Studi Rekrutmen Pengurus Masjid Al Falah dan Masjid Al Abror Surabaya.

(1)

STUDI REKRUTMEN PENGURUS MASJID AL-FALAH DAN

MASJID AL-ABROR SURABAYA

TESIS

Diajukan untuk Memenuhi Sebagian Syarat Memperoleh Gelar Magister dalam Program Studi Dirasah Islamiyah Konsentrasi Manajemen Dakwah

Oleh:

Rahmat Husein Andriansyah NIM. F12915304

PASCASARJANA

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL SURABAYA


(2)

(3)

(4)

(5)

(6)

ABSTRAK

Masjid memiliki peranan yang sangat penting dalam pengembangan dakwah dan pemberdayaan umat Islam. Sayangnya saat ini banyak masjid yang kehilangan fungsi-fungsi tersebut, salah satunya karena faktor pengurusnya. Masjid yang pengurusnya aktif, kegiatannya juga aktif. Sedangkan masjid yang pengurusnya tidak aktif, kegiatannya juga tidak aktif. Maka, agar masjid dapat menjalankan fungsinya secara optimal, perlu adanya suatu model rekrutmen SDM yang menghasilkan pengurus yang efektif dan berkelanjutan. Penelitian ini mengambil Masjid Al-Falah dan Al-Abror Surabaya sebagai objek penelitian. Masjid Al-Falah adalah masjid yang terletak di pusat kota, sedangkan Masjid Al-Abror berada di tengah pemukiman padat penduduk. Keduanya adalah masjid yang memiliki visi, misi, program serta pengurus yang aktif dan berkelanjutan. Tujuan penelitian ini adalah mengetahui rekrutmen SDM yang telah berjalan di kedua masjid tersebut. Pendekatan yang digunakan adalah grounded research dengan metode pengumpulan data wawancara dan dokumentasi. Hasilnya, penelitian ini menemukan tiga hal. Pertama, penetapan nilai yang ditawarkan dalam rekrutmen pengurus masjid (value proposition) adalah visi masjid, nilai spiritualitas, kesesuaian track record personal dan material (dalam bentuk gaji atau fee). Kedua, sumber SDM kandidat pengurus masjid diambil dari internal (pengurus lama yang berkualifikasi baik) dan external (masyarakat umum). Ketiga, metode rekrutmen yang digunakan adalah komunikasi personal serta word of mouth melalui media sosial. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi masukan dan inspirasi bagi masjid-masjid lain dalam melakukan rekrutmen pengurus.


(7)

DAFTAR ISI

Pernyataan Keaslian ... ii

Persetujuan ... iii

Pengesahan Tim Penguji ... iv

Pedoman Transliterasi ... v

Abstrak ... vi

Ucapan Terima Kasih ... vii

Daftar Isi ... ix

Bab I – Pendahuluan ... 1

A. Latar Belakang Penelitian ... 1

B. Identifikasi dan Batasan Masalah ... 8

C. Rumusan Masalah ... 8

D. Tujuan Penelitian ... 9

E. Manfaat Penelitian ... 9

F. Metode Penelitian ... 10

G. Sistematika Penulisan ... 13

Bab II – Pengurus Masjid dan Teori Rekrutmen SDM ... 14

A. Pengurus Masjid ... 14

B. Teori Rekrutmen SDM ... 19

C. Penelitian Terdahulu ... 28


(8)

A. Masjid Al-Abror Surabaya ... 33

B. Masjid Al-Falah ... 45

Bab IV – Analisis Rekrutmen Pengurus Masjid Al-Falah dan Al-Abror Surabaya ... 57

A. Penawaran Nilai (Value Proposition) ... 60

B. Sumber SDM ... 68

C. Metode Rekrutmen ... 72

Bab V – Penutup ... 90

A. Kesimpulan ... 90

B. Keterbatasan Penelitian ... 91

C. Saran ... 91


(9)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Penelitian

Indonesia memiliki potensi masjid yang sangat besar, dengan kurang lebih 900.000 masjid tersebar di berbagai daerah. Namun sangat disayangkan, kondisi masjid-masjid di Indonesia kebanyakannya sepi dari aktivitas selain shalat lima waktu. Pada tingkat praktis, hanya beberapa masjid yang mampu memenuhi ketiga fungsi masjid (tempat ibadah, wadah pengembangan masyarakat, pusat komunikasi dan persatuan umat). Saat ini, manajemen masjid yang dijalankan secara profesional umumnya masih terbatas pada takmir masjid agung yang ada di pusat-pusat kota. Sedangkan pada daerah-daerah yang jauh dari pusat kota dan pusat pendidikan, manajemen masjid secara profesional belum tersentuh sama sekali.1 Umumnya, masjid di Indonesia yang ribuan itu belum diiringi dengan kualitas manajemen pengelolaannya. Manajemen yang dipakai belum bisa merespon tuntutan masyarakat yang semakin peduli terhadap masjid sebagai basis pemberdayaan umat.2

Masjid belum berperan untuk memfungsikan keberadaannya dalam

membina jama’ah di wilayahnya masing-masing. Masalah yang sering muncul dalam pengelolaan masjid adalah sulitnya rekrutmen SDM untuk menjadi pengurus

1Sukirno, “Pembinaan dan Pengembangan Kemampuan Manajerial Ta'mir Masjid Desa

Purwamartani”, Jurnal Inotek, Vol. 3, No. 2 (Mei, 2001), 12.

2 Fatah Sukur, “Masjid Semarang Dalam Pertarungan Ruang Sosial-Budaya”, IBDA’: Jurnal Kebudayaan Islam, Vol. 12, No. 1 (Januari-Juni, 2014), 41.


(10)

masjid.3 Adanya takmir masjid belum menjamin partisipasi aktif jama’ah baik dalam kepengurusan maupun aktivitas masjid itu sendiri.4 Hal ini menunjukkan bahwa kebanyakan masjid di Indonesia masih belum menjalankan rekrutmen pengurus yang sistematis. Wajar kiranya jika masjid sepi dari kegiatan dakwah dan pemberdayaan umat karena adanya persoalan rekrutmen pengurus.

Berdasarkan pengamatan penulis, pengurus yang menjalankan masjid sehari-hari biasanya diambil dari jamaah yang bersedia memegang posisi tersebut. Selain takmir, SDM lain yang biasanya ada hanyalah marbot atau penjaga harian masjid, kadang merangkap tugas sebagai muazin, kebersihan dan perawatan sarana masjid. Kepengurusan biasanya aktif pada momen-momen tertentu saja, seperti peringatan hari besar Islam atau sepanjang bulan Ramadhan dengan kegiatan rutin sholat tarawih, tadarus al-Qur’an dan penerimaan/penyaluran zakat.

Keaktifan pengurus juga biasanya naik turun tergantung masing-masing orang yang ditunjuk sebagai pengurus. Jadilah ada fenomena di periode kepengurusan tertentu kegiatan masjid sangat aktif, sedangkan di periode berikutnya kegiatan masjid menjadi sangat pasif. Tidak ada sistem rekrutmen yang memastikan kepengurusan masjid dapat berlanjut secara berkesinambungan. Realitas ini menunjukkan bahwa kebanyakan masjid di Indonesia masih belum

3Niko Pahlevi Hentika (et.al.), “Meningkatkan Fungsi Masjid Melalui Reformasi Administrasi

(Studi pada Masjid Al-Falah Surabaya)”, Jurnal Administrasi Publik (JAP), Vol. 2, No. 2 (2013), 306.

4Robby H. Abror, “Rethinking Muhammadiyah: Masjid, Teologi Dakwah Dan Tauhid Sosial


(11)

menjalankan rekrutmen pengurus yang tepat. Akibatnya, kepengurusan yang ada tidak berjalan secara continue dan sustainable.

Masalahnya, meski disadari bahwa kebanyakan masjid mengalami persoalan rekrutmen pengurus, belum ada pemecahan atas hal ini. Konsep tentang model rekrutmen pengurus—yang diharapkan dapat menjadi acuan bagi manajemen masjid—belum dikembangkan sama sekali. Akibatnya, manajemen masjid berjalan secara alamiah, tidak ada acuan, dan sangat mengandalkan kesadaran masing-masing.

Padahal, dalam sejarah muncul dan berkembangnya Islam, masjid memegang peranan yang sangat strategis. Selain tempat menjalankan sholat, masjid menjadi pusat kegiatan dakwah, pengajaran agama, dan penguatan ukhuwah umat Islam. Masjid menyatukan umat Islam dari berbagai latar belakang profesi, sosial, ekonomi, politik. Di samping sebagai sebuah simbol, masjid juga tempat bagi komunitas umat Islam untuk menjalankan aktivitas sosial seperti pengembangan komunitas, pembelajaran, rekreasi dan diskusi. Fungsinya tidak terbatas menjalankan sholat saja.5 Bahkan di Amerika Serikat masjid juga memainkan peranan integrasi muslim terhadap sistem politik setempat.6

Allah SWT telah mengisyaratkan bahwa masjid harus dikelola oleh orang-orang yang baik, sebagaimana tercantum dalam Q.S At-Taubah 17-18,

5Allia Jaafar, et.al., “A Proposed Model for Stategic Management (SM) and Mosque Performance

(MP) in Mosque Management”, BEST: International Journal of Management, Information Technology and Engineering, Vol. 1, Issue 3 (Dec, 2013), 29.

6 Karam Dana, et.al., “Mosques as American Institutions: Mosque Attendance, Religiosity and


(12)

ْتطبح كئل أ رْفكْلاب ْ سفْنأ ى ع نيدهاش هَا دجاسم ا رمْعي ْنأ نيكرْشمْ ل ناك ا

لامْعأ

( ن دلاخ ْ ه راهنلا يف ْ

٧١

ْ يْلا هَاب نمآ ْنم هَا دجاسم رمْعي امهنإ )

نم ا ن كي ْنأ كئل أ ىسعف هَا اإ شْخي ْ ل ةاكهزلا ىتآ ةاهصلا اقأ رخآا

( نيدتْ مْلا

٧١

)

Artinya:

(17) Tidaklah pantas orang-orang musyrik memakmurkan masjid Allah, padahal mereka mengakui bahwa mereka sendiri kafir. Mereka itu sia-sia amalnya, dan mereka kekal di dalam neraka. (18) Sesungguhnya yang memakmurkan masjid Allah hanyalah orang-orang yang beriman kepada Allah dan hari kemudian, serta tetap mendirikan shalat, menunaikan zakat dan tidak takut (kepada siapa pun) kecuali kepada Allah. Maka mudah-mudahan mereka termasuk orang-orang yang mendapat petunjuk.

Ayat tersebut menunjukkan bahwa Allah SWT sudah memberikan batasan, hanya orang-orang tertentu yang layak mengelola masjid, setidaknya dengan tiga karakteristik: dari kalangan orang Islam, selalu mendirikan shalat dan menunaikan zakat (menegakkan pilar-pilar ajaran Islam, baik spiritual maupun

sosial), serta tidak takut kepada siapapun selain Allah (berpegang pada syari’at dan

sunatullah). Sebaliknya, masjid juga dapat berubah fungsi jadi menimbulkan kerusakan pada umat Islam. Allah memperingatkan bahwa di antara orang-orang munafik ada yang mendirikan masjid untuk menimbulkan kemudharatan dan memecah belah kaum mukmin (Q.S At-Taubah 107). Menurut Al-Maraghi, banyak

masjid yang dibangun dengan motif riya’, memperturutkan hawa nafsu dari

beberapa gelintir orang, tanpa peduli dengan nasehat para ulama. Dari sini dapat diketahui bahwa adanya sebuah masjid tidak mesti menyuburkan dakwah Islam. Ini sangat tergantung dari orang-orang mengurusnya.


