ANALISA PETROGRAFI BATUGAMPING DAERAH BA (1)
ANALISA PETROGRAFI BATUGAMPING
DI DAERAH BANYUROTO, KECAMATAN NANGGULAN, KABUPATEN KULON PROGO,
YOGYAKARTA
Wisonir1), Tri Seno Apriadi2)
1, 2)
Mahasiswa Jurusan Teknik Geologi STTNAS Yogyakarta
Jl. Babarsari, Sleman, Yogyakarta
e-mail: [email protected]), [email protected])
Jurusan Teknik Geologi, Sekolah Tinggi Teknologi Nasional Yogyakarta
ABSTRAK
Secara geografis lokasi penelitian berada pada koordinat 49 M 409513 9137374 UTM
(Universal Transverse Mercator). Lokasi penelitian terdapat pada peta geologi lembar Yogyakarta,
dengan luas daerah penelitian adalah 1km2. Berada di Desa Banyuroto, Kecamatan Nanggulan,
Kabupaten Kulon Progo, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Morfologi daerah penelitian berupa
perbukitan bergelombang sedang, dengan slope 13o. Penelitian yang dilakukan pada lokasi ini
bertujuan untuk mengetahui batuan apa saja yang berkembang pada daerah tersebut sehingga peneliti
dapat menarik kesimpulan bagaimana proses awal terjadinya batuan tersebut untuk kemudian
dianalisa. Pengamatan secara mikroskopis dilakukan dengan cara mengambil 5 titik pada sayatan tipis
kemudian dilakukan deskripsi, perhitungan butiran (point counting), penamaan batuan, dan
penyusunan petrogenesa. Berdasarkan hasil pengamatan secara megaskopis dan mikroskopis
didapatkan batuan yang berkomposisi butiran allochem berupa fosil foraminifera, micrite berupa
lumpur karbonatan, serta sparite karbonatan.
Kata kunci: UTM (Universal Transverse Mercator), point counting, allochem, micrite, sparite
ABSTRACT
Geographically the research location is located on coordinates 49 M 409513 9137374 UTM
(Universal Transverse Mercator). The research location is on the geological map of Yogyakarta, with
the research area is 1km 2. Located in Banyuroto Village, Nanggulan Sub-district, Kulon Progo
Regency, Special Province of Yogyakarta. The morphology of the research area is medium wavy hills,
with slope 13o. Research conducted on this location is to find out what rocks are developed in this
area so that can getting conclusions how the process of the occurrence of rocks to be analyzed.
Microscopic observation is doing by taking 5 points on a thin section then description, point
counting, rock naming, and preparation of petrogenesis. Based on the result of microscopic and
macroscopic observations obtained rocks that compose by the allochem of foraminifera fossils,
micrite of carbonate, and sparite of carbonate.
Keywords: UTM (Universal Transverse Mercator), point counting, allochem, micrite, sparite
1. PENDAHULUAN
Litologi penyusun Formasi Sentolo ini di
bagian bawah, terdiri dari Aglomerat dan
Napal, semakin ke atas berubah menjadi
Batugamping berlapis dengan fasies neritik.
Batugamping koral dijumpai secara lokal,
menunjukkan umur yang sama dengan formasi
Jonggrangan, tetapi di beberapa tempat umur
Formasi Sentolo adalah lebih muda (Harsono
Pringgoprawiro, 1968, hal.9). Berdasarkan
penelitian fosil Foraminifera yang dilakukan
Darwin kadar (1975) dijumpai beberapa
spesies yang khas, seperti : Globigerina
insueta CUSHMAN & STAINFORTH,
dijumpai pada bagian bawah dari Formasi
Sentolo. Fosil-fosil tersebut menurut Darwin
Kadar (1975, vide Wartono Rahardjo, dkk,
1977) mewakili zona N8 (Blow, 1969) atau
berumur Miosen bawah. Menurut Harsono
Pringgoprawiro (1968) umur Formasi Sentolo
ini berdasarkan penelitian terhadap fosil
Foraminifera Plantonik, adalh berkisar antara
Miosen Awal sampai Pliosen (zona N7 hingga
N21). Formasi Sentolo ini mempunyai
ketebalan sekitar 950 meter ( wartono
rahardjo, dkk, 1977).
Secara geografis lokasi penelitian berada pada
koordinat 49 M 409513 9137374 UTM
(Universal Transverse Mercator). Lokasi
penelitian terdapat pada peta geologi lembar
Yogyakarta, dengan luas daerah penelitian
adalah 1km2. Berada di Desa Banyuroto,
Kecamatan Nanggulan, Kabupaten Kulon
Progo, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta.
