ammad bin Abd al-Waha>b

al-Tami>mi. (Dar al-Fikr, 1990). Terj. Kathur Suhardi, Mukhtas}ar Za>dul Ma‘a>d; Bekal Menuju Akhirat. (Jakarta: Pustaka Azam, 2000), 174.


(30)

21









“Hai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam keseluruhan, dan janganlah kamu turut langkah-langkah setan. Sesungguhnya setan itu musuh yang nyata bagimu.” (Qs. Al-Baqarah: 208).

Dalil yang berkenaan dengan jihad melawan orang kafir dan munafik adalah firman Allah:









“Hai nabi, berjihadlah (melawan) orang-orang kafir dan orang-orang munafik itu, dan bersikap keraslah terhadap mereka. Tempat mereka ialah jahannam. Dan itu adalah tempat kembali yang seburuk-buruknya.” (Qs. Al-Taubah: 73).

Sedangkan jihad terhadap kezaliman dan kemungkaran berdasarkan firman Allah:













Dan janganlah kamu cenderung kepada orang-orang yang zalim yang menyebabkan kamu disentuh api neraka, dan sekali-kali kamu tiada mempunyai seorang penolongpun selain daripada Allah, Kemudian kamu tidak akan diberi


(31)

22

C. Pandangan ulama tentang jihad

Mengutip pendapat Yu>suf Qard}a>wi, jihad adalah mencurahkan kemampuan untuk menghalau musuh. Adapun musuh yang dimaksud yaitu musuh yang tampak, godaan setan dan hawa nafsu. Sedangkan qita>l yaitu berperang menggunakan senjata untuk menghadapi musuh. Kedua istilah (jihad dan qita>l) ini harus dipisahkan untuk menghindari kesalahpahaman. Qita>l merupakan bagian terakhir dari jihad, jika peperangan tersebut tidak di jalan Allah, maka perang tersebut bukan dinamakan jihad. Sementara menurut Ibnu Taimiyah, jihad adalah mencurahkan segenap kemampuan untuk mencapai apa yang dicintai Allah dan menolak semua yang dibenci Allah.14

Kata jihad berasal dari bahasa „Ara>b al-Jiha>d. 15 Dalam Kamus Lisa>n

al-‘Ara>b disebutkan bahwa menurut satu pendapat, kata ini berakar pada kata jahd yang berarti al-mashaqqah (letih/sukar). Kata jihad kemudian lebih banyak digunakan dalam arti peperangan (al-Qita>l) untuk menolong agama dan membela kehormatan umat. Padahal dalam Alquran dan sunnah, kata jihad memiliki banyak makna dan lebih luas daripada sekedar peperangan. Ada jihad hawa nafsu, jihad dakwah, jihad penjelasan, dan jihad sabar.

Dengan demikian tidak membatasi jihad hanya dalam bentuk peperangan terhadap orang-orang kafir. Karena pada dasarnya aktifitas hati berupa niat dan

14Ibnu Taimiyyah, Majmu>’ Fata>wa>, jilid X, 192-193. Dikutip oleh Yazi>d bin Abd al-Qa>dir Jawa>z dalam Kedudukan Jihad Dalam Syariat Islam. (Bogor: Pustaka al-Taqwa, 2007), 17.

15Muh}ammad Ibn Makram Ibn Manz}u>r, Lisa>n al ‘Ara>b. (Beiru>t: Da>r al-Fikr

, vol III, 1994), 133-134.


(32)

23

keteguhan, maupun aktifitas lisan berupa dakwah dan penjelasan, aktifitas akal berupa ide kreatif dan pemikiran, serta aktifitas tubuh berupa perang dan yang lainnya, adalah bagian dari jihad.

Di antara dalil yang menunjukkan bahwa jihad bukan hanya bermakna perang yaitu kata jihad yang disebutkan dalam Qs. al-Ankabu>t [29]: 69.