(13)

Pengelolaan masjid dapat mengambil bentuk organisasi ketakmiran atau yayasan. Di dalamnya pasti memiliki tujuan-tujuan yang ingin dicapai, memiliki modal seperti dana dari zakat, infaq, wakaf, aset fisik, dan sebagainya, serta program dan kegiatan. Di akhir periode kepengurusan, akan ada evaluasi manajemen masjid. Salah satu faktor kunci keberhasilan dan kegagalan ini adalah SDM, karena pada dasarnya semua manajer membuat segala sesuatu terselesaikan melalui usaha-usaha orang lain; ini memerlukan manajemen SDM yang efektif.7

Bagi keberlanjutan pengelolaan masjid, rekrutmen SDM yang strategis sangat penting karena beberapa alasan. Tidak semua orang yang memiliki kemampuan, bersedia bekerja mengelola masjid. Juga sebaliknya, belum tentu orang yang bersedia telah sesuai dengan kualifikasi yang dibutuhkan. Tanpa ada rekrutmen yang terencana, pengurus masjid akan berjalan secara alamiah, apa adanya, atau bahkan tidak ada yang masuk sama sekali. Resikonya, kegiatan masjid tidak berjalan, atau berjalan namun di tangan orang yang salah.

Menghadapi masalah rekrutmen pengurus masjid tersebut, peneliti melihat ada masjid-masjid yang selama ini memiliki kepengurusan yang berjalan secara stabil dan sustainable, program-programnya aktif dan terus berkembang. Di antaranya adalah Masjid Al-Falah dan Masjid Al-Abror.

Masjid Al-Falah memiliki kegiatan-kegiatan seperti taklim rutin, PHBI, biro konsultasi keluarga sakinah, poliklinik, pembinaan muallaf, perawatan

7 R. Wayne Mondy, Manajemen Sumber Daya Manusia Jilid I Edisi 10 (Jakarta: Penerbit


(14)

jenazah, penghimpunan dan penyaluran ZIS dan wakaf, kursus Al-Qur’an dan lembaga pendidikan tingkat Playgroup, TK hingga SLTA.8 Ini menjadikan masjid Al-Falah berkembang sebagai tempat ibadah sekaligus pusat dakwah dan pemberdayaan umat. Orang-orang (SDM) yang mengelola Yayasan Masjid Al-Falah antara lain: dewan pengurus (terdiri dari Pembina, Pengawas dan Pengurus),

kepala bagian, da’i, ustadz/ustadzah (pengajar kursus Al-Qur’an), dan karyawan (keamanan, kebersihan, sekretariat, muazin, dsb).9

Secara ikatan kerja, di antara seluruh SDM tersebut ada ikatan sukarela (volunteer) dan ada yang ikatan profesional. SDM profesional terbagi dalam beberapa status: full time, part time, uji coba dan outsourcing. Mereka mendapat gaji, tunjangan dan fasilitas sesuai dengan statusnya. Status tersebut berlaku dinamis. Misalnya, seorang pengajar kursus Al-Qur’an, bisa diangkat dari uji coba menjadi part time, atau dari part time menjadi full time. Ia bisa juga mengalami penurunan, atau bahkan dilepas sama sekali. Masing-masing memiliki cakupan tugas dan kewenangan, ikatan dan pertanggungjawaban yang berbeda. Penelitian ini akan memfokusi rekrutmen Pengurus dan Kepala Bagian.

Sedangkan masjid Al-Abror terletak di jalan Simolawang IV/01, yang merupakan area pemukiman padat penduduk kawasan Timur Kota. Organisasi pengelolanya adalah Yayasan Masjid Al-Abror. Amal usahanya meliputi Dakwah/Taklim rutin, Perpustakaan, Radio Menara 3 AM 864 KHz, Penerbitan

8 Buku Daftar Peserta Kursus Periode 104 (April-Agustus 2016), Lembaga Kursus Al-Qur’an

Masjid Al-Falah.


(15)

Majalah Syi’ar, dan sebagainya. SDM-nya terdiri dari pengurus, da’i, imam sholat rawatib dan karyawan. Usia masjid yang terbilang tua, dan kegiatannya yang beragam dan aktif, menunjukkan bahwa kepengurusan masjid Al-Abror berhasil berjalan secara berkelanjutan.

Ada beberapa kesamaan dari dua masjid di atas. Pertama, keduanya adalah masjid yang dibangun dan dikelola dari umat, oleh umat dan untuk umat. Ini berbeda dengan masjid yang berstatus Masjid Nasional atau Masjid Agung, dimana pengelolaannya ditangani pemerintah. Kedua, Al-Falah dan Al-Abror memulai perkembangan dari ‘bawah’. Awal mulanya tidak sebesar sekarang. Seiring dengan berjalannya waktu, Al-Falah dan Al-Abror berhasil mengembangkan unit-unit layanan yang bervariatif dan dakwahnya pun berjalan sangat aktif. Ketiga, Al-Falah dan Al-Abror menerapkan pengelolaan dengan kaidah dasar manajemen, tidak berjalan alamiah, termasuk dalam rekrutmen SDM pengurus.

Tiga aspek yang penting dalam rekrutmen SDM adalah penawaran nilai, sumber SDM dan metode rekrutmen. Penawaran nilai berbicara tentang apa yang akan ditawarkan oleh organisasi dalam merekrut SDM. Sumber SDM adalah darimana kandidat atau calon SDM tersebut didapatkan. Sedangkan metode rekrutmen adalah cara yang digunakan dalam menarik kandidat tersebut. Dari penelitian ini, Masjid Al-Falah dan Al-Abror diharapkan dapat menjadi model dalam rekrutmen SDM yang menghasilkan pengurus masjid yang continue dan

sustainable. Sehingga dapat dijadikan rujukan bagi masjid-masjid lain dalam melakukan rekrutmen pengurus.


(16)

B. Identifikasi dan Batasan Masalah

Ada beberapa masalah yang dapat diidentifikasi dari seluruh paparan di atas, antara lain:

1. Banyak masjid yang belum menjalankan prinsip-prinsip manajemen dalam mengelola masjid, sehingga kurang berkembang sebagaimana fungsi seharusnya.

2. Banyak masjid yang program-programnya tidak aktif dikarenakan SDM pengurusnya sendiri tidak aktif atau kurang kompeten.

3. Banyak masjid belum mengembangkan rekrutmen SDM pengurus yang sistematis dan efektif, meliputi penawaran nilai (value proposition), penentuan sumber SDM (people source), dan metode rekrutmen.

4. Banyak masjid belum mengimplementasikan rekrutmen SDM yang tepat. Dari identifikasi masalah tersebut, penelitian ini membatasi fokus memecahkan masalah pengembangan rekrutmen SDM yang sistematis dan efektif, sehingga menghasilkan SDM pengurus yang kompeten dan sustainable.

C. Rumusan Masalah

1. Bagaimana penawaran nilai dalam rekrutmen SDM pengurus di Masjid Al-Falah dan Al-Abror Surabaya?

2. Bagaimana penentuan sumber calon SDM dalam rekrutmen pengurus di Masjid Al-Falah dan Al-Abror Surabaya?

3. Bagaimana metode penawaran dalam rekrutmen SDM pengurus di Masjid Al-Falah dan Al-Abror Surabaya?


(17)

D. Tujuan Penelitian

1. Mengetahui penawaran nilai (value proposition) dalam rekrutmen SDM pengurus di Masjid Al-Falah dan Al-Abror Surabaya.

2. Mengetahui sumber calon SDM (people source) dalam rekrutmen pengurus di Masjid Al-Falah dan Al-Abror Surabaya.

3. Mengetahui metode penawaran yang digunakan dalam rekrutmen SDM pengurus di Masjid Al-Falah dan Al-Abror Surabaya.

E. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Praktis

Masjid Al-Falah dan Al-Abror seringkali dikunjungi pengurus masjid-masjid lain untuk sharing ide-ide program masjid. Ini menunjukkan adanya kebutuhan masjid untuk terus berkembang. Yang perlu menjadi perhatian, adanya ide program tidak serta merta dapat mengembangkan masjid, karena kuncinya tetap ada pada pengurus. Penelitian ini diharapkan dapat membantu manajemen masjid di berbagai tempat untuk membuat cara-cara rekrutmen pengurus yang menghasilkan kemajuan berkelanjutan.

Selain itu, pembinaan masjid adalah bidang yang sangat penting bagi masyarakat luas. Melalui Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam (Dirjen Bimas Islam), pemerintah membuat Standar Pembinaan Manajemen Masjid. Diperlukan penyempurnaan atas standar tersebut secara menyeluruh, rinci dan dapat digunakan di masjid-masjid berbagai daerah. Penelitian ini diharapkan dapat


(18)

menjadi bahan pengembangan tolak ukur standar pembinaan masjid, spesifiknya dalam hal rekrutmen pengurus.

2. Manfaat Teoritis

Saat ini kajian tentang manajemen SDM di organisasi dakwah masih sangat terbatas. Konsep yang dikembangkan kebanyakan mengambil secara langsung manajemen SDM di organisasi bisnis, padahal secara core-nya berbeda dengan organisasi dakwah. Dengan menggunakan analisis interdisipliner, hasil penelitian ini diharapkan memberikan sumbangsih dalam pengembangan konsep-konsep manajemen SDM di organisasi dakwah. Penelitian ini diharapkan dapat mengisi kekosongan konsep manajemen SDM di organisasi dakwah, khususnya dalam topik rekrutmen SDM.

F. Metode Penelitian

1. Jenis dan Pendekatan Penelitian

Penelitian ini adalah penelitian deskriptif kualitatif dengan pendekatan

grounded research. Penelitian kualitatif paling sering digunakan untuk membangun teori atau konsep, terutama pada fenomena yang belum banyak terungkap, khususnya di bidang manajemen atau perusahaan sosial mendasarkan analisanya pada data-data kualitatif seperti transkrip wawancara, dokumen arsip organisasi, narasi, dan blog.1011 Pendekatan grounded diartikan sebagai penemuan teori dari

10Pamela S. Barr, “Current and Potential Importance of Qualitative Methods in Strategy

Research”, Research Methodology in Strategy and Management, Vol. 1 (2004), 168.

11Matthew Lee, Julie Battilana & Ting Wang, “Building Infrastructure for Empirical Research on

Social Enterprise: Challenges and Opportunities”, Research Methodology in Strategy and Management, Vol. 9 (2014), 247.


(19)

data—yang secara sistematis digali dan dianalisa dalam penelitian sosial.12 Tujuan utamanya adalah mengembangkan konsep atau teori yang grounded di lapangan,

didasarkan pada prinsip ‘perbandingan terus menerus’.13 Pendekatan grounded tepat untuk kajian manajemen dan organisasi karena mampu menangkap kompleksitas konteks organisasi, dan memberikan perspektif yang baru.14

Penelitian ini diharapkan mampu menangkap kompleksitas rekrutmen pengurus masjid di Al-Falah dan Al-Abror. Data-data dari lapangan akan dikonseptualisasikan menjadi kategori-kategori, karakteristiknya serta keterhubungannya. Proses ini dilakukan melalui perbandingan terus menerus, baik dalam satu subyek maupun antar subyek. Temuan penelitian ini diharapkan dapat direplikasi ke masjid-masjid lain yang keadaannya mirip.

2. Subjek dan Objek Penelitian

Subjek penelitian ini adalah rekrutmen SDM. Sedangkan objek penelitiannya adalah Masjid Al-Falah dan Masjid Al-Abror Surabaya.

3. Sumber Data

Sumber data primer dalam penelitian ini adalah pengurus masjid, khususnya yang mengetahui dan menjadi perekrut atau kandidat yang direkrut dalam rekrutmen pengurus. Sedangkan sumber data sekunder yang digunakan meliputi buku-buku tentang subjek penelitian, yakni Armstrong's Handbook of

12 Barney G. Glaser & Anselm L. Strauss, The Discovery of Grounded Theory Strategies for Qualitative Research (New Brunswick & London: AldlineTransaction, 2006), 1.

13 Jan Jonker & Bartjan Pennink, The Essence of Research Methodology: A Concise Guide for Master and PhD Students in Management Science (London & New York: Springer, 2010), 84.