Morfologi daerah penelitian berupa perbukitan
bergelombang sedang, dengan slope 13o.
Secara megaskopis dijumpai Packstone yang
secara mikroskopis memiliki komposisi
butiran yang terdiri dari allochem keseluruhan
berupa fosil foraminifera besar anggota dari
genus Orbitoidae, serta jenis – jenis
foraminifera kecil yang memiliki cangkang
tipe terputar, memiliki micrite berupa lumpur
karbonatan yang disusun oleh mineral kalsit
yang sangat halus, serta sparite jenis
karbonatan. Kedudukan batuan di lokasi ini
adalah N115oE/20o, dengan kemiringan
mengarah relatif ke barat daya.
2. METODE PENELITIAN
Penelitian ini dilakukan dengan metode
penelitian geologi berdasarkan data permukaan
yang meliputi pengamatan, pemerian, dan
pengukuran terhadap aspek-aspek geologi
terkait. Adapun aspek-aspek geologi yang
menjadi fokus utama dalam penelitian ini
adalah data litologi, struktur sedimen, dan
morfologi. Penelitian yang dilakukan pada
lokasi ini bertujuan untuk mengetahui batuan
apa saja yang berkembang pada daerah
tersebut sehingga peneliti dapat menarik
kesimpulan bagaimana proses awal terjadinya
batuan tersebut untuk kemudian dianalisa.
Proses analisa laboratorium dilakukan dengan
mengamati sayatan tipis dari sampel yang
telah diambil dilapangan. Pengamatan secara
mikroskopis
dilakukan
dengan
cara
mengambil 5 titik pada sayatan tipis kemudian
dilakukan deskripsi, perhitungan butiran (point
counting), penamaan batuan, dan penyusunan
petrogenesa. Data yang sudah didapat
kemudian diinterpretasi dan dianalisis untuk
menjawab
permasalahan
yang
telah
dirumuskan.
3. DASAR TEORI
Berdasarkan stratigrafi regional rangkaian
Pegunungan Kulon Progo, dimulai dari yang
paling tua sampai yang paling muda. Menurut
Van Bemmelen adalah sebagai berikut,
Formasi Nanggulan menempati daerah dengan
morfologi perbukitan bergelombang rendah
hingga menengah dengan tersebar merata di
daerah Nanggulan (bagian timur Pegunungan
Kulon Progo). Secara setempat formasi ini
juga dijumpai di daerah Sermo, Gandul, dan
Kokap yang berupa lensa-lensa atau blok
xenolit dalam batuan beku andesit.
Formasi Nanggulan mempunyai tipe lokasi di
daerah Kalisongo, Nanggulan. Van Bemmelen
menjelaskan bahwa formasi ini merupakan
batuan tertua di Pegunungan Kulon Progo
dengan lingkungan pengendapannya adalah
litoral pada fase genang laut. Litologi
penyusunnya terdiri-dari batupasir dengan
sisipan lignit, napal pasiran, batulempung
dengan konkresi limonit, sisipan napal dan
batugamping, batupasir, tuf kaya akan
foraminifera dan moluska, diperkirakan
ketebalannya 350 m. Wilayah tipe formasi ini
tersusun oleh endapan laut dangkal, batupasir,
serpih, dan perselingan napal dan lignit.
Berdasarkan
atas
studi
Foraminifera
planktonik, maka Formasi Nanggulan ini
mempunyai kisaran umur antara Eosen Tengah
sampai Oligosen.
Formasi Andesit Tua diendapkan secara tidak
selaras di atas Formasi Nanggulan. Litologinya
berupa breksi volkanik dengan fragmen
andesit, lapilli tuf, tuf, lapili breksi, sisipan
aliran lava andesit, aglomerat, serta batupasir
volkanik yang tersingkap di daerah Kulon
Progo.
Formasi ini tersingkap baik di bagian tengah,
utara, dan barat daya daerah Kulon Progo yang
membentuk
morfologi
pegunungan
bergelombang sedang hingga terjal. Ketebalan
formasi ini kira-kira mencapai 600 m.
Berdasarkan fosil Foraminifera planktonik
yang dijumpai dalam napal dapat ditentukan
umur Formasi Andesit Tua yaitu Oligosen
Atas.