“Orang-orang yang berjihad di jalan kami, pasti akan Kami tunjukkan pada mereka jalan-jalan Kami”

Firman-Nya, “yang berjihad di jalan kami”, yang dimaksud jihad di sini adalah semua macam dan jenis jihad, baik berjihad melawan musuh yang lahiriah (nyata) maupun yang batin (tidak nampak).16 Begitu universalnya makna jihad ini, Quraish Shihab berpendapat, bahwa tidak ada satu amalan keagamaan yang tidak disertai jihad dan dengan demikian seorang mukmin pastilah seorang muja>hid,17 yaitu orang yang berjihad di jalan Allah untuk meninggikan kalimatnya.

Adapun menurut pendapat Jumhur Ulama, bahwa hukum jihad adalah fard} kifa>yah. Jihad seperti ini disebut juga dengan jiha>d t}ala>b ataujiha>d huju>m, artinya umat Islam dalam hal ini sebagai pihak yang memulai penyerangan ke tempat-tempat musuh. Dalam pelaksanaan jihad seperti di atas ada ketentuan-ketentuan yang harus dipatuhi seperti:

1. Target penyerangan. Orang-orang kafir yang diserang adalah kafir h}arbi, atau orang kafir yang memerangi umat Islam. Karena di dalam Islam orang-orang kafir terbagi menjadi empat golongan:

16Al-Baid}a>wi, Anwa>r al-Tanzi>l wa Asra>r al-Ta’wi>l, jilid I, 324. 17


(33)

24

a) Kafir mu‘a>had, yaitu orang-orang kafir yang telah terjadi kesepakatan antara mereka dan kaum muslimin untuk tidak berperang dalam kurun waktu tertentu.

Kafir seperti ini tidak boleh dibunuh sepanjang mereka menjalankan kesepakatan. Hal ini dilukiskan dalam Al-Qur’a>n, [9]: 4 sebagaimana berikut:



















Kecuali orang-orang mushriki>n yang kamu mengadakan perjanjian (dengan

mereka) dan mereka tidak mengurangi sesuatupun (dari isi perjanjian)mu dan tidak (pula) mereka membantu seseorang yang memusuhi kamu, maka terhadap mereka itu penuhilah janjinya sampai batas waktunya. Sesungguhnya Allah menyukai

orang-orang yang bertaqwa.18

b) Kafir musta’man, yaitu orang kafir yang mendapat jaminan keamanan dari kaum muslimi>n atau sebagian kaum muslimi>n, seperti utusan-utusan negara, duta-duta dan ka>filah dagang. Kafir jenis ini juga tidak boleh dibunuh sepanjang masih dalam jaminan keamanan, sebagaimana ditegaskan Al-Qur’a>n, [9]: 6 berikut:













Dan jika seseorang dari orang-orang mushriki>n itu meminta perlindungan

kepadamu, maka lindungilah ia supaya ia sempat mendengar firman Allah, kemudian antarkanlah ia yang aman baginya. Demikian itu disebabkan mereka

kaum yang tidak mengetahui.19

c) Kafir dhimmi, yaitu orang kafir yang membayar jizyah (upeti) yang dipungut tiap tahun sebagai imbalan bolehnya mereka tinggal di negeri kaum muslimin. Kafir seperti ini tidak boleh dibunuh selama ia masih menaati peraturan-peraturan yang dikenakan kepada mereka. Hal ini disinggung Al-Qur’a>n, [9]: 29 sebagai berikut:

18

Alquran dan Terjemah, 9: 4. 19Ibid.,


(34)

25





















Perangilah orang-orang yang tidak beriman kepada Allah dan tidak (pula) kepada hari kemudian dan mereka tidak mengharamkan apa yang telah diharamkan oleh Allah dan Rasul-Nya dan tidak beragama dengan agama yang benar (agama Allah), (yaitu orang-orang) yang diberikan Al-Kitab kepada mereka, sampai mereka

membayar jizyah dengan patuh sedang mereka dalam keadaan sha>giru>n (hina,

rendah, patuh).20

d) Kafir h}arbi, yaitu orang-orang kafir yang memerangi kaum muslimi>n. Jenis kafir ini merupakan kelompok yang dapat diperangi umat Islam.