14 Karen D. Locke, Grounded Theory in Management Research (London-Thousand Oaks-New


(20)

Human Resource Management Practice (13th edition), HRM for Public & Nonprofit Organizations Strategic Approach, dan The Oxford Handbook of Human Resource Management.

4. Teknik Pengumpulan Data

Pengumpulan data menggunakan cara interview (wawancara), digunakan untuk menggali data dari narasumber pengurus. Selain itu juga menggunakan dokumentasi, digunakan untuk menggali data dari sumber sekunder/buku, antara lain tentang profil, visi misi dan program di organisasi.

5. Teknik Analisa Data

Analisa data dilakukan melalui tahapan:

a. Reduksi data, yakni pemilihan, pengurangan, pengelompokan dan abstraksi data dari catatan selama wawancara dan pengamatan di lapangan penelitian. Dengan demikian tidak semua data yang didapat selama wawancara dan pengamatan akan ditampilkan.

b. Penyajian data, yakni penampilan data-data hasil proses reduksi data sesuai kategorisasi data, sehingga dapat dilakukan analisa dengan pola pikir induksi. Analisa ini dilakukan dengan menemukan kata-kata kunci (coding) yang mewakili konsep berdasarkan data-data lapangan.

c. Penarikan kesimpulan.

Pemeriksaan keabsahan pada tahap reduksi dan penyajian data meliputi analisa kredibilitas dan transferabilitas data. Analisa kredibilitas data digunakan untuk mengetahui kualitas kredibilitasnya, yakni dengan menggunakan triangulasi


(21)

sumber. Sedangkan analisa transferabilitas data untuk mengetahui penerapan data tersebut pada konteks lain, dilakukan dengan deskripsi konteks dan asumsi-asumsi sentral penelitian ini.

G. Sistematika Penulisan

Bab I berisi Pendahuluan, menguraikan latar belakang, tujuan dan rumusan masalah serta metode penelitian.

Bab II tentang Masjid dan Teori Rekrutmen SDM, menjelaskan landasan teori yang digunakan sebagai pijakan dan alat analisa dalam penelitian ini, serta analisa penelitian-penelitian terdahulu sehingga diketahui positioning

penelitian ini pada topik atau bidang keilmuan yang dikaji.

Bab III berisi Deskripsi Masjid Al-Abror dan Al-Falah Surabaya, memaparkan profil organisasi Masjid Al-Abror dan Masjid Al-Falah sebagai objek penelitian. Di dalamnya juga sekaligus menjelaskan rekrutmen SDM yang telah berjalan selama ini.

Bab IV menjelaskan Model Rekrutmen Pengurus Masjid yang memberikan analisa data-data lapangan dari Bab III dengan landasan teori di Bab II, serta bagaimana analisa tersebut menjawab rumusan masalah penelitian.

Bab V tentang Penutup, menyampaikan kesimpulan akhir penelitian, keterbatasan penelitian serta saran bagi stakeholder terkait dan bagi penelitian-penelitian berikutnya.


(22)

BAB II

PENGURUS MASJID DAN TEORI REKRUTMEN SDM

A. Pengurus Masjid

1. Pengertian Masjid

Masjid secara bahasa berasal dari bahasa Arab, diambil dari kata

sajada, yasyjudu, sajidan. Kata sajada artinya bersujud, patuh, taat, serta tunduk de-ngan penuh hormat, ta’zim. Sedangkan kata masjid (isim makan) diartikan sebagai tempat sujud menyembah Allah swt. Secara terminologis maka masjid mengandung makna sebagai tempat pusat dari segala kebajikan kepada Allah swt. Di dalamnya terdapat dua bentuk kebajikan yaitu kebajikan yang dikemas dalam bentuk ibadah khusus, seperti shalat fardlu, baik secara sendirian maupun berjamaah, dan kebajikan yang dikemas dalam bentuk amaliyah sehar-hari untuk berkomunikasi dan bersilaturahmi dengan sesama jama’ah.14

Fungsi dan peran masjid pada intinya adalah sebagai tempat membina sumber daya manusia. Sejarah menunjukkan bahwa mengingat betapa pentingnya masjid untuk membina masyarakat ini, maka ketika Nabi Muhammad saw hijrah dari Makah ke Madinah, yang dibangun pertama kali adalah sebuah masjid yang dikenal dengan nama masjid Quba. Demikian juga tatkala kemudian beliau sampai dan berdiam di Madinah, beliau membangun masjid yang sampai sekarang dikenal

14 Ridin Sofwan, “Penguatan Manajemen Pemberdayaan Fungsi Masjid Al-Fattah di Kelurahan


(23)

dengan nama masjid Nabawi, masjid terbesar kedua setelah masjid al-Haram. Di dalam masjid al-Haram inilah terdapat Ka’bah, arah kiblat shalat bagi segenap umat Islam di segala penjuru dunia. Masjid Nabawi menurut Qurais Shihab pada masa Nabi saw, memiliki tidak kurang dari sepuluh fungsi yang diembannya.15

2. Masjid sebagai lembaga sosial agama (socio-religious institution).

Masjid adalah sebuah entitas yang unik. Sebagai sebuah institusi sosial, masjid memainkan peranan yang tidak dimainkan oleh organisasi bisnis, organisasi politik maupun organisasi nonprofit umum. Pemahaman tentang tujuan, karakteristik dan peranan sosial masjid sangatlah penting, karena dapat membantu kita melihat bagaimana ikatan orang-orang di dalamnya, bagaimana mereka bersedia mengikatkan diri dengan masjid, dan bagaimana masjid membentuk orang-orang tersebut sebagai sebuah jama’ah atau komunitas.

Menurut Beyer, bentuk sosial dari agama di masyarakat kontemporer dapat dibagi dalam empat macam: (a) organisasi, (b) agama negara, (c) pergerakan sosial, dan (d) komunitas/individu.16 Sedangkan Somers dalam Ammerman menambahkan bahwa organisasi agama menyediakan ‘narasi publik’. Organisasi agama juga menjadi wadah yang mengekspresikan sejarah dan tujuan dari sebuah entitas budaya, memberikan pengalaman religi bagi pengikutnya, menyediakan

15 Ibid., 322.

16Peter Beyer, “Social Forms of Religion and Religions in Contemporary Global Society”,


(24)

panggung sosial untuk aksi-aksi keagamaan, dan mendukung narasi struktur keagamaan.17

Dalam pandangan Habermas, organisasi keagamaan mengajarkan doktrin-doktrin tentang bagaimana kedudukan manusia dalam kehidupan dunia, serta persinggungannya dengan pandangan dunia yang lain—menghasilkan disonansi kognitif pada penganut agama. Persinggungan ini tidak dapat diselesaikan pada tingkat kognitif saja. Jika memasuki ranah fundamental, suatu negara atau komunitas politik akan terpecah ke dalam kelompok-kelompok yang tidak dapat disatukan lagi. Mereka ko-eksis di atas perdamaian yang rapuh. Untuk itu, organisasi agama berpengaruh besar menciptakan ikatan persatuan dan solidaritas sosial dalam sebuah negara atau komunitas politik—sebuah ikatan yang tidak dapat dipaksakan melalui hukum.18 Dalam sudut pandang tersebut, masjid adalah realitas agama di ruang publik. Sebagai organisasi sosial, masjid turut berperan dalam membentuk warga masyarakat, termasuk kehidupan sosial politik dan interaksinya. Dengan demikian, perilaku individu dalam organisasi sosial tersebut memiliki makna sosial pula.

Terkait hal ini, Turner memandang bahwa perilaku individu dalam konteks sosial diatur—dan mendapatkan maknanya—dalam bentuk peran. Tanggungjawab kerja dalam organisasi diatur dalam bentuk peran-peran, sebagai partisipasinya dalam kelompok dan masyarakat. Pada tingkat individu, konsep

17Nany T. Ammerman, “Religious Identities and Religious Institutions”, Handbook of the

Sociology of Religion (New York: Cambridge University Press, 2003), 217.

18Jürgen Habermas, “Religion in the Public Sphere”, European Journal of Philosophy, Vol. 14,


(25)

peran dimulai dengan dua pengamatan, bahwa (1) seorang individu dapat bertindak dan merasa secara berbeda dalam situasi dan posisi yang berbeda; dan sebaliknya (2) individu berbeda dapat berperilaku secara sama dalam hubungan yang sama. Pada tingkatan kolektif, kelompok, organisasi dan masyarakat berfungsi melalui diferensiasi rangkaian tugas-tugas, yang masing-masingnya diberikan pada individu tertentu.19

Menurut peneliti, teori ini juga dapat menjelaskan individu yang bergabung sebagai pengurus masjid. Masjid sebagai sebuah organisasi sekaligus komunitas Muslim, memiliki fungsi sosialnya yakni mengajarkan doktrin atau ajaran-ajaran agama Islam, serta sebagai ‘panggung sosial’ untuk aksi keagamaan. Orang-orang yang bergabung di masjid secara bersama-sama membagi peran dalam rangka menjalankan fungsi masjid tersebut.

3. Pengurus Masjid sebagai individu bermotivasi keagamaan ( religiously-motivated individual).

Perspektif psikologi agama menjelaskan aspek bergabungnya seseorang menjadi bagian dari kepengurusan masjid yang didasari oleh motivasi keagamaan. Flanigan membuktikan bahwa banyak pekerja profesional organisasi nonprofit berbasis keagamaan, memilih pekerjaan tersebut karena dorongan ajaran dan keyakinan agama,dan motivasi keagamaan ini tampak sama ada di

19Ralph H. Turner, “Role Theory”, Handbook of Sociological Theory, Jonathan H. Turner (ed.),


(26)

organisasi agama Budha, Nasrani dan Muslim.20 Mengambil contoh penganut agama Nasrani yang rela tinggal bersama untuk merawat orang-orang yang sakit di tengah wabah penyakit, Donahue dan Nielsen berpandangan bahwa membangun hubungan antara agama dengan menolong orang lain adalah sesuatu yang istimewa. Dan ini berpengaruh besar terhadap perkembangan agama itu sendiri.21

Menjadi pengurus masjid adalah menjalankan tugas di lingkungan yang erat dengan nilai-nilai spiritualitas. Spiritualitas diraih dalam upaya mengejar tujuan melayani sesama; melalui amal sedekah atau cinta tanpa pamrih.22 Hubungan antara agama dengan makna sangat kompleks dan intim. Karena agama berfungsi sebagai kaca mata dalam melihat dan menginterpretasikan realitas, serta mempengaruhi keyakinan, cita-cita dan perasaan individu penganutnya.23 Ini dapat menjelaskan bahwa ketertarikan seseorang menjadi pengurus masjid dilandasi oleh ketulusan niat, atau semangat mengabdi secara ikhlas bagi agama. Menjalankan tugas-tugas kemasjidan dapat memberikan kepuasan spiritual bagi pengurus. Pada akhirnya, kepuasan spiritual akan memberikan kebermaknaan dan kepuasan hidup (life satisfaction).

20Shawn Teresa Flanigan, “Factors Influencing Nonprofit Career Choice in Faith-based and

Secular NGOs in Three Developing Countries”, Nonprofit Management and Leadership, Vol. 21,

No. 1 (September 2010), 71.

21Michael J. Donahue & Michael E. Nielsen, “Religion, Attitudes, and Social Behavior”, Handbook of the Psychology of Religion and Spirituality (New York & London: The Guilford Press, 2005), 278.

22Robert A. Giacalone, Carole L. JurkieWicz & Louis W. Fry, “From Advocacy to Science: The Next Steps in Workplace Spirituality Research”, Handbook of the Psychology of Religion and Spirituality (New York & London: The Guilford Press, 2005), 517.

23Crystal L. Park, “Religion and Meaning”, Handbook of the Psychology of Religion and

Spirituality, Raymond F. Paloutzian & Crystal L. Park (ed.), (New York & London: The Guilford Press, 2005), 295.