Formasi Jonggrangan Di atas Formasi Andesit
Tua diendapkan Formasi Jonggrangan secara
tidak selaras. Formasi ini secara umum, bagian
bawah terdiri-dari konglomerat, napal tufan,
dan batupasir gampingan dengan kandungan
moluska serta batulempung dengan sisipan
lignit. Di bagian atas, komposisi formasi ini
berupa batugamping berlapis dan batugamping
koral. Morfologi yang terbentuk dari batuan
penyusun formasi ini berupa pegunungan dan
perbukitan kerucut dan tersebar di bagian utara
Pegunungan Kulon Progo. Ketebalan batuan
penyusun formasi ini 250 -400 meter dan
berumur Miosen Bawah – Miosen Tengah.
Formasi ini dianggap berumur Miosen Bawah
dan di bagian bawah berjemari-jemari dengan
bagian bawah Formasi Sentolo (Pringgo
Praworo, 1968:7).
Di atas Formasi Andesit Tua, selain Formasi
Jonggrangan, diendapkan juga secara tidak
selaras Formasi Sentolo. Hubungan Formasi
Sentolo dengan Formasi Jonggrangan adalah
menjari. Foramasi Sentolo terdiri-dari
batugamping dan batupasir napalan. Bagian
bawah
terdiri-dari
konglomerat
yang
ditumpuki oleh napal tufan dengan sisipan tuf
kaca. Batuan ini ke arah atas berangsur-angsur
berubah menjadi batugamping berlapis bagus
yang kaya akan Foraminifera. Ketebalan
formasi ini sekitar 950 m.
4. HASIL PEMBAHASAN
Sampel diambil pada koordinat 49 M 409513
9137374 UTM (Universal Transverse
Mercator) di Daerah Banyuroto, Kecamatan
Nanggulan, Kabupaten Kulon Progo, Provinsi
Daerah Istimewa Yogyakarta. Setelah disayat
dengan ketebalan 0,03 mm dihasilkan sampel
selebar 3 cm x 1 cm yang dilakukan
pengamatan
menggunakan
mikroskop
polarisasi sebanyak 5 titik pengamatan. Dalam
sampel yang diamati pada perbesaran okuler
10x dan perbesaran objektif 4x, sehingga total
perbesaran adalah 40x.
Hasil pengamatan ke-5 titik sebagai berikut:
Titik 1. Dijumpai batuan karbonat dengan
tekstur ukuran butir
DI DAERAH BANYUROTO, KECAMATAN NANGGULAN, KABUPATEN KULON PROGO,
YOGYAKARTA
Wisonir1), Tri Seno Apriadi2)
1, 2)
Mahasiswa Jurusan Teknik Geologi STTNAS Yogyakarta
Jl. Babarsari, Sleman, Yogyakarta
e-mail: [email protected]), [email protected])
Jurusan Teknik Geologi, Sekolah Tinggi Teknologi Nasional Yogyakarta
ABSTRAK
Secara geografis lokasi penelitian berada pada koordinat 49 M 409513 9137374 UTM
(Universal Transverse Mercator). Lokasi penelitian terdapat pada peta geologi lembar Yogyakarta,
dengan luas daerah penelitian adalah 1km2. Berada di Desa Banyuroto, Kecamatan Nanggulan,
Kabupaten Kulon Progo, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Morfologi daerah penelitian berupa
perbukitan bergelombang sedang, dengan slope 13o. Penelitian yang dilakukan pada lokasi ini
bertujuan untuk mengetahui batuan apa saja yang berkembang pada daerah tersebut sehingga peneliti
dapat menarik kesimpulan bagaimana proses awal terjadinya batuan tersebut untuk kemudian
dianalisa. Pengamatan secara mikroskopis dilakukan dengan cara mengambil 5 titik pada sayatan tipis
kemudian dilakukan deskripsi, perhitungan butiran (point counting), penamaan batuan, dan
penyusunan petrogenesa. Berdasarkan hasil pengamatan secara megaskopis dan mikroskopis
didapatkan batuan yang berkomposisi butiran allochem berupa fosil foraminifera, micrite berupa
lumpur karbonatan, serta sparite karbonatan.
Kata kunci: UTM (Universal Transverse Mercator), point counting, allochem, micrite, sparite
ABSTRACT
Geographically the research location is located on coordinates 49 M 409513 9137374 UTM
(Universal Transverse Mercator). The research location is on the geological map of Yogyakarta, with
the research area is 1km 2. Located in Banyuroto Village, Nanggulan Sub-district, Kulon Progo
Regency, Special Province of Yogyakarta. The morphology of the research area is medium wavy hills,
with slope 13o. Research conducted on this location is to find out what rocks are developed in this
area so that can getting conclusions how the process of the occurrence of rocks to be analyzed.