2. Penyerangan ditentukan beberapa hal, antara lain adalah: 1) penyerangan dipimpin oleh seorang kepala negara; 2) memiliki kekuatan yang memadai untuk mengadakan penyerangan; 3) memiliki wilayah kekuasaan/negara.21

3. Peserta yang turut ambil bagian adalah seorang yang memiliki izin dari orang tuanya bila ia masih memiliki orang tua.

4. Adab dan aturan dalam melancarkan penyerangan, yaitu negeri kafir yang telah menjadi target penyerangan tersebut tidak boleh diserang sebelum menolak ajakan kepada Islam dan menolak menyerahkan jizyah (upeti).22

Adapun mengenai teori na>sikh dan mansu>kh dalam ayat jihad, tampaknya Qard}awi tidak sepenuhnya menyetujui adanya klaim na>sikh dalam Alquran. Bahkan ia menyatakan: “Kami cukup mengatakan bahwa ayat yang menjadi sandaran orang-orang yang mengatakan adanya na>skh bukanlah dila>lah qat}‘i

20 Ibid.,

21Shaykh al-Isla>m bin Muh}ammad Ibra>him, Tahri>r al-Ahka>m Fi> Tadbi>r Ahl al-Isla>m. (Qatar: Dar al-Thaqafah, 1988),170.

22Ali bin Nayif al-Shuhu>d, Mausu>‘ah al-Rad ‘Ala al-Madha>hib al-Fikriyah al-Mu‘a>sharah. (t.p: t.p, t.t), 89.


(35)

26

berdasarkan perkataan mereka sendiri. Akibatnya Qard}a>wi tidak sependapat dengan pihak yang mengklaim bahwa ayat damai sudah di-na>skhdengan ayat saif (pedang) atau ayat perang. Beliau menulis:

Jika Anda menyebutkan firman Allah swt: „Tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama (Islam); sesungguhnya telah jelas jalan yang benar daripada jalan yang

sesat‟ (Qs. al-Baqarah [2]: 256), mereka akanberkata kepada anda: „Ayat ini telah

dihapus oleh ayat pedang.’ Jika anda menyebutkan firman Allah swt: „Dan

perangilah di jalan Allah orang-orang yang memerangi kamu, (tetapi) janganlah

kamu melampaui batas‟ (Qs. al-Baqarah [2]: 190), mereka akan berkata kepada

anda: „Ayat ini telah dihapus oleh ayat pedang.’ Jika anda juga menyebut ayat:

„Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang

baik‟ (Qs. al-Nahl [16]: 125), mereka pun akan berkata kepada anda: „Ayat ini

telah dihapus oleh ayatpedang’.

Di kalangan umat Islam, ada dua pendapat mengenai status hukum dasar hubungan antara Muslim dengan non Muslim, sebagaimana dikemukakan oleh penyusun Fiqh al-‘Aqaliyya>t, „Ali bin Nayif al-Shuhu>d menulis:

Di mata Shaykh Yu>suf, dengan memperhatikan uraiannya pada Bab 15 dari

bukunya, Fiqih Jiha>d, kiranya tampak kalau beliau condong kepada pendapat yang menyatakan hukum asal dari hubungan Muslim dan non Muslim adalah damai.

Atau dengan bahasa lain, beliau lebih mendukung kepada model jihad difa>’i

walaupun tidak menutup atau menolak sama sekali kemungkinanjihad t}ala>bi.

Ketika memberikan komentar terhadap fenomena penyeru jihad t}ala>bi, Qard}a>wi menulis:

Namun sungguh disayangkan, bahwa yang tersebar di kalangan masyarakat adalah Islam yang menyuruh memerangi orang yang berbeda dengan mereka, baik

dari kalangan paganis atau mushrik, Ahli Kita>b (Yahu>di dan Nas}ra>ni), Atheis, atau

orang yang tidak memikirkan agama secara positif dan negatif, tanpa memperhitungkan apakah mereka masuk dalam kalangan yang berdamai atau yang

berperang. Lalu mereka harus diperangi hingga masuk Islam atau membayar jizyah

meski mereka tergolong lemah.23

23

Ali Trigiyatno, Penyelesaian Ayat-ayat „Damai‟ dan Ayat-ayat „Pedang‟ dalam Alquran menurut Syaikh Yusuf al-Qardhawi dan Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz, (Pekalongan: Jurnal Penelitian STAIN, Vol. 9, No. 2, November 2012).