(27)

B. Teori Rekrutmen SDM

1. Pengertian Rekrutmen SDM

Rekrutmen adalah salah satu bagian dari manajemen SDM. Sedangkan manajemen SDM sendiri pertama lahir dan dikembangkan dalam konteks perusahaan (profit-oriented organizations). Oleh karena itu, istilah-istilah dan karakteristik di dalamnya khas sebagaimana organisasi bisnis. Armstrong mendefinisikan Manajemen SDM sebagai berikut:

Human resource management (HRM) is concerned with all aspects of how people are employed and managed in organizations. It covers the activities of strategic HRM, human capital management, knowledge management, corporate social responsibility, organization development, resourcing (workforce planning, recruitment and selection and talent management), learning and development, performance and reward management, employee relations, employee well-being and the provision of employee services.24

Sedangkan rekrutmen SDM didefinisikan sebagai proses menarik calon-calon yang memiliki kualifikasi untuk masuk ke posisi di dalam organisasi.25 Pengertian serupa juga dinyatakan oleh Barber dalam Orlitzky, bahwa rekrutmen SDM adalah praktik dan aktivitas yang dilakukan oleh organisasi dengan tujuan utama mengidentifikasi dan menarik pekerja potensial.26 Potensi dan kualifikasi tersebut disesuaikan dengan kebutuhan organisasi.

Istilah ‘employ’ jika dirunut asal katanya memiliki arti ‘give work to

(someone) and pay them for it’. Sedangkan ‘employee’ diartikan sebagai ‘a person

24 Michael Armstrong & Stephen Taylor, Armstrong’s Handbook of Human Resource

Management Practice 13th edition (London, Philadelphia & New Delhi: Kogan Page, 2014), 4.

25 Joan E. Pynes, HRM for Public & Nonprofit Organizations, 180.

26Marc Orlitzky, “Recruitment Strategy”, The Oxford Handbook of Human Resource


(28)

employed for wages or salary’ (orang yang dipekerjakan untuk upah atau gaji).27

Istilah ini menunjukkan sifat alamiah hubungan antara organisasi dengan orang yang bekerja di dalamnya sebagai hubungan bisnis. Saya bekerja, dan saya dibayar atas pekerjaan saya itu. Jika tidak dibayar, saya tidak akan menjalankannya.

Beardwell (et.al.) menekankan pengaruh faktor internal dan eksternal organisasi terhadap rekrutmen SDM. Ini menjadikan metode rekrutmen tradisional harus menyesuaikan diri dengan situasi kontemporer.28 Ia memberikan empat tahapan kunci pendekatan yang sistematis dalam rekrutmen SDM, antara lain: 1) Mendefinisikan lowongan pekerjaan; 2) Menarik pendaftar/kandidat; 3) Menilai kandidat, dan; 4) Membuat keputusan akhir.29 Tahapan ini sifatnya masih global, khususnya jika dibandingkan dengan pandangan Armstrong dan Taylor.

Armstrong dan Taylor menekankan bahwa rekrutmen SDM harus diintegrasikan dengan strategi organisasi secara umum.30 Dalam menarik kandidat, Armstrong dan Taylor membuat tiga tahapan: 1) Menganalisa kekuatan dan kelemahan untuk mengembangkan penawaran nilai kepada kandidat (pekerja), serta mengembangkan brand perusahaan pemberi kerja; 2) Menganalisa persyaratan (requirement) untuk menyusun kriteria SDM; 3) Mengidentifikasi sumber-sumber yang potensial untuk mendapatkan kandidat, seperti website perusahaan, agensi rekrutmen, jaringan profesional, iklan, jobcenter, konsultan, dan sebagainya.31

27 Concise Oxfrod English Dictionary (Eleventh Edition).

28 Ian Beardwell, Len Holden & Tim Claydon, Human Resources Management A Contemporary Approach 4th edition (Essex: Prentice Hall, 2004), 189.

29 Ibid., 204.

30 Michael Armstrong & Stephen Taylor, Armstrong’s Handbook, 209. 31 Ibid., 228.


(29)

Sedangkan Pynes memfokuskan kajiannya pada rekrutmen SDM di organisasi publik dan nonprofit—diambil dari konteks Amerika Serikat. Organisasi publik/nonprofit memberikan kredit ekstra bagi pekerja/karyawan yang saat ini bekerja di organisasi. Sebelum melakukan rekrutmen, organisasi perlu menentukan tujuan dan arah untuk waktu yang akan datang, yang dengan ini diketahui perkiraan kebutuhan SDM sesuai dengan strategi organisasi. Untuk memenuhi kebutuhan tersebut, organisasi memiliki beberapa pilihan. Mereka dapat merekrut pegawai baru, mempromosikan pegawai lama yang memiliki kemampuan sesuai dengan yang dibutuhkan organisasi, atau menyediakan pelatihan bagi karyawan untuk mempersiapkan kebutuhan di masa yang akan datang. Selain itu, organisasi harus memahami bagaimana penentuan kualifikasi pekerjaan, dimana mencari kandidat yang cocok serta memilih kandidat yang paling sesuai.32

Dari uraian di atas, terdapat kesamaan terkait apa saja yang dilakukan dalam rekrutmen SDM antara lain membuat penawaran nilai yang sesuai dengan kebutuhan dan harapan calon SDM, menentukan darimana sumber SDM didapatkan, dan membuat metode perekrutan, misalnya berupa buletin, iklan lowongan pekerjaan, atau selainnya.

2. SDM profesional dan relawan (volunteer)

Dalam konteks organisasi sosial, SDM atau orang yang bekerja bagi organisasi juga ada yang sifatnya relawan (volunteer). Menurut beberapa studi, orang yang menjadi relawan biasanya dari kelompok usia menengah, kelas


(30)

menengah, wanita yang telah menikah dengan tingkat pendidikan lebih dari sekolah menengah dan telah memiliki anak. Meski demikian, beberapa penelitian yang lain menunjukkan bahwa sukarelawan dapat berasal dari berbagai latar belakang sosial.33 Penelitian juga mengindikasikan bahwa para sukarelawan memberikan pelayanan atas alasan yang beragam, misalnya untuk mempelajari kemampuan yang baru, pengembangan diri, meningkatkan kepercayaan diri, menyiapkan karir, mengekspresikan nilai-nilai personal dan komitmen komunitas, dan bahkan mengurangi konflik ego atau ancaman identitas.34

SDM di organisasi dakwah, khususnya masjid, biasanya disebut sebagai takmir, staf atau pengurus. Jika pun ada istilah karyawan, biasanya pada masjid yang organisasinya berbentuk yayasan, dan mengacu pada orang yang bekerja dengan ikatan kerja secara formal. Syed dan Ali dalam Hamid (et.al.) menyatakan bahwa dalam perspektif Islam pengurus masjid dapat pula disebut sebagai mujahid (the fighter). Melalui kinerjanya, mereka berperan pada bangsa dan Tuhan, dalam membentuk umat yang memiliki moralitas yang baik, pengendalian diri dan berkomitmen tinggi.35

3. Penawaran Nilai (Value Proposition) Dalam Rekrutmen SDM

Value proposition adalah apa yang ditawarkan oleh organisasi kepada calon karyawan, yakni sesuatu yang dihargai atau dianggap bernilai, dan akan

33 Peggy A. Thoits & Lyndi N. Hewitt, “Volunteer Work and Well-Being”, Journal of Health and Social Behavior, Vol. 42 (June, 2001), 116.

34 Ibid., 117.

35Asnida Abd Hamid (et al.), “A Proposed Model for Strategic Human Resource Management

(SHRM) and Mosque Performance”, BEST: International Journal of Management, Information


(31)

meyakinkan mereka untuk bergabung atau tetap bekerja di organisasi.36 Ini terjadi

karena pada dasarnya calon SDM ‘menjual’ kualifikasinya pada organisasi, dan

pada saat bersamaan mereka juga membeli apa yang ditawarkan oleh organisasi.37 Oleh karena itu, manajer perlu mengembangkan value proposition, yakni nilai yang dapat menjadi keunggulan/kelebihan sehingga dapat menarik minat calon SDM untuk bergabung di organisasi/perusahaannya. SDM memiliki kebutuhan atau kepentingan yang berbeda-beda terhadap organisasi, seperti reputasi organisasi, gaji, fasilitas, lingkungan kerja, minat intrinsik pekerjaan, keamanan kerja, peluang untuk pendidikan dan pelatihan, prospek karir, lokasi kantor atau keistimewaan-keistimewaan lainnya.38 Penawaran nilai juga dapat menjadi brand bagi sebuah organisasi, yang oleh Walker didefinisikan sebagai

‘sebuah rangkaian atribut dan kualitas—seringkali tidak kongkrit—yang membuat sebuah organisasi menarik, menjanjikan pengalaman kerja tertentu dan menarik orang-orang untuk memberikan yang terbaik.39

4. Sumber SDM

Pertimbangan pertama harus diberikan pada kandidat dari internal organisasi. Sebagai tambahan, membujuk pekerja lama yang telah berhenti untuk kembali bekerja di organisasi adalah cara yang patut dicoba juga. Yang disebut dengan internal organisasi adalah kandidat diambil dari staf, karyawan atau

36 Michael Armstrong & Stephen Taylor, Armstrong’s Handbook, 211. 37 Ibid., 228.

38 Ibid.

39 Michael Armstrong, Armstrong’s Essential Human Resource Management Practice: A Guide to People Management (Kogan Page: London, Philadelphia & New Delhi, 2010), 188.


(32)

pengurus yang sekarang telah ada di organisasi.40 Baru jika mencari kandidat dari internal organisasi tidak berhasil, organisasi dapat menggunakan sumber-sumber eksternal. Sumber eksternal adalah orang yang berasal dari luar organisasi, bisa dari rekrutmen daring, sosial media, agensi rekrutmen, dan sebagainya.41 Kandidat dari eksternal bisa dijangkau dari cakupan mulai dari yang lokal hingga nasional.

Organisasi sektor publik seringkali memprioritaskan staf internal untuk mengisi posisi yang lowong. Kenyataannya, banyak lembaga publik yang memberikan penilaian atau poin tambahan kepada karyawan yang telah bekerja bagi organisasi. Pada beberapa kasus, ada kalanya dibuat kesepakatan yang mendorong pekerja lama mendapatkan pertimbangan lebih untuk sebuah posisi. Ini juga dijumpai pada organisasi nonprofit yang memiliki kepentingan stabilitas program serta koneksi pada komunitas serta sumber-sumber keuangan.42

Banyak organisasi yang memilih kandidat internal karena pihak manajemen memiliki kesempatan untuk mengkaji dan mengevaluasi kualifikasi staf internal sebelum menetapkan pilihan. Selain itu, kandidat internal juga memungkinkan organisasi untuk mendapatkan keuntungan atas investasi yang telah dibuat dalam rekrutmen, seleksi, pelatihan dan pengembangan staf internal. Juga, mempromosikan staf internal yang qualified akan mengirimkan sinyal pada staf internal bahwa organisasi betul-betul berkomitmen pada pengembangan staf/karyawannya.43

40 Michael Armstrong & Stephen Taylor, Armstrong’s Handbook, 228. 41 Ibid.

42 Joan E. Pynes, HRM for Public & Nonprofit Organizations, 182. 43 Ibid., 183.


(33)

Di luar sumber internal, Armstrong memetakan ada beberapa sumber eksternal yang bisa diperoleh dari kenalan staf internal, iklan lowongan kerja, rekrutmen online, agensi rekrutmen, job center, konsultan eksekutif, atau lembaga pendidikan. Semua sumber tersebut memiliki kekurangan dan kelebihannya masing-masing.44 Secara umum, sumber eksternal dapat memberikan cakupan kandidat yang lebih luas, sehingga memberikan pilihan SDM berkualitas yang lebih banyak pula.