Microscopic observation is doing by taking 5 points on a thin section then description, point
counting, rock naming, and preparation of petrogenesis. Based on the result of microscopic and
macroscopic observations obtained rocks that compose by the allochem of foraminifera fossils,
micrite of carbonate, and sparite of carbonate.
Keywords: UTM (Universal Transverse Mercator), point counting, allochem, micrite, sparite
1. PENDAHULUAN
Litologi penyusun Formasi Sentolo ini di
bagian bawah, terdiri dari Aglomerat dan
Napal, semakin ke atas berubah menjadi
Batugamping berlapis dengan fasies neritik.
Batugamping koral dijumpai secara lokal,
menunjukkan umur yang sama dengan formasi
Jonggrangan, tetapi di beberapa tempat umur
Formasi Sentolo adalah lebih muda (Harsono
Pringgoprawiro, 1968, hal.9). Berdasarkan
penelitian fosil Foraminifera yang dilakukan
Darwin kadar (1975) dijumpai beberapa
spesies yang khas, seperti : Globigerina
insueta CUSHMAN & STAINFORTH,
dijumpai pada bagian bawah dari Formasi
Sentolo. Fosil-fosil tersebut menurut Darwin
Kadar (1975, vide Wartono Rahardjo, dkk,
1977) mewakili zona N8 (Blow, 1969) atau
berumur Miosen bawah. Menurut Harsono
Pringgoprawiro (1968) umur Formasi Sentolo
ini berdasarkan penelitian terhadap fosil
Foraminifera Plantonik, adalh berkisar antara
Miosen Awal sampai Pliosen (zona N7 hingga
N21). Formasi Sentolo ini mempunyai
ketebalan sekitar 950 meter ( wartono
rahardjo, dkk, 1977).
Secara geografis lokasi penelitian berada pada
koordinat 49 M 409513 9137374 UTM
(Universal Transverse Mercator). Lokasi
penelitian terdapat pada peta geologi lembar
Yogyakarta, dengan luas daerah penelitian
adalah 1km2. Berada di Desa Banyuroto,
Kecamatan Nanggulan, Kabupaten Kulon
Progo, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta.
Morfologi daerah penelitian berupa perbukitan
bergelombang sedang, dengan slope 13o.
Secara megaskopis dijumpai Packstone yang
secara mikroskopis memiliki komposisi
butiran yang terdiri dari allochem keseluruhan
berupa fosil foraminifera besar anggota dari
genus Orbitoidae, serta jenis – jenis
foraminifera kecil yang memiliki cangkang
tipe terputar, memiliki micrite berupa lumpur
karbonatan yang disusun oleh mineral kalsit
yang sangat halus, serta sparite jenis
karbonatan. Kedudukan batuan di lokasi ini
adalah N115oE/20o, dengan kemiringan
mengarah relatif ke barat daya.
2. METODE PENELITIAN
Penelitian ini dilakukan dengan metode
penelitian geologi berdasarkan data permukaan
yang meliputi pengamatan, pemerian, dan
pengukuran terhadap aspek-aspek geologi
terkait. Adapun aspek-aspek geologi yang
menjadi fokus utama dalam penelitian ini
adalah data litologi, struktur sedimen, dan
morfologi. Penelitian yang dilakukan pada
lokasi ini bertujuan untuk mengetahui batuan
apa saja yang berkembang pada daerah
tersebut sehingga peneliti dapat menarik
kesimpulan bagaimana proses awal terjadinya
batuan tersebut untuk kemudian dianalisa.
Proses analisa laboratorium dilakukan dengan
mengamati sayatan tipis dari sampel yang
telah diambil dilapangan. Pengamatan secara
mikroskopis
dilakukan
dengan
cara
mengambil 5 titik pada sayatan tipis kemudian
dilakukan deskripsi, perhitungan butiran (point
counting), penamaan batuan, dan penyusunan
petrogenesa. Data yang sudah didapat
kemudian diinterpretasi dan dianalisis untuk
menjawab
permasalahan
yang
telah
dirumuskan.