(36)

27

D. Penafsiran ayat-ayat jihad

Jihad adalah pengerahan usaha dan kemampuan di jalan Allah dengan nyawa, harta, pikiran, lisan, pasukan dan lain sebagainya. Ibn Qayyim al-Jauziyah mengatakan bahwa jika dilihat dari pelaksanaannya, jihad dapat dibagi menjadi tiga bentuk yaitu jiha>d mut}laq, jiha>d h}ujjah dan jiha>d ‘a>m.24Jihad mut}laq adalah perang melawan musuh di medan pertempuran. Jihad ini mempunyai persyaratan tertentu, di antaranya; perang tersebut harus bersifat defensif (Qs. [2]: 190);









“Dan perangilah di jalan Allah orang-orang yang memerangi kamu, (tetapi) janganlah kamu melampaui batas, karena sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas.” (Qs. Al-Baqarah:190).25

Selanjutnya hujjah untuk menghilangkan fitnah (Qs. [2]: 193).



















Dan perangilah mereka itu, sehingga tidak ada fitnah lagi dan (sehingga) ketaatan itu hanya semata-mata untuk Allah. Jika mereka berhenti (dari memusuhi kamu),

maka tidak ada permusuhan (lagi), kecuali terhadap orang-orang yang zalim.

(Al-Baqarah:193).26

Hujjah untuk menciptakan perdamaian (Qs. [8]: 61).



24

Dewan Redaksi Ensiklopedi Islam, Ensiklopedi Islam. (Jakarta: PT Ichtiar Baru van Hoeve, 1993), 316.

25

Alquran dan Terjemah, 23. 26


(37)

28

“Dan jika mereka condong kepada perdamaian, maka condonglah kepadanya dan bertawakallah kepada Allah. Sesungguhnya Dialah Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” (Qs. Al-Anfal: 61).27

Dan hujjah mewujudkan kebajikan dan keadilan (Qs. [60]: 8).

















Allah tiada melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tiada memerangimu karena agama dan tidak pula mengusir kamu dari

negerimu. Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang berlaku adil. (Qs.

Al-Mumtahanah: 8).28

Dari sini bisa dilihat bahwa makna jihad lebih dekat ke dalam artian perang (qita>l). Meskipun demikian ada ketentuan khusus yang tidak boleh diabaikan dalam melaksanakan ketentuan ini. Salah satu diantaranya adalah bahwa apa yang dianggap sebagai jihad bukan ditujukan untuk memaksakan ajaran Islam kepada orang yang bukan Islam, untuk tujuan perbudakan, penjajahan dan perampasan harta kekayaan. Juga tidak dibenarkan membunuh orang-orang yang tidak terlibat dalam peperangan tersebut, seperti wanita, anak-anak kecil dan orang-orang jompo. Orang yang wajib berjihad dalam pengertian perang ini juga harus memiliki kualifikasi-kualifikasi tertentu, yaitu a>kil bali>gh, laki-laki, tidak cacat, merdeka dan mempunyai biaya yang cukup bagi keluarganya saat ia melaksanakan peperangan. Pada periode Mekah, jihad dilakukan dengan cara mengajak manusia kepada Islam, yaitu dengan mengemukakan argumentasi yang logis, dengan hikmah dan mauiz}ah h}asanah

27

Ibid., 147. 28


(1)

75

B. Saran-saran

Kajian tentang konsep jihad ini merupakan langkah awal dari sebuah pencarian idealitas dan kebenaran. Tetapi hal ini merupakan bagian dari proses pencarian fakta sekaligus mencari format terbaik bagaimana seharusnya konsep jihad diterapkan dan mampu mengakomodir semua kepentingan umat. Karena itu penulis sangat mengharapkan:

1. Agar dilakukan studi lanjutan yang lebih mendalam tentang konsep jihad dalam literatur kitab tafsir yang lain, baik klasik maupun kontemporer. Ini bertujuan untuk menggali penafsiran jihad yang otentik, sehingga diharapkan dapat memberikan kontribusi untuk deradikalisasi agama.