5. Metode Merekrut

Seperti telah dijelaskan di atas, penawaran terhadap calon SDM dapat dilakukan menggunakan berbagai macam metode, tergantung dari cakupan sumber SDM (internal atau eksternal). Terhadap calon dari internal organisasi, maka metodenya bisa berupa penawaran langsung, pengumuman terbuka, atau saran dari rekan kerja. Sedangkan untuk calon dari luar organisasi, metode yang bisa digunakan antara lain seperti website, agen atau konsultan rekrutmen SDM, kenalan karyawan, media sosial, iklan media cetak, jurnal spesialis, dan lain-lain. Organisasi dapat mengambil satu atau beberapa metode dalam melakukan rekrutmen SDM. Hal-hal yang perlu dipertimbangkan dalam memilih metode, antara lain: 1) Peluang menghasilkan kandidat yang sesuai kualifikasi; 2) Kecepatan dalam mendapatkan kandidat; 3) Biaya yang dibutuhkan.45

44 Michael Armstrong, Armstrong’s Essential, 193.


(34)

6. Variabel rekrutmen SDM

Dari uraian teori tentang masjid sebagai organisasi keagamaan dan rekrutmen SDM, didapatkan variabel-variabel yang terkait dalam rekrutmen SDM pengurus masjid. Variabel dalam rekrutmen SDM meliputi penawaran nilai, sumber SDM dan metode rekrutmen, semuanya dilandasi oleh konteks organisasi masjid yang memiliki tujuan-tujuan, strategi, program dan perencanaan SDM secara makro. Aspek keorganisasian tersebut menjadi input bagi rekrutmen SDM yakni gambaran SDM dengan kualifikasi apa yang dibutuhkan oleh organisasi.

Dalam rangka mendapatkan SDM yang sesuai tersebut, maka organisasi perlu menetapkan penawaran nilai, bisa nilai spiritual, materi atau lainnya. Identitas masjid sebagai organisasi agama, dan motivasi individu menjadi pengurus masjid juga didorong oleh motivasi keagamaan, akan dapat menjadi nilai-nilai yang ditawarkan kepada kandidat. Sumber kandidat ini bisa didapatkan dari

internal (pengurus lama) atau eksternal (masyarakat umum non pengurus/jama’ah).

Sedangkan metode yang digunakan bisa satu atau lebih seperti metode rekrutmen online, rekrutmen personal, word of mouth atau lainnya.

Pada saat bersamaan, tinjauan lintas disiplin dari sosiologi agama dan psikologi agama, memberikan kepada kita sebuah pemahaman dari sudut pandang yang berbeda. Masjid sebagai organisasi agama menyediakan tujuan atau visi bagi orang-orang di dalamnya, serta motivasi spiritualitas dan kebermaknaan hidup bagi mereka yang menjadi pengurus masjid. Ini melandasi berjalannya seluruh proses


(35)

rekrutmen SDM pengurus tersebut. Hubungan antara semua variabel dalam penjelasan di atas dapat dilihat pada bagan 2.1.


(36)

Bagan 2.1. Sketsa kerangka teoritik penelitian Value Proposition

Sumber SDM  Spiritual

Materi

Lainnya

Rekrutmen SDM

Metode Merekrut  Internal

External

Online Personal Lainnya

Tujuan Organisasi

Strategi & Program

Perencanaan & Kebijakan SDM Konteks Organisasi

Masjid

Aktivitas Rekrutmen Pengurus Masjid

How candidate perceives recruitment activities

Spirituality & Meaning Making Masjid sebagai

Organisasi Agama Religious Values,


(37)

C. Penelitian Terdahulu

Secara teoritis, posisi penelitian ini adalah mengisi kekosongan konsep/teori rekrutmen SDM di organisasi dakwah, spesifiknya berupa konsep rekrutmen pengurus masjid. Selama ini kajian manajemen dakwah banyak mengambil dari manajemen bisnis.

Mengutip Breaugh dan Starke, Orlitzky menjelaskan bahwa rekrumen yang strategis perlu menjawab 5 pertanyaan utama: Siapa yang direkrut? Dimana merekrutnya? Sumber rekrutmen apa yang digunakan? Kapan merekrutnya? Apa pesan yang dikomunikasikan?33 Strategi tersebut sangat tergantung pada kondisi pasar tenaga kerja, konteks perusahaan, dan praktik rekrutmen di perusahaan lain, serta variabel-variabel yang lain.34 Kesimpulan serupa juga didapatkan oleh Greenidge (et.al.), yang memperbandingkan praktik rekrutmen dan pelatihan antara bisnis skala besar dan kecil.35 Sedangkan Searle memberikan sedikit porsi bahasan terkait rekrutmen, yakni khususnya pada metode berbasis internet dan word of mouth. Searle banyak mengulas paradigma-paradigma dalam rekrutmen SDM, serta persoalan-persoalan yang muncul dalam praktik rekrutmen dan seleksi.36

Penelitian lain oleh Ekwoaba (et.al.) dan Mustapha (et.al.) sifatnya adalah analisis korelasional rekrutmen SDM dengan faktor-faktor lain. Sedangkan

33Marc Orlitzky, “Recruitment Strategy”, 274. 34 Ibid., 295.

35 Dion Greenidge, Philmore Alleyne and Brian Parris, “A Comparative Study of Recruitment and

Training Practices Between Small and Large Businesses in An Emerging Market Economy: The

Case of Barbados”, Journal of Small Business and Enterprise Development, Vol. 19 No. 1 (2012),

164.

36 Rosalind Searle, “Recruitment and Selection”, Human Resource Management: A Critical Approach, David G. Collings and Geoffrey Wood (ed.), (London & New York: Routledge, 2009), 151..


(38)

Narlusi mengajukan sebuah model teoritis sistem rekrutmen berbasis elektronik ( e-recruitment).37 Persoalannya, model ini hanya sesuai untuk organisasi yang menjangkau kandidat sejauh mungkin seperti perusahaan-perusahaan global. Selain itu, sistem ini hanya bekerja jika fungsi-fungsi MSDM secara keseluruhan sudah berbasis elektronik (e-HRM). Dalam konteks masjid, jangankan basis elektronik, sistemnya itu sendiri masih belum ada.

Alkahtani menemukan bahwa Islam menekankan sistem rekrutmen berdasarkan prinsip keadilan dan persamaan. Pemberi kerja harus menyampaikan syarat-syarat serta kompensasi kepada kandidat, dan kandidat harus memberikan informasi yang akurat. Kandidat dinilai/diterima berdasarkan kemampuan. Islam juga melarang pengiklanan lowongan yang menguntungkan kelompok atau individu tertentu.38 Razimi (et.al.) menambahkan aspek SDM yang utama adalah kompetensi, kualifikasi, kinerja dan sifat amanah.39 Sedangkan Rafiki dan Wahab memandang bahwa organisasi dan aspek-aspeknya harus dijalankan untuk kebaikan bagi manusia berdasarkan prinsip-prinsip ajaran Islam.40 Ada beberapa catatan bagi penelitian-penelitian tersebut.

37Aloisa Narlusi, “E-Recruitment Systems: A Theoretical Model”, Contemporary PNG Studies:

DWU Research Journal, Vol. 23 (2015), 25.

38Ali Alkahtani, “An Application of Islamic Principles in Building a Robust Human Resource

Management System (In Islamic Countries)”, International Journal of Recent Advances in Organizational Behaviour and Decision Sciences (IJRAOB), Vol. 1, Issue 3 (2014), 191.

39Mohd Shahril Bin Ahmad Razimi, Murshidi Mohd Noor, and Norzaidi Mohd Daud, “The

Concept of Dimension in Human Resource Management from Islamic Management Perspective”, Middle-East Journal of Scientific Research, Vol. 20 (2014): 1178.

40Ahmad Rafiki & Kalsom Abdul Wahab, “Islamic Values and Principles in the Organization: A Review of Literature”, Asian Social Science, Vol. 10, No. 9 (2014), 1.


(39)

Pertama, seluruh penelitian tersebut di atas berbicara pada aspek nilai-nilai dasar saja, diambil dari teks Al-Qur’an dan Sunnah. Ia tidak berbicara pada tataran proses, tahapan atau strategi. Kedua, nilai-nilai yang diangkat sifatnya umum, yakni keadilan & persamaan, jadi sulit dibedakan dengan manajemen SDM bisnis. Ketiga, pengurus masjid pada umumnya telah memahami nilai-nilai keadilan dan persamaan. Persoalan yang perlu dipecahkan adalah membuat rekrutmen sesuai dengan nilai-nilai tersebut.

Penelitian lain adalah Hamid (et.al.) yang mengambil konsep MSDM dari manajemen bisnis dan menerapkannya langsung di organisasi masjid. Ini bisa berdampak kekeliruan pengukuran karena dimensi-dimensi dan variasi nilai dalam MSDM masjid akan banyak berbeda dengan manajemen bisnis. Menurut peneliti, model tersebut juga akan cenderung sulit diimplementasikan karena variabelnya terlalu kompleks dimana semua dimensi Manajemen SDM dimasukkan, sedangkan bentuk dan jenis data per dimensi bisa bervariasi. Selain itu, model yang diajukan sifatnya hipotetis, yakni dihasilkan melalui kajian literatur yang terbatas.

Beberapa peneliti lain menyoroti revitalisasi fungsi masjid, seperti revitalisasi di bidang ekonomi dan pemberdayaan masyarakat41 42 43 serta

41Robiatul Auliyah, “Studi Fenomenologi Peranan Manajemen Masjid At-Taqwa Dalam

Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Bangkalan”, Jurnal Studi Manajemen, Vol. 8, No. 1 (2014),

74.

42Dalmeri, “Revitalisasi Fungsi Masjid Sebagai Pusat Ekonomi Dan Dakwah Multikultural”,

Walisongo, Vol. 22, No. 2 (2014), 321.

43Ahmad, Hasbullah, “Revitalisasi Masjid Produktif (Realita Konstruktif Pemakmuran Masjid di


(40)

revitalisasi fungsi dakwah444546. Seluruh penelitian ini menyoroti aspek pentingnya menghidupkan kembali fungsi-fungsi masjid tersebut. Tidak ada yang menyoroti rekrutmen SDM sebagai kunci keberhasilan revitalisasi tersebut. Penelitian lain yang mendekati adalah Hentika (et.al.) tentang peningkatan fungsi masjid Al-Falah melalui reformasi administrasi. Kesimpulannya adalah Masjid Al-Falah meningkatkan fungsi masjid salah satunya melalui rekrutmen pengurus dan meningkatkan kapasitas pengurus dengan pelatihan dan studi banding.47

Dari seluruh uraian di atas, dapat diketahui bahwa penelitian tentang model rekrutmen SDM pengurus masjid belum dijumpai, khususnya yang melakukan penelitian lapangan untuk menarik konsep rekrutmen pengurus masjid. Di sinilah kekosongan yang berusaha diisi oleh penelitian ini.

44Abdul Basit, “STRATEGI PENGEMBANGAN MASJID BAGI GENERASI MUDA”,

KOMUNIKA: Jurnal Dakwah dan Komunikasi, Vol. 3, No. 2, 2009.

45Robby H. Abror, “Rethinking Muhammadiyah: Masjid, Teologi Dakwah Dan Tauhid Sosial

(Perspektif Filsafat Dakwah)”, Jurnal Ilmu Dakwah, Vol. 6, No. 19 (2012), 53.

46Muchammad Eka Mahmud & Zamroni, “Peran Masjid Dalam Pengembangan Pendidikan

Agama Berwawasan Multikultural Pada Masyarakat”, FENOMENA, Vol. 6 No. 1 (2014), 155.

47Niko P. Hentika, Suryadi, M. Rozikin, “Meningkatkan Fungsi Masjid Melalui Reformasi

Administrasi (Studi pada Masjid Al Falah Surabaya)”, Jurnal Administrasi Publik (JAP), Vol. 2, No.2 (2013), 310.