3. DASAR TEORI
Berdasarkan stratigrafi regional rangkaian
Pegunungan Kulon Progo, dimulai dari yang
paling tua sampai yang paling muda. Menurut
Van Bemmelen adalah sebagai berikut,
Formasi Nanggulan menempati daerah dengan
morfologi perbukitan bergelombang rendah
hingga menengah dengan tersebar merata di
daerah Nanggulan (bagian timur Pegunungan
Kulon Progo). Secara setempat formasi ini
juga dijumpai di daerah Sermo, Gandul, dan
Kokap yang berupa lensa-lensa atau blok
xenolit dalam batuan beku andesit.
Formasi Nanggulan mempunyai tipe lokasi di
daerah Kalisongo, Nanggulan. Van Bemmelen
menjelaskan bahwa formasi ini merupakan
batuan tertua di Pegunungan Kulon Progo
dengan lingkungan pengendapannya adalah
litoral pada fase genang laut. Litologi
penyusunnya terdiri-dari batupasir dengan
sisipan lignit, napal pasiran, batulempung
dengan konkresi limonit, sisipan napal dan
batugamping, batupasir, tuf kaya akan
foraminifera dan moluska, diperkirakan
ketebalannya 350 m. Wilayah tipe formasi ini
tersusun oleh endapan laut dangkal, batupasir,
serpih, dan perselingan napal dan lignit.
Berdasarkan
atas
studi
Foraminifera
planktonik, maka Formasi Nanggulan ini
mempunyai kisaran umur antara Eosen Tengah
sampai Oligosen.
Formasi Andesit Tua diendapkan secara tidak
selaras di atas Formasi Nanggulan. Litologinya
berupa breksi volkanik dengan fragmen
andesit, lapilli tuf, tuf, lapili breksi, sisipan
aliran lava andesit, aglomerat, serta batupasir
volkanik yang tersingkap di daerah Kulon
Progo.
Formasi ini tersingkap baik di bagian tengah,
utara, dan barat daya daerah Kulon Progo yang
membentuk
morfologi
pegunungan
bergelombang sedang hingga terjal. Ketebalan
formasi ini kira-kira mencapai 600 m.
Berdasarkan fosil Foraminifera planktonik
yang dijumpai dalam napal dapat ditentukan
umur Formasi Andesit Tua yaitu Oligosen
Atas.
Formasi Jonggrangan Di atas Formasi Andesit
Tua diendapkan Formasi Jonggrangan secara
tidak selaras. Formasi ini secara umum, bagian
bawah terdiri-dari konglomerat, napal tufan,
dan batupasir gampingan dengan kandungan
moluska serta batulempung dengan sisipan
lignit. Di bagian atas, komposisi formasi ini
berupa batugamping berlapis dan batugamping
koral. Morfologi yang terbentuk dari batuan
penyusun formasi ini berupa pegunungan dan
perbukitan kerucut dan tersebar di bagian utara
Pegunungan Kulon Progo. Ketebalan batuan
penyusun formasi ini 250 -400 meter dan
berumur Miosen Bawah – Miosen Tengah.
Formasi ini dianggap berumur Miosen Bawah
dan di bagian bawah berjemari-jemari dengan
bagian bawah Formasi Sentolo (Pringgo
Praworo, 1968:7).
Di atas Formasi Andesit Tua, selain Formasi
Jonggrangan, diendapkan juga secara tidak
selaras Formasi Sentolo. Hubungan Formasi
Sentolo dengan Formasi Jonggrangan adalah
menjari. Foramasi Sentolo terdiri-dari
batugamping dan batupasir napalan. Bagian
bawah
terdiri-dari
konglomerat
yang
ditumpuki oleh napal tufan dengan sisipan tuf
kaca. Batuan ini ke arah atas berangsur-angsur
berubah menjadi batugamping berlapis bagus
yang kaya akan Foraminifera. Ketebalan
formasi ini sekitar 950 m.
4. HASIL PEMBAHASAN
Sampel diambil pada koordinat 49 M 409513
9137374 UTM (Universal Transverse
Mercator) di Daerah Banyuroto, Kecamatan
Nanggulan, Kabupaten Kulon Progo, Provinsi
Daerah Istimewa Yogyakarta. Setelah disayat
dengan ketebalan 0,03 mm dihasilkan sampel
selebar 3 cm x 1 cm yang dilakukan
pengamatan
menggunakan
mikroskop
polarisasi sebanyak 5 titik pengamatan. Dalam
sampel yang diamati pada perbesaran okuler
10x dan perbesaran objektif 4x, sehingga total
perbesaran adalah 40x.
Hasil pengamatan ke-5 titik sebagai berikut:
Titik 1. Dijumpai batuan karbonat dengan
tekstur ukuran butir