2. Kepada para mahasiswa Program Studi ilmu Alquran dan Tafsir, agar terus melakukan penelitian dan kajian secara kritis terhadap teori-teori tentang konsep Jihad dan mengembangkannya untuk menemukan formulasi teori yang lebih relevan.

3. Bagi pihak lain yang melakukan penelitian maupun pengkajian tentang jihad, skripsi ini diharapkan dapat membantu memberikan informasi untuk mempermudah pencarian hipotesa, data dan fakta.

4. Bagi pihak yang terlibat dalam politik praktis, hendaknya tetap memegang tata hukum dalam koridor shari>at Islam. Sehingga shari>at Islam dan cita-cita pemerintahan dapat diterapkan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.


(2)

DAFTAR PUSTAKA

Alu>si, (al.)Tafsi>r Ru>h al-Ma‘a>ni. (Kairo: Dar al-Hadis, 2005).

Abd al-Baqi, M. Fuad, Al-Mu‘jam al-Mufah}ras. (Kairo: Dar al-Hadith, 2007).

Al-Ba>ni, Muhammad Na>shirudi>n, Ringkasan S{ah}i>h} al-Bukha>ri, jilid 2. (Jakarta: Gema Insani Press, 2007).

Al-Banna, Hasan, Risa>lah al-Jiha>d. (Kuwait: al-Ittih}a>d al-‘Alami li al-

Munaz}ama>t al-T{ulla>biyyah, Edisi Bahasa Indonesia, 1985).

Al-Baid}a>wi, Anwa>r al-Tanzi>l wa Asra>r al-Ta’wi>l, jilid I.

Abu> Abdillah al-Shaiba>ni>, Ahmad bin Hanbal, Musnad Ahmad bin Hanbal. (Kairo: Muassasah Qurtubah).

Al-Isfaha>ni, Al-Raghib, Mufrada>t Alfa>z} Alqura>n. Kutip: Yazid bin Abd al-Qadir Jawas, Kedudukan Jihad dalam Syariat Islam. (Bogor: Pustaka al-Taqwa, 2007).

Al-Jauziyah, Ibn al-Qayyim, Mukhtas}ar Za>dul Ma‘a>d. Ringkasan Muhammad bin

Abd al-Ja>bir bin Musa bin Abd al-Qa>dir bin Jabr Abu> Bakr al-Jazair, Aisar al-Tafa>si>r li Kala>m al-‘Ali al-Kabi>r. (Saudi Ara>bia: Maktabah al-‘Ulu>m wa al-Hikam, 2003).

Al-Najmi, Ahmad, Ta’si>s al-Ahka>m. (Riya>dh: Da>r Ulama’ al-Salaf, 1994).

Al-Sha’ra>ni>, Abd al-Waha>b, Kita>b al-Mi>za>n. (Beirut: ‘A<lim al-Kita>b, Juz III, t.t). Abu> al-Qa>sim al-Thabra>ni, Sulaima>n bin Ahmad bin Ayyu>b, al-Mu’jam al-

S{aghi>r. (Beiru>t: al-Maktab al-Isla>mi>, Da>r Amma>r, 1985).

Al-Tami>mi, Waha>b, (Da>r al-Fikr, 1990). Terj. Kathur Suhardi, Mukhtas}ar Za>d al- Ma‘a>d; Bekal Menuju Akhirat. (Jakarta: Pustaka Azam, 2000).

Al-T{abari, Ja>mi’ al-Baya>n ‘fi Ta’wi>l Alqura>n. (Beiru>t: Mu’assasah al-Risa>lah, 2000).


(3)

Cawidu, Harifuddin, Konsep Kufur dalam Alquran: Suatu Kajian Teologis dengan Pendekatan Tafsir Tematik. (Jakarta: Bulan Bintang, 1991).

Chirzin, Muhammad, Jihad Menurut Sayid Qutub Dalam Tafsi>r Zhila>l, (Solo: Era Intermendia, 2001).

Departemen Agama R.I, Alquran dan Terjemah. (Bandung: CV Diponegoro, 2003).