(41)

BAB III

DESKRIPSI MASJID AL-ABROR DAN AL-FALAH SURABAYA

A. Masjid Al-Abror Surabaya

1. Sekilas Profil

Masjid Al-Abror lebih dikenal sebagai Masjid Al-Abror Simolawang Surabaya. Masjid ini adalah salah satu masjid bersejarah di Surabaya, yang berada di tengah padatnya pemukiman warga di Jalan Simolawang IV Surabaya. Awalnya hanya berupa surau kecil yang menurut sesepuh setempat berdiri sekitar tahun 1890, dengan diprakarsai oleh ulama serta tokoh-tokoh setempat di antaranya K.H. Yatim (Sido Kapasan), H. Zen Royyan (Simolawang), K.H. Dimyati (Simolawang), K.H. Ali (Simolawang) serta Kyai Sugiman (seorang ulama asal Semarang yang sebelumnya merantau ke berbagai penjuru nusantara).48

Semakin banyaknya warga yang peduli dengan syiar agama, banyak warga yang mewakafkan tanahnya untuk perluasan masjid Al-Abror. Pengembangan pembangunannya dimulai tahun 1952 hingga tahun 1977. Pembiayaan proyek pengembangan bangunan tersebut melalui partisipasi jama’ah serta sumbangan dari masyarakat. Pembangunan ini diiringi dengan pembangunan rohani masyarakat setempat. Hal ini ditandai dengan hadirnya para ulama kharismatik Jawa Timur yang secara rutin memberikan tausiyah di Masjid

48 Pengurus Masjid Al Abror Simolawang Surabaya, Profil Masjid Al Abror Simolawang IV/1 Surabaya, 2.


(42)

Abror, seperti K.H. Thahir Syamsuddin, K.H. Mujib Ridwan, K.H. Abdussomad Bukhari, dan lain sebagainya.49

Pada tahun 1964 Masjid Al-Abror mendirikan radio yang dinamakan Radio Menara III. Tujuannya adalah agar pengajian yang diisi oleh para ulama

tersebut dapat tersyi’ar lebih luas lagi, termasuk bagi masyarakat di luar lingkungan Masjid Al-Abror. Sejak itu, radio ini telah dinikmati oleh masyarakat di berbagai kota seperti Madura, Sidoarjo, Mojokerto, Pasuruan, Bangil, dan lain-lain. Pada tahun 2011, pengurus mengembangkan aplikasi android Radio Menara III sehingga

syi’ar dakwahnya dapat diikuti hingga ke luar negeri. Selain Radio Menara III,

Masjid Al-Abror juga mengembangkan berbagai program, meliputi kajian rutin

setiap ba’da maghrib dan ba’da subuh, pendidikan TPA, majalah Syi’ar, pelatihan jurnalistik, pemberdayaan perempuan, dan sebagainya.50

Sebagai bentuk pertanggungjawaban pengurus masjid Al-Abror Simolawang Surabaya, salah astunya adalah menjaga legitimasi keberadaan masjid Al-Abror Simolawang Surabaya sebagai tempat ibadah dan/atau kegiatan keagamaan umat Islam, serta rumah wakaf yang dimiliki oleh masjid Al-Abror Simolawang Surabaya, maka dibentuklah Yayasan Masjid Al-Abror Simolawang Surabaya. Dengan adanya pengakuan hukum yang dimiliki, akan meminimalisir hal-hal yang tidak diinginkan di kemudian hari.5152

49 Ibid., 3.

50 Choirul Anwar, Wawancara, Surabaya, 3 Maret 2017. 51 Ibid., 8.


(43)

2. Tujuan Masjid Al-Abror

Masjid Al-Abror memiliki visi yaitu “Membangun dan meningkatkan fungsi masjid bagi pemberdayaan persatuan ummat serta sebagai pusat

kemakmuran masjid menuju kebangkitan Islam yang kaffah”. Sedangkan misinya antara lain:53

a. Mengelola organisasi dan administrasi masjid.

b. Menyelenggarakan kegiatan peribadatan dan dakwah demi tersebarnya syiar Islam dan nilai-nilai keislaman yang rahmatan lil ‘alamin dan moderat dalam kehidupan ummat Islam.

c. Menyelenggarakan pendidikan, pelatihan dan pelayanan yang modern, profesional dan islami dalam rangka pembangunan karakter umat, demi meningkatnya kecerdasan intelektual, emosional dan spiritual umat secara terpadu.

d. Membangun suatu sistem pembinaan yang mampu menghasilkan intelektual muslim yang berakhlaqul karimah, dan sanggup menghadapi tantangan zaman.

e. Ikut serta mengantarkan dan mengembangkan masyarakat menuju terwujudnya masyarakat informasi yang Islami.

f. Mengembangkan dan menjalin kerjasama potensi kreatif untuk menuju kebangkitan peradaban yang Islami.

53 Ibid., 1.


(44)

3. Struktur Organisasi dan Pengurus

Susunan pengurus pada periode 2011-2016 terdiri dari:54

a. Penasehat : K. H. Drs. A. Syatibi

b. Ketua I : Drs. H. Sofwan Ishaq, M.M.

c. Ketua II : H. Abu Amar Latief

d. Sekretaris I : Drs. Efendi Kusuma

e. Sekretaris II : Abdur Roqib, S.E.

f. Bendahara I : Sucipto

g. Bendahara II : Khusnul Efendi

h. Seksi-seksi

Sedangkan susunan pengurus untuk periode 2017-2022 adalah:5556

a. Pembina : H. Shofwan Ishaq

H. Rudi Kusdinarto H. Fajar Budiarto

b. Pengawas : H. M. Toha

H. Zainal Arifin H. Abu Amar

c. Ketua : H. Imam Nashir

d. Wakil Ketua : H. Afandi

e. Sekretaris I : Abdur Roqib, S.E.

54 Ibid., 34.

55 Choirul Anwar, Wawancara, Surabaya, 3 Maret 2017. 56 Abdur Roqib, Wawancara, Surabaya, 4 Maret 2017.


(45)

f. Sekretaris II : Efendi Kusuma

g. Bendahara I : H. Sucipto

h. Bendahara II : Khusnul Efendi

i. Seksi-seksi :

1) Dakwah : Ardi Ahmad

2) Infokom : Choirul Anwar

3) Sosial : M. Syafiudin

4) Pemberdayaan

Perempuan : Umi Uzaimah

5) Usaha : M. Harun

4. Ikatan Kerja Pengurus

Pengurus Yayasan Masjid Al-Abror memiliki masa bakti 5 tahun dalam satu periode. Seluruh pengurus bekerja sifatnya murni sukarela (voluntary), bukan tenaga yang dipekerjakan secara profesional (tidak ada kontrak kerja, tidak mendapat gaji, dan sejenisnya). Adapun subyek yang mendapatkan insentif bukanlah pengurus yayasan masjid, melainkan tenaga kebersihan, penjaga masjid, serta petugas siaran radio Menara III.57

5. Rekrutmen Pengurus

Pengurus Yayasan Masjid Al-Abror periode 2017-2021 berasal dari subyek lama (telah menjadi pengurus periode sebelumnya) dan subyek baru (baru


(46)

menjadi pengurus periode ini). Yang menjadi narasumber penelitian ini antara lain Bapak H. Afandi (narasumber 1, selaku Wakil Ketua Yayasan, sebelumnya Ketua Takmir), Bapak Choirul Anwar (narasumber 2, selaku Divisi Infokom) dan Bapak Abdur Roqib (narasumber 3, selaku Sekretaris Yayasan, sebelumnya adalah Remas dan Sekretaris Takmir). Bapak Abdur Roqib dan Bapak Choirul Anwar ikut

menjadi pengurus diawali oleh ajakan H. Afandi. Semua pengurus adalah jama’ah

nahdliyin.5859

Narasumber 1 adalah warga asli Simolawang. Beliau sudah cukup lama aktif dan terlibat dalam kepengurusan Masjid Al-Abror bahkan sebelum kepengurusan berbentuk Yayasan. Pada periode pertama (2011-2016) narasumber 1 menempati posisi sebagai Takmir atau Divisi Dakwah. pada periode kedua (2017-2011) beliau menempati posisi sebagai Wakil Ketua Yayasan. Posisinya sebagai Takmir digantikan oleh Bapak Ardi.60

Sebelum organisasi masjid berbentuk Yayasan, kepengurusan dipilih melalui mekanisme pemilihan langsung oleh jamaah. Menurut beliau cara ini tidak efektif, karena akan memunculkan persoalan seperti: Siapa yang punya hak pilih? Siapa yang akan dipilih? Dampaknya, orang memilih siapa yang disukai, meskipun belum tentu memiliki kemampuan yang memadai. Akibat lebih jauh, orang yang terpilih ini bisa jadi aktif sekali dua kali, setelah itu tidak aktif lagi. Oleh karena itu, diusulkan bentuk organisasinya menjadi Yayasan, sehingga pemilihan pengurus

58 Abdur Roqib, Wawancara, Surabaya, 23 Februari 2017. 59 Choirul Anwar, Wawancara, Surabaya, 3 Maret 2017. 60 H. Affandi, Wawancara, Surabaya, 3 Maret 2017.


(47)

ditentukan oleh Pembina yayasan. Dengan demikian yang dipilih adalah orang-orang yang memang memiliki kemampuan sesuai bidang masing-masing.61

Sebelumnya seperti ada pandangan bahwa yang menjadi takmir atau pengurus masjid haruslah orang yang setiap hari datang ke masjid, sholat jamaah, kepribadian sabar dan damai. Ini artinya, pengurus juga selayaknya dari kalangan warga di sekitar masjid. Tapi beliau menilai bahwa orang dengan karakter tersebut belum tentu mampu mengelola dan menjalankan kegiatan masjid secara keseluruhan. Menurut beliau yang dibutuhkan adalah orang yang memiliki kemampuan. Jika yang menjadi pengurus sudah dibatasi harus dari orang-orang yang setiap hari jamaah, maka tidak bisa luas cakupannya atau pilihannya untuk mencari orang yang memiliki kemampuan yang memadai.62

Oleh karena itu, orang yang menjadi pengurus masjid tidak harus yang setiap hari datang, ikut sholat jamaah 5 waktu, dan sejenisnya. Untuk pekerjaan yang bersifat rutin, ini bisa diurusi oleh marbot atau petugas yang memang ditugasi untuk itu, misalnya pekerjaan seperti membuka-menutup gerbang masjid, mengkoordinasi sholat 5 waktu, menyiapkan forum pengajian, mendampingi ustadz pengisi pengajian, dan lain-lain. Di periode sebelumnya ada namanya Pak Matraji yang bisa menangani semua tugas-tugas tersebut seorang diri. Jika itu yang dimaksudkan sebagai ketua takmir, maka sudah dapat ditangani oleh Pak Matraji sendiri. Menurut narasumber 1, yang dibutuhkan untuk mengembangkan masjid

61 Ibid.


(48)

tentunya lebih dari itu. Harus ada orang yang memikirkan pengelolaan secara makro, pengembangan program, ide-ide yang inovatif dan kreatif dan sebagainya.

Kalau tidak dibatasi hanya warga sekitar atau yang ikut jama’ah setiap hari, maka

cakupannya bisa lebih luas.63

Memang ada konsekwensinya ketika pengurus tidak setiap hari datang ke masjid. Seperti saat narasumber 1 masih menjadi takmir, beliau tidak dapat setiap hari ikut sholat jamaah di masjid. Ini memunculkan pertanyaan di kalangan jamaah. Melihat hal ini, beliau dapat memaklumi karena kebanyakan orang memang masih memiliki pandangan bahwa pengurus masjid haruslah rutin ikut sholat jamaah. Meski demikian, beliau tetap bergerak aktif dalam menjalankan program sesuai dengan yang direncanakan, dan setiap ada persoalan selalu dipecahkan hingga tuntas. Setelah melihat perkembangan program masjid, serta dengan pengertian yang diberikan terus menerus, perlahan-lahan pengurus dan jamaah bisa menerima.64

Selama ini narasumber 1 adalah subyek yang aktif melakukan pemetaan, pendekatan serta penawaran pada orang-orang yang dipandang memiliki potensi untuk menjadi pengurus Masjid Al-Abror. Menurut beliau, ada empat hal utama yang diperlukan dalam kepengurusan masjid: (a) Orang yang mau keluar uang; (b) Orang yang kreatif—memiliki banyak ide-ide baru; (c) Orang yang memiliki pengalaman organisasi; (d) Orang yang bisa menggunakan teknologi

63 Ibid.


(49)

informasi, media sosial, dan sejenisnya. Jika dalam kepengurusan masjid ada orang-orang yang memiliki kualifikasi tersebut, maka insya Allah kepengurusan masjid akan bisa berjalan aktif. Saat ini, menurut beliau, kepengurusan Masjid Al-Abror telah diisi oleh orang-orang yang demikian. Ada orang yang kreatif, ada orang yang memiliki banyak pengalaman organisasi, ada orang yang pekerjaannya cukup mapan dan mau keluar uang untuk masjid, serta ada pula orang yang mampu menggunakan teknologi informasi. Di situ pula letak tantangan atau kesulitan dalam mengajak/merekrut orang. Yakni mengenali apa yang disukai atau diminatinya, sehingga dapat disesuaikan dengan pekerjaan/tugas-tugas yang ada di kepengurusan masjid. Jika sudah ketemu apa yang disukai, biasanya akan mudah untuk klik dan jalan terus di kepengurusan.65

Narasumber 1 pernah berhasil mengajak (almarhum) Bapak Solikhin bergabung menjadi pengurus masjid, dengan ditempatkan di bagian Divisi Infokom. Bapak Solikhin—yang merupakan tetangga satu kampung—memiliki minat di bidang teknologi informasi. Beliau melihat Bapak Solikhin setiap pulang kerja, untuk menyalurkan stres atau penat setelah bekerja, menghabiskan waktu untuk streaming radio serta otak-atik program komputer. Hal ini diamati oleh H. Affndi, sehingga beliau berpandangan bahwa orang ini memiliki potensi untuk mengembangkan Radio Menara III. Lalu diajaklah bergabung menjadi pengurus Al-Abror dan mengembangkan program siaran radio tersebut.66

65 Ibid.


(50)

Dalam mengajaknya, beliau langsung menyampaikan secara personal tawaran untuk ikut membantu di masjid, dan Bapak Solikhin bersedia. Berdasarkan data dari narasumber 2, Bapak Solikhin sendiri memiliki keinginan yang kuat untuk mengembangkan Radio Menara III karena ingin melestarikan peninggalan para sesepuh masjid ini (para pendiri dan pengurus terdahulu). Di tangan Bapak Solikhin, Radio Menara III tidak hanya sekedar rutin siaran, melainkan juga berhasil memiliki aplikasi program Streaming Radio Menara III yang dapat diunduh di Google PlayStore. Aplikasi ini memungkinkan orang dari berbagai belahan dunia untuk mengikuti siaran Radio Menara III. Hingga saat ini, pendengar Radio Menara III tersebar sampai ke Malaysia, Hong Kong, dan sebagainya.67

Hal lain yang juga berperan penting dalam rekrutmen orang menjadi pengurus masjid adalah nama atau reputasi masjid itu sendiri. Jika masjid memiliki reputasi yang bagus, nama yang baik di mata masyarakat, orang akan menghormati. Masjid Al-Abror sendiri sudah memiliki itu. contohnya jika narasumber 1 kebetulan ikut jamaah di masjid lain, bahkan di masjid luar kota sekalipun, kemudian berkenalan dengan pengurus setempat dan menyampaikan bahwa beliau dari Al-Abror Simolawang, orang biasanya mengira beliau adalah anak kyai/ustadz. Hal ini karena bagi banyak kalangan khususnya orang tua, nama Masjid Al-Abror Simolawang sudah sangat dikenal, terutama dari siaran Radio Menara III. Ini juga membantu dalam proses rekrutmen orang karena orang sudah tahu nama dan reputasi masjidnya, sekalipun orang tersebut bukan warga di sekitar daerah


(51)

Simolawang. Di kepengurusan periode ini, beberapa orang pengurus memang bukan warga yang tinggal di Simolawang atau sekitar Masjid Al-Abror.68 Demikian rekrutmen pengurus masjid Al-Abror berdasarkan informasi narasumber 1.

Narasumber 2 bergabung menjadi pengurus masjid Al-Abror sejak tahun 2011. Beliau ikut setelah diajak oleh narasumber 1, yang merupakan tetangga satu kampung, sekaligus saat itu posisinya sebagai takmir Masjid Al-Abror. Sebenarnya narasumber 1 sudah berulang kali mengajak, namun beliau menolak dengan alasan repot atau belum bisa ikut. Selain bekerja di percetakan, narasumber 2 saat itu juga aktif sebagai Ketua RT dan pengurus takmir musholla di

kampungnya, serta jam’iyah NU—meskipun secara kegiatan dan program musholla tidak sebesar Masjid Al-Abror. Namun setelah berulang kali menolak, suatu ketika saat ajakan itu datang kembali dan beliau bersedia untuk sekurang-kurangnya mencari tahu dulu nanti di Al-Abror bisa membantu bagian apa. Beliau sendiri memandang mungkin memang saat itu pintu hidayahnya dibukakan sehingga jadi tergerak hatinya.69

Sebelum menjadi pengurus, memang beliau pernah ikut sebagai remas di Al-Abror, bukan sebagai pengurus masjid. Saat bergabung disana sudah ada Pak Solikhin yang juga diajak oleh narasumber 1 untuk juga ikut menjadi pengurus Al-Abror. Kebetulan Pak Solikhin adalah teman satu angkatan narasumber 2. Ajakan ini bersifat personal dan disampaikan secara langsung (lisan) pada saat-saat dimana

68 H. Afandi, Wawancara, Surabaya, 3 Maret 2017. 69 Choirul Anwar, Wawancara, Surabaya, 3 Maret 2017.


(52)

beliau bertemu dengan narasumber 1. Dalam penawaran ini narasumber 1 tidak pernah memberikan janji-janji akan menyediakan atau memberikan apa selama bergabung menjadi pengurus masjid. Dalam pertemuan tersebut juga dijelaskan bahwa beliau ditawari untuk mengelola Divisi Infokom, yang terdiri dari Radio Menara III, buletin dan majalah Syi’ar, bersama dengan Pak Solikhin. Dari situ narasumber 2 melihat ada tempat yang cocok atau sesuai dengan kemampuannya, yakni di bidang percetakan/penerbitan. Oleh karena itu beliau lantas bersedia untuk terlibat sebagai pengurus masjid Al-Abror. Sedangkan untuk radio, beliau mempelajari dari Pak Solikhin.70

Proses yang kurang lebih sama juga dilalui oleh narasumber 3. Beliau bergabung di Al-Abror setelah ditawari oleh narasumber 1. Beliau bertempat tinggal di Banyu Urip, namun istrinya adalah warga Simolawang. Sebelumnya, beliau sendiri berpengalaman menjadi pengurus musholla di tempat tinggalnya. Lalu secara personal dimintai tolong oleh narasumber 1 untuk membantu remas Al-Abror karena saat itu kondisinya kurang aktif. Beliau bergabung di Al-Al-Abror sebagai pengurus Remas, lalu juga diperbantukan sebagai sekretaris Takmir. Saat ini beliau diangkat menjadi sekretaris Yayasan Masjid Al-Abror Simolawang Surabaya.7172

Saat ditawari, beliau tidak memiliki keberatan tertentu. Beliau mengajukan syarat agar selama berjalan, remas ‘tidak diotak-atik secara langsung’

70 Ibid.

71 Abdur Roqib, Wawancara, Surabaya, 4 Maret 2017. 72 H. Afandi, Wawancara, Surabaya, 3 Maret 2017.


(53)

oleh pengurus takmir. Dalam artian, beliau berharap agar pengelolaan dan penggerakan remas melaui jalur koordinasi yang sesuai, yakni melalui dirinya (jika memang dipercaya mengelola remas). Jika misalnya ada masalah-masalah atau hal yang tidak berkenan atas jalannya remas, sebaiknya pengurus takmir membahas langsung dengan beliau, tidak menegur anak-anak anggota remas secara langsung. Nanti beliau sendiri yang akan menyampaikan dan mendialogkan dengan anak-anak remas. Alasannya, anak-anak-anak-anak remas bergabung bukan karena ada ikatan formal melainkan murni sosial/pengabdian. Jika orang bekerja dengan ikatan sosial lantas ada sakit hatinya dalam pekerjaan tersebut, dampak terburuknya akan tidak berjalan aktif lagi. Bagi beliau, jika kepengurusan berjalan sesuai dengan AD/ART, maka organisasi akan bisa bekerja secara fair. Narasumber 1 menyanggupi permintaan ini, dan akhirnya beliau bergabung dalam kepengurusan masjid.73

B. Masjid Al-Falah Surabaya

1. Sekilas Profil

Masjid Al-Falah secara resmi berdiri pada 27 September 1976. Meski demikian, proses pengurusan izin dan pembangunannya telah dimulai sejak 7 tahun sebelumnya yakni pada tahun 1969. Pendirian Masjid Al-Falah tidak dapat dilepaskan dari Yayasan Pendidikan Tinggi Dakwah Islam (PTDI) Jawa Timur. PTDI adalah suatu organisasi yang bergerak dalam bidang dakwah pembangunan. Karenanya pada tahun-tahun pertama banyak dilakukan ceramah-ceramah ke

73 Ibid.


(54)

daerah-daerah yang disambut hangat oleh masyarakat setempat. Lebih-lebih yang terjun ke bawah adalah para Jenderal antara lain Letnan Jenderal Soedirman (selaku Ketua Harian PTDI) dan Jenderal Soetjipto Judadihardjo. Salah satu obsesi pengurus PTDI adalah mendirikan sebuah masjid di daerah elit, terutama di kota-kota besar seperti Surabaya. Hal ini dapat menjadi daya tarik bagi penduduk yang tinggal di daerah itu, serta dapat dijadikan markas untuk mengisi ilmu agama Islam. Oleh karena itu beliau menyarankan agar di daerah Darmo dapat dibangun sebuah masjid yang representatif.74

Setelah masjid tersebut berfungsi, maka untuk pengelolaan masjid

selanjutnya dibentuklah satu Yayasan dengan nama “Yayasan Masjid Al Falah”

yang didirikan berdasarkan akta tertanggal 17 Maret 1976 Nomor 47 yang dibuat oleh Notaris Anwar Mahayudin. Pada tanggal 27 April 1976, tugas kepengurusan Masjid Al Falah beralih kepada Pengurus Yayasan Masjid Al Falah. Dengan demikian lepas dari Yayasan PTDI tetap masih tetap ada hubungan batin.75

2. Tujuan Yayasan Masjid Al Falah

Setiap usaha baik yang berorientasi profit maupun nonprofit pada dasarnya menginginkan adanya perkembangan usahanya. Demikian juga halnya dengan Yayasan Masjid Al Falah Surabaya. Tujuan utama dari pendirian Yayasan ini adalah untuk memakmurkan masjid dengan mengamalkan fungsi dan misi masjid serta dakwah islamiyah pada umumnya, dengan berpedoman pada

74 Hari Subakti (ed.), 35 Tahun Yayasan Masjid Al Falah Surabaya 1973-2008 (Surabaya:

Yayasan Masjid Al Falah Surabaya, 2008), 50.


(55)

Qur’an dan As-Sunnah. Untuk mencapai tujuan tersebut, upaya segenap jajaran pengurus serta semua unsur yang bernaung dalam yayasan ini adalah begaimana cara melaksanakan kegiatan-kegiatan sebagaimana yang telah diprogramkan agar bisa mencapai hasil yang optimal.76

Yayasan Masjid Al Falah Surabaya pada mulanya hanya mengurusi persoalan masjid semata. Namun sejalan dengan adanya fungsi masjid, yang di samping fungsi utama yaitu untuk bersujud kepada Allah SWT, tempat beribadah, juga berfungsi antara lain:77

a. Tempat bermusyawarah kaum muslimin guna memecahkan berbagai persoalan yang timbul di masyarakat.

b. Tempat berkonsultasi kaum muslimin, mengajukan kesulitan-kesulitan, meminta bantuan dan pertolongan.

c. Masjid dengan majelis taklimnya merupakan wahana untuk meningkatkan kecerdasan dan ilmu pengetahuan kaum muslimin. d. Masjid merupakan tempat mengumpulkan dana, menyimpan dan

membagikannya.

e. Masjid tempat melaksanakan pengaturan dan supervisi sosial.

f. Masjid adalah tempat membina keutuhan ikatan jamaah dan bergotong-royong di dalam mewujudkan kesejahteraan bersama.