Dewan Redaksi Ensiklopedi Islam, Ensiklopedi Islam. (Jakarta: PT Ichtiar Baru van Hoeve, 1993).

Hassan, Muhammad Haniff, Pray to Kill. (Jakarta: Grafindo, 2006).

Abd al-Ma>lik bin Hisha>m bin Ayyu>b al-Hami>ri> al-Ma‘a>firi> Abu> Muhammad, al- Si>rah al-Nabawiyah li ibn Hisha>m, Juz II. (Beiru>t: Dar: al-Jail).

Ibn al-Haja>j bin Muslim al-Qusyairi> al-Naisaburi>, Abu> al-Husain Muslim, al- Ja>mi’ al-S{ahi>h musamma S{ahi>h Muslim. (Beiru>t: Da>r Jail wa Da>r al-Afa>q al-Jadi>dah).

Ibn al-Syauka>ni, Muhammad Ali>, Al-Dira>ri al-Mud}iyyah. (Muassasah: al-Kutub al-Thaqafiyyah, Juz 1-2, t.t).

Ibn Fauzan al-Fauzan, S{a>lih, I‘a>nah al-Mustafi>d Bi Sharh} Kitab al-Tauhi>d, Jilid IV. (tp: Mu’assah al-Risa>lah, t.t).

Ibn Isma>’il al-Bukha>ri, Muhammad, S{ahi>h al-Bukha>ri, Kita>b Jiha>d dan Peperangan. (Ebook Maktabah al-Ma’arif al-Islamiyah I, t.t).

Ibn Makram Ibn Manz}u>r, Muhammad, Lisa>n al-‘Ara>b. (Beiru>t: Da>r Al-Fikr, Vol. III, 1994).

Ibn Muhammad al-Haim al-Misriy, Syiha>b al-Di>n Ahmad, al-Tibya>n fi> Tafsi>r

Gari>b Alqura>n, (Kairo: Da>r al-S{ah}a>bah li Turat Bantata, 1992).

Ibn Nayif al-Shuhu>d, Ali>, Mausu>‘ah al-Rad ‘Ala al-Madha>hib al-Fikriyah al- Mu‘a>sharah. (t.p: t.p, t.t).

Jawas, Abdul Qadir, Kedudukan Jihad Dalam Syariat Islam. (Bogor: Pustaka al- Taqwa, 2007).

Komisi Bahasa Arab (Majma’ al-Lughah al-Ara>biyyah), Mu‘jam Alfa>z} Alqura>n


(4)

Lewis, Bernard, The Political Language of Islam. Alih bahasa: Ihsan Ali-Fauzi, Bahasa Politik Islam. (Jakarta: PT. Gramedia, 1994).

Lukens-Bull, Ronald Alan, A Peaceful Jihad: Javanese Islamic Education and Religious Identity Contruction. Terj. Abdurrahman Mas’ud menjadi Jihad Ala Pesantren Di Mata Antropolog Amerika. (Yogyakarta: Gama Media, 2004).

Ma’lu>f, Abu> Louis, al-Munjid Fi> Lughah Wal A‘lam. (Beiru>t: Dar al-Masyriq, 1986). Kutip: Muhammad Chirzin dalam Jihad Dalam Perspektif Alquran. (Yogyakarta: Mitra Pustaka, 1997).

Must}afa>, Bishri>, Tafsi>r al-Ibri>z. (Kudus: Menara, t.t.). Terj. Abd al-Rahma>n, Konsep Jihad Menurut KH. Bisri Musthafa Dalam Tafsi>r al-Ibri>z, Skripsi. (Kudus: Ushuluddin STAIN Kudus, 2016).

Perwira, Reza, Dinamika Pemaknaan Jihad di Kota Solo, Jurnal Multikultural & Multireligius Vol. VIII.

Prastowo, Andi, Metode Penelitian Kualitatif dalam Perspektif Rancangan Penelitian. (Yogyakarta: Al-Ruz Media, 2011).

Qut}b, Sayyid, Tafsi>r fi Z{ila>l Alqura>n, jilid 11. Terj. As’ad Yasin menjadi Tafsir fi

Z{ilal Alquran di Bawah Naungan Alquran. (Jakarta: Gema Insani Press, 2003).