76 Ibid., 63.


(56)

Hal ini berarti bahwa fungsi masjid dalam arti yang luas adalah merupakan wadah (tempat) untuk memberdayakan umat dari segala aspek kehidupan baik dari aspek agama, sosial, ekonomi, serta aspek lainnya. Mengingat fungsi masjid yang sedemikian luas, maka sudah semestinya fungsi-fungsi tersebut diaktualisasikan dengan kegiatan operasional, sejalan dengan program yang telah ditentukan.78

3. Perkembangan Masjid Al Falah

Masjid Al Falah mengalami perkembangan baik pada aspek hissiyah

(bangunan) maupun aspek ijtima’iyah (segala kegiatan). Pada aspek hissiyah

Masjid Al Falah terus dikembangkan sehingga dapat menampung jamaah serta menampung perkembangan kegiatan yang terus meningkat. Pengurus juga mengupayakan agar keberadaan bangunan serta fasilitas-fasilitasnya tetap

dipelihara dan diberdayakan seoptimal mungkin untuk pelayanan terhadap jama’ah.

Pelayanan ini harus terus diupayakan, tujuannya adalah bahwa sebagai tempat untuk pelaksanaan beribadah dan kegiatan keagamaan lainnya, masjid harus dibuat

agar jama’ah yang datang dan berada di masjid merasa betah atau krasan, nyaman,

aman serta merasa khusyuk saat beribadah.79

Sedangkan perkembangan dalam aspek ijtima’iyah (kegiatan), hingga saat ini Masjid Al Falah telah mengembangkan banyak bagian-bagian/unit layanan, antara lain: Lembaga Pendidikan Al Falah, Lembaga Kursus Al-Qur’an Al Falah,

78 Ibid., 64.


(57)

Biro Konsultasi dan Konseling Keluarga Sakinah Al Falah, Bagian Zakat, Infaq dan Shadaqah, Kelompok Bimbingan Ibadah Haji dan Umrah, Bagian Muhtadin Masjid Al Falah, Bagian Muslimah Al Falah, Bagian Pelayanan Kesehatan Al Falah, Bagian Dakwah Masjid Al Falah, Bagian Penerangan dan Dokumentasi, Bagian Remaja Masjid Al Falah, Bagian Keamanan dan Ketertiban, Bagian Perpustakaan, Bagian Pemeliharaan Gedung dan Taman serta Bagian Kebersihan.80 Lembaga Kursus Al-Qur’an sendiri saat ini menyediakan 17 varian program, antara lain: Baca Tulis Al-Qur’an, Tahsin Al-Qur’an, Tartil Al-Qur’an, Tahfidz Al-Qur’an, Tilawah Al-Qur’an, Qiro’ah Sab’ah, Tarjamah Al-Qur’an, Tafsir Al-Qur’an, Sholat dan Hukum Islam, dan lain-lain.81

4. Struktur Organisasi dan Pengurus Tahun 201782

a. Pembina : Prof. DR. H. Roem Rowi, M.A.

H. Fauzie Salim M

Prof. DR. H. M. Zaidun, S.H., M.Si. Ahmad Riyadh UB, S.H., M.Si. Drs. H. Sugeng P, S.H., M.H., M.M.

b. Pengawas : Drs. H. M. Taufiq AB.

Dra. Hj. Nur Syamsi Hisyam, M.M. Prof. DR. H. Tjiptohadi S, M.E.C., M. Wachid S.Sos., M.B.A., M.M.

80 Ibid., 68.

81Brosur Lembaga Kursus Al Qur’an Yayasan Masjid Al Falah Surabaya. 82 Rustanto, Wawancara, Surabaya, 7 Maret 2017.


(1)

Beyer, Peter, “Social Forms of Religion and Religions in Contemporary

Global Society”, Handbook of the Sociology of Religion, New

York, Cambridge University Press, 2003.

Buku Daftar Peserta Kursus Periode 104 (April-Agustus 2016), Lembaga Kursus Al-Qur’an Masjid Al-Falah.

Concise Oxfrod English Dictionary (Eleventh Edition).

Dalmeri, “Revitalisasi Fungsi Masjid Sebagai Pusat Ekonomi Dan Dakwah

Multikultural”, Walisongo, Vol. 22, No. 2, 2014.

Dana, Karam, et.al., “Mosques as American Institutions: Mosque Attendance, Religiosity and Integration into the Political System

among American Muslims”, Religions, Vol. 2, 2011.

Donahue, Michael J. & Nielsen, Michael E., “Religion, Attitudes, and Social

Behavior”, Handbook of the Psychology of Religion and

Spirituality, New York & London, The Guilford Press, 2005. Dundon, Tony & Wilkinson, Adrian, “HRM in small and medium-sized

enterprises (SMEs)”, Human Resource Management: A critical

approach, Collings & Wood (ed.), New York & London, Routledge, 2009.

Ekwoaba, Joy O., Ikeije, Ugochukwu .U. and Ufoma, Ndubuisi, “The Impact Of Recruitment And Selection Criteria On Organizational

Performance”, Global Journal of Human Resource Management,


(2)

Emzir, Metodologi Penelitian Kualitatif: Analisis Data, Jakarta, Rajawali Pers, 2014.

Flanigan, Shawn Teresa, “Factors Influencing Nonprofit Career Choice in Faith-based and Secular NGOs in Three Developing Countries”, Nonprofit Management and Leadership, Vol. 21, No. 1, 2010. Giacalone, Robert A., JurkieWicz, Carole L., & Fry, Louis W., “From

Advocacy to Science: The Next Steps in Workplace Spirituality

Research”, Handbook of the Psychology of Religion and

Spirituality, New York & London, The Guilford Press, 2005.

Greenidge, Dion, Alleyne, Philmore and Parris, Brian, “A Comparative Study

of Recruitment and Training Practices Between Small and Large Businesses in An Emerging Market Economy: The Case of

Barbados”, Journal of Small Business and Enterprise

Development, Vol. 19 No. 1, 2012.

Glaser, Barney G. & Strauss, Anselm L., The Discovery of Grounded Theory Strategies for Qualitative Research, New Brunswick & London, AldlineTransaction, 2006.

Jonker, Jan & Pennink, Bartjan, The Essence of Research Methodology: A Concise Guide for Master and PhD Students in Management Science, London & New York, Springer, 2010.

Habermas, Jürgen, “Religion in the Public Sphere”, European Journal of


(3)

Hamid, Asnida Abd, (et al.), “A Proposed Model for Strategic Human Resource Management (SHRM) and Mosque Performance”, BEST: International Journal of Management, Information Technology and Engineering (BEST: IJMITE), Vol. 1, Issue 3, 2013.

Hays, Steven W. & Sowa, Jessica E., “Staffing the Bureaucracy: Employee

Recruitment & Selection”, Handbook of Human Resource

Management in Government 2nd edition, Stephen E. Condrey, (ed.), San Francisco, Jossey-Bass, 2005.

Hentika, Niko P., Suryadi, Rozikin, M., “Meningkatkan Fungsi Masjid Melalui Reformasi Administrasi (Studi pada Masjid Al Falah

Surabaya)”, Jurnal Administrasi Publik (JAP), Vol. 2, No. 2,

2013.

Hidayat, Arif, “Masjid dalam Menyikapi Peradaban Baru”, Ibda’: Jurnal

Kebudayaan Islam, Vol. 12, No. 1, 2014.

Ibnu Mundzir, Wawancara, Kepala Lembaga Kursus Al-Qur’an Masjid Al -Falah Surabaya tahun 2016.

Jaafar, Allia, et.al., “A Proposed Model for Stategic Management (SM) and

Mosque Performance (MP) in Mosque Management”, BEST:

International Journal of Management, Information Technology and Engineering, Vol. 1, Issue 3, 2013.


(4)

Opportunities”, Research Methodology in Strategy and

Management, Vol. 9, 2014.

Locke, Karen D., Grounded Theory in Management Research, London-Thousand Oaks-New Delhi, SAGE, 2001.

Mahmud, Muchammad Eka & Zamroni, “Peran Masjid Dalam

Pengembangan Pendidikan Agama Berwawasan Multikultural

Pada Masyarakat”, FENOMENA, Vol. 6 No. 1 2014.

Maraghi (al), Ahmad Mustafa, Terjemah Tafsir Al-Maraghi Jilid 10, Semarang, PT Karya Toha Putra, 1987.

Mondy, R. Wayne, Manajemen Sumber Daya Manusia Jilid I Edisi 10, Jakarta, Penerbit Erlangga, 2008.

Mustapha, Adeniyi Mudashiru, Ilesanmi, O.A. and Aremu, M., “The Impacts of well Planned Recruitment and Selection Process on Corporate Performance in Nigerian Banking Industry”, International Journal of Academic Research in Business and Social Sciences, Vol. 3, No. 9, 2013.

Narlusi, Aloisa, “E-Recruitment Systems: A Theoretical Model”,

Contemporary PNG Studies: DWU Research Journal, Vol. 23, 2015.

Orlitzky, Marc, “Recruitment Strategy”, The Oxford Handbook of Human Resource Management, New York, Oxford University Press, 2007.


(5)

Park, Crystal L., “Religion and Meaning”, Handbook of the Psychology of

Religion and Spirituality, Raymond F. Paloutzian & Crystal L. Park (ed.), New York & London, The Guilford Press, 2005. Pynes, Joan E., Human Resources Management for Public and Nonprofit

Organizations, San Fransisco, Jossey-Bass, 2009.

Rafiki, Ahmad & Wahab, Kalsom Abdul, “Islamic Values and Principles in the Organization: A Review of Literature”, Asian Social Science, Vol. 10, No. 9, 2014.

Razimi, Mohd Shahril Bin Ahmad, Noor, Murshidi Mohd, and Daud, Norzaidi Mohd, “The Concept of Dimension in Human Resource

Management from Islamic Management Perspective”,

Middle-East Journal of Scientific Research, Vol. 20, 2014.

Ridwan, Muhammad, “Peningkatan Profesionalisme Pegawai Negeri Sipil

Dilihat Dari Sistem Rekrutmen Berbasis Kompetensi”, Jurnal

Ilmu Pemerintahan Nakhod, Vol. 10, 2011.

Searle, Rosalind, “Recruitment and Selection”, Human Resource

Management: A Critical Approach, David G. Collings and Geoffrey Wood (Ed.), London & New York, Routledge, 2009. Sofwan, Ridin, “Penguatan Manajemen Pemberdayaan Fungsi Masjid Al

-Fattah di Kelurahan Krapyak Semarang”, Dimas, Vol. 13, No. 2,

2013.


(6)

Sukur, Fatah, “Masjid Semarang Dalam Pertarungan Ruang Sosial-Budaya”,

IBDA’: Jurnal Kebudayaan Islam, Vol. 12, No. 1, 2014.

Thoits, Peggy A., & Hewitt, Lyndi N., “Volunteer Work and Well-Being”, Journal of Health and Social Behavior, Vol. 42 (June, 2001), 116.

Turner, Ralph H., “Role Theory”, Handbook of Sociological Theory,

Jonathan H. Turner (ed.), New York, Springer, 2006.

Woo, Kuan Heong, “Recruitment Practices in the Malaysian Public Sector:

Innovations or Political Responses?”, Journal of Public Affairs

Education, Vol. 21, No. 2.

Yullyanti, Ellyta, “Analisis Proses Rekrutmen dan Seleksi pada Kinerja Pegawai”, Jurnal Ilmu Administrasi dan Organisasi, Vol. 16, No. 3, 2009.