Ramdun, Abdul Baqi, Jiha>d Sabi>luna>, (Muasasah al-Risa>lah). Terj. Darsim Ermaya Imam Fajarudin dengan judul Jihad Jalan Kami. (Solo: Era Intermedia, 2002).

Ridha>, Muhammad Rashi>d, Tafsi>r al-Mana>r. (Beiru>t: Da>r al-Ma’rifah. t.t). Romli, Guntur dan Sjadzili, Fawaid, Dari Jihad Menuju Ijtiha>d. (Jakarta: LSIP,

2004).

Sabiq, Sayyid, Fiqh Sunah, jilid 4. (Jakarta: Pena Pundi Aksara, 2006).

Salenda, Kasjim, Jihad dan Terorisme Dalam Perspektif Hukum Islam, (Jakarta: Badan Litbang dan Diklat Departemen Agama RI, 2009).


(5)

Shihab, Quraish, Wawasan Alquran. (Bandung: Mizan, 2007). _____, Ayat-Ayat Fitnah. (Tangerang: Lentera Hati, 2008).

Saoki, “Aktualisasi Makna Jihad Dalam Kehidupan Modern”, (Jurnal Al-Daulah, Vol. 3, April 2013).

Taimiyyah, Ibnu, Al-Ikhtiya>ra>t al-Fiqhiyyah min Fata>wa> Shaikh al-Islam Ibn

Taimiyyah. (t.tp. Da>r al-Fikr, t.t).

_____, Al-Siya>sah al-Shar’iyyah fi> Is}lah al-Ra>’i wa al-Ra>’iyyah. (Beiru>t: Da>r al-

Kutub al-‘Ilmiyyah, 1988).

_____, Majmu>’ah Fata>wa> Ibn Taimiyyah, jilid X. (t.tp, Da>r al-Fikr, t.t).

Trigiyatno, Ali, Penyelesaian Ayat-ayat „Damai‟ dan Ayat-ayat „Pedang‟ dalam Alquran menurut Syaikh Yusuf al-Qard}a>wi dan Syaikh Abd al-Azi>z bin

Abdullah bin Baz. (Pekalongan: Jurnal Penelitian STAIN, Vol. 9, November 2012).

Zamakhshari>, Al-Kasha>f, jilid I. (Kairo: Da>r al-Hadi>s, 2012).

Zuhaili>, Wahbah, Al-Fiqh al-Isla>mi wa Adillatuhu. Kutip: Adian Husaeni,

Hegemoni Kristen Barat Dalam Studi Perguruan Tinggi. (Jakarta: Gema Insani Press, 2006).

Ibn Abd al-Qa>dir Jawas, Yazi>d, Defenisi Jihad dan Hukum Jihad. Website: http://www.almanhaj.or.id/content/2178/slash/0.

Ibn Muhammad Ibra>him, Shaikh al-Isla>m, Tahri>r al-Ahka>m Fi Tadbi>r Ahl al-

Isla>m. (Qatar: Da>r al-Tsaqafah, 1988).

Said Ali, As’ad, Salafi Jihadi:

http://www.nu.or.id/page/id/dinamic_detil/4/32823/Kolom/Salafi_Jihadi. html.

Sekigawa, Muhammad Joe, dalam Bedah Buku Salafy Jihadisme:

http://thoriquna.wordpress.com/dasar-hubungan-umat-islam-denganorang-orang-kafir/jihad-melawan-orang-orang-kafir-yang-tidakmemerangi/. _____, Salafy Jihadisme di Indonesia:


(6)

http://bocahbancar.wordpress.com/2011/08/21/bedah-buku-salafy-jihadisme-di-indonesia.

Syaikh Abd al-Azam, Al-Rayyan:

http://abuyumna.webnode.com/products/syeikh abdullah-azzam-/ Uswah, M.A.: http://tamanulama.blogspot.com/

http://dakwahsalafynet.blogspot.com/2011/01/jihad-dalam-pandangan-islam.html. http://santrigubrak.blogspot.com/2011/12/salafi-jihadi.